proposal nova.docx
DESCRIPTION
m,mTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pemanasan global berdampak besar terhadap ketersediaan air, akibat dari
pemanasan global membuat musim kemarau yang panjang dan sangat kering
sehingga terjadi kekeringan serta musim penghujan yang singkat dan ekstrim
sehingga mengakibatkan banjir. Kondisi yang demikian menyebabkan
ketersediaan bahan pangan terutama beras menjadi terganggu, karena budidaya
tanaman padi yang dilakukan oleh petani banyak mengalami kegagalan akibat
kekeringan. Kondisi tersebut menuntut pemerintah untuk melakukan diversifikasi
pangan, yaitu dengan menaman tanaman yang tahan terhadap kekeringan (Aguilar
et al, 2006).
Sorgum merupakan salah satu tanaman penghasil bahan pangan berupa biji-bijian
yang dapat dibudidayakan dilahan kering dan kekurangan air atau di lahan sawah
di musim kemarau. Disamping itu tanaman sorgum dapat tumbuh dan
berproduksi di lahan-lahan yang kurang subur atau miskin unsur hara. Budidaya
tanaman sorgum tidak membutuhkan input yang besar, dan sorgum bermanfaat
sebagai sumber bahan pangan, pakan ternak, energi (bioethanol), dan media jamur
merang. Sorgum sebagai pangan dunia menududuki urutan ke 5 setelah gandum,
padi, jagung dan barley, tetapi di USA sorgum menduduki urutan ke 3 setelah
gandum dan barley. Kandungan gizi sorgum cukup baik, pangan olahan sorgum
juga bermacam-macam seperti nasi sorgum, kue kering dan basah, bubur,
berondong, flake (emping sorgum), dan lain-lain (Supriyanto, 2011).
1
Secara lengkap kandungan gizi sorgum terdapat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Kandungan gizi sorgum, beras, singkong, jagung dan kedelai dalam 100 gram bahan
No.
UnsurKandungan per 100 gram
Sorgum Beras Singkong Jagung Kedelai1. Kalori (Cal) 342,0 360,0 146 361 286
2. Protein (g) 10,0 6,8 12 8,7 30,2
3. Lemak (g) 3,7 0,7 0,3 4,5 15,6
4. Karbohidrat (g) 72,7 78,9 34,7 72,4 30,1
5. Kalsium (mg) 22 6,0 33 9,0 196
6. Besi (mg) 3,8 0,8 0,7 4,6 6,9
7. Posfor (mg) 242 140 40 380 506
8. Vitamin B1 (mg) 0,38 0,12 0,06 0,27 0,93Sumber : Departemen Kesehatan (1992)
Pertumbuhan tanaman secara langsung dipengaruhi oleh jenis tanah tempat
tanaman tumbuh. Sebagian besar tanaman tergantung pada tanah untuk
menyediakan nutrisi, dukungan fisik (yaitu tempat berpegangnya akar), air dan
udara (Mason, 2003).
Salah satu alternatif untuk mempertahankan kualitas tanah yaitu dengan
memanfaatkan bahan organik. Bahan organik adalah bahan-bahan yang berasal
dari sisa-sisa tanaman, sampah dapur, kotoran ternak dan manusia. Bahan organik
memberikan pengaruh yang menguntungkan bukan hanya pada sifat kimia, tetapi
juga sifat fisik dan biologi tanah (Sutejo dan Kartasapoetra, 1988 dan Hairiah et
al., 2000).
Penggunaan pupuk kotoran ternak disamping dapat memperbaiki kesuburan tanah
juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik, sehingga
2
mempercepat perumbuhan tanaman. Kandungan hara N, P dan K dalam pupuk
kandang rendah, tetapi pupuk kotoran ternak dapat memperbaiki permeabilitas
tanah, porositas, struktur tanah, daya menahan air, dan kandungan kation tanah.
Penggunaan pupuk kotoran ternak tidak menimbulkan efek buruk bagi kesehatan
tanaman juga manusia yang mengkonsumsi tanaman tersebut, karena bahan
dasarnya alamiah ( Sumekto, 2006 ).
Peranan bahan organik yang sangat dibutuhkan adalah untuk menambah unsur
hara dan meningkatkan kapasitas tukar kation. Meningkatnya kapasitas tukar
kation tanah ini dapat mengurangi kehilangan unsur hara yang ditambahkan
melalui pemupukan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan.
Penambahan bahan organik pada tanah-tanah Ultisols berpasir di Pakuan Ratu
ternyata dapat meningkatkan daya menahan air tanah. Bahan organik mampu
mengikat air dalam jumlah yang besar, sehingga dapat mengurangi jumlah air
yang hilang. Tingginya kandungan bahan organik tanah dapat mempertahankan
kualitas sifat fisik tanah sehingga membantu perkembangan akar tanaman dan
kelancaran siklus air tanah antara lain melalui pembentukan pori tanah dan
kemantapan agregat tanah. Dengan demikian jumlah air hujan yang dapat masuk
ke dalam tanah (infiltrasi) semakin meningkat sehingga mengurangi aliran
permukaan dan erosi. Bahan organik tanah juga memberikan manfaat biologi
melalui penyediaaan energi bagi berlangsungnya aktivitas organisma, sehingga
meningkatkan kegiatan organisma mikro maupun makro di dalam tanah
(Susanto, 2005).
3
Bio-charcoal adalah arang yang dibuat dari material biologis atau bahan organik
apapun yang diolah melalui proses pirolisis (pembakaran dengan suplai oksigen
yang minimal). Bio-charcoal telah digunakan untuk kegiatan pertanian dalam
rangka meningkatkan produktifitas lahan dalam pembangunan pertanian yang
berkelanjutan sejak suku Indian Maya menggunakan teknik tebang, cincang dan
bakar (Steiner et al., 2004).
Steiner (2007) menyatakan bahwa kunci keberhasilan pembuatan bio-charcoal
adalah bagaimana caranya mengembangkan bio-energi dengan menggunakan
material biologis melalui teknik produksi arang yang aman dan ramah lingkungan
(menghasilkan emisi asap yang rendah). Arang (bio-charcoal) yang dihasilkan
dapat digunakan untuk pertanian. Fungsi dari penambahan bio-charcoal tersebut
di dalam tanah adalah untuk meningkatkan kesuburan tanah (pembenah tanah)
dan menurunkan emisi karbon ke udara. Lehman (2007) telah menunjukkan hasil
penelitiannya bahwa bio-charcoal dapat digunakan untuk meningkatkan struktur
dan kesuburan tanah yang pada gilirannya meningkatkan produksi biomassa, bio-
charcoal tidak hanya meningkatkan retensi air dan mineral sehingga efesiensi
pupuk tetapi juga dapat menurunkan aliran permukaan nutrisi. Dengan demikian
teknologi bio-charcoal merupakan salah satu sistem konservasi tanah dan air
(Supriyanto, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian Harsono (2011) bahwa pemberian pupuk kotoran
ternak sebanyak 4 ton/Ha dikombinasikan dengan bio-charcoal sebanyak 1,5
4
ton/Ha dilahan kering vertisol memberikan hasil terbaik yaitu dengan bobot segar
tanaman sorgum sebanyak 40 ton/Ha.
Menurut Beti et al. (1990) dalam Sirappa (2003) , luas areal sorgum dunia sekitar
50 juta hektar setiap tahun dengan total produksi 68,40 juta ton dan rata-rata
produktivitas 1,30 t/ha.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitan
“ Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sorghum ( Sorghum bicolor )
Terhadap Pemberian Arang (Bio-charcoal ) dan Pupuk Kotoran Ternak”.
I.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan
dan produksi tanaman Sorgum ( Sorhum bicolor ) terhadap pemberian arang
(Bio-charcoal) dan pupuk kotoran ternak.
1.3. Hipotesis
1. Diduga pemberian arang ( Bio-charcoal ) sebanyak 1,5 ton/Ha (C1) akan
memberikan respon yang terbaik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman
sorgum (Sorghum bicolor).
2. Diduga pemberian pupuk kotoran ternak sebanyak 4 ton/Ha (D2) akan
memberikan respon terbaik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman
sorgum (Sorghum bicolor).
3. Diduga interaksi pemberian arang ( Bio-charcoal ) sebanyak 1,5 ton/Ha dan
pemberian pupuk kotoran ternak sebanyak 4 ton/Ha (D2C1) akan
5
memberikan respon terbaik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman
sorgum (Sorghum bicolor).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistematika dan Botani Tanaman
Klasifikasi ilmiah tanaman sorgum menurut USDA (United States Departement of
Agriculture) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Cyperales
Famili : Poaceae
Genus : Sorghum
Species : Sorghum bicolor
Bentuk tanaman ini secara umum hampir mirip dengan tanaman jagung yang
membedakan adalah tipe bunga dimana jagung memiliki bunga tidak sempurna
sedangkan sorgum bunga sempurna. Akar tanaman sorgum memiliki akar serabut,
batang tanaman memiliki batang tunggal yang terdiri atas ruas-ruas, daun terdiri
atas lamina (blade leaf) dan auricle, rangkaian bunga sorgum yang nantinya akan
menjadi butir-butir sorgum.Tanaman sorgum termasuk tanaman pangan (biji-
6
bijian), tetapi lebih banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak (livestock fodder).
Tanaman sorgum manis sering disebut sebagai bahan baku industri bersih (clean
industry) karena hampir semua komponen biomasa dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan industri. Pemanfaatan sorgum manis secara umum diperoleh
dari hasil-hasil utama (batang dan biji) serta limbah (daun) dan hasil ikutannya
(ampas/bagasse) (Sumantri. et. Al, 1996).
2.2. Syarat Tumbuh
Tanaman sorgum dapat berproduksi walaupun dibudidayakan dilahan kurang
subur dengan air yang terbatas dan masukan (input) yang rendah, bahkan dilahan
berpasir pun sorgum bapat dibudidayakan. Tanaman sorgum akan tumbuh baik di
Indonesia pada ketinggian 100-500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini umur
panennya lebih lama ketika ditanam lebih dari 500 m diatas permukaan laut.
Curah hujan yang dibutuhkan tanaman ini adalah 600 mm/th, optimum pada 375-
425 mm/th. Batas suhu minimum tanaman ini hidup adalah pada suhu 8,3°C dan
optimum pada kisaran suhu 230-300 C, kelembaban relatif 20-40% dan PH tanah
berkisar 5,5 sampai 7,5.
Tanaman sorgum sebaiknya jangan ditanam ditanah podzolik merah kuning yang
mengandung asam, namun untuk memperoleh pertumbuhan dan produksi yang
optimal perlu dipilih tanah ringan atau sedang yang mengandung pasir dan bahan
organik yang cukup.
2.3. Peranan Pupuk Kotoran Ternak
7
Aktivitas pertanian modern yang (masukan tinggi) untuk mengejar produksi
secara tidak langsung telah merusak lingkungan terutama tanah sebagai lahan
pertanian, dimana fungsi bahan organik seperti penyangga hara, penahan air,
perbaikan struktur tanah dan pengendali hama dan penyakit, dapat dimanipulasi
dengan teknologi pemupukan.
Menurut Mason (2003), pertumbuhan tanaman secara langsung dipengaruhi oleh
jenis tanah tempat tanaman tumbuh. Sebagian besar tanaman tergantung pada
tanah untuk menyediakan nutrisi, dukungan fisik (yaitu tempat berpegangnya
akar), air dan udara.
Salah satu alternatif untuk mempertahankan kualitas tanah yaitu dengan
memanfaatkan bahan organik. Bahan organik adalah bahan-bahan yang berasal
dari sisa-sisa tanaman, sampah dapur, kotoran ternak dan manusia. Bahan organik
memberikan pengaruh yang menguntungkan bukan hanya pada sifat kimia, tetapi
juga sifat fisik dan biologi tanah (Sutejo dan Kartasapoetra, 1988 dan Hairiah et
al., 2000).
Peranan bahan organik yang sangat dibutuhkan adalah untuk menambah unsur
hara dan meningkatkan kapasitas tukar kation (penyangga hara = buffer).
Meningkatnya kapasitas tukar kation tanah ini dapat mengurangi kehilangan unsur
hara yang ditambahkan melalui pemupukan, sehingga dapat meningkatkan
efisiensi pemupukan. Penambahan bahan organik pada tanah-tanah Ultisols
berpasir dapat meningkatkan daya menahan air tanah. Bahan organik mampu
8
mengikat air dalam jumlah yang besar, sehingga dapat mengurangi jumlah air
yang hilang.
Tingginya kandungan bahan organik tanah dapat mempertahankan kualitas sifat
fisik tanah sehingga membantu perkembangan akar tanaman dan kelancaran siklus
air tanah antara lain melalui pembentukan pori tanah dan kemantapan agregat
tanah. Dengan demikian jumlah air hujan yang dapat masuk ke dalam tanah
(infiltrasi) semakin meningkat sehingga mengurangi aliran permukaan dan erosi.
Bahan organik tanah juga memberikan manfaat biologi melalui penyediaaan
energi bagi berlangsungnya aktivitas organisma, sehingga meningkatkan kegiatan
organisma mikro maupun makro di dalam tanah (Susanto, 2005).
Pupuk kotoran ternak adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa
kotoran padat (feses) yang tercampur dengan sisa makanan maupun urin. Pupuk
kotoran ternak terdiri dari dua jenis, yaitu padat dan cair. Tetapi yang banyak
digunakan adalah pupuk kotoran ternak yang berasal dari feses. Kandungan hara
pupuk kotoran ternak berbeda-beda, karena masing-masing ternak mempunyai
sifat khas tersendiri. Makanan masing-masing ternak berbeda, padahal makanan
sangat menentukan kadar hara pupuk yang dihasilkan (Lingga dan Marsono,
2003).
Pupuk kotoran ternak dapat mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah
melalui perbaikan tanah seperti sifat kimia, fisika dan bilogi tanah, mengurangi
erosi dan mengurangi penyerapan pupuk oleh logam-logam tertentu dalam tanah
(Tisdale et all., 1985). Ditambahkan oleh Samekto (2006), bahwa penggunaan
9
pupuk kotoran ternak disamping dapat memperbaiki kesuburan tanah juga dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik, sehingga mempercepat
perumbuhan tanaman. Kandungan hara N, P dan K dalam pupuk kotoran ternak
rendah, tetapi pupuk kotoran ternak dapat memperbaiki permeabilitas tanah,
porositas, struktur tanah, daya menahan air, dan kandungan kation tanah.
Berdasarkan sifatnya pupuk dibedakan menjadi dua yaitu pupuk panas dan pupuk
dingin. Pupuk panas merupakan pupuk yang penguraiannya berjalan sangat cepat
sehingga terbentuk panas, kelemahan pupuk panas yaitu mudah menguap karena
bahan organiknya tidak terurai secara sempurna sehingga banyak yang berubah
menjadi gas contohnya adalah pupuk kotoran kuda, kambing dan domba.
Sedangkan pupuk dingin merupakan pupuk yang penguraiannya berjalan sangat
lambat sehingga tidak terbentuk panas contohnya pupuk kompos (Marsono dan
Lingga 2003).
Pupuk kotoran ternak mempunyai kadar serat yang tertinggi seperti selulosa
diantara pupuk kandang jenis lain, hal ini terbukti dari hasil pengukuran parameter
C/N rasio yang cukup tinggi > 40. Tingginya kadar C dalam pupuk kotoran
ternak menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan
menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena
mikroba dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi
bahan organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Untuk
memaksimalkan penggunaan pupuk kotoran ternak harus dilakukan pengomposan
yang sempurna agar menjadi kompos pupuk kandang dengan rasio C/N di bawah
10
20. Selain itu kandang mempunyai kadar air yang tinggi sehingga disebut pupuk
dingin (Hartatik dan Widowati, 2009).
2.4. Bio-Charcoal
Bio-charcoal adalah arang yang dibuat dari material biologis atau bahan organik
apapun yang diolah melalui proses pirolisis (pembakaran dengan suplai oksigen
yang minimal). Bio-charcoal telah digunakan untuk kegiatan pertanian dalam
rangka meningkatkan produktifitas lahan dalam pembangunan pertanian yang
berkelanjutan sejak suku Indian Maya menggunakan teknik tebang, cincang dan
bakar (Steiner et al., 2004). Baru-baru ini, telah diteliti oleh banyak peneliti
bahwa bio-charcoal mampu menurunkan emisi gas rumah kaca dari tanah dan
dapat meningkatkan produksi padi (IRRI), jagung (University of Georgia di
Atlanta, Singkong (Terra Pretta, Brazil), karena bio-charcoal dapat berfungsi
sebagai pembenah tanah. Di Indonesia teknologi bio-charcoal juga telah
digunakan pada system peladangan berpindah, namun teknik tersebut hanya
menghasilkan 2% arang karena dibakar dengan suplai oksigen yang berlebihan
(tempat terbuka). Produksi bio-charcoal dalam skala kecil dan aman dalam
system pertanian yang berkelanjutan perlu dipromosikan (Steiner, 2007).
Bio-charcoal tidak hanya meningkatkan retensi air dan mineral sehingga terjadi
efisiensi pupuk, tetapi bio-charcoal juga dapat menurunkan aliran permukaan
11
nutrisi. Disisi lain “ Bio-charcoal memiliki kesempatan untuk menurunkan emisi
carbon di udara sebagai bentuk emisi carbon yang negatif (Supriyanto, 2011).
Steiner (2007) menyatakan bahwa kunci keberhasilan pembuatan bio-charcoal
adalah bagaimana caranya mengembangkan bio-energi dengan menggunakan
material biologis melalui teknik produksi arang yang aman dan ramah lingkungan
(menghasilkan emisi asap yang rendah). Arang (bio-charcoal) yang dihasilkan
dapat digunakan untuk amandemen tanah di pertanian. Fungsi dari penambahan
bio-charcoal tersebut di dalam tanah adalah untuk meningkatkan kesuburan tanah
(pembenah tanah) dan menurunkan emisi karbon ke udara. Lehman (2007) telah
menunjukkan hasil penelitiannya bahwa bio-charcoal dapat digunakan untuk
meningkatkan struktur dan kesuburan tanah yang pada gilirannya meningkatkan
produksi biomassa.
12
III. PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian
Universitas Musi Rawas Lubuklinggau dengan jenis tanah Ultisol. Waktu
pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan November 2012 sampai Maret 2013.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah; 1). Benih sorgum varietas
Numbuh dari Seameo Biotrop Bogor, 2). Bio-charcoal atau arang kayu, 3). Pupuk
kotoran ternak sapi, 4). Pestisida organik, 5). Pupuk N dan TSP, 6). Label nama.
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah; 1). Cangkul, 2). Parang,
3). Sabit, 4). Meteran, 5). Timbangan, 6). Alat tulis, 7). Tugal, 8). Jaring.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial, yang terdiri dari dua faktor
13
perlakuan dan diulang tiga kali sebagai blok. Adapun faktor perlakuan adalah
sebagai berikut :
1. Dosis Bio-carcoal ( D ) terdiri dari 3 taraf yaitu ;
Do : Kontrol
D1 : 2,0 ton/Ha setara dengan 1,0 kg/petakan
D2 ; 4,0 ton/Ha setara dengan 2,0 kg/petakan
D ; 6,0 ton/Ha setara dengan 3,0 kg/petakan
2. Dosis Pupuk Kotoran Ternak (C) terdiri dari 4 taraf ;
Co : Kontrol
C1 : 1,5 ton/Ha setara dengan 0,75 kg/petakan
C2 : 3,0 ton/Ha setara dengan 1,5 kg/petakan
Kombinasi perlakuan adalah biocharcoal (2 taraf + 1 kontrol) dan pupuk kotoran
ternak (3 taraf + 1 kontrol), yang masing-masing diulang tiga kali, dengan
demikian terdapat 36 unit percobaan. Model matematika yang digunakan dalam
pengolahan data adalah sebagai berikut :
Y = m + K + τ (a + b + ab) + e
Dimana :
Y = Manfaat perlakuan
m = Rata-rata umum
K = Pengaruh faktor kelompok
τ = Pengaruh perlakuan
14
a = Pengaruh dosis pupuk kotoran ternak
b = Pengaruh dosis bio-charcoal
ab = Pengaruh interaksi dosis bio-charcoal dan pupuk kotoran ternak
e = Pengaruh galat
Hasil pengamatan dianilisis secara statistik dengan menggunakan analisis
keragaman Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial seperti pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Analisis Keragaman Rancangan Acak Kelompok FaktorialSumberKeragaman
DerajatBebas
JumlahKwadrat
KwadratTengah
F-Hitung F-Tabel
5% 1%
Kelompok KPerlakuan P- Pukan (D)- Biochacoal (C)-Interaksi (D X C)Galat (G)
3-1 = 212-1 = 114-1 = 33-1 = 211-3-2 = 635-2-11 = 22
JKKJKPJKSJKBJKIJKG
JKK/V1JKP/V2JKS/V3JKB/V4JKI/V5JKG/V6
KTK/KTGKTP/KTGKTS/KTGKTB/KTGKTI/KTG-
Total (4.3.3)-1 = 35 JKT - - Sumber : Gomez dan Gomez, 1995
Untuk mengetahui tingkat ketelitian ditentukan dari nilai Koefisien Keragaman
(KK) yang diperoleh dengan rumus :
KK =
√KTGy x 100%
Dimana :
KK = Koefisien Keragaman
KTG = Kuadrat Tengah Galat
15
y = Nilai rata-rata total perlakuan atau rerata umum
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan terhadap peubah yang
diamati dilakukan dengan cara membandingkan antara nila F-Hitung dengan nilai
F-Tabel dengan ketentuan apabila :
a. Perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata apabila F-Hitung lebih
kecil dari F-Tabel 5%.
b. Perlakuan memberikan pengaruh nyata apabila F-Hitung lebih besar
dari 5% tetapi lebih kecil dari F-Tabel 1 %.
c. Perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata apabila F-Hitung lebih
besar dari F-Tabel 1%.
Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata dan sangat nyata, maka
akan dilanjutkan dengan uji lanjut. Uji lanjut yang dipakai adalah uji Duncan’s
Multiple Range Test method ( DMRT ) taraf signifikansi 5% untuk melihat
perbedaan antar perlakuan.
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Persiapan lahan
Lahan yang akan digunakan lokasi penelitian dibersihkan dari semak dan tanaman
pengganggu dengan menggunakan cangkul kemudian tanah diratakan.
Selanjutnya lahan dibuat 3 bedengan, tiap bedeng akan dibagi menjadi 12 petakan
berukuran 1 x 5 m, jarak antar petakan 50 cm dan jarak antar bedengan 50 cm.
16
Petakan yang dibuat sebanyak 36 unit, lalu disekeliling lokasi di pasang pagar
menggunakan jaring.
3.4.2. Aplikasi Pupuk Kotoran Ternak dan Bio-charcol.
Pupuk yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk kotoran ternak sapi
yang diberikan dua minggu sebelum tanam dengan dosis sesuai perlakuan yaitu
tanpa pupuk kotoran ternak, 1,0 kg/petakan, 2,0 kg/petakan dan 3,0 kg/petakan
dan pada waktu yang sama juga diaplikasi bio-charcoal sesuai perlakuan yaitu
tanpa bio-charcoal, 0,75 kg/petakan, dan 1,50 kg/petakan. Pupuk kotoran ternak
dan bio-charcoal dibenamkan di bagian tengah guludan dengan membuat galian di
bagian tengah sepanjang guludan selebar 25 cm dan kedalaman 20 cm. Pupuk
anorganik yang diberikan adalah pupuk 100 kg Urea/Ha dan 50 kg TSP/Ha atau
0,05 Urea kg/petakan dan 0,03 TSP kg/petakan saat pembuatan petakan sebelum
tanam.
3.4.3. Penanaman
Benih sorgum ditanam dengan cara tugal sedalam 3 cm, masing-masing lobang
tanam dimasukkan 3-4 biji sorgum kemudian lubang tanam ditutup dengan
campuran pupuk kotoran ternak dan abu gosok perbandingan 1 : 1. Jarak tanam
yang digunakan adalah 60 X 25 cm, jarak antar barisan 60 cm dan antar tanaman
25 cm. Benih yang telah tumbuh dilakukan penjarangan saat 7 hari setelah tanam
dan setiap rumpun disisakan satu tanaman yang paling baik.
3.4.4. Pemeliharaan
3.4.4.1. Penyiraman
17
Penyiraman dilakukan setiap hari pagi dan sore hari atau sesuai dengan kondisi
lapangan.
3.4.4.2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan 21 hst dan 45 hst, dengan cara melakukan pencabut gulma
yang tumbuh disekitar tanaman.
3.4.4.3. Pengendalian hama dan penyakit
Pencegahan serangan hama dan penyakit akan dilakukan secara fisik dan
menggunakan pestisida nabati.
3.4.5. Panen
Panen dilakukan setelah biji masak optimal yang ditandai dengan daun
menguning dan biji akan pecah ketika digigit. Panen dilakukan dengan cara
memangkas 10-15 cm batang dibawah malai.
3.4.6. Akhir penelitian
Akhir penelitian atau panen dilakukan setelah tanaman berumur 105 hari setelah
tanam dengan cara mencabut semua tanaman sampel ketika tanaman siap untuk
dipanen.
3.5. Peubah yang diamati
3.5.1. Tinggi tanaman (cm)
18
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur dari leher akar
sampai ujung daun tertinggi yang diluruskan ke atas sejajar batang. Pengukuran
menggunakan meteran dan pelaksanaan pengukuran pada saat tanaman berbunga.
3.5.2. Berat segar per rumpun (g)
Berat segar per rumpun diukur dengan cara menimbang seluruh bagian batang dan
daun tanaman sampel pada saat panen.
3.5.3. Berat kering per rumpun (g)
Pengukuran berat kering per rumpun dilakukan dengan cara menimbang seluruh
bagian batang dan daun tanaman yang telah dikeringkan. Pengeringan batang
dilakukan dengan cara membelah batang menjadi beberapa bagian kemudian
batang dan daun dimasukkan ke dalam amplop dan diberi tanda sesuai perlakuan.
Biomassa dikeringkan dengan oven bersuhu 75-80 oC selama 2x24 jam.
3.5.4. Jumlah daun (helai)
Daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka penuh pada tanaman
sampel, jumlah daun yang diamati pada saat tanaman berbunga.
3.5.5. Berat segar akar
Pengamatan berat segar akar dilakukan dengan cara menimbang akar tanaman
sampel pada akhir penelitian.
3.5.6. Umur berbunga (hari)
19
Umur berbunga diamati dengan cara setiap tanaman sampel pada petak percobaan.
3.5.7. Panjang malai (cm)
Panjang malai diukur dari bagian pangkal sampai ujung malai dengan
menggunakan penggaris pada saat panen.
3.5.8. Bobot 1000 biji pertanaman (g)
Berat 1000 biji kering diambil dari produksi tanaman sampel setiap petak.
Pengeringan dilakukan dengan cara menjemur biji dibawah sinar matahari selama
2-3 hari.
III.5.9.Bobot biji perpetak (g)
Produksi perpetak di peroleh dengan cara menimbang berat biji kering yang
dihasilkan pada setiap petak penelitian.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ardiwinata, A.N. 2011. Manfaat Arang. http://bp4kpedes.blogspot.com (Diakses pada 01 April 2011).
Atmojo, S.W. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Sebelas Maret University Press, Surakarta.
Aguilar, F.J., P. Gonzalez, J. Revilla, J. J. De Leon, and O. Porcel. 2006. Agricultural use of municipal solid waste on tree and bush crops. J. Agric. Engng Res.No 67:73-79
Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Diterjemahkan oleh Soenartono Adisoemarto. Erlangga, Jakarta.
Harsono, P. 2011. Pemanfaatan Arang-Bio dan Pupuk Kandang dalam Budidaya Sorgum dilahan Kering Vertisol Kabupaten Sukoharjo. Makalah workshop sorgum, SEAMEO-BIOTROP Bogor.
Hairiah, K., Widianto, S. R. Utami, D. Suprayogo, Sunaryo, SM Sitompul, B. Lusiana, R. Mulia, M. van Noordwijk dan G. Cadisch. Pengelolaan Tanah Masam secara Biologi. SMT Grafika Desa Putera, Jakarta.
Lehmann, J. 2006. Black is a new green, Nature Vol.442.
. 2007. A handful of carbon, Nature Vol.447
21
Mason, J. 2003. Sustainable Agriculture. Landlinks Press, Australia.
Saptana dan Ashari. 2007. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Melalui Kemitraan Usaha. Jurnal Litbang Pertanian, 26(4).
Sirappa, M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum Di Indonesia Sebagai Komoditas Alternatif Untuk Pangan, Pakan, Dan Industri. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan.
Steiner, C., W.G.Teixiera and W.Zech,2004. Slash and charc: an alternative to slash and burn practised in Amazon Basin. Springer Verlag, Berlin, Heidelberg, New York.
Steiner C.2007. Charcoal as soil amendment: Carbon negative energy and soil restoration, UNFCC, Bali
Sudirja, R. 2008. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sistem Pertanian Organik. Disampaikan pada acara Penyuluhan Pertanian, KKNM UNPAD Desa Sawit Kec. Darangdan Kab. Purwakarta.
Supriyanto. 2010. Pengembangan Sorgum di Lahan Kering untuk Memenuhi Kebutuhan Pangan, Pakan, Energi dan Industri. Disampaikan pada Simposium Nasional; Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif.
Supriyanto, 2011. Prospek budidaya sorgum di Indonesia. Makalah Pelatihan II Budidaya Sorgum untuk Menunjang Kebutuhan Pangan, Pakan, Energi dan Industri. 28 Nopmber-2 Desember 2011. Biotrop. Bogor
Sutejo, M.M., dan A.G. Kartasapoetra. 1988. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bina Aksara. Jakarta.
USDA, 2001. Agrometeorology. FAO/SADC Regional Remote Sensing Project SADC FANR.
22
Lampiran 1. Denah Penelitian di Lapangan
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
D3C1 D0C1 D1C2
D2C2 D3C1 D3C2
D1C1 D1C0 D0C1 U
D1C0 D3C2 D1C0
D0C1 D2C0 D2C1
D3C0 D2C2 D0C0
D0C2 D0C2 D1C1
D2C0 D1C2 D2C0 S
D1C2 D0C0 D0C2
D2C1 D2C1 D2C2
23
D0C0 D3C0 D3C0
D3C2 D1C1 D3C1
Keterangan :
Faktor Dosis Pupuk Kotoran ternak (D)
D0 : 0 ton.ha-1, D1 : 2 ton.ha-1, D2 : 4 ton.ha-1
, dan D3 : 6 ton.ha-1
Faktor Dosis Bio-charcoal (C)
C0 : 0 ton.ha-1, C1 : 1,5 ton.ha-1, dan D2 : 3 ton.ha-1
Jarak antar petakan : 50 cm
Jarak antar blok : 75 cm
Lampiran 2. Deskripsi Sorgum Varietas Numbuh
Umur : 100 – 105 hari
Tinggi tanaman : lebih kurang 187 cm
Panjang malai : 22 – 23 cm
Warna biji : krem
Hasil biji : lebih kurang 3,11 t/ha
Bobot 1000 biji : 36 -37 g
Kadar protein : 9,12 %
Kadar lemak : 3,94 %
Kadar karbohidrat : 84,5 %
Keterangan : Tahan terhadap penyakit karat, bercak daun, dan hama
24
alphis dapat ditanam dilahan sawah dan tegalan.
Proposal berjudul
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SORGUM
(Sorghum bicolor) TERHADAP PEMBERIAN ARANG (Bio-charcoal) DAN
PUPUK KOTORAN TERNAK
Oleh
DWI NOVAYANTO
NPM. 01010900039
Telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
melaksanakan penelitian
Lubuklinggau, Maret 2013Pembimbing I Program Studi Agroteknologi
25
Fakultas Pertanian Universitas Musi Rawas KetuaIr. Haris Kriswantoro, M.Si
Ir. Haris Kriswantoro, M.SiPembimbing II
Hermanto., Sp, M.Si
26