proposal imel

88
PENGGUNAAN METODE SELF REGULATED LEARNING (SRL) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS XI IPA MAN LUBUK SIKAPING PROPOSAL Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah Metodologi Penelitian Oleh: IMELDA YUNITA NIM : 2411.009 1

Upload: pauline-thomas

Post on 01-Jan-2016

45 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGGUNAAN METODE SELF REGULATED LEARNING (SRL)

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS XI

IPA MAN LUBUK SIKAPING

PROPOSAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah

Metodologi Penelitian

Oleh:

IMELDA YUNITA

NIM : 2411.009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI

2013 M/1434 H

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ada banyak definisi tentang matematika. Setiap pakar matematika

mempunyai definisi yang berbeda mengenai matematika. Tidak sedikit

matematikawan yang mendefinisikan bahwa matematika adalah ilmu yang

mempelajari mengenai teorema-teorema dan sistem aksiomatis. Definisi ini selalu

berkembang berdasarkan setiap penemuan pakarnya. Oleh karena itu, kebaharuan

matematika bersifat universal di seluruh dunia, sehingga matematika memainkan

peran yang fundamental terhadap ilmu pengetahuan modern.

Pentingnya peranan matematika ini tidak hanya dirasakan dalam bidang

ekonomi, teknologi, sosial, budaya, namun juga dalam ilmu agama, karena

matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus pelayan dari ilmu. Hal ini sesuai

dengan pendapat Erman Suherman yang menyatakan bahwa “Matematika tumbuh

dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai ilmu juga untuk melayani

kebutuhan pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya”.1 Dikatakan

sebagai pelayan, karena matematika merupakan ilmu dasar yang mendasari dan

melayani ilmu lain. Sedangkan sebagai ratu, karena perkembangan matematika

tidak tergantung pada ilmu lain. Menurut Carl Fredrich Gauss, Matematika adalah

sebagai ratunya ilmu pengetahuan.2 Matematika sebagai ratu atau ibunya ilmu

1Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), h. 25

2 http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika#cite_ note -21 diakses 31 oktober 2013

2

dimaksudkan bahwa matematika adalah sebagai sumber dari ilmu yang lain.3 Oleh

karena itu matematika dijadikan sebagai mata pelajaran wajib yang harus

dipelajari siswa disetiap jenjang pendidikan.

Besarnya peranan matematika itu, maka hendaknya matematika

merupakan mata pelajaran yang baik dan diminati oleh siswa, sehingga

menimbulkan keinginan dan semangat untuk mempelajarinya. Tapi saat ini masih

banyak siswa yang beranggapan bahwa mata pelajaran matematika sukar

dipahami, bersifat abstrak dan menjenuhkan, maka guru sebagai pendidik harus

berusaha dalam meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa terhadap

pelajaran matematika sehingga siswa dapat memahami pelajaran, mampu

menyelesaikan permasalahan matematika dengan baik, mampu berkomunikasi

secara matematis, dan memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Motivasi

memiliki peranan yang besar dalam pembelajaran, dengan adanya motivasi yang

kuat dari siswa dapat menjadikan pembelajaran lebih berkesan dan tujuan dari

pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

Di dalam Al-Quran surat Ar-ra’d ayat 11

Artinya :

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di

muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.

3 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.(Bandung: JICA – Universitas Pendidikan Indonesia(UPI), 2001), hal.28

3

Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka

merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah

menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat

menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.4

Dari ayat di atas dijelaskan bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu

kaum sebelum dia sendiri yang merubahnya. Sehubungan dengan ayat itu dalam

pembelajaran, motivasi dari peserta didik sangatlah penting agar pembelajaran

lebih bermakna dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Dari hasil wawancara penulis dengan guru bidang studi matematika di

MAN Lubuk Sikaping, diperoleh data mengenai persentase nilai ketuntasan

ulangan harian matematika siswa dan dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1.

4 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya , (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2006), Cet.ke-1, h.198

4

Persentase nilai ketuntasan ulangan harian matematika semester

ganjil kelas XI IPA MAN Lubuk Sikaping tahun pelajaran 2012 /

2013.

Kelas Jumlah siswa Tuntas(≥75) Tidak tuntas(<75)

XI1 26 8 18

XI2 28 11 17

Sumber: Tata usaha dan Guru matematika MAN Lubuk Sikaping

Dari tabel 1 terlihat bahwa semua kelas memiliki rata-rata nilai ulangan

harian di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh

MAN Lubuk Sikaping yaitu 68,00. Kondisi seperti ini menuntut perhatian dari

berbagai pihak terutama oleh guru dan calon guru, karena guru mempunyai

peranan penting dalam keberhasilan proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika, proses

pembelajaran masih berpusat pada guru, dimana guru menerangkan konsep di

depan kelas, kemudian diterapkan dalam contoh soal dan latihan. Guru tersebut

mengatakan, pada saat pembelajaran ditemukan sebagian siswa antusias

mengikuti pembelajaran. Hal tersebut terjadi karena banyaknya respon siswa saat

menjawab pertanyaan, menyelesaikan soal kedepan kelas, menjawab kuis di akhir

pembelajaran dan mengerjakan latihan-latihan. Akan tetapi setelah dilakukan

ulangan secara tertulis, hasil yang diperoleh siswa tidak sesuai dengan apa yang

terlihat dalam proses pembelajaran.

Dalam materi tertentu yang memerlukan materi prasyarat, siswa kesulitan

dalam memahami pelajaran. Kesulitan yang dialami anak tesebut peneliti

5

konfirmasikan kepada siswa, ternyata kebanyakan siswa mengemukakan jawaban

bahwa mereka lupa dengan alasan tidak di ulang-ulang lagi.

Berdasarkan pengamatan dan pemaparan di atas peneliti menyimpulkan

bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah dan latihan, terbukti

sukses dalam membentuk pemahaman siswa dalam jangka pendek, namun telah

gagal dalam jangka panjang. Dalam artian pemahaman siswa hanya bersifat

sementara.

Agar siswa mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mereka

harus bekerja untuk memecahkan masalah matematika, menemukan sesuatu bagi

dirinya sendiri dan selalu bergulat dengan ide-ide karena tugas pembelajaran

matematika tidak hanya menuangkan dan menjelajah sejumlah informasi ke dalam

benak siswa tetapi mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep matematika

penting dan sangat berguna serta tertanam kuat (Nur:2000).

Suatu strategi belajar matematika yang baru di butuhkan untuk

memberdayakan siswa yaitu strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa

menghafalkan fakta-fakta tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa

mengkonstuksikan pengetahuan dibenaknya. Pendekatan filsafat kontruktivisme

bisa dijadikan tawaran pendekatan pembelajaran yang dapat membantu siswa

untuk membangun pengetahuan sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas

melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Hal penting

dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswa

dituntut untuk aktif dan kreatif terhadap materi yang dipelajarinya. Siswa harus

aktif membangun dan mengembangkan pengetahuan mereka sendiri, bukan guru

atau orang lain (Nur :2000).

6

Mohammad Nur (2000) juga menyatakan dalam pembelajaran

konstruktivis, guru bertugas menfasilitasi proses mengkonstruksi pengetahuan

dengan : (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2)

memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan (3)

menyadarkan siswa agar penerapan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Dengan demikian metode belajar yang seharusnya digunakan oleh guru

menurut pandangan konstruktivisme adalah discovery learning, self-regulated

learning, dan scaffolding. Salah satu konsep kunci dari 3 metode pembelajaran

konstruktivisme adalah self regulated learning ( pembelajaran dengan pengaturan

diri ) (Nur : 2000 ).

Dalam Self Regulated Learning (SRL) siswa terlibat langsung dalam

pembelajaran dari menemukan tujuan belajarnya sampai akhirnya memberikan

penilaian yang sebenarnya terhadap pembelajaran. Ini bukan berarti SRL

sepenuhnya menjadi tanggung jawab siswa, tetapi dalam hal ini guru bertindak

sebagai penasehat dan pakar. Guru harus lebih memperhatikan kegiatan siswa

Guru harus kreatif memberdayakan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dan

memberikan bantuan untuk menghubungkan pengalaman belajar sebelumnya. Hal

ini menuntut guru untuk menguasai bahan secara luas dan mendalam sehingga

dapat lebih fleksibel menerima gagasan siswa yang berbeda.

Agar SRL dapat terlaksana, siswa harus mempunyai keterampilan yaitu

mengambil tindakan, menjawab pertanyaan, membuat pilihan yang bebas, berfikir

secara kritis dan kreatif, memiliki kesadaran diri dan dapat bekerja sama dengan

baik (Johson :2002 ). Dengan metode ini diharapakan siswa memiliki pemahaman

yang kuat dan tertanam dalam jangka waktu yang lama.

7

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Penggunaan Metode Self Regulated Learning (SRL)

dalam Pembelajaran Matematika pada siswa Kelas XI IPA MAN Lubuk

Sikaping “.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di identifikasi

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Dalam pembelajaran siswa terlihat antusias, namun hasil belajar mereka

belum memuaskan.

2. Sebagian besar siswa kurang memahami materi-materi pelajaran yang

merupakan prasyarat, padahal mereka telah mempelajari materi tersebut

sebelumnya.

3. Metode yang digunakan oleh guru kurang bervariasi dan belum efektif

untuk membantu siswa membangun pengetahuannya.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian yang dilakukan lebih terarah, maka peneliti membatasi

permasalahan ini hanya pada metode yang digunakan guru kurang bervariasi dan

belum efektif.

D. Rumusan Masalah

8

Berdasarkan pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah : Apakah hasil belajar matematika siswa yang

pembelajarannya menggunakan metode Self Regulated Learning (SRL) lebih baik

dari pada hasil belajar siswa yang pembelajarannya tanpa menggunakan metode

Self Regulated Learning (SRL) ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang akan diteliti, maka tujuan penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang

pembelajarannya menggunakan metode Self Regulated Learning (SRL) lebih baik

dari pada hasil belajar siswa yang pembelajarannya tanpa menggunakan metode

Self Regulated Learning (SRL).

F. Definisi Operasional

1. Pendekatan dalam pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau

kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian

tujuan pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pembelajaran

atau materi pembelajaran itu, umum atau khusus.

2. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat

generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.

Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa

yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan

pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang

mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

9

3. Metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata

agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.

4. Self Regulated Learning (SRL) adalah self regulated learning sebagai

suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi

(cognition), perilaku (behaviours) dan perasaannya (affect) secara

sistematis dan berorientasi pada pencapaian tujuan belajar.

5. Hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

pengalaman belajar, menguasai materi yang diajarkan.

G. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk:

1. Bagi Peneliti

a. Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam mencari alternatif model

pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan perkembangan pendidikan.

b. Membantu guru bidang studi matematika memilih pendekatan

pembelajaran yang sesuai dengan kondisi sekolah dan materi pelajaran

yang diberikan.

2. Bagi Guru

Masukan dan pedoman bagi guru matematika dalam merancang suatu

program pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar

siswa.

BAB II

KAJIAN TEORI

10

A. Belajar dan Pembelajaran Matematika

Belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan,

keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk

mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Kegiatan belajar

tersebut ada yang dilakukan di sekolah, di rumah, dan di tempat lain seperti di

museum, di laboratorium, di hutan dan dimana saja. Belajar merupakan tindakan

dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami

oleh siswa sendiri dan akan menjadi penentu terjadinya atau tidak terjadinya

proses belajar.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,

2003:5).

Oleh karena itu, seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam

diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan

tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut disertai usaha seseorang, sehingga

seseorang itu dari yang tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu

mengerjakannya. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu

merupakan proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu merupakan hasil

belajar. Dengan demikian belajar akan menyangkut proses belajar dan hasil

belajar. Jadi orang yang belajar akan mengalami proses belajar dan memperoleh

11

hasil belajar berupa perubahan tingkah laku. Belajar adalah proses perubahan

tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman.5

Jadi, kegiatan belajar dapat diartikan sebagai proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh sesuatu yang baru dan perubahan keseluruhan

tingkah laku sebagai hasil pengalaman belajar siswa yang tinggi, maka guru

tersebut harus berusaha untuk meningkatkan kompetensinya.

Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar,

di mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang

berorientasi pada kegiatan mengajarkan materi yang berorientasi pada

pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa sebagai sasaran

pembelajaran. Dalam proses pembelajaran akan mencakup berbagai komponen

lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran. 

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang mengandung terjadinya proses

penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap oleh subjek yang sedang belajar

(Arikunto, 1993:12). Lebih lanjut mengemukakan bahwa pembelajaran adalah

bantuan pendidikan kepada anak didik agar mencapai kedewasaan di bidang

pengetahuan, keterampilan dan sikap.6

Menurtu konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses komunikasi

fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa dalam rangka

perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadikan kebiasaan bagi siswa yang

bersangkutan.7

5 Fontana dalam Suherman, Erman dkk. Strategi pembelajaran matematika kontemporer. (Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia, 2003).h.

6 Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993).7 Erman Suherman dkk, ...............,hal. 9

12

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang didalamnya terdapat interaksi positif

antara guru dengan siswa dengan menggunakan segala potensi dan sumber yang

ada untuk menciptakan kondisi belajar yang aktif dan menyenangkan.

Berdasarkan etimologi “Perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan

yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu

diperoleh dengan bernalar akan tetapi matematika lebih menekankan aktifitas

dalam dunia rasio (penalaran) sedangkan ilmu lain lebih menekankan pada hasil

observasi atau eksperimen disamping penalaran. 8

Dalam kamus matematika menyatakan, matematika adalah ilmu tentang

logika mengenai bentuk susunan, besaran dan konsep – konsep yang berhubungan

dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi menjadi tiga

bidang Aljabar, Analisis dan geometri.9

Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa Pembelajaran

matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika

didalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan

kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa tentang matematika.

B. Self-Regulated Learning (SRL)

1. Pengertian Self-Regulated Learning

Ada beberapa kata yang dipadankan dengan self-regulated learning seperti

pengendalian diri (self-control), disiplin diri (self-disciplined), dan pengarahan

8 Elea Tinggih (1972 : 5 ), dikutip dari Erman Suherman dkk, ...............,hal. 189 James dan James (1976), dikutip dari Erman Suherman dkk.................. hal. 18

13

diri (self directed). Meski demikian, kesemuanya memiliki pengertian yang

berbeda-beda.

Self-regulated learning adalah kemampuan untuk menjadi partisipan yang

aktif secara metakognisi, motivasi, dan perilaku (behavior) di dalam proses

belajar.10 Secara metakognisi, self-regulated learner merencanakan,

mengorganisasi, mengarahkan diri, memonitor diri, dan mengevaluasi diri pada

tingkatan-tingkatan yang berbeda dari apa yang mereka pelajari. Secara motivasi,

mereka merasa diri mereka sendiri kompeten, selfefficacious, dan mandiri

(autonomous). Secara perilaku (behaviorly), mereka memilih, menyusun, dan

membuat lingkungan mereka untuk belajar yang optimal.

Di samping itu, self-regulated learning juga merupakan motivasi secara

intrinsik dan strategi.11 Pengertian lain diberikan oleh Corno dan Mandinach

bahwa self-regulated learning adalah suatu usaha untuk memperdalam dan

memanipulasi jaringan asosiatif dalam suatu bidang khusus (yang tidak perlu

membatasi pada isi akademik), dan memonitor serta meningkatkan proses-proses

yang mendalam.12

Self regulated learning mengacu pada perencanaan yang hati-hati dan

monitoring terhadap proses kognitif dan afektif yang tercakup dalam penyelesaian

tugas-tugas akademik yang berhasil dengan baik.13 Bandura mendefinisikan self-

regulation sebagai kemampuan untuk mengontrol perilaku mereka sendiri dan

10 B.J. Zimmerman, “A Social Cognitive View of Self-regulated Learning” dalam Journal of Educational, (81, 1989). hlm.4.11 P.H. Winne & N.E. Perry, “Measuring Self-regulated Learning” dalam M. Boekaerts et.al. (Ed.), Handbook of Self-regulation (Orlando, F.L: Academic Press, 2000). Lihat juga B.J. Zimmerman, “Self-regulated Learning and Academic Achievement: An Overview” dalam Educational psychologist, (25, 1990). hlm.3-17.12 L. Corno dan EB. Mandinach, “The Role of Cognitive Engagement in Classroom Learning and Motivation” dalam Educational Psychologist, 18 (2, 1983), hlm.95.13 Ibid.

14

juga pekerja keras. Bandura mengajukan tiga langkah self-regulation: (1)

observasi diri (selfobservation), kita melihat diri kita sendiri, perilaku kita, dan

menjaganya; (2) keputusan (judgment), membandingkan apa yang dilihat dengan

suatu standar; (3) respon diri (self-response), jika kita lebih baik dalam

perbandingan dengan standar kita, kita memberi penghargaan jawaban diri pada

diri kita sendiri.14 Jika menjadi kurang baik, kita memberi hukuman jawaban diri

pada diri kita sendiri.

Self-regulated learning dapat berlangsung apabila peserta didik secara

sistematis mengarahkan perilakunya dan kognisinya dengan cara memberi

perhatian pada instruksi-instruksi, tugas-tugas, melakukan proses dan

menginterpretasikan pengetahuan, mengulang-mengulang informasi untuk

mengingatnya serta mengembangkan dan memelihara keyakinan positifnya

tentang kemampuan belajar dan mampu mengantisipasi hasil belajarnya.15

Self-regulated learning merupakan proses dimana peserta didik

mengaktifkan pikirannya, perasaan dan tindakan yang diharapkan dapat mencapai

tujuan khusus pendidikan (Zimmerman, Bonner & Kovach, 2003). Selain itu

Schunk & Zimmermann (1998) menegaskan bahwa peserta didik yang bisa

dikatakan sebagai self-regulated learners adalah yang secara metekognisi,

motivasional dan behavioral aktif ikut serta dalam proses belajar. Peserta didik

dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh

pengetahuan dan keahlian yang diinginkan tanpa bergantung pada guru, orang tua,

dan orang lain.

14 A. Bandura, Social Learning Theory (Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall Publishers, 1977).15 D.H. Schunk dan B.J. Zimmerman (Ed.), Self-regulation on Learning and Performance: Issues and Educational Applications. (Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates, 1998).

15

Mereka mengetahui gaya pembelajaran yang disukainya, apa yang mudah

dan sulit bagi dirinya, bagaimana cara mengatasi bagian-bagian sulit, apa minat

dan bakatnya, dan bagaimana cara memanfaatkan kekuatan/kelebihannya. Mereka

juga tahu subjek yang sedang dipelajarinya; semakin banyak subjek yang mereka

pelajari semakin banyak pula yang mereka ketahui, serta semakin mudah untuk

belajar lebih banyak (Alexander 2006.129)

Mereka mungkin mengerti bahwa tugas belajar yang berbeda memerlukan

pendekatan yang berbeda pula. Merekapun menyadari bahwa belajar seringkali

terasa sulit dan pengetahuan jarang yang bersifat mutlak; biasanya ada banyak

cara yang berbeda untuk melihat masalah dan ada banyak macam solusi (Pressley

1990.207)

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa self-regulated learning

adalah proses bagaimana seorang peserta didik mengatur pembelajarannya sendiri

dengan mengaktifkan kognitif, afektif dan perilakunya sehingga tercapai tujuan

belajar.

2. Perkembangan Self-Regulated Learning

Schunk dan Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) mengemukakan model

perkembangan self-regulated learning. Berkembangnya kompetensi self-regulated

learning dimulai dari beberapa faktor yaitu:

a) Pengaruh sumber sosial: Berkaitan dengan informasi mengenai akademik yang

di peroleh dari lingkungan teman sebaya.

b) Pengaruh lingkungan: Berkaitan dengan orang tua dan lingkungannya,

sehingga peserta didik dapat menetapkan rencana dan tujuan akademiknya secara

maksimal.

16

c) Pengaruh personal atau diri sendiri. Berkaitan dengan diri sendiri peserta didik

yang memiliki andil untuk memunculkan dorongan bagi dirinya sendiri untuk

mencapai tujuan belajarnya.

Di dalam faktor-faktor ini terdapat beberapa level berkembangnya self regulated

learning:

a. Level Pengamatan (Observasional)

Peserta didik yang baru awalnya memperoleh hampir seluruh strategi-

strategi belajar dari proses pengajaran, pengerjaan tugas, dan dorongan dari

lingkungan sosial. Pada level pengamatan ini, sebagian peserta didik dapat

menyerap ciri-ciri utama strategi belajar dengan mengamati model, walaupun

hampir seluruh peserta didik membutuhkan latihan untuk menguasai kemampuan

self-regulated learning.

b. Level Pesamaan (Emultive)

Pada level ini peserta didik menunjukkan performansi yang hampir sama

dengan kondisi umum dari model. Peserta didik tidak secara langsung meniru

model, namun mereka berusaha menyamai gaya atau pola umum saja. Oleh

karena itu, mereka mungkin menyamai tipe pertanyaan model tapi tidak meniru

kata-kata yang digunakan oleh model.

c. Level Kontrol Diri (Self-Controlled)

Peserta didik sudah menggunakan dengan sendiri strategi-strategi belajar

ketika mengerjakan tugas. Strategi-strategi yang digunakan sudah terinternalisasi,

namun masih dipengaruhi oleh gambaran standar performansi yang ditujukan oleh

model dan sudah menggunakan proses self-reward.

17

d. Level Pengaturan Diri

Level ini merupakan level terakhir dimana peserta didik mulai

menggunakan strategi-strategi yang disesuaikan dengan situasi dan termotivasi

oleh tujuan serta self-efficacy untuk berprestasi. Peserta didik memilih kapan

menggunakan strategi-strategi khusus dan mengadaptasinya untuk kondisi yang

berbeda, dengan sedikit petunjuk dari model atau tidak ada.

3. Strategi Self-Regulated Learning

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman (dalam

Schunk & Zimmerman, 1998) ditemukan empat belas strategi self-regulated

learning sebagai berikut:

1. Evaluasi terhadap diri (self-evaluating)

Merupakan inisiatif peserta didik dalam melakukan evaluasi terhadap

kualitas dan kemajuan pekerjaannya.

2. Mengatur dan mengubah materi pelajaran (organizing and transforming)

Peserta didik mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan meningkatkan

efektivitas proses belajar. Perilaku ini dapat bersifat covert dan overt.

3. Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning)

Strategi ini merupakan pengaturan peserta didik terhadap tugas, waktu,

dan menyelesaikan kegiatan yang berhubungan dengan tujuan tersebut.

4. Mencari informasi (seeking information)

Peserta didik memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi di luar

sumber-sumber sosial ketika mengerjakan tugas.

18

5. Mencatat hal penting (keeping record & monitoring)

Peserta didik berusaha mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan

topik yang dipelajari.

6. Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring)

Peserta didik berusaha mengatur lingkungan belajar dengan cara tertentu

sehingga membantu mereka untuk belajar dengan lebih baik.

7. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequating

Peserta didik mengatur atau membayangkan reward dan punisment bila

sukses atau gagal dalam mengerjakan tugas atau ujian.

8. Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing)

Peserta didik berusaha mengingat bahan bacaan dengan perilaku overt dan

covert.

9. Meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance)

Bila menghadapi masalah yang berhubungan dengan tugas yang sedang

dikerjakan, peserta didik meminta bantuan teman sebaya.

10. Meminta bantuan guru/pengajar (seek teacher assistance)

Bertanya kepada guru di dalam atau pun di luar jam belajar dengan tujuan

untuk dapat membantu menyelesaikan tugas dengan baik.

11. Meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance)

Meminta bantuan orang dewasa yang berada di dalam dan di luar

lingkungan belajar bila ada yang tidak dimengerti yang berhubungan dengan

pelajaran.

19

12. Mengulang tugas atau test sebelumnya (review test/work)

Pertanyaan-pertanyaan ujian terdahulu mengenai topik tertentu dan tugas

yang telah dikerjakan dijadikan sumber infoemasi untuk belajar.

13. Mengulang catatan (review notes)

Sebelum mengikuti tujuan, peserta didik meninjau ulang catatan sehingga

mengetahui topik apa saja yang akan di uji.

14. Mengulang buku pelajaran (review texts book)

Membaca buku merupakan sumber informasi yang dijadikan pendukung

catatan sebagai sarana belajar.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-Regulated

Learning

Self regulated learning didasari oleh asumsi teori triadik resiprokalitas.

Menurut teori ini perilaku terjadi karena ada tiga determinan yang saling berkaitan

yakni diri (self), perilaku (behavior), dan lingkungan (environment) (Bandura,

1997:6). Berkaitan dengan hal ini maka faktor-faktor yang mempengaruhi self

regulated learning beasal dari tiga determinan ini. Zimerman menjelaskan faktor-

faktor yang mempengaruhi self regulated learning sebagai berikut : (Zimmerman,

1986, Journal of Continuing Education in Nuring, 78-87).

a. Faktor Personal

Termasuk dalam hal ini adalah pengetahuan peserta didik, proses

metakognisi, tujuan yang hendak dicapai, dan afeksi. Paris dan Winograd

membagi pengetahuan menjadi tiga yakni pengetahuan deklaratif, pengetahuan

prosedural, dan pengetahuan kondisional (Paris & Winograd 2002,

http://www.contextual.org/does/10_PAR1.pdf).

20

Menurut Zimmerman, dari ketiga jenis pengetahuan itu yang merupakan

pengetahuan bagi peserta didik yang melaksanakan self regulated learning adalah

pengetahuan prosedural dan pengetahuan kondisional, sedangkan pengetahuan

deklaratif dan pengelolaan diri bersifat interaktif. Ini artinya, dengan semakin

baiknya pengetahuan prosedural (yakni mengkomposisikan tugas untuk mencapai

tujuan jangka pendek) dan pengetahuan kondisional (yakni menggunakan strategi

yang tepat untuk memfasilitasi penyelesaian tugas), maka peserta didik yang

melaksanakan self regulated learning akan dapat mencapai tujuanya.

Metakognisi mengacu pada proses pembuatan keputusan yang mengatur

pemilihan dan penggunaan bentuk pengetahuan. Semakin matang seseorang

dalam menggunakan bentuk pengetahuan (yang meliputi pengetahuan deklaratif,

prosedural, dan kondisional) maka semakin matang perilakunya dalam membuat

perencanaan dalam self regulated learning.

b. Faktor Perilaku

Hal yang termasuk dalam faktor perilaku meliputi observasi diri (self

observation),

penilaian diri (self judgement), dan reaksi diri (self reaction). Observasi diri

mengacu pada

respon peserta didik yang berkaitan dengan pemantauan perilakunya secara

sistematis. Pentingnya observasi diri dapat dipahami berdasarkan penelitian

Schunk, bahwa anak yang

menggunakan observasi diri memiliki efikasi diri 116% lebih tinggi, 129% lebih

terampil, dan 65% lebih terkonsentrasi pada tugas daripada peserta didik yang

tidak melaksanakan observasi diri.

21

Penilaian diri mengacu pada respon peserta didik yang berkaitan dengan

pembandingan secara sistematis terhadap kinerja mereka dengan standar tujuan.

Peserta didik yang melaksanakan ‘penilaian diri’ memiliki kinerja yang lebih

tinggi, efikasi diri yang lebih baik, dan kesadaran yang lebih baik. Peserta didik

yang bereaksi positif terhadap kinerjanya maka akan dapat meningkatkan

kinerjanya.

c. Faktor Lingkungan

Lingkungan berpengaruh terhadap kegiatan belajar seseorang. Lingkungan

belajar yang kondusif akan membuat peserta didik melaksanakan self regulated

learning, dan sebaliknya pada lingkungan yang kurang kondusif akan membuat

kesulitan berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Hasil penelitian

terhadap peserta didik gifted dan ungifted yang dilakukan Munandar menunjukkan

bahwa lingkungan belajar di rumah sangat mempengaruhi dimilikinya self

regulated learning dan dapat berdampak pada meningkatnya prestasi belajar

(Munandar, dkk, 2009, 13-25).

5. Dimensi Self-Regulated Learning

mengungkapkan adanya empat dimensi dalam self regulated learning

yaitu motivasi, metode belajar, hasil kinerja, dan lingkungan (Elliot, dkk. 1999,

273).

a) Motivasi (motivation)

Motivasi merupakan inti dari self regulated learning, dimana melalui

motivasi peserta didik mau mengambil tindakan dan tanggung jawab atas kegiatan

belajar yang dia lakukan (Smith, 2001. 663).

22

Motivasi merupakan alasan atau dasar bagi segala tindakan peserta didik

dalam kegiatan belajar. Motivasi dalam self regulated learning diwujudkan dalam

bentuk pembuatan keputusan untuk berpartisipasi (Zimmerman 1999. 273).

Proses-proses regulasi diri (self regulatory process) yang dapat

meningkatkan motivasi dalam self regulated learning meliputi efikasi diri (self

efficacy), tujuan pribadi (self goals), nilai, dan atribusi.

Efikasi diri (self efficacy) mengacu pada keyakinan (belief) peserta didik

bahwa dia dapat mengadakan beberapa kontrol pada suatu peristiwa yang

mempengaruhi kehidupannya (Bandura, 1997. 25). Faktor lain untuk

meningkatkan motivasi dalam self regulated learning adalah adanya tujuan

(goals). Tujuan (goals) membimbing usaha peserta didik untuk bertindak dalam

arah tertentu dan berguna sebagai kriteria untuk aliluasi diri (Schwartz, dkk. 2001.

461).

Orientasi tujuan meliputi orientasi tujuan belajar (a learning goal

orientation) dan orientasi tujuan kinerja (a performance goal orientation) (Steele-

Johnson, dkk 2000. 724.)

Individu dengan orientasi tujuan belajar (a learning goal orientation)

ditandai dengan keyakinan bahwa kompetensi dapat dikembangkan, menilai

kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan sebelumnya, dan memilih serta

bertahan pada tuntutan tugas. Berbeda dengan hal tersebut, individu dengan

orientasi tujuan kinerja ditandai dengan keyakinan bahwa kompetensi itu tidak

mudah diubah atau dikembangkan, mengaliluasi kompetensinya dalam kaitannya

dengan kompetensi orang lain (menilai kompetensinya dengan membandingkan

kompetensinya dengan kompetensi orang lain); dan memilih tugas yang mana dia

23

bisa mengembangkan kompetensinya dan menghindari kegagalan. Oleh karena itu

seorang self regulated learner lebih berfokus pada orientasi tujuan belajar dan

bukannya berorientasi tujuan kinerja.

Nilai (value) berkaitan dengan tujuan peserta didik terhadap tugas yang

dihadapinya dan keyakinannya mengenai pentingnya dan minat suatu tugas bagi

dirinya. Oleh beberapa ahli seperti Pintrich dan Degrot memandang bahwa nilai

merupakan salah satu komponen dari motivasi. Nilai dalam hal ini dipandang

sebagai alasan (‘mengapa’) dalam mengerjakan suatu tugas. Contoh bentuk butir

pernyataan yang menunjukkan suatu nilai adalah ‘memahami suatu pelajaran

adalah sesuatu yang penting bagi saya(Pintrich & De Groot, 1990. 1016).

Atribusi (attribution) adalah cara seseorang memandang penyebab

(causes) dari suatu hasil. Atribusi dalam konteks perilaku berprestasi

dikembangkan oleh Weiner. (Durkin 1995.335) ketika individu mencoba

menjelaskan suatu kegagalan atau kesuksesan, individu sering

mengatribusikannya pada salah satu atau lebih dari empat penyebab: kemampuan

(ability), usaha (effort), tingkat kesulitan tugas (task difficults), atau

keberuntungan (lucky).

b) Metode Belajar

Persyaratan tugas dari dimensi metode adalah memilih metode yang tepat

untuk meningkatkan kualitas belajarnya (Zimmerman ,1999. 273). Atribut self

regulated learning dari dimensi metode ini adalah terjadinya perilaku peserta

didik yang menjadi terencana dan terotomatisasi. Terencana karena perilaku

peserta didik yang melaksanakan self regulated learning memiliki tujuan dan

kesadaraan diri yang jelas.

24

Terotomatisasi karena penggunaan metode belajar yang tepat dan

dilakukan secara berulang-ulang menjadi kebiasaan bagi dirinya. Metode yang

dimaksud di sini dalam berbagai penelitian disebut juga strategi belajar (learning

strategies). Strategi belajar meliputi pendekatan rehearsing, elaborating,

modelling, dan organizi (Smith, dkk. 2002. 224).

c) Hasil Kinerja (performance)

Peserta didik yang menggunakan metode self regulated learning memiliki

kesadaran terhadap hasil kinerjanya. Mereka dapat merencanakan tingkat

prestasinya berdasarkan kinerja yang direncanakan. Ada beberapa proses dalam

self regulated learning yang perlu dilakukan berkaitan dengan dimensi hasil

kinerja yakni:

1) Pemantauan diri (self monitoring)

Kegiatan pemantauan diri memungkinkan individu untuk memperoleh

data mengenai kemajuan yang telah dicapai dalam rangka mencapai tujuan yang

telah direncanakannya. Data hasil pemantauan diri inilah yang sangat berguna

untuk bahan penilaian diri. Pemantauan diri dapat dilakukan dengan pengamatan

dan perekaman perilakunya. Kontrol tindakan. Ini dilakukan dalam self regulated

learning agar perilakunya senantiasa terarah pada tujuan yang hendak dicapai

(http://www.mpib-berlin.mpg.de/pisa/pdfs/CCengl.pdf.).

2) Menjelaskan bahwa terdapat enam strategi yang dapat dilakukan dalam

mengontrol tindakan yaitu:

a) Kontrol perhatian (attention control) yaitu aktif mengarahkan perhatian pada

informasi yang sesuai dengan tujuan (perhatian selektif).

25

b) Kontrol enkoding (encoding control), dimana informasi yang dihubungkan

dengan intensi saat ini dikaji dalam proses yang lebih dalam.

c) Kontrol emosional (emotional control): mempengaruhi kondisi emosi untuk

merealisasikan suatu tindakan.

d) Kontrol lingkungan: memodifikasi lingkungan seseorang supaya mendukung

pemeliharaan intensi.

e) Kontrol pemrosesan informasi (information processing control): menghindari

pembuatan pertimbangan tindakan yang terlalu lama.

f) Mengatasi kegagalan (coping failure): mengambil jarak dengan tujuan yang

tidak dapat dicapai.

d) Lingkungan

Tugas yang dipersyaratkan berkaitan dengan lingkungan adalah

mengontrol lingkungan fisik. Atribut self regulation yang terdapat pada peserta

didik yang melakukan self regulated learning berkaitan dengan dimensi

lingkungan adalah adanya sensitivitas peserta didik terhadap lingkungan

(termasuk lingkungan sosial) dan sumber daya (resource) yang terdapat di

sekitarnya.

Berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengenali sumber daya

yang terdapat pada lingkungan, (Smith, dkk. 2001. 761) menggunakan istilah

‘resourcefullness’ yang mengacu pada kemampuan untuk mengontrol lingkungan

fisik di sekitarnya dalam hal membatasi distraksi yang mengganggu kegiatan

belajar, dan secara sukses mencari dan menggunakan referensi dan keahlian yang

diperlukan untuk menguasai apa yang dipelajari.

26

Resourcefullness ditandai dengan adanya keaktifan peserta didik dalam

mencari informasi, mengorganisir lingkungan, dan meminimalisir distraktor

Bentuk proses regulasi diri yang berkaitan dengan aspek lingkungan adalah

menstruktur lingkungan (environmental structuring) dan mencari bantuan (help

seeking). Menstruktur lingkungan berkaitan dengan kegiatan menciptakan

lingkungan belajar yang dapat mendukung terlaksananya kegiatan belajar secara

optimal.

Penciptaan lingkungan belajar tidak hanya dilakukan di sekolah saja, tetapi

juga perlu dilakukan di rumah atau di tempat lain dimana di tempat itu kegiatan

belajar dapat dilaksanakan. Pengaruh lingkungan fisik terhadap proses belajar

diantaranya ditunjukkan oleh penelitian Sommer (bahwa peserta didik yang duduk

secara langsung di depan instruktur berpartisipasi paling optimal daripada peserta

didik yang lain yang duduk di belakangnya).

Peserta didik yang melaksanakan self regulated learning tidak selalu

menguasai materi pelajaran secara sempurna. Apabila hal tersebut terjadi maka

perlu untuk mencari bantuan (help seeking) kepada orang lain dan sumber-sumber

lainnya. (Zimmerman. 1986. 313) mengidentifikasi beberapa pihak yang dapat

dirujuk untuk mencari bantuan yakni teman sebaya, guru, dan orang dewasa

lainnya. Madden (2000: 267) mengajukan bahwa selain manusia ada beberapa

sumber yang dapat dirujuk ketika peserta didik mengalami hambatan dalam

belajar yakni internet dan perpustakaan.

27

C. Pembelajaran Konvensional

Menurut Ruseffendi (2005: 17) dalam metode konvensional, guru

dianggap sebagai gudang ilmu, guru bertindak otoriter, guru mendominasi kelas,

guru mengajarkan ilmu, guru langsung membuktikan dalil-dalil, guru

membuktikan contoh-contoh soal. Sedangkan murid harus duduk rapih

mendengarkan, meniru pola-pola yang diberikan guru, mencontoh cara-cara si

guru menyelesaikan soal, murid bertidak pasif. Murid-murid yang kurang

memahaminya terpaksa mendapat nilai kurang/jelek dan karena itu mungkin

sebagian dari mereka tidak naik kelas.

Dalam pembelajaran metode konvensional ditandai dengan ceramah yang

diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Sejak dahulu guru

dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau

ceramah. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang

biasa dilakukan oleh para guru. Pembelajaran konvensional (tradisional) pada

umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan

daripada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan

hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru.

Metode ceramah yang dianggap sebagai penyebab utama dari rendahnya

minat belajar siswa terhadap pelajaran memang patut dibenarkan, tetapi juga

anggapan itu sepenuhnya kurang tepat karena setiap metode  atau model

pembelajaran baik metode pembelajaran klasik termasuk metode ceramah maupun

metode pembelajaran modern sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan

masing-masing yang saling melengkapi satu sama lain.

28

Menurut Nasution, pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:16

1) Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik ke dalam kelakuan yang dapat diukur.

2) Bahan pelajaran diberikan kepada kelompok atau kelas secara keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individu.

3) Bahan pelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis dan media lain menurut pertimbangan guru.

4) Berorientasi pada kegiatan guru dan mengutamakan kegiatan belajar. 5) Siswa kebanyakan bersifat pasif mendengar uraian guru.6) Semua siswa harus belajar menurut kecepatan guru.7) Penguatan umumnya diberikan setelah dilakukan ujian.8) Keberhasilan belajar umumnya dinilai guru secara subjektif.9) Pengajar umumnya sebagai penyebar atau penyalur informasi utama.10) Siswa biasanya mengikuti beberapa tes atau ulangan mengenai bahan

yang dipelajari dan berdasarkan angka hasil tes atau ulangan itulah nilai rapor yang diisikan.

Kelebihan dan kekurangan pembelajaran konvensional adalah:17

1) Kelebihan pembelajaran konvensionala. Dapat menampung kelas yang besar.b. Konsep yang disajikan secara hirarki akan memberikan fasilitas

belajar kepada siswa.c. Guru dapat memberi tekanan terhadap hal-hal yang penting,

hingga waktu dan energi dapat digunakan sebaik mungkin.d. Isi silabus dapat diselesaikan dengan mudah, karena guru tidak

harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.2) Kelemahan pembelajaran konvensional

a. Pelajaran membosankan siswa-siswi menjadi pasif, karena tidak berkesempatan unsiswa tidak mamputuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan.

b. Tidak semua siswa memiliki cara belajar yang baik dengan mendengarkan.

c. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.

d. Pengetahuan yang diperoleh lebih cepat terlupakan.e. Ceramah menyebabkan siswa menjadi “belajar menghafal” yang

tidak mengakibatkan timbulnya pengertian.

16 Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: bumi aksara, 2000), h. 20917Suherman, Strategi Pembelajaran, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer ,(Bandung: JICA 2001), h.202.

29

Pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak

terus – menerus bicara, ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan

contoh soal pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Siswa tidak hanya

mendengar dan membuat catatan tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya

kalau tidak mengerti, guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individu atau

kelompok.18

Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud

dengan pembelajaran matematika secara konvensional adalah suatu kegiatan

belajar mengajar yang kebanyakan dilakukan oleh guru dimana guru mengajar

secara klasikal dengan metode ekspositori dan siswa hanya menerima apa yang

disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat

sangat kurang sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar.

D. Aktivitas Belajar

Proses belajar mengajar tidak terlepas dari aktifitas, sebab belajar dan

mengajar adalah berbuat tingkah laku melalui kegiatan. Di dalam belajar siswa

harus menggunakan pikiran, pengetahuan, dan pengalaman agar siswa dapat ikut

secara aktif dalam konsep matematika . Siswa dapat merasakan kepuasan dengan

apa yang telah dipahaminya selama belajar.

Strategi belajar harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak

dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juaga meliputi aktivitas

psikis seperti aktivitas mental.19

18 Suherman,Erman dkk.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.(Bandung:JICA Universitas Pendidikan Indonesia, 2003) hal.17119 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), cet ke. 5, hal.132

30

Kegiatan belajar siswa harus melakukan berbagai aktivitas karena tanpa

aktivitas proses belajar tidak mungkin terjadi. Dalam proses pembelajaran

aktivitas tidak berdiri sendiri tetapi harus saling melingkapi dan mendukung.

Dalam pemelajaran matematika aktivitas sangat membantu siswa dalam

memahami konsep secara menyeluruh. Apabila dalam diri siswa sudah tertanam

perasaan senang dan gembira dalam belajar, maka akan timbul keaktifan siswa

untuk belajar dan berbuat, karena dengan adanya aktifitas maka belajar akan

berlangsung dengan baik. Dalam kegiatan belajar segala pengetahuan itu

diperoleh dengan pengamatan sendiri ,baik secara rohani maupun teknis20.

Adapun Jenis – jenis aktivitas siswa dalam belajar adalah sebagai

berikut:21

a. Visual Activities, misalnya : membaca, memperhatikan, gambar,

demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

b. Oral Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya,

memberi saran, mengeluarkan pandapat, mengadakan wawancara,

dan diskusi.

c. Listening Aktivities, misal : mendengarkan uraian, percakapan.

d. Writing Activities, misal: menulis cerita, karngan,laporan, angket

dan menyalin.

e. Drawing Activities, misal: manggambar, membuat grafik, peta da

diagram.

20 Rousseau dalam Sardiman. Interaksi dan motivasi belajar mengajar.(Jakarta: PT. Raja Gravindo, 2001), hal.95 21 Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi. Pengelolaan Pengajaran. ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995) cet ke. Perbaikan. hal. 8

31

f. Motor Activities, misal: melakukan percobaan, membuat

konstruksi dan bermain.

g. Mental Activities, misal: menanggapi, mengingat, memecahkan

soal, menganalisa melihat hubungan dan mengamil keputusan.

h. Emotional Activities, seperti : manaruh minat, merasa bosan,

gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup.

Beberapa aktivitas yang ingin diamati yaitu:

1. Oral Activities

Komponen:

i. Mengajukan pertanyaan

ii. Memberikan tanggapan atau ide

iii. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru

atau teman.

2. Drawing Activities

3. Mental Activities

Mengajar merupakan upaya yang dilakukan oleh guru agar siswa belajar.

Dalam pengajaran siswalah yang menjadi subjek, dialah pelaku kegiatan belajar.

Agar siswa berperan sebagai pelaku dalam kegiatan belajar, maka gurulah

hendaknya merencanakan pengajaran yang menuntut siswa banyak melakukan

aktifitas belajar. Aktifitas yang dikerjakan siswa hendaklah menarik minat siswa ,

dibutuhkan dalam perkembangannya serta bermanfaat bagi masa depannya.22

Pengelolaan pembelajaran menjadi hal terpenting karena berkaitan

langsung dengan aktivitas belajar siswa. Guru harus berupaya memikirkan dan

22Ibrahim. Perencanaan Pengajaran.. Jakarta: Rineka Cipta.(2003) cet ke -2 .h. 27

32

membuat perencanaan secara seksama untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Untuk mendapatkan proses dan hasil belajar siswa yang berkualitas tentu

memerlukan kinerja guru yang maksimal.23

Jadi dapat disimpulkan aktivitas guru yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang mencakup

menyampaikan informasi tentang materi pelajaran, emngorganisasikan siswa

dalam klompok belajar, memberikan petunjuk / membimbing siswa, membimbing

siswa merangkum pelajaran dan mengelola kegiatan belajar mengajar.

E. Respon Siswa

Dalam kamus psikologi istilah respon diartikan sebagai satu jawaban

khusus, khususnya satu jawaban dari pertanyaan tes atau kuesioner.24

Respon adalah proses pengorganisasian rangsangan. Rangsangan

proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi

fenomenal dari rangsang proksimal itu. Proses ini lah yang disebut respon.25

Menurut Willis konsekuensi dari modus(“modus”,cara) respons akan

mempengaruhi persepsi orang lain terhadap individu tersebut dan pada giliranya

akan mempengaruhi intraksi sosial antar individu.26

Respon yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tanggapan siswa

terhadap penerapan metode Self Regulated learning (SRL) dalam pembelajaran

matematika.

23 http:// www.gudang materi.com/2010/06/kinerja-dan-kompetensi-guru.html diakses 5 november 201324 J.p. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi,(Jakarta: PT Raja Grfindo Persada,2006) ed. 1 hal.432 25 Sarlito Wirawan Sarwono,Teori –teori Psikologi Sosial. (Jakarta : PT Raja Grfindo Persada 2008,) hal. 8726 Dikutip dari Sarlito Wirawan Sarwono. Teori – teori Psikologi Sosial (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008) hal. 78

33

F. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah suatu yang diperoleh setelah melakukan kegiatan

pembelajaran dan menjadi indikator keberhasilan seorang siswa dalam mengikuti

pembelajaran. Setelah proses belajar, siswa memperoleh pengetahuan yang dapat

mengubah tingkah laku terhadap diri siswa.

Perubahan yang terjadi pada siswa dapat berupa pemahaman,

ketarampilan, nilai dan sikap. Hasil belajar yang dicapai diharapkan mempunyai

efek yang bagus terhadap terhadap minat dan bakat siswa. hasil belajar dapat

diperoleh dengan mengadakan evaluasi atau penilaian, dimana evaluasi

merupakan proses dari hasil belajar.

Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penelitian pada

aspek kognitif dan aspek afektif. Penilaian pada aspek afektif berkenaan dengan

sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian,

organisasi, dan pembentukan pola hidup. Penilaian dapat berupa

angket/kuesioner, inventori dan pengamatan (observasi).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa proses penilaian hasil

belajar meliputi pengumpulan bukti untuk menunjukkan pencapaian hasil belajar.

Pada penelitian ini hasil belajar meliputi ranah kognitif dan ranah afektif.

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian jenis penelitian yang digunakan

adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah meneliti tentang ada tidaknya

hubungan sebab akibat, caranya dengan membandingkan satu atau lebih kelompok

eksperimen yang diberikan perlakuan dengan satu atau lebih kelompok pembanding yang

tidak menerima perlakuan.27

Dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen

dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen proses belajar mengajar dilakukan dengan

penerapan pembelajaran penggunaan strategi self regulated learning, sedangkan pada

kelas kontrol proses belajar mengajar dilakukan dengan menggunakan pembelajaran

konvensional. Kedua kelompok diberikan pengukuran hasil belajar yang sama

berupa tes.

B. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah Randomized Control Group Only Design.

Dalam rancangan ini sekelompok subjek diambil dari populasi tertentu

dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok

control. Kelompok eksperimen dikenai variabel perlakuan tertentu dalam jangka

waktu tertentu, lalu kedua kelompok itu dikenai pengukuran yang sama.28

27Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian,( Jakarta:Rineka Cipta, 1995) hal.27228Sumadi Suryabarata, Metodologi Penelitian, (Jakarata: Grafindo, 2004), h. 105

35

Tabel 2. Rancangan Penelitian

Kelas Perlakuan Tes Akhir

Eksperimen X T1

Kontrol - T2

Keterangan:

X : Pembelajaran dengan menggunakan strategi self regulated learning (SRL),

T1 : Tes akhir pelajaran dengan menggunakan strategi self regulated learningn(

SRL)

T2 : Konvensional29

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang berfungsi sebagai sumber

data.30 Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA MAN Lubuk Sikaping

Tahun ajaran 2012/2013. Jumlah populasi ini disajikan pada tabel berikut ini:

Jumlah Siswa Kelas XI IPA MAN Lubuk Sikaping

Tahun Ajaran 2012/2013

Kelas Jumlah Siswa

XI1 26

XI2 28

Jumlah 54

Sumber : Guru bidang studi matematika kelas Kelas XI IPA MAN Lubuk Sikaping

29 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 10430 Hadeli, Metodologi Penelitian Kependidikan, (Jakarta:PT Ciputat Press, 2006), h.67

36

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut. Sampel yang dipilih dalam penelitian haruslah representatif yang

menggambarkan keseluruhan karakteristik dari suatu populasi. Sesuai dengan masalah

yang diteliti, maka dibutuhkan dua buah kelas sebagai sampel yaitu kelas Eksperimen dan

kelas Kontrol.

Agar sampel dapat mewakili dan menggambarkan sifat serta karakteristik dari

populasi, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data nilai ulangan harian matematika siswa kelas XI IPA

MAN Lubuk Sikaping.

b. Melakukan uji normalitas populasi terhadap rata – rata nilai ulangan harian

yang bertujuan untuk mengetahui apakah populasi berdistribusi normal atau

tidak.

Hipotesis yang diajukan adalah :

H0 = populasi beristribusi normal

H1 = populasi berdistribusi tidak normal

Untuk melihat sampel berdistribusi normal, digunakan uji Lilifors yang

dikemukakan oleh Sudjana dengan langkah – langkah sebagai berikut :

1. Data X1, X2, X3,..., Xn diperoleh dan disusun dari data yang terkecil

sampai yang terbesar

2. Mencari skor baku dari skor mentah dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

Zi=X i−X̄

S

Dengan:

Zi = Skor baku

37

S = Simpangan baku

X̄ = Skor rata-rata

Xi = Skor dari tiap soal

3. Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku dihitung peluang

F(Zi) = P (Z < Zi).

4. Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih kecil atau sama Zi

yang dinyatakan dengan S (Zi) dengan menggunakan rumus:

S (Z i )=

Banyaknya Z1 , Z2 , .. .Zn yang ≤Z i

n

5. Menghitung selisih antara F(Zi) dengan S(Zi) kemudian tentukan harga

mutlaknya.

6. Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak selisih itu diberi

simbol L0, L0 = maks |F (Z i )−S (Z i )|

7. Kemudian bandingkan L0 dengan nilai

L0 yang ada pada tabel. Pada

taraf a=0 ,05 jikaL0¿ Ltabel maka H0 diterima.31

c. Melakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji Barlet. Uji ini

bertujuan untuk melihat apakah populasi mempunyai variansi yang homogen

atau tidak.

Hipotesis yang diajukan yaitu :

H0 = Populasi mempunyai varians yang homogen

H1 = Populasi mempunyai varians yang tidak homogen

Untuk menentukan uji homogenitas ini dilakukan langkah – langkah sebagai

berikut :

1. Menghitung varians masing – masing kelompok

31 Sudjan, Nana, Metode Statistika, (Bandung : Tarsito, 2005), hal.466

38

2. Menghitung variansi gabungan dari semua populasi dengan rumus:

S2=

∑ (ni−1 )Si2

∑ (ni−1 )

3. Menghitung harga satuan Barlett (B) dengan rumus:

B=( log S2)∑ (ni−1 )

4. Mengunakan statistik chi-kuadrat dengan rumus:

χ2=( ln10 ) {B−∑ (n i−1 ) log Si

2 }

5. Menggunakan tabel/daftar

Kemudian harga χ2

hitung dibandingkan dengan harga χ2

tabel, dengan

kriteria bila χ2hitung < χ

2tabel

untuk taraf α maka populasi homogen. Dengan

demikian populasi memiliki varians yang homogen.32

Untuk lebih mengakuratkan data dalam menentukan populasi

homogen, penulis juga menggunakan sofwer Minitab dengan uji

Bartlett.

d. Melakukan uji kesamaan rata – rata dengan menggunakan uji anova satu jalur

(one way-anova) disebut juga dengan uji F.Untuk menggunakan uji F ini

digunakan langkah – langkah sebagai berikut :

1. Membuat Ha dan Ho dalam bentuk kalimat.

i. Ha = signifikan

ii. Ho = tidak sifnifikan

2. Membuat Ha dan Ho dalam bentuk statistik.

i. Ha : A1 ≠ A2 = A3

ii. Ho : A1 = A2 = A3

3. Membuat tabel penolong untuk menghitung angka statistik.

32 Nana Sudjana, Metoda Statistik, (Bandung : Tarsito, 2002), hal.263

39

4. Mencari jumlah kuadrat antar grup ( JKA ) dengan rumus :

i. JKA = ∑(∑ XAi ) 2

nAi−¿

(∑ XT )2N

ii. =[ (∑ XA 1 ) 2

NA 1 +

(∑ XA 2 ) 2NA 2

+ (∑ XA 3 ) 2

NA 3 ] –

(∑ XT )2N

.

5. Mencari derjat kebebasan antar grup (dKA) dengan rumus :

i. dKA = A- 1

6. Mencari kuadrat rerata antar grup ( KRA) dengan rumus :

i. KRA = JKAdKA

7. Mencari jumlah kuadrat dalam antar grup ( JKD ) dengan rumus :

i. JKD = ∑XT2 - ∑

(∑ XAi ) 2NAi

8. Mencari derajat kebebasan dalam antar grup ( dKD) dengan rumus :

i. dKD = N – A.

9. Mencari kuadrat rerata dalam antar grup ( KRD ) dengan rumus :

i. KRD = JK DdK D

.

10. Mencari nilai F hitung dengan rumus : KR AdK D

.

11. Tentukan kaidah pengujian.

i. Jika F hitung ≥ F tabel, maka Ho ditolak artinya signifikan

dan jika F hitung ≤ F tabel, maka Ho diterima artinya tidak

signifikan.

12. Mencari F tabel dengan rumus :

i. F tabel = F( 1 – α ) ( dKA, dKD).

ii. Cara mencari = F tabel, dKA = pembilang

iii. dKD = penyebut

40

13. Membandingkan F hitung dengan F tabel.

Tabel 3: Ringkasan Anava Satu Jalur 33

Sumber

Variansi

(SV)

derajat

kebebasan

(dk)

Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrtat

Rerata

(KR)

F

hitung

F

tabel

Antar

Group (A)

A – 1∑

(∑ XAi ) 2nAi

−¿¿JKA

DkA

KRA

KRD

α=0,0

5

Dalam

Group (D)

N – A∑X2

T - ∑(∑ XAi ) 2

nAi

JKD

DkD

Keterangan :

Total N – 1 ∑X2T - ¿¿

e. Mengambil dua kelas secara acak, kelas yang terambil pertama adalah

kelas eksperimen dan kelas yang kedua sebagai kelas kontrol.

D. Variabel dan Data

1. Variabel

Variabel adalah sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian.34

Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini maka yang menjadi variabel

adalah :

a. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain yaitu berupa

perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen dengan menggunakan penerapan

33 Ridwan dan Sunarto, Pengantar Statistika untukPendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis, (Bandung : ALFABETA, 2007), hal.132-134

34 Sumadi . . ., h, 25

41

strategi pembelajaran Self Regulated Learning (SRL) dan perlakuan pada kelas

kontrol dengan pembelajaran konvensional.

b. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas yaitu aktivitas

dan hasil belajar siswa setelah penerapan strategi pembelajaran Self Regulated

Learning (SRL).

2. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari tes hasil belajar dan

aktivitas yang diberikan pada siswa setelah diberikan perlakuan menggunakan

strategi pembelajaran Self Regulated Learning (SRL).

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diambil peneliti dari pihak lain. Data

sekunder dalam penelitian ini adalah jumlah siswa dan data nilai ulangan

harian yang diperoleh dari guru matematika kelas XI IPA MAN Lubuk

Sikaping.

b. Sumber Data

Sesuai dengan data yang diperlukan maka data tersebut diperoleh melalui :

1. Data primer bersumber dari kelas sampel.

2. Data sekunder bersumber dari guru Matematika MAN Lubuk

Sikaping.

42

E. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Sebelum penelitian dilaksanakan peneliti mempersiapkan segala

sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian yaitu sebagai

berikut :

a. Menetapkan jadwal kegiatan, jadwal penelitian disusun setelah peneliti

mendapatkan informasi tentang waktu pengajaran.

b. Menentukan materi pelajaran.

c. Membuat rencana pelaksanaan pengajaran sebagai pedoman dalam

proses pengajaran, dan membuat RPP.

d. Mempersiapkan lembar observasi.

e. Membuat kisi-kisi soal dan menyusun test akhir.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan dilakukan dilakukan beberapa kegiatan yaitu:

a) Kelas Eksperimen

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas eksperimen ini adalah

kegiatan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran Self

Regulated Learning (SRL).

Tabel 4 : Langkah-langkah Pembelajaran SRL Pada Kelas Eksperimen

Kegiatan Perkiraan Aktivitas Keterangan

43

waktu.Guru Siswa

1 2 3 4

Pendahuluan Apersepsi

1. Guru mengingatkan

materi minggu

kemaren.

± 5 menit

Kegiatan inti 1. Guru menyampaikan

semua tujuan pelajaran

yang ingin dicapai pada

pelajaran tersebut dan

memotivasi siswa

tentang materi yang

akan dipelajari.

± 5 menit

2. Guru menanyakan ke

siswa tentang

pengertian materi yang

akan di pelajari.

3. Guru menerima apapun

pendapat dari siswa

tentang pengertian

materi tersebut. Pada

Mengeluarkan

pendapat

tentang materi

yang dipelajari

disaat

pembelajaran

berlangsung.

± 10menit

± 10menit

44

proses pembelajaran

berlangsung.

4. Setelah pendapat-

pendapat siswa

terkumpulkan, Maka

guru menyempurnakan

pendapat siswa tersebut.

Mencatat

materi yang

disampaikan

oleh guru. ± 10menit

5. Guru membagikan

LKS kepada siswa.

6. Guru menyuruh siswa

mengerjakan latihan

yang ada di LKS

tentang

materi yang dipelajari

dan guru membimbing

siswa dalam

menyelesaikan latihan

yang ada di LKS.

7. Guru menunjuk siswa

untuk

mempersentasikan

jawaban latihan yang

Mengerjakan

LKS yang

diberikan oleh

guru pada saat

pembelajaran

berlangsung.

Mempersentas

ikan LKS

didepan kelas

Siswa

mempersentasi

kan jawaban

ke depan kelas

± 15menit

± 15menit

45

ada di LKS ke depan

kelas.

8. Guru memeriksa hasil

persentase yang

dikerjakan siswa di

papan tulis.

1. Guru bersama siswa

menyimpulkan materi

materi yang telah

dipelajari.

Siswa

menyimpulkan

materi

± 5menit

Penutup 1. Guru memberikan PR

2. Guru menyuruh siswa

mempelajari materi

berikutnya.

Mengakhiri

pelajaran

dengan

mengucapkan

hamdalah

± 5menit

b) Kelas Kontrol

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas kontrol adalah kegiatan

dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

Tabel 5 : Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Kelas Kontrol

Kegiatan

Perkiraan aktivitas Keterangan

Waktu

46

Guru Siswa

Pendahuluan Apersepsi

1. Guru mengabsensi

siswa

2. Guru

menyampaikan

judul dan tujuan

pembelajaran

Siswa

mendengarkan

guru

± 10menit

Kegiatan inti Guru menjelaskan

materi pelajaran dengan

pembelajaran biasa

sesuai dengan RPP

Siswa

mendengarkan

penjelasan guru

± 20menit

Guru memberikan

kesempatan pada siswa

untuk bertanya terhadap

materi yang tidak

dimengerti

Siswa bertanya

kepada guru

tentang soal

yang belum

dipahami

± 20menit

Guru memberikan soal-

soal latihan untuk

mengetahui sejauh

mana pemahaman

siswa terhadap materi

yang baru dipelajari

Siswa

mengerjakan

soal latihan yang

diberikan oleh

guru

± 20menit

47

Penutup 1. Guru membimbing

siswa untuk

menyimpulkan

materi yang telah

dipelajari

2. Guru memberikan

pekerjaan rumah

Siswa mencatat

kesimpulan

Siswa

mendengarkan

guru

± 10 menit

3. Tahap penyelesaian

Pada tahap ini peneliti akan memberikan tes akhir untuk melihat hasil

belajar siswa, tes diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, kemudian

digabungkan analisis untuk menguji hipotesis.

F. Instrumen Penelitian

a. Lembar Observasi

Lembar observasi yang akan digunakan dalam penelitian ini berdasarkan ciri-ciri

siswa aktif dan aktifitas nantinya akan divalidasi oleh tiga orang validator.

Lembar observasi digunakan untuk melihat aktivitas siswa selama

menggunakan strategi pembelajaran Self Regulated Learning (SRL).

Langkah – Langkah dalam menyusun lembar observasi adalah

a. Merancang komponen – komponen aktivitas yang akan diamati.

b. Merancang lembar observasi.

c. Memvalidasi lembar observasi yang akan digunakan

b. Angket Respon Siswa

48

Lembar angket digunakan untuk melihat respon siswa selama

menggunakan strategi pembelajaran Self Regulated Learning (SRL).

Langkah – Langkah dalam menyusun angket adalah :

a. Merancang komponen – komponen yang akan diamati.

b. Merancang lembar angket.

c. Memvalidasi lembar angket yang akan digunakan

c. Tes Hasil Belajar

Untuk mendapatkan hasil tes yang baik dilakukan beberapa langkah sebagai

berikut:

1. Mempelajari kurikulum

2. Memuat kisi – kisi soal tes

3. Menyusun tes sesuai dengan kisi – kisi soal yang telah dibuat.

4. Melakukan validasi tes

Tes dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang hendak diukur, apakah tes

tersebut sesuai dengan kurikululm dan bahan-bahan yang diajarkan. Validasi tes

yang digunakan adalah validasi isi dengan cara memberikan soal – soal tes

kepada beberapa orang ahli untuk memvalidasikan soal – soal yang telah

dibuat tersebut yaitu dosen matematika dan guru mata pelajaran matematika

MAN Lubuk Sikaping.

5. Uji Coba Tes

Agar soal yang disusun memiliki kriteria yang baik maka soal diuji coba

terlebih dahulu dan menganalisis soal yang memenuhi kriteria. Pengujian

dilakukan pada kelas selain kelas eksperimen dan kelas kontrol.

6. Analisis Soal Tes

49

Setelah uji coba dilakukan maka kegiatan dilakukan dengan analisis item untuk

melihat keberadaan soal-soal yang disusun baik atau tidak. Dalam melakukan analisis

item ada 3 hal yang perlu dilakukan yaitu:

a. Validitas

Validitas tes mempersoalkan apakah isi butir soal tes yang diujikan itu

mencerminkan isi kurikulum yang seharusnya diukur atau tidak. Untuk

menentukan validitas tes digunakan rumus korelasi Product Moment 35:

r xy=N∑ XY −(∑ X )(∑Y )

√ {N∑ X 2−(∑ X )2} {N∑Y 2−(∑ Y )2}

Keterangan:

R xy = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N = Jumlah peserta Tes

∑ XY = Jumlah perkalian antara skor item dan skor total

∑ X = Jumlah skor item

∑Y = Jumlah skor total.

Kriteria mengenai besarnya koefisien korelasi adalah sebagai

berikut:

0,80 – 1,00 : Sangat tinggi

0,6 – 0,8 : Tinggi

0, 4 – 0,6 : Cukup

0,2 – 0,4 : Rendah

0,0 – 0,2 : Sangat rendah.36

35 Arikunto,Suharsimi,Dasar-dasar evaluasi pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara. 1997), h 6936 Arikunto,Suharsimi............. h.71

50

b. Reliabilitas tes

Reliabilitas alat ukur adalah ketepatan dan keajengan alat tersebut dalam

mengukur apa yang akan diukur,artinya kapan alat ukur tersebut dapat digunakan,

akan memberikan hasil ukur yang sama. Untuk menentukan reliabilitas tes

digunakan Rumus yaitu:

r11=( nn−1 )( S2−∑ pi q i

S2 ) Keterangan:

r11 : Koefisien reliabelitas tes

pi : Proporsi testee yang menjawab betul terhadap butir

item

q i : Proporsi testee yang menjawab salah terhadap butir

item

∑ pi q i : Jumlah hasil perkalian pi dan q i

n : Banyak butir item yang dikeluarkan dalam tes

S : standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar

varians)37

Kriteria Reliabilitas Tes

Kriteria r11 (Reliabilitas)

Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

0,80 < r11 ≤ 1,00

0,60 < r11 ≤ 0,80

0,40 < r11≤ 0,60

37 Arikunto,Suharsimi,Dasar-dasar evaluasi pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara. 1999),h.101

51

Rendah

Sangat Rendah

0,20 < r11 ≤ 0,40

0,00 < r11 ≤ 0,20

Nilai r yang diperoleh dibandingkan dengan nilai r tabel , jika nilai r hitung

> r tabel maka dapat disimpulkan nilai soal reliabel.

c. Indeks Kesukaran (IK) Soal

Tingkat kesukaran soal digunakan untuk melihat apakah soal tersebut

termasuk mudah,sedang dan sulit.

Tingkat kesukaran soal dapat digunakan rumus:

P= BJS

Keterangan:

P = Indeks kesukaran

B = Banyak siswa yang menjawab betul

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Dengan kriteria tingkat kesukaran berdasarkan indeks kesukaran adalah:

0,00 ≤ P ≤ 0,30 : Sukar

0,3 < P < 0,7 : Sedang

0,7 , P < 1 : Mudah

P = 1 : Sangat mudah

7. Indeks Pembeda (IP) soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara

siswa yang pandai ( berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai

( kemampuan rendah).

Adapun langkah – langkahnya sebagai berikut:

a. Data diurutkan dari nilai rendah sampai nilai tertinggi.

52

b. Diambil 27 % dari kelompok tinggi dan 27 % dari kelompok rendah.

Mencari daya pembeda soal dengan menggunakan rumus:

Ip= Mt−Mr

√∑ X 12+∑ X 22

n(n−1)

Keterangan:

Ip = Indeks pembeda soal

Mt = Rata – rata kelompok tertinggi

Mr = Rata – rata kelompok rendah

n = 27 % x N

N = Banyak peserta tes

∑ X12 = Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok tinggi

∑ X 22 = Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok rendah

Adapun kriteria tingkat pembeda soal berdasarkan indeks pembeda soal adalah:

0,4 – 1 = Baik sekali

0,3 – 0,39 = Baik

0,2 – 0,29 = sedang

0 – 0,19 = jelek

Ditinjau dari keseluruhan soal ( tes), tes tersebut berarti atau signifikan (memadai) jika:

50 % dari jumlah tersebut Ip = 0,40

40% dari jumlah soal tersebut 0,20 ≤ Ip ≤ 0,40

10% dari jumlah soal tersebut 0,10 ≤ Ip ≤ 0,19 serta tidak ada soal yang Ip nya

negatif.38

G. Teknik Analisis Data

38Suharsimi, Arikunto, Dasar-dasar evaluasi pendidikan,(Jakarta: Bumi aksara, 1999), h. 208

53

1. Data Aktivitas Belajar

Dari data yang dihitung dari lembar observasi akan dihitung persentase

aktivitas belajar siswa pada setiap kali pertemuan. Persentase aktivitas siswa tiap

aspek dihitung dengan rumus:

P = FN

×100 %

Keterangan:

P = Persentase aktivitas

F = Frekuensi aktivitas yang dilakukan

N = Jumlah siswa.

Kriteria penilaian aktivitas belajar siswa adalah sebagai beriku:

1) Jika persentase penilaian aktivitas 0 % - 20 % maka aktivitas tergolong kurang

sekali.

2) Jika persentase penilaian aktivitas 21 % - 40 % maka aktivitas tergolong kurang.

3) Jika persentase penilaian aktivitas 41 % - 60 % maka aktivitas tergolong cukup.

4) Jika persentase penilaian aktivitas 61 % - 80 % maka aktivitas tergolong baik.

5) Jika persentase penilaian aktivitas 81 % - 100 % maka aktivitas tergolong baik

sekali.

2. Data Respon Siswa

Data angket respon siswa dianalisis dalam bentuk persentase. Respon

siswa dikategorikan positif, jika respon positif untuk setiap aspek yang direspon

diperoleh persentase minimal 75%.

Untuk mencari persentase respon siswa tiap aspek digunakan rumus:

% = Jumlah subjek yang menjawanYAJumlah Kese luruhan Subjek

×100 %

3. Data Hasil Belajar

54

Hasil belajar siswa dilihat dari tes akhir yang diberikan. Tes akhir ini

terlebih dahulu dianalisis dengan melakukan uji normalitas, uji homogenitas,

variansi kedua data, kemudian dilakukan uji hipotesis.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang

diperoleh dari sampel yang berdistribusi normal atau tidak. Uji ini

delakukan dengan softwer minitab.

Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 : Sampel berdistribusi normal

H1 : Sampel berdistribusi tidak normal

Dengan langkah – langkah:

i. Input data ke dalam sofwer minitab.

ii. Klik Start, kemudian pilih Basic Statistics dan klik Normality

test.

iii. Tentukan variabel yang akan diinput kemudian klik ok.

iv. Untuk melihat data berdistribusi normal atau tidak dapat

menggunakan cara interpretasi P-value, yaitu data berdistribusi

normal jika harga P-value lebih besar dari taraf nyata α=0,05.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas variansi bertujuan untuk melihat data hasil belajar

mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Dalam hal ini dilakukan

dengan menggunakan sofwer minitab.

Hipotesis yang diajukan adalah:

55

H0 : Sampel berdistribusi homogen

H1 : Sampel berdistribusi tidak homogen

Dengan langkah – langkah:

i. Input data ke dalam sofwer minitab.

ii. Klik Start, kemudian pilih Basic Statistics dan klik 2-

varianses...

iii. Tentukan sample yang akan diinput kemudian klik ok.

iv. Data dikatakan homogen jika P-value yang diperoleh lebih

besar taraf nyata α=0,05.

c. Uji Hipotesis

Untuk menentukan apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa dari kedua

kelompok sampel tersebut, apakah hasil belajar matematika siswa kelas

eksperimen lebih baik dari siswa kelas kontrol. Uji yang dilakukan

dengan hiptesis adalah Uji satu pihak. Dalam hal ini menggunakan

sofwer minitab.

Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 : Sampel memiliki kesamaan rata - rata

H1 : Sampel tidak memiliki kesamaan rata - rata

Dengan langkah – langkah:

i. Input data ke dalam sofwer minitab.

ii. Klik Start, kemudian pilih Basic Statistics dan klik 2-sample t...

iii. Tentukan sample yang akan diinput kemudian klik ok.

56

iv. Data dikatakan memiliki kesamaan rata - rata jika P-value yang

diperoleh lebih besar taraf nyata α=0,05.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 1993, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta:

Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi, 1995, Manajemen Penelitian, Jakarta:Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi, 1997,Dasar-dasar evaluasi pendidikan, Jakarta: Bumi

Aksara.

Arikunto, Suharsimi, 1999,Dasar-dasar evaluasi pendidikan, Jakarta: Bumi

Aksara.

Bandura, A, 1977, Social Learning Theory Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall

Publishers.

Chaplin, J.P, 2006, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: PT Raja Grfindo Persada.

Departemen Agama, 2006, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Penerbit

Diponegoro.

Hadeli, 2006, Metodologi Penelitian Kependidikan, Jakarta: PT Ciputat Press.

Ibrahim, 2003, Perencanaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta.

Nasution, 2000, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, Jakarta:

bumi aksara.

Ridwan dan Sunarto, 2007, Pengantar Statistika untukPendidikan, Sosial,

Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis, Bandung : ALFABETA.

Rousseau dalam Sardiman, 2001, Interaksi dan motivasi belajar mengajar,

Jakarta: PT. Raja Gravindo.

Rohani, Ahmad dkk, 1995, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sanjaya, Wina, 2006, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Suherman, Erman dkk, 2001, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,

Bandung: JICA – Universitas Pendidikan Indonesia.

57

Suherman, Erman, 2003, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sudjan, Nana, 2002, Metode Statistika, Bandung : Tarsito.

Sudjan, Nana, 2005, Metode Statistika, Bandung : Tarsito.

Suryabrata, Sumadi, 2004, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

B.J. Zimmerman, 1989, A Social Cognitive View of Self-regulated Learning dalam

Journal of Educational.

P.H. Winne & N.E. Perry, 2000, Measuring Self-regulated Learning dalam M.

Boekaerts et.al. (Ed.), Handbook of Self-regulation, Orlando, F.L:

Academic Press.

Zimmerman, B.J, 1990, Self-regulated Learning and Academic Achievement: An

Overview dalam Educational psychologist.

L. Corno dan EB. Mandinach, 1983, The Role of Cognitive Engagement in

Classroom Learning and Motivation dalam Educational Psychologist.

D.H. Schunk dan B.J. Zimmerman (Ed.), 1998, Self-regulation on Learning and

Performance: Issues and Educational Applications, Hillsdale: Lawrence

Erlbaum Associates.

Wirawan Sarwono, Sarlito, 2008, Teori–teori Psikologi Sosial, Jakarta : PT Raja

Grfindo Persada.

http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika#cite_note-21 diakses 31 oktober 2013

http:// www.gudang materi.com/2010/06/kinerja-dan-kompetensi-guru.html

diakses 5 november 2013

http://ichaledutech.blogspot.com/2013/03/pengertian-belajar-pengertian.html

diakses 23 november 2013

http://alymahtum.files.wordpress.com/2011/03/bab-21.pdf diakses 23 november

2013

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34214/4/Chapter%20II.pdf

diakses 23 november 2013

58