proposal pak edy siap print
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TRANSCRIPT

MENINGKATKAN MINAT BACA MELALUI “GERAKAN 30 MENIT MEMBACA-MENULIS” PADA SISWA SDN 02 BALEREJO
PROPOSAL
Disusun Oleh:
Dhesi Asriani (NPM 09.141.047)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI MADIUN
2012
1

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Di Indonesia, masalah membaca menjadi perhatian utama dalam berbagai
pembahasan seputar pengembangan kualitas sumber daya manusia khususnya
generasi muda. Rahma (2010:3), menuliskan HDI (Human Development Index)
menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat yang lebih rendah dari
negara-negara seperti Thailand, Malaysia, Filiphina, dan Myanmar. World Bank
di dalam salah satu laporannya mengenai pendidikan juga mencatat tentang
rendahnya kemampuan membaca anak-anak Indonesia. Mengutip hasil studi
Vincent Greanary, World Bank menunjukkan kemampuan membaca siswa kelas
6 SD di Indonesia mendapatkan nilai 51,7 yang berada di urutan paling akhir
setelah Filiphina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0), dan Hongkong
(75,5).
Kegiatan membaca memiliki manfaat yang besar. Membaca secara
sederhana berarti memahami apa yang tersirat dari apa yang tersurat. Dari
kegiatan memahami apa yang tersirat dari yang tersurat itu terselip berbagai
kegiatan lain seperti pengimajinasian, pemahaman, merasakan, hingga usaha
penerapan hal-hal baik dari apa yang telah dibaca.
Membaca memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi. Membaca
dapat membawa seseorang ke tempat yang jauh tanpa mereka harus pergi ke
tempat itu sendiri. Membaca dapat mengantarkan seseorang pergi ke dunia masa
lalu, dan mampu membuat seseorang memprediksi keberadaan masa depan.
Maka, dengan membaca seseorang mampu menembus waktu dan menyeberangi
batas geografis. Membaca menjadikan seseorang lebih luas dalam mengenal
dunia.
Membaca bagi anak SD akan mengarahkan anak lebih luas dalam
penguasaan kosa kata, yang nantinya akan berdampak bagi perkembangan
konstruksi pengetahuan secara keseluruhan. Dengan membaca , khususnya

3
dongeng dan cerita-cerita fiksi lain, anak akan mampu menemukan berbagai
macam karakter manusia dan berusaha membuat penilaian antara mana yang
boleh dicontoh dengan yang tidak boleh dicontoh. Hal ini akan membantu anak
membentuk karakter dirinya sendiri.
Membaca akan membuat anak belajar bersikap dewasa melalui analisa-
analisa yang mereka lakukan setelah kegiatan membaca. Membaca bagi anak SD
juga akan membantu dalam pendeskripsian cita-cita mereka dan menanamkan
keinginan kuat untuk meraihnya. Suyono (2005:11) menuliskan bahwa
perkembangan seorang anak akan jauh lebih baik jika mereka banyak membaca
dan menulis. Dalam proses membaca dan menulis tersebut ada proses menerima
informasi, mengolah informasi, dan menghasilkan informasi baru. Dengan
mengolah informasi, anak akan lebih matang perkembangn kognitifnya karena
otak mereka selalu aktif. Dan dengan menghasilakn informasi baru misalkan
dalam bentuk tulisan, anak akan mengerti manfaat informasi dari proses
membaca.
Sayangnya, anak-anak cenderung menggunakan lebih lama waktunya
untuk bermain daripada membaca, terutama mereka yang berusia 7-10 tahun
(Rahma, 2010: 9). Disebutkan bahwa anak-anak yang berusia 7-8 tahun
sebanyak 50 persen diketahui lebih banyak menggunakan waktu untuk bermain
daripada membaca. Untuk anak-anak seusia ini hanya (5,6) persen yang
menggunakan waktunya lebih lama untuk membaca daripada bermain.
Sedangkan anak-anak yang berusia 9-10 tahun, (64,7) persen diketahui
menggunakan waktunya lebih lama untuk bermain daripada membaca. Dan
kecenderungan ini mulai menurun di kalangan anak-anak yang berusia di atas 10
tahun.
Serupa dengan keadaan yang ditemui di SDN Balerejo 02, terlihat para
siswa enggan pergi ke perpustakaan untuk membaca buku. Pada jam istirahat,
para siswa lebih menyukai menggunakan jam tersebut untuk membeli jajan dan
bermain. Selain itu terlihat pula kegitan membaca di saat proses belajar
mengajar kurang efektif karena perlahan siswa membuat kelas gaduh. Hal
tersebut menunjukkan kebiasaan membaca para siswa masih rendah.

4
Rosidi (Suroso, 2007:132) menyatakan bahwa kebiasaan membaca
adalah suatu kegiatan yang harus ditanamkan, dipupuk, dibina, dan dididikkan
karena hal itu tidak tumbuh secara otomatis.
Gerakan 30 Menit Membaca-Menulis merupakan kegiatan yang
ditujukan untuk menanamkan, memupuk, dan membina anak-anak untuk
terbiasa membaca. Gerakan ini memberikan kebebasan pada anak untuk memilih
sendiri buku bacaan yang akan dibacanya sehingga diharapkan anak tidak akan
merasa terpaksa dalam membaca. Gerakan ini juga mengajarkan pada anak
untuk menggali informasi dari kegiatan membaca dengan menuliskan dengan
bahasa mereka sendiri apa yang telah mereka baca untuk disampaikan kembali
atau menuliskan kesan dari buku yang telah dibaca.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, masalah yang dapat dirumuskan adalah:
Bagaimanakah “ Gerakan 30 Menit Membaca-Menulis” dapat meningkatkan
minat baca siswa SDN Balerejo 02?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan “Gerakan 30 Menit Membaca-Menulis” dapat meningkatkan
minat baca siswa SDN Balerejo 02
D. Hipotesis
Berdasarkan rumusan dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan,
hipotesis tindakan penelitian ini adalah jika “Gerakan 30 Menit Membaca-
Menulis” diterapkan pada siswa SDN Balerejo 02, maka minat baca siswa akan
meningkat.

5
E. Manfaat Hasil Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, manfaat dari hasil penetian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi siswa karena mereka
menjadi gemar membaca.
2. Bagi guru, penelitian ini dimungkinkan dapat terus diterapkan kepada para
siswa supaya menjadi kebiasaan dalam diri siswa dan menumbuhkan gemar
membaca.
3. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan
untuk melakukan penelitian sejenis.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi Membaca
Membaca adalah kegiatan penerjemahan simbol atau huruf ke dalam kata
dan kalimat yang memiliki makna bagi seseorang (Bram & Dickey dalam
Darmono, 2004: 182).
Membaca adalah salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Hodgson dalam Henry Guntur Tarigan (2008:7) mendefinisikan membaca sebagai suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik.
Dari segi linguistik, (Anderson dalam Henry Guntur Tarigan, 2008:7) membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding proscess), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/ cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
Crawley dan Mountain (Farida Rahim, 2007:2),mengemukakan bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktifitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berfikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interprestasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Pengenalan kata bisa berupa aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus.
Sujana dalam Sri Handayani (2011:179), mengemukakan bahwa membaca adalah suatu proses. Proses dimana kegiatan yang dilakukan secara sadar dan bertujuan. Membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis saja, namun lambang-lambang itu akan menjadi bermakna untuk segera dipahami oleh pembaca.
6

7
Dari definisi-definisi tentang membaca diatas, disimpulkan secara
sederhana bahwa membaca adalah suatu proses untuk memahami apa yang
tersirat dari apa yang tersurat, atau melihat pemikiran yang terkandung di dalam
kata-kata yang tertulis.
Tiga istilah yang sering digunakan untuk memberikan komponen dasar
dari proses membaca, yaitu recording, decoding, dan meaning (Syafi’ie dalam
Farida Rahim, 2007:2). Recording merujuk pada kata-kata dan kalimat,
kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyinya sesuai dengan sistem
tulisan yang digunakan. Decoding (penyandian) mengarah pada proses
penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Sedangkan meaning
merujuk pada proses memahami makna.
Darmono (2004:183) menyebutkan bahwa tujuan membaca itu ada tiga, yaitu:1. Membaca untuk kesenangan. Termasuk dalam kategori ini adalah
membaca novel, surat kabar, majalah, dan komik. Menurut David Eskey, tujuan membaca semacam ini adalah Reading for Pleasure. Bacaan yang dijadikan obyek kesenangan menurut David adalah sebagai ‘bacaan ringan’
2. Membaca untuk meningkatkan pengetahuan seperti pada membaca buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan. Kegiatan membaca untuk meningkatkan pengatahuan disebut juga dengan Reading for Intelectual Profit
3. Membaca untuk melakukan suatu pekerjaan, misal para mekanik perlu membaca buku petunjuk, ibu-ibu membaca booklet tentang resep masakan, dan sebagainya. Kegiatan membaca semacam ini dinamakan dengan Reading for Work
Tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh
informasi, mencakup isi, dan memahami makna bacaan (Henry Guntur Tarigan,
2008: 9).
Sedangkan Blanton dkk (Farida Rahim, 2007:11-12) mengemukakan tujuan membaca itu mencakup:1. Kesenangan2. Menyempurnakan membaca nyaring3. Menggunakan strategi tertentu4. Memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik

8
5. Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya
6. Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis7. Mengkonfirmasikan atau menolak prediksi8. Menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi
yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks
9. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.
Kegiatan membaca pada dasarnya terdiri atas dua bagian, yaitu proses
dan produk. Menurut Burns dkk dalam Farida Rahim (2007: 12), ada semilan
aspek yang melingkupi proses membaca, yaitu sensori, perseptual, urutan,
pengalaman, pikiran, pembelajaran, asosiasi, sikap, dan gagasan.
Proses membaca dimulai dengan pengungkapan simbol-simbol grafis
melalui indra penglihatan sehinggga proses ini disebut sebagai tahap sensori
visual. Anak-anak kemudian belajar membedakan secara visual simbol-simbol
huruf yang selanjutnya digunakan untuk berbicara.
Perseptual melingkupi aktivitas mengenal suatu kata sampai pada suatu
makna berdasarkan pengalaman yang lalu. Kegiatan persepsi melibatkan kesan
sensori yang masuk ke otak. Ketika seseorang membaca, otak menerima
gambaran kata-kata, kemudian mengungkapkannya dari halaman cetak
berdasarkan pengalaman pembaca sebelumnya dengan objek, gagasan, atau
emosi yang dipresentasikan oleh suatu kelas.
Urutan dalam proses membaca merupakan kegiatan mengikuti rangkaian
tulisan yang tersusun secara linear, yang umumnya tampil pada satu halaman
dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah.
Pengalaman merupakan aspek penting dalam proses membaca. Anak-
anak yang memiliki pengalaman yang banyak akan mempunyai kesempatan
yang lebih luas dalam mengembangkan pemahaman kosakata dan konsep yang
mereka hadapi dalam membaca dibandingkan dengan anak-anak yang
mempunyai pengalaman terbatas. Pengalaman langsung maupun tidak langsung

9
akan meningkatkan perkembangan konseptual anak, namun pengalaman
langsung lebih efektif daripada pengalaman tidak langsung.
Membaca sendiri merupakan proses berpikir. Pembaca harus memahami
kata-kata dan kalimat yang tersusun dalam sebuah bacaan melalui proses
asosiasi dan eksperimental. Setelah memahami apa yang dibaca, maka pembaca
akan mulai menyimpulkan bacaan tersebut.
Mengenal hubungan antara simbol dengan bunyi bahasa dan makna
merupakan aspek asosiasi dalam membaca. Anak-anak akan belajar
menghubungkan simbol-simbol grafis dengan bunyi bahasa dan makna.
Aspek afektif merupakan proses membaca yang berkenaan dengan
kegiatan memusatkan perhatian, membangkitkan kegemaran membaca (sesuai
minatnya), dan menumbuhkan motivasi membaca ketika sedang membaca.
Gagasan dimulai dengan penggunaan sensori dan perseptual dengan latar
belakang pengalaman dan tanggapan afektif serta membangun makna teks yang
dibacanya secara pribadi. Makna dibangun berdasarkan pada teks yang
dibacanya, tetapi tidak seluruhnya ditemui dalam teks.
Produk membaca merupakan komunikasi dari pemikiran dan emosi
antara penulis dan pembaca. Pemahaman terhadap bacaan sangat bergantung
pada semua aspek yang terlibat dalam proses membaca. Pemahaman bacaan
tidak hanya berupa aktivitas menyandi (decoding) simbol-simbol ke dalam bunyi
bahasa, tetapi juga membangun (construct) makna ketika berinteraksi dengan
halaman cetak (Burns dalam Farida Rahim, 2007: 14).
Secara garis besarnya, terdapat dua aspek penting dalam kegiatan membaca, yaitu:
1. Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap barada pada urutan yang lebih rendah (lower order). Aspek ini mencakup: Pengenalan bentuk huruf Pengenalan unsur-unsur linguistik Pengenalan hubungan/ korespondensi pola ejaan dan bunyi

10
Kecepatan membaca ke taraf lambat2. Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang
dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek ini mencakup: Memahami pengertian sederhana Memahami signifikansi atau makna Evaluasi atau penilaian Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan
keadaan (Henry Guntur Tarigan, 2008:12).
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca
Faktor-faktor yang mempengaruhi membaca menurut Lamb dan Arnold
(Farida Rahim, 2007: 16) ialah faktor fisiologis, intelektual, lingkungan, dan
psikologis.
Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis,
dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak
menguntungkan untuk belajar, termasuk membaca.
Faktor intelektual berkenaan dengan intelegensi seseorang. Intelegensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu kegiatan berpikir yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan dan meresponnya secara tepat. Terkait dengan penjelasan Heinz, Wechster mengemukakan bahwa intelegensi ialah kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir rasional, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan (Farida Rahim, 2007: 17).
Faktor lingkungan yang mempengaruhi membaca adalah latar belakang
dan pengalaman siswa di rumah, dan kondisi sosial ekonomi keluarga. Rubin
(Farida Rahim, 2007:18)mengemukakan bahwa orang tua yang hangat,
demokratis, bisa mengarahkan anak-anak mereka pada kegiatan yang
berorientasi pendidikan, suka menantang anak untuk berfikir, dan suka
mendorong anak untuk mandiri merupakan orang tua yang memiliki sikap yang
dibutuhkan anak sebagai persiapan yang baik untuk belajar di sekolah. Rumah
memegang pengaruh pada sikap anak terhadap buku dan membaca. Orang tua
yang gemar membaca, memiliki koleksi buku, menghargai membaca, atau suka
membacakan cerita pada anak-anak mereka umumnya menghasilkan anak yang
gemar membaca.

11
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa status sosial ekonomi siswa
mempengaruhi kemampuan verbal siswa (Farida Rahim, 2007: 19). Crawley dan
Mountain menjabarkan bahwa anak-anak yang berasal dari rumah yang
memberikan banyak kesempatan membaca, dalam lingkungan yang penuh
dengan bahan bacaan yang beragam akan mempunyai kemampuan membaca
yang tinggi.
Sedang faktor psikologis yang mempengaruhi membaca adalah motivasi,
minat, dan kematangn sosial, emosi, dan penyesuaian diri (Farida Rahim,
2007:19).
Crawley dan Mountain (Farida Rahim, 2007:20) mendefinisikan motivasi
sebagai sesuatu yang mendorong seseorang belajar atau melakukan suatu
kegiatan. Blomm dan Piaget menjelaskan bahwa pemahaman, interprestasi, dan
asimilasi merupakan dimensi hierarkis kognitif. Namun, semua aspek kognisi
tersebut bersumber dari aspek afektif seperti minat, rasa percaya diri,
pengontrolan perasaan negatif, serta penundaan dan kemauan untuk mengambil
resiko.
Kematangan sosial, emosi, serta penyesuaian diri mencakup tiga aspek
yaitu: stabilitas emosi, kepercayaan diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam
kelompok. Kemampuan untuk mengontrol emosi sangat diperlukan bagi anak
untuk dapat berkonsentrasi pada bacaannya. Pemusatan perhatian pada bahan
bacaan memungkinkan kemajuan kemampuan anak-anak dalam memahami
bacaan akan meningkat.
C. Minat Baca
Minat baca merupakan kecenderungan jiwa yang mendorong seseorang
berbuat sesuatu terhadap membaca. Minat baca ditunjukkan dengan adanya
keinginan yang kuat untuk melakukan kegiatan membaca (Bram dan Dickey
dalam Darmono, 2004: 182).
Farida Rahim mendefinisikan minat baca sebagai keinginan yang kuat
disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca (2007:28). Frymeir menjabarkan
ada tujuh faktor yang mempengaruhi perkembangan minat baca anak, yaitu:

12
1. Pengalaman sebelumnya; siswa tidak akan mengembangkan minatnya
terhadap sesuatu jika mereka belum pernah mengalaminya
2. Konsepsinya tentang diri; siswa akan menolak informasi yang dirasa
mengancamnya, sebaliknya siswa akan menerima jika informasi itu
dipandang berguna dan membantu meningkatkan dirinya
3. Nilai-nilai; minat siswa timbul jika sebuah mata pelajaran disajikan
oleh orang yang berwibawa
4. Mata pelajaran yang bermakna; informasi yang mudah dipahami oleh
anak akan menarik minat mereka
5. Tingkat keterlibatan tekanan; jika siswa merasa dirinya mempunyai
beberapa tingkat pilihan dan kurang tekanan, minat membaca mereka
mungkin akan lebih tinggi
6. Kekompleksitasan materi pelajaran; siswa yang lebih mampu secara
intelektual dan fleksibel secara psikologis lebih tertarik pada hal yang
lebih kompleks.
Darmono (2004: 185) menyebutkan bahwa upaya untuk mengangkat program peningkatan minat dan kegemaran membaca perlu melibatkan unsur-unsur berikut:1. Anak didik pada semua jenjang SD, SLTP, dan SLTA2. Guru sekolah3. Sekolah dengan berbagai program kegiatan yang dapat menunjang
pengkondisian tumbuhnya minat dan kegemaran membaca4. Orang tua di rumah5. Lingkungan masyarakat di luar sekolah dan rumah6. Lembaga-lembaga masyarakat yang berminat terhadap pengembangan
minat dan kegemaran membaca, misalnya dengan mendirikan pondok baca
7. Pemerintah melalui berbagai program yang dikembangkan seperti adanya kegiatan bulan buku nasional pada bulan Mei dan sebagainya yang bisa dikaitkan dengan pembinaan minat dan kegemaran membaca
Lebih lanjut Darmono menuliskan sekurang-kurangnya ada tiga dimensi pengembangan minat dan kegemaran membaca yang perlu dipertimbangkan yaitu sebagai berikut:1. Dimensi edukatif pedagogik, dimensi ini menekankan tindak-tindak
motivasional apa yang dilakukan para guru di kelas untuk semua

13
bidang studi yang pada akhirnya para siswa tertarik dan memiliki minat terhadap kegiatan membaca untuk tujuan apa saja
2. Dimensi sosio kultural,dimensi ini mengandung makna bahwa minat baca siswa dapat digalakkan berdasar hubungan-hubungan sosial dan kebiasaan anak didik sebagai anggota masyarakat, dalam hal ini jika yang dijadikan panutan memiliki minat baca maka dapat diprediksi bahwa anak juga dengan sendirinya terbawa situasi gemar membaca
3. Dimensi perkembangan psikologis. Membaca dapat digalakkan sesuai tahap perkembangan psikologis siswa. Jika siswa masih kelas rendah, mereka akan tertarik dengan buku-buku bergambar, dan jika siswa mulai masuk kelas tinggi biasanya mereka akan tertarik dengan buku-buku yang berisi pengamatan.
D. Gerakan 30 Menit Membaca Menulis
Gerakan 30 menit membaca menulis yang dimaksud pada penelitian ini
adalah kegiatan membaca dan menulis yang terangkum dalam waktu 30 menit.
Kegiatan ini dilaksanakan diawal pelajaran setiap hari bagi seluruh kelas di SDN
Balerejo 02. Secara lebih terperinci, kegiatan dalam waktu 30 menit itu dibagi
menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut:
5 menit pertama siswa mempersiapkan diri dengan memilih buku yang
hendak dibaca dan kepada mereka guru membagikan secarik kertas.
20 menit selanjutnya siswa membaca buku yang telah mereka pilih.
Kemudian pada 5 menit terakhir siswa mengakhiri kegiatan membaca dan
mulai menceritakan kembali apa yang telah dibacanya. Bagi siswa kelas
rendah, mereka boleh hanya dengan menuliskan judul buku yang telah
dibaca, tokoh-tokoh dalam cerita, dan kesan selama membaca.
Masing-masing guru kelas dapat memilih hasil tulisan siswa yang paling
baik (1 hari 1 tulisan terpilih) dan menempelkannya pada papan mading tiga hari
sekali.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SDN Balerejo 02 yang terletak di Desa
Balerejo kecamatan Kebonsari kabupaten madiun.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester genap Tahun Ajaran
2012/2013, yaitu bulan Maret sampai Juli 2011.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa kelas 1 sampai 6 SDN Balerejo 02 Tahun
Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 100 siswa.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari siswa dan guru, yang
meliputi:
1. Data kunjungan perpustakaan selama penelitian berlangsung
2. Data penilaian kegiatan membaca siswa selama proses belajar mengajar
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan sekolah. Suharsimi
Arikunto mengemukakan penelitian tindakan kelas adalah suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi
dalam sebuah kelas secara besama (2006: 3).
Kemmis (Zainal Arifin, 2011:97) mengartikan, action research as a form
of self-reflective inquiry undertaken by participants in a social (including
educational) situation in order to improve the rationality and justice of (a) their
14

15
on social or educational practices, (b) their understanding of these practices,
and (c) the situations in which practices are carried out.
Pada dasarnya, penelitian tindakan kelas meneliti masalah yang
bersumber dari kelas, sedang penelitian tindakan sekolah meneliti masalah yang
bersumber dari sekolah. Dalam penelitian ini, masalah muncul dari siswa kelas 1
sampai 6 yang berkaitan dengan masalah membaca.
Untuk memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan
penelitian maka penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dalam 2 siklus.
Masing-masing siklus terdiri dari 4 tahap yaitu tahap perencanaan (planning),
tahap pelaksanaan (action), tahap pengamatan (observation) dan tahap refleksi
(reflection). Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah
sebagai berikut:
Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas
(Suharsimi Arikunto, 2010: 17)
Perencanaan
Pelaksanaan Refleksi
Siklus I
Pengamatan
Perencanaan
Pelaksanaan Refleksi Siklus II
Pengamatan
?

16
Siklus I
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan, kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Peneliti, kepala sekolah, dan guru menentukan waktu atau jadwal
pelaksanaan penelitian
b. Peneliti melakukan pengamatan sebagai kegiatan pendahuluan untuk
mengetahui respon siswa terhadap kegiatan membaca
c. Menyusun buku kunjungan perpustakaan
d. Menyusun lembar penilaian afektif siswa yang akan digunakan untuk
memantau sikap siswa selama kegiatan membaca di kelas berlangsung
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan penerapan dari tahap perencanaan.
Penerapan “Gerakan 30 Menit Membaca-Menulis” pada siswa kelas 1 sampai
6 adalah selama 1 bulan setiap hari pada saat sebelum memulai pelajaran. 5
menit awal siswa bertugas memilih buku yang akan dibaca. 20 menit
setelahnya siswa membaca buku. Dan pada 5 menit terakhir siswa menulis
pesan & kesan tentang apa yang telah dibaca pada secarik kertas.
3. Tahap Pengamatan
Tahap pengamatan digunakan untuk memperoleh data yang akurat.
Dalam penelitian ini dilakukan terhadap pelaksanaan gerakan 30 Menit
Membaca-Menulis . Peneliti bekerjasama dengan guru melakukan
pengamatan dan mencatat semua hal yang terjadi terhadap siswa selama
penelitian berlangsung.
4. Tahap Refleksi
Dalam kegiatan refleksi ini guru bersama peneliti (observer)
mendiskusikan hasil penelitian siklus I. Hasil yang diperoleh didiskusikan,
dianalisis, ditindaklanjuti ketercapaian tindakan penilaian. Apabila hasil yang
diperoleh belum sesuai dengan indikator keberhasilan, maka dilanjutkan
kembali dengan tindakan penelitian siklus II. Kegiatan refleksi ini dilakukan

17
ketika guru sudah selesai melaksanakan kegiatan. Hasil refleksi ini digunakan
untuk melakukan perbaikan pada siklus selanjutnya.
Siklus II
Tahap ini dilakukan pada siklus II pada prinsipnya sama dengan siklus I,
yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Tindakan akan
dilakukan pada siklus II dengan beberapa perubahan analisis refleksi pada
siklus I dengan harapan pada siklus II akan lebih baik.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam penelitian
adalah:
1. Observasi
a. Kunjungan Perpustakaan
Data kunjungan perpustakaan diambil melalui observasi dengan
menggunakan buku kunjungan perpustakaan. Peneliti membuat grafik
terhadap data yang telah dikumpulkan.
b. Kegiatan membaca selama proses belajar mengajar
Melalui lembar penilaian afektif dari guru kelas pada saat kegiatan
membaca selama proses belajar mengajar.
F. Analisis Data
Penelitian Tindakan Sekolah ini menggunakan analisis data kualitatif
dengan model analisis interaktif yang terdiri dari reduksi data, sajian data,
penarikan simpulan dan pengumpulan data. Reduksi data berarti merangkum dan
memfokuskan pada hal-hal penting. Dengan mereduksi data, data yang telah
terkumpul akan lebih mudah untuk dianalisa dan disimpulkan.

Pengumpulan Data
Penarikan Simpulan/ Verifikasi
Sajian dataReduksi Data
18

DAFTAR PUSTAKA
Darmono. 2004. Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan Sekolah. Jakarta:
Grasindo.
Farida Rahim. 2007. Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Grasindo.
Henry Guntur Tarigan. 2008. Membaca. Jakarta: Grasindo.
I Gusti Ngurah Oka. 1983. Pengantar Membaca dan Pengajarannya. Surabaya:
Usaha Nasional.
Rahma Sugihartati. 2010. Membaca, Gaya Hidup, dan Kapitalisme. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sri Handayani. 2011. Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman dengan
Pendekatan Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Cooperative
Integrated Reading and Composition (CIRC) pada Siswa Semester I
SMP Negeri 2 Tanon Tahun Ajaran 2010/2011. Diterbitkan dalam
jurnal pendidikan IKIP PGRI Madiun volume 17, No. 2, Desember
2011: 130-157.
Suharsimi Arikunto. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Suharsimi Arikunto. 2010. Penelitian Tindakan. Jogjakarta: Aditya Media.
Suroso. 2007. Classroom Action Research. Yogyakarta: Paraton Publishing.
Suyono. 2005. Cerdas Berfikir Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Ganeca.
Syukur Ghazali. 2010. Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: PT
Refika Aditama.
Zainal Arifin. 2011. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
19