puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa

132

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Page 2: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume X /2018 Hal. i

KEPALA DINAS

DR. IKHSAN, S.PSI., MM

PEMBINA UTAMA MUDA

NIP. 19690809 199501 1 002

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

rahmat dan hidayat-Nya dapat diterbitkan E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota

Surabaya Volume XI Edisi Desember 2018 – Mei 2019.

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya merupakan sebuah bentuk

apresiasi kepada guru yang telah mendedikasikan ilmu pengetahuan kedalam

sebuah bentuk karya ilmiah.

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya memiliki standar mutu dan kualitas

penulisan karya ilmiah guru secara umum yang nantinya dapat bermanfaat

dalam mengurus kenaikan pangkat.

Proses pengumpulan poin angka kredit yang didapat dari sebuah karya ilmiah

dimulai melalui tahapan pelatihan penulisan karya ilmiah, membuat karya tulis,

melakukan resume kegiatan pelatihan, hingga publikasi karya ilmiah.

Hambatan terbesar dari seorang guru adalah membuat karya ilmiah kemudian

mempublikasikannya. E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya sebuah

alternatif jawaban ditengah-tengah kemajuan arus teknologi informasi dan

komunikasi yang semakin modern.

Selamat dan sukses atas karya ilmiah yang telah dihasilkan semoga kedepan

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya mampu sebagai inspirasi dalam

peningkatan mutu dan kualitas guru-guru di Indonesia.

SURABAYA, 26 DESEMBER 2018

KATA PENGANTAR

Page 3: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

SUSUNAN PENGURUS

E-JURNAL DINAS PENDIDIKAN KOTA

SURABAYA

Dr. Ikhsan, S. Psi, MM

Drs. Aston Tambunan, M. Si

Mamik Suparmi, M. Pd

Drs. Sudarminto, M. Pd

Dra. Agnes Warsiati, M. A. P

Sri Wulandari, ST, MT

Dedi Prasetiawan, S. Psi

Achmad Suharto, M. Pd

Yustinus Budi Setyanta, M. Pd

Budi Hartono, SH, S. Pd, MM, M. Sc

Ahmad Sya’roni, M. Pd

Chrisma Rachmadya Priyanto, SH, M. Pd

Dinas Pendidikan Kota Surabaya

Jl. Jagir Wonokromo 354-356

Website : dispendik.surabaya.go.id/sb/

Email : [email protected]

Page 4: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... i

Susunan Pengurus ................................................................................................... ii

Daftar Isi ................................................................................................................. iii

Peningkatan Kemampuan Memahami “Operasi Penjumlahan dan Pengurangan

Bilangan Desimal” melalui Permainan Bingo Siswa Kelas IV-B SD Negeri

Wonorejo 274 Surabaya

(Eriyanti Utami) ....................................................................................................... 1

Peningkatan Kemampuan Memahami Teks Negosiasi melalui Bermain Peran

(Yustinus Budi Setyanta) .......................................................................................... 14

Penerapan Metode Pembelajaran Open Ended untuk Meningkatkan

Pemahaman Materi Sistem Ekresi pada Siswa Kelas IX-E SMP Negeri 35

Surabaya”

(Aslikah) ................................................................................................................... 28

Penerapan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa

Kelas IV SDN Kendangsari III/278 Tahun Pelajaran 2018/2019

(Deva Setiyawan) ..................................................................................................... 42

Peningkatan Pemahaman Hubungan Sumber Daya Alam dengan Teknologi melalui

Model NHT Siswa Kelas IV Sekolah Dasar

(Arik Widiyaningsih) ................................................................................................ 56

Penggunaan Media Benda Konkret untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada

Materi Perkalian dan Pembagian Siswa Kelas II SDN Dukuh Kupang I/488

Surabaya

(Siti Romlah) ............................................................................................................ 67

Peningkatkan Kompetensi Guru dalam Menyusun Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran melalui Bimbingan Berkelanjutan di SD Negeri Ketabang I / 288

Surabaya Semester Gasal Tahun Pelajaran 2018/2019

(Siti Rahayu) ............................................................................................................ 80

Peningkatan Hasil Belajar pada Materi Membandingkan Banyak Benda melalui

Media Sedotan Siswa Kelas I SD Negeri Ngagel I/394 Surabaya

(Ida Handriyani) ....................................................................................................... 95

Upaya Meningkatkan Keterampilan Membuat Kalimat melalui Peraga Lingkaran

Kata pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SDN Gading VII Surabaya

(Marilowati) ............................................................................................................. 104

Page 5: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

Peningkatan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia pada Materi Teks Tantangan

Melalui Jigsaw

(Restiasih) ................................................................................................................ 111

Page 6: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 1

ISSN : 2337-3253

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI

“OPERASI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN DESIMAL”

MELALUI PERMAINAN BINGO

SISWA KELAS IV-B SD NEGERI WONOREJO 274 SURABAYA

(Eriyanti Utami)

ABSTRACT

The study, which was designed as a three-cycle classroom action research aims to

(1) describe the process of Improving Mathematics Learning Achievement in the

Material "Decimal Addition and Reduction Operations" through the Bingo Game Class

IV-B Students SDN Wonorejo 274 Surabaya Even Semester 2017/2018 Academic Year ;

(2) describe the results of the Improvement of Class IV-B Student Achievement in SDN

Wonorejo 274 Surabaya Even Semester 2017/2018 Academic Year in Mathematics

Learning in the Material "Decimal Summing and Reduction Operation" through Bingo

Games; (3) find out the response of class IV-B students at SDN Wonorejo 274 Surabaya

even in the year 2017/2018 for the application of the learning model of Bingo games to

improve learning achievement in Mathematics learning in the material "Decimal

Operation and Reduction of Decimal Numbers".

Data collection is done by observation and tests. Observation is used to collect

student response data in learning, while tests are used to collect data about student

learning outcomes.

The results showed that the Bingo game model had a positive impact on improving

student learning achievement. This can be seen from the more steady understanding of

students on the material delivered by the teacher (learning completeness increased from

cycles I, II, and III), namely 63.16%, 76.32%, and 89.47%, respectively. In the third

cycle the completeness of student learning has been achieved classically.

Student activities in the process of cooperative learning methods Bingo games in

each cycle have increased. This has a positive impact on the quality of student learning,

which can be shown by increasing the average value of students in each cycle which

continues to increase.

Teacher activities during learning have carried out the steps of the cooperative

learning method with the Bingo Game model well. This can be seen from the activities of

the teacher that emerged, including the activity of guiding and observing students in

working on LKS activities / finding concepts, explaining difficult material, giving

feedback / evaluation / question and answer where the percentage for these activities is

quite large.

Thus, it can be concluded that the application of the bingo game model can

increase student activity in learning so that student achievement also increases. For this

reason, it is recommended to the gutu, especially those who are Mathematics subjects to

apply the Bingo Game model as one of the creative and fun alternative learning.

Keywords: learning achievement, addition and subtraction of decimal numbers,

cooperatives, bingo games

Page 7: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 2

Pendahuluan

Tujuan pembelajaran Matematika

belum dicapai secara maksimal oleh

siswa. Hal itu tampak dari hasil belajar

siswa yang masih sangat rendah. Nilai

rata-rata yang diperoleh siswa hanya 60,

padahal nilai KKM sebesar 75.

Setelah dilakukan penelusuran,

akar masalah terdapat pada monotonnya

guru dalam penyampaian materi

pembelajaran. Selain itu, ada faktor

ketidaktelitian dan keengganan siswa

untuk berlatih soal.

Untuk mengatasi masalah tersebut,

ada alternatif tindakan yang diasumsikan

dapat mengatasi masalah tersebut, yakni

pembelajaran melalui model

pembelajaran Jigsaw atau permainan

Bingo. Oleh sebab itu, dipilihlah model

pembelajaran yang dirasa lebih cocok

diterapkan untuk mengatasi masalah

rendahnya kemampuan siswa kelas XI

IPA-1 SDN Wonorejo 274 Surabaya

pada materi Operasi Penjumlahan dan

Pengurangan Bilangan Desimal. Salah

satu model pembelajaran menyenangkan

sehingga dapat membuat siswa mampu

mengingat kembali materi pelajaran yang

telah mereka terima adalah cara belajar

aktif melalui Permainan Bingo.

Bertitik tolak dari latar belakang

permasalahan tersebut, maka dalam

penelitian ini penulis mengambil judul

“Peningkatan Prestasi Belajar

Matematika pada Materi “Operasi

Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan

Desimal ” melalui Permainan Bingo

Siswa Kelas IV-B SDN Wonorejo 274

Surabaya Semeter Genap Tahun

Pelajaran 2017/2018.

Prestasi Belajar

Kata prestasi berasal dari bahasa

Belanda, yaitu prestatie. Dalam bahasa

Indonesia menjadi prestasi yang berarti

hasil usaha (Arifin, 1990:2). Dengan

demikian, prestasi belajar dapat diartikan

sebagai hasil usaha yang telah dicapai

dalam belajar.

Berdasarkan pengertian tersebut

dapat diasumsikan bahwa prestasi belajar

adalah hasil yang dicapai pada taraf

terakhir setelah melakukan kegiatan

belajar. Prestasi tersebut dapat dilihat dari

kemampuan mengingat dan kemampuan

intelektual siswa, perolehan nilai dan

sikap positif siswa dalam mengikuti

pelajaran dan terbentuknya keterampilan

siswa yang semakin meningkat dalam

mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya.

Prestasi belajar semakin terasa

penting untuk dipermasalahkan, karena

memunyai beberapa fungsi utama, yaitu

sebagai berikut.

(1) Prestasi belajar sebagai indikator

kualitas dan kuantitas pengetahuan

yang telah dikuasai anak didik.

(2) Prestasi belajar sebagai pemuasan

hasrat ingin tahu.

(3) Prestasi belajar sebagai bahan

informasi dalam inovasi pendidikan.

(4) Prestasi belajar sebagai indikator

intern dan ekstern dari suatu institusi

pendidikan.

(5) Prestasi belajar dapat dijadikan

indikator terhadap daya serap

(kecerdasan) anak didik.(Arifin,

1990:3).

Dalam proses pembelajaran,

terdapat beberapa faktor yang berkaitan

dengan kesulitan belajar yang dapat

berpengaruh bagi perstasi belajar siswa.

Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai

berikut.

(1) Faktor-faktor yang berasal dari

dalam (internal), yaitu sebagai

berikut.

(a) Siswa merasa sukar mencerna

materi karena menganggapnya

sulit.

(b) Siswa kehilangan gairah belajar

karena mendapatkan nilai yang

rendah.

(c) Siswa meyakini bahwa sulit

untuk menerapkan disiplin diri

dalam belajar.

Page 8: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 3

(d) Siswa mengeluh tidak bisa

berkonsentrasi.

(e) Siswa tidak cukup tekun untuk

mengerjakan sesuatu khususnya

belajar.

(f) Konsep diri yang rendah.

(g) Gangguan emosi.

(2) Faktor-faktor yang berasal dari luar

(eksternal), yaitu

(a) Kemampuan atau keadaan sosial

ekonomi.

(b) Kekurangmampuan guru dalam

materi dan strategi

pembelajaran.

(c) Tugas-tugas non akademik.

(d) Kurang adanya dukungan dari

orang-orang di sekitarnya.

(e) Lingkungan fisik (Suparno,

2001: 52–57).

Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif,

yang dikembangkan oleh John Dewey

dan Herbert Thelan, memungkinkan

siswa dapat belajar dengan cara bekerja

sama dengan temannya. Teman yang

lebih mampu dapat membantu teman

yang lemah. Setiap anggota kelompok

tetap memberikan sumbangan terhadap

prestasi kelompok. Selain itu, para siswa

juga mendapatkan kesempatan untuk

bersosialisasi (Suyatno, 2009:23).

Sejalan dengan Suyatno,

Ratumanan (2003:10) mengatakan bahwa

model pembelajaran kooperatif

merupakan salah satu model belajar

kelompok dengan tingkat kemampuan

yang heterogen. Belajar secara kooperatif

memupuk pembentukan kelompok kerja

yang saling membutuhkan secara positif

sehingga meminimalkan persaingan yang

tidak sehat antarsiswa.

Dalam pembelajaran kooperatif,

siswa tetap berada dalam kelompoknya

selama beberapa kali pertemuan.

Aktivitas siswa antara lain mengikuti

penjelasan guru secara aktif, bekerja

sama menyelesaikan tugas-tugas dalam

kelompok, memberikan penjelasan

kepada teman kelompoknya dan

mendorong anggota kelompok lainnya

untuk berpartisipasi secara aktif.

Berdasarkan hal tersebut, ciri-ciri

model pembelajaran kooperatif di

antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Siswa bekerja dalam kelompok

kooperatif untuk menuntaskan materi

pelajaran.

(2) Kelompok dibentuk secara bervariasi

dari siswa yang memiliki

kemampuan tinggi, sedang, dan

rendah.

(3) Bila mungkin, anggota kelompok

berasal dari ras, budaya, suku, jenis

kelamin, dan ragam yang berbeda-

beda.

(4) Penghargaan lebih berorientasi

kepada kelompok daripada individu.

Terdapat lima komponen penting

dalam bekerja sama secara kooperatif,

yaitu

(1) ketergantungan positif;

(2) memajukan interaksi tatap muka;

(3) tanggung jawab individual dari

kelompoknya;

(4) kecakapan interpersonal dan

kecakapan kelompok kecil;

(5) pemrosesan kelompok.

Belajar dengan latar kooperatif

memberikan beberapa manfaat bagi

siswa, yaitu

(1) dapat saling membantu dalam

aktivitas belajar;

(2) pandai sekaligus dapat berfungsi

sebagai tutor sebaya;

(3) adanya interaksi secara berkelanjutan

dan teratur antarsiswa dalam

kelompok;

(4) dapat meningkatkan penguasaan

terhadap bahan ajar dan kemampuan

berkomunikasi.

Model pembelajaran kooperatif

memiliki sintaks tertentu yang

merupakan ciri khususnya, seperti

tampak pada tabel berikut.

Page 9: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 4

Tabel 1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif

TAHAPAN

PEMBELAJARAN

TINGKAH LAKU

GURU

Tahap 1

Penyampaian tujuan

dan memotivasi

siswa

Guru menyampaikan

semua tujuan

pembelajaran yang ingin

dicapai pada pelajaran

tersebut dan memotivasi

siswa untuk belajar.

Tahap 2

Penyajian informasi

Guru menyajikan

informasi kepada siswa

dengan jalan demonstrasi

atau melalui bahan

bacaan.

Tahap 3

Pengorganisasian

siswa ke dalam

kelompok belajar

Guru menjelaskan

kepada siswa bagaimana

membentuk kelompok

belajar dan membantu

setiap kelompok agar

melakukan transisi

secara efisien.

Tahap 4

Pembimbingan

kelompok bekerja

dan belajar

Guru membimbing

kelompok-kelompok

belajar pada saat mereka

mengerjakan tugas.

Tahap 5

Pemberian evaluasi

Guru mengevaluasi

prestasi belajar tentang

materi yang telah

dipelajari atau pada saat

masing-masing

kelompok

mempresentasikan hasil

kerjanya.

Tahap 6

Pemberian

penghargaan

Guru memberikan

penghargaan atas upaya

dan prestasi belajar

individu dan kelompok.

Pembelajaran kooperatif memunyai

beberapa kelebihan dibandingkan dengan

model lain, di antaranya adalah sebagai

berikut.

(1) meningkatkan kemampuan siswa;

(2) meningkatkan rasa percaya diri;

(3) menumbuhkan keinginan untuk

menggunakan pengetahuan dan

keahlian;

(4) memperbaiki hubungan

antarkelompok.

Model pembelajaran kooperatif

juga memunyai beberapa kelemahan,

yakni

(1) memerlukan persiapan yang rumit

untuk melaksanakan;

(2) bila terjadi persaingan yang negatif,

hasilnya akan buruk;

(3) bila ada siswa yang malas atau ada

yang ingin berkuasa dalam

kelompok, mengakibatkan usaha

kelompok tidak berjalan

sebagaimana mestinya;

(4) adanya siswa yang tidak

memanfaatkan waktu sebaik-baiknya

dalam kelompok belajar (Slavin,

1995:2).

Melihat kelemahan-kelemahan

tersebut, dalam pelaksanaan metode

pembelajaran kooperatif diperlukan

seorang guru yang mampu menjadikan

kondisi kelas yang kondusif dan

sepenuhnya menguasai metode

pembelajaran kooperatif sehingga proses

pelaksanaannya akan menjadi lancar

sehingga siswa dapat berperan secara

aktif dalam proses pembelajaran, serta

siswa dapat bersaing secara positif.

Permainan Bingo

1. Uraian Singkat

Strategi ini membantu

mengingatkan kembali akan istilah-

istilah yang telah siswa pelajari selama

menempuh mata pelajaran. Strategi ini

menggunakan format permainan

Bingo.

2. Prosedur

(1) Susunlah sejumlah 24 atau 25

pertanyaan tentang materi

pelajaran

(2) Sortirlah pertanyaan menjadi lima

tumpukan. Labeli tiap tumpukan

dengan huruf B-I-N-G-O kartu

Bingo untuk tiap siswa. Kartu ini

mesti mirip betul dengan kartu

Bingo biasa, dengan nomor-

nomor dalam tiap 24 celah dalam

matrik 5 x 5 (celah tengah

“Kosong.”)

(3) Berikan sebuah pertanyaan. Jika

seorang siswa memiliki angkanya

dan dia dapat menuliskan

Page 10: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 5

jawabannya dengan benar, maka

dia dapat mengisi celah tersebut.

(4) Bila seorang siswa mencapai lima

jawaban benar dalam sebuah

deretan (baik vertical, horizontal

maupun diagonal), siswa tersebut

boleh meneriakkan “Bingo”.

Permainan dapat diteruskan

hingga ke 25 celah tersebut terisi.

3. Variasi

(1) Sediakan hadiah yang tidak

mahal, misalnya sebungkus

coklat, bila siswa mendapatkan

Bingo.

(2) Buatlah kartu yang memiliki sel-

sel yang sebelumnya diisi dengan

24 istilah utama (plus sel

“kosong” di tengahnya). Ketika

sebuah pertanyaan dibacakan, jika

siswa yakin bahwa salah satu dari

jawaban pada kartu itu cocok

dengan pertanyaan tersebut, dia

bisa menuliskan nomor

pertanyaanya di sampingnya.

Kerangka Berpikir

Penerapan penelitia tindakan kelas

dengan Bingo memberikan solusi

terhadap kekurangan atau kelemahan

siswa dalam memahami Operasi

Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan

Desimal. Secara skematis, hal tersebut

dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teoretis,

penelitian yang relevan, dan kerangka

berpikir, dapat diajukan hipotesis

tindakan sebagai berikut.

(1) Penerapan tindakan dalam

pembelajaran pada materi Operasi

Penjumlahan dan Pengurangan

Bilangan Desimal melalui

permainan Bingo dapat membuat

suasana belajar aktif, kreatif, efektif,

produktif, dan menyenangkan.

Sangat dimungkinkan, pada siklus

terakhir, pencapaian persentase

KKM siswa pada materi Sel

mencapai angka lebih dari 80%.

(2) Penerapan tindakan kelas dengan

permainan Bingo dapat mengubah

sikap dan perilaku siswa dalam

pembelajaran Matematika,

khususnya pada materi Operasi

Penjumlahan dan Pengurangan

Bilangan Desimal.

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain

penelitian tindakan kelas (PTK). PTK

merupakan kajian yang bersifat reflektif

oleh pelaku tindakan, dilakukan untuk

meningkatkan kematangan rasional dari

tindakan-tindakan dalam melakukan

tugas, memperdalam pemahaman

terhadap tindakan-tindakan yang

dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi

tempat praktik pembelajaran tersebut

dilakukan. Dengan kata lain, PTK

merupakan bentuk kajian dengan

melakukan tindakan-tindakan tertentu

agar dapat memperbaiki dan/atau

meningkatkan praktik-praktik

pembelajaran di kelas secara profesional.

Refleksi tindakan yang diperoleh

dapat berupa (1) praktik-praktik sosial

atau pendidikan yang dilakukan oleh

guru, (2) pemahaman terhadap praktik-

praktik tersebut, dan (3) situasi yang

melatarbelakangi praktik itu

dilaksanakan. Penelitian tindakan kelas

KONDISI

AWAL

Siswa belum

menggunakan model pembelajaran

Bingo.

Prestasi Belajar

Siswa Rendah.

KONDIS

I

AKHIR

TINDAKAN

(ACTION)

Prestasi belajar siswa

meningkat, baik

individu maupun kelompok;

Ada perubahan

sikap dan perilaku

siswa.

SIKLUS I

Siswa

menggunakan model

pembelajaran

Bingo

SIKLUS II

Siswa

menggunakan

model

pembelajaran

Bingo

Siswa menggunakan tindakan berupa

penggunaan model

pembelajaran Bingo

Page 11: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 6

dapat dilakukan secara kolaboratif, untuk

kemantapan rasional dalam pelaksanaan

tugas, serta memperbaiki kondisi tempat

praktik pembelajaran sendiri.

Prosedur yang dilaksanakan dalam

penelitian tindakan kelas ini berbentuk

siklus yang akan berlangsung lebih dari

satu siklus bergantung pada tingkat

keberhasilan target yang akan dicapai.

Setiap siklus dapat terdiri atas dua atau

lebih pertemuan. Prosedur penelitian

yang dipilih menggunakan model spiral

dari Kemmis dan Taggart. Siklus tersebut

dilakukan secara berulang dan

berkelanjutan, seperti tampak pada

gambar 3.1 berikut.

Gambar 2 Model PTK Kemmis & Mc Taggart (Arikunto,

2008:97)

Langkah-langkah pada siklus

tersebut, yaitu (1) perencanaan tindakan,

(2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi,

dan (4) refleksi. Langkah-langkah

tersebut dipaparkan berikut ini

Hasil Penelitian

1. Siklus I Tabel 2 Pengelolaan Pembelajaran (Siklus I)

NO ASPEK YANG DIAMATI PENILAIAN RT-

2 P1 P2

I

Pengamatan Pembelajaran

A. Pendahuluan

1. Memotivasi siswa 2. Menyampaikan tujuan

pembelajaran

3. Menghubungkan dengan pelajaran

sebelumnya

4. Mengatur siswa dalam kelompok-kelompok

belajar

2

2

3

3

2

2

3

3

2

2

3

3

B. Kegiatan inti

1. Mempresentasikan

langkah-langkah

metode pembelajaran kooperatif

2. Membimbing siswa

melakukan kegiatan 3. Melatih keterampilan

kooperatif

4. Mengawasi setiap kelompok secara

bergiliran

5. Memberikan bantuan kepada kelompok

yang mengalami

kesulitan

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

C. Penutup

1. Membimbing siswa

membuat rangkuman

2. Memberikan evaluasi

3 3

3 3

3 3

II Pengelolaan Waktu 2 2 2

III

Antusiasme Kelas

1. Siswa antusias 2. Guru antisias

2 3

2 3

2 3

JUMLAH 38 38 38

Keterangan:

Nilai: Kriteria

1) : Tidak Baik

2) : Kurang Baik

3) : Cukup Baik

4) : Baik

Berdasarkan tabel tersebut, aspek-

aspek yang mendapatkan kriteria kurang

baik adalah memotivasi siswa,

menyampaikan tujuan pembelajaran,

pengelolaan waktu, dan siswa antusias.

Keempat aspek yang mendapat nilai

kurang baik tersebut, merupakan suatu

kelemahan yang terjadi pada siklus I dan

akan dijadikan bahan kajian untuk

refleksi dan revisi yang akan dilakukan

pada siklus II.

Refleksi

Tindakan/

Observasi

Refleksi

Tindakan/

Observasi

Refleksi

Tindakan/

Observasi

Rencana

awal/rancang

an

Rencana yang

direvisi

Rencana yang

direvisi

Siklus I

Siklus II

Siklus III

Page 12: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 7

Tabel 3 Aktivitas Guru dan Siswa (Siklus I) NO AKTIVITAS GURU PRESENTASE

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Menyampaikan tujuan Memotivasi siswa

Mengkaitkan dengan pelajaran

sebelumnya Menyampaikan materi/ langkah-

langkah/ strategi

Menjelaskan materi yang sulit Membimbing dan mengamati siswa

dalam menemukan konsep

Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan

Memberikan umpan balik Membimbing siswa merangkum

pelajaran

5,0 8,3

8,3

6,7

13,3 21,7

10,0

18,3 8,3

NO AKTIVITAS SISWA PRESENTASE

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru

Mempelajari materi dari buku buku

Bekerja dengan sesama anggota kelompok

Diskusi antarsiswa/ antara siswa

dengan guru Menyajikan hasil pembelajaran

Menyajikan/ menanggapi

pertanyaan/ ide Menulis yang relevan dengan

pembelajaran

Merangkum pembelajaran Mengerjakan tes evaluasi

22,5

11,5

18,7

14,4

2,9

5,2

8,9

6,9

8,9

Berdasarkan tabel tersebut

tampak bahwa aktivitas guru yang

paling dominan pada siklus I adalah

membimbing dan mengamati siswa

dalam menemukan konsep, yaitu 21,7

%. Aktivitas lain yang presentasinya

cukup besar adalah memberi umpan

balik/ evaluasi, tanya jawab dan

menjelaskan materi yang sulit yaitu

masing-masing sebesar 13,3 %.

Sedangkan aktivitas siswa yang paling

dominan adalah mengerjakan/

memperhatikan penjelasan guru yaitu

22,5 %. Aktivitas lain yang

presentasinya cukup besar adalah

bekerja dengan sesama anggota

kelompok, diskusi antara siswa/ antara

siswa dengan guru, dan mempelajari

materi dari buku buku yaitu masing-

masing 18,7 % 14,4 dan 11,5%.

Pada siklus I, secaraa garis besar

kegiatan belajar mengajar dengan

metode pembelajaran kooperatif

model Permainan Binggo sudah

dilaksanakan dengan baik, walaupun

peran guru masih cukup dominan

untuk memberikan penjelasan dan

arahan, karena model tersebut masih

dirasakan baru oleh siswa.

Tabel 4 Nilai Tes pada Siklus I

NO NAMA SISWA L

/

P

NILAI

KETUNTASAN

YA TDK

1 72 √

2 50 √

3 72 √

...

38 72 √

RATA-RATA NILAI 72,7

JUMLAH 23 14

PERSENTASE 62,16 37,84

Tabel 5 Rekapitulasi UH Siklus I NO URAIAN NILAI

1

2

3

Nilai Rata-Rata Ulangan Harian

Jumlah Siswa yang Tuntas Belajar Persentase Ketuntasan Belajar

72,7

23 62,16

Jika dibuat dalam bentuk grafik,

akan tampak seperti grafik berikut ini.

Grafik 1 Rekapitulasi Hasil UH Siklus I

Dari tabel dan grafik tersebut,

dapat dijelaskan bahwa dengan

menerapkan metode belajar aktif

model tinjauan ala permainan Bingo

diperoleh nilai rata-rata prestasi

belajar siswa adalah 72,7 dan

ketuntasan belajar mencapai 62,16%

atau ada 23 siswa dari 37 siswa sudah

Page 13: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 8

tuntas belajar. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa pada siklus

pertama secara klasikal siswa belum

tuntas belajar, karena siswa yang

memperoleh nilai ≥ 75 hanya sebesar

62,16% lebih kecil dari persentase

ketuntasan yang dikehendaki, yaitu

sebesar 85%. Hal itu disebabkan siswa

banyak yang lupa dengan materi

pelajaran yang telah diajarkan selama

hampir satu semester ini.

2. Siklus II Tabel 6 Pengelolaan Pembelajaran (Siklus II)

NO ASPEK YANG DIAMATI PENILAIAN Rt-

2 P1 P2

I

Pengamatan Pembelajaran

A. Pendahuluan

1. Memotivasi siswa 2. Menyampaikan tujuan

pembelajaran 3. Menghubungkan

dengan pelajaran

sebelumnya 4. Mengatur siswa dalam

kelompok-kelompok

belajar

3 3

3

3

3 4

3

3

3 3.5

3

3

B. Kegiatan inti 1. Mempresentasikan

langkah-langkah

metode pembelajaran

kooperatif

2. Membimbing siswa

melakukan kegiatan 2. Melatih keterampilan

kooperatif

3. Mengawasi setiap kelompok secara

bergiliran

4. Memberikan bantuan kepada kelompok

yang mengalami

kesulitan

3

4

4

4

3

4

4

4

4

3

3,5

4

4

4

3

C. Penutup

1. Membimbing siswa

membuat rangkuman 2. Memberikan evaluasi

3

4

4

4

3,5

4

II Pengelolaan Waktu 3 3 3

III

Antusiasme Kelas

1. Siswa antusias 2. Guru antisias

4 4

3 4

3,5 4

JUMLAH 48 50 49

Keterangan: Nilai : Kriteria

1. : Tidak Baik

2. : Kurang Baik 3. : Cukup Baik

4. : Baik

Dari tabel tersebut, tampak

aspek-aspek yang diamati pada

kegiatan pembelajaran (siklus II) yang

dilaksanakan oleh guru dengan

menerapkan metode pembelajarn

kooperatif model permainan bingo

mendapatkan penilaian yang cukup

baik dari pengamat. Dari seluruh

penilaian tidak terdapat nilai kurang.

Namun demikian penilaian tesebut

belum merupakan hasil yang optimal,

untuk itu ada beberapa aspek yang

perlu mendapatkan perhatian untuk

penyempurnaan penerapan

pembelajaran selanjutnya. Aspek-

aspek tersebut adalah memotivasi

siswa, membimbing siswa

merumuskan simpulan/ menemukan

konsep, dan pengelolaan waktu.

Dengan penyempurnaan aspek-

aspek I atas penerapan metode

pembelajarn kooperatif model

permainan bingo diharapkan siswa

dapat menyimpulkan apa yang telah

mereka pelajari dan mengemukakan

pendapatnya sehingga mereka akan

lebih memahami tentang apa ynag

telah mereka lakukan.

Berikut disajikan hasil observasi

akivitas guru dan siswa.

Tabel 7 Aktivitas Guru dan Siswa (Siklus II)

NO

AKTIVITAS GURU YANG

DIAMATI PRESENTASE

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Menyampaikan tujuan Memotivasi siswa

Mengkaitkan dengan pelajaran

sebelumnya Menyampaikan materi/ langkah-

langkah/ strategi

Menjelaskan materi yang sulit Membimbing dan mengamati siswa

dalam menemukan konsep

Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan

Memberikan umpan balik

Membimbing siswa merangkum pelajaran

6,7 6,7

6,7

11,7

11,7 25,0

8,2

16,6

6,7

NO

AKTIVITAS SISWA YANG

DIAMATI PRESENTASE

1

2

3

4

Mendengarkan/ memperhatikan

penjelasan guru Mempelajari materi dari buku buku

Bekerja dengan sesama anggota

kelompok Diskusi antarsiswa/ antara siswa

dengan guru

17,9

12,1

21,0

13,8

Page 14: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 9

5

6

7

8

9

Menyajikan hasil pembelajaran

Menyajikan/ menanggapi pertanyaan/ ide

Menulis yang relevan dengan KBM

Merangkum pembelajaran Mengerjakan tes evaluasi

4,6

5,4

7,7

6,7 10,8

Berdasarkan tabel tersebut,

tampak bahwa aktivitas guru yang

paling dominan pada siklus II adalah

membimbing dan mengamati siswa

dalam menentukan konsep yaitu 25%.

Jika dibandingkan dengan siklus I,

aktivitas ini mengalami peningkatan.

Aktivitas guru yang mengalami

penurunan adalah memberi umpan

balik/evaluasi/ Tanya jawab (16,6%),

menjelaskan materi yang sulit (11,7).

Meminta siswa mendiskusikan dan

menyajikan hasil kegiatan (8,2%), dan

membimbing siswa merangkum

pelajaran (6,7%).

Sementara itu, untuk aktivitas

siswa yang paling dominan pada

siklus II adalah bekerja dengan sesama

anggota kelompok yaitu (21%). Jika

dibandingkan dengan siklus I,

aktivitas ini mengalami peningkatan.

Aktivitas siswa yang mengalami

penurunan adalah

mendengarkan/memperhatikan

penjelasan guru (17,9%). Diskusi

antarsiswa/ antara siswa dengan guru

(13,8%), menulis yang relevan dengan

KBM (7,7%) dan merangkum

pembelajaran (6,7%). Adapun

aktivitas siswa yang mengalami

peningkatan adalah mempelajari

materi dari buku buku (12,1%),

menyajikan hasil pembelajaran

(4,6%), menanggapi/mengajukan

Tabel 8 Nilai Tes pada Siklus II

NO NAMA SISWA L / P NILAI

KETUNTASAN

YA TDK

1 75 √

2 72 √

3 80 √

NO NAMA SISWA L / P NILAI

KETUNTASAN

YA TDK

...

37 75 √

RATA-RATA NILAI 78,2

JUMLAH 28 9

PERSENTASE 75,68 24,32

Tabel 9 Rekapitulasi Hasil Ulangan Harian (Siklus II)

NO URAIAN NILAI

1

2

3

Nilai rata-rata Ulangan Harian Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

78,2 28

75,68

Jika dibuat dalam bentuk grafik,

akan tampak seperti grafik yang

berikut ini.

Grafik 2 Rekapitulasi Hasil UH Siklus II

Dari tabel tersebut, diperoleh

nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 78,2 dan ketuntasan belajar

mencapai 75,68% atau ada 28 siswa

dari 37 siswa sudah tuntas belajar.

Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara

klasikal telah mengalami peningkatan

sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya

peningkatan hasil belajar siswa ini

karena siswa-siswa telah mulai

mengulang pelajaran yang sudah

diterimanya selama ini sehingga para

siswa sebagian sudah mengingat

meteri yang telah diajarkan oleh guru.

Page 15: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 10

3. Siklus III

a. Tahap Perencanaan

Tabel 10 Pengelolaan Pembelajaran Siklus III

NO ASPEK YANG DIAMATI PENILAIAN RT-

2 P1 P2

I Pengamatan KBM

A. Pendahuluan

1. Memotivasi siswa 2. Menyampaikan tujuan

pembelajaran

3. Menghubungkan dengan pelajaran

sebelumnya

4. Mengatur siswa dalam kelompok-kelompok

belajar

3 4

4

4

3 4

4

4

3 4

4

4

B. Kegiatan inti 1. Mempresentasikan

langkah-langkah

metode pembelajaran kooperatif

2. Membimbing siswa

melakukan kegiatan 3. Melatih keterampilan

kooperatif

4. Mengawasi setiap kelompok secara

bergiliran

5. Memberikan bantuan kepada kelompok

yang mengalami

kesulitan

4

4

4

\

4

3

4

4

4

3

3

4

4

4

3,5

3

C. Penutup

1. Membimbing siswa

membuat rangkuman

2. Memberikan evaluasi

1.

4

4

4

4

4

4

II Pengelolaan Waktu 3 3 3

III Antusiasme Kelas 2. Siswa antusias

3. Guru antisias

4

4

4

4

4

4

Jumlah 53 52 52,5

Keterangan : Nilai : Kriteria

1 : Tidak Baik

2.: Kurang Baik 3.: Cukup Baik

4.: Baik

Dari tabel tersebut, dapat dilihat

aspek-aspek yang diamati pada kegiatan

pembelajaran (siklus III) yang

dilaksanakan oleh guru dengan

menerapkan metode pembelajaran

kooperatif model permainan bingo

mendapatkan penilaian cukup baik dari

pengamat adalah memotivasi siswa,

memberikan bantuan pada kelompok

yang mengalami kesulitan, dan

pengelolaan waktu.

Penyempurnaan aspek-aspek

tersebut dalam menerapkan metode

pembelajaran kooperatif model

permainan bingo diharapkan dapat

berhasil semaksimal mungkin.

Tabel 11 Aktivitas Guru dan Siswa (Siklus III)

NO AKTIVITAS GURU YANG

DIAMATI %

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Menyampaikan tujuan

Memotivasi siswa

Mengkaitkan dengan pelajaran

sebelumnya

Menyampaikan materi/ langkah-

langkah/ strategi

Menjelaskan materi yang sulit

Membimbing dan mengamati

siswa dalam menemukan konsep

Meminta siswa menyajikan dan

mendiskusikan hasil kegiatan

Memberikan umpan balik

Membimbing siswa merangkum

pelajaran

6,7

6,7

10,7

13,3

10,0

22,6

10,0

11,7

10,0

NO AKTIVITAS SISWA YANG

DIAMATI %

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Mendengarkan/ memperhatikan

penjelasan guru

Mempelajari materi dari buku

buku

Bekerja dengan sesama anggota

kelompok

Diskusi antarsiswa/ antara siswa

dengan guru

Menyajikan hasil pembelajaran

Menyajikan/ menanggapi

pertanyaan/ ide

Menulis yang relevan dengan

KBM

Merangkum pembelajaran

Mengerjakan tes evaluasi

20,8

13,1

22,1

15,0

2,9

4,2

6,1

7,3

8,5

Berdasarkan tabel tersebut tampak

bahwa aktivitas guru yang paling

dominan pada siklus III adalah

membimbing dan mengamati siswa

dalam menemukan konsep yaitu 22,6%,

sedangkan aktivitas menjelaskan materi

yang sulit dan memberi umpan

balik/evaluasi/tanya jawab menurun

masing-masing sebesar (10%), dan

(11,7%). Aktivitas lain yang mengalami

peningkatan adalah mengkaitkan dengan

pelajaran sebelumnya (10%),

menyampiakan materi/strategi /langkah-

langkah (13,3%), meminta siswa

menyajikan dan mendiskusikan hasil

Page 16: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 11

kegiatan (10%), dan membimbing siswa

merangkum pelajaran (10%). Adapun

aktivitas ynag tidak menglami perubahan

adalah menyampaikan tujuan (6,7%) dan

memotivasi siswa (6,7%).

Sementara itu untuk aktivitas siswa

yang paling dominan pada siklus III

adalah bekerja dengan sesama anggota

kelompok yaitu (22,1%) dan

mendengarkan/memperhatikan

penjelasan guru (20,8%), aktivitas yang

mengalami peningkatan adalah

mempelajari materi dari buku buku siswa

(13,1%) dan diskusi antarsiswa/antara

siswa dengan guru (15,0%), sedangkan

aktivitas yang lainnya mengalami

penurunan.

Tabel 12 Nilai Tes pada Siklus III

NO NAMA SISWA L

/

P

NILAI

KETUNTASAN

YA TDK

1 80 √

2 75 √

3 85 √

...

37 80 √

RATA-RATA NILAI 82,6

JUMLAH 33 4

PERSENTASE 89,19 10,81

Tabel 12 Rekapitulasi Hasil UH Siklus III

No Uraian Hasil Siklus

III

1

2

3

Nilai Rata-Rata Ulangan

Harian

Jumlah Siswa yang Tuntas

Belajar

Persentase Ketuntasan

Belajar

82,6

33

89,19

Jika dibuat dalam bentuk grafik,

akan tampak seperti grafik yang berikut

ini.

Grafik 3 Rekapitulasi Hasil Ulangan Harian

Siswa pada Siklus III

Berdasarkan tabel tersebut,

diperoleh nilai rata-rata Ulangan Harian

sebesar 82,6 dan dari 37 siswa yang telah

tuntas sebanyak 33 siswa dan 4 siswa

belum mencapai ketuntasan belajar.

Maka secara klasikal ketuntasan belajar

yang telah tercapai sebesar 89,19%

(termasuk kategori tuntas). Hasil pada

siklus III ini mengalami peningkatan

lebih baik dari siklus II. Adanya

peningkatan hasil belajar pada siklus III

ini dipengaruhi oleh adanya usaha siswa

untuk mempelajari kembali materi ajar

yang telah disampaikan oleh guru.

Disamping itu siswa juga merasa belajar

mengulang ini adalah juga sebagai

persiapan untuk menghadapi ujian

kenaikan kelas yang sudah dekat

waktunya.

Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa

Melalui hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa metode belajar

aktif model tinjauan ala permainan

Bingo memiliki dampak positif dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa.

Hal ini dapat dilihat dari semakin

mantapnya pemahaman siswa

terhadap materi yang disampaikan

guru untuk menghadapi ujian

kenaikan kelas (ketuntasan belajar

meningkat dari sklus I, II, dan III)

yaitu masing-masing 62,16%, 75,68%,

dan 89,19%. Pada siklus III ketuntasan

Page 17: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 12

belajar siswa secara klasikal telah

tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam

Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data,

diperoleh aktivitas siswa dalam proses

metode pembelajaran kooperatif

model permainan bingo dalam setiap

siklus mengalami peningkatan. Hal ini

berdampak positif terhadap kualitas

belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan

dengan meningkatnya nilai rata-rata

siswa pada setiap siklus yang terus

mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa dalam

Pembelajaran

Berdasarkan analisis data,

diperoleh aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran dengan metode

pembelajaran kooperatif model

permainan bingo yang paling dominan

adalah bekerja dengan menggunakan

alat/media,

mendengarkan/memperhatikan

penjelasan guru, dan diskusi

antarsiswa/antara siswa dengan guru.

Jadi, dapat dikatakan bahwa aktivitas

isiswa dapat dikategorikan aktif.

Aktivitas guru selama

pembelajaran telah melaksanakan

langkah-langkah metode pembelajaran

kooperatif model permainan bingo

dengan baik. Hal ini terlihat dari

aktivitas guru yang muncul di

antaranya aktivitas membimbing dan

mengamati siswa dalam mengerjakan

kegiatan LKS/menemukan konsep,

menjelaskan materi yang sulit,

memberi umpan balik/evaluasi/tanya

jawab dimana persentase untuk

aktivitas tersebut cukup besar.

Simpulan

Dari hasil kegiatan pembelajaran

yang telah dilakukan selama tiga siklus,

dan berdasarkan seluruh pembahasan

serta analisis yang telah dilakukan dapat

disimpulkan sebagai berikut:

(1) Pembelajaran dengan metode belajar

aktif model tinjauan ala permainan

Bingo memiliki dampak positif

dalam meningkatkan prestasi belajar

siswa yang ditandai dengan

peningkatan ketuntasan belajar siswa

dalam setiap siklus, yaitu siklus I

(62,16%), siklus II (75,68%), siklus

III (89,19%).

(2) Penerapan metode belajar aktif

model tinjauan ala permainan Bingo

mempunyai pengaruh positif, yaitu

dapat meningkatkan motivasi belajar

siswa yang ditunjukan dengan rata-

rata jawaban siswa yang menyatakan

bahwa siswa tertarik dan berminat

dengan metode belajar aktif model

tinjauan ala permainan Bingo

sehingga mereka menjadi termotivasi

untuk belajar.

(3) Penerapan metode belajar aktif

model tinjauan ala permainan Bingo

efektif untuk mengingatkan kembali

materi ajar yang telah diterima siswa

selama ini sehingga siwa merasa siap

untuk menghadapi ulangan kenaikan

kelas yang segera akan dilaksanakan.

Daftar Rujukan

Arifin, Zainal. 1990. Evaluasi

Instruksional. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsini dkk. 2008. Penelitian

Tindakan Kelas. Jakarta: PT

Bumi Aksara.

Degeng, I Nyoman Sudana, 1997.

“Strategi Pembelajaran:

Mengorganisasi Isi

Pembelajaran dengan Model

Elaborasi” Disertasi Bahasan

tentang Temuan Penelitian.

Malang: IKIP Malang..

Hamalik, Oemar. 2002. Pendidikan Guru

Berdasar Pendekatan

Page 18: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 13

Kompetensi. Jakarta : Bumi

Aksara.

KBBI. 2008. Edisi Keempat. Jakarta:

Balai Pustaka.

Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988.

The Action Research Planner.

Victoria Dearcin University

Press.

Nurhadi. dkk. 2004. Teori-Teori

Pembelajaran Kognitif.

Universitas Negeri

Ratumanan, Tanwey Gerson. 2003.

“Pengembangan Model

Interaktif dengan Setting

Kooperatif”. Desertasi yang

tidak dipublikasikan. Surabaya:

Unesa.

Rohani. Ahmad. 2004. Pengelolaan

Pengajaran. Jakarta. PT

Rineka Cipta.

Samana A. 1992. Sistem Pengajaran.

Yogyakarta: Kanisius.

Soeparwoto dkk. 2003. Psikologi

Pendidikan. Surabaya: UPT

MKK Unnes Press.

Sudjana, N. 1997, Teknologi Pengajaran,

Sinar Baru, Bandung.

Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil

Proses Belajar Mengajar.

Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Suparno, A. Suhaenah. 2001.

Membangun Kompetensi

Belajar. Jakarta: Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi

Departemen Pendidikan

Nasional.

Suyatno. 2009. ”Pembelajaran Aktif,

Inovatif, Efektif, dan

Menyenangkan”. Modul Guru

SMP. PLPG 2009.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi

Pendidikan. Bandung: Remadja

Rosda Karya.

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru

Profesional. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Wardhani, Wihardit Kuswaya. 2007.

Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta: Universitas Terbuka.

www.puskur.net/naskahak

ademik/naskahakademikbasing/

doc). Diakses pada 1 Januari

2015.

Yamin. Martinis. 2006. Pembelajaran

Berbasis Kompetensi. Jakart.

PT Gaung Persada Press.

Page 19: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 14

ISSN : 2337-3253

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI TEKS NEGOSIASI

MELALUI BERMAIN PERAN

(Yustinus Budi Setyanta)

ABSTRACT

The study was designed as a classroom action research, aimed at describing the

process, results, and responses of class X IPA-2 students of Surabaya 11 High School

Odd Semester 2016/2017 Academic Year on the application of learning models Role

Playing to improve student learning achievement in the Negotiation Text material.

Methods of collecting data in the form of observations, tests, and questionnaires.

These data are used to determine the results and responses of students to the application

of the Role Play learning model to improve student learning achievement in learning

Indonesian in the Negotiation Text material.

Based on the results of the study, the average grade in the first cycle was 74.5 and

in Cycle II it increased to 80.1. Learning completeness in Cycle II was 89.5%, increasing

from the previous cycle which was only 60.5%.

The results of research on student responses to the use of learning models also

indicate a positive thing. This is evident from the increase in student activity, both in the

aspects of work assignments, discussion of tasks, and during the evaluation. The

percentage of these aspects shows an increase from Cycle I to Cycle II.

Thus, based on the results of the first and second cycle learning evaluations, it can

be concluded that the use of the Role Playing learning model can improve Indonesian

language learning achievement in the Negotiation Texts material for tenth grade students

of IPA 11 SMA Negeri 11 Surabaya Odd Academic Year 2016/2017. This is an

indication of interest in role playing learning models.

For this reason, it is suggested that the results of this study should be used as

information and references in the development of education so that it becomes a creative

and fun alternative learning.

Keywords: Learning Achievement, Student Response, Negotiating Text, Role Playing

Pendahuluan

Proses belajar adalah aktivitas

mental/psikis, yang berlangsung dalam

interaksi. Aktif dengan lingkungan, yang

menghasilkan perubahan-perubahan

dalam pengetahuan, pemahaman,

keterampilan nilai dan sikap. Perubahan

ini relatif konstan (tetap) atau berbekas

(Winkel, 1991:200). Lebih lanjut

dikatakan bahwa setiap kegiatan belajar

akan menghasilkan suatu perubahan pada

diri siswa, perubahan ini akan tampak

pada tingkah laku atau prestasi siswa.

Penelitian ini diharapkan dapat

membekali keterampilan dasar

berkomunikasi siswa Kelas X IPA-2

SMA Negeri 11 Surabaya karena Teks

Negosiasi sangat diperlukan dalam

kehidupan sehari-hari, terutama untuk

menemukan suatu kesepakatan atas

perbedaan di antara dua atau lebih pihak.

Atas dasar harapan dan kenyataan di

atas, dalam kesempatan ini penulis

memaparkan hasil Penelitian Tindakan

Kelas yang berjudul “Peningkatan

Prestasi Belajar pada Materi Teks

Page 20: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 15

Negosiasi melalui Model Pembelajaran

Bermain Peran Siswa Kelas X IPA-2

SMA Negeri 11 Surabaya Semester

Ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017”.

Prestasi Belajar

Berhasil atau tidaknya suatu kegiatan

pembelajaran dapat dilihat dari prestasi

belajarnya. Prestasi belajar seseorang

dapat dilihat ditunjukkan dari prestasi

yang dicapainya. Kata “prestasi” berasal

dari bahasa Belanda, yaitu prestatie.

Kemudian menjadi „prestasi‟ yang berarti

hasil usaha” (Arifin, 1990: 2). Dengan

demikian prestasi belajar dapat diartikan

sebagai hasil usaha yang telah dicapai

dalam belajar.

Berdasarkan pengertian di atas dapat

diasumsikan, bahwa prestasi belajar

Bahasa Indonesia adalah hasil yang

dicapai pada taraf terakhir setelah

melakukan kegiatan belajar. Prestasi ini

dapat dilihat dari kemampuan mengingat

dan kemampuan intelektual siswa di

bidang studi Bahasa Indonesia, perolehan

nilai dan sikap positif siswa dalam

mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia dan

terbentuknya keterampilan siswa yang

semakin meningkat dalam

mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya.

Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dicirikan

oleh suatu struktur, yakni tugas dan

penghargaan kooperatif siswa yang

bekerja dalam situasi pembelajaran

kooperatif. Siswa didorong untuk bekerja

sama pada satuan tugas dan harus

mengoordinasikan usahanya untuk

menyelesaikan tugasnya secara kooperatif

(Ibrahim, 2000:51). Berdasarkan hal

tersebut, Nur (1999:28) menambahkan

bahwa pembelajaran kooperatif

memberikan kerangka pembelajaran yang

dapat digunakan oleh guru untuk

mencapai tujuan sosial.

Ratumanan (2003:30) menyatakan

bahwa belajar dengan latar kooperatif

memberikan beberapa manfaat bagi

siswa, yaitu (1) dapat saling membantu

dalam aktivitas belajar, (2) pandai

sekaligus dapat berfungsi sebagai tutor

sebaya, (3) adanya interaksi secara

berkelanjutan dan teratur antara siswa

dalam kelompok, dan (4) dapat

meningkatkan penguasaan terhadap bahan

ajar dan kemampuan berkomunikasi.

Bermain Peran (Role Play) Kegiatan Bermain Peran (Role

Play) adalah sejenis permainan gerak

yang didalamnya ada tujuan, aturan dan

sekaligus melibatkan unsur senang (Jill

Hadfield, 1986:86) dalam Bermain Peran

siswa dikondisikan pada situasi tertentu di

luar kelas meskipun saat itu pembelajaran

terjadi di dalam kelas, dengan

menggunakan bahasa.

Lebih lanjut prinsip pembelajaran

bahasa menjelaskan bahwa dalam

pembelajaran bahasa siswa akan lebih

berhasil jika mereka diberi kesempatan

menggunakan bahasa dengan melakukan

berbagai kegiatan bahasa. Bila merteka

berpatisipasi mereka akan lebih mudah

menguasai apa yang mereka pelajari (

Boediono,2001:16). Jadi dalam

pembelajaran siswa harus aktif. tanpa

adanya aktivitas, maka proses

pembelajaran tidak mungkin terjadi

(Sardiman, 2001:4).

Model pembelajaran Cooperative

Menurut Spencer Kagan dan Robert

Slavin merujuk pada seperangkat metode

pembelajaran dimana para siswa bekerja

dalam kelompok-kelompok belajar kecil

yang berkemampuan campuran akan

bermanfaat untuk menyampaikan

pengetahuan dan nilai dalam proses sekali

jadi nilai itu adalah nilai kerjasama dan

kepekaan sosial serta membentuk

keakraban dan kekompakan di dalam

kelas. Manfaat lain adalah bahwa

Bermain Peran adalah salah satu model

pembelajaran cooperative yang dapat

dikembangkan untuk menumbuhkan

Page 21: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 16

keterampilan dasar yang dibutuhkan

dalam hidup serta dapat meningkatkan

kemampuan akademis, rasa percaya diri

dan sikap positif terhadap sekolah.

(Mulyono, 2008:7).

Langkah langkah dalam

pembelajaran Bermain Peran, seperti

yang diutarakan oleh Mulyono (2008:5),

adalah sebagai berikut. Tabel 1 Langkah Pembelajaran Bermain Peran

No Tahapan

Pembelajaran Aktivitas

1 Pendahuluan (1) Guru menyusun

/menyiapkan

skenario yang akan

ditampilkan.

(2) Guru menjelaskan

tentang kompetensi

yang akan dicapai.

2 Pemberian

Materi

(1) menunjuk beberapa

siswa untuk

mempelajari

skenario dua hari

sebelum kegiatan

belajar mengajar.

(2) memanggil siswa

yang sudah ditunjuk

untuk melakonkan

skenario yang sudah

dipersiapkan.

3 Pembentukan

Kelompok

(1) membentuk

kelompok siswa

yang beranggotakan

lima orang.

(2) masing-masing

kelompok duduk di

kelompoknya sambil

memperhatikan dan

mengamati skenario

yang sedang di

peragakan.

(3) masing-masing

siswa diberikan

kertas sebagai

lembar kerja untuk

dibahas.

(4) masing-masing

kelompok

menyampaikan

simpulannya.

4 Penutup Guru memberikan

simpulan secara umum

dan mengadakan

evaluasi.

Tujuan yang hendak dicapai dengan

model pembelajaran Bermain Peran (Role

Play) di antaranya (1) mengerti perasaan

orang lain, (2) membagi pertanggungan

jawab dan ikut memikulnya, (3)

menghargai pendapat orang lain, dan (4)

mengambil keputusan dalam kelompok.

Ada tiga syarat yang perlu

diperhatikan dalam Bermain Peran, yaitu

(1) harus menaruh perhatian atas masalah

yang dikemukakan, (2) harus mempunyai

gambaran yang jelas mengenai pokok

masalah (bahasan) yang dibahas, dan (3)

harus dipandang sebagai suatu masalah

sosial bukan sebagai permainan hiburan

semata. Ada tiga langkah pelaksanaan

pembelajaran melalui Bermain Peran,

yaitu (1) menentukan situasi sosial, (2)

memilih pelaku, dan (3) mempersiapkan

para penonton.

Bermain Peran dimaksudkan

sebagai alat pelajaran untuk memahami

perasaan dan pendirian orang lain yang

berbeda dengan kita. Apa yang dipelajari

dalam Bermain Peran sangat berguna

bagi siswa dalam hubungan sosial dengan

orang lain. Oleh karena itu guru

hendaknya memilih masalah-masalah

yang terdapat dalam kehidupan sehari-

hari. Misalnya menggunakan kegiatan

pembelajaran yang baik dan benar, serta

etika berkomunikasi.

Atas dasar paparan di atas maka

model pembelajaran Bermain Peran,

digunakan untuk meningkatkan prestasi

belajardi SMA Negeri 11 Surabaya,

dalam penelitian ini sebagai variabel

pertama.

Teks Negosiasi

1. Pengertian Teks Negosiasi Teks negosiasi ialah teks yang

berisi rangkaian interaksi sosial untuk

saling bertukar pikiran mencari

penyelesaian bersama antara pihak-

pihak yang memiliki kepentingan

bersama, yang dapat disampaikan baik

Page 22: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 17

secara tulis maupun lisan. Pada

rangkaian negosiasi, pihak-pihak

tersebut berusaha menyelesaikan

perbedaan dengan cara-cara yang baik

tanpa merugikan salah satu pihak

dengan cara berdialog.

2. Unsur Penting Negosiasi yang

Terdapat dalam Teks Negosiasi (1) Suatu bentuk keterampilan yang

esensial untuk meraih sukses.

(2) Suatu bentuk kegiatan

pemecahan masalah.

(3) Pelaksanaan negosiasi

mencerminkan kepribadian

seseorang atau kelompok

3. Struktur, Kaidah, dan Ciri Teks

Negosiasi

Menyusun/menentukan struktur,

kaidah, dan ciri dari suatu teks

negosiasi. Struktur negosiasi adalah

(1) penyampaian maksud dilakukan

oleh pihak pertama, (2) pihak kedua

kemudian menyanggah, (3) pihak

pertama menyampaiakan argumentasi

atau bujukan, (4) pihak kedua

kembali menyatakan penolakan

dengan argumentasi, dan (5) terjadi

persepakatan: saling memberikan

tawaran.

Kaidah negosiasi adalah (1)

melibatkan dua pihak atau lebih secara

perseorangan, kelompok, atau

perwakilan organisasi atau

perusahaan, (2) berupa kegiatan

komunikasi langsung menggunakan

bahasa lisan, didukung oleh gerak

tubuh dan ekspresi wajah, (3)

mengandung konflik, pertentangan,

ataupun perselisihan, (4)

menyelesaikannya melalui tawar-

menawar (bargain) atau tukar-menukar

(barter), (5) menyangkut suatu

rencana, program, suatu keinginan,

atau sesuatu yang belum terjadi, dan

(6) berujung pada dua hal: sepakat atau

tidak sepakat.

Ciri teks negosiasi berisi

rangkaian peristiwa negosiasi atau

berisi rangkaian interaksi sosial

untuk saling bertukar pikiran mencari

penyelesaian bersama.

Kerangka Berpikir

Penerapan penelitian tindakan kelas

dengan model pembelajaran Bermain

Peran ini memberikan solusi terhadap

kekurangan atau kelemahan siswa dalam

memahami materi pembelajaran. Secara

skematis, hal tersebut dapat dilihat pada

gambar 2.2 berikut

Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) ini adalah:

“Penggunaan model pembelajaran

Bermain Peran dapat meningkatkan

prestasi belajar pada materi Teks

Negosiasi siswa Kelas X IPA-2 SMA

Negeri 11 Surabaya Semester Ganjil

Tahun Pelajaran 2016/2017.

Desain Penelitian

Penelitian ini didesain sebagai

penelitian tindakan (action research).

Kegiatan ini dilakukan dengan mengikuti

alur pokok sebagai berikut: (1) refleksi

awal, (2) perencanaan tindakan, (3)

pelaksanaan tindakan dan pengamatan,

(4) refleksi. Agar lebih jelasnya akan

kegiatan alur kegiatan Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) ini selengkapnya

dipaparkan pada bagan berikut.

Page 23: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 18

Bagan 1 Alur PTK Siklus I

Siklus I

Perencanaan Pelaksanaan Refleksi

Penggunaan metode role

play untuk meningkatkan

ketrampilan berbicara bahasa

indonesia

§ LKS

§ Materi

§ Media dan sumber

§ Instrumen perekam data

· Melaksanakan tindakan pertemuan I dan II

· Pengamatan tindakan

· Saat role play

· Saat diskusi

Analisis data proses dan

hasil tindakan dari :

· Proses belajar

· Hasil belajar

Hasil temuan dan

rekomendasiBelum memuaskan hasilnya

Bagan 2 Alur PTK Siklus II

Siklus II

Perencanaan Pelaksanaan Refleksi

Penggunaan metode role

play untuk meningkatkan

ketrampilan berbicara bahasa

indonesia

§ LKS

§ Materi

§ Media dan sumber

§ Instrumen perekam data

· Melaksanakan tindakan pertemuan I dan II

· Pengamatan tindakan

· Saat role play

· Saat diskusi

Analisis data proses dan

hasil tindakan dari :

· Proses belajar

· Hasil belajar

Hasil temuan

dan

rekomendasi

Belum

memuaskan

hasilnya

BERHASIL KESIMPULAN

Hasil Penelitian 1. Siklus I

a. Perencanaan

(1) membuat setting Bermain

Peran;

(2) menyiapkan soal-soal evaluasi;

(3) menyiapkan instrumen berupa

kuesioner, lembar observasi,

catatan lapangan;

(4) merancang pembentukan

kelompok;

(5) memberikan penjelasan kepada

siswa tentang kompetensi dasar

yang harus dikuasai, yaitu

Memproduksi Teks Negosiasi.

b. Pelaksanaan Tindakan

1) Pertemuan Pertama Kegiatan

Awal

- Mengucap salam.

- Mengecek kehadiran

siswa.

- Menginformasikan KI,

KD, dan indikator

materi yang akan

diberikan.

- Apersepsi dan motivasi

Kegiatan

Inti

- Guru memberikan

petunjuk kegiatan

pembelajaran melalui

Model Pembelajaran

Bermain Peran.

- Guru membentuk

kelompok, dengan cara

kelas dibagi menjadi 6

kelompok sehingga

setiap kelompok terdiri

atas 6 s.d. 7 siswa.

- Guru memberikan topik

Penggunaan Role Play untuk

meningkatkan prestasi belajar

Penggunaan Role Play untuk

meningkatkan prestasi belajar

Gambar 2 Skema Kerangka Berpikir

KONDISI

AWAL

Siswa belum

menggunakan

model pembelajaran

Bermain Peran

Hasil belajar

siswa rendah.

TINDA

KAN

KONDI

SI

AKHIR

Kemampuan

memahami materi

Teks Negosiasi

meningkat, baik

individu maupun

kelompok; adanya

perubahan

sikap dan perilaku

siswa.

SIKLUS I

Siswa

menggunakan

model

pembelajaran

Role Play.

SIKLUS II

Siswa

menggunakan

model

pembelajaran

Bermain Peran.

.

Siswa menggunakan

tindakan berupa

penggunaan model

pembelajaran

Bermain Peran.

Page 24: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 19

pada masing-masing

kelompok untuk

dimainkan.

· Kelompok I

(Kesehatan)

· Kelompok II

(Pendidikan)

· Kelompok III

(Lingkungan)

· Kelompok IV

(Olah Raga)

· Kelompok V

(Perdagangan)

· Kelompok VI

(Budaya)

- Guru meminta masing-

masing kelompok

untuk melaksanakan

diskusi untuk

menyusun teks

negosiasi sesuai

struktur dan kaidah

kebahasaan teks

negosiasi.

- Guru meminta masing-

masing kelompok

untuk berlatih dalam

seting Bermain Peran.

Kegiatan

Penutup

- Guru, bersama-sama

dengan siswa, membuat

refleksi dan simpulan

atas kegiatan

pembelajaran.

- Guru mengingatkan

siswa untuk

melanjutkan tugas

memproduksi teks

negosiasi atas masukan

yang diberikan guru.

2) Pertemuan Kedua Kegiatan

Awal

- Mengucap salam.

- Mengecek kehadiran

siswa.

- Apersepsi dan motivasi

- Menanyai siswa

tentang tugas yang

diberikan sebelumnya,

yaitu tentang

memproduksi teks

negosiasi.

Kegiatan

Inti

- Guru meminta masing-

masing kelompok

untuk

mempresentasikan

hasil latihannya di

depan kelas.

- Guru membuat

penilaian produk dalam

seting Bermain Peran.

- Siswa dari kelompok

lain memberikan

masukan dan

tanggapan atas

presentasi kelompok

dalam seting Bermain

Peran.

- Guru melakukan

evaluasi untuk

mengukur pengetahuan

siswa tentang teks

Negosiasi.

Kegiatan

Penutup

- Guru membuat

rangkuman bersama

siswa atas jalannya

Bermain Peran yang

sudah dilakukan,

termasuk membahas

materi atas pertanyaan

yang muncul.

- Guru memberikan

angket untuk menjaring

respon siswa terhadap

pelaksanaan kegiatan

pembelajaran melalui

Model Pembelajaran

Bermain Peran.

c. Pengamatan

Minat belajar siswa dapat

dilihat aktivitas siswa dalam

mengerjakan tugas, pembahasan

LKS, dan pengerjaan evaluasi pada

Siklus I, seperti tampak pada tabel

berikut.

Tabel 2 Aktivitas Siswa dalam

Mengerjakan Tugas (Siklus I) NO NAMA SISWA

ASPEK

A B C D E

1 ADAM JULIAN

PANGESTU V V

2 ADDIN EKA

SEPTIANI V V V

3 AKMAL KEANE

RAMADHAN V V V

35 TIKA YURANTI V V V V V

JUMLAH 23 24 24 23 18

PERSENTASE 65.7 68.6 68.6 65.7 51.4

PERSENTASE RATA-

RATA 64,0

Keterangan

A: Berdisiplin Waktu

B: Aktivitas yang Tinggi

C: Mengerjakan Tepat Waktu

D: Mengerjakan Sebaik Mungkin

E: Bergairah Belajar

Page 25: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 20

Jika digambarkan dalam

bentuk grafik, akan tampak seperti

grafik yang berikut.

Grafik 1 Aktivitas Siswa dalam

Mengerjakan Tugas (Siklus I)

Dari tabel dan grafik tersebut,

terindikasikanbahwa siklus I ini

keaktifan siswa dalam mengerjakan

tugas belum memenuhi harapan

karena persentase rata-rata baru

sebesar 64,0 % (masih di bawah 80

%).

Pada tahap selanjutnya guru

mengajak siswa untuk membahas

hasil pengerjaan tugas dengan cara

memberikan kebebasan kepada

siswa untuk menulis jawaban di

papan tulis. Setelah itu, dilakukan

pembahasan bersama. Siswa yang

menjawab salah atau kurang

sempurna harus diulang untuk

menyempurnakan jawabannya. Hal

itu dimaksudkan agar selanjutnya

tidak mengalami kesalahan.

Apabila tidak diperbaiki,

kesalahan tersebut terbawa pada

kegiatan selanjutnya. Agar lebih

jelasnya dapat dilihat aktivitas siswa

dalam mengerjakan hasil

mengerjakan tugas Siklus I di papan

tulis pada tabel berikut.

Tabel 3 Aktivitas Siswa dalam

Pembahasan Tugas (Siklus I) NO NAMA SISWA

ASPEK

A B C D E

1 ADAM JULIAN

PANGESTU V V V

2 ADDIN EKA

SEPTIANI V V V

3 AKMAL KEANE

RAMADHAN V V V

...

35 TIKA YURANTI V V V V V

JUMLAH 26 28 26 25 19

PERSENTASE 74.3 80.0 74.3 71.4 54.3

PERSENTASE RATA-

RATA 70,9

Keterangan

A: Berdisiplin Waktu

B: Aktivitas yang Tinggi

C: Mengerjakan Tepat Waktu

D: Mengerjakan Sebaik Mungkin

E: Bergairah Belajar

Jika dibuat dalam bentuk

grafik, akan tampak seperti grafik

yang berikut ini.

Grafik 2 Aktivitas Siswa dalam

Pembahasan Tugas (Siklus I)

Dari tabel dan grafik tersebut,

terindikasikanbahwa pada siklus ini

aktivitas siswa telah cukup baik

meskipun belum memuaskan. Siswa

mencapai nilai rata-rata 70,9 %

(masih di bawah 80 %), berarti

masih dalam katagori cukup. Dari

jawaban siswa di papan tulis dari 10

soal yang dikerjakan 8 soal dapat

dikatagorikan benar, sedangkan 2

soal masih salah. Selanjutnya, guru

mengadakan perbaikan dan

penyempurnaan dalam proses

pembelajaran pemantapan

penggunaan model pembelajaran

Bermain Peran untuk menghadapi

kegiatan selanjutnya ialah tahap

penilaian.

Pada akhir tahap ini guru

memberikan penilaian akan hasil

belajar mereka. Hal ini

dimaksudkan untuk lebih

memberikan motivasi kepada siswa

agar mereka bekerja dengan

sungguh-sungguh sebab semakin

sempurna dan teliti jawabannya

Page 26: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 21

akan mendapat nilai yang lebih

baik.

Tahap berikut ini diadakan

ulangan tertulis. Materi tersebut

berasal dari semua materi yang telah

dipelajari siswa berkaitan dengan

“teks negosiasi”. Jumlah soal

sebanyak 10 soal dengan waktu

yang disediakan 30 menit.

Pada saat mengerjakan

evaluasi terlihat adanya motivasi

siswa untuk mengerjakan tugas

dengan sebaik-sebaiknya. Hal itu

dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4 Aktivitas Siswa dalam

Evaluasi Siklus I NO NAMA SISWA

ASPEK

A B C D E

1 ADAM JULIAN

PANGESTU V V V V V

2 ADDIN EKA

SEPTIANI V V V V V

3 AKMAL KEANE

RAMADHAN V V V V

...

35 TIKA YURANTI V V V V

JUMLAH 28 30 29 28 31

PERSENTASE 80.0 85.7 82.9 80.0 88.6

RATA-RATA 83,4

Jika dibuat dalam bentuk

grafik, akan tampak seperti grafik

yang berikut ini.

Grafik 3 Aktivitas Siswa dalam

Evaluasi Siklus I

Dari tabel dan grafik tersebut,

terlihat bahwa dalam evaluasi siklus

I ini ada peningkatan yang cukup

berarti dalam mengerjakan evaluasi,

yaitu siswa mencapai persentase

rata-rata 83,4% yang dapat

dikatakan berkatagori baik.

Dari hasil evaluasi siklus I

memang telah menunjukkan hasil

belajar yang sempurna, namun

masih ada 14 siswa yang nilainya

masih rendah (kurang dari 72

(KKM=72) ). Untuk itu, perhatikan

tabel berikut ini.

Tabel 5 Hasil Evaluasi Belajar

Siklus I NO NAMA SISWA NILAI

KETUNTASAN

YA TDK

1

ADAM JULIAN

PANGESTU

52 V

2 ADDIN EKA SEPTIANI 70 V

3

AKMAL KEANE

RAMADHAN

72 V

35 TIKA YURANTI 53 V

RATA-RATA NILAI 70,6

JUMLAH SISWA TUNTAS/TIDAK

TUNTAS

21 14

PERSENTASE KETUNTASAN (%) 60,0 40,0

KKM: 72

Grafik 4 Hasil Evaluasi Belajar

Siklus I

Dari Hasil Evaluasi Belajar

Siklus I tampak bahwa nilai rata-

rata yang diperoleh siswa sebesar

70,6 dengan ketuntasan sebesar

60,0% karena masih terdapat 14

siswa yang nilainya kurang dari 72

(KKM=72). Hal itu

mengindikasikan bahwa tujuan

pembelajaran belum tercapai secara

maksimal. Untuk itu, perlu

perbaikan terhadap beberapa siswa

yang nilainya masih rendah kurang

KKM. Perlu penyempurnaan pada

Siklus II, tentang proses

pembelajaran, refleksi dan

Page 27: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 22

rekomendasi catatan di lapangan

untuk perbaikan pembelajaran

berikutnya.

d. Refleksi

(1) Antusiasme siswa dalam

kegiatan pembelajaran melalui

Model Pembelajaran Bermain

Peran sudah menampakkan

peningkatan meskipun masih

jauh dari harapan.

(2) Kegiatan Bermain Peran masih

kacau karena siswa banyak

yang belum memahami aturan

permainan, sementara waktu

yang disediakan untuk Bermain

Peran kurang.

(3) Untuk meningkatkan aktivitas

dan prestasi siswa, pada siklus

II perlu diadakan perbaikan

kegiatan pembelajaran berupa:

(a) tempat duduk siswa

berdekatan dengan anggota

kelompoknya untuk

mempercepat berkumpul

kelompok.

(b) Pada saat pembahasan

tugas di papan tulis guru

sebaiknya menuliskan

nomor-nomor soal yang

akan dikerjakan siswa

secara berurutan di papan

tulis, kemudian menunjuk

siswa untuk mengisi agar

urut dan mudah untuk

pembahasannya serta

situasi di depan papan tulis

lebih teratur.

(c) Dalam mengoreksi hasil

evaluasi belajar siswa

dilakukan dengan koreksi

silang dengan cara

menukarkan lembar

jawaban LKS. Tahapan

selanjutnya ialah Siklus II

(d) Guru menambah durasi

pelaksanaan Bermain

Peran

(e) Guru meminta setiap

kelompok menggunakan

backsound musik agar

pelaksanaan Bermain

Peran lebih bagus.

(f) Waktu yang diberikan

kepada tiap kelompok

untuk presentasi Bermain

Peran diperpanjang.

(g) Perlu diupayakan

penggunaan backsound

agar kegiatan Bermain

Peran menjadi semakin

meriah.

2. Siklus II

a. Perencanaan

(1) Membuat setting Bermain

Peran;

(2) Menyiapkan soal-soal evaluasi;

(3) Menyiapkan instrumen berupa

kuesioner, lembar observasi,

catatan lapangan;

(4) Merancang pembentukan

kelompok;

(5) Memberikan penjelasan kepada

siswa tentang kompetensi dasar

yang harus dikuasai, yaitu

memproduksi teks negosiasi

b. Pelaksanaan Tindakan

1) Pertemuan Pertama TAHAPAN AKTIVITAS

Kegiatan

Awal

- Mengucap salam.

- Mengecek kehadiran siswa. - Menginformasikan KI, KD,

dan indikator materi yang akan diberikan.

- Apersepsi dan motivasi

Kegiatan

Inti

- Guru menyampaikan

kembali petunjuk kegiatan

pembelajaran melalui Model Pembelajaran Bermain

Peran.

- Guru membentuk kelompok, dengan cara kelas dibagi

menjadi 6 kelompok

sehingga setiap kelompok terdiri atas 6 s.d. 7 siswa.

- Guru memberikan topik pada

masing-masing kelompok

untuk dimainkan.

· Kelompok I

(Kesehatan)

· Kelompok II

(Pendidikan)

Page 28: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 23

TAHAPAN AKTIVITAS

· Kelompok III (Lingkungan)

· Kelompok IV (Olah Raga)

· Kelompok V (Perdagangan)

· Kelompok VI (Budaya)

- Guru meminta siswa untuk melaksanakan diskusi dan

berlatih dalam Bermain

Peran dengan durasi yang lebih lama.

- Guru meminta setiap

kelompok menggunakan

backsound musik agar pelaksanaan Bermain Peran

lebih bagus.

- Guru meminta masing-

masing kelompok untuk

mempresentasikan hasil

latihannya di depan kelas.

Kegiatan

Penutup

- Guru, bersama-sama dengan siswa, membuat refleksi dan

simpulan atas kegiatan

pembelajaran. - Guru mengingatkan siswa

untuk melanjutkan tugas

memproduksi teks negosiasi

atas masukan yang diberikan guru.

2) Pertemuan Kedua TAHAPAN AKTIVITAS

Kegiatan

Awal

- Mengucap salam.

- Mengecek kehadiran siswa. - Apersepsi dan motivasi

- Menanyai siswa tentang

tugas yang diberikan sebelumnya, yaitu tentang

memproduksi teks negosiasi.

Kegiatan

Inti

- Guru meminta masing-

masing kelompok untuk mempresentasikan hasil

latihannya di depan kelas.

- Waktu yang diberikan

kepada tiap kelompok untuk presentasi Bermain Peran

diperpanjang. - Guru membuat penilaian

produk dalam seting

Bermain Peran.

- Siswa dari kelompok lain

memberikan masukan dan tanggapan atas presentasi

kelompok dalam seting

Bermain Peran. - Guru melakukan evaluasi

untuk mengukur

pengetahuan siswa tentang teks Negosiasi.

Kegiatan

Penutup

- Guru membuat rangkuman

bersama siswa atas jalannya

Bermain Peran yang sudah dilakukan, termasuk

membahas materi atas

pertanyaan yang muncul. - Guru memberikan angket

untuk menjaring respon

siswa terhadap pelaksanaan

kegiatan pembelajaran

TAHAPAN AKTIVITAS

melalui Model Pembelajaran Bermain Peran.

c. Pengamatan

Dengan mengamati proses

dan hasil evaluasi belajar siswa

pada Siklus I, penulis melakukan

penyempurnaan-penyempurnaan

yang hasilnya dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 6 Aktivitas Siswa dalam

Mengerjakan Tugas Siklus II NO NAMA SISWA

ASPEK

A B C D E

1 ADAM JULIAN

PANGESTU V V V V V

2 ADDIN EKA

SEPTIANI V V V V V

3 AKMAL KEANE

RAMADHAN V V V V V

35 TIKA YURANTI V V V V V

JUMLAH 33 33 31 29 32

PERSENTASE 94.3 94.3 88.6 82.9 91.4

PERSENTASE RATA-

RATA 90,3

Keterangan

A: Berdisiplin Waktu

B: Aktivitas yang Tinggi

C: Mengerjakan Tepat Waktu

D: Mengerjakan Sebaik Mungkin

E: Bergairah Belajar

Jika dibuat dalam bentuk

grafik, akan tampak seperti grafik

yang berikut ini.

Grafik 5 Aktivitas Siswa dalam

Mengerjakan Tugas Siklus II

Dari tabel dan grafik tersebut,

terindikasikan bahwa pada Siklus II

terjadi peningkatan aktivitas siswa

pada saat mengerjakan tugas Siklus

II. Data Aktivitas Siswa dalam

Mengerjakan Tugas II mencapai

persentase rata-rata sebesar 90,3%.

Page 29: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 24

Jika dibandingkan dengan aktivitas

mengerjakan tugas pada Siklus I

mencapai persentase sebesar 64,0%.

Dengan demikian, ada peningkatan

30,3 %.

Berikut ini data aktivitas

siswa dalam pembahasan tugas

Siklus II di papan tulis yang telah

diadakan penyempurnaan yang

hasilnya dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 7 Aktivitas Siswa dalam

Pembahasan Tugas Siklus II NO NAMA SISWA

ASPEK

A B C D E

1 ADAM JULIAN

PANGESTU V V V V V

2 ADDIN EKA

SEPTIANI V V V V V

3 AKMAL KEANE

RAMADHAN V V V V V

35 TIKA YURANTI V V V V V

JUMLAH 30 30 32 27 32

PERSENTASE 85.7 85.7 91.4 77.1 91.4

PERSENTASE RATA-

RATA 86,3

Keterangan

A: Berdisiplin Waktu

B: Aktivitas yang Tinggi

C: Mengerjakan Tepat Waktu

D: Mengerjakan Sebaik Mungkin

E: Bergairah Belajar

Grafik 6 Aktivitas Siswa dalam

Pembahasan Tugas Siklus II

Dari tabel dan grafik tersebut,

menunjukkan pada saat pembahasan

tugas Siklus II ini nilai rata-rata

siswa mencapai 86,3 %, berarti

mengalami kenaikan dibanding

dengan pembahasan tugas di papan

tulis pada Siklus I. Pada Siklus I

aktivitas siswa dalam pembahasan

tugas mencapai nilai rata-rata

70,9%. Dengan demikian, ada

peningkatan 15,6%. Berikut ini

data aktivitas siswa dalam Evaluasi

Siklus II, sebagaimana tabel berikut.

Tabel 8 Aktivitas Siswa dalam

Evaluasi Siklus II NO NAMA SISWA

ASPEK

A B C D E

1 ADAM JULIAN

PANGESTU V V V V V

2 ADDIN EKA

SEPTIANI V V V V V

3 AKMAL

KEANE

RAMADHAN V V V V V

...

35 TIKA

YURANTI V V V V V

JUMLAH 34 35 34 34 33

PERSENTASE 97.1 100.0 97.1 97.1 94.3

RATA-RATA 97,1

Keterangan

A: Berdisiplin Waktu

B: Aktivitas yang Tinggi

C: Mengerjakan Tepat Waktu

D: Mengerjakan Sebaik Mungkin

E: Bergairah Belajar

Jika tabel tersebut dibuat

dalam bentuk grafik, akan tampak

seperti grafik yang berikut.

Grafik 7 Aktivitas Siswa dalam

Evaluasi Siklus II

Dari tabel dan grafik tersebut,

menunjukkan nilai rata-rata 97,1%,

berarti ada peningkatan nilai

dibanding dengan hasil Evaluasi

Siklus I yang mencapai rata-rata

83,4%. Dengan demikian, ada

kenaikan nilai 13,7 %.

Untuk menghadapi evaluasi

belajar pada Siklus II, guru

mengadakan pemantapan

penggunaan model pembelajaran

Bermain Peran. Penyempurnaan

dan perbaikan proses pembelajaran

untuk meningkatkan hasil belajar

siswa, yang dapat kita lihat pada

tabel berikut.

Page 30: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 25

Tabel 9 Hasil Evaluasi Belajar

Siklus II NO NAMA SISWA NILAI

KETUNTASAN

YA TDK

1

ADAM JULIAN

PANGESTU 75

V

2 ADDIN EKA SEPTIANI 77 V

3

AKMAL KEANE

RAMADHAN 78

V

38 TIKA YURANTI 72 V

RATA-RATA NILAI 81,5

JUMLAH SISWA TUNTAS/TIDAK

TUNTAS

32 3

PERSENTASE KETUNTASAN (%) 91,4 8,6

Grafik 8 Hasil Evaluasi Belajar

Siklus II

Data di atas menunjukkan

bahwa hasil evaluasi belajar pada

Siklus II ini mencapai nilai rata-rata

81,5, berkatagori sangat baik. Jika

dibandingkan dengan hasil evaluasi

belajar Siklus I yang mencapai nilai

rata-rata 70,6, berarti ada

peningkatan 10,9 . Ketuntasan

belajarnya pun telah mencapai

91,4% (32 di antara 35 siswa

tuntas).

d. Refleksi

(1) Setelah proses pembelajaran

dengan penggunaan model

pembelajaran Bermain Peran

untuk meningkatkan prestasi

belajar dan dilanjutkan diskusi

kelompok, karena tempat

duduk anggota kelompok

berdekatan maka kegiatan

diskusi dapat efektif.

(2) Pada saat pembahasan tugas di

papan tulis karena guru telah

menyiapkan nomor-nomor

yang harus diisi oleh siswa

secara berurutan dan

pengerjaannya diatur oleh guru

dengan menunjuk siswa yang

akan mengerjakan soal di papan

tulis maka hasilnya lebih baik.

(3) Mudah mencari dan

mencocokkannya karena nomor

yang harus diisi telah diurutkan

oleh guru .

(4) Situasi di depan papan tulis

lebih teratur dan tertib.

(5) Dengan koreksi siding maka

hasil pekerjaan siswa lebih

objektif dibanding dengan

dikoreksi sendiri.

Pembahasan Hasil Penelitian 1. Siklus I

Berdasarkan hasil pengamatan,

setelah model pembelajaran Bermain

Peran digunakan dalam kegiatan

pembelajaran, terindikasakan bahwa

Bermain Peran mampu meningkatkan

partisipasi aktif siswa dalam kegiatan

pembelajaran. Siswa merasakan ada

perubahan dalam dirinya.

Kemajuan belajar itu tampak dari

keaktifan siswa dalam mengerjakan

soal-soal yang ada di LKS. Namun

demikian, belum memenuhi harapan

karena persentase rata-rata keaktifan

siswa dalam mengerjakan tugas baru

sebesar 64,0 % (masih di bawah 80 %).

Begitu pula dengan aktivitas siswa

yang berkaitan dengan Pembahasan

Hasil Pengerjaan Tugas yang mencapai

70,9 %. Akan tetapi, pada aktivitas

siswa dalam evaluasi sudah sesuai

harapan karena telah mencapai 83,4%.

Dari Hasil Evaluasi Belajar

Siklus I, rata-rata nilai yang diperoleh

siswa sebesar 70,6. Masih ada 14 siswa

yang nilainya kurang dari 72

(KKM=72). Hal itu mengindikasikan

bahwa ketuntasan belajar belum

Page 31: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 26

tercapai. Untuk itu, perlu perbaikan

pada siklus berikutnya.

2. Siklus II

Berdasarkan hasil rata-rata minat

diperolah dari observasi terindikasikan

bahwa pada Siklus II terjadi

peningkatan aktivitas siswa pada saat

mengerjakan LKS. Data Aktivitas

Siswa dalam Mengerjakan Tugas pada

siklus II mencapai persentase rata-rata

sebesar 90,3%. Jika dibandingkan

dengan aktivitas mengerjakan tugas

pada Siklus I sebesar 64,0 %, ada

peningkatan sebesar 26,3 %.

Peningkatan yang cukup

signifikan terjadi pada aspek

mengerjakan tugas telah mencapai 90,3

% meningkat dari siklus I yang sebesar

64,0 %. Sementara itu, aktivitas siswa

dalam aspek pembahasan tugas yang

telah mencapai skor sebesar 86,3%

meningkat dari siklus I yang sebesar

70,9%. Begitu pula pada aspek

aktivitas siswa dalam evaluasi yang

telah mencapai skor sebesar 97,1%

meningkat dari siklus I yang sebesar

83,4 %.

Peningkatan itu terjadi karena

ada penyempurnaan kegiatan

pembelajaran yang dilakukan pada

siklus sebelumnya. Dengan usaha

tersebut, nilai yang diperoleh siswa

berdasarkan hasil evaluasi pada Siklus

II mencapai nilai rata-rata sebesar 81,5.

Jika dibandingkan dengan hasil

evaluasi pada Siklus I yang sebesar

70,6, ada kenaikan nilai sebesar 10,9.

Simpulan

Ada beberapa hal yang dapat

disimpulkan dari hasil penelitian ini,

yakni sebagai berikut.

(1) Minat belajar siswa pada Siklus II

juga mengindikasikan adanya

peningkatan. Hal itu tampak dari

aktivitas siswa dalam pengerjaan

tugas, pembahasan tugas, dan

pengerjaan evaluasi. Aktivitas-

aktivitas pada Siklus II tersebut

cenderung menunjukkan peningkatan

jika dibandingkan dari Siklus I.

(2) Nilai rata-rata kelas pada siklus I

yang masih belum sesuai tujuan

diadakan perbaikan dan

penyempurnaan dalam proses

pembelajaran. Oleh sebab itu, nilai

rata-rata pada siklus II mengalami

peningkatan jika dibandingkan pada

Siklus I. Pada Siklus II nilai rata-rata

sebesar 81,5, meningkat dari siklus

sebelumnya sebesar 70,6. Ketuntasan

belajar pada Siklus II sebesar 91,4%

meningkat dari siklus sebelumnya

yang sebesar 60,0%. Dengan

demikian, pembelajaran dapat

dikatakan berhasil karena rata-rata

nilai dan ketuntasan belajar siswa

telah sesuai tujuan.

(3) Berdasarkan paparan hasil penelitian

pada siklus I dan siklus II, dapat

disimpulkan bahwa penggunaan

model pembelajaran Bermain Peran

dapat meningkatkan prestasi belajar

siswa kelas X IPA-2 SMA Negeri 11

Surabaya Semester Ganjil Tahun

pelajaran 2016/2017.

Daftar Rujukan

Arifin, Zainal. 1990. Evaluasi

Instruksional. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Eviyana, Kalisa, dkk. 2014.

“Pembelajaran Menulis Teks

Negosiasi Siswa Kelas X SMA

N 1 Pringsewu”. Jurnal KATA

(Bahasa, Sastra, dan

Pembelajarannya)

Page 32: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 27

Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000.

Pembelajaran Koperatif.

Surabaya: Unesa University

Press.

Kasbolah, Kasihani. 2001. Penelitian

Tindakan Kelas. Malang:

Universitas Negeri Malang.

Kurbani, Syarifah. 2015. Peningkatan

Keterampilan Menulis Teks

Negosiasi dengan Menggunakan

Model Jigsaw pada Siswa SMA.

Nur, Muhammad. 1999. Pembelajaran

Kooperatif. Surabaya.

Universitas Negeri Surabaya.

Ratumanan, Tanwey Gerson. 2003.

“Pengembangan Model Interaktif

dengan Setting Kooperatif”.

Desertasi yang tidak

dipublikasikan. Surabaya: Unesa.

Rita Yudiastuti. “Peningkatan

Keterampilan Sosial Melalui

Bermain Peran Pada Kelompok

B TK Pertiwi Ngablak

Kecamatan Srumbung”

http://eprints.uny.ac.id /26488/1

/Rita%20Yudiastuti_1111124700

3.pdf.

Surakhmad, Winarno. 1990. Metode

Pengajaran Nasional. Bandung:

Jemmars.

Suwarsih, Madya. 2006. Teori dan

Praktik Penelitian Tindakan.

Bandung. Alfabeta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi

Pendidikan. Bandung: Remadja

Rosda Karya.

Winkel WS, 1991. Psikologi Pendidikan

dan Evaluasi Belajar. Jakarta :

PT. Gramedia.

Page 33: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 28

ISSN : 2337-3253

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN OPEN ENDED

UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATERI SISTEM EKRESI

PADA SISWA KELAS IX-E SMP NEGERI 35 SURABAYA.”

(Aslikah)

ABSTRACT

The Open-ended approach is one of the Natural Sciences education innovation

efforts that was first conducted by Japanese Natural Sciences education experts. This

approach was born around twenty years ago from the results of research conducted by

Shigeru Shimada, Toshio Sawada, Yoshiko Yashimoto, and Kenichi Shibuya (Nohda,

2000). The emergence of this approach as a reaction to the school's natural science

education at that time whose class activities were called "issei jugyow" (frontal

teaching); the teacher explains the new concept in front of the class to the students, then

gives an example for solving some questions.

This study aims to determine whether there is an increase in the learning

achievement of class IX-E students on the material of Expression System through the

application of open-ended learning methods at SMP Negeri 35 Surabaya and to know

how many students increase the achievement of class IX-E students on the material

through the application of open learning methods. ended at SMP Negeri 35 Surabaya.

Based on the results of data analysis and discussion it can be concluded that there is

an increase in student achievement in class IX-E in the material of the Expression System

through the application of open ended learning methods in SMP Negeri 35 Surabaya.

Increased learning achievement of class IX-E students on the material of the Expression

System through the application of open-ended learning methods in SMP Negeri 35

Surabaya, by 23%.

Keywords: Expression System. Open Ended

Pendahuluan

Pendekatan Open-ended merupakan

salah satu upaya inovasi pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam yang pertama kali

dilakukan oleh para ahli pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam Jepang. Pendekatan

ini lahir sekitar duapuluh tahun yang lalu

dari hasil penelitian yang dilakukan

Shigeru Shimada, Toshio Sawada,

Yoshiko Yashimoto, dan Kenichi

Shibuya (Nohda, 2000). Munculnya

pendekatan ini sebagai reaksi atas

pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

sekolah saat itu yang aktifitas kelasnya

disebut dengan “issei jugyow” (frontal

teaching); guru menjelaskan konsep baru

di depan kelas kepada para siswa,

kemudian memberikan contoh untuk

penyelesaian beberapa soal.

Seperti diketahui bahwa masalah

rutin yang biasa diberikan pada siswa

sebagai latihan atau tugas selalu

berorientasi pada tujuan akhir, yakni

jawaban yang benar. Akibatnya proses

atau prosedur yang telah dilakukan oleh

siswa dalam menyelesaikan soal tersebut

kurang atau bahkan tidak mendapat

perhatian guru. Padahal perlu disadari

bahwa proses penyelesaian masalah

merupakan tujuan utama dalam

pembelajaran pemecahan masalah Ilmu

Pengetahuan Alam.

Page 34: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 29

Gambaran tersebut sebagaimana

dikemukakan Anthony (1996) yang

mengemukakan bahwa pemberian tugas

Ilmu Pengetahuan Alam rutin yang

diberikan pada latihan atau tugas-tugas

Ilmu Pengetahuan Alam selalu terfokus

pada prosedur dan keakuratan, jarang

sekali tugas Ilmu Pengetahuan Alam

terintegrasi dengan konsep lain dan juga

jarang memuat soal yang memerlukan

kemampuan berfikir tingkat tinggi.

Akibatnya ketika siswa dihadapkan pada

tugas yang sulit dan membutuhkan

kemampuan berfikir tingkat tinggi atau

jawabannya tidak langsung diperoleh,

maka siswa cenderung malas

mengerjakannya, akhirnya dia

menegosiasikan tugas tersebut dengan

gurunya.

Pendapat senada juga dikemukakan

oleh Rif‟at (2001 : 25) yang menyatakan

bahwa pembelajaran melalui tugas Ilmu

Pengetahuan Alam rutin terkesan

untung-untungan. Dugaan bahwa

pembelajar ingat atau lupa akan suatu

rumus tidak dapat dipertahankan. Siswa

berkecenderungan berfikir pasif, tidak

dapat berfikir secara terstruktur, dan

belajar menjadi tidak atau kurang

bermakna. Weirtheimer (Rif‟at, 2001 :

25) juga berpendapat bahwa

pembelajaran yang prosedural, seperti

penerapan rumus cenderung

menghilangkan kemampuan manusia

untuk melihat struktur masalah secara

utuh. Padahal, pemahaman akan struktur

masalah merupakan pemikiran produktif.

Proses-proses yang dilakukan oleh siswa

dalam memilih, mengatur dan

mengintegrasikan pengetahuan baru,

perilaku dan buah pikirannya akan

mempengaruhi keadaan motivasi dan

sikapnya dan pada akhirnya akan

berhubungan dengan strategi belajarnya

(Weinstein & Mayer dalam Anthony,

1996).

Tugas dalam pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam diharapkan mampu

membuat siswa berpartisipasi aktif,

mendorong pengembangan intelektual

siswa, mengembangkan pemahaman dan

ketrampilan Ilmu Pengetahuan Alam,

dapat menstimulasi siswa, menyusun

hubungan dan mengembangkan tatakerja

ide Ilmu Pengetahuan Alam, mendorong

untuk memformulasi masalah,

pemecahan masalah dan penalaran Ilmu

Pengetahuan Alam, mamajukan

komunikasi Ilmu Pengetahuan Alam,

menggambarkan Ilmu Pengetahuan

Alam sebagai aktifitas manusia, serta

mendorong dan mengembangkan

keiinginan siswa mengerjakan Ilmu

Pengetahuan Alam (NCTM, 1991;

Silver, 1985).

Masalah yang diambil untuk tugas

Ilmu Pengetahuan Alam dapat diperoleh

dari masalah yang konstektual (real

world) dan masalah dalam Ilmu

Pengetahuan Alam (Shimada & Becker

1997). Masalah konstekstual diambil dari

masalah-masalah keseharian atau

masalah-masalah yang dapat dipahami

oleh pikiran siswa. Dengan masalah itu

siswa akan dibawa kepada konsep Ilmu

Pengetahuan Alam melalui re-invetion

atau melalui discovery. Jika dilihat dari

cara dan jawaban suatu masalah, maka

ada dua tipe masalah, yakni tipe masalah

yang diberikan mempunyai cara dan

jawaban yang tunggal (close problem)

atau tipe masalah yang mempunyai cara

dan jawaban yang tidak tunggal (open

problem) (Ruseffendi 1991 : 254).

Jawaban pertanyaan terbuka dapat

bermacam-macam; tidak terduga.

Pertanyaan terbuka menyebabkan yang

ditanya untuk membuat hipotesis,

perkiraan, mengemukakan pendapat,

menilai menunjukkan perasaannya, dan

menarik kesimpulan (Ruseffendi, 1991 :

256), memberikan kesempatan kepada

siswa untuk memperoleh wawasan baru

(new insight) dalam pengetahuan mereka

(Hancock, 1995). Dengan adanya

pertanyaan tipe terbuka guru berpeluang

Page 35: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 30

untuk membantu siswa dalam

memahami dan mengelaborasi ide-ide

Ilmu Pengetahuan Alam siswa sejauh

dan sedalam mungkin (Nohda, 2000 :

41).

Dalam penelitian ini, adapun metode

pembelajaran adalah metode

pembelajaran struktural. Pendekatan ini

memberi penekanan pada penggunaan

struktur tertentu untuk mempengaruhi

pola interaksi siswa. (Ibrahim dkk,

2005:25) Struktur yang dikembangkan

oleh Spencer Kagan ini sebagai alternatif

terhadap struktur kelas tradisional, di

mana guru mengajukan pertanyaan

kepada seluruh kelas dan siswa

memberikan jawaban setelah

mengangkat tangan dan ditunjuk.

Struktur yang dikembangkan Spencer

Kagan ini menghendaki siswa bekerja

saling membantu dalam kelompok kecil

dan lebih dicirikan oleh penghargaan

kooperatif, daripada penghargaan

individual.

Konsep Sistem Ekresi

1. Untuk mengeluarkan zat sisa, tubuh

manusia dilengkapi dengan alat

ekskresi berupa ginjal, kulit, hati

dan paru-paru.

2. Ginjal terbagi menjadi tiga bagian,

yaitu bagian luar berupa kulit ginjal

(korteks) bagian kedua berupa

sumsum ginjal (medulla), dan

bagian ketiga berupa rongga ginjal

(pelvis).

3. Penyaringan darah yang dilakukan

oleh ginjal terjadi melalui tiga

proses, yaitu penyaringan,

penyerapan kembali zat-zat yang

dibutuhkan tubuh, dan penambahan

zat-zat pada urine.

4. Zat-zat yang terdapat dalam urine

sesungguhnya atau urine sekunder

dalam keadaan normal adalah

sebagai berikut.

- Air 95%

- Urea, amonia, dan asam ureat yang

merupakan hasil metabolisme

protein.

- Garam-garam mineral, terutama

garam dapur (NaCl).

- Zat warna empedu yang

menyebabkan urine berwarna

kuning.

- Zat-zat yang berlebihan dalam

darah, seperti hormone dan

vitamin.

5. Kulit manusia terbagi menjadi tiga

bagian, yaitu kulit ari (epidermis),

kulit jangat (dermis), dan jaringan

ikat bawah kulit.

6. Selain sebagai tempat pengeluaran,

kulit juga berfungsi sebagai

pengatur suhu tubuh, tempat

pembentukan vitamin D dari

provitamin D, tempat menyimpan

kelebihan lemak, sebagai pelindung,

dan indra peraba.

7. Hati dapat dikatakan sebagai alat

sekresi karena hati menghasilkan

empedu, dan sebagai alat ekskresi

karena empedu yang dikeluarkan

mengandung zat sisa yang berasal

dari sel darah merah yang rusak dan

dihancur kan di dalam limpa.

8. Paru-paru adalah organ yang

bertindak sebagai alat pernapasan,

tapi selain itu paru-paru juga

bertindak sebagai alat ekskresi

dengan mengeluarkan

karbondioksida dan uap air.

Metode Pembelajaran Open Ended

1. Metode Pembelajaran Open–

Ended.

Pendekatan open-ended adalah "an

instructional strategy that creates

interest and stimulates creative

mathematical activity in the classroom

through students‟ collaborative work.

Lessons using open-ended problem

solving emphasize the process of

problem solving activities rather than

focusing on the result" (Shimada

Page 36: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 31

&Becker, 1997; dan Foong, 2000).

Pendekatan open-ended prinsipnya

sama dengan pembelajaran berbasis

masalah yaitu suatu pendekatan

pembelajaran yang dalam prosesnya

dimulai dengan memberi suatu masalah

kepada siswa. Bedanya Problem yang

disajikan memiliki jawaban benar lebih

dari satu. Problem yang memiliki

jawaban benar lebih dari satu disebut

problem tak lengkap atau problem open-

ended atau problem terbuka. Contoh

penerapan problem open-ended dalam

kegiatan pembelajaran adalah ketika

siswa diminta mengembangkan metode,

cara, atau pendekatan yang berbeda

dalam menjawab permasalahan yang

diberikan dan bukan berorientasi pada

jawaban akhir. Dihadapkan dengan

problem open-ended siswa tidak hanya

mendapatkan jawaban tetapi lebih

menekankan pada cara bagaimana

sampai pada suatu jawaban.

Pembelajaran dengan pendekatan open-

ended biasanya dimulai dengan

memberikan problem terbuka kepada

siswa. Kegiatan pembelajaran

membawa siswa dalam menjawab

pertanyaan dengan banyak cara dan

mungkin juga dengan banyak jawaban

sehingga mengundang potensi

intelektual dan pengalaman siswa dalam

menemukan sesuatu yang baru.

Tujuan pembelajaran melalui

pendekatan open-ended yaitu untuk

membantu mengembangkan kegiatan

kreatif dan pola pikir matematis siswa

melalui problem solving secara

simultan. Dengan kata lain kegiatan

kreatif dan pola pikir matematis siswa

harus dikembangkan semaksimal

mungkin sesuai dengan kemampuan

setiap peserta didik agar aktivitas kelas

yang penuh ide-ide Ilmu Pengetahuan

Alam memacu kemampuan berfikir

tingkat tinggi peserta didik.

Pendekatan open-ended

menjanjikan suaru kesempatan kepada

siswa untuk menginvestigasi berbagai

strategi dan cara yang diyakininya

sesuai dengan mengelaborasi

permasalahan. Tujuannya agar

kemampuan berpikir Ilmu Pengetahuan

Alam siswa dapat berkembang secara

maksimal dan pada saat yang sama

kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap

siswa dapat terkomunikasikan melalui

proses belajar mengajar. Pokok pikiran

dari pembelajaran dengan open-ended

yaitu pembelajaran yang membangun

kegiatan interaktif antara Ilmu

Pengetahuan Alam dan siswa sehingga

mengundang siswa untuk menjawab

permasalahan melalui berbagai strategi.

Dengan kata lain pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam dengan pendekatan

open-ended bersifat terbuka.

Dalam pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam, pendekatan open-

ended berarti memberikan kesempatan

pada siswa untuk belajar melalui

aktivitas-aktivitas real life dengan

menyajikan fenomena alam seterbuka

mungkin pada siswa. Bentuk penyajian

fenomena dengan terbuka ini dapat

dilakukan melalui pembelajaran yang

berorientasi pada masalah atau soal atau

tugas terbuka. Secara konseptual

masalah terbuka dalam pembelajaran

Ilmu Pengetahuan Alam adalah masalah

atau soal-soal Ilmu Pengetahuan Alam

yang dirumuskan sedimikian rupa,

sehingga memiliki beberapa atau

bahkan banyak solusi yang benar, dan

terdapat banyak cara untuk mencapai

solusi itu.

2. Prinsip Metode Open Ended.

Pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan open-ended

mengasumsikan tiga prinsip, yakni

sebagai berikut :

a. Related to the autonomy of student‟

activities. If requires that we should

appreciate the value of student‟

Page 37: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 32

activities for fear of being just non-

interfering.

b. Related to evolutionary and integral

nature of mathematical knowledge.

Content mathematics is theoretical

and systematic. Therefore, the more

essential certain knowledge is, the

more comprehensively it derives

analogical, special, and general

knowledge.

c. Related to teachers‟ expedient

decision-making in class. In

mathematics class, teachers often

encounter students‟ unexpected

ideas. In this bout, teachers have an

important role to give the ideas full

play, and to take into account that

other students can also understand

real amount of the unexpected ideas.

Jenis Masalah yang digunakan

dalam pembelajaran melalui pendekatan

open-ended ini adalah masalah yang

bukan rutin yang bersifat terbuka.

Sedangkan dasar keterbukaanya

(openness) dapat diklasifikasikan

kedalam tiga tipe, yakni : Process is

open, end product are open dan ways to

develop are open. Prosesnya terbuka

maksudnya adalah tipe soal yang

diberikan mempunyai banyak cara

penyelesaian yang benar. Hasil akhir

yang terbuka, maksudnya tipe soal yang

diberikan mempunyai jawaban benar

yang banyak (multiple), sedangkan cara

pengembang lanjutannya terbuka, yaitu

ketika siswa telah selesai menyelesaikan

masalahnya, mereka dapat

mengembangkan masalah baru dengan

mengubah kondisi dari masalah yang

pertama (asli). Dengan demikian

pendekatan ini menyelesaikan masalah

dan juga memunculkan masalah baru

(from problem to problem).

3. Kelemahan dan Kelebihan

pendekatan Open–Ended.

Dalam pendekatan open-ended guru

memberikan permasalah kepada siswa

yang solusinya tidak perlu ditentukan

hanya melalui satu jalan. Guru harus

memanfaatkan keragaman cara atau

prosedur yang ditempuh siswa dalam

menyelesaikan masalah. Hal tersebut

akan memberikan pengalaman pada

siswa dalam menemukan sesuatu yang

baru berdasarkan pengetahuan,

keterampilan dan cara berfikir

matematik yang telah diperoleh

sebelumnya. Ada beberapa kelebihan

dari pendekatan ini, antara lain:

a. Siswa memiliki kesempatan untuk

berpartisipasi secara lebih aktif serta

memungkinkan untuk

mengekspresikan idenya.

b. Siswa memiliki kesempatan lebih

banyak menerapkan pengetahuan

serta keterampilan Ilmu Pengetahuan

Alam secara komprehensif.

c. Siswa dari kelompok lemah sekalipun

tetap memiliki kesempatan untuk

mengekspresikan penyelesaian

masalah yang diberikan dengan cara

mereka sendiri.

d. Siswa terdorong untuk membiasakan

diri memberikan bukti atas jawaban

yang mereka berikan.

e. Siswa memiliki banyak pengalaman,

baik melalui temuan mereka sendiri

maupun dari temannya dalam

menjawab permasalahan.

Disamping kelebihan yang dapat

diperoleh dari pendekatan open-ended,

terdapat juga beberapa kelemahan,

diantaranya:

a. Sulit membuat atau menyajikan

situasi masalah Ilmu Pengetahuan

Alam yang bermakna bagi siswa.

b. Mengemukakan masalah yang

langsung dapat dipahamai siswa

sangat sulit sehingga banyak siswa

yang mengalami kesulitan bagaimana

merespon permasalahan yang

diberikan.

Page 38: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 33

c. Karena jawaban bersifat bebas, siswa

dengan kemampuan tinggi bisa

merasa ragu atau mencemaskan

jawaban mereka.

d. Mungkin ada sebagian siswa yang

merasa bahwa kegiatan belajar

mereka tidak menyenangkan karena

kesulitan yang mereka hadapi.

4. Pendekatan Open Ended dalam

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan

Alam.

Pembelajaran dengan pendekatan

Open-ended mengharapkan siswa tidak

hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih

menekankan pada proses pencarian

suatu jawaban. Pendekatan open-ended

menjanjikan suatu kesempatan kepada

siswa untuk menginvestigasi berbagai

strategi dan cara yang diyakininya

sesuai dengan kemampuan

mengelaborasi permasalahan.

Tujuannya tiada lain adalah agar

kemampuan berpikir Ilmu Pengetahuan

Alam siswa dapat berkembang secara

maksimal dan pada saat yang sama

kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap

siswa terkomunikasi melalui proses

belajar mengajar. Inilah yang menjadi

pokok pikiran pembelajaran dengan

open-ended, yaitu pembelajaran yang

membangun kegiatan interaktifantara

siswa dan Ilmu Pengetahuan Alam dan

siswa sehingga mengundang siswa

untuk menjawab permasalahan melalui

berbagai strategi. Perlu digarisbawahi

bahwa kegiatan matematik dan kegiatan

siswa disebabkan terbuka jika

memenuhi tiga aspek berikut.

1. Kegiatan siswa harus terbuka

Yang dimaksud kegiatan siswa harus

terbuka adalah kegiatan pembelajaran

harus mengakomodasi kesempatan siswa

untuk melakukan segala sesuatu secara

bebas sesuai dengan kehendak mereka.

Misalnya, guru memberikan

permasalahan seperti berikut kepada

siswa: Dengan menggunakan berbagai

cara, hitunglah jumlah sepuluh bilangan

ganjil pertama mulai dari satu! Dengan

begitu siswa berkesampatan melakukan

beragam aktivitas untuk menjawab

permasalahan yang di berikan sesuai

dengan pikiran dan kemampuannya.

2. Kegiatan matematik adalah ragam

berpikir

Kegiatan Ilmu Pengetahuan Alam adalah

kegiatan yang di dalamnya terjadi proses

pengabstraksian pengalaman nyata

dalam kehidupan sehari-hari ke dalam

dunia Ilmu Pengetahuan Alam atau

sebaliknya. Pada dasarnya kegiatan

matematik akan mengundang proses

manipulasi dan manifestasi dalam dunia

Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Kegiatan siswa dan kegiatan

matematik merupakan satu kesatuan.

Kegiatan siswa dan kegiatan matematik

dikatakan terbuka secara simultan dalam

pembelajaran, jika kebutuhan dan

berpikir matematik siswa terperhatikan

guru melalui kegiatan-kegiatan

matematik yang bermanfaat untuk

menjawab permasalahan lainnya.

Dengan kata lain, ketika siswa

melakukan kegiatan Ilmu Pengetahuan

Alam untuk memecahkan permasalahan

yang diberikan, dengan sendirinya akan

mendorong potensi mereka untuk

melakukan kegiatan matematikpada

tingkatan berpikir yang lebih tinggi.

Dengan demikian, guru tidak perlu

mengarahkan agar siswa memecahkan

permasalahan dengan cara atu pola yang

sudah ditentukan, sebab akan

menghambat kebebasan berpikir siswa

untuk menemukan cara baru

menyelesaikan permasalahan.

5. Langkah Guru dalam

Mengembangkan Metode

Pembelajaran Open–Ended.

Apabila kita telah memformulasi

problem mengikuti kriteria yang telah

dikemukakan, langkah selanjutnya

adalah mengembangkan rencana

Page 39: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 34

pembelajaran yang baik. Pada tahap ini

hal-hal yang perlu diperhatikan adalah

sebagai berikut:

a. Tuliskan respon siswa yang

diharapkan

Siswa diharapkan merespon problem

open-ended dengan berbagai cara. Oleh

karena itu guru harus menuliskan daftar

antisipasi respon siswa terhadap

problem. Karena kemampuan siswa

dalam mengekspresikan idea tau

pikirannya terbatas, mungkin mereka

tidak akan mampu menjelaskan aktivitas

mereka dalam memecahkan problem itu.

Namun mungkin juga mereka mampu

menjelaskan ide-ide Ilmu Pengetahuan

Alam dengan cara berbeda. Dengan

demikian antisipasi guru membuat

banyak kemungkinan respon yang

dikemukakan siswa menjadi penting

dalam upaya mengarahkan dan

membantu siswa memecahkan

permasalahan sesuai dengan cara

kemamapuan siswa.

b. Tujuan dari problem itu diberikan

harus jelas

Guru harus memahami peranan problem

itu dalam keseluruhan rencana

pembelajaran. Problem dapat

diperlakukan sebagai topik yang

independen, seperti dalam pengenalan

konsep baru, atau sebagai rangkuman

dari kegiatan belajar siswa. Dari

pengalaman, problem open-ended efektif

untuk pengenalan konsep baru atau

dalam rangkuman dari kegiatan belajar.

c. Sajikan problem semenarik

mungkin.

Konteks permasalahan yang diberikan

harus dikenal baik oleh siswa dan harus

membangkitkan semangat intelektual.

Karena problem open-ended

memerlukan waktu untuk berfikir dan

mempertimbangkan, maka problem itu

harus mampu menarik perhatian siswa.

d. Lengkapi prinsip posting problem

sehingga siswa memahami dengan

mudah maksud dari problem itu.

Problem harus diekspresikan sedemikian

sehingga siswa dapat memahaminya

dengan mudah dan menemukan

pendekatan pemecahannya. Siswa dapat

mengalami kesulitan jika eksplanasi

problem terlalu ringkas. Hal ini dapat

timbul karena guru bermaksud

memberikan kebebasan yang cukup bagi

siswa untuk memilih cara dan

pendekatan pemecahan masalah atau

bisa diakibatkan siswa memiliki sedikit

atau bahkan tidak memiliki pengalaman

dalam belajar karena terbiasa mengikuti

petunjuk-petunjuk dari buku teks. Untuk

menghindari kesulitan yang dihadapi

siswa seperti ini, guru harus memberikan

perhatian khusus menyajikan atau

menampilkan problem.

e. Berikan waktu yang cukup kepada

siswa untukmengeksplorasi problem.

Kadang-kadang waktu yang diberikan

tidak cukup dalam menyajikan problem

pemecahannya, mendiskusikan

pendekatan dan penyelesaian, dan

merangkum apa yang telah siswa

pelajari. Oleh karena itu guru harus

memberikan waktu yang cukup kepada

siswa untuk mengeksplorasi problem.

Berdiskusi secara aktif anatara siswa dan

antara siswa dengan guru merupakan

interaksi yang sangat penting dalam

pembelajaran open-ended. Guru dapat

membuat dua periode waktu untuk satu

problem open-ended. Periode pertama,

siswa bekerja secara individual atau

kelompok dalam memecahkan problem

dan membuat rangkuman dari proses

penemuan yang mereka lakukan.

Kemudian periode kedua, digunakan

untuk diskusi kelas mengenai strategi

dan pemecahan serta penyimpulan dari

guru, dari pengalaman pembelajaran

seperti ini terbukti efektif.

Kerangka Berpikir

Untuk mendapatkan sebuah

kerangka berpikir akan suatu hal bukan

sesuatu yang mudah, diperlukan suatu

Page 40: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 35

pemikiran yang mendalam, tidak

menyimpulkan hanya dari fakta yang

dapat terindra, atau hanya dari sekedar

informasi-informasi yang terpenggal.

Selainitu, diperlukan sebuah pemikiran

yang cerdas akan setiap informasi yang

dimilikinya dan berupaya dengan keras

menyimpulkan sesuatu kesimpulan yang

memunculkan keyakinan.

Hipotesis Tindakan

Hipotesis adalah jawaban

sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah

penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat

pertanyaan(Sugiyono,2013:96).

Berdasarkan latar belakang dan kajian

teori yang telah diuraikan diatas, maka

dapat dikemukakan hipotesis dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis Alternatif(Ha)

Ada peningkatan prestasi belajar

siswakelas IX-E pada materi Sistem

Ekresi melalui penerapan metode

pembelajaran open ended di SMP

Negeri 35 Surabaya.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

A. Deskripsi Kondisi Awal

Tabel 4.1.Rekapitulasi Nilai Prasiklus

Nama Siswa

Indikator Prestasi belajar siswa kelas IX-

E pada Materi Sistem

Ekresi N %

Ket

(T/TT)

1 2 3 4 5

ADITYA 77 100 100 52 77 81 80% T

ADRIAN 27 52 27 100 52 52 50% TT

ADYTIA 77 100 100 52 77 81 80% T

ANDREA

NATHANIA 27 53 52 52 27 42 40% TT

ARINDI MEICERLIEN 52 52 77 52 77 62

60% TT

AXVRELIA

SINTA 52 77 53 78 27 57 55% TT

BERTO BACHTIAR 52 27 100 28 27 47

45% TT

CHAHAN

SEPTIANE 52 77 28 78 77 62 60% TT

DAMARA IWANG 100 27 78 28 77 62

60% TT

DANY W. 52 100 100 78 52 76 75% T

DARISTIFIA 52 27 53 28 77 47 45% TT

DETA RIZA 27 77 27 52 52 47 45% TT

ELISA YUNI 78 28 100 27 27 52 50% TT

ERSA ARFINIA P. 28 100 52 27 27 47

45% TT

HANDLY M. 78 28 77 77 27 57 55% TT

HELSA

SAHDA 28 78 27 100 28 52 50% TT

ICHA RAHMAWATI 53 28 52 28 78 48

45% TT

IGNATIUS

ELANG 52 100 100 78 53 77 75% T

INTAN RIZKY 52 27 100 28 100 61

60% TT

JOSAPHAT F. 27 77 27 53 53 47 45% TT

JOSUA M. 77 27 52 28 27 42 40% TT

LISTIANA A. 27 77 27 52 52 47 45% TT

M. SYAHRONI 78 28 100 27 27 52

50% TT

NATASYA

ROHMAH 28 100 52 27 27 47 45% TT

NURUL MAULIDYAH 78 28 77 77 27 57

55% TT

PUTRI

APRILLIA 28 78 27 100 28 52 50% TT

RADIMAS SURYO 53 28 52 28 78 48

45% TT

RAFI

ENDRIKA 52 100 100 78 53 77 75% T

RAYHAN SANEVAL 52 27 100 28 100 61

60% TT

REGINA

FARAH 27 77 27 53 53 47 45% TT

RAFLI SATRIA 77 27 52 28 27 42

40% TT

RHINESTA

SEPHIA 27 53 53 100 27 52 50% TT

RIBKA ANASTASIA 52 28 53 27 77 47

45% TT

RIZKA R. 27 53 28 100 52 52 50% TT

RIZKY

AMALIA 77 100 100 52 77 81 80% T

RR. NADHIFA S. 77 27 52 28 27 42

40% TT

Rata-rata 51,5 56,9 62,3 53,6 50,7 54,9 53%

Berdasarkan data tabel diatas maka

dapat disimpulkan bahwa pencapaian

prestasi belajar siswa kelas IX-E pada

materi Sistem Ekresi sangat kurang oleh

karenanya butuh tindakan untuk

meningkatkan kemampuan tersebut.

B. Deskripsi Siklus I

1. Perencanaan

Page 41: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 36

a) Waktu

Pembelajaran pada siklus I

dilaksanakan dalam waktu 3x40 menit.

Pertemuan siklus I direncanakan pada

hari Kamis, tanggal 17 September 2015,

jam pelajaran1 sampai dengan 3.

b) Materi

Materi pada siklus I adalah Sistem

ekskresi sub topic ginjal

c) Penilaian

Penilaian dilakukan dengan

menggunakan teknik tes tertulis dengan

butir soal atau tugas sebagaimana

termaktub dalam buku panduan.

2. Tindakan dan Pengamatan

Kegiatan pembelajaran pada siklus

I meliputi kegiatan awal, kegiatan inti

dan kegiatan akhir. Kegiatan

pembelajaran yang dilakukan ini sesuai

dengan langkah-langkah metode

pembelajaran open ended sebagai

berikut:

a. Tuliskan respon siswa yang

diharapkan

Siswa diharapkan merespon problem

open-ended dengan berbagai cara.

Oleh karena itu guru harus

menuliskan daftar antisipasi respon

siswa terhadap problem. Karena

kemampuan siswa dalam

mengekspresikan idea tau pikirannya

terbatas, mungkin mereka tidak akan

mampu menjelaskan aktivitas

mereka dalam memecahkan problem

itu. Namun mungkin juga mereka

mampu menjelaskan ide-ide Ilmu

Pengetahuan Alam dengan cara

berbeda. Dengan demikian antisipasi

guru membuat banyak kemungkinan

respon yang dikemukakan siswa

menjadi penting dalam upaya

mengarahkan dan membantu siswa

memecahkan permasalahan sesuai

dengan cara kemamapuan siswa.

b. Tujuan dari problem itu diberikan

harus jelas

Guru harus memahami peranan

problem itu dalam keseluruhan

rencana pembelajaran. Problem

dapat diperlakukan sebagai topik

yang independen, seperti dalam

pengenalan konsep baru, atau

sebagai rangkuman dari kegiatan

belajar siswa. Dari pengalaman,

problem open-ended efektif untuk

pengenalan konsep baru atau dalam

rangkuman dari kegiatan belajar.

c. Sajikan problem semenarik

mungkin.

Konteks permasalahan yang

diberikan harus dikenal baik oleh

siswa dan harus membangkitkan

semangat intelektual. Karena

problem open-ended memerlukan

waktu untuk berfikir dan

mempertimbangkan, maka problem

itu harus mampu menarik perhatian

siswa.

d. Lengkapi prinsip posting problem

sehingga siswa memahami dengan

mudah maksud dari problem itu.

Problem harus diekspresikan

sedemikian sehingga siswa dapat

memahaminya dengan mudah dan

menemukan pendekatan

pemecahannya. Siswa dapat

mengalami kesulitan jika eksplanasi

problem terlalu ringkas. Hal ini

dapat timbul karena guru bermaksud

memberikan kebebasan yang cukup

bagi siswa untuk memilih cara dan

pendekatan pemecahan masalah atau

bisa diakibatkan siswa memiliki

sedikit atau bahkan tidak memiliki

pengalaman dalam belajar karena

terbiasa mengikuti petunjuk-

petunjuk dari buku teks. Untuk

menghindari kesulitan yang dihadapi

siswa seperti ini, guru harus

memberikan perhatian khusus

menyajikan atau menampilkan

problem.

e. Berikan waktu yang cukup kepada

siswa untukmengeksplorasi problem.

Page 42: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 37

Kadang-kadang waktu yang

diberikan tidak cukup dalam

menyajikan problem pemecahannya,

mendiskusikan pendekatan dan

penyelesaian, dan merangkum apa

yang telah siswa pelajari. Oleh

karena itu guru harus memberikan

waktu yang cukup kepada siswa

untuk mengeksplorasi problem.

Berdiskusi secara aktif anatara siswa

dan antara siswa dengan guru

merupakan interaksi yang sangat

penting dalam pembelajaran open-

ended. Guru dapat membuat dua

periode waktu untuk satu problem

open-ended. Periode pertama, siswa

bekerja secara individual atau

kelompok dalam memecahkan

problem dan membuat rangkuman

dari proses penemuan yang mereka

lakukan. Kemudian periode kedua,

digunakan untuk diskusi kelas

mengenai strategi dan pemecahan

serta penyimpulan dari guru, dari

pengalaman pembelajaran seperti ini

terbukti efektif.

3. Refleksi

Selain bagi siswa, metode

pembelajaran open ended ini merupakan

hal yang baru bagi penulis sehingga

sempat agak bingung bagaimana cara

menjelaskan aturan pelaksanaannya

pada siswa. Disamping itu, penulis

sempat meragukan apakah dengan

model dan metode pembelajaran ini

prestasi belajar siswakelas IX-E pada

materi Sistem Ekresi siswa berubah.

B. Deskripsi Siklus II

1. Perencanaan

a) Waktu

Pembelajaran pada siklus II

dilaksanakan dalam waktu 3x 40 menit.

Pertemuan siklus II direncanakan pada

hari Kamis, tanggal 24 September 2015,

jam pelajaran1sampai dengan 3.

b) Materi

Materi pada siklus II adalah Sistem

Ekskresi sub topic hati, paru-paru, kulit.

c) Penilaian

Penilaian dilakukan dengan

menggunakan teknik tes tertulis dengan

butir soal atau tugas sebagaimana

termaktub dalam buku panduan.

2. Tindakan dan Pengamatan

Kegiatan pembelajaran pada siklus

II meliputi kegiatan awal, kegiatan inti

dan kegiatan akhir. Kegiatan

pembelajaran yang dilakukan ini sesuai

dengan langkah-langkah metode

pembelajaranopen ended sebagai

berikut:

a. Tuliskan respon siswa yang

diharapkan

Siswa diharapkan merespon

problem open-ended dengan berbagai

cara. Oleh karena itu guru harus

menuliskan daftar antisipasi respon

siswa terhadap problem. Karena

kemampuan siswa dalam

mengekspresikan idea tau pikirannya

terbatas, mungkin mereka tidak akan

mampu menjelaskan aktivitas mereka

dalam memecahkan problem itu.

Namun mungkin juga mereka mampu

menjelaskan ide-ide Ilmu Pengetahuan

Alam dengan cara berbeda. Dengan

demikian antisipasi guru membuat

banyak kemungkinan respon yang

dikemukakan siswa menjadi penting

dalam upaya mengarahkan dan

membantu siswa memecahkan

permasalahan sesuai dengan cara

kemamapuan siswa.

b. Tujuan dari problem itu diberikan

harus jelas

Guru harus memahami peranan

problem itu dalam keseluruhan rencana

pembelajaran. Problem dapat

diperlakukan sebagai topik yang

independen, seperti dalam pengenalan

konsep baru, atau sebagai rangkuman

dari kegiatan belajar siswa. Dari

pengalaman, problem open-ended

Page 43: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 38

efektif untuk pengenalan konsep baru

atau dalam rangkuman dari kegiatan

belajar.

c. Sajikan problem semenarik

mungkin.

Konteks permasalahan yang

diberikan harus dikenal baik oleh siswa

dan harus membangkitkan semangat

intelektual. Karena problem open-ended

memerlukan waktu untuk berfikir dan

mempertimbangkan, maka problem itu

harus mampu menarik perhatian siswa.

d. Lengkapi prinsip posting problem

sehingga siswa memahami dengan

mudah maksud dari problem itu.

Problem harus diekspresikan

sedemikian sehingga siswa dapat

memahaminya dengan mudah dan

menemukan pendekatan pemecahannya.

Siswa dapat mengalami kesulitan jika

eksplanasi problem terlalu ringkas. Hal

ini dapat timbul karena guru bermaksud

memberikan kebebasan yang cukup bagi

siswa untuk memilih cara dan

pendekatan pemecahan masalah atau

bisa diakibatkan siswa memiliki sedikit

atau bahkan tidak memiliki pengalaman

dalam belajar karena terbiasa mengikuti

petunjuk-petunjuk dari buku teks. Untuk

menghindari kesulitan yang dihadapi

siswa seperti ini, guru harus

memberikan perhatian khusus

menyajikan atau menampilkan problem.

e. Berikan waktu yang cukup kepada

siswa untukmengeksplorasi

problem.

Kadang-kadang waktu yang

diberikan tidak cukup dalam

menyajikan problem pemecahannya,

mendiskusikan pendekatan dan

penyelesaian, dan merangkum apa yang

telah siswa pelajari. Oleh karena itu

guru harus memberikan waktu yang

cukup kepada siswa untuk

mengeksplorasi problem. Berdiskusi

secara aktif anatara siswa dan antara

siswa dengan guru merupakan interaksi

yang sangat penting dalam

pembelajaran open-ended. Guru dapat

membuat dua periode waktu untuk satu

problem open-ended. Periode pertama,

siswa bekerja secara individual atau

kelompok dalam memecahkan problem

dan membuat rangkuman dari proses

penemuan yang mereka lakukan.

Kemudian periode kedua, digunakan

untuk diskusi kelas mengenai strategi

dan pemecahan serta penyimpulan dari

guru, dari pengalaman pembelajaran

seperti ini terbukti efektif.

3. Refleksi

Selain bagi siswa, metode

pembelajaran open ended ini merupakan

hal yang menyenangkan bagi penulis

sehingga pembelajaran menjadi hidup

dan aktivitas siswa dalam belajar

semakin meningkat. Metode

pembelajaran open ended ini harus

dilaksanakan secara berkesinambungan

sebagai upaya pembiasaan bagi siswa.

C. Pembahasan

1. Siklus I

a. Pembahasan hasil pengamatan

aktifitas siswa selama

pembelajaran berlangsung pada

Siklus I

Tabel4.2. Aktifitas siswa selama KBM

pada Siklus I Tahap

Pembe

lajaran

Aspek Yang Dinilai

Penilaian Rata-

rata

Kate

gori 1 2 3 4

Kegiatan

Awal

Mencatat tujuan

pembelajaran.

3 Baik

Aktif dalam kegiatan

berkelompok.

4 Sangat

baik

Kegiatan

Inti

Mandiri dalam belajar

berkelompok.

3 Baik

Mencari informasi

materi.

2 Kurang

Mengikuti instruksi

metode pembelajaran.

2 Kurang

Melakukan pertukaran

informasi secara

bergilir.

2 Kurang

Mempresentasikan

konsep materi

3 Baik

Kegiatan

Penutup

Menyimpulkan materi

dengan membuat

rangkuman

3 Baik

Jumlah 22

Rata-rata 68,

7%

Baik

Page 44: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 39

P=fx100%

N

P=(1x0)+(2x3)+(3x4)+(4x1)x100%

8x4

P=22x100%

32

P=68, 7%

Keterangan:

P=Persentase yang sedang dicari nilainya

f=Jumlah seluruh skor yang diperoleh

N=Jumlah item pengamatan dikalikan skor yang

semestinya

Pada tabel 4.2 menunjukkan data

aktifitas siswa pada Siklus I dengan

perolehan skor 78, 1% dengan

kategori“Baik”. Aktifitas siswa yang

memperoleh skor 4 dengan kategori

“Sangat Baik” terlihat pada tahap

pembelajaran kegiatan awal. Hal ini

dipengaruhi oleh kemampuan guru

dalam memotivasi siswa. Pada tahap

kegiatan inti sebagian siswa masih

merasa bingung dan belum mengerti

tentang langkah-langkah penyelesaian

dalam pemecahan. Maka dari tinjauan

ini, penulis simpulkan bahwa pada tahap

kegiatan Siklus I, tampaknya siswa

masih perlu bimbingan guru secara

intensif.

b. Pembahasan tentang evaluasi

prestasi belajar siswa kelas IX-E

pada materi Sistem Ekresi Siklus I

Data prestasi belajar siswa kelas

IX-E pada materi Sistem Ekresi pada

kegiatan pembelajaran Siklus I

diperoleh sebagai berikut:

Tabel 4.3. Prestasi Belajar (Siklus I)

Nama

Indikator Prestasi belajar siswa

Kelas IX-E pada Materi Sistem

Ekresi N % Ket T/TT)

1 2 3 4 5

ADITYA 77 100 100 52 77 81 80% T

ADRIAN

ADI 77 77 77 100 52 77 75% T

ADYTIA 77 100 100 52 77 81 80% T

ANDREA 27 100 77 52 27 57 55% TT

ARINDI 52 100 100 52 77 76 75% T

RR.

NADHIFA 77 27 100 53 52 62 60% TT

Rata-rata 57.9 70,2 83,8 76,0 64,0 70,4 69%

Keterangan aktivitas yang dinilai:

1=Kegiatan Awal

2=Kegiatan Inti

3=Kegiatan Penutup

Keterangan : T=Tuntas

TT=TidakTuntas

P=∑Xx100%

N

P=19x100%

36

P=51%

Jadi ketuntasan klasikal mencapai 51%

Keterangan:

P=Persentase ketuntasan secara individu

∑x=Jumlah siswa yang mendapat skor ≥ 75

N=Jumlah siswa seluruhnya

Tingkat pemahaman siswa

dikatakan tuntas belajar apabila telah

memiliki daya serap ≥ 75. Sedangkan

ketuntasan klasikal tercapai apabila

paling sedikit 75% siswa di kelas

tersebut telah tuntas belajar. Pada tabel

4.3 terlihat bahwa tingkat pemahaman

siswa pada Siklus I belum dapat

dikatakan tuntas karena masih terdapat

17 orang siswa yang belum tuntas

belajar sehingga ketuntasan klasikal

hanya mencapai 51%.

2. Siklus II

a. Pembahasan hasil pengamatan

aktifitas siswa selama pembelajaran

berlangsung pada Siklus II

Tabel4.4. Aktifitas Siswa Selama KBM

pada Siklus II Tahap

Pembe

lajaran

Aspek Yang

Dinilai

Penilaian Rata-

rata Kategori

1 2 3 4

Kegiatan Awal

Mencatat tujuan pembelajaran.

4 Sangat Baik

Aktif dalam

kegiatan berkelompok.

4 Sangat

baik

Kegiatan

Inti

Mandiri dalam

belajar

3 Baik

Page 45: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 40

berkelompok.

Mencari informasi materi.

3 Baik

Mengikuti

instruksi metode

pembelajaran.

2 Kurang

Melakukan

pertukaran

informasi secara bergilir.

3 Baik

Mempresentasikan

konsep materi

3 Baik

Kegiatan Penutup

Menyimpulkan materi dengan

membuat

rangkuman

3 Baik

Jumlah 25

Rata-

rata

78,

1%

Sangat

Baik

P=fx100%

N

P=(1x0)+(2x1)+(3x5)+(4x2)x100%

8x4

P=25x100%

32

P=78, 1%

Keterangan:

P=Persentase yang sedang dicari nilainya

f=Jumlah seluruh skor yang diperoleh

N=Jumlah item pengamatan dikalikan skor yang

semestinya

Pada tabel 4.4 menunjukkan data

aktifitas siswa pada Siklus I dengan

perolehan skor 78,1% dengan

kategori“Sangat Baik”.Aktifitas siswa

yang memperoleh skor 4 dengan

kategori “Sangat Baik” terlihat pada

tahap pembelajaran kegiatan awal. Hal

ini dipengaruhi oleh kepandaian guru

dalam memotivasi siswa. Pada tahap

kegiatan inti siswa sudah tidak lagi

merasa bingung tentang langkah-

langkah penyelesaian. Maka dari

tinjauan ini, penulis simpulkan bahwa

pada tahap kegiatan Siklus II secara

global berjalan dengan lancar.

b. Pembahasan tentang evaluasi prestasi

belajar siswa kelas IX-E pada materi

Sistem Ekresi Siklus II

Data prestasi belajar siswakelas IX-

E pada materi Sistem Ekresi pada

kegiatan pembelajaran Siklus II

diperoleh sebagai berikut :

Tabel 4.5. Prestasi Belajar Siswa Kelas

IX-E pada Materi Sistem Ekresi pada

Siklus II

Nama

Indikator Prestasi belajar siswa

kelas IX-E pada Materi Sistem

Ekresi N %

Ket

(T/T

T) 1 2 3 4 5

ADITYA DWI

WARDHANA 77 100 100 52 77 81 80% T

ADRIAN ADI

NUGROHO 77 100 100 100 52 86 85% T

ADYTIA 77 100 100 52 77 81 80% T

ANDREA

NATHANIA 52 100 100 77 52 76 75% T

...

RR. NADHIFA S. 77 52 100 78 77 77 75% T

Rata-rata 61,5 75,8 87,7 87,6 76,7 77,8 76%

Keterangan aktivitas yang dinilai:

1=Kegiatan Awal

2=Kegiatan Inti

3=Kegiatan Penutup

Keterangan : T=Tuntas

TT=TidakTuntas

P=∑Xx100%

N

P=31 x100%

36

P=86%

Jadi ketuntasan klasikal mencapai 76% Keterangan:

P=Persentase ketuntasan secara individu

∑x=Jumlah siswa yang mendapat skor ≥ 75

N=Jumlah siswa seluruhnya

Tingkat pemahaman siswa

dikatakan tuntas belajar apabila telah

memiliki dayaserap ≥ 75. Sedangkan

ketuntasan klasikal tercapai apabila

paling sedikit 75% siswa dikelas

tersebut telah tuntas belajar. Pada tabel

4.5 terlihat bahwa tingkat pemahaman

siswa pada Siklus II dapat dikatakan

tuntas karena hanya 5 orang siswa yang

belum tuntas belajar sehingga

ketuntasan klasikal mampu mencapai

86%.

D. Hasil Tindakan

Penerapan metode pembelajaran

inkuiri berbantuan dengan teknik

bertanya guru sangat efektif digunakan

untuk meningkatkan pemahaman pada

Page 46: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 41

materi Sistem Ekresi kelas IX-E SMP

Negeri 35 Surabaya. Hal ini dibuktikan

daya serap ≥ 75 pada materi, dan juga

meningkatnya ketuntasan klasikal yang

tercapai apabila paling sedikit 75%

siswa dikelas tersebut telah tuntas

belajar.

Dalam upaya peningkatan

pemahaman dalam penelitian tindakan

ini telah dilaksanakan dalam dua tahap

yang menunjukkan progresifitas ditilik

dari ketercapaian individu maupun

klasikal. Secara individu, rata-rata

prestasi belajar siswa kelas IX-E pada

materi Sistem Ekresi mengalami

kenaikan yang signifikan dari 53%

(kondisi prasiklus) menjadi 76% atau

23%. Sedangkan secara klasikal, rata-

rata ketuntasan mengalami kenaikan

yang signifikan dari 14% (kondisi

prasiklus) menjadi 86% atau

kenaikan72%.

Tentu saja progresifitas ini

membutuhkan upaya tindak lanjut agar

dapat dibentuk pembiasaan dan budaya

ilmiyah pada diri siswa ini melalui

penerapan metode pembelajaran inkuiri

berbantuan dengan teknik bertanya guru

maupun penerapan model, metode,

strategi dan teknik serupa lainnya.

Untuk mempermudah upaya tersebut

seharusnya pendidik senantiasa

mengembangkan kompetensi

profesionalismenya dalam rangka

mencari inovasi dan kreatifitas terbaru

tentang model, metode, strategi dan

metode pembelajaran.

Kesimpulan

Berdasarkan paparan hasil

penelitian dan pembahasan, dapat

dirumuskan kesimpulan penelitian

sebagai berikut:

Peningkatan prestasi belajar siswa kelas

IX-E pada materi Sistem Ekresi melalui

penerapan metode pembelajaran open

ended di SMP Negeri 35Surabaya rata-

rata sebesar 23%.

Daftar Rujukan

Agus Suprijono. 2009. Cooperatif

Learning Teori dan Aplikasi.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Arikunto, Suharsimi.2003. Dasar-dasar

Evaluasi Pendidikan. Sinar

Grafika Offset. Jakarta.

Hamdani.2011.StrategiBelajarMengajar.

Bandung:PustakaSetia.

Ismail.2003.MediaPembelajaran(Model-

metode pembelajaran),

ModulDiklatTerintegrasiBerbasis

KompetensiGuruMataPelajaran

Matematika.Jakarta:DirektoratPL

P.

Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning:

Mempraktikkan Cooperative

Learning Di Ruang-ruang Kelas.

Jakarta: Grasindo.

Page 47: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 42

ISSN : 2337-3253

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SDN KENDANGSARI III/278 TAHUN

PELAJARAN 2018/2019

(Deva Setiyawan)

ABSTRACT

This research is motivated by social studies learning in grade IV of Kendangsari III

/ 278 SDN SDN, which has not been optimally implemented. It can be seen from 1) lack

of confidence in expressing opinions, 2) frequent student concentration in learning

activities, 3) learning media use by teachers to support learning activities are not optimal

and 4) students are still confused in distinguishing the types of work in the field of goods

and services.

This is caused by the teacher in explaining a concept in a classical way, namely by

using lectures only and students just sit listening and record explanations from the

teacher so that students are saturated and bored and students are less actively involved in

learning.

The purpose of this study was to determine the activity and learning outcomes of

class IV students of SDN Kendangsari III / 278 Surabaya with the application of the role

playing method.

The design of this study uses a classroom action research procedure with two

cycles of activities. The research subjects were fourth grade students of SD Kendangsari

III / 278 Surabaya in the 2018/2019 academic year totaling 35 students.

Data obtained from the results of observation of teacher activities and student

activities during learning activities as well as tests of student learning outcomes

conducted at the end of learning.

Based on the results of data analysis conducted after the implementation of the

application of the role playing method in social studies learning, the following results can

be obtained. Teacher activities in cycle I to cycle II increased by 8.33%, from 81.25% to

89.58%. The activities of students in cycle I and cycle II also increased, from 63% to

73.14%.

Tests of student learning outcomes were also increased, in the first cycle the

classical completeness of students was 65.72% and in the second cycle the percentage of

classical completeness was 80%.

Based on the results of the above research it can be concluded that the use of the

role playing method in social studies learning in the subject matter of the types of work

in the surrounding environment can improve student activity and student learning

outcomes.

Keywords: "The method of role playing, activeness, learning outcomes, social science"

Page 48: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 43

Pendahuluan

Undang-undang nomor 20 tahun

2003 tentang system pendidikan nasional

menyebutkan bahwa pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban

bangsa dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa. Pendidikan memiliki

tujuan mengembangkan potensi-potensi

yang dimiliki oleh siswa agar menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak

mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan

menjadi warga Negara yang

berdemokratis serta bertanggung jawab.

Melalui pendidikan nasional diharapkan

dapat mewujudkan siswa yang secara

utuh memiliki berbagai kecerdasan, baik

kecerdasan spiritual, emosional, sosial

intelektual maupun kecerdasan kinestetika

sehingga mampu memberikan konstribusi

yang besar terhadap kemajuan bangsa

serta sarana dalam membangun watak

bangsa.

Untuk mempersiapkan sumber daya

manusia yang berkualitas harus

ditanamkan sejak usia sekolah dasar (SD).

Salah satu cara membentuk sumber daya

manusia yang berkualitas adalah melalui

pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

(IPS). Menurut Gunawan (2011: 38) IPS

merupakan mata pelajaran yang

memberikan pemahaman tentang

peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi,

serta materi-materi yang termuat dalam

pelajaran IPS pada umumnya bersifat

abstrak seperti konsep waktu, perubahan

lingkungan, ritual, altikurasi, demokrasi,

nilai dan peranan. Hal ini yang

menimbulkan kesulitan tersendiri dalam

proses belajar mengajar, baik itu oleh

guru sebagai penyampai materi pelajaran

dan oleh siswa sebagai penerima materi

pelajaran IPS sehingga tujuan pelajaran

IPS tidak tercapai.

Namun kenyataan di lapangan

menunjukkan bahwa suatu proses

pembelajaran di kelas sangat tidak ideal

karena tidak mencerminkan dari tujuan

mata pelajaran IPS yang menuntut

keaktifan dari siswa. Proses pembelajaran

di kelas cenderung berfokus pada

keaktifan guru yang biasa disebut teacher

of center, padahal pada mata pelajaran

IPS diperlukan suatu keaktifan dari siswa

yang biasa disebut student of center.

Guru–guru saat mengajarkan IPS hanya

menjelaskan konsep dengan metode

ceramah saja tanpa diimbangi dengan

penggunaan metode pembelajaran yang

lain yang dapat menarik perhatian siswa

terhadap kegiatan pembelajaran dan siswa

hanya duduk mendengarkan dan mencatat

penjelasan dari guru. Hal ini

mengakibatkan siswa menjadi jenuh dan

bosan serta siswa kurang terlibat aktif

dalam kegiatan pembelajaran. Hal

tersebut senada dengan yang disampaikan

oleh (Sahiruddin, 2013:5) “Teacher-

centredness should be left behind since

the teacher often dominates the class

hours. In this sense, students are inclined

to be passive listeners for teachers’

explanation”. Pembelajaran pemusatan

pada guru harus segera ditinggalkan

karena guru mendominasi pelajaran

berjam-jam siswa cenderung pasif karena

siswa hanya sebatas pendengar penjelasan

guru.

Hasil pengamatan yang dilakukan di

kelas IV SDN Kendangsari III/278

Surabaya pada pembelajaran Tema 4

Subtema 2 pembelajaran 3, pembelajaran

belum terlaksana secara optimal terutama

pada mata pelajaran IPS, hal ini terlihat

dari hasil ulangan harian siswa yang telah

dilaksanakan, dari 35 siswa di kelas IV

hanya 21 siswa yang telah mencapai

KKM yang ditetapkan sedangkan 14

siswa belum mencapai KKM. Jika

dianalisis penyebab kesulitan siswa dalam

memahami materi pelajaran tentang

pemanfaatan sumber daya alam untuk

kesejahteraan masyarakat di lingkungan

sekitar antara lain 1) rasa percaya diri

Page 49: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 44

dalam mengungkapkan pendapat masih

kurang, 2) sering terpecahnya konsentrasi

siswa saat kegiatan pembelajaran, 3)

pengunaan media pembelajaran oleh guru

untuk menunjang kegiatan pembelajaran

belum optimal dan 4) siswa masih

kebingungan dalam membedakan jenis-

jenis pekerjaan dalam bidang barang dan

jasa.

SDN Kendangsari III/278 Surabaya

menggunakan kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 tidak mengenal bidang

studi atau satuan mata pelajaran namun

rangkaian mata pelajaran disusun menjadi

unit yang terorganisir menjadi bentuk

tematik. Walaupun berbentuk tematik,

kurikulum 2013 memiliki batasan materi

pelajaran yang disampaikan kepada siswa

yang mewakili seluruh mata pelajaran.

Materi pelajaran tersebut tertuang dalam

standar kompetensi (SK) dan kompetensi

dasar (KD) yang ditetapkan oleh Badan

Standart Nasional Pendidikan (BSNP).

Salah satu tema pada kurikulum 2013 di

kelas IV adalah tema tentang berbagai

pekerjaan. Dalam tema berbagai

pekerjaan terdapat tiga subtema yang

akan diajarkan kepada siswa. Salah satu

subtema dalam tema berbagai pekerjaan

adalah jenis-jenis pekerjaan.

Pada subtema jenis-jenis pekerjaan

ada salah satu materi pelajaran yang

dirasa sulit dipahami oleh beberapa siswa,

materi tersebut adalah materi tantang

pekerjaan yang menghasilkan barang dan

jasa. Materi pelajaran ini sangat penting

dipelajari oleh siswa, karena berkaitan

langsung dengan kehidupan sehari-hari

siswa. Jika wawasan dan pengetahuan

siswa tentang pekerjaan yang

menghasilkan barang dan jasa kurang,

maka siswa kurang kesulitan dalam

membedakan pekerjaan di bidang barang

dan jasa.

Di dalam pembelajaran tematik

diperlukan metode yang kreatif untuk

mengatasi permasalahan diatas. Metode

yang sesuai pada materi tersebut yaitu

metode role playing/ bermain peran.

Dengan metode role playing suatu

gambaran spontan dari situasi, kondisi

atau keadaan yang khusus dilakukan oleh

sekelompok orang yang terdiri dari para

siswa yang telah dirancang/direncanakan

dalam sebuah naskah skenario yang

nantinya akan dimainkan oleh siswa

tersebut. Dan melalui metode bermain

peran, siswa secara langsung terlibat

dalam proses pembelajaran dan aktif

dalam pembelajaran. Konsep bermain

inilah yang kemudian disebutnya sebagai

bermain sambil belajar.

Melalui metode role playing, siswa

diharapkan menunjukkan sikap afektif

yaitu menerima, menanggapi, menilai,

mengorganisasikan, menghayati

sedangkan untuk sikap psikomotor yaitu

peniruan, manipulasi, ketelitian,

artikulasi. Selain itu, siswa diharapkan

dapat menggali cita-cita dan

mengembangkan keterampilan sosial

yang mereka miliki. Hal Chadijah dan

Agustin (2012:78) menjelaskan melalui

bermain peran (role playing), siswa

memainkan peran dengan menirukan

gerakan dan mengembangkan peran

tersebut sesuai dengan masalah yang

sedang dihadapi.

Dengan demikian siswa lebih

dilibatkan sebagai subjek belajar yang

harus berperan aktif dalam memahami

pernyataan dan menganalisis sehingga

mereka mampu bekerja sama, memahami

potensi dan peran dirinya dalam berbagai

tata kehidupannya, menghayati

pentingnya bermasyarakat dan peka

terhadap masalah-masalah sosial yang

sering dialami dalam kehidupan nyata

mereka serta penggunaan metode ini

dapat membantu melancarkan proses

belajar mengajar dan pencapaian tujuan

pembelajaran.

Berdasarkan uraian permasalahan

yang diuraikan di atas, maka untuk

memperoleh hasil belajar yang lebih perlu

adanya pemecahan permasalahan dalam

Page 50: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 45

proses belajar mengajar. Salah satu

alternative pemecahan masalah tersebut di

atas yakni menggunakan metode role

playing. Dengan menggunakan metode

role playing diharapkan siswa mampu

bekerja sama menyelesaikan tugas

akademik dan menciptakan sesuatu yang

inovatif dalam memahami pelajaran

sehingga memperoleh hasil belajar yang

memuaskan.

Pengertian Metode Pembelajaran Istilah metode berasal dari kata

metodologi. Istilah metodologi terdiri dari

metode dan logi. Metode berasal dari

bahasa Yunani, metha (= melalui atau

melewati) dan hados (= jalan dan cara).

Metode berarti jalan atau cara yang harus

dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.

Logi berasal dari kata logos yang artinya

ilmu. Dengan demikian metodologi

berarti suatu ilmu yang membicarakan

tentang jalan atau cara yang harus dilalui

untuk mencapai tujuan tertentu.

Metode merupakan cara yang

sebaik-baiknya mencapai tujuan di segala

lapangan manusia mencari efisiensi kerja

dengan menetapkan metode yang terbaik

untuk mencapai sesuatu tujuan. Sesuai

dengan pendapat Usman (2006: 120)

dikatakan bahwa metode mengajar

merupakan sarana interaksi guru dengan

siswa di dalam kegiatan belajar mengajar.

Dengan demikian, yang perlu

diperhatikan adalah ketepatan metode

mengajar yang dipilih dengan tujuan,

jenis dan sifat materi pelajaran serta

dengan kemampuan guru dalam

memahami dan melaksanakan metode

tersebut.

Selanjutnya, metode pembelajaran

merupakan cara melakukan atau

menyajikan, menguraikan, memberi

contoh, dan memberi latihan isi pelajaran

kepada siswa untuk mencapai tujuan

tertentu (Yamin, 2007: 152). Ahli lain

mengatakan bahwa metode pembelajaran

adalah cara yang ditempuh guru dalam

menyampaikan bahan ajar kepada siswa

secara tepat dan cepat berdasarkan waktu

yang telah ditentukan sehingga diperoleh

hasil yang maksimal (Thoifuri, 2008: 55).

Metode Role Playing/ Bermain Peran

Role playing / bermain peran adalah

berakting sesuai dengan peran yang telah

ditentukan terlebih dahulu. Menurut

Sudjana (2009: 89), metode role playing

adalah suatu cara mengajar dengan jalan

mendramatisasikan bentuk tingkah laku

dalam hubungan sosial. Sedangkan

Suhanadji dan Waspodo, (2003:178)

mengemukakan bahwa metode role

playing sering disebut juga dengan

metode sosio drama. Penggunaan metode

ini pada dasarnya mendramatisasikan

tingkah laku tokoh dalam hubungannya

dengan masalah sosial.

Pada metode role playing, titik

tekanannya terletak pada keterlibatan

emosional dan pengamatan indera ke

dalam suatu situasi masalah yang secara

nyata dihadapi. Proses pembelajaran

berlangsung alamiah dalam bentuk

kegiatan siswa bekerja dan mengalami

bukan transfer pengetahuan dari guru

kepada siswa. Metode pembelajaran lebih

dipentingkan daripada hasil (Depdiknas,

2002:1). Dengan bermain siswa akan

merasa senang karena bermain adalah

dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa

sambil kita antarkan dunia kita (Porter,

2007:12).

Dari teori para tokoh diatas dapat

disimpulkan bahwa anak bermain selain

untuk memenuhi kebutuhan anak juga

sebagai sarana anak untuk bereksplorasi

bagi anak untuk mengembangkan semua

aspek yang dimiliki dalam diri anak. Oleh

karena itu orang tua dan guru harus

mendorong anak melakukan permainan

dengan berbagai variasinya, karena dapat

membantu meningkatkan kreativitas anak.

Page 51: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 46

Tujuan Role Playing

Uno (2009:26) mengemukakan

bahwa tujuan dari penggunaan metode

role playing antara lain: (1) menggali

perasaannya, (2) memperoleh inspirasi

dan pemahaman yang berpengaruh

terhadap sikap, nilai dan persepsinya, (3)

mengembangkan keterampilan dan sikap

dalam memecahkan masalah dan (4)

mendalami mata pelajaran dengan

berbagai macam cara.

Dengan demikian tujuan

penggunaan metode role playing yakni

membantu siswa menemukan makna diri

di dunia sosial dan memecahkan masalah

dengan bantuan kelompok. Artinya

melalui bermain peran siswa belajar

menggunakan konsep peran, menyadari

adanya peran-peran berbeda dan

memikirkan perilaku dirinya dan perilaku

orang lain.

Tahap-tahap Pelaksanaan Metode Role

Playing

Suhanadji dan Waspodo (2003:178)

mengemukakan bahwa dalam

pelaksanaan metode role playing biasanya

guru memperkenalkan suatu masalah,

kemudian menunjuk beberapa orang

siswa untuk memerankan tokoh tertentu

sehubungan dengan pemecahan tersebut.

Peran tersebut dilakukan beberapa lama

sambil disaksikan oleh siswa lain. Setiap

adegan dianggap selesai yang berarti

masalah dianggap telah terpecahkan.

Menurut Clark (dalam Wahab,

2009:112) metode role playing

dilaksanakan dalam pengajaran perlu

dilalui beberapa fase dan kegiatan sebagai

berikut: (1) pemanasan/persiapan, (2)

pemilihan partisipan, (3) menyiapkan

pengamat, (4) menata panggung, (5)

memainkan peran, (6) diskusi dan

evaluasi, (7) memainkan peran ulang, (8)

diskusi dan evaluasi kedua, (9) berbagi

pengalaman dan kesimpulan. Tahap ke 7

dan 8 hanya dilakukan bila dalam proses

memainkan peran, tujuan belum dapat

dicapai.

Keuntungan dan Kelemahan

Penggunaan Metode Role Playing

Keuntungan dan kelemahan metode

role playing menurut Djamarah dan Zain

(2006:89-90), adalah sebagai berikut:

1. Kelebihan Metode Role Playing

a. Siswa melatih dirinya untuk melatih

memahami, dan mengingat isi

bahan yang akan di dramakan.

Sebagai pemain harus memahami

menghayati isi cerita secara

keseluruhan, terutama untuk materi

yang harus diperankannya. Dengan

demikian, daya ingatan siswa harus

tajam dan tahan lama.

b. Siswa akan terlatih untuk

berinisiatif dan berkreatif. Pada

waktu role playing pemain dituntut

untuk mengemukakan pendapatnya

sesuai dengan waktu yang tersedia

c. Bakat yang terdapat pada siswa

dapat dipupuk sehingga

dimungkinkan akan muncul atau

tumbuh bibit seni drama dari

sekolah. Jika seni drama mereka

dibina dengan baik kemungkinan

besar mereka akan menjadi pemain

yang baik kelak

d. Kerja sama antar pemain dapat

ditumbuhkan dan dibina dengan

sebaik-baiknya

e. Siswa memperoleh kebiasaan untuk

menerima dan membagi

tanggungjawab dengan sesamanya

f. Bahasa lisan siswa dapat dibina

menjadi bahasa yang baik agar

mudah dipahami orang lain.

2. Kelemahan Metode Role Playing

a. Banyak memakan waktu, baik

waktu persiapan dalam rangka

pemahaman isi bahan pelajaran

maupun pada pelaksanaan

pertunjukan

Page 52: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 47

b. Memerlukan tempat yang cukup

luas jika tempat sempit menjadi

kurang bebas

c. Sering kelas lain terganggu oleh

suara pemain dan para penonton

yang kadang-kadang bertepuk

tangan, dan sebagainya.

Pengertian Belajar

Belajar ialah suatu proses usaha

yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya (Slameto,

2010: 2). Menurut Djamarah (2008: 13)

belajar merupakan serangkaian kegiatan

jiwa raga untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman individu dalam interaksi

dengan lingkunganya yang menyangkut

kognitif, afektif dan psikomotor.

Belajar adalah modifikasi atau

memperkuat tingkah laku melalui

pengalaman dan latihan. Belajar juga

diartikan sebagai suatu proses perubahan

tingkah laku individu melalui interaksi

lingkungannya (Hamalik, 2008: 52). Pada

dasarnya belajar merupakan tahapan

perubahan perilaku siswa yang relatif

positif dan mantap sebagai hasil interaksi

antara individu yang melibatkan proses

kognitif (Syah, 2010: 90).

Dari beberapa pendapat yang telah

dipaparkan di atas, dapat disimpulkan

bahwa belajar adalah suatu proses

perubahan tingkah laku yang terjadi di

lingkungan akibat pengalaman yang

dialami individu melalui prosedur yang

saling mempengaruhi.

Pengertian Hasil Belajar

Susanto (2013: 5) menjelaskan hasil

belajar merupakan perubahan-perubahan

yang terjadi pada diri siswa, baik yang

menyangkut aspek kognitif, afektif dan

psikomotor sebagai hasil dari hasil

belajar. Untuk mengetahui hasil belajar

yang ingin dicapai apakah telah sesuai

dengan tujuan yang dikehendaki dapat

diketahui melalui evaluasi. Penilaian hasil

belajar siswa mencakup segala hal yang

dipelajari di sekolah baik itu pengetahuan,

sikap dan keterampilan. Sedangkan

Purwanto (2011: 46) menjelaskan hasil

belajar merupakan perubahan perilaku

peserta didik akibat dari belajar.

Perubahan perilaku tersebut disebabkan

karena dia mencapai penguasaan atas

sejumlah bahan yang diberikan dalam

proses belajar mengajar. Purwanto

menambahkan bahwa hasil belajar dapat

berupa perubahan dalam aspek kognitif,

afektif dan psikomotorik.

Hasil belajar menurut Sudjana

(2013: 22) adalah kemampuan yang

dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Proses penilaian

terhadap hasil belajar dapat memberikan

informasi kepada guru tentang kemajuan

siswa dalam upaya mencapai tujuan-

tujuan belajarnya melalui kegiatan

belajar. Selanjutnya dari informasi

tersebut guru dapat menyusun dan

membina kegiatan-kegiatan siswa lebih

lanjut, baik untuk keseluruhan kelas

maupun individu.

Menurut Bloom dkk (dalam

Sudijono, 2009: 49) hasil belajar secara

garis besar dibagi menjadi tiga ranah,

yaitu ranah proses berpikir (kognitif),

nilai atau sikap (afektif), dan keterampilan

(psikomotor). Ketiga ranah tersebut

digunakan untuk mempelajari jenis

perilaku dan kemampuan internal akibat

proses belajar (hasil belajar).

Faktor-Faktor Belajar

Susanto (2013: 12) menjelaskan ada

dua factor yang mempengaruhi hasil

belajar yaitu: (1) Siswa, dalam arti

kemampuan berpikir atau tingkah laku

intelektual, motivasi, minat dan kesiapan

siswa baik jasmani maupun rohani. (2)

lingkungan yaitu sarana dan prasarana,

kompetensi guru, kreatifitas guru,

Page 53: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 48

sumber-sumber belajar, metode serta

dukungan lingkungan keluarga dan

lingkungan sekitar. Pendapat yang sama

juga disampaikan oleh Sudjana, menurut

Sudjana (2010: 39) hasil belajar

dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu

faktor dari dalam diri siswa dan faktor

lingkungan.

1. Faktor dalam diri siswa adalah faktor

yang datang dari dalam diri siswa

terutama kemampuan yang

dimilikinya. Faktor kemampuan siswa

sangat besar sekali pengaruhnya

terhadap hasil yang dicapai. Menurut

Clark (dalam Sudjana, 2010: 39) hasil

belajar siswa di sekolah 70%

dipengaruhi oleh kemampuan siswa

sedangkan 30% dipengaruhi oleh

lingkungan. Sudjana menambahkan

selain faktor yang dimiliki siswa ada

juga faktor lain, seperti motivasi

belajar, minat dan perhatian, sikap dan

kebiasaan belajar, ketekunan, sosial

ekonomi, faktor fisik dan faktor psikis.

2. Faktor lingkungan adalah faktor yang

terdapat di luar diri siswa yang dapat

mempengaruhi hasil belajar yang ingin

dicapai. Salah satu lingkungan belajar

yang paling dominan mempengaruhi

hasil belajar disekolah adalah kualitas

pengajaran, yang dimaksud kualitas

pengajaran adalah tinggi rendahnya

atau efektif tidaknya proses belajar

mengajar dalam mencapai tujuan

pengajaran.

Menurut Sudjana (2010: 40-42)

selain faktor utama ada pula faktor lain

yang mempengaruhi hasil belajar yaitu

faktor guru, faktor kelas dan faktor

sekolah.

Pengertian IPS

IPS merupakan salah satu mata

pelajaran yang diberikan pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah. Mata

pelajaran IPS merupakan sebuah nama

mata pelajaran integrasi dari nama mata

pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi

serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya

(Sapriya, 2009: 7). Jarolimek (1982: 139)

mengatakan bahwa “the social studies as

part of elementary school curriculum

draw subyek-matter content from the

social sience, history, sociology, political

sience, social phsygology, philosophy,

antropology, and ecomomic. The social

studies have been defined as “those

partion of the social sience selected for

instructional purpouse””. IPS sebagai

bagian dari kurikulum sekolah dasar

menggambar konten subyek dari ilmu-

ilmu sosial, sejarah, sosiologi, ilmu

politik, phsykologi sosial, filosofi,

antropologi, dan ekonomi. IPS

didefinisikan sebagai bagian dari ilmu

sosial karena adanya tujuan instruksional.

Pendidikan IPS sebagai mata

pelajaran terdapat dalam kurikulum

sekolah mulai tingkat SD hingga SMP.

IPS pada kurikulum sekolah (satuan

pendidikan), pada hakikatnya merupakan

mata pelajaran wajib sebagaimana

dinyatakan dalam Udang-undang Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Pasal 39. Sementara Soemantri

(dalam Sapriya, 2009: 11) menyatakan

bahwa pendidikan IPS adalah

penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin

ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta

keinginan dasar manusia yang

diorganisasikan dan disajikan secara

ilmiah dan pedagogis/ psikologis untuk

tujuan pendidikan. Pengertian tersebut

berlaku untuk pendidikan dasar dan

menengah. Senada dengan Soemantri,

Sumaatmadja (2005: 1.9) menjelaskan

dalam tingkat sekolah, IPS berkaitan erat

dengan disiplin ilmu-ilmu sosial yang

terintegrasi dengan humaniora dan ilmu

IPS merupakan mata pelajaran yang

mempelajari kehidupan sosial yang

kajiannya mengintegrasikan bidang ilmu-

ilmu sosial dan humaniora.

Istilah IPS di SD merupakan nama

mata pelajaran yang berdiri sendiri

sebagai integrasi dari sejumlah konsep

Page 54: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 49

disiplin ilmu sosial, humaniora, sains

bahkan berbagai isu dan masalah sosial

kehidupan. Materi IPS untuk jenjang

sekolah dasar tidak terlihat aspek disiplin

ilmu karena yang lebih dipentingkan

adalah dimensi pendagogik dan psikologis

serta karakteristik kemampuan berpikir

siswa yang bersifat holistik.

Tujuan Mata Pelajaran IPS

Seperti juga tujuan pendidikan pada

umumnya, tujuan utama pengajaran IPS

memiliki tujuan sebagai berikut :

1. IPS bertujuan mengembangkan

pengetahuan, sikap dan ketrampilan

sosial yang berguna bagi kemajuan diri

siswa sebagai individu maupun sebagai

anggota masyarakat.

2. IPS bertujuan mendidik

kewarganegaraan yang baik.

3. IPS yang mempelajari closed areas

atau masalah-masalah sosial yang

pantang untuk dibicarakan di muka

umum.

Sedangkan menurut Suhanadji dan

Siradjuddin (2012: 19) secara khusus,

tujuan pengajaran IPS di sekolah dapat

dikelompokkan menjadi empat

komponen, yaitu:

1. Memberikan kepada siswa

pengetahuan (knowledge) tentang

pengalaman manusia dalam kehidupan

bermasyarakat pada masa lalu, masa

kini, dan dimasa yang akan datang;

2. Menolong siswa untuk

mengembangkan keterampilan (skills)

untuk mencari, mengolah, dan

memproses informasi;

3. Menolong siswa untuk

mengembangkan nilai/ sikap (value)

deemokrasi dalam kehidupan

bermasyarakat;

4. Menyediakan kesempatan kepada

siswa untuk mengambil bagianatau

berperan sertadalam kehidupan sosial

(social participation).

Dari uraian di atas tujuan

pembelajaran IPS adalah agar peserta

didik menjadi warga Negara yang baik

serta memberikan bekal agar mampu

mengembangkan bakat, minat, dan

kemampuannya dalam lingkungan

masyarakat yang majemuk baik ditingkat

local, nasional, dan global.

Ruang Lingkup Pelajaran IPS

IPS sebagai program pendidikan,

memiliki ruang lingkup pembelajaran.

Adapun ruang lingkup pembelajaran IPS

menurut Sumaatmadja (2005: 1.18) dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1. Sebagai bidang pengetahuan, ruang

lingkup IPS mencakup kehidupan

manusia dalam masyarakat atau

manusia sebagai anggota masyarakat

atau dapat juga dikatakan manusia

dalam konteks sosial.

2. IPS sebagai program pendidikan,

memiliki ruang lingkup yaitu membina

peserta didik menjadi warga

masyarakat dan warga negara yang

memiliki tanggung jawab atas

kesejahteraan bersama dalam arti yang

seluas-luasnya dengan nilai-nilai yang

menjadi karakter program pendidikan

IPS.

Karakteristik IPS di SD

Somantri (dalam Sapriya, 2009: 22),

mengidentifikasi sejumlah karakteristik

dari ilmu- ilmu sosial sebagai berikut:

1. Berbagai batang tubuh (body of

knowledge) disiplin ilmu- ilmu sosial

yang diorganisasikan secara sistematis

dan ilmiah.

2. Batang tubuh disiplin itu berisikan

sejumlah teori dan generalisasi yang

handal dan kuat serta dapat diuji

tingkat kebenarannya.

3. Batang tubuh disiplin ilmu- ilmu sosial

ini disebut juga strukture disiplin ilmu,

atau ada juga yang menyebutnya

dengan fundamental ideas.

4. Teori dan generalisasidalam teori itu

disebut pula pengetahuan ilmiah yang

dicapai lewat pendekatan “conceptual”

Page 55: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 50

dan “syntactis”, yaitu lewat proses

bertanya, berhipotesis, mengumpulkan

data (observasi dan eksperimen).

Pembelajaran IPS di sekolah

khususnya pada SD bersifat integratif

yaitu materi yang diajarkan merupakan

akumulasi sejumlah disiplin ilmu sosial.

Siswa diharapkan memahami sejumlah

konsep, melatih sikap, nilai, moral, dan

ketrampilan berdasarkan konsep yang

dimiliki. Konsep pembelajaran IPS yang

diajarkan pada siswa SD adalah konsep

abstrak, meliputi waktu perubahan,

kesinambungan, arah mataangin,

lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan,

demokrasi, nilai, peranan, permintaan,

atau kelangkaan.

Berdasarkan materi, materi IPS SD

disusun berdasarkan lima macam sumber

materi IPS. Adapun sumber materi IPS

yang dimaksud antara lain:

1. Segala sesuatu yang terjadi di sekitar

anak yang bermula dari keluarga,

sekolah, desa, kecamatan sampai pada

lingkungan yang terluas luas, negara

dan dunia dengan berbagai

permasalahannya.

2. Kegiatan manusia, meliputi mata

pencaharian, pendidikan, keagamaan,

produksi, komunikasi, transportasi.

3. Lingkungan geografi dan budaya

meliputi segala aspek geografi dan

antropologi yang terdapat pada

lingkungan anak mulai terdekat sampai

yang terjauh.

Kehidupan masa lampau,

perkembangan kehidupan manusia,

sejarah yang dimulai dari sejarah

lingkungan terdekat sampai yang terjauh,

membahas tokoh dan kejadian bersejarah

Materi Pembelajaran IPS Dengan

Penerapan Metode Role Playing

Terhadap Hasil Belajar Siswa

Menurut Nasution (dalam Waspodo,

2014: 4) IPS merupakan pelajaran yang

merupakan suatu fusi atau paduan dari

sejumlah mata pelajaran sosial, dapat

dikatakan juga bahwa IPS merupakan

mata pelajaran yang menggunakan

bagian-bagian tertentu dari ilmu sosial,

sedangkan menurut Sapriya (2009: 7)

mata pelajaran IPS merupakan sebuah

nama mata pelajaran integrasi dari nama

mata pelajaran Sejarah, Geografi, dan

Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial

lainnya. Berdasarkan penjelasan di atas

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

IPS merupakan paduan dari sejumlah

mata pelajaran sosial meliputi mata

pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi

serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya.

Pembelajaran IPS dengan penerapan

metode role playing diharapkan dapat

mengatasi masalah-masalah yang

dihadapi siswa dalam kegiatan

pembelajaran IPS sehingga materi

pembelajaran dalam pelajaran IPS dapat

diserap siswa secara maksimal. Selain itu

dengan penerapan metode role playing

siswa diajarkan untuk saling membantu

dan saling bekerja sama dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi

siswa sendiri melalui diskusi. Dengan

demikian penerapan metode role playing

pada pembelajaran IPS akan

mempermudah siswa dalam memahami

materi pada subtema jenis-jenis pekerjaan

sehingga dapat meningkatkan hasil belajar

siswa.

Metode

Rancangan penelitian ini

menggunakan prosedur penelitian

tindakan kelas. Penelitian ini

dilaksanakan melalui proses pengkajian

berdaur yang terdiri atas empat tahapan,

yaitu (1) perencanaan (planing), (2)

tindakan (action), (3) pengamatan

(observation), dan (4) refleksi (reflection).

Adapun rencana penelitian mengacu

pada rancangan penelitian yang dilakukan

oleh Kemmis & McTaggart dengan model

spiral (dalam Riyanto, 2012 : 47) dengan

bagan dibawah ini:

Page 56: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 51

Bagan 1 penelitian model spiral

Kemmis & McTaggart

Berdasarkan alur siklus yang telah

dikemukakan di atas dapat diketahui

bahwa tahapan yang akan digunakan

peneliti adalah refleksi awal, perencanaan

pelaksanaan, tindakan, pengamatan, dan

refleksi. Dari pelaksanaan siklus pertama

bila hasil yang di dapatkan belum sesuai

dengan target maka akan dilakukan

perbaikan pembelajaran pada siklus

selanjutnya. Pada siklus selanjutnya alur

yang digunakan pun sama yaitu dimulai

dari perencanaan ulang, pelaksanaan

tindakan, pengamatan, dan diakhiri

dengan refleksi.

Setelah tahap refleksi awal

dilakukan peneliti, maka peneliti

melaksanakan penelitian yang bersiklus.

Adapun rincian kegiatan pada setiap

siklus diuraikan sebagai berikut.

Perencanaan Kegiatan yang dilaksanakan dalam

tahap perencanaan ini adalah sebagai

berikut:

1. Menyusun skenario pembelajaran yaitu

membuat rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) dengan

menggunakan metode role playing

pada tema 4 subtema jenis-jenis

pekerjaan.

2. Menyiapkan lembar kerja yang akan

dibagikan kepada siswa.

3. Menyusun lembar observasi untuk

kemampuan mengelola pembelajaran

guru dan aktifitas siswa selama

pembelajaran berlangsung.

Tindakan

Pelaksanaan tindakan berupa

pelaksanaan pembelajaran dengan

menggunakan metode role playing pada

kelas IV di SDN Kendangsari III/278

Surabaya. Pelaksanaan penelitian

dilakukan oleh peneliti bersama teman

sejawat yaitu guru kelas V dan guru kelas

VI yang bertindak sebagai pengamat.

Kegiatan pelaksanaan tindakan siklus

pertama ini dilakukan selama 2 kali

pertemuan dan 1 kali tes hasil belajar.

Tindakan ini dilakukan berpedoman pada

perencanaan yang telah dibuat.

Pengamatan

Tahap pengamatan pada dasarnya

dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan

tindakan. Pada tahap ini peneliti dan guru

kelas V serta guru kelas VI SDN

Kendangsari III/278 Surabaya berusaha

untuk mengenali, merekam dan

mendokumentasikan seluruh indikator

proses dan hasil perubahan yang terjadi

baik yang diakibatkan oleh tindakan

terencana atau efek sampingan bahkan

efek lanjutan. Hasil pengamatan ini

kemudian didiskusikan bersama guru

kelas V dan guru kelas VI sebagai

pengamat, kemudian direfleksi sebagai

dasar untuk menyusun perencanaan pada

siklus berikutnya.

Pengamatan terhadap tindakan ini

menggunakan instrumen pengumpul data

yang telah ditentukan. Aspek yang

diamati dalam pengamatan ini adalah

aktifitas kegiatan siswa dan guru saat

proses pembelajaran.

Siklus selanjutnya

Rencana

Aksi

Refleksi

Observasi

Refleksi

awal

Rencana

Observasi

Aksi Refleksi

Page 57: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 52

Refleksi Refleksi dilakukan terhadap

pencapaian hasil belajar pada setiap

siklus. Apabila hasil yang dicapai pada

siklus pertama belum sesuai dengan target

yang ditetapkan dalam Kurikulum SDN

Kendangsari III/278 Surabaya yaitu nilai

hasil belajar individu ≤70 dan nilai rata-

rata ketuntasan kelas ≤70% maka akan

dilaksanakan perbaikan pada siklus-siklus

berikutnya.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di

kelas IV SD Negeri Kendangsari III/ 278.

Sekolah Dasar ini berada di Jl Raya

Tenggilis Mejoyo No. 3 Kecamatan

Rungkut Kota Surabaya.

Subyek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas

IV SDN Kendangsari III/278 Surabaya

tahun pelajaran 2018/2019 berjumlah 35

siswa yang terdiri dari 18 siswa laki-laki

dan 17 Siswa perempuan.

Jenis Data

Ada dua jenis data yang digunakan

dalam penelitian ini, yakni sebagai

berikut.

1. Data pertama berupa tes, yakni tes

hasil evaluasi belajar siswa pada materi

jenis-jenis pekerjaan.

2. Data kedua berupa hasil observasi

pelaksanaan pembelajaran melalui

metode role playing dan angket respon

siswa.

Metode Pengumpulan Data

Penulis menggunakan dua alat

pengumpulan data, yaitu observasi dan tes

tulis. Observasi digunakan untuk

mengamati kemampuan guru dalam

mengelola pembelajaran dan aktifitas

siswa selama kegiatan pembelajaran

dilaksanakan sedangkan tes tulis

digunakan untuk mendapatkan data

tentang hasil belajar siswa diakhir

pembelajaran siklus pertama dan siklus

berikutnya.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data observasi

terdiri dari observasi kemampuan guru

mengelola pembelajaran dan aktivitas

siswa selama kegiatan pembelajaran.

Sedangkan analisis data tes hasil belajar

terdiri dari analisis nilai tes siswa diakhir

pembelajaran.

Analisis Data Observasi Analisis data kemampuan guru

dalam mengelola kegiatan pembelajaran

dengan menggunakan rumus :

100n

rs

Analisis data pengamatan aktifitas

siswa selama kegiatan pembelajaran

menggunakan rumus :

%100jp

btst

Analisis Data Tes Hasil Belajar

Untuk menghitung nilai rata-rata

siswa dapat dilakukan dengan

menggunakan rumus :

P = x 100

Untuk menghitung ketuntasan

belajar klasikal dihitung dengan

menggunakan rumus :

100% x (N) siswa

(f)belajar tuntasyang siswa p

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Belajar Siswa Siklus I

Dari 35 siswa kelas IV, 23 siswa

telah mencapai nilai KKM dengan nilai

rata-rata hasil belajar siswa adalah 75,44.

Persentase ketuntasan belajar Siklus I

65,72%.

Page 58: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 53

Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa

Pada Siklus I

Hasil pengamatan aktivitas siswa

dalam proses pembelajaran pada siklus I

memperoleh persentase 63% dan berada

pada kategori “tinggi“.

Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam

Kegiatan Pembelajaran Siklus I

Hasil observasi aktivitas guru dalam

pembelajaran siklus I sebesar 81,25%.

Nilai tersebut dalam kategori “baik”.

Hasil Belajar Siswa Siklus II

Dari tes yang diadakan di siklus II

terdapat 28 siswa yang tuntas belajar dan

7 siswa yang tidak tuntas belajar. Nilai

rata-rata pada siklus II menjadi 76,57.

Persentase ketuntasan belajar siklus II

sebesar 80%.

Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa

Pada Siklus II Hasil observasi aktivitas siswa

dalam pembelajaran pada siklus II sebesar

73,14% termasuk dalam kategori “tinggi“.

Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam

Kegiatan Pembelajaran Siklus II

Hasil observasi aktivitas guru dalam

pembelajaran siklus II sebesar 89,58%.

Nilai tersebut dalam kategori “sangat

baik”.

PEMBAHASAN

Tes hasil belajar siklus I dan siklus II

dapat disajikan pada table di bawah ini.

Tabel 1

Hasil Belajar Siklus I dan II

Aspek Penilaian Pengamatan

Siklus I Siklus II

Jumlah Nilai 2565 2680

Rata-rata 75,44 76,57

Tuntas 23 siswa 27 siswa

Prosentase

Ketuntasan

65,72% 80%

(Sumber: Data analisis diolah peneliti)

Dari tabel 1 di atas diketahui rata-

rata nilai hasil belajar mengalami

peningkatan. Rata-rata hasil belajar siswa

pada siklus I yaitu 75,44 meningkat

menjadi 76,57 pada siklus II. Hasil

ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar

65,72% dan siklus II ketuntasan klasikal

sebesar 80%. Secara klasikal

pembelajaran dikatakan tuntas karena ≥

70% siswa telah mencapai KKM.

Hasil aktivitas siswa selama

kegiatan pembelajaran pada siklus I

adalah 63%. Sedangkan di siklus II

mengalami peningkatan yaitu dari 63%

menjadi 73,14%. Hasil observasi aktivitas

siswa siklus I dan siklus II dapat disajikan

pada tabel di bawah ini.

Tabel 2

Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I

dan II

No Siklus Rata-

rata

Persentase Ket

1. Siklus

I

18,90 63%

2. Siklus

II

21,94 73,14% Meningkat

(Sumber : data lapangan)

Hasil observasi aktivitas guru siklus

I dan siklus II dapat disajikan pada tabel

di bawah ini.

Tabel 3

Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I

dan II

No Siklus Rata-

rata

Persentase Ket

1. Siklus

I

3,25 81,25%

2. Siklus

II

3,63 89,58% Meningkat

(Sumber: Data analisis diolah

peneliti)

Berdasarkan tabel 3 di atas

menunjukkan bahwa hasil observasi

aktifitas guru dalam kegiatan

pembelajaran pada siklus I aktivitas guru

mencapai 81,25% dengan nilai rata-rata

Page 59: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 54

3,25. Sedangkan pada siklus II aktivitas

guru mencapai 89,58% dengan nilai rata-

rata 3,63. Aktivitas guru mengalami

peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Berdasarkan hasil penelitian di atas

dapat disimpulkan penggunaan metode

role playing pada pembelajaran IPS pada

materi pelajaran jenis-jenis pekerjaan di

lingkungan sekitar dapat meningkatkan

keaktifan siswa dan hasil belajar siswa.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian di atas

dapat disimpulkan penggunaan metode

role playing pada pembelajaran IPS pada

materi pelajaran jenis-jenis pekerjaan di

lingkungan sekitar dapat meningkatkan

keaktifan siswa dan hasil belajar siswa.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan maka saran yang

diberikan peneliti adalah sebagai berikut.

1. Guru sebaiknya menggunakan metode

role playing pada pembelajaran IPS di

tema 4 pada materi pelajaran jenis-

jenis pekerjaan, karena berdasarkan

penelitian ini metode role playing

dapat meningkatkan hasil belajar

siswa.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

tentang penerapan metode role playing

pada tema-tema yang lain atau konteks

materi pelajaran yang lain karena

metode role playing dapat

meningkatkan semangat dan hasil

belajar siswa

Daftar Rujukan

Chadijah dan Agustin. 2012. Bimbingan

Kelompok Teknik Role Playing

Untuk Meningkatkan

Kedisiplinan Siswa Di Sekolah

Kelas VIII SMPN 26 Surakara

Tahun Pelajaran 2011/2012.

Jurnal Nasional Teacher

Training and Education Faculty,

Sebelas Maret University

Surakarta. October 2012.

Diunduh dari

http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.

php/cons/article/viewFile/726/40

3.

Depdiknas. 2002. Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan. Jakarta.

Departemen Jenderal Manajemen

Pendidikan Dasar dan Menengah

DePorter, Bobby, dkk. 2007. Quantum

Teaching. Bandung:Kaifa

Djamarah, Saiful B. dan Azwan Zain.

2006. Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta : Rineka Cipta

Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi

Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Gunawan, Rudi. 2011. Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Filosofi:

Konsep dan Aplikasi. Bandung:

Alfabeta

Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan

Pembelajaran. Jakarta: Bumi

Aksara

Jirolimek, John. 1982. Social Studies in

Elementary Education. Seventh

Edition. New York: Macmillan

Publishing Company. London:

Collier Macmillan Publisher

Purwanto, Ngalim. 2011. Evaluasi Hasil

Belajar. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Riyanto, Yatim. 2012. Metodologi

Penelitian Pendidikan. Surabaya:

SIC

Sapriya. 2009. Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya

Sarihuddin. 2013. The Implementation of

the 2013 Curiculum and the

Issues of English Languange

Teaching and Learning in

Indonesia. International Journal

of the Asian Conference of

Languange Learning 2013

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-

Faktor yang Mempengaruhinya.

Jakarta: Rineka Cipta

Page 60: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 55

Subroto, Waspodo Tjipto. 2014. Bahan

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan

Sosial di Sekolah Dasar.

Surabaya: Unesa University

Press

Sudijono, Anas. 2009. Pengantar

Evaluasi Pendidikan. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada

Sudjana, Nana. 2010. Dasar Dasar

Proses Belajar Mengajar.

Bandung: Sinar Baru Algesindo

Sudjana, Nana. 2013. Penilaian Hasil

Proses Belajar Mengajar.

Bandung: Remaja Rosdakarya

Suhanadji dan Siradjuddin. 2012.

Pendidikan IPS. Surabaya:

Unesa University Press

Suhanadji dan Waspodo. 2003.

Pendidikan IPS. Surabaya: Insan

Cendekia

Sumaatmadja. N. 2005. Metodologi

Pengajaran Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS). Bandung: Alumni

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan

Pembelajaran di Sekolah Dasar.

Jakarta: PT. Kharisma Putra

Utama

Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi

Pendidikan Dengan Pendekatan

Baru. Bandung: Rosda

Thoifuri. 2007. Menjadi Guru Inisiator.

Semarang: Rasail.

Uno, Hamzah B. 2009. Model

Pembelajaran Menciptakan

Proses Belajar Mengajar yang

Kreatif dan Efektif. Jakarta:

Bumi Aksara

Usman, M. User. 2006. Menjadi Guru

Profesional. Bandung: Remaja

Rosda Karya

Wahab Abdul Azis. 2007. Metode dan

Model- model Mengajar.

Bandung : Alfabeta.

Yamin, Martinis. 2007. Strategi

Pembelajaran Berbasis

Kompetensi. Jakarta: Gaung

Persada

Page 61: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 56

ISSN : 2337-3253

PENINGKATAN PEMAHAMAN HUBUNGAN SUMBER DAYA ALAM

DENGAN TEKNOLOGI MELALUI MODEL NHT

SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

(Arik Widiyaningsih)

ABSTRACT

This research is backgrounded because science learning often uses lecture methods

that are not interesting so that children become bored learning.

The purpose of this study describes the application of NHT (Numbered Heads

Together) learning models and student learning outcomes about the relationship of

natural resources with technology in fourth grade students of Tenggilis Mejoyo I

Elementary School in Surabaya.

This study uses Classroom Action Research (CAR). CAR is a reflection of

activities that are deliberately raised, and occur in a class. Each cycle consists of

planning, implementing actions (action), observation (observation) and reflection

(reflection).

The results of the study in cycle I, 8 students or 25% got a score below the KKM,

24 students or 75% above the KKM, and the average score of students was 75.3.

Whereas in cycle II, 5 students or 15.6% got grades below the KKM, 27 students or

84.4% above the KKM, and the average score of students was 82.5.

Based on these data, it can be said that through the NHT (Numbered Heads

Together) model can improve student learning outcomes. This is evident from the

average student learning outcomes in each cycle.

Pendahuluan

Ilmu pengetahuan alam berkaitan

dengan cara mencari tahu tentang alam

secara sistematis, sehingga IPA bukan

hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

tetapi juga merupakan suatu proses

penemuan.Proses pembelajarannya

menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar

menjelajahi dan memahami alam sekitar

secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan

untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat

membantu peserta didik untuk

memperoleh pemahaman yang lebih

mendalam tentang alam sekitar. IPA

diperlukan dalam kehidupan sehari-hari

untuk memenuhi kebutuhan manusia

melalui pemecahan masalah-masalah

yang dapat diidentifikasikan. Penerapan

IPA perlu dilakukan secara bijaksana

agar tidak berdampak buruk terhadap

lingkungan.

Pembelajaran IPA dengan

menggunakan metode ceramah

menjadikan siswa masif, hanya

mendengarkan dan mencatat, dan

sesekali saja menjawab pertanyaan jika

ada pertanyaan dari guru. Selama

pembelajaran gurulah yang aktif, guru

sebagai satu-satunya sumber informasi.

Hal ini perlu di siasati dengan media dan

model pembelajaran yang menarik serta

berkaitan dengan lingkungan murid

sehari-hari supaya siswa termotivasi

dalam belajar. Oleh karena itu, dalam

pembelajaran IPA perlu adanya suatu

Page 62: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 57

model pembelajaran yang dapat

membuat anak aktif berfikir, merasa

menarik dan tidak membuat anak

menjadi bosan ketika proses

pembelajaran berlangsung. Untuk

mengatasi masalah tersebut perlu adanya

perubahan model maupun metode

pembelajaran dengan menerapkan model

pembelajaran NHT (Numbered Heads

Together).

Teknik belajar mengajar Kepala

Bernomor (Numbered Heads Together)

dikembangkan oleh Kagan (1992).

Numbered Heads Together adalah suatu

strategi model pembelajaran kooperatif

yang menggunakan angka yang

diletakkan diatas kepala dengan tujuan

untuk memudahkan guru dalam

mengeksplor aktifitas siswa dalam

mencari, mengolah, dan melaporkan

informasi dari berbagai sumber yang

akhirnya dipresentasikan di depan

kelas.Teknik ini memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk

saling menyumbangkan ide-ide dan

meningkatkan motivasi belajar siswa,

(dalam Aqib, 2013:18).

Berdasarkan uraian di atas, maka

penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan penerapan model

pembelajaran NHT (Numbered Heads

Together) pada pembelajaran IPA

tentang hubungan sumber daya alam

dengan teknologi pada siswa kelas IV

SDN Tenggilis Mejoyo I Surabaya,

mendeskripsikan hasil belajar siswa

tentang hubungan sumber daya alam

dengan teknologi melalui model

pembelajaran NHT (Numbered Heads

Together) pada siswa kelas IV SDN

Tenggilis Mejoyo I Surabaya.

Hubungan Sumber Daya Alam

dengan Teknologi

Sumber daya alam adalah segala

sesuatu yang berasal dari alam. Sumber

daya alam digunakan oleh manusia

untuk memenuhi kebutuhan hidup dan

kesejahteraannya, (dalam Rositawati,

dkk., 2008:170). Pemanfaatan sumber

daya alam dapat dilakukan baik secara

langsung maupun tidak langsung.

Pemanfaatan sumber daya alam secara

langsung dilakukan tanpa pengolahan

terlebih dahulu. Sementara itu,

pemanfaatan sumber daya alam tidak

langsung dilakukan dengan pengolahan

terlebih dahulu.

Teknologi merupakan penerapan

dari sains. Teknologi berkembang sangat

pesat. Perkembangan teknologi

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

hidup manusia. Kemajuan di bidang

teknologi dapat berdampak baik maupun

buruk. Semua itu bergantung pada

pemanfaatannya. Apabila

pemanfaatannya baik, tentu akan

menguntungkan. Namun, apabila

pemanfaatannya tidak baik dan

berlebihan, tentu akan berdampak buruk

bagi manusia.

Oleh karena itu, penggunaan

teknologi harus benar-benar bijak.

Selain itu, kita harus selalu

memperhatikan keberlangsungan

lingkungan sehingga sumber daya alam

tetap terpelihara keberadaannya.

Model Pembelajaran

Model pembelajaran mempunyai

makna yang sangat luas daripada suatu

strategi, metode atau prosedur.Model

pembelajaran dapat diartikan sebagai

suatu rencana atau pola yang digunakan

dalam menyusun kurikulum, mengatur

materi peserta didik, dan memberi

petunjuk kepada pengajar di kelas dalam

setting pengajaran, Jihad (2012:25).

Huitt menyatakan bahwa model-

model pembelajaran dikembangkan

utamanya beranjak dari adanya

perbedaan berkaitan dengan berbagai

karakteristik siswa. Karena siswa

memiliki berbagai karakteristik

kepribadian, kebiasaan-kebiasaan,

modalitas belajar yang bervariasi antara

Page 63: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 58

individu satu dengan yang lain, maka

model pembelajaran guru juga harus

selayaknya tidak terpaku hanya pada

model tertentu, tetapi harus bervariasi,

(dalam Aunurrahman, 2099:141).

Menurut Hanafiah, dkk.,

(2009:41) model pembelajaran

merupakan salah satu pendekatan dalam

rangka mensiasati perubahan perilaku

peserta didik secara adaptif maupun

generatif. Model pembelajaran sangat

erat kaitannya dengan gaya mengajar

guru (teaching style), yang keduanya

disingkat menjadi SOLAT (Style of

Learning ang Teaching).

Brady mengemukakan bahwa

model pembelajaran dapat diartikan

sebagai blueprint yang dapat

dipergunakan untuk membimbing guru

di dalam mempersiapkan dan

melaksanakan pembelajaran, (dalam

Aunurrahman, 2009:146).

NHT (Numbered Heads

Together) atau kepala bernomor

diperkenalkan oleh Kagan. NHT

(Numbered Heads Together) adalah

metode belajar dengan cara siswa diberi

nomor dan di buat suatu kelompok,

kemudian secara acak, guru memanggil

nomor dari siswa, Hamdani (2010:89).

Langkah-langkah yang dapat

ditempuh dalam model pembelajaran

NHT (Numbered Heads Together)

adalah

siswa dibagi dalam kelomok, setiap

siswa dalam kelompok mendapat nomor,

guru memberikan tugas dan masing-

masing kelompok mengerjakannya,

kelompok mendiskusikan jawaban yang

benar dan memastikan tiap anggota

kelompok dapat

mengerjakannya/mengetahui

jawabannya,

guru memanggil salah satu nomor siswa

dengan nomor yang dipanggil

melaporkan hasil kerja sama

mereka,mendengarkan

tanggapan dari teman yang lain,

kemudian guru menunjuk nomor yang

lain dan menarik kesimpulan.

Kelebihan model pembelajaran

NHT (Numbered Heads Together) antara

lain setiap siswa menjadi siap semua,

siswa dapat melakukan diskusi dengan

sungguh-sungguh, siswa yang pandai

dapat mengajari siswa yang kurang

pandai.

Kelemahan model pembelajaran

NHT (Numbered Heads Together) antara

lain kemungkinan nomor yang dipanggil

akan dipanggil lagi oleh guru, tidak

semua anggota kelompok dipanggil oleh

guru.

Metode Penelitian

Pelaksanaan Penelitian

Subjek penelitian ini adalah

siswa kelas IV SDN Tenggilis Mejoyo I

dengan jumlah 32 siswa yang terdiri dari

16 siswa perempuan dan 16 siswa laki-

laki.

Penelitian ini dilaksanakan di

SDN Tenggilis Mejoyo I yang beralamat

di Jl. Jemursari No 232 Surabaya .

Penelitian ini dilaksanakan pada

semester genap tahun 2018, yaitu

tepanya pada bulan Maret-April 2018.

Menurut Arikunto (2010:58)

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah

penelitian tindakan (action research)

yang dilakukan dengan tujuan

memperbaiki mutu pembelajaran di

kelasnya. Penelitian Tindakan Kelas

merupakan suatu pencermatan terhadap

kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan

terjadi dalam sebuah kelas. Tiap siklus

dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

terdiri atas perencanaan tindakan

(planning), pelaksanaan tindakan

(action), observasi (observation) dan

refleksi (reflection).

Adapun model penelitian tindakan kelas

ditunjukkan dalam Gambar 3.1 berikut

ini.

Page 64: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 59

Gambar 3.1 Model Penelitian Tindakan Kelas

(Arikunto, dkk., 2010:16)

Perbaikan pembelajaran ini dilaksanakan

melalui 2 siklus.

1) Siklus pertama adalah guru

memperagakan atau menjelaskan

materi tentang hubungan sumber

daya alam dengan teknologi dengan

menerapkan model pembelajaran

NHT (Numbered Heads Together).

Dalam pembelajaran ini guru juga

menggunakan media gambar untuk

mendukung terlaksananya

pembelajaran.

2) Siklus dua guru mencoba

memperbaiki pembelajaran yang

kurang berhasil di siklus satu.

Berdasarkan hasil dari

pembelajaran yang telah dilakukan (Pra

Siklus), peneliti telah merencanakan

tindakan antara lain sebagai berikut:

1) Menyusun rencana perbaikan

pembelajaran siklus I yaitu tentang

hubungan sumber daya alam dengan

teknologi.

2) Menyiapkan media yang akan di

gunakan yaitu media gambar

puzzle.

3) Menyiapkan LKS yang akan

dikerjakan tiap kelompok.

4) Menyiapkan lembar observasi

tentang keterlaksanaan guru dan

siswa dalam penerapan model

pembelajaran NHT (Numbered

Heads Together).

Sebelum pelaksanaan tahapan

Numberd Heads Together (NHT)

dilakukan, peneliti membacakan tujuan-

tujuan pembelajaran sesuai dengan

materi yang akan dibahas. Tahap-tahap

dalam model Numbered Heads Together

(NHT) antara lain sebagai berikut:

Tahap 1: Membagi siswa dalam

kelompok

Tahap 2: Setiap siswa dalam kelompok

mendapat nomor

Tahap 3: Pemberian tugas pada masing-

masing kelompok

Tahap 4: Diskusi kelompok

Tahap 5: Memanggil salah satu nomor

siswa dan siswa melaporkan hasil kerja

sama mereka

Tahap 6: Tanggapan teman lain,

kemudian guru menunjuk nomor lain

Tahap 7: Kesimpulan

Kegiatan observasi ini dilakukan

untuk mengamati guru ketika mengajar

dan hasil belajar siswa serta kegiatan

yang dilakukan siswa selama proses

pembelajaran berlangsung. Jadi tahap

observasi ini dilakukan pada saat

pembelajaran.

Indikator keberhasilan guru yang ingin

dicapai adalah:

1) Membuka pelajaran dengan salam

2) Menyampaikan apersepsi

3) Menyampaikan tujuan pembelajaran

4) Menginformasikan materi pelajaran

yang akan di pelajari

5) Kesesuaian model Numbered Heads

Together (NHT) yang digunakan

6) Kesesuaian media pembelajaran

yang digunakan

Perencanaan

Siklus I

Pengamatan

Perencanaan

Siklus II

Pengamatan

Pelaksanaan

Pelaksanaan

Refleksi

Refleksi

?

Page 65: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 60

7) Teknik penerapan model Numbered

Heads Together (NHT) pada proses

pembelajaran

8) Menyimpulkan kegiatan

pembelajaran

9) Penguasaan guru terhadap materi

10) Pengelolaan kelas

Indikator keberhasilan siswa yang ingin

dicapai adalah:

a. Memperhatikan secara seksama

penjelasan guru

b. Mencatat penjelasan guru

c. Tidak bermain dengan teman

selama proses pembelajaran

d. Merespon tanya jawab yang

dilakukan guru

e. Aktif ketika menjawab pertanyaan

f. Aktif bertanya

g. Mampu membangun kerjasama

dalam diskusi kelompok

h. Kooperatif dalam

mempresentasikan hasil diskusi

i. Jujur ketika mengerjakan tes tulis

Pada tahapan refleksi

(Reflection), dimaksudkan untuk

mengkaji secara menyeluruh tindakan

yang telah dilakukan, berdasarkan data

yang telah terkumpul, kemudian

dilakukan evaluasi guna

menyempurnakan tindakan berikutnya.

Refleksi ini dilakukan untuk mencatat

atau menulis tentang kekurangan-

kekurangan dan kelebihan dari

pembelajaran yang dilakukan pada

siklus I, serta mengkoreksi hal-hal yang

perlu diperbaiki ataupun tambahan pada

siklus selanjutnya.

Tahapan dalam PTK pada siklus

II sama dengan penjelasan pada siklus I

yaitu (perencanaan, pelaksanaan,

pengamatan dan refleksi). Tahap

pelaksanaan yang dilakukan pada

kegiatan pembelajaran siklus II ini

adalah sama dengan pelaksanaan siklus

I, tetapi melanjutkan pembelajaran yang

selanjutnya (indikator berbeda).

Teknik Pengumpulan Data

Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (1990:187-334) data adalah

keterangan atau bahan nyata yang dapat

dijadikan dasar kajian (analisis atau

kesimpulan). Sedangkan instrumen

adalah alat yg dipakai untuk

mengerjakan sesuatu (seperti alat yang

dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat

kedokteran, optik, dan kimia), sarana

penelitian (berupa seperangkat tes dan

sebagainya) untuk memperoleh data

sebagai bahan pengolahan.

Dari pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa dalam proses

pengumpulan data, peneliti harus

memiliki instumen penelitian sebagi alat

bantu dalam menggunakan metode

pengumpulan data dimana instrumen

tersebut adalah sarana yang dapat

diwujudkan dalam benda, misalnya

angket, perangkat tes, pedoman

wawancara, pedoman observasi, skala,

peneliti itu sendiri dan sebaginya.

Untuk mendapatkan data, PTK

ini menggunakan instrumen berupa

lembar observasi dan lembar tes.

1. Pengamatan (Observasi)

Pengamatan yaitu alat penilaian

yang pengisiannya dilakukan oleh guru

atas dasar pengamatan terhadap perilaku

siswa, baik secara perorangan maupun

kelompok, di kelas maupun di luar kelas,

Jihad (2012:69). Menurut Arikunto

(2013:199) Mengobservasi dapat

dilakukan melalui penglihtan,

penciuman, pendengaran, peraba, dan

pengecap. Apa yang dikatakan ini

sebenarnya adalah pengamatan

langsung. Di dalam artian penelitian

observasi dapat dilakukan dengan tes,

kuesioner, rekaman gambar, rekaman

suara.

Observasi dapat dilakukan

dengan dua cara, yang kemudian

digunakan untuk menyebut jenis

observasi, yaitu:

1. Observasi non-sistematis, yang

dilakukan oleh pengamat dengan

Page 66: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 61

tidak menggunakan instrumen

pengamatan.

2. Observasi sistematis, yang

dilakukan oleh pengamat dengan

menggunakan pedoman sebagai

instrumen pengamatan.

Observasi dalam penelitian ini

dilakukan secara langsung pada saat

pembelajaran berlangsung. Tujuan

tindakan observasi adalah untuk

mengetahui aktivitas mengajar guru

dalam menerapkan model NHT

(Numbered Heads Together) dan

mengetahui aktivitas siswa selama

pembelajaran berlangsung. Adapun

format lembar observasi aktivitas

mengajar guru dan lembar observasi

aktivitas siswa selama pembelajaran

adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Instrumen Observasi Aktivitas Mengajar Guru

No Aspek yang di

Observasi

Kriteria Penilaian

1 2 3 4 5

1 Membuka pelajaran

dengan salam

2 Menyampaikan apersepsi

3 Menyampaikan tujuan

pembelajaran

4 Menginformasikan materi pelajaran yang

akan di pelajari

5 Kesesuaian model NHT yang digunakan

6 Kesesuaian media

pembelajaran yang

digunakan

7 Teknik penerapan

model NHT pada proses

pembelajaran

8 Menyimpulkan kegiatan pembelajaran

9 Penguasaan guru

terhadap materi

10 Pengelolaan kelas

Total Skor

Prosentase

Skor 5 = Sangat baik

Skor 4 = Baik Skor 3 = Cukup

Skor 2 = Kurang baik

Skor 1 = Tidak baik

Tabel 3.3

Instrumen Observasi Aktivitas

Belajar Siswa No Aspek

yang diamati

Indikator Kriteria

1 2 3 4 5

1 Perhati

an

Memperhatikan

secara seksama penjelasan guru

Mencatat

penjelasan guru

Tidak bermain dengan teman

selama proses

pembelajaran

Merespon tanya

jawab yang

dilakukan guru

2 Keaktifan

Aktif ketika menjawab

pertanyaan

Aktif bertanya

3 Kerjasama

Mampu membangun

kerjasama dalam

diskusi kelompok

Kooperatif dalam

mempresentasikan

hasil diskusi

4 Kejujuran

Jujur ketika mengerjakan tes

tulis

Total Skor

Prosentase

Keterangan kriteria penilaian:

Skor 5 = Sangat baik

Skor 4 = Baik

Skor 3 = Cukup

Skor 2 = Kurang baik

Skor 1 = Tidak baik

Alat penilaian teknik tes, yaitu:

(a) tes tertulis, merupakan tes atau soal

yang harus diselesaikan oleh siswa

secara tertulis; (b) tes lisan, yang

merupakan sekumpulan tes atau soal

atau tugas yang diberikan kepada siswa

dan dilaksanakan dengan cara tanya

jawab; dan (c) tes perbuatan, merupakan

tugas yang pada umumnya berupa

kegiatan praktek atau melakukan

kegiatan yang mengukur keterampilan.

Tes yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah tes tertulis. Tes

tertulis bertujuan untuk mengetahui

peningkatan pemahaman siswa

Page 67: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 62

mengenai hubungan sumber daya alam

dengan teknologi.

Teknik Analisis Data Analisis data pada penelitian ini

dilakukan secara deskriptif kualitatif.

Data deskriptif kualitatif maksudnya

menjelaskan peristiwa-peristiwa yang

terjadi di lapangan secara alami. Data

tersebut berupa informasi berbentuk

kalimat yang memberi gambaran tentang

ekspresi siswa tentang tingkat

pemahaman terhadap suatu mata

pelajaran (kognitif), pandangan atau

sikap siswa terhadap metode belajar

yang baru (afektif), aktifitas siswa

mengikuti pelajaran, perhatian, antusias

dalam belajar, kepercayaan diri,

motivasi belajar dan sejenisnya. Analisis

data kualitatif digunakan untuk

menganalisis lembar observasi.

Sedangkan untuk menganalisis hasil tes

tulis siswa menggunakan analisis data

kuantitatif. Data kuantitatif ini dalam

bentuk angka-angka. Tes tulis yang di

analisis secara kuantitatif ini selanjutnya

di ubah dalam bentuk persentase.

Teknik analisis data kualitatif:

1) Reduksi data, merupakan proses

pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan

(membuang yang tidak perlu),

pengabstrakan, dan transformasi

data yang muncul dari lembar

observasi, angket sehingga dapat

ditarik kesimpulan dan

diverifikasi.

2) Penyajian data dilakukan dengan

mengorganisasikan data hasil

reduksi dalam bentuk narasi,

grafik, maupun tabel.

3) Penarikan kesimpulan,

dimaksudkan untuk memberikan

kesimpulan terhadap hasil

penafsiran dan evaluasi.

Untuk menganalisis tes tulis

siswa, ditentukan dari skor perolehan.

Nilai = skor perolehan siswa X

100%

skor maksimal

Menurut Jihad ( 2012:166) untuk

menghitung skor adalah sebagai berikut:

Skor = X 100

Dimana:

B = banyaknya butir yang dijawab

benar

N = banyaknya butir soal

Data skor tes tulis dianalisis

dengan membuat tabulasi dan

persentase. Daftar skor diolah dengan

mengelompokkan/menghitung jumlah

nilai yang sama, persentase, dan skor

rata-rata.

Selanjutnya untuk menganalisis

lembar observasi aktivitas guru dan

aktivitas siswa, peneliti menggunakan

tabel kriteria penilaian yang telah

disusun dengan menentukan prosentase

tertinggi yaitu 100% dan terendah 0%.

Kemudian membagi prosentase tertinggi

menjadi lima kriteria yaitu sangat baik,

baik, cukup baik, kurang baik, dan tidak

baik.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Siklus I

05

10152025

Jum

lah

Sis

wa

Berdasarkan diagram di atas,

dapat di lihat bahwa nilai rata-rata siswa

sudah di atas KKM. Akan tetapi, jika di

pandang dari setiap siswa pada siklus I,

nilainya masih jauh dari yang

diharapkan. Oleh karena itu, perlu di

Page 68: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 63

adakan perbaikan pembelajaran pada

siklus II.

Dalam tahap ini peneliti

merencanakan tindakan tetap

menggunakan model NHT(Numbered

Heads Together)untuk memperbaiki

siklus I, akan tetapi peneliti berusaha

sebaik mungkin agar kekurangan-

kekurangan yang terjadi pada siklus I

tidak terulangi pada siklus II.

Kegiatan perbaikan pembelajaran

siklus II dilaksanakan pada hari Kamis 3

April 2018. Dalam proses pembelajaran

pada siklus II diperoleh hasil penelitian

sebagai berikut:

1) Observasi Aktivitas Mengajar Guru

Kegiatan observasi aktivitas

mengajar guru siklus II dilaksanakan

pada tanggal 03-04-2014. Kegiatan

tersebut dilakukan pada saat proses

pembelajaran berlangsung. Pada

kegiatan observasi ini, guru yang

mengobservasi adalah bu Alfiah,S.Pd.

Guru yang bernama bu Alfiah, S.Pd ini

sebagai teman sejawat yang membantu

dalam mengobservasi aktivitas mengajar

guru. Kegiatan observasi aktivitas

mengajar guru yang diamati sebagai

berikut: Tabel 4.7

Instrumen Observasi Aktivitas Mengajar

Guru Siklus II

No Aspek yang Di

Observasi

Kriteria

Penilaian

1 2 3 4 5

1 Membuka pelajaran

dengan salam

2 Menyampaikan

apersepsi

3 Menyampaikan

tujuan pembelajaran

4 Menginformasikan

materi pelajaran yang

akan di pelajari

5 Kesesuaian model

NHT yang digunakan

6 Kesesuaian media

pembelajaran yang

digunakan

7 Teknik penerapan

model NHT pada

proses pembelajaran

8 Menyimpulkan

kegiatan

pembelajaran

9 Penguasaan guru

terhadap materi

10 Pengelolaan kelas √

Total Skor 47

Persentase 94% Skor 5 = Sangat baik

Skor 4 = Baik

Skor 3 = Cukup Skor 2 = Kurang baik

Skor 1 = Tidak baik

Berdasarkan kegiatan observasi

yang dilakukan oleh pengamat, yaitu bu

Alfiah,S.Pd didapatkan skor sebesar 47

dengan persentase 94% dan dapat

dikatakan sangat baik. Artinya guru

sudah melaksanakan pembelajaran

sesuai dengan langkah-langkah model

NHT (Numbered Heads Together).

0102030405060

Jum

lah

Sis

wa

Apabila melihat grafik di atas,

dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata

siswa sudah di atas KKM. Artinya dapat

di katakan bahwa guru sudah berhasil

dalam membelajarkan materi hubungan

sumber daya alam dengan teknologi

melalui model NHT (Numbered Heads

Together). Oleh karena itu, guru tidak

perlu mengadakan perbaikan

pembelajaran siklus III.

Dengan demikian, melalui

model NHT (Numbered Heads Together)

dapat meningkatkan pemahaman siswa

kelas IV mengenai materi hubungan

sumber daya alam dengan teknologi.

Page 69: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 64

Gambar 4.4

Grafik Hasil Tes Tulis (Pra Siklus,

Siklus I, Siklus II)

Di Bawah KKM05

1015202530

Pra

Sik

lus

Sikl

us

I

Sikl

us

II

Di Bawah KKM

Di Atas KKM

Pembahasan Hasil Penelitian

Perbaikan Pembelajaran

Berdasarkan deskripsi hasil

penelitian yang telah dibahas, peneliti

dapat menjabarkan kegiatan pada

masing-masing siklus sebagai berikut:

1. Tahap Pra Siklus

Kegiatan pembelajaran pada pra

siklus dapat dikatakan kurang baik.

Sebanyak 22 siswa nilainya di bawah

KKM, atau sama artinya persentase

ketidaktuntasan sebesar 69 %.

Sedangkan siswa yang nilainya di atas

KKM ada 10 siswa. Artinya Siswa yang

tuntas sebesar 31%. Sehingga pada pra

siklus diperoleh nilai rata-rata siswa

55,3.

2. Siklus I

Berdasarkan kegiatan observasi

aktivitas mengajar guru, diperoleh

persentase 90% dan dapat dikatakan

sangat baik. Guru sudah melaksanakan

pembelajaran sesuai dengan langkah-

langkah model Numbered Heads

Together (NHT). Akan tetapi, masih ada

aspek yang masih perlu diperbaiki, yaitu

mengenai pengelolaan kelas.

Berdasarkan data observasi

aktivitas belajar siswa diketahui bahwa

persentase 77% merupakan kategori

baik. Aktivitas siswa selama proses

pembelajaran IPA materi hubungan

sumber daya alam dengan teknologi

melalui model NHT (Numbered Heads

Together) sudah hampir sesuai dengan

yang diharapkan guru.

Pada pembelajaran siklus I nilai

siswa di bawah KKM ada 8 siswa

dengan persentase 25%. Sedangkan nilai

siswa di atas KKM ada 24 siswa dan

setara dengan 75%. Dari pembelajaran

siklus I, nilai rata-rata siswa 75,3.

3. Siklus II

Berdasarkan kegiatan observasi

aktivitas mengajar guru dapat simpulkan

bahwa pada siklus II guru sudah

melaksanakan pembelajaran sesuai

dengan langkah-langkah model NHT

(Numbered Heads Together). Hal ini

dapat ditunjukkan dari perolehan nilai

yang diberikan pengamat yaitu sebesar

47 dengan persentase 94%.

Berdasarkan data observasi

aktivitas belajar siswa, dapat dikatakan

bahwa aktivitas siswa selama proses

pembelajaran IPA materi hubungan

sumber daya alam dengan teknologi

melalui model NHT (Numbered Heads

Together) berjalan sangat baik.

Pembelajaran yang dilaksanakan pada

siklus II mengalami peningkatan jika

dibandingkan siklus I. Hal ini dapat

dibuktikan dari perolehan nilai observasi

aktivitas belajar siswa yang mendapat

nilai sebesar 41 dengan persentase 91%.

Beberapa catatan yang diperoleh

dari kegiatan pembelajaran pada siklus

II adalah:

1) Guru telah melaksanakan

pembelajaran sesuai dengan

langkah-langkah model NHT

(Numbered Heads Together).

2) Guru sudah dapat mengelola kelas

sehingga keadaan kelas kondusif.

Kelas sudah tidak ramai.

Page 70: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 65

3) Guru sudah berkeliling kepada tiap-

tiap kelompok. Guru sudah

mengarahkan siswa untuk berperan

aktif membantu kelompoknya. Guru

juga membimbing kelompok yang

mengalami kesulitan ketika

mengerjakan tugas yang diberikan

guru.

4) Guru telah memberikan

penghargaan pada kelompok yang

terbaik sehingga siswa lebih

termotivasi.

5) Siswa terlihat lebih aktif dalam

mengungkapkan pendapat. Siswa

yang sebelumnya malu

mengungkapkan pendapat pada

siklus I, pada pembelajaran siklus II

sudah berani mengungkapkan

pendapat.

6) Media yang digunakan guru

membuat siswa lebih tertarik,

sehingga dalam proses

pembelajaran siswa tidak merasa

jenuh.

Berdasarkan hasil tes tulis pada

pembelajaran siklus II, siswa yang

mendapat nilai di bawah KKM ada 5

siswa dengan persentase 15,6%.

Sedangkan siswa yang mendapat nilai di

atas KKM ada 27 siswa dengan

persentase 84,4%.

Pada siklus II, diperoleh nilai

rata-rata siswa sudah di atas KKM, yaitu

82,5. Artinya guru sudah berhasil dalam

membelajarkan materi hubungan sumber

daya alam dengan teknologi melalui

model NHT (Numbered Heads

Together). Oleh karena itu, guru tidak

perlu mengadakan perbaikan

pembelajaran siklus III.

Dengan demikian, penggunaan

model NHT (Numbered Heads Together)

dapat meningkatkan pemahaman siswa

pada materi hubungan sumber daya alam

dengan teknologi.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan pada siklus I dan siklus II,

maka

disimpulkan bahwa:

1. Dengan menerapkan model

NHT(Numbered Heads Together)

dapat meningkatkan hasil belajar

siswa pada mata pelajaran IPA di

kelas IV SDN Tenggilis Mejoyo I

pada materi hubungan sumber daya

alam dengan teknologi. Hal ini

dapat dilihat dari persentase

ketuntasan hasil tes tulis siswa pada

siklus I sebesar 75% dan pada siklus

II sebesar 84%. Pembelajaran pada

siklus II mengalami peningkatan

dan hasilnya jauh lebih baik jika

dibandingkan siklus I. Dengan

diterapkannya model NHT

(Numbered Heads Together),

aktivitas siswa Kelas IV SDN

Tenggilis Mejoyo I menunjukkan

adanya peningkatan dan siswa

menjadi lebih baik. Dalam

pembelajaran ini, siswa aktif

bertanya dan menjawab serta saling

membantu dengan kelompoknya

masing-masing. Ini menunjukkan

adanya kerjasama yang baik dengan

kelompok.

2. Melalui model pembelajaran NHT

(Numbered Heads Together) siswa

merasa pembelajaran sangat

menyenangkan daripada belajar

dengan menggunakan metode

ceramah dan tanya jawab seperti

pembelajaran yang sebelumnya.

Saran Tindak Lanjut

Berdasarkan simpulan diatas beberapa

saran yang dapat dipergunakan sebagai

bahan pertimbangan :

1. Bagi Guru

Guru seharusnya mengetahui

berbagai macam model

pembelajaran yang berguna untuk

pembelajaran, salah satunya adalah

model NHT (Numbered Heads

Page 71: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 66

Together). Model pembelajaran

dapat meningkatkan pemahaman

siswa dan meningkatkan

keberhasilan siswa dalam belajar.

2. Bagi Siswa

Siswa diharapkan terus melatih

kemampuan untuk mengungkapkan

pendapat, dan berusaha untuk

bekerja sama dengan teman atau

kelompok dalam menyelesaikan

tugas-tugas yang diberikan guru.

3. Bagi Sekolah

Hendaknya sekolah dijadikan

wahana untuk belajar yang nyaman

sehingga siswa tidak jenuh belajar.

Daftar Rujukan

Anggoro, Toha, M, dkk. (2011). Metode

Penelitian. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Arikunto, Suharsimi, dkk. (2010).

Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Aunurrahman. (2012). Belajar dan

Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Aqib, Zainal. (2013). Model-Model,

Media, dan Strategi

Pembelajaran Kontekstual

(Inovatif). Bandung: Yrama

Widya.

Badan Standar Nasional. 2006 . Standar

Kompetensi dan Kompetensi

dasar Ilmu Pengetahuan alam

SD/MI. Jakarta: Depdiknas.

Hamdani. (2010). Strategi Belajar

Mengajar. Bandung: Pustaka Setia

Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana.

(2009). Konsep Strategi

Pembelajaran. Bandung: Refika

Aditama.

Jihad, Asep dan Abdul Haris. (2012).

Evaluasi Pembelajaran.

Yogyakarta: Multi Pressindo.

Rositawati, S dan Aris Muharam.

(2008). Senang Belajar Ilmu

Pengetahuan Alam Untuk Kelas

IV Sekolah Dasar/Madrasah

Ibtidaiyah. Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional.

Taufiq, Agus, dkk. (2012). Pendidikan

Anak di SD. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa.

(1990). Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Wardhani, Igak dan Kuswaya Wihardit.

(2011). Penelitian Tindakan

Kelas. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Page 72: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 67

ISSN : 2337-3253

PENGGUNAAN MEDIA BENDA KONKRET UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR PADA MATERI PERKALIAN DAN PEMBAGIAN

SISWA KELAS II SDN DUKUH KUPANG I/488 SURABAYA

(Siti Romlah)

ABSTRACT

Concrete object are something tangible , which we can use to perform

multiplication counting and division to make it easier and fun . concrete objects that we

can use this variety , we can use marbles , candy , pencils , beads , fruit , and so forth .

Sunch concrete object will attract more students to attend the math lesson that was

initially felt very diffilcult and frightening . learning media in the from of real object that

have advantages and disadvantages . the advantages of concrete object can be moved or

manipulated , while the weaknesses can not be presented in writing or books . there fore

for the from writing we make the drawings or diagrams . but still have weaknesses

because it can not be manipulated different from the real things . it is expected that with

the use of concrete object learning media , the delivery of subject matter by the teacher to

the students will be easier to understand by the students , also can stimulate the students

activity in the learning process. From the above opinon can be concludded that the

mathematics learning outcomes subject multiplication and division will increase if in the

process of learning using appropriate learning media . one of the proper media for

mathematics subject matter multiplication and division is a concrete object . this is what

prompted the writer to take the litle of classroom action research “The use of concrete

material mediaa to improve the mathematies learning outcomes of the principles of

multiplation and division of the second grade students of SDN DUKUH KUPANG 1/488

SURABAYA lesson year 2016 / 2017 .

Keywords : Concrete Objects,media,multiplication,division

Pendahuluan

Dalam pembelajaran matematika

agar mudah dimengerti oleh siswa ,

proses penalaran induktif dapat

dilakukan pada awal pembelajaran dan

dilanjutkan dengan proses penalaran

deduktif untuk menguatkan pemahaman

yang sudah dimiliki oleh siswa.Usia

sekolah yang berada antara rentang

umur 5-12 tahun merupakan tahap

perkembangan anak yang melibatkan

aspek sekolah dalam kehidupannya.Pada

orang tua berkeyakinan bahwa tugas

orang tua berkeyajinan bahwa tugas

orang tua adalah bekerja dan

mengasuh,sementara tugas anak pada

rentang usia tersebut difokuskan untuk

belajar. Sebagian orang tua masih

memandang belajar sebagai proses

perolehan pengetahuan yang pasif

dengan materi yang terstruktur dan hasil

belajar yang dapat diramalkan.Biasanya

jika menjelang musim ulangan,orangtua

sibuk mencari berbagai berbagai macam

soal ulangan tahun

sebelumnya.Kepanikan orangtua

terhadap pendidikan anak juga menjadi

sebagian besar dengan kurikulum

pendidikan kita sekarang ini.

Banyak siswa SDN DUKUH

KUPANG I/488 Surabaya yang hasil

belajarnya rendah bahkan ada yang

sangat rendah,terutama pada pelajaran

Page 73: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 68

matematika dalam hal hitung

menghitung. Di sini siswa kurang

mampu mampu,juga ada yang tidak

mampu dalam memahami cara perkalian

dan pembagian dengan benar. Ini semua

disebabkan karena tidak adanya media

pembelajaran yang relevan untuk

digunakan dalam menyampaikan materi

pembelajaran kepada siswa dan

keterbatasan guru dalam menyampaikan

materi pelajaran. Siswa masa bodoh

dalam hal hitung menghitung dantidak

pernah memperlihatkan cara perkalian

dan pembagian yang benar,serta siswa

jarang diberikan latihan perkalian dan

pembagian secara rutin.

Setelah penulis berwawancara

pada waktu pelaksanaan kegiatan KKG

terutama dengan guru-guru yang

mengajar di kelas rendah terutama di

kelas II,ternyata mereka tidak rutin

mengajarkan perkalian dan pembagian

secara kontinyu,serta di dalam

penyampaian materi pelajaran guru tidak

pernah menggunakan media

pembelajaran,kemudian wawancara

dilanjutkan di kelas yang lebih

tinggi,dan ternyata perkalian dan

pembagian yang diajarkan di kelas

rendah maupun kelas tinggi tidak dapat

perhatian secara terpogram dan

berkesinambungan sampai mereka tamat

di kelas IV.

Maka tidak heran banyak kelas

IV bahkan sampai lulus pun tidak bisa

melakukan perkalian dan pembagian

dengan benar, karena yang mereka

hitung bukan hanya angka-angka kecil

namun mereka juga akan menghadapi

perkalian dan pembagian sangat penting

diterapkan di SD terutama di kelas

rendah,karena di dalam keseharian kita

tidak bisa jauh dari yang namanya

berhitung.

Banyak sekali manfaat dari media

pembelajaran.Sangat jelas sekali

perbedaan hasil belajar dari penjelasan

lisan saja dibandingkan disertai dengan

menggunakan media pembelajaran yang

relevan yaitu dengan media

pembelajaran benda konkrit.Media

pembelajaran benda konkret ini terbukti

sangat mudah dipelajari oleh siswa

Sekolah Dasar terutama SDN DUKUH

KUPANG I/488.Selain mudah

dipelajari,benda konkret ini mudah

diperoleh di sekitar kita, siswa juga bisa

membuatnya sendiri di rumah.Jadi siswa

tidak merasa asing jika kita

menggunakan media pembelajaran

benda konkret ini untuk membantu

siswa dalam belajar

matematikan.Warna-warna yang

terdapat pada benda konkret tersebut

juga dapat menarik perhatian

siswa,sehingga belajar akan lebih

menyenangkan.

Dengan mengajak siswa untuk

belajar sambil bermain itu akan lebih

memudahkan siswa untuk menerima

materi pelajaran yang diberikan oleh

guru.kebanyakkan siswa lebih cepat

tanggap bila guru menggunakan media

pembelajaran seperti benda konkret

tersebut.Sebab cara pengguaan benda

konkret ini tergolong lebih mudah

dibanding dengan media pembelajaran

yang lainnya.Benda konkret yaitu

sesuatu yang berwujut nyata,yang dapat

kita gunakan untuk melakukan operasi

hitung perkalian dan pembagian agar

lebih mudah dan menyenangkan.Benda

konkret yang dapat kita gunakan ini

bermacam-macam,kita dapat

menggunakan kelereng,gula-gula,pensil,

manik-manik,buah dan lain

sebagainya.Benda konkret semacam itu

akan lebih menarik perhatian para siswa

untuk mengikuti pelajaran matematika

yang semula dirasanya sangat sulit dan

menakutkan. Media pembelajaran yang

berupa benda-benda real itu memiliki

keuntungan dan kelemahan.Keuntungan

benda-benda konkret itu dapat dipindah-

pindahkan atau

dimanipulasikan,sedangkan

Page 74: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 69

kelemahannya tidak dapat disajikan

dalam bentuk tulisan atau

buku.Karenanya untuk bentuk tulisan

kita buat gambarnya atau

diagramnya,tetapi masih memiliki

kelemahan karena tidak dapat

dimanipulasikan berbeda dengan benda

– benda nyatanya.

Diharapkan dengan penggunaan

media pembelajaran benda konkret ini

penyampaiannyamateri pelajaran oleh

guru kepada siswa akan lebih mudah di

mengerti oleh siswa,juga bisa

merangsang aktifitas siswa dalam proses

pembelajaran.Dari pendapat di atas

dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

matematika pokok bahasan paerkalian

dan pembagian akan meningkat jika

dalam proses pembelajarannya yang

tepat.Salah satu media yang tepat untuk

pelajaran matematika pokok bahasan

perkalian dan pembagian adalah benda

konkret.Hal inilah yang mendorong

penulis untuk mengambil judul

Penelitian Tindakan Kelas “Penggunaan

Media Benda Konkret untuk

meningkatkan hasil belajar matematika

Pokok Bahasan Perkalian dan

Pembagian pada Siswa Kelas II SDN

DUKUH KUPANG I/488 Surabaya

Tahun 2017/2018”.

Hasil Belajar Matematika

Menurut Ruseffendi ( 1992:27 )

matematika adalah terjemahan dari

Mathematics.Namun arti daru definisi

yang tepat dari matematika tidak dapat

diterapkan secara eksak (pasti) dan

singkat. Definisi dari matematika makin

lama makin sukar untuk dibuat,karena

cabang-cabang matematika makin lama

makin bertambah dan makin bercampur

satu sama lainnya. James dan James

dalam Ruseffendi (1992:27) mengatakan

bahwa matematika adalah ilmu tentang

logika mengenai bentuk,susunan,besaran

dan konsep-konsep yang saling

berhubungan satu sama lainnya dengan

jumlah yang banyaknya terbagi ke

dalam tiga bidang,yaitu aljabar,analisis,

dan geometri.

Dalam pembelajara matematika

agar mudah dimengerti oleh

siswa,proses penalaran induktif dapat

dilakukan pada awal pembelajaran dan

kemudian dilanjutkan dengan proses

penalaran deduktif untuk menguatkan

pemahaman yang sudah dimiliki siswa.

Dari pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa matematika adalah

suatu ilmu yang menggunakan logika

dan mempunyai peranan yang sangat

penting,hal ini sering kali disebut

dengan ilmu pasti dan memiliki konsep-

konsep yang saling berhubungan satu

sama lainnya sehingga matematika

bersifat sangat kuat dan jelas. Di dalam .

Di dalam membelajaran matematika

hendaknya menggunakan benda konkret.

Media Benda Konkret

Peranan media pembelajaran

sangat penting dalam kegiatan belajar

mengajar. Sangatlah sulit materi materi

pelajaran tersampaikan dengan baik

tanpa melalui media pembelajaran yang

tepat.Demikian banyak bentuk dan

macam media pembelajaran,akan tetapi

yang terpenting adalah pemilihan bentuk

dan macam media pembelajaran

disesuaikan dengan tujuan pembelajaran,

materi pembelajaran, ketersediaan

sarana dan prasarana di tempat

terjadinya proses pembelajaran tersebut.

Menurut Edi Setyohartono dalam

Derap guru (2009:33) media

pembelajaran adalah segalah sesuatu

yang dapat dimanfaatkan unytuk

menyalurkan pesan dan dapat

merangsang pikiran,perhatian,dan

kemauan siswa sehingga dapat

mendorong terjadinya proses belajar

pada diri siswa sehingga dapat

mendorong terjadinya proses belajar

pada diri siswa.

Page 75: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 70

Berbagai pendapat mengenai

manfaat dari media pembelajaran

diantaranya adalah menurut pendapat

Sudjana dan Rivai (1992: 24)

mengemukakan manfaat media

pembelajaran dalam proses belajar

siswa,yaitu: (1) Pembelajaran akan lebih

menarik perhatian siswa sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar, (2)

Bahan Pembelajaran akan lebih jelas

maknanya sehingga dapat lebih

dipahami siswa dan memungkinkan

menguasai dan mencapai tujuan

pembelajaran, (3) Metode mengajar

akan lebih bervariasi, (4) Siswa dapat

lebih banyak melakukan kegiatan belajar

sebab uraian tidak hanya mendengarkan

uraian guru,tetapi juga aktivitas lain

seperti

mengamati,melakukan,mendemonstrasik

an,memerankan, dan lain-lain.

Dari beberapa pendapat tentang

manfaat penggunaan media

pembelajaran di dalam proses belajar

mengajar,dapat disimpulkan sebagai

berikut: (1) Media pembelajaran dapat

meningkatkan dan mengarahkan

perhatian anak sehingga dapat

memperjelas penyajian pesan dan

informasi sehingga dapat memperlancar

dan meningkatkan pesan dan informasi,

(2) Media Pembelajaran dapat

meningkatkan dan mengarahkan

perhatian anak sehingga dapat

menimbulkan motivasi belajar, interaksi

langsung antara siswa dan

lingkungannya dan kemungkinannya

siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai

dengan kemampuan dan minatnya, (3)

Media Pembelajaran dapat mengatasi

keterbatasan indera, ruang dan waktu.

Objek atau benda yang terlalu besar

untuk iklan langsung di bawah kelas

dapat diganti dengan

gambar,taoto,slide,film,radio atau

model.Objel atau benda yang terlalu

kecil yang tidak tampak oleh indera

dapat disajikan dengan ketentuan

mikroskop,film.slide, dan gambar.

Kejadian yang terjadi di masa lalu atau

terjadi sekali dalam puluhan tahun dapat

ditampilkan melalui rekaman

vidio,film,tato,slide. Objek atau proses

yang amat rumit seperti peredaran darah

dapat ditampilkan secara konkrit melalui

film,gambar,dan slide.Kejadian atau

percobaan yang dapat membahayakan

dapat disimulasikan dengan media

seperti computer,film,dan

vidio.Peristiwa alam seperti terjadinya

letusan gunung berapi atau proses yang

dalam kenyataannya membutuhkan

waktu yang lama seperti proses

kepompong menjadi kupu-kupu, dapat

disajikan melalui teknik-teknik rekaman

seperti timelapse untuk film vidio atau

simulasi computer, (4) Media

pembelajaran dapat memberikan

keamanan pengalaman kepada siswa

tentang peristiwa-peristiwa di

lingkungan mereka, serta

memungkinkan terjadinya interaksi

antara guru,siswa,masyarakat, dan

lingkungan.

(http://www.martiningsih.co.cc/2008/04/

04penelitian-tindakan-kelas-smp-kelas-

ix,html.diakses 4 April 2009 )

Berdasarkan batasan-batasan

mengenai media seperti tersebut di atas,

maka dapat dikatakan bahwa media

pembelajaran adalah segala sesuatu yang

menyangkut software dan hardware

yang dapat digunakan untuk

menyampaikan isi materi ajar dari

sumber belajar ke pembelajaran

(individu atau kelompok),yang dapat

merangsang pikiran,perasaan,perhatian,

dan minat pebelajar sedemikian rupa

sehingga proses belajar (di dalam/di luar

kelas ) menjadi lebih efektif.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDN

DUKUH KUPANG I/488

Surabaya.Penulis merencanakan

pelaksanaan dari bulan Pebruari 2017

Page 76: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 71

sampai dengan bulan Maret 2017.Subjek

penelitian pada penelitian ini adalah

siswa-siswai kelas II SDN DUKUH

KUPANG I/488 Surabaya Siswa kelas II

terdiri dari 17 siswa laki-laki,dan 13

siswa perempuan. Pada dasarnya mereka

dari latar belakang yang berbeda-

beda.Dari 30 siswa kelas II ini

kesemuanya adalah anak yang normal

dalam artian tidak ada yang berkebutuan

khusus.

Prosedur penelitian ini

menggunakan model Sarwiji Suwandi

(2008:34) langkah-langkah pelaksanaan

PTK dilakukan melalui empat tahap.

Yaitu perncanan(Planning),tindakan

(acting).pengamatan (observing),dan

refleksi (reflecting).

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Deskripsi Siklus I

Siklus I Dilaksanakan pada 4-5

Pebruari 2017.Pengamatan pelaksanaan

pembelajaran secara koloboratif antara

guru kelas dan observer dengan siswa.

Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan

tindakan dapat dideskripsikan bahwa

guru melakukan pembelajaran sesuai

dengan rencana namun siswa belum

dapat memanfaatkan alat peraga dengan

baik. Hal ini terlihat pada saat siswa

diminta maju ke depan kelas dan disuruh

untuk melakukan perkalian dan

pembagian dengan menggunakan alat

peraga yang sudah tersedia, namun

siswa tersebut masih kebingungan untuk

mengartikan benda tersebut ke dalam

bentuk angaka. Seperti hal guru menata

beberapa jumlah permen di meja siswa

diminta membaca nya dalam bentuk

perkalian dan pembagian ,di sini ada

siswa yang mampu memahami apa yang

dimaksudkan oleh benda yang disusun

oleh guru.

Bagi siswa yang mudah

mengerti,siswa dapat membedakan

posisi-posisi masing-masing benda

seperti jumlah kelompok,jumlah isi tiap

kelompok,cara pperkalian dan

pembagiannya,serta jawabannya.Namun

bagi siswa yang sulit untuk mengerti

siswa tersebut hanya hanya bisa

mengerti mana yang dimaksut jumlah

kelompok dan isi benda di setiap

kelompok tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan

terhadap proses pembelajaran

perkalian,diperoleh gambaran tentang

aktivitas siswa selama kegiatan

pembelajaran berlangsung sebagai

pembelajaran berlangsung sebagai

berikut: 1) Siswa aktif selama

pembelajaran berlangsung sebanyak

75% ,sedangkan 25% kurang serius

dalam mengikuti pembelajaran.Hal ini

dikarenakan kurangnya motivasi belajar

pada sebagian siswa dan

menggantungkan dirinya pada teman

yang dirasanya pandai .

2) Siswa yang dirasa mampu

mengerjakan soal-soal perkalian dengan

baik hanya 60% siswa, sedangkan 40%

masih kurang mampu mengerjakan soal-

soal yang diberikan oleh guru.Hal ini

disebabkan karena saat guru

memberikan pemjelasan siswa tidak mau

memperhatikan dengan baik, di rumah

jarang belajar dan sulitnya siswa

tersebut untuk menerima penjelasan dari

guru.

Berdasarkan hasil kerja siswa

dapat didentifikasikan sebagai berikut:

1)Dinilai dari kemauan siswa untuk

menerima pelajaran dari guru, 5 siswa

cukup baik kemauannya untuk

menerima pelajaran dari guru.

2)Dinilai dari perhatian siswa terhadap

apa yang dijelaskan oleh guru, 15 siswa

mau memperhatikan penjelasan guru

dengan baik, 14 siswa kurang

memperhatikan penjelasan dari guru dan

1 siswa tidak menghargai guru.

3)Dinilai dari penghargaan siswa

terhadap guru, 27 siswa menghargai

guru,2 siswa kurang menghargai guru,

dan 1 siswa tidak menghargai guru.

Page 77: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 72

4)Dinilai dari kemauan untuk

menerapkan hasil pelajaran,19 siswa

anak mampu menerapkan hasil belajar

dan 4 siswa tidak mampu menerapkan

hasil belajar dengan baik.

5)Dinilai dari hasrat untuk bertanya dan

mengeluarkan pendapat,17 siswa

mampu bertanya dan mengeluarkan

pendapat dengan baik, 8 siswa cukup

baik dalam bertanya dan mengeluarkan

pendapat dan 5 siswa kurang mampu

untuk bertanya dan mengeluarkan

pendapat dengan baik.

6)Dinilai dari semangat dalam KBM, 4

siswa cukup semangat dalam mengikuti

KBM dan 1 siswa tidak memiliki

semangat sama sekali untuk mengikuti

KBM.

7)Dinilai dari kemampuan siswa

menggunakan mediaa benda konkrit, 17

siswa mampu menggunakan media

dengan baik,7 siswa cukup mampu

dalam menggunakan media benda

konkret dan 6 siswa kurang mampu

menggunakan dalam menggunakan

benda konkret.

Dari hasil untuk kerja secara

keseluruhan hanya 60% siswa yang

mampu mencapai batas ketuntasan yakni

yang mendapat nilai 61 ke atas.

Tabel I nilai hasil belajar matematika

pada siklus I: No Rentang Nilai Frekuensi

1 30-40 8

2 41-50 2

3 51-60 2

4 61-70 10

5 71-80 6

6 81-90 2

7 91-100 -

Tabel 2 menyimpulkan presentase Hasil

Belajar Matematika Siklus II No Uraian Pencapaian

Tujuan

Jumlah /

Nilai

1 Siswa mendapat nilai di

atas 61

18

2 Siswa yang mendapat

nilai di bawah 60

12

3 Rerata 60,66

4 Ketuntasan Klasikal 60%

Berdasarkan Uraian dari tabel II

dapat dilihat bahwa siswa yang memiliki

ketuntasan belajar (dengan nilai 61 ke

atas) sebanyak 18 siswa atau 60% dari

30 siswa.

Dari data diatas, dapat dibuat grafik

pada gambarI

0

5

10

15

20

TUNTAS TIDAKTUNTAS

Grafik I Histogram Kriteria Ketuntasan

pada Siklus I.

Pada Siklus I ditemukan

beberapa kekurangan, antara lain :

1)Saat menghitung perkalian dengan

menggunaka media benda konkret

beberapa siswa kurang konsentrasi dan

kurang bersungguh-sungguh.

2)Saat guru menjelaskan ada beberapa

siswa yang kurang memperhatikan

karena mereka sibuk bercanda sendiri

dengan teman didekatnya.

3)Rasa keberanian siswa kurang dalam

menyampaikan pendapatnya.

4)Ada beberapa siswa kurang

mempunyai rasa hormat kepada guru.

Guru kelas sekaligus onserver

melihat hasil proses pembelajaran

tersebut perkalian dan pembagian yang

menggunakan media benda konkret pada

siklus I ,pelaksanaa sedikit menyimpang

dari rencana semula yang ditargetkan

satu pertemuan.Penyebabnya adalah

penggunaan media benda konkret yang

menyita waktu,sehingga untuk

pelaksanaan penilaian waktu masih

kurang.Kekurangan dari siklus I ini

diantaranya adalah kurangnya perhatian

siswa pada pembelajaran, masih ada

siswa siswa yang bercanda sendiri saat

Page 78: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 73

pembelajaran berlangsung, kurangnya

konsentrasi pada waktu penggunaan

media dan kurangnya rasa hormat siswa

kepada guru dan kurangnya keberanian

siswa untuk mengungkapkan

pendapatnya.Kekurangan yang lain pada

waktu sesuai rencana.

Deskripsi Siklus II

Tindakan siklus II akan

dilaksanakan tanggal 10 Pebruari

2017.Kegiatan pembelajaran pada siklus

II merupakan perbaikan dari tindakan

siklus I yaitu peningkatan hasil belajar

matematika dengan menggunakan media

benda konkret. Pengamatan pelaksanaan

pembelajaran dilakukan antara guru

kelas sekaligus observer dengan

siswa.Pelaksanaan Tindakan siklus II

dilaksanakan dalam dua kali pertemuan.

Pada pertemuan pertama guru

mengawali pembelajaran dengan berdoa

yang dipimpin ketua kelas, selanjutnya

guru menanyakan keadaan siswa dan

menanyakan kehadiran siswa siswa hari

ini.

Seperti halnya pada siklus I

guru menata beberapa jumlah kue di

meja dan siswa diminta membacanya

dalam bentuk perkalian dan pembagian,

di sini ada siswa yang mampu

memahami apa yang dimaksudkan oleh

benda yang disusun oleh guru,namun

ada juga yang kurang dan bahkan tidak

faham dengan apa yang dimaksudkan

oleh benda yang disusun oleh guru.

Berdasarkan hasil pengamatan

terhadap proses pembelajaran perkalian

dan pembagian, diperoleh,diperoleh

gambaran tentang aktivitas siswa selama

kegiatan pembelajaran berlangsung,

sebagai berikut:

1)Siswa aktif selama pembelajaran

berlangsung yang 20% kurang serius

dalam mengikuti pembelajaran.Hal ini

dikarenakan kurangnya motivasi belajar

pada sebagian siswa.

2)Siswa yang dirasa mampu

mengerjakan soal-soal perkalian dengan

baik hanya

70% siswa,sedangkan yang 30% masih

kurang mampu untuk mengerjakan soal-

soal yang diberikan oleh guru. Hal ini

disebabkan karena saat guru

memberikan penjelasan siswa tidak mau

memperhatikan dengan baik. Di rumah

jarang belajar dan sulitnya siswa

tersebut untuk menerima penjelasan dari

guru.

Adapun berdasarkan hasil kerja

siswa dapat didentifikasikan sebagai

berikut:

1)Dinilai dari kemauan siswa untuk

pelajaran dari dari guru, 23 siswa mau

menerima pelajaran dari guru dengan

baik, 4 siswa cukup baik kemauannya

untuk menerima pelajaran dan 3 siswa

kurang memiliki kemauan untuk

menerima pelajaran dari guru.

2)Dinilai dari perhatian siswa terhadap

apa yang dijelaskan oleh guru,20 siswa

mau memperhatika penjelasan guru

dengan baik,9 siswa kurang mampu

memperhatikan penjelasan dari guru ,

dan 1 siswa tidak mau memperhatikan

penjelasan dari guru

3)Dinilai dari penghargaan siswa

terhadap guru, 27 siswa menghargai

guru, 2 siswa kurang menghargai guru

dan 1 siswa tidak menghargai guru.

4)Dinilai dari kemauan untuk

menerapkan hasil pelajaran, 21 anak

mampu menerapkan hasil belajar dan 4

siswa tidak mampu menerapkan hasil

belajar dengan baik.

5)Dinilai dari hasrat untuk bertanya dan

mengeluarkan pendapat, 20 siswa

mampu bertanya dan mengeluarkan

pendapat dengan baik, 7 siswa cukup

baik dalam bertanya dan mengeluarkan

pendapat , dan 3 siswa kurang mampu

untuk bertanya dan mengeluarkan

dengan baik.

6)Dinilai dari semangat dalam KBM , 26

Siswa sangat semangat dalam mengikuti

Page 79: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 74

KBM , 3 siswa cukup semangat dalam

mengikuti KBM dan 1 siswa tidak

memiliki semangat sama sekali untuk

mengikuti KBM.

7)Dinilai dari kemampuan siswa

menggunakan media benda konkret,23

siswa mampu menggunakan media

benda konkret dengan baik, 5 siswa

cukup mampu dalam menggunakan

media benda konkret, dan 2 siswa

kurang mampu dalam menggunakan

benda konkret.

Dari hasil unjuk kerja secara

keselurahan hanya 86% siswa yang

mampu mencapai batas ketuntasan yakni

yang mendapat nilai 61 ke atas. Tabel 3

nilai hasil belajar matematika pada

siklus II:

Tabel 3: Nilai hasil belajar

Matematika dan Frekuensinya.

Tabel 3 nilai hasil belajar

matematika pada siklus pada siklus II: No Rentang Nilai Frekuensi

1 30-40 1

2 41-50 1

3 51-60 2

4 61-70 13

5 71-80 6

6 81-90 4

7 91-100 3

Tabel 4: Tabel Persentase Nilai Hasil

Belajar Matematika Siklus II.

Tabel 4: Tabel persentase Nilai Hasil

Belajar Matematika Siklus II

No Uraian Pencapaian

Tujuan

Jumlah /

Nilai

1 Siswa mendapat nilai di

atas 61

26

2 Siswa yang mendapat

nilai di bawah 60

4

3 Rerata 72

4 Ketuntasan Klasikal 86%

Berdasarkan uraian dari tabel 4

dapat dilihat bahwa siswa yang memiliki

ketuntasan belajar (dengan nilai 61 ke

atas) sebanyak 26 siswa atau 86% dari

30 siswa. Dari data di atas, dapat dibuat

grafik pada gambar 2

0

10

20

30

TUNTAS TIDAK TUNTAS

Grafik 2 Histogram Kriteria Ketuntasan

pada Siklus II.

Proses pembelajaran peningkatan

hasil belajar matematika dengan

menggunakan media benda konkret pada

siklus II dilaksanakan 2 kali pertemuan

dan berjalan lancar. Siswa lebih aktif

dalam mengikuti pembelajaran

dibandingkan dengan siklus I.

Pada siklus II ini siswa mulai

berfikir lebih keras untuk melakukan

operasi hitung perkalian dan pembagian

dengan berbagai cara dan media. Semula

hanya sebagian kecil siswa yang

merespon pelajaran ini, namun setelah

siklus yang ke II ini respon dari siswa

terlihat lebih meningkat. Selain itu siswa

juga menginnginkan untuk mencoba ke

depan kelas tanpa diminta oleh guru

untuk mempratekkan perkalian dan

pembagian dengan menggunakan

berbagai macam benda konkret.Di sini

prestasi atau hasil belajar siswa

pembelajaranpun mengalami

peningkatan. Itu terbukti dengan

meningkatnya jumlah siswa yang

mampu melakukan perkalian dan

pembagian menggunakan media benda

konkret. Siswa yang sebelumnya

mendapatkan nilai rendah dalam

mengerjakan soal matematika perkalian

dan pembagian sebelum menggunakan

media benda konkret ini, sekarang

nikainya sudah meningkat setelah

menggunakan berbagai macam alat

peraga benda konkret.

Page 80: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 75

Meningkatnya hasil belajar dalam

pembelajaran perkalian dan pembagian

dengan menggunakan media benda

konkret yang diraih dalam pembelajaran

menjadi tanda bahwa tindakan telah

berhasil sehingga tindakan tidak perlu

dilanjutkan.

Pembahasan

Berdasarkan hasil pelaksanaan

tindakan pada siklus I, dan II dapat

diketahui bahwa terjadi peningkatan

hasil belajar matematika pokok bahasan

perkalian dan pembagian dengan

menggunakan media benda konkret.

Dengan menggunakan media benda

konkret pada pembelajaran matematika

ternyata dapat meningkatkan hasil

belajar perkalian dan pembagian pada

kelas II SDN DUKUH KUPANG I/488

Surabaya.Hal ini dapat dilihat dari

pelaksanaan tes dari siklus II.

Pada pelaksanaan siklus Inilai-

nilai yang diperoleh siswa kelas II SDN

DUKUH KUPANG II Surabaya pada

pembelajaran matematika tergolong

sangat rendah, di sini kita dapat melihat

dari pencapaian hasil tes yang belum

mencapai kriteria ketuntasan belajar

yaitu 86%. Siswa yang mendapat nilai di

atas 61 sebanyak 12 siswa,rata –rata

yang dicapai baru 60,66 dan presentase

baru 60% dari ketuntasan 86% di sini

kita dapat melihat bahwa pelaksanaan

pada siklus I dinyatakan belum berhasil

atau belum memenuhi kriteria

ketuntasan belajar.

Siswa yang dinyatakan tuntas

hanya 60% dan yang belum tuntas

sebanyak 40%,sedangkan ketuntasan

hasil belajar harus mencapai 86%.Pada

siklus II nilai-nilai yang diperoleh siswa

kelas II SDN DUKUH KUPANG I/488

Surabaya sedikit meningkat.Seperti

biasa kita dapat melihat dari pencapaian

hasil tes yang hampir mencapai kriteria

ketuntasan belajar yaitu 86%.Siswa yang

mendapatkan nilai di atas 61 sebanyak 9

siswa,rata-rata yang dicapai baru 70,16

dan presentase yang dicapai baru 70%.

Meskipun tergolong sudah ada

peningkatan dibandingkan pada siklus I

kemarin,pada siklus II ini hasil belajar

matematika pokok bahasan perkalian

dan pembagian siswa kelas II SDN

DUKUH KUPANG I/488 Surabaya

yaitu dengan pencapaian presentase

86%.Kita dapat melihat dari hasil tes

siswa yang terakhir yaitu,yang

mendapatkan nilai diatas 61 sebanyak 26

siswa, yang mendapatkan nilai dibawah

61 sebanyak 4 siswa,rata-rata yang

dicapai sebanyak 72 dan presentase yang

dicapai 86%. Siswa yang dinyatakan

tuntas dalam pembelajaran matematika

ini 86% . Siswa yang dinyatakan tuntas

dalam pembelajaran matematika ini 86%

dan siswa yang dinyatakan belum tuntas

sebanyak 14%.

Dengan diadakannya sklus II ini

hasil belajar matematika pokok bahasan

perkalian dan pembagian kelas II SDN

DUKUH KUPANG I/488 Surabaya

dinyatakan tuntas, setelah menggunakan

media benda konkret pada pembelajaran

matematika pokok bahasan perkalian

dan pembagian ini siswa kelas II SDN

DUKUH KUPANG I/488 Surabaya

menjadi lebih aktif dibandingkan dengan

sebelum menggunakan media benda

konkret.

Dinilai dari kemauan siswa

untuk menerima pelajaran dari guru, 20

siswa mau menerima pelajaran dari guru

dengan baik, 5 siswa cukup baik

kemauan untuk menerima pelajaran dari

guru. Dinilai dari perhatian siswa

terhadap apa yang dijelaskan oleh guru,

15 siswa mau memperhatikan penjelasan

guru dengan baik, 14 siswa kurang

memperhatikan penjelasan dari guru dan

1 siswa tidak mau memperhatikan

penjelasan dari guru. Dinilai dari

penghargaan siswa terhadap guru,27

siswa menghargai guru, 2 siswa kurang

kurang menghargai guru dan 1 siswa

Page 81: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 76

tidak menghargai guru.Dinilai dari

kemauan untuk menerapkan hasil

pelajaran,19 anak mampu menerapkan

hasil belajar dengan baik, 7 siswa cukup

baik dalam menerapkan hasil belajar,

dan 4 siswa tidak mampu menerapkan

hasil belajr dengan baik.

Dinilai dari hasrat untuk bertanya

dan mengeluarkan pendapat, 17 siswa

mampu bertanya dan mengeluarkan

pendapat, 17 siswa mampu bertanya dan

mengeluarkan pendapat dengan baik, 8

siswa cukup baik dalam bertanya dan

mengeluarkan pendapat dan 5 kurang

mampu untuk bertanya dan

mengeluarkan pendapat dengan baik.

Dinilai dari semangat dalam KBM.25

siswa sangat semangat dalam mengikuti

KBM ,4 siswa cukup semangat dalam

mengikuti KBM dan 1 siswa tidak

memiliki semangat sama sekali untuk

mengikuti KBM. Dinilai dari

kemampuannya siswa menggunakan

media benda konkret, 17 siswa mampu

menggunakan media media benda

konkret dengan baik, 7 siswa cukup

mampu dalam menggunakan media

benda konkret dan 6 siswa kurang

mampu dalam menggunakan benda

konkret.

Dinilai dari kemauan siswa untuk

menerima pelajaran dari guru, 25 siswa

mau menerima pelajaran dari guru

dengan baik kemauannya untuk

menerima pelajaran dan 1 siswa kurang

memiliki kemauan untuk menerima

pelajaran dari guru. Dinilai dari

perhatian siswa terhadap apa yang

dijelaskan oleh guru, 24 siswa mau

memperhatikan penjelasan guru dengan

baik, 3 siswa kurang memperhatikan

penjelasan dari guru dengan baik dan 3

siswa tidak mau memperhatikan

penjelasan guru.Dinilai dari

penghargaan siswa terhadap guru, 27

siswa menghargai guru, 2 siswa kurang

menghargai guru. Dinilai dari kemauan

untuk menerapkan hasil pelajaran, 26

anak mampu menerapkan hasil belajar

dengan baik, 2 siswa cukup baik dalam

menerapkan hasil belajar dan 2 siswa

tidak mampu menerapkan hasil belajar

dengan baik. Dinilai dari hasrat untuk

bertanya dan mengeluarkan pendapat, 23

siswa mampu bertanya dan

mengeluarkan pendapat dengan baik, 4

siswa cukup baik dalam bertanya dan

mengeluarkan pendapat dan 3 siswa

cukup semangat dalam mengikuti KBM

dan 1 siswa tidak memiliki semangat

sama sekali untuk mengikuti KBM.

Dinikai dari kemampuan siswa

menggunakan media benda konkret, 26

siswa mampu menggunakan media

benda konkret dengan baik, 3 siswa

cukup mampu dalam menggunakan

media benda konkret dan 1 siswa kurang

mampu dalam menggunakan benda

konkret.

Dari data di atas dapat

disimpulkan bahwa dengan penggunaan

media benda konkret dapat

meningkatkan keaktifan siswa.mampu

melakukan langkah-langkah untuk

menggunakan media benda yang sudah

disediakan oleh guru dengan

baik.Karena sebelumnya guru sudah

mengajarkan bagaimana cara

menggunakan media tersebut.

Penelitian Tindakan Kelas

dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap

siklus dilaksanakan dalam empat tahap,

yakni (1) Perencanaan Tindakan, (2)

Pelaksanaan Tindakan, (3) Observasi

dan (4) Refleksi. Adapun deskripsi hasil

penelitian dari siklus I sampai siklus II

dapat diperjelas sebagai berikut:

Sebelum dilaksanakan tindakan,

dilaksanakan observasi untuk

mengetahui kemampuan menghitung

perkalian dan pembagian pada siswa

kelas II SDN DUKUH KUPANG I/488

Surabaya.Dari hasil observasi ini

dinyatakan bahwa kemampuan

menghitung perkalian dan pembagian

pada siswa SDN DUKUH KUPANG

Page 82: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 77

I/488 Surabaya masih tergolong

sedang.Oleh karena itu guru kelas

sekaligus observer berfikir untuk

mencari solusi guna mengatasi

permasalahan tersebut.

Kemudian digunakan media

benda konkret sebagai berikut. Media

juga seringkali diartikan sebagai alat

yang dapat dilihat dan didengar . Alat-

alat ini dipakai dalam pengajaran dengan

maksud untuk membuat cara

berkomunikasi lebih efeftif dan

efisien.Dengan menggunakan alat-alat

ini, guru dan siswa dapat berkomunikasi

lebih mantap, hidup dan interaksinya

bersifat banyak arah .Dengan kata lain

media adalah komponen sumber belajar

atau wahana fisik yang mengandung

fisik yang mengandung materi

instruksional di lingkungan siswa untuk

belajar.

Selanjutnya guru kelas yang

sekaligus sebagai observer menyusun

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) guna melaksanakan kegiatan

Siklus I. Materi untuk sampai dengan

siklus berikutnya II sama yaitu

peningkatan hasil belajar metematika

pokok bahasan perkalian dan

pembagian.Untuk pelaksanaan siklus I,

siswa diminta melakukan operasi

perkalian dengan menggunakan alat

peraga benda konkret dengan berbagai

macam cara, yaitu dengan menggunakan

buah stroberi dan anggur secara

bergiliran maju ke depan kelas.Dengan

menggunakan media benda konkret yang

menarik dimaksudkan agar media

tersebut dapat digunakan sebagai alat

bantu untuk menghitung perkalian dan

pembagiann dengan mudah dalam

berbagai cara.Di samping itu media-

media tersebut juga dapat menarik minat

anak dalam belajar matematika supaya

lebih bersemangat.

Berdasarkan hasil pengamatan

terhadap pembelajaran perkalian dengan

menggunakan media benda konkret pada

siklus I masih terdapat kekurangan-

kekurangan, diantaranya siswa masih

terlihat kurang memperhatikan dalam

pembelajaran.Hal ini dapat lihat pada

saat guru membetrikan pertanyaan

kepada siswa,banyak yang tidak bisa

menjawab karena pada saat guru

menerangkan mereka bercanda sendiri

dengan temannya.

Berdasarkan kekurangan dan

kelemahan itu,guru kelas sekaligus

sebagai guru observer mencari solusi

yang mampu mengatasi masalah

tersebut, dan menyusun Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran siklus II yang

di dalamnya berisi solusi yang

diharapkan mampu mengatasi

permasalahan pada siklus I.

Dengan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat,

dilaksanakan tindakan siklus II.Dalam

siklus II tidak jauh beda dengan siklus I

kemarin, yaitu siswa diminta melakukan

operasi pembagian dengan

menggunakan alat peraga benda konkrit

dengan berbagai macam cara dengan

menggunakan permen secara bergiliran

maju ke depan kelas.Dengan

menggunakan media benda konkret yang

menarik dimaksudkan agar media benda

tersebut dapat digunakan sebagai alat

bantu untuk menghitung perkalian dan

pembagian dengan mudah dalam

berbagai cara. Di samping itu media-

media tersebut juga dapat nenarik minat

anak dalam belajar matematika supaya

lebih bersemangat.

Berdasarkan hasil pengamatan

terhadap pembelajaran pembagian

dengan menggunakan media benda

konkret pada siklus II masih terdapat

sedikit kekurangan, diantaranya siswa

masih terlihat kurang memperhatikan

dalam pembelajaran dan masih agak

sulit mengerti meskipun sudah

menggunakan alat peraga.Hal ini dapat

dilihat pada saat guru memberikan

pertanyaan kepada siswa yang tidak bisa

Page 83: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 78

menjawab karena pada saat guru

menerangkan mereka bercanda sendiri

dengan temannya dan sibuk bermain

sendiri. Untuk itu guru kelas sekaligus

observer mencari solusi serta menyusun

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

siklus II.

Siklus II dilaksanakan dalam dua

kali pertemuan.Pada siklus II ini masing-

masing siswa diminta membawa alat

peraga sendiri-sendiri supaya dalam

praktek dapat dilakukan secara bersama-

sama tanpa menunggu giliran dari

teman.Di sini siswa diminta membawa

lidi dan kelereng.Hasil pengamatan

mengenai pembelajaran peningkatan

hasil belajar matematika pada siklus II

dapat dilihat bahwa siswa lebih aktif

dalam proses pembelajaran dan lebih

memfokuskan perhatiaannya pada

penjelasan guru. Siswa lebih antusias

saat guru memberikan contoh-contoh

soal di papan tulis. Mereka sudah rasa

keseriusan untuk belajar matematika

dibandingkan dengan sebelumnya, siswa

juga sudah bisa menempatkan posisi-

posisi angka sesuai dengan urutan

penempatan dalam perkalian dan

pembagian,seperti halnya pengali dan

yang dikalikan serta pembagi dan yang

dibagi. Selain itu guru juga sudah

mampu mengkondisikan kelas sehingga

siswa bisa mengerti tugas dan tanggung

jawabnya serta mampu membuat

suasana nyaman sehingga siswa merasa

senang dan antusias dalam

belajar.Kelemahan pada siklus I dan II

sudah dapat teratasi dengan baik.

Dengan demikian dapat dikatakan

pembelajaran peningkatan hasil belajar

matematika dengan menggunakan alat

peraga benda konkret pada siswa kelas II

SDN DUKUH KUPANG I/488

Surabaya telah berhasil dengan baik.

Berdasarkan atas tindakan yang

telah dilakukan,guru telah berhasil

melaksanakan pembelajaran penggunaan

media konkret pada perkalian dan

pembagian, sehingga terjadi peningkatan

hasil belajar matematika, Selain itu

penelitian ini juga dapat meningkatkan

kinerja guru dalam pembelajaran

inovatif dan kreatif.Keberhasilan

peningkatan hasil belajar matematika

pada perkalian dan pembagian dengan

menggunakan media benda konkret

dapat dilihat dari indikator ketercapaian

yang ditunjukkan oleh siswa dalam

penggunaan media benda konkret dapat

dilihat dari indikator ketercapaian yang

ditunjukkan oleh siswa dalam

penggunaan media untuk menghitung

perkalian dan pembagian, pengerjaan

soal-soal yang diberikan oleh

guru,penempatan bilangan dalam

perkalian dan pembagian dan menjawab

pertanyaan-pertanyaan.

Hasil atau nilai siswa dalam

pembelajaran matematika perkalian dan

pembagian meningkat, hal ini dapat

dilihat dari hasil penilaian guru dari

siklus I sampai dengan siklus II.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimulasikan pada pembelajaran

peningkatan hasil belajar matematika

dengan menggunakan alat peraga benda

konkret pada siswa kelas II SDN

DUKUH KUPANG I/488 Surabaya teah

berhasil dengan baik.Hal inibisa dilihat

pada siklus I nilai –nilai yang diperoleh

siswa kelas II SDN DUKUH KUPANG

I/488 Surabaya pada pembelajaran

matematika tergolong sangat

rendah,disini kita dapat melihat dari

pencapaian hasil tes yang belum

mencapai kriteria ketuntasan belajar

yaitu 86%.Siswa yang mendapat nilai

diatas 61% sebanyak 18 siswa, yang

mendapat nilai dibawah 61 sebanyak 12

siswa,rata-rata dicapai baru 60,66 dan

presentasenya baru 60% dari ketuntasan

86%. Di sini kita dapat melihat bahwa

pelaksanaan pada siklus I dinyatakan

Page 84: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 79

belum berhasil atau belum memenuhi

kriteria ketuntasan belajar.

Siswa yang dinyatakan tuntas hanya

60% dan yang belum tuntas sebanyak

40%,sedangkan ketuntasan hasil belajar

harus mencapai 86%.Pada siklus II nilai-

nilai yang diperoleh siswa kelas II SDN

DUKUH KUPANG I/488 Surabaya

sedikit meningkat.Seperti biasa kita

dapat melihat dari pencapaian hasil tes

yang hampir mencapai kriterian

ketuntasan belajar yaitu 86%.Siswa yang

mendapatkan nilai di atas 61 sebanyak

21 siswa, yang mendapat nilai di bawah

61 sebanyak 9 siswa,rata-rata yang

dicapai baru 70,16 dan presentase yang

dicapai baru 70%.

Meskipun tergolong sudah ada

peningkatan dibandingkan pada siklus I

kemarin, Pada siklus II ini hasil belajar

hasil belajar matematika pokok bahasan

perkalian dan pembagian siswa kellas II

SDN DUKUH KUPANG I/488 Surabaya

dinyatakan telah berhasil atau telah

memenuhi kriteria ketuntasan belajar

yaitu denagan pencapaiannya

presentase 86%.Kita dapat melihat dari

hasil tes siswa yang terakhir yaitu,yang

mendapatkan nilai di atas 61 sebamyak

26 siswa, yang mendapatkan nilai di

bawah 61sebanyak 4 siswa,rata-rata

yang dicapai sebanyak 72 dan

presentase yang dicapai 86%.Siswa

yang dinyatakan tuntas dalam

pembelajaran matematika ini 86% dan

siswa yang dinyatakan belum tuntas

sebanyak 14%.

Daftar Rujukan

Abdul R.A dkk, 1996.Pendidikan

Matematika

I.Malang:DepDikBud.

Akbar Sutawidjaja,dkk.1991.

Pendidikan Matematika

III,Jakarta:

DepDikbud.

Amin,M dkk.2008.Senang Matematika

Untuk /I Kelas 2.Jakarta PT

Macanan Jaya Cemerlang.

Aqip,Z,2006, Penelitian Tindakan

Kelas.Bandung: Yrama Widya.

Arinimath.blogspot,com/2008/02/definis

i-

matematika.html.

Asri Budiningsih,C,2005.Belajar dan

Pembelajaran.Jakarta: Rineka

Cipta.

Dimyari,Mudjiono.2002.Belajar dam

Pembelajaran.Jakarta: Rineka

Cipta

Milles,M.B dan Huberman,M.2000.

Analisis Data Kualitati

,Jakarta:Universitas Indonesia

Press.

Mulyasa,2009.Praktik Penelitian

Tindakan Kelas,Bandung:PT Remaja

Rosdakarya.

Nana Sudjana,2000,Dasar-Dasar Proses

Belajar Mengajar,Jakarta:Sinar

Baru Algensindo.

Pasaribu,I,I.dkk,1983,Prosess belajar

Mengajar,Bandung,Bandung:Tarsito.

Ruseffendi,1992.Pendidikan

Matematika

3,Jakarta,1983.Proses Proses

Belajar,Bandung Tarsito.

Sarwiji Suwandi,2008,Penelitian

Tindakan

Kelas dan Penulisan Karya

Ilmiah,Surakarta:panitiya

Sertifikasi

Guru Rayon 13.

Slameto,1991,Proses Belajar Mengajar

Dalam SKS,Jakarta,Bumi

Aksara,Slamento,2003,Belajar dan

Faktor yang Mempengaruhi.

Jakarta:Rineka Cipta.

Soedjadi,R.1992/2000,Kiat Pendidikan

Matematiaka di Indonesia,Jakarta.

Page 85: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 80

ISSN : 2337-3253

PENINGKATKAN KOMPETENSI GURU DALAM MENYUSUN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

MELALUI BIMBINGAN BERKELANJUTAN

DI SD NEGERI KETABANG I / 288 SURABAYA

SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2018/2019

(Siti Rahayu)

ABSTRACT

The School Action Research, which was designed in two cycles, aims to describe

the process and results of teacher competency enhancement in SD Negeri Ketabang I /

288 in preparing lesson plans through continuous guidance. The method of data

collection is done by evaluating the RPP prepared by the teacher, interviews, and

questionnaires.

Based on the results of the study it can be concluded that continuous guidance can

increase the motivation and competence of the teacher in preparing the lesson plan

completely. It can be proven from the results of observations / observations that show

that there is an increase in teacher competence in preparing lesson plans. In the first cycle

the average value of the lesson plans was 82.8 and in the second cycle 93.8. So, there

was an increase of 11 points compared to cycle I.

For this reason, there are a number of suggestions that can be put forward, namely

(1) Motivation that has been embedded especially in the preparation of RPP should be

maintained and improved / developed, (2) RPP prepared / made should contain complete

and good RPP components because RPP is reference / guideline in implementing

learning, and (3) lesson plan documents should be made at least two copies, one for

school archives and the other for teacher handling in carrying out the learning process.

Keywords: Learning Implementation Plan, Teacher Competence, Guidance Sustainable

Pendahuluan

Pendidikan merupakan investasi

dalam pengembangan sumber daya

manusia dan dipandang sebagai

kebutuhan dasar bagi masyarakat yang

ingin maju. Komponen-komponen sistem

pendidikan yang mencakup sumber daya

manusia dapat digolongkan menjadi dua

yaitu: tenaga kependidikan guru dan

nonguru. Menurut Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, komponen-

komponen sistem pendidikan yang

bersifat sumber daya manusia dapat

digolongkan menjadi tenaga pendidik dan

pengelola satuan pendidikan (pendidik,

pengawas, peneliti, dan pengembang

pendidikan). Tenaga pendidik (guru)

mendapatkan perhatian lebih banyak di

antara komponen-komponen sistem

pendidikan. Besarnya perhatian terhadap

guru antara lain dapat dilihat dari

banyaknya kebijakan khusus, seperti

kenaikan tunjangan fungsional guru dan

sertifikasi guru.

Usaha-usaha untuk mempersiapkan

guru menjadi profesional telah banyak

dilakukan. Kenyataan menunjukkan

bahwa tidak semua guru memiliki kinerja

yang baik dalam melaksanakan tugasnya.

Hal itu ditunjukkan dengan kenyataan (1)

guru sering mengeluh kurikulum yang

berubah-ubah, (2) guru sering

Page 86: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 81

mengeluhkan kurikulum yang syarat

dengan beban, (3) seringnya siswa

mengeluh dengan cara mengajar guru

yang kurang menarik, (4) masih belum

dapat dijaminnya kualitas pendidikan

sebagai mana mestinya (Imron, 2000:5).

Berdasarkan kenyataan begitu berat

dan kompleksnya tugas serta peran guru

tersebut, perlu diadakan supervisi atau

pembinaan terhadap guru secara terus

menerus untuk meningkatkan kinerjanya.

Kinerja guru perlu ditingkatkan agar

usaha membimbing siswa untuk belajar

dapat berkembang.

Proses pengembangan kinerja guru

terbentuk dan terjadi dalam kegiatan

belajar mengajar di tempat mereka

bekerja. Selain itu kinerja guru

dipengaruhi oleh hasil pembinaan dan

supervisi kepala sekolah (Pidarta,

1992:3). Pelaksanaan K-13 menuntut

kemampuan baru pada guru untuk dapat

mengelola proses pembelajaran secara

efektif dan efisien. Tingkat produktivitas

sekolah dalam memberikan pelayanan-

pelayanan secara efisien kepada pengguna

( peserta didik, masyarakat ) akan sangat

tergantung pada kualitas gurunya yang

terlibat langsung dalam proses

pembelajaran dan keefektifan mereka

dalam melaksanakan tanggung jawab

individual dan kelompok.

Direktorat Pembinaan SMA

(2008:3) menyatakan bahwa kualitas

pendidikan sangat ditentukan oleh

kemampuan sekolah dalam mengelola

proses pembelajaran, dan lebih khusus

lagi adalah proses pembelajaran yang

terjadi di kelas, mempunyai andil dalam

menentukan kualitas pendidikan

konsekuensinya, adalah guru harus

mempersiapkan (merencanakan ) segala

sesuatu agar proses pembelajaran di kelas

berjalan dengan efektif.

Hal itu berarti bahwa guru sebagai

fasilitator yang mengelola proses

pembelajaran di kelas mempunyai andil

dalam menentukan kualitas pendidikan.

Konsekuensinya adalah guru harus

mempersiapkan (merencanakan) segala

sesuatu agar proses pembelajaran di kelas

berjalan dengan efektif.

Perencanaan pembelajaran

merupakan langkah yang sangat penting

sebelum pelaksanaan pembelajaran.

Perencanaan yang matang diperlukan

supaya pelaksanaan pembelajaran

berjalan secara efektif. Perencanaan

pembelajaran dituangkan ke dalam

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) atau beberapa istilah lain seperti

desain pembelajaran, skenario

pembelajaran. RPP memuat KD, indikator

yang akan dicapai, materi yang akan

dipelajari, metode pembelajaran, langkah

pembelajaran, media pembelajaran, dan

sumber belajar serta penilaian.

Guru harus mampu berperan

sebagai desainer (perencana),

implementor (pelaksana), dan evaluator

(penilai) kegiatan pembelajaran. Guru

merupakan faktor yang paling dominan

karena di tangan gurulah keberhasilan

pembelajaran dapat dicapai. Kualitas

mengajar guru secara langsung maupun

tidak langsung dapat mempengaruhi

kualitas pembelajaran pada umumnya.

Seorang guru dikatakan profesional

apabila (1) serius melaksanakan tugas

profesinya, (2) bangga dengan tugas

profesinya, ( 3) selalu menjaga dan

berupaya meningkatkan kompetensinya,

(4) bekerja dengan sungguh tanpa harus

diawasi, (5) menjaga nama baik

profesinya, (6) bersyukur atas imbalan

yang diperoleh dari profesinya.

Peraturan Pemerintah tentang 8

Standar Nasional Pendidikan menyatakan

bahwa standar proses merupakan salah

satu SNP untuk satuan pendidikan dasar

dan menengah yang mencakup: 1)

Perencanaan proses pembelajaran, 2)

Pelaksanaan proses pembelajaran, 3)

Penilaian hasil pembelajaran, 4) dan

pengawasan proses pembelajaran.

Perencanaan pembelajaran meliputi

Silabus dan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP).

Page 87: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 82

Silabus dan RPP dikembangkan

oleh guru pada satuan pendidikan . Guru

pada satuan pendidikan berkewajiban

menyusun Silabus dan RPP secara

lengkap dan sistematis agar pembelajaran

berlangsung secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi

peserta didik untuk berpartisipasi aktif,

serta memberikan ruang yang cukup bagi

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat dan

perkembangan fisik serta psikologis

peserta didik.

Masalah yang terjadi di lapangan

masih ditemukan adanya guru yang tidak

bisa memperlihatkan RPP yang dibuat

dengan alasan ketinggalan di rumah dan

bagi guru yang sudah membuat RPP

masih ditemukan adanya guru yang belum

melengkapi komponen tujuan

pembelajaran dan penilaian (soal, skor

dan kunci jawaban), serta langkah-

langkah kegiatan pembelajarannya masih

dangkal. Soal, skor, dan kunci jawaban

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan. Pada komponen penilaian (

penskoran dan kunci jawaban) sebagian

besar guru tidak lengkap membuatnya

dengan alasan sudah tahu dan ada di

kepala. Sedangkan pada komponen tujuan

pembelajaran, materi ajar, metode

pembelajaran, dan sumber belajar

sebagian besar guru sudah membuatnya.

Masalah yang lain yaitu sebagian besar

guru khususnya di sekolah swasta belum

mendapatkan pelatihan pengembangan

RPP. Selama ini guru-guru yang mengajar

di sekolah swasta sedikit/jarang

mendapatkan kesempatan untuk

mengikuti berbagai Diklat Peningkatan

Profesionalisme Guru dibandingkan

sekolah negeri. Hal ini menyebabkan

banyak guru yang belum tahu dan

memahami penyusunan/pembuatan RPP

secara baik/lengkap. Beberapa guru

mengadopsi RPP orang lain. Hal ini

peneliti ketahui pada saat mengadakan

supervisi akademik melalui kunjungan

kelas. Permasalahan tersebut berpengaruh

besar terhadap pelaksanaan proses

pembelajaran.

Dengan keadaan demikian, peneliti

sebagai pembina sekolah berusaha untuk

memberi bimbingan berkelanjutan pada

guru dalam menyusun RPP secara

lengkap sesuai dengan tuntutan pada

standar proses dan standar penilaian yang

merupakan bagian dari standar nasional

pendidikan. Hal itu juga sesuai dengan

Tupoksi peneliti sebagai pengawas

sekolah berdasarkan Permendiknas

No.12 Tahun 2007 tentang enam

kompetensi inti pengawas sekolah yang

salah satunya adalah supervisi akademik,

yaitu dalam kaitannya dengan pembinaan

kepada guru.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

harus dibuat agar kegiatan pembelajaran

berjalan sistematis dan mencapai tujuan

pembelajaran. Tanpa Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran, biasanya

pembelajaran menjadi tidak terarah. Oleh

karena itu, guru harus mampu menyusun

RPP dengan lengkap berdasarkan silabus.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

sangat penting bagi seorang guru karena

merupakan acuan dalam melaksanakan

proses pembelajaran.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian

ini difokuskan pada penyusunan RPP

yang dilakukan guru dengan judul

penelitian “Peningkatkan Kompetensi

Guru dalam Menyusun Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran melalui

Bimbingan Berkelanjutan pada Semester

Gasal Tahun Pelajaran 2018/2019 di SD

Negeri Ketabang I / 288 Surabaya”.

Pengertian Guru

Secara etimologi (asal usul kata),

istilah ”Guru” berasal dari bahasa India

yang artinya orang yang mengajarkan

tentang kelepasan dari sengsara

(Suparlan 2005:11). Sementara itu,

Rabindranath Tagore (dalam Suparlan

2005:11) menggunakan istilah Shanti

Niketan atau rumah damai untuk tempat

para guru mengamalkan tugas mulianya

Page 88: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 83

membangun spiritualitas anak-anak

bangsa di India ( spiritual intelligence).

Pengertian guru kemudian menjadi

semakin luas, tidak hanya terbatas dalam

kegiatan keilmuan yang bersifat

kecerdasan spiritual (spiritual

intelligence) dan kecerdasan intelektual

(intellectual intelligence), tetapi juga

menyangkut kecerdasan kinestetik

jasmaniah (bodily kinesthetic), seperti

guru tari, guru olah raga, guru senam dan

guru musik. Dengan demikian, guru dapat

diartikan sebagai orang yang tugasnya

terkait dengan upaya mencerdaskan

kehidupan bangsa dalam semua aspeknya,

baik spiritual dan emosional, intelektual,

fisikal, maupun aspek lainnya.

Poerwadarminta (dalam Suparlan

2005:13) menyatakan, “guru adalah

orang yang kerjanya mengajar.” Dengan

definisi ini, guru disamakan dengan

pengajar. Pengertian guru ini hanya

menyebutkan satu sisi yaitu sebagai

pengajar, tidak termasuk pengertian guru

sebagai pendidik dan pelatih. Selanjutnya

Zakiyah Daradjat (dalam Suparlan

2005:13) menyatakan,” guru adalah

pendidik profesional karena guru telah

menerima dan memikul beban dari orang

tua untuk ikut mendidik anak-anak.”

UU Guru dan Dosen Republik

Indonesia No.14 Tahun 2005 ”Guru

adalah pendidik profesional dengan tugas

utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah”.

Selanjutnya UU No.20 Tahun

2003 pasal 39 ayat 2 tentang sistem

pendidikan nasional menyatakan,

”pendidik merupakan tenaga profesional

yang bertugas merencanakan dan

melaksanakan proses pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, melakukan

pembimbingan dan pelatihan, serta

melakukan penelitian dan pengabdian

kepada masyarakat, terutama bagi

pendidik pada perguruan tinggi.”

PP No.19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan menyatakan,

”pendidik (guru) harus memiliki

kualifikasi akademik dan kompetensi

sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani

dan rohani, serta memiliki kemampuan

untuk mewujudkan tujuan pendidikan

nasional.”

Berdasarkan definisi di atas, dapat

disimpulkan bahwa guru adalah tenaga

pendidik yang profesional dengan tugas

utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai dan

mengevaluasi peserta didik, dan bertugas

merencanakan dan melaksanakan proses

pembelajaran.

Kompetensi Guru Depdiknas (2004: 4) tujuan adanya

kompetensi Guru adalah sebagai jaminan

dikuasainya tingkat kompetensi minimal

oleh guru sehingga yang bersangkutan

dapat melakukan tugasnya secara

profesional, dapat dibina secara efektif

dan efisien serta dapat melayani pihak

yang berkepentingan terhadap proses

pembelajaran, dengan sebaik-baiknya

sesuai bidang tugasnya. Adapun manfaat

disusunnya kompetensi guru adalah

sebagai acuan pelaksanaan uji

kompetensi, penyelenggaraan diklat, dan

pembinaan, maupun acuan bagi pihak

yang berkepentingan terhadap kompetensi

guru untuk melakukan evaluasi,

pengembangan bahan ajar dan sebagainya

bagi tenaga kependidikan.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

1. Pengertian Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) merupakan

rencana pembelajaran yang

dikembangkan secara rinci mengacu

pada silabus, buku teks pelajaran,

dan buku panduan guru. RPP paling

sedikit memuat: (1) identitas

Page 89: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 84

sekolah/madrasah, Kelas/Semester,

Tema dan subtema, pembelajaran ke-

; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD,

indikator pencapaian kompetensi; (4)

materi pembelajaran; (5) kegiatan

pembelajaran; (6) penilaian; dan (7)

media/alat, bahan, dan sumber belajar.

Setiap guru di setiap satuan

pendidikan berkewajiban menyusun

RPP untuk kelas di mana guru

tersebut mengajar. Pengembangan

RPP dilakukan sebelum awal

semester atau awal tahun pelajaran

dimulai, namun perlu diperbaharui

sebelum pembelajaran dilaksanakan.

Pengembangan RPP dapat

dilakukan oleh guru secara mandiri

dan/atau berkelompok di

sekolah/madrasah dikoordinasi,

difasilitasi, dan disupervisi oleh

kepala sekolah/madrasah.

Pengembangan RPP dapat juga

dilakukan oleh guru secara

berkelompok antarsekolah atau

antarwilayah, dikoordinasi,

difasilitasi, dan disupervisi oleh Dinas

Pendidikan atau kantor Kementerian

Agama setempat.

2. Komponen Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran

Kurikulum 2013 sudah mulai

diterapkan pada tahun ajaran baru

2013/2014. Namun demikian, masih

banyak guru yang belum

mengetahuinya, proses pelatihan

Kurikulum 2013 masih terbatas pada

sekolah-sekolah yang mulai 15 Juli

2013 menerepkan Kurikulum 2013.

RPP merupakan rencana kerja

yang menggambarkan prosedur,

pengorganisasian, kegiatan

pembelajaran untuk mencapai satu

kompetensi dasar yang telah

ditetapkan yang telah dijabarkan

dalam silabus. Lingkup RPP paling

banyak mencakup satu kompetensi

dasar yang terdiri atas satu) indikator

atau beberapa indikator untuk satu kali

pertemuan atau lebih.

Seorang guru harus

memperhatikan langkah-langkah

penyusunan RPP. Dalam RPP

Kurikulum 2013 dibagi menjadi tiga

langkah besar, kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti dan kegiatan penutup.

Sebelum menyusun RPP, ada

beberapa hal yang harus diketahui,

di antaranya adalah

(1) RPP dijabarkan dari silabus untuk

mengarahkan kegiatan belajar

peserta didik dalam upaya

mencapai kompetensi dasar.

(2) Setiap guru pada satuan

pendidikan berkewajiban

menyusun RPP secara lengkap dan

sistematis.

(3) RPP disusun untuk setiap KD

yang dapat dilaksanakan dalam

satu kali pertemuan atau lebih.

(4) Guru merancang penggalan RPP

untuk setiap pertemuan yang

disesuaikan dengan penjadwalan

di satuan pendidikan.

Menurut Permendiknas No. 22

Tahun 2016, komponen RPP terdiri

atas beberapa hal, yakni sebagai

berikut

(1) Identitas Mata Pelajaran

(2) Kompetensi Inti

(3) Kompetensi Dasar dan Indikator

Pencapaian Kompetensi

(4) Tujuan Pembelajaran

(5) Materi Ajar

(6) Metode Pembelajaran

(7) Kegiatan Pembelajaran

(8) Penilaian Hasil Belajar

(9) Sumber Belajar

Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP Berbagai prinsip dalam

mengembangkan atau menyusun RPP

adalah

sebagai berikut.

(1) Setiap RPP harus secara utuh

memuat kompetensi dasar sikap

spiritual (KD dari KI-1), sosial

Page 90: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 85

(KD dari KI-2), pengetahuan (KD

dari KI-3), dan keterampilan (KD

dari KI-4).

(2) Satu RPP dilaksanakan dalam satu

kali pertemuan (satu hari).

(3) Memperhatikan perbedaan individu

peserta didik.

RPP disusun dengan memperhatikan

perbedaan kemampuan awal, tingkat

intelektual, minat, motivasi belajar,

bakat, potensi, kemampuan sosial,

emosi, gaya belajar kebutuhan

khusus, kecepatan belajar, latar

belakang budaya, norma, nilai,

dan/atau lingkungan peserta didik.

(4) Berpusat pada peserta didik.

Proses pembelajaran dirancang

dengan berpusat pada peserta didik

untuk mendorong motivasi, minat,

kreativitas, inisiatif, inspirasi,

kemandirian, dan semangat belajar,

menggunakan pendekatan saintifik

meliputi mengamati, menanya,

mengumpulkan informasi, menalar/

mengasosiasi, dan

mengomunikasikan.

(5) Berbasis konteks.

Proses pembelajaran yang

menjadikan lingkungan sekitarnya

sebagai sumber belajar.

(6) Berorientasi kekinian.

Pembelajaran yang berorientasi pada

pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, dan nilai-nilai kehidupan

masa kini.

(7) Mengembangkan kemandirian

belajar.

Pembelajaran yang memfasilitasi

peserta didik untuk belajar secara

mandiri.

(8) Memberikan umpan balik dan tindak

lanjut pembelajaran.

RPP memuat rancangan program

pemberian umpan balik positif,

penguatan, pengayaan, dan remedi.

(9) Memiliki keterkaitan dan

keterpaduan antarkompetensi

dan/atau antarmuatan.

RPP disusun dengan

memperhatikan keterkaitan dan

keterpaduan antara KI, KD,

indikator pencapaian kompetensi,

materi pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, penilaian, dan

sumber belajar dalam satu

keutuhan pengalaman belajar.

RPP disusun dengan

mengakomodasikan pembelajaran

tematik, keterpaduan lintas mata

pelajaran, lintas aspek belajar, dan

keragaman budaya.

(10) Memanfaatkan teknologi informasi

dan komunikasi.

RPP disusun dengan

mempertimbangkan penerapan

teknologi informasi dan komunikasi

secara terintegrasi, sistematis, dan

efektif sesuai dengan situasi dan

kondisi.

Langkah- Langkah Menyusun RPP Langkah-langkah menyusun

RPP adalah sebagai berikut. a) mengisi

kolom identitas, b) menentukan alokasi

waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan

yang telah ditetapkan, c) Menentukan KI,

KD, dan IPK yang akan digunakan yang

terdapat pada silabus yang telah disusun,

d) mengidentifikasi materi ajar

berdasarkan materi pokok/pembelajaran

yang terdapat dalam silabus, materi ajar

merupakan uraian dari materi

pokok/pembelajaran, e) menentukan

metode pembelajaran yang akan

digunakan, f) merumuskan langkah-

langkah yang terdiri dari kegiatan awal,

inti dan akhir. g) menentukan

alat/bahan/sumber belajar yang

digunakan, h) menyusun kriteria

penilaian, lembar pengamatan, contoh

soal, teknik penskoran dan kunci jawaban.

Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan

dalam Menyusun RPP Dalam penyusunan RPP perlu

memperhatikan hal sebagai berikut: (a)

RPP disusun untuk setiap KD yang dapat

Page 91: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 86

dilaksanakan dalam satu kali pertemuan

atau lebih, b) tujuan pembelajaran

menggambarkan proses dan hasil belajar

yang harus di capai oleh peserta didik

sesuai dengan kompetenrsi dasar, c)

tujuan pembelajaran dapat mencakupi

sejumlah indikator, atau satu tujuan

pembelajaran untuk beberapa indikator,

yang penting tujuan pembelajaran harus

mengacu pada pencapaian indikator, d)

Kegiatan pembelajaran (langkah-langkah

pembelajaran) dibuat setiap pertemuan,

bila dalam satu RPP terdapat 3 kali

pertemuan, dalam RPP tersebut terdapat 3

langkah pembelajaran, e). Bila terdapat

lebih dari satu pertemuan untuk indikator

yang sama, tidak perlu dibuatkan langkah

kegiatan yang lengkap untuk setiap

pertemuannya.

Bimbingan Berkelanjutan

Parson. 1951 (dalam RM Fatihah

http://eko13.wordpress.com) menyatakan,

“bimbingan sebagai bantuan yang

diberikan kepada individu untuk dapat

memilih, mempersiapkan diri dan

memangku suatu jabatan dan mendapat

kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya.”

Chiskon 1959 (dalam RM Fatihah

http://eko13.wordpress.com )

menyatakan, “bimbingan membantu

individu untuk lebih mengenal berbagai

informasi tentang dirinya sendiri.”

Berikutnya Bernard dan Fullmer

1969 (dalam RM Fatihah

http://eko13.wordpress.com) menyatakan

bahwa bimbingan dilakukan untuk

meningkatkan perwujudan diri individu.

Dapat dipahami bahwa bimbingan

membantu individu untuk

mengaktualisasikan diri dengan

lingkungannya. Menurut Tim Redaksi

Kamus Besar Bahasa Indonesia,

bimbingan adalah petunjuk penjelasan

cara mengerjakan sesuatu, tuntutan.

Dari beberapa pengertian

bimbingan di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa bimbingan adalah

pemberian bantuan kepada individu

secara berkelanjutan dan sistematis yang

dilakukan oleh seorang ahli yang telah

mendapat latihan khusus untuk

itu,dimaksudkan agar individu dapat

memahami dirinya, lingkungannya, serta

dapat mengarahkan diri dan

menyesuaikan diri dengan lingkungan

untuk dapat mengembangkan potensi

dirinya secara optimal untuk

kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan

masyarakat. Menurut Redaksi Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua,

”berkelanjutan adalah berlangsung terus

menerus, berkesinambungan.”

Berdasarkan pengertian bimbingan

dan berkelanjutan dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa bimbingan

berkelanjutan adalah pemberian

bantuan yang diberikan seorang ahli

kepada seseorang atau individu secara

berkelanjutan berlangsung secara terus

menerus untuk dapat mengembangkan

potensi dirinya secara optimal dan

mendapat kemajuan dalam bekerja.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini berbentuk Penelitian

Tindakan Sekolah (School Action

Research), yaitu sebuah penelitian yang

merupakan kerjasama antara peneliti dan

guru, dalam meningkatkan kemampuan

guru agar menjadi lebih baik dalam

menyusun rencana pelaksanaan

pembelajaran .

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode deskriptif,

dengan menggunakan teknik persentase

untuk melihat peningkatan yang terjadi

dari siklus ke siklus. ”Metode deskriptif

dapat diartikan sebagai prosedur

pemecahan masalah yang diselidiki

dengan menggambarkan/melukiskan

keadaan subjek/objek penelitian

(seseorang, lembaga, masyarakat, dan

lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan

fakta-fakta yang tampak atau

sebagaimana adanya (Nawawi, 1985:63).

Dengan metode ini peneliti berupaya

menjelaskan data yang peneliti

Page 92: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 87

kumpulkan melalui komunikasi langsung

atau wawancara, observasi/pengamatan,

dan diskusi yang berupa persentase atau

angka-angka.

Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan kesulitan-kesulitan yang

dialami oleh guru dalam menyusun RPP.

Selanjutnya peneliti memberikan

alternatif atau usaha guna meningkatkan

kemampuan guru dalam membuat rencana

pelaksanaan pembelajaran.

Hal-hal penting yang harus

diperhatikan dalam Penelitian Tindakan

Sekolah, menurut Sudarsono (1999:2)

yakni sebagai berikut.

(1) Rencana

Tindakan apa yang akan dilakukan

untuk meningkatkan kompetensi

guru dalam menyusun RPP secara

lengkap. Solusinya yaitu dengan

melakukan: a) wawancara dengan

guru dengan menyiapkan lembar

wawancara, b) Diskusi dalam suasana

yang menyenangkan dan c)

memberikan bimbingan dalam

menyusun RPP secara lengkap.

(2) Pelaksanaan

Apa yang dilakukan oleh peneliti

sebagai upaya meningkatkan

kompetensi guru dalam menyusun

RPP yang lengkap, yaitu dengan

memberikan bimbingan berkelanjutan

pada guru ..

(3) Observasi

Peneliti melakukan pengamatan

terhadap RPP yang telah dibuat

untuk memotret seberapa jauh

kemampuan guru dalam menyusun

RPP dengan lengkap, hasil atau

dampak dari tindakan yang telah

dilaksanakan oleh guru dalam

mencapai sasaran. Selain itu, peneliti

mencatat hal-hal yang terjadi dalam

pertemuan dan wawancara. Rekaman

dari pertemuan dan wawancara akan

digunakan untuk analisis dan

komentar kemudian.

(4) Refleksi

Peneliti mengkaji, melihat, dan

mempertimbangkan hasil atau

dampak dari tindakan yang telah

dilakukan. Berdasarkan hasil dari

refleksi ini, peneliti bersama guru

melaksanakan revisi atau perbaikan

terhadap RPP yang telah disusun

agar sesuai dengan rencana awal

yang mungkin saja masih bisa sesuai

dengan yang peneliti inginkan.

Prosedur penelitian adalah

suatu rangkaian tahap-tahap

penelitian dari awal sampai akhir.

Penelitian ini merupakan proses

pengkajian sistem berdaur

sebagaimana kerangka berpikir yang

dikembangkan oleh Suharsimi

Arikunto dkk. Prosedur ini mencakup

tahap-tahap: (1) perencanaan, (2)

pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4)

refleksi. Keempat kegiatan tersebut

saling terkait dan secara urut

membentuk sebuah siklus. Penelitian

Tindakan Sekolah merupakan

penelitian yang bersiklus, artinya

penelitian dilakukan secara berulang

dan berkelanjutan sampai tujuan

penelitian dapat tercapai.

Alur PTS dapat dilihat pada

Gambar berikut :

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Tindakan Sekolah

Rencana Pelaksanaan

Permasalahan Perencanaan

tindakan I Pelaksanaan

tindakan I

Pengamatan/

pengumpulan

data I

Refleksi

I

Permasalahan

baru hasil

refleksi

Pengamatan/

pengumpulan

data II

Perencanaan

tindakan II

Refleksi

II

Pelaksanaan

tindakan II

Apabila

permasalahan

belum

terselesaikan

Dilanjutkan ke

siklus

berikutnya

Page 93: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 88

1. Siklus Pertama (Siklus I )

(1) Peneliti merencanakan tindakan

pada siklus I (membuat

format/instrumen wawancara,

penilaian RPP, rekapitulasi hasil

penyusunan RPP).

(2) Peneliti memberikan kesempatan

kepada guru untuk mengemukakan

kesulitan atau hambatan dalam

menyusun Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran.

(3) Peneliti menjelaskan kepada guru

tentang pentingnya RPP dibuat

secara lengkap.

(4) Peneliti memberikan bimbingan

dalam pengembangan RPP.

(5) Peneliti melakukan

observasi/pengamatan terhadap RPP

yang telah dibuat guru.

(6) Peneliti melakukan revisi atau

perbaikan penyusunan rencana

pelaksanaan pembelajaran yang

lengkap.

(7) Peneliti dan guru melakukan

refleksi.

2. Siklus Kedua (Siklus II)

(1) Peneliti merencanakan tindakan

pada siklus II yang didasarkan pada

revisi/perbaikan pada siklus I,

seperti menugasi guru menyusun

RPP yang kedua, mengumpulkan,

dan melakukan pembimbingan

penyusunan RPP.

(2) Peneliti melaksanakan tindakan

sesuai dengan rencana pada siklus

II.

(3) Peneliti melakukan

observasi/pengamatan terhadap RPP

yang telah dibuat guru.

(4) Peneliti melakukan perbaikan atau

revisi penyusunan RPP.

(5) Peneliti dan guru melakukan

refleksi.

Indikator Pencapaian Hasil Peneliti mengharapkan secara rinci

indikator pencapaian hasil paling rendah

78 % guru membuat kesebelas komponen

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

sebagai berikut.

(1) Komponen identitas mata pelajaran

diharapkan ketercapaiannya 100%.

(2) Komponen kompetensi inti dan

kompetensi dasar diharapkan

ketercapaiannya 85%.

(3) Komponen indikator pencapaian

kompetensi diharapkan

ketercapaiannya 75%.

(4) Komponen materi pembelajaran

diharapkan kecercapaian 75%.

(5) Komponen metode pembelajaran

diharapkan kecercapaiannya 75%.

(6) Komponen langkah-langkah kegiatan

pembelajaran diharapkan

ketercapaiannya 70%.

(7) Komponen media dan sumber belajar

diharapkan ketercapaiannya 70%.

(8) Komponen penilaian (soal, pedoman

penskoran, kunci jawaban)

diharapkan ketercapaiannya 75%.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Deskripsi Hasil Penelitian

Dari hasil wawancara terhadap

delapan orang guru, peneliti memperoleh

informasi bahwa semua guru (delapan

orang) belum tahu kerangka penyusunan

RPP, hanya sekolah yang memiliki

dokumen standar proses (satu buah),

hanya dua orang guru yang pernah

mengikuti pelatihan pengembangan RPP,

umumnya guru mengadopsi dan

mengadaptasi RPP, kebanyakan guru

tidak tahu dan tidak paham menyusun

RPP secara lengkap, mereka setuju bahwa

guru harus menggunakan RPP dalam

melaksanakan proses pembelajaran yang

dapat dijadikan acuan/pedoman dalam

proses pembelajaran. Selain itu,

kebanyakan guru belum tahu dengan

komponen-komponen RPP secara

lengkap.

Berdasarkan hasil observasi

peneliti terhadap delapan RPP yang

dibuat guru (khusus pada siklus I),

diperoleh informasi/data bahwa masih ada

Page 94: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 89

guru yang tidak melengkapi RPP-nya

dengan komponen dan sub-subkomponen

RPP tertentu, misalnya komponen

indikator dan penilaian hasil belajar

(pedoman penskoran dan kunci jawaban).

Rumusan kegiatan siswa pada komponen

langkah-langkah kegiatan pembelajaran

masih kurang tajam, interaktif, inspiratif,

menantang, dan sistematis.

Dilihat dari segi kompetensi guru,

terjadi peningkatan dalam menyusun

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dari

siklus ke siklus . Hal itu dapat dilihat pada

lampiran Rekapitulasi Hasil Penyusunan

RPP dari Siklus ke Siklus (Lampiran 4).

Siklus I (Pertama)

a. Perencanaan ( Planning ) (1) Membuat lembar wawancara

(2) Membuat format/instrumen

penilaian RPP

(3) Membuat format rekapitulasi hasil

penyusunan RPP siklus I dan II

(4) Membuat format rekapitulasi hasil

penyusunan RPP dari siklus ke

siklus

b. Pelaksanaan (Acting)

Pada saat awal siklus I

indikator pencapaian hasil dari setiap

komponen RPP belum sesuai/tercapai

seperti rencana/keinginan peneliti. Hal

itu dibuktikan dengan masih adanya

komponen RPP yang belum dibuat

oleh guru. Delapan komponen RPP

yakni sebagai berikut.

(1) identitas mata pelajaran

(2) kompetensi inti dan kompetensi

dasar

(3) indikator pencapaian kompetensi,

(4) materi pembelajaran

(5) metode pembelajaran

(6) langkah-langkah pembelajaran

(7) media dan sumber belajar

(8) penilaiaan hasil belajar (soal,

pedoman penskoran, dan kunci

jawaban).

c. Observasi

Observasi dilaksanakan Selasa,

28 Agustus 2018, terhadap delapan

orang guru. Hasil observasi tampak

dalam tabel berikut. Tabel 4.1 Rekapitulasi Penilaian RPP

(Siklus I)

No Komponen NILAI

Skor Persentase

(%) 1 2 3 4

1 Mencantumkan

Identitas 0 0 0 8 32 100,0

2 Mencantumkan

KI dan KD 0 1 2 5 28 87,5

3 Mencantumkan

IPK 0 1 6 1 24 75,0

4

Mencantumkan

Materi

Pembelajaran

0 0 7 1 25 78,1

5

Mencantumkan Metode

Pembelajaran

0 0 0 8 32 100,0

6

Mencantumkan Langkah-

Langkah

Pembelajaran

0 2 6 0 22 68,8

7

Mencantumkan Media dan

Sumber Belajar

0 1 5 2 25 78,1

8 Mencantumkan

Penilaian 0 0 8 0 24 75,0

Persentase Rata-Rata (%) 82,8

Catatan :

Skor 1 : Tidak Mencantumkan

Skor 2 : Mencantumkan tapi tidak sinkron

Skor 3 : Mencantumkan secara singkat

Skor 4 : Mencantumkan secara lengkap

dan sinkron

Jika dibuat dalam bentuk grafik,

akan tampak seperti grafik yang berikut

ini.

Grafik 4.1 Rekapitulasi Penilaian RPP

(Siklus I)

Page 95: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 90

Berdasarkan tabel dan grafik

tersebut, tampak bahwa semua

Responden yang dijadikan subjek

penelitian (8 guru), semuanya

menyusun RPP. Akan tetapi, ada

beberapa hal yang dapat dikemukakan

dalam kaitannya dengan hal tersebut,

yakni sebagai berikut.

(1) Pada komponen mencantumkan

identitas dan metode pembelajaran

semua Responden telah

melakukannya dengan baik

(100%).

(2) Pada komponen KI/KD, IPK, dan

Media/Sumber Belajar masing-

masing ada 1 Responden yang

masih mendapatkan skor 2.

(3) Pada komponen langkah-langkah

pembelajaran ada 1 Responden

yang masih mendapatkan skor 2

Untuk komponen penilaian

hasil belajar, dapat dikemukakan

beberapa hal sebagai berikut.

(1) Satu orang tidak melengkapinya

dengan teknik dan bentuk

instrumen.

(2) Satu orang tidak melengkapinya

dengan teknik, bentuk instumen,

soal, pedoman penskoran, dan

kunci jawaban.

(3) Dua orang tidak melengkapinya

dengan teknik, pedoman

penskoran, dan kunci jawaban.

(4) Satu orang tidak melengkapinya

dengan soal, pedoman penskoran,

dan kunci jawaban.

(5) Satu orang tidak melengkapinya

dengan pedoman penskoran dan

kunci jawaban. Selanjutnya

mereka dibimbing dan disarankan

untuk melengkapinya.

Siklus II (Kedua)

Siklus kedua juga terdiri dari

empat tahap, yakni (1) perencanaan, (2)

pelaksanaan, (3) observasi, dan (4)

refleksi. Tahap perencanaan dan

pelaksanaan sama seperti pada Siklus I.

Observasi dilaksanakan Selasa, 18

September 2018, terhadap delapan orang

guru. Hasil observasi tampak dalam tabel

berikut.

Tabel 4.2 Rekapitulasi Penilaian

RPP (Siklus II)

No Komponen NILAI

Skor Persentase

(%) 1 2 3 4

1 Mencantumkan

Identitas 0 0 0 8 32

100,0

2 Mencantumkan KI dan KD

0 0 2 6 30 93,8

3 Mencantumkan

IPK 0 0 0 8 32

100,0

4

Mencantumkan

Materi

Pembelajaran

0 0 0 8 32

100,0

5

Mencantumkan

Metode Pembelajaran

0 0 0 8 32 100,0

6

Mencantumkan

Langkah-Langkah

Pembelajaran

0 0 6 2 26

81,3

7

Mencantumkan Media dan

Sumber

Belajar

0 0 0 8 32

100,0

8 Mencantumkan Penilaian

0 0 8 0 24 75,0

Persentase Rata-Rata (%) 93,8

Catatan :

Skor 1 : Tidak Mencantumkan

Skor 2 : Mencantumkan tapi tidak sinkron

Skor 3 : Mencantumkan secara singkat

Skor 4 : Mencantumkan secara lengkap dan sinkron

Jika dibuat dalam bentuk grafik,

akan tampak seperti grafik yang berikut

ini.

Grafik 4.2 Rekapitulasi Penilaian RPP

(Siklus II)

Page 96: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 91

Berdasarkan grafik dan tabel

tersebut, tampak bahwa semua Responden

yang dijadikan subjek penelitian (8 guru),

semuanya menyusun RPP. Akan tetapi,

ada beberapa hal yang dapat dikemukakan

dalam kaitannya dengan hal tersebut,

yakni sebagai berikut.

(1) Pada komponen mencantumkan

identitas, IPK, materi, metode, dan

media/sumber belajar semua

Responden telah melakukannya

dengan baik (100%).

(2) Tidak ada Responden yang

mendapakan skor 1 atau 2.

Untuk komponen penilaian hasil

belajar, dapat dikemukakan sebagai

berikut.

(1) Satu orang keliru dalam menentukan

teknik dan bentuk instrumennya.

(2) Satu orang keliru dalam menentukan

bentuk instrumen berdasarkan teknik

penilaian yang dipilih.

(3) Dua orang kurang jelas dalam

menentukan pedoman penskoran.

(4) Satu orang tidak menuliskan rumus

perolehan nilai siswa.

(5) Selanjutnya mereka dibimbing dan

disarankan untuk melengkapinya.

Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian Tindakan Sekolah

dilaksanakan di SD Negeri Ketabang I /

288 Surabaya yang merupakan sekolah

binaan peneliti. Penelitian dilaksanakan

dalam dua siklus. Kedelapan guru tersebut

menunjukkan sikap yang baik dan

termotivasi dalam menyusun RPP dengan

lengkap. Hal itu peneliti ketahui dari hasil

pengamatan pada saat melakukan

wawancara dan bimbingan penyusunan

RPP.

Selanjutnya dilihat dari

kompetensi guru dalam menyusun RPP,

terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus

II. Untuk itu, perhatikan perbandingan

antara Siklus I dan II, seperti tampak

dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.3 Perbandingan Penilaian RPP

antara Siklus I dan II

No Komponen

Nilai Siklus Skor

Siklus

Persentase

Siklus (%)

I II

I II I II

1 2 3 4 1 2 3 4

1 Identitas

Mapel 0 0 0 8 0 0 0 8 32 32 100,0 100,0

2 KI dan KD 0 1 2 5 0 0 2 6 28 30 87,5 93,8

3 IPK 0 1 6 1 0 0 0 8 24 32 75,0 100,0

4 Materi

Pembelajaran 0 0 7 1 0 0 0 8 25 32 78,1 100,0

5 Metode

Pembelajaran 0 0 0 8 0 0 0 8 32 32 100,0 100,0

6 Langkah

Pembelajaran 0 2 6 0 0 0 6 2 22 26 68,8 81,3

7 Media/Sumber

Belajar 0 1 5 2 0 0 0 8 25 32 78,1 100,0

8 Penilaian 0 0 8 0 0 0 8 0 24 24 75,0 75,0

Persentase Rata-Rata (%) 82,8 93,8

Jika tabel tersebut dibuat dalam

bentuk grafik, akan tampak seperti grafik

yang berikut.

Grafik 4.3 Perbandingan Penilaian RPP antara

Siklus I dan II

1. Komponen Identitas Mata Pelajaran

Pada siklus I semua guru

(delapan orang) mencantumkan

identitas mata pelajaran dalam RPP-

nya. Jika dipersentasekan sebesar

100%. Hasil yang sama terdapat pada

Siklus II. Dengan demikian, pada

komponen tersebut guru sudah tidak

menemui kendala.

2. Komponen Kompetensi Inti dan

Kompetensi dasar

Pada siklus I semua guru

(delapan orang) mencantumkan KI dan

KD dalam RPP-nya. Pada Siklus I ada

1 guru yang mendapatkan skor 2.

Sementara itu, pada Siklus II telah

menunjukkan peningkatan karena tidak

ada lagi guru yang mendapatkan skor

2. Dengan demikian, persentasenya

pun mengalami peningkatan dari 87,5

pada Siklus I menjadi 93,8 pada Siklus

II.

3. Komponen Indikator Pencapaian

Kompetensi Pada siklus pertama tujuh orang

guru mencantumkan indikator

Page 97: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 92

pencapaian kompetensi dalam RPP-

nya (melengkapi RPP-nya dengan

indikator pencapaian kompetensi).

Sedangkan satu orang tidak

mencantumkan/melengkapinya. Jika

dipersentasekan, 56%. Dua orang guru

masing-masing mendapat skor 1 dan 2

(kurang baik dan cukup baik). Empat

orang guru mendapat skor 3 (baik).

Pada siklus kedua kedelapan guru

tersebut mencantumkan indikator

pencapaian kompetensi dalam RPP-

nya. Tujuh orang mendapat skor 3

(baik) dan satu orang mendapat skor 4

(sangat baik). Jika dipersentasekan,

78%, terjadi peningkatan 22% dari

siklus I.

4. Komponen Materi Pembelajaran

Pada siklus pertama semua

guru (delapan orang) mencantumkan

materi ajar dalam RPP-nya

(melengkapi RPP-nya dengan materi

ajar). Jika dipersentasekan, 66%. Satu

orang guru masing-masing mendapat

skor 1 dan 4 (kurang baik dan sangat

baik), dua orang mendapat skor 2

(cukup baik), dan empat orang

mendapat skor 3 (baik). Pada siklus

kedua kedelapan guru tersebut

mencantumkan materi ajar dalam RPP-

nya. Enam orang mendapat skor 3

(baik) dan dua orang mendapat skor 4

(sangat baik). Jika dipersentasekan,

81%, terjadi peningkatan 15% dari

siklus I.

5. Komponen Metode Pembelajaran

Pada siklus pertama semua

guru (delapan orang) mencantumkan

metode pembelajaran dalam RPP-nya

(melengkapi RPP-nya dengan metode

pembelajaran). Jika dipersentasekan,

72%. Dua orang guru mendapat skor 2

(cukup baik), lima orang mendapat

skor 3 (baik), dan satu orang mendapat

skor 4 (sangat baik). Pada siklus kedua

kedelapan guru tersebut

mencantumkan metode pembelajaran

dalam RPP-nya. Satu orang mendapat

skor 2 (cukup baik), enam orang

mendapat skor 3 (baik), dan satu orang

mendapat skor 4 (sangat baik). Jika

dipersentasekan, 75%, terjadi

peningkatan 3% dari siklus I.

6. Komponen Langkah-Langkah

Kegiatan Pembelajaran

Pada siklus pertama semua

guru (delapan orang) mencantumkan

langkah-langkah kegiatan

pembelajaran dalam RPP-nya

(melengkapi RPP-nya dengan langkah-

langkah kegiatan pembelajaran). Jika

dipersentasekan, 53%. Tujuh orang

guru mendapat skor 2 (cukup baik),

sedangkan satu orang mendapat skor 3

(baik). Pada siklus kedua kedelapan

guru tersebut mencantumkan langkah-

langkah kegiatan pembelajaran dalam

RPP-nya. Satu orang mendapat skor 2

(cukup baik) dan tujuh orang mendapat

skor 3 (baik). Jika dipersentasekan,

72%, terjadi peningkatan 19% dari

siklus I.

7. Komponen Media dan Sumber

Belajar

Pada siklus pertama semua

guru (delapan orang) mencantumkan

sumber belajar dalam RPP-nya

(melengkapi RPP-nya dengan sumber

belajar). Jika dipersentasekan, 66%.

Tiga orang guru mendapat skor 2

(cukup baik), sedangkan lima orang

mendapat skor 3 (baik). Pada siklus

kedua kedelapan guru tersebut

mencantumkan sumber belajar dalam

RPP-nya. Dua orang mendapat skor 2

(cukup baik) dan enam orang

mendapat skor 3 (baik). Jika

dipersentasekan, 69%, terjadi

peningkatan 3% dari siklus I.

8. Komponen Penilaian Hasil Belajar

Pada siklus pertama semua

guru (delapan orang) mencantumkan

penilaian hasil belajar dalam RPP-nya

Page 98: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 93

meskipun sub-sub komponennya

(teknik, bentuk instrumen, soal),

pedoman penskoran, dan kunci

jawabannya kurang lengkap. Jika

dipersentasekan, 56%. Dua orang guru

masing-masing mendapat skor 1 dan 3

(kurang baik dan baik), tiga orang

mendapat skor 2 (cukup baik), dan satu

orang mendapat skor 4 (sangat baik).

Pada siklus kedua kedelapan guru

tersebut mencantumkan penilaian hasil

belajar dalam RPP-nya meskipun ada

guru yang masih keliru dalam

menentukan teknik dan bentuk

penilaiannya. Tujuh orang mendapat

skor 3 (baik) dan satu orang mendapat

skor 4 (sangat baik). Jika

dipersentasekan, 78%, terjadi

peningkatan 22% dari siklus I.

Berdasarkan pembahasan di atas

terjadi peningkatan kompetensi guru

dalam menyusun RPP. Pada siklus I nilai

rata-rata komponen RPP 69%, pada

siklus II nilai rata-rata komponen RPP

83%, terjadi peningkatan 14%.

Untuk mengetahui lebih jelas

peningkatan setiap komponen RPP, dapat

dilihat pada lampiran Rekapitulasi Hasil

Penyusunan RPP dari Siklus ke Siklus SD

Negeri Ketabang I / 288 Surabaya.

Sementara itu hasil angket dapat

diperhatikan pada hasil rekapitulasi,

seperti tampak pada tabel yang berikut.

Tabel 4.4 Rekapitulasi Angket Motivasi Guru No Pertanyaan SS S TS STS

1 Guru wajib memiliki standar proses dan standar penilaian

2 Guru berkewajiban membuat

Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran

3 Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran digunakan

sebagai acuan dalam mengajar

4 Dalam penyusunan RPP

paling sedikit memuat lima komponen, yaitu tujuan

pembelajaran, materi ajar,

metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil

belajar

5 Indikator Pencapaian

Kompetensi menggambarkan proses dan hasil belajar yang

diharapkan dicapai oleh

peserta didik

6 Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur

yang relevan √

7 Metode pembelajaran sesuai dengan karakteristik setiap

indikator dan kompetensi

yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran

8 Sumber belajar didasarkan

pada KI, KD, Materi ajar,

kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian

kompetensi

9 Penilaian hasil belajar mengacu kepada standar

penilaian √

10 Komponnen penilaian dilengkapi dengan soal,

pedoman penskoran, dan

kunci jawaban

11 RPP yang sudah dibuat perlu direvisi apabila tidak dapat

dilaksanakan di kelas √

Keterangan: STS = Sangat tidak setuju, (skor 1)

TS = Tidak setuju (skor 2)

S = Setuju (skor 3) ST = Sangat setuju (skor 4)

Dari tabel tersebut

terindikasikan bahwa semua guru

telah memahami hal-hal pokok dalam

kaitannya dengan penyusunan RPP.

Dengan demikian, sesungguhnya guru

telah memahami peran penting RPP

dalam keberhasilan pembelajaran.

Akan tetapi, faktor keengganan

menjadi faktor utama bagi guru dalam

menyusun RPP.

Simpulan

Berdasarkan hasil Penelitian

Tinadakan Sekolah (PTS) dapat

disimpulkan sebagai berikut.

(1) Bimbingan berkelanjutan dapat

meningkatkan motivasi guru dalam

menyusun RPP dengan lengkap.

Guru menunjukkan keseriusan dalam

memahami dan menyusun RPP

apalagi setelah mendapatkan

bimbingan pengembangan/

penyusunan RPP dari peneliti.

Informasi ini peneliti peroleh dari

hasil pengamatan pada saat

mengadakan wawancara dan

bimbingan

pengembangan/penyusunan RPP

kepada para guru.

Page 99: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 94

(2) Bimbingan berkelanjutan dapat

meningkatkan kompetensi guru

dalam menyusun RPP. Hal itu dapat

dibuktikan dari hasil observasi

/pengamatan yang memperlihatkan

bahwa terjadi peningkatan

kompetensi guru dalam menyusun

RPP dari siklus ke siklus . Pada siklus

I nilai rata-rata komponen RPP 69%

dan pada siklus II 83%. Jadi, terjadi

peningkatan 14% dari siklus I.

Daftar Rujukan

Daradjat, Zakiyah. 1980. Kepribadian

Guru. Jakarta: Bulan Bintang.

Dewi, Kurniawati Eni . 2009.

Pengembangan Bahan Ajar

Bahasa Dan Sastra Indonesia

Dengan Pendekatan Tematis.

Tesis. Surakarta: Program

Pascasarjana Universitas Sebelas

Maret.

Depdiknas. 2003. UU RI No. 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta: Depdiknas.

2005. UU RI No. 14 Tahun 2005

tentang Guru dan Dosen. Jakarta:

Depdiknas.

2005. Standar Nasional

Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

2007. Permendiknas RI No. 41

Tahun 2007a tentang Standar

Proses. Jakarta: Depdiknas.

2007. Permendiknas RI No. 12

Tahun 2007b tentang Standar

Pengawas Sekolah/Madrasah.

Jakarata: Depdiknas.

2008. Perangkat Pembelajaran

Kurikulum Tingkat Satuan

Pembelajaran SMA. Jakarta.

2008. Alat Penilaian

Kemampuan Guru. Jakarta:

Depdiknas.

2009. Petunjuk Teknis

Pembuatan Laporan Penelitian

Tindakan Sekolah Sebagai Karya

Tulis Ilmiah dalam Kegiatan

Pengembangan Profesi

Pengawas Sekolah. Jakarta.

Fatihah, RM . 2008. Pengertian

Konseling

(Http://eko13.wordpress.com,

diakses 19 Maret 2009).

Imron, Ali. 2000. Pembinaan Guru di

Indonesia. Malang: Pustaka Jaya.

Kemendiknas. 2010. Penelitian Tindakan

Sekolah. Jakarta.

2010. Supervisi Akademik.

Jakarta.

Kumaidi. 2008. Sistem Sertifikasi

(http://massofa.wordpress.com

diakses pada 10 Agustus 2009).

Nawawi, Hadari. 1985. Metode Penelitian

Bidang Sosial. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Nurhadi. 2013. Kurikulum 2013. Jakarta:

PT Gramedia Widiasarana

Indonesia.

Pidarta, Made . 1992. Pemikiran tentang

Supervisi Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara.

Sudjana, Nana. 2009. Kompetensi Dasar

Pengawas Dimensi dan

Indikator. Jakarta : Binamitra

Publishing.

Suharjono. 2003. Menyusun Usulan

Penelitian. Jakarta: Makalah

Disajikan

pada Kegiatan Pelatihan Tehnis Tenaga

Fungsional Pengawas.

Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif.

Yogyakarta: Hikayat Publishing.

2006. Guru Sebagai Profesi.

Yogyakarta: Hikayat Publishing.

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Edisi kedua

Page 100: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 95

ISSN : 2337-3253

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PADA MATERI MEMBANDINGKAN

BANYAK BENDA MELALUI MEDIA SEDOTAN

SISWA KELAS I SD NEGERI NGAGEL I/394 SURABAYA

(Ida Handriyani)

ABSTRACT

This research is motivated by the many students of SDN Ngangel 1/390 Surabaya

class I-a who have not finished in Mathematics especially in the subject matter

comparing many objects. The factors that become students' weaknesses in comparing

many objects include: 1) students lack mastery in the comparison of many objects, 2)

students are not careful in comparing many objects, 3) students are less able to

concentrate when the teacher explains material comparing many objects

This is caused by the pattern of teaching so far still with the stages of providing

information about lecture material and without using concrete learning media so that

students become bored and bored and students are less actively involved in learning

activities.

The purpose of this study was to determine the activity and learning outcomes of

class I students of SD Negeri Ngagel I / 394 Surabaya in semester 1 of the school year

2018/2019 with the application of straw media.

The design of this study uses a classroom action research procedure with two

cycles of activities. The research subjects were class I students of SD Negeri Ngagel I /

394 Surabaya in the first semester of the 2018/2019 academic year totaling 28 students.

Data obtained from the results of observation of teacher activities and student

activities during learning activities as well as tests of student learning outcomes

conducted at the end of learning activities.

Based on the results of data analysis that has been done after the application of

media straws in Mathematics learning can be obtained the following results. Teacher

activity in cycle I was 73.75%, while in cycle II it was 85%. While the activity of

students in cycle I was 61.90% and in cycle II 70.78%.

While the student learning outcomes test also increased, the percentage of

completeness learning in Cycle I was 67.86% and increased in the second cycle to

82.14%. The average value in Cycle I was 76.86 and increased in the second cycle to

81.10.

Based on the results of the above research it can be concluded that the use of media

straws in Mathematics learning in the subject matter comparing many objects can

increase student activity and student learning outcomes.

Keywords: "Straws learning media, activeness, learning outcomes, mathematics"

Pendahuluan

Undang-undang nomor 20 tahun

2003 tentang sistem pendidikan nasional

menyebutkan pendidikan memiliki tujuan

mengembangkan potensi-potensi yang

dimiliki oleh peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak

mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan

menjadi warga Negara yang

berdemokratis serta bertanggung jawab.

Melalui pendidikan nasional diharapkan

Page 101: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 96

dapat mewujudkan peserta didik yang

secara utuh memiliki berbagai kecerdasan,

baik kecerdasan spiritual, emosional,

sosial intelektual maupun kecerdasan

kinestetika sehingga mampu memberikan

konstribusi yang besar terhadap kemajuan

bangsa serta sarana dalam membangun

watak bangsa.

Untuk mempersiapkan sumber daya

manusia yang berkualitas harus

ditanamkan sejak usia sekolah dasar (SD).

Salah satu cara membentuk sumber daya

manusia yang berkualitas melalui

pembelajaran Matematika. Matematika

merupakan salah satu mata pelajaran

wajib yang harus ditempuh oleh siswa di

sekolah dasar. Oleh karena itu

pembelajaran Matematika tidak boleh

dikesampingkan karena dari mata

pelajaran Matematika di sekolah dasar

merupakan dasar pengetahuan yang

menjadi pedoman untuk menempuh

pembelajaran matematika di tingkat

selanjutnya.

Menurut Karso (2008: 1.39)

“Matematika adalah ilmu deduktif,

aksiomatik, dan formal, hirarkis, abstrak

dan bahasa symbol yang banyak arti”.

Pendapat serupa juga di ungkapkan oleh

Ruseffendi (dalam Karso, 2008: 1.39)

yang menyatakan “Matematika

terorganisasi dari unsur-unsur yang tidak

terdefinisikan, definisi-definisi, aksioma-

aksioma dan dalil-dalil setelah dibuktikan

kebenarannya dan berlaku secara umum”.

Oleh karena itu pelajaran Matematika

dianggap siswa pelajaran yang paling

sulit. Menurut Rachman (2011)

“Matematika merupakan suatu ilmu

berpikir. Pelajaran Matematika boleh

dibilang pelajaran yang menggunakan

simbol-simbol sehingga cenderung

bersifat abstrak.

Dari hasil diskusi dengan guru

sejawat di SDN Ngagel I/394 Surabaya

dapat diuraikan penyebab kelemahan

siswa dalam belajar matematika pada

materi membandingkan banyak benda

salah satunya adalah pola pengajaran

selama ini masih dengan tahapan-tahapan

memberikan informasi tentang materi-

materi yang bersifat ceramah. Untuk

mengatasi masalah perlu difikirkan cara-

cara mengatasinya. Karena dalam

kurikulum 2013 menyebutkan tujuan

pembelajaran metematika yang menitik

beratkan pada cara melatih berfikir dan

nalar, mengembangkan aktifitas kreatif,

mengembangkan pemecahan masalah dan

mengkomunikasikan gagasan. Upaya

yang dapat dilakukan mulai dari proses

pembelajaran, perbaikan dan dukungan

sarana dan prasarana, meningkatkan

kemampuan guru dalam mengajar.

Untuk mengatasi masalah di atas

peneliti lebih menekankan pada proses

pembelajarannya, karena proses tersebut

merupakan tugas dan tanggung jawab

seorang guru sehari-hari dan berdampak

pada tugas-tugas siswa di kelas

berikutnya. Proses pembelajaran yang

diperlukan dalam mendorong siswa untuk

memahami masalah dalam matematika,

meningkatkan kemampuan berfikir kreatif

siswa dalam menyusun rencana

penyelesaian dan melibatkan siswa secara

aktif dalam menemukan sendiri

penyelesaian masalah yang berkaitan

dengan perbandingan banyak benda

adalah melalui pembelajaran dengan

menggunakan media pembelajaran. Media

pembelajaran yang dimaksud adalah

media sedotan. Media sedotan ini

berbentuk segi empat dengan empat kotak

yang menempel atau disebut dengan

kantong bilangan. Kantong bilangan

tersebut berfungsi sebagai penentu nilai

suatu bilangan, yaitu satuan, puluhan,

ratusan, dan ribuan.

Dengan menggunakan media

sedotan diharapkan siswa mampu bekerja

sama menyelesaikan tugas akademik dan

menciptakan sesuatu yang inovatif dalam

memahami pelajaran sehingga

memperoleh hasil belajar yang

memuaskan.

Page 102: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 97

Pengertian Media Pembelajaran

Menurut Kustandi dan Sutjipto

(2013: 8) berpendapat bahwa media

pembelajaran adalah alat yang dapat

membantu proses belajar mengajar dan

berfungsi untuk memperjelas makna pesan

yang disampaikan, sehingga. Sedangkan

menurut Latuheru (dalam Hamdani,

2005:8) menyatakan bahwa media

pembelajaran adalah bahan, alat atau

teknik yang digunakan dalam kegiatan

pembelajaran dengan maksud agar proses

interaksi komunikasi edukasi antara guru

dan siswa dapat berlangsung secara tepat

guna dan berdayaguna.

Kegunaan Media

Menurut Sudjana dan Rivai (2001:

2) mengatakan media pengajaran dalam

proses belajar siswa antara lain : (1)

Pengajaran akan lebih menarik perhatian

siswa sehingga dapat menumbuhkan

motivasi belajar, (2) Bahan pengajaran

akan lebih jelas maknanya sehingga akan

lebih dipahami oleh para siswa dan

memungkinkan siswa mencapai tujuan

pengajaran lebih baik, (3) Metode

mengajar akan lebih bervariasi, (4) Siswa

lebih banyak melakukan kegiatan belajar,

sebab tidak hanya mendengarkan uraian

guru tetapi juga aktivitas lain seperti

mengamati, melakukan,

mendemonstrasikan dan lain-lain.

Media Konkret

Menurut Bahri dan Zain, (2006:

121), “Benda konkret (nyata) atau benda

sesungguhnya merupakan suatu obyek

yang dapat memberikan rangsangan yang

amat penting bagi siswa dalam

mempelajari berbagai hal terutama yang

menyangkut keterampilan tertentu”.

Sedangkan menurut Sumantri (2004: 178)

media konkrit adalah segala sesuatu yang

sebenarnya dapat digunakan untuk

menyalurkan pesan dari pengirim ke

penerima sehingga dapat merangsang

pikiran, perasaan, perhatian, dan minat

peserta didik sehingga proses

pembelajaran dapat berjalan lebih efektif

dan efisien menuju kepada tercapainya

tujuan yang diharapkan.

Fungsi Media Konkret

Sumantri (2004: 178) menjelaskan

bahwa secara umum media konkret

berfungsi sebagai (1) alat bantu untuk

mewujudkan situasi belajar mengajar

yang efektif, (2) bagian integral dari

keseluruhan situasi mengajar, (3)

meletakkan dasar-dasar yang konkret dan

konsep yang abstrak sehingga dapat

mengurangi pemahaman yang bersifat

verbalisme, (4) mengembangkan motivasi

belajar peserta didik, dan (5)

mempertinggi mutu belajar mengajar.

Sedangkan Arsyad (2006: 25)

menjelaskan fungsi media konkret sebagai

berikut:

1) Meletakkan dasar-dasar yang konkret

untuk berfikir, oleh karena itu

mengurangi verbalisme.

2) Memperbesar perhatian siswa.

3) Meletakkan dasar-dasar yang penting

untuk perkembangan belajar, oleh

karena itu membuat pelajaran lebih

mantap.

4) Memberikan pengalaman nyata yang

dapat menumbuhkan kegiatan berusaha

sendiri dikalangan siswa.

5) Menumbuhkan pemikiran yang teratur

dan kontinyu, terutama melalui gambar

hidup.

6) Membantu tumbuhnya pengertian yang

dapat membantu perkembangan

kemampuan berbahaya.

Kelebihan dan Kekurangan Media

Konkret

Kelebihan media pembelajaran

menurut Harjanto (1997: 245) yaitu: 1)

Memperjelas penyajian pesan agar tidak

terlalu verbalistis (tahu kata- katanya,

tetapi tidak tahu maksudnya); 2)

Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan

daya indra; 3) Dengan menggunakan

media pembelajaran yang tepat dan

bervariasi dapat mengatasi sikap pasif

Page 103: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 98

siswa; 4) Dapat menimbulkan persepsi

yang sama terhadap suatu masalah. Selain

itu kelebihan lain dari media konkret yaitu

memberikan kebebasan kepada peserta

didik untuk belajar secara mandiri dan

ikut terlibat aktif dalam proses

pembelajaran.

Sedangkan kekurangan dari media

konkret yaitu terdapat beberapa benda

yang sulit untuk dihadirkan karena terlalu

berbahaya bagi peserta didik. Media

benda konkret ini tergolong mahal dalam

biaya perawatan karena alat yang

digunakan berasal dari benda asli atau

benda yang sesungguhnya yang memiliki

sifat mudah rusak. Sedangkan menurut

Sumantri (2004: 176), kekurangan media

benda konkrit antara lain: memerlukan

tambahan anggaran biaya pendidikan,

memerlukan ruang dan tempat yang

memadai jika media tersebut berukuran

besar, apabila media yang diperlukan sulit

didapat, maka akan menghambat proses

pembelajaran, baik guru atau siswa harus

mampu menggunakan media

pembelajaran tersebut

Langkah Media Konkret dalam

Pembelajaran Matematika

Langkah-langkah penggunaan

media konkrit antara lain sebagai berikut:

Langkah-langkah yang dilakukan dalam

pemanfaatan media konkret pada siswa

kelas I-A SDN Ngagel I/ 394 Surabaya

adalah sebagai berikut (a) Dengan

menggunakan benda konkrit seperti

sedotan, pada konsep membandingkan

banyak benda siswa diminta mengambil 8

buah sedotan, kemudian diletakkan ke

dalam sebuah gelas plastik selanjutnya

mengambil lagi 5 buah sedotan dan

diletakkan digelas satunya, selanjutnya

siswa diminta membandingkan sedotan

yang berada digelas satu dan gelas dua,

kemudian siswa diminta membandingkan

lebih banyak sedotan yang berada digelas

satu (b) siswa masing-masing mendapat 1

ikat sedotan dengan jumlah sedotan 20

buah, (c) siswa mendemonstrasikan

contoh/soal dengan sedotan, demikian

seterusnya, dan (d) dan dibagian akhir

pembelajaran siswa membuat kesimpulan

dengan bimbingan guru.

Pengertian Hasil Belajar

Belajar ialah suatu proses usaha

yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya (Slameto,

2010: 2). Menurut Djamarah (2008: 13)

belajar merupakan serangkaian kegiatan

jiwa raga untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman individu dalam interaksi

dengan lingkunganya yang menyangkut

kognitif, afektif dan psikomotor.

Sedangkan menurut Sudjana (2013:

2) Belajar adalah suatu proses yang

ditandai dengan adanya perubahan pada

diri seseorang, perubahan sebagai hasil

proses belajar dapat ditunjukkan dalam

berbagai bentuk seperti perubahan

pengetahuan, pemahaman, sikap dan

tingkah laku, keterampilan, kecakapan,

kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek

yang ada pada individu yang belajar.

Hasil Belajar Hasil belajar menurut Sudjana

(2013: 22) adalah kemampuan yang

dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Proses penilaian

terhadap hasil belajar dapat memberikan

informasi kepada guru tentang kemajuan

siswa dalam upaya mencapai tujuan-

tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar.

Selanjutnya dari informasi tersebut guru

dapat menyusun dan membina kegiatan-

kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk

keseluruhan kelas maupun individu.

Sedangkan menurut Susanto (2013:

5) menjelaskan hasil belajar merupakan

perubahan-perubahan yang terjadi pada

diri siswa, baik yang menyangkut aspek

kognitif, afektif dan psikomotor sebagai

hasil dari hasil belajar. Untuk mengetahui

Page 104: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 99

hasil belajar yang ingin dicapai apakah

telah sesuai dengan tujuan yang

dikehendaki dapat diketahui melalui

evaluasi. Penilaian hasil belajar siswa

mencakup segala hal yang dipelajari di

sekolah baik itu pengetahuan, sikap dan

keterampilan

Faktor-Faktor Belajar

Susanto (2013: 12) menjelaskan ada

dua factor yang mempengaruhi hasil

belajar yaitu: (1) Siswa, dalam arti

kemampuan berpikir atau tingkah laku

intelektual, motivasi, minat dan kesiapan

siswa baik jasmani maupun rohani. (2)

lingkungan yaitu sarana dan prasarana,

kompetensi guru, kreatifitas guru, sumber-

sumber belajar, metode serta dukungan

lingkungan keluarga dan lingkungan

sekitar. Pendapat yang sama juga

disampaikan oleh Sudjana, menurut

Sudjana (2010: 39) hasil belajar

dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu

faktor dari dalam diri siswa dan faktor

lingkungan.

Faktor dalam diri siswa adalah

faktor yang datang dari dalam diri siswa

terutama kemampuan yang dimilikinya.

Faktor kemampuan siswa sangat besar

sekali pengaruhnya terhadap hasil yang

dicapai. Menurut Clark (dalam Sudjana,

2010: 39) hasil belajar siswa di sekolah

70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa

sedangkan 30% dipengaruhi oleh

lingkungan. Sudjana menambahkan selain

faktor yang dimiliki siswa ada juga faktor

lain, seperti motivasi belajar, minat dan

perhatian, sikap dan kebiasaan belajar,

ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik

dan faktor psikis.

Faktor lingkungan adalah faktor

yang terdapat di luar diri siswa yang dapat

mempengaruhi hasil belajar yang ingin

dicapai. Salah satu lingkungan belajar

yang paling dominan mempengaruhi hasil

belajar disekolah adalah kualitas

pengajaran, yang dimaksud kualitas

pengajaran adalah tinggi rendahnya atau

efektif tidaknya proses belajar mengajar

dalam mencapai tujuan pengajaran.

Menurut Sudjana (2010: 40-42) selain

faktor utama ada pula faktor lain yang

mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor

guru, faktor kelas dan faktor sekolah.

Pengertian Belajar Matematika

Pengertian belajar menurut Sudjana

(2010: 28) adalah proses terjadinya

perubahan tingkah laku siswa melalui

berbagai pengalaman yang diperolehnya.

Perubahan tingkah laku yang terjadi

adalah perubahan tingkah laku dari

negatif ke positif. Sedangkan menurut

Hilgrad dan Brower (dalam Hamalik,

2008: 45) belajar sebagai perubahan

dalam perbuatan melalui aktifitas, praktek

dan pengalaman.

Sedangkan menurut Karso (2008 :

1.39) menyatakan bahwa Matematika

adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal,

hirarkis, abstrak, bahasa simbol yang

padat arti dan semacamnya.

Metode

Penelitian ini didesain sebagai

penelitian tindakan kelas (PTK). Setiap

siklus terdiri atas dua pertemuan. Siklus-

siklus tersebut terdiri atas empat tahap,

yakni perencanaan, pelaksanaan,

pengamatan, dan refleksi. Untuk itu,

prosedur penelitian yang digunakan

adalah model spiral dari Kemmis dan

Taggart (Arikunto, 2010:97)

Refleksi

Observasi

Refleksi

Observasi

Refleksi

Observasi

Rencana

awal

Rencana

yang direvisi

Rencana

yang direvisi

Siklus II

Siklus III

Siklus I

Page 105: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 100

Bagan 1 Penelitian Model Spiral Kemmis &

Mctaggart

Langkah-langkah pada siklus

tersebut, yaitu (1) perencanaan tindakan,

(2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi,

dan (4) refleksi. Langkah-langkah tersebut

dipaparkan berikut ini.

Perencanaan (1) Menyusun skenario pembelajaran yaitu

membuat rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) dengan

menggunakan media sedotan.

(2) Menyiapkan lembar kerja yang akan

dibagikan kepada siswa..

(3) Menyiapkan media sedotan yang akan

digunakan dalam kegiatan

pembelajaran

(4) Mempersiapkan instrumen

pengumpulan data, yakni lembar

observasi, angket, kisi-kisi soal, soal

evaluasi, dan lembar penilaian.

Pelaksanaan Tindakan Tindakan ini dilakukan akan

berpedoman pada perencanaan yang telah

dibuat dan dalam pelaksaannya bersifat

fleksibel dan terbuka terhadap perubahan

yang memungkinkan untuk diubah.

Penelitian yang akan dilakukan adalah

melalui 2 (dua) siklus dengan ketentuan

setiap siklus 2 kali pertemuan. Berikut

adalah garis besar pelaksanaan penelitian

di setiap siklus.

Tahap pengamatan dilakukan

bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.

Pada tahap ini peneliti bersama guru kelas

I-B yang bertindak sebagai pengamat

berusaha untuk mengenali, merekam dan

mendokumentasikan seluruh proses

penelitian dan perubahan maupun

kejadian-kejadian yang terjadi baik yang

diakibatkan oleh tindakan terencana atau

efek lanjutan yang diterjadi setelah

penerapan tindakan. Pengamatan

dilakukan secara terus-menerus mulai dari

awal pembelajaran hingga akhir

pembelajaran. Hasil pengamatan yang

diperoleh dalam satu siklus memberikan

pengaruh pada penyusunan perencanaan

tindakan yang akan dilakukan pada siklus

berikutnya. Hasil penemuan dalam

pengamatan ini kemudian didiskusikan

bersama guru kelas I-B kemudian

direfleksi sebagai dasar untuk menyusun

perencanaan pada siklus berikutnya.

Refleksi Refleksi dilakukan dengan

mencermati kembali secara intensif

kejadian atau peristiwa yang

menyebabkan sesuatu yang diharapkan

atau tidak diharapkan terjadi (kelebihan

dan kekurangan selama tindakan).

Refleksi dilakukan dengan cara berikut:

(1) Mengecek kelengkapan data yang

terjaring selama proses tindakan;

(2) Mendiskusikan data yang telah

terkumpul bersama observer berupa

hasil pengamatan, angket, dan hasil

evaluasi.

Menyusun rencana tindakan

berikutnya yang dirumuskan dalam

skenario pembelajaran dengan berdasar

pada analisis data siklus I untuk

menyusun tindakan yang akan dilakukan

pada siklus berikutnya.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di

kelas I-A SD Negeri Ngagel I/ 394

Surabaya. Sekolah ini berada di Jl Ngagel

211 A Kecamatan Wonokromo Kota

Surabaya. Sekolah ini dipilih karena

peneliti adalah guru di sekolah tersebut.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas

I-A SD Negeri Ngagel I/ 394 Surabaya

tahun pelajaran 2018/2019 berjumlah 28

siswa yang terdiri dari 19 siswa laki-laki

dan 9 siswa perempuan.

Jenis Data

Ada dua jenis data yang digunakan

dalam penelitian ini, yakni sebagai

berikut.

Page 106: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 101

3. Data pertama berupa tes, yakni tes

hasil evaluasi belajar siswa pada materi

jenis-jenis pekerjaan.

4. Data kedua berupa hasil observasi

pelaksanaan pembelajaran melalui

metode role playing dan angket respon

siswa.

Metode Pengumpulan Data

Penulis menggunakan dua alat

pengumpulan data, yaitu observasi dan tes

tulis. Observasi digunakan untuk

mengamati kemampuan guru dalam

mengelola pembelajaran dan aktifitas

siswa selama kegiatan pembelajaran

dilaksanakan sedangkan tes tulis

digunakan untuk mendapatkan data

tentang hasil belajar siswa diakhir

pembelajaran siklus pertama dan siklus

berikutnya.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data observasi

terdiri dari observasi kemampuan guru

mengelola pembelajaran dan aktivitas

siswa selama kegiatan pembelajaran.

Sedangkan analisis data tes hasil belajar

terdiri dari analisis nilai tes siswa diakhir

pembelajaran.

Analisis Data Observasi Analisis data kemampuan guru

dalam mengelola kegiatan pembelajaran

dengan menggunakan rumus :

100n

rs

Analisis data pengamatan aktifitas siswa

selama kegiatan pembelajaran

menggunakan rumus :

%100jp

btst

Analisis Data Tes Hasil Belajar

Untuk menghitung nilai rata-rata siswa

dapat dilakukan dengan menggunakan

rumus :

P = x 100

Untuk menghitung ketuntasan belajar

klasikal dihitung dengan menggunakan

rumus :

100% x (N) siswa

(f)belajar tuntasyang siswa p

Hasil Dan Pembahasan

Hasil Belajar Siswa Siklus I

Dari 28 siswa kelas I, 19 siswa telah

mencapai nilai KKM dengan nilai rata-

rata hasil belajar siswa sebesar 76,86.

Persentase ketuntasan belajar Siklus I

67,86%.

Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Pada

Siklus I

Hasil pengamatan aktivitas siswa dalam

proses pembelajaran pada siklus I

memperoleh persentase sebesar 61,90%

dan berada pada kategori “tinggi“.

Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam

Kegiatan Pembelajaran Siklus I

Hasil observasi aktivitas guru dalam

pembelajaran siklus I sebesar 73,75%.

Nilai tersebut dalam kategori “baik”.

Hasil Belajar Siswa Siklus II

Dari tes yang diadakan di siklus II

terdapat 23 siswa yang tuntas belajar dan

5 siswa yang tidak tuntas belajar. Nilai

rata-rata pada siklus II menjadi 81,10.

Persentase ketuntasan belajar siklus II

sebesar 82,14%.

Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Pada

Siklus II Hasil observasi aktivitas siswa dalam

pembelajaran pada siklus II sebesar

70,78% termasuk dalam kategori “tinggi“.

Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam

Kegiatan Pembelajaran Siklus II

Hasil observasi aktivitas guru dalam

pembelajaran siklus II sebesar 85%. Nilai

tersebut dalam kategori “baik”.

Page 107: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 102

Pembahasan

Tes hasil belajar siklus I dan siklus II

dapat disajikan pada table di bawah ini.

Tabel 1 Hasil Belajar Siklus I dan II

Pelaksanaan Tuntas

belajar Prosentase

Tidak

tuntas

belajar

Prosentase

Nilai

Rata-

rata

Siklus I 19 76,86% 9 23,14% 67,86

Siklus II 23 82,14% 5 17,86% 81,10

(Sumber: Data analisis diolah peneliti)

Dari tabel 1 di atas diketahui 19 siswa

telah mencapai nilai KKM dengan

Persentase ketuntasan belajar Siklus I

67,86%. Pada siklus II persentase

ketuntasan belajar siklus II sebesar

82,14%. Secara klasikal pembelajaran

dikatakan tuntas karena ≥ 70% siswa telah

mencapai KKM.

Hasil aktivitas siswa selama kegiatan

pembelajaran pada siklus I adalah 63%.

Sedangkan di siklus II mengalami

peningkatan yaitu dari 61,90% menjadi

70,78%. Hasil observasi aktivitas siswa

siklus I dan siklus II dapat disajikan pada

tabel di bawah ini.

Tabel 2

Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I

dan II

No Siklus Persentase Ket

1. Siklus I 61,90%

2. Siklus II 70,78% Meningkat

(Sumber : data lapangan)

Hasil observasi aktivitas guru siklus I dan

siklus II dapat disajikan pada tabel di

bawah ini.

Tabel 3

Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I

dan II

No Siklus Persentase Ket

1. Siklus I 73,75%

2. Siklus II 85% Meningkat

(Sumber: Data analisis diolah peneliti)

Berdasarkan tabel 3 di atas

menunjukkan bahwa hasil observasi

aktifitas guru dalam kegiatan

pembelajaran pada siklus I aktivitas guru

mencapai 73,75%. Sedangkan pada siklus

II aktivitas guru mencapai 85%. Aktivitas

guru mengalami peningkatan dari siklus I

ke siklus II.

Berdasarkan hasil penelitian di atas

dapat disimpulkan penggunaan media

sedotan pada pembelajaran Matematika

pada materi pelajaran membandingkan

banyak benda dapat meningkatkan

keaktifan siswa dan hasil belajar siswa..

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian di atas

dapat disimpulkan penggunaan media

sedotan untuk meningkatkan hasil belajar

matematika pada materi pelajaran

membandingkan banyak benda siswa

kelas I-A SD Negeri Ngagel I/ 394

Surabaya dapat meningkatkan keaktifan

siswa dan hasil belajar siswa.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan maka saran yang

diberikan peneliti adalah sebagai berikut.

3. Guru sebaiknya menggunakan

media sedotan pada pembelajaran

matematika pada materi membandingkan

banyak benda, karena berdasarkan

penelitian ini media sedotan dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut tentang penerapan media sedotan

media sedotan pada pelajaran yang lain

atau konteks materi pelajaran yang lain

karena penggunaan media sedotan dapat

meningkatkan semangat dan hasil belajar

siswa.

Daftar Rujukan

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur

Penelitian: Suatu Pendekatan

Praktik (Edisi Revisi). Jakarta:

Rineka Cipta.

Djamarah, Saiful B. dan Azwan Zain.

2006. Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta : Rineka Cipta

Page 108: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 103

Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi

Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan

Pembelajaran. Jakarta: Bumi

Aksara

Hamdani. 2005. Strategi Belajar

Mengajar. Bandung : Pustaka

Setia

Harjanto.(1997). Perencanaan Pengajaran.

Jakarta : Rineka Cipta

Kustandi , Cecep dan Bambang Sutjipto.

(2013). Media Pembelajaran;

Manual dan Digital. Bogor:

Ghalia Indonesia.

Rachman, Arif. Membuat Anak Cinta

Matematika dalam http:

//balagu.com/health/?p=78

Karso. 2008. Pendidikan

Matematika I. Jakarta :

Universitas Terbuka.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor

yang Mempengaruhinya. Jakarta:

Rineka Cipta

Sudjana Nana dan Rivai Ahmad. 2001.

Media Pembelajaran

(Penggunaan dn Pembuatannya).

Bandung: CV. Sinar Baru

Sudjana, Nana. 2010. Dasar Dasar Proses

Belajar Mengajar. Bandung:

Sinar Baru Algesindo

Sudjana, Nana. 2013. Penilaian Hasil

Proses Belajar Mengajar.

Bandung: Remaja Rosdakarya

Sumantri, Mulyani dkk. (2004). Media

Pembelajaran. Jakarta: Rineka

Cipta.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan

Pembelajaran di Sekolah Dasar.

Jakarta: PT. Kharisma Putra

Utama

Page 109: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 104

ISSN : 2337-3253

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBUAT KALIMAT

MELALUI PERAGA LINGKARAN KATA

PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V

SDN GADING VII SURABAYA

(Marilowati)

ABSTRACT

The purpose of this research is to describe the implementation of learning by using

the word circle props, student learning outcomes. The results of the study showed that

learning achievement reached 100% in cycle I and cycle II. During the research process,

students' interest in the first cycle was 50%, in the second cycle students' interest

increased to 66%, and in the third cycle students' interest increased to 100%. Average The

average score of students increased in each cycle, namely: 63 %% in the first cycle, 76%

in the second cycle, and 100% in the third cycle. Based on the results of classroom action

research, it can be concluded that the word circle media strategy board can improve grade

V reading and writing skills at Gading VII SDN Surabaya

Keywords: props, model circles, writing skills, reading skills.

Pendahuluan

Di dalam masyarakat modern

seperti sekarang ini dikenal dua macam

cara berkomunikasi, yaitu komunikasi

secara langsung dan komunikasi secara

tidak langsung. Kegiatan berbicara dan

mendengarkan (menyimak), merupakan

komunikasi secara langsung, sedangkan

kegiatan menulis dan membaca

merupakan komunikasi tidak langsung.

Keterampilan menulis sebagai salah satu

cara dari empat keterampilan berbahasa,

mempunyai peranan yang penting di

dalam kehidupan manusia.

Keterampilan berbahasa yang

dapat dihubungkan dengan media gambar

diam adalah menulis dan

berbicara.Menulis selain sebagai kegiatan

kreativitas juga merupakan kegiatan

produktif dan ekspresif.Dalam kegiatan

menulis, penulis juga harus bisa

memanfaatkan bahasa dan kosakata yang

diperolehnya.

Penulis juga harus memahirkan

kegiatan menulis tersebut dalam latihan-

latihan tertentu sehingga dapat benar-

benar menguasai keterampilan menulis

tersebut.Menulis selain dapat menjadi

ajang sebuah kreativitas juga dapat

menjadikannya sebagai penyampai

gagasan tentang suatu hal.

Salah satu cara untuk

meningkatkan proses belajar mengajar

menulis kalimat adalah dengan mengubah

media atau pola ajar yang digunakan oleh

guru.Dalam hal ini pola ajar yang

dilakukan adalah dengan menggunakan

media gambar sebagai media

pembelajaran untuk membantu dalam

pembelajaran. Permasalahan pun muncul

seperti yang sudah penulis alami ketika

melakukan observasi di Kelas V SDN

Gading VII Surabaya .

Berdasarkan wawancara dengan

guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di

Kelas V SDN Gading VII Surabaya

diperoleh fakta bahwa masih terdapat

siswa yang kemampuan menulis di bawah

rata-rata. Hal ini disebabkan para siswa

mengalami kesulitan menuangkan ide

ketika mendapat tugas dari guru untuk

membuat tulisan atau sejenisnya.Pada

umumnya mereka mengalami kesulitan

dalam menentukan tema, menyusun

Page 110: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 105

kalimat, kurang menguasai kaidah bahasa,

dan sebagainya.bahasa, dan sebagainya.

Kesulitan seperti inilah yang

dihadapi para siswa sehingga

menyebabkan mereka tidak bisa

menyampaikan ide dan gagasan dengan

baik, bahkan mereka menjadi enggan

untuk menulis.Hal ini tidak terlepas dari

peran guru sebagai penyampai materi

pelajaran. Pembelajaran keterampilan

menulis yang selama ini disampaikan oleh

guru hanya berorientasi pada

penyampaian teori dan pengetahuan

bahasa, sedang proses pembelajaran

keterampilan menulis sering kali

diabaikan oleh guru. Pembelajaran

demikian menyebabkan siswa jenuh dan

bosan.Bertolak dari hasil observasi itu

penulis menemukan masalah, masih

banyak siswa yang mengalami kesulitan

dalam pembelajaran menulis kalimat.

Kesulitan yang dihadapi oleh siswa Kelas

V SDN Gading VII Surabaya ketika

dalam mengajarkan pelajaran menulis

kalimat antara lain:

1. Siswa kurang mampu menggunakan

dan memilih kata dalam menuangkan

buah pikirnya, sering mengulang kata

“lalu” dan “terus”.

2. Isi kalimat relatif tidak

menggambarkan topik.

3. Kalimat yang satu dengan kalimat yang

lain tidak sinambung, paragraf yang

satu dengan paragraf yang lain tidak

koheren.

Rendahnya keterampilan menulis

kalimat siswa diindikasikan oleh

kurangnya kemampuan siswa dalam

mengorganisasikan ide dengan baik,

pengembangan kerangka kalimat, dan

penyusunan kalimat serta kosakata yang

digunakan masih terbatas.Mereka masih

belum memahami penggunaan ejaan yang

benar. Selain itu, masalah rendahnya

keterampilan menulis kalimat siswa juga

dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya:

(1) kurangnya media yang digunakan, (2)

siswa masih kurang memanfaatkan media

pembelajaran sebagai sarana menuangkan

ide, gagasan, atau pendapat mereka, (3)

masih digunakannya model pembelajaran

yang konvensional (ceramah), dan (4)

siswa membutuhkan waktu yang lama

untuk memproduksi sebuah tulisan.

Akibatnya, kemampuan menulis anak

hanya sekitar 20% siswa yang menulis

dengan baik sisanya hanya mengerjakan

asal-asalan saja. Jadi, nilai sebagian siswa

masih tergolong rendah dari nilai rata-rata

yang harus dicapai dalam mata pelajaran

bahasa Indonesia adalah 6,5.

Hal ini dapat mematikan

kreativitas mereka dalam mengungkapkan

ide.Padahal, kreativitas ini sangat

diperlukan dalam kegiatan menulis

kalimat.Pembelajaran yang membosankan

ini tidak membuat siswa merasa senang

sehingga tidak dapat menghasilkan ide-ide

yang kreatif dan imajinatif untuk

merangkai sebuah cerita dalam menulis

kalimat. Beberapa kendala yang dialami

siswa dalam proses pembelajaran di atas

berdampak pada kualitas proses dan hasil

pembelajaran yang kurang maksimal

sehingga keterampilan menulis kalimat

siswa tidak maksimal.

Data tersebut menunjukkan bahwa

siswa kurang terampil dalam menulis

kalimat. Setelah ditelaah anak didik harus

dibantu dengan menggunakan alat bantu

dalam pembelajaran. Sebuah media atau

alat bantu dapat dijadikan sebagai alat

untuk membantu dan membenahi serta

menggali potensi anak tersebut dalam

keterampilan berbahasa. Selain itu,

peneliti berpendapat bahwa guru di SDN

Gading VII Surabaya masih belum ada

yang menggunakan media pembelajaran.

Maka dari itu, peneliti mengajukan suatu

media pembelajaran yang mudah

ditemukan dan dipergunakan berupa

media lingkaran kata . Selain hal di atas,

ada pula hal lain yang mendorong

penelitian ini yakni kemungkinan pada

saat di sekolah dasar materi yang

diajarkan kurang tentang jenis-jenis

paragraf, buku- buku di perpustakaan

yang kurang lengkap, kurangnya minat

Page 111: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 106

membaca siswa, serta kurangnya minat

belajar siswa terhadap pelajaran Bahasa

Indonesia terutama keterampilan menulis.

Penelitian mengenai keterampilan

menulis banyak dilakukan dengan

menawarkan media yang bermacam-

macam sebagai upaya untuk

meningkatkan keterampilan menulis

siswa.Penelitian tentang menulis kalimat

sudah mulai banyak dilakukan meskipun

masih terbatas.Beberapa penelitian

tentang menulis kalimat yang telah ada

selalu menunjukkan adanya

peningkatan.Masing-masing penelitian

menggunakan media dan teknik yang

berbeda-beda dan menghasilkan

peningkatan yang berbeda-beda pula.

Akan tetapi, upaya peningkatan menulis

kalimat masih perlu dikembangkan dan

dilakukan melalui berbagai cara.

Berdasarkan pertimbangan

tersebut, peneliti berusaha untuk

memberikan alternatif media

pembelajaran menulis yang mudah dan

baik dengan memanfaatkan fasilitas yang

ada. Media pembelajaran yang ditawarkan

adalah media lingkaran kata .Ide ini

diperkuat pendapat bahwa media

lingkaran kata adalah media pembelajaran

yang dekat dengan calon penulis terutama

calon penulis kalimat atau dalam hal ini

adalah siswa.Adanya media yang dekat

dengan siswa berarti memudahkan siswa

untuk memulai kegiatan menulis kalimat.

Berdasarkan latar belakang di atas,

penulis akan melakukan penelitian yang

berjudul ” Upaya Meningkatkan

Keterampilan Membuat Kalimat Melalui

Peraga Lingkaran Kata Pada

Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas V

SDN Gading VII Surabaya Tahun

Pelajaran 2017/2018”.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini hendak

menemukan sebuah gambaran tentang :

Upaya Meningkatkan Keterampilan

Membuat Kalimat Melalui Peraga

Lingkaran Kata Pada Pembelajaran

Bahasa Indonesia Kelas V SDN Gading

VII Surabaya Tahun Pelajaran

2017/2018.

Manfaat penelitian 1. Memberi kemudahan bagi siswa dalam

menuangkan ide maupun gagasan ke

dalam bentuk menulis kalimat .

2. Meningkatkan kemampuan menulis

kalimat siswa dengan menjadikan

suasana pembelajaran yang

menyenangkan bagi siswa.

3. Mengatasi kesulitan pembelajaran

menulis kalimat yang dialami guru.

4. Sebagai bahan acuan untuk membuat

pembelajaran menulis kalimat lebih

kreatif dan inovatif.

Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian ini adalah

penelitian tindakan kelas yang bersifat

kualitatif.Dengan ini, peneliti bertujuan

memperoleh data verbal yang secara

potensial dapat menghasilkan informasi

yang sesuai dengan tujuan penelitian.Data

yang dimaksud adalah perilaku siswa dan

pengajar, serta hasil kerja siswa dalam

pembelajaran menyusun paragraf induktif

dan deduktif melalui pendekatan

kontekstual.Data itu dikumpulkan dan

dianlisis secara induktif pada saat atau

setelah semua terkumpul.Penelitian ini

penulis mempergunakan pendekatan

penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian Tindakan Kelas yang

mengambil Setting di kelas V SDN

Gading VII Surabaya tahun pelajaran

2017/2018 yang berjumlah 40 siswa, dan

penetapan alokasi waktu pelaksanaannya

September- Oktober 2017

Pelaksanaan penelitian dilakukan

secara kolaborasi dengan guru kelas, yang

membantu dalam pelaksanaan observasi

dan refleksi selama penelitian

berlangsung, sehingga secara tidak

langsung kegiatan penelitian bisa

terkontrol sekaligus menjaga kevalidan

hasil penelitian.

Analisis (lain menggunakan

analysis interactive model dari Miles dan

Page 112: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 107

Huberman yang dapat digambarkan pada

bagan berikut.

Bagan 1: komponen Analisis Data Model Interaktif Sumber:

Miles dan Huberman

Teknik analisis data yung digunakan

adalah reduksi data, yaitu penyajian data,

penarikan simpulan, verifikasi refleksi.

Penarikan Simpulan, Verifikasi, dan

Refleksi

Data yang diperoleh dicari pola,

tema hubungan atau hal-hal yang sering

timbul dari data tersebut kemudian

dihasilkan simpulan sementara yaitu

temuan yang berupa indikator-iiidikator

yang selanjutnya dilakukan pemaknaan

atau refleksi sehingga memperoleh

simpulan akhir.

Hasil simpulan akhir dilakuakan

refleksi unluk menentukan atau

menyusun rencana tindakan berikutnya.

Maka analisa data penelitian digunakan

analisa data statistik sebagai berikut:

Sebagai standar keluntasan bclajar

siswa digunakan palokan yang ditetapkan

yaitu 65 % secara individual dan

ketuntasan seeara klasikal 85 %. Rumus

ini digunakan untuk mengetahui seberapa

jauh perkembangan dan peningkatkan

kemampuun siswa memahami bacaan

dengan cara menyimak yang dicapai

dalam bentuk tes yang diadakan setiap

akhir siklus.

Nilai rata-rata kelas :Jumlah nilai

siswa Jumlah siswa. Adapun tes hasil

belajar siswa diolah unluk mengukur

perbedaan hasil antara siklus pertama,

siklus ke dua dan siklus ke tiga.

Menyimpulkan dan memverifikasi.

Dari kegiatan reduksi selanjulnya

dilukukan penyimpulan akhir yang

selanjutnya diikuti dengan kegiatan

verilikasi atau pengujian terhadap temuan

ilmiah.

Prosedur penelitian

Prosedur penelitian merupakan

rangakaian tahapan penelitian dari awal

sampai akhir penelitian.Setiap tindakan

menunjukkan peningkatan indikator

tersebut yang dirancang dalam satu unit

sebagai satu siklus. Setiap siklus tediri

dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan

tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3)

observasi dan interpretasi, dan (4) analisis

dan refleksi untuk perencanaan siklus

berikutnya. Dalam penelitian ini,

direncanakan dalam tiga siklus.

a.

b. Perencanaan

Pada tahap perencanaan tindakan,

kali pertama peneliti meminta izin kepada

kepala sekolah untuk melakukan

penelitian, untuk melakukan tindakan

kelas, kemudian menyiapkan indikator

yang akan diteliti beserta tolok ukur

keberhasilan penelitian yang

dilaksanakan. Kemudian mencari guru

yang akandijadikan kolaborasi yang

paham tentang mata pelajaran yang

menjadi sumber PTK.

Pada penelitian ini yang dijadikan

tolok ukur pelaksanaan media

pembelajaran, yaitu menulis dengan

menggunakan Peraga lingkaran kata,

yaitu (a) siswa mampu membuat kalimat

Pengump

ulan data

Penyajia

n data

Reduksi

data

Kesimpulan-

kesimpulan :

Verifikasi

Page 113: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 108

dengan menggunakan Peraga lingkaran

kata, (b) Siswa mampu menyusun cerita

lingkaran kata dengan tidak mengulang

kata-kata lalu, (c) Siswa mampu

membuat kalimat sesuai dengan topik.

Menurut Sudarsono dalam Kasbolah

penetapan tindakan dalam peneliti

didasarkan atas (a) kajian teori atau

penelitian yang relavan, (b) kesanggupan

guru yang akan diteliti, (c) kemampuan

siswa, dan (d) fasilitas dan sarana

prasarana yang tersedia atau yang

memadai, (e) iklim suasana di kelas dan

fasilitas di sekolah. Atas dasar kelima

aspek di atas, penulis memilih media

pembelajaran menulis kalimat dengan

menggunakan Peraga lingkaran kata

untuk menyelesaikan permasalahan

tentang pembelajaran menulis kalimat.

Pelaksanaan Tindakan

Pelaksaaan tindakan yang

dilaksanakan dalam pembelajaran adalah

kinerja guru dalam melaksanakan atau

menerapkan Peraga lingkaran kata dan

aktivitas siswa selama dilaksanakan atau

diterapkan Peraga lingkaran kata. Guru

memberikan mata pelajaran tentang

menulis kalimat dengan menggunakan

media lingkaran kata, dengan tahapan

sebagai berikut: Tahapan awal

pembelajaran, guru menyampaikan

materi pembelajaran tentang menulis

kalimat, lalu guru menerangkan cara

menulis kalimat dengan menggunakan

Peraga lingkaran kata. Guru

memperlihatkan materi pembelajaran

menulis kalimat dengan menggunakan

Peraga lingkaran kata. Guru

memperlihatkan bahan yang akan

diajarkan yaitu lingkaran kata. Tahapan

inti pembelajaran adalah siswa membuat

kalimat dengan menggunakan lingkaran

kata yang sudah disediakan di depan

kelas. Siswa diberi keleluasaan untuk

membuat kalimat dengan gambar yang

telah disediakan di depan kelas sehingga

siswa akan berkreasi atau akan membuat

kalimat menurut pengamatan siswa

tentang gambar yang dipampang di papan

tulis. Guru mengumpulkan hasil kreasi

siswa atau hasil membuat kalimat, lalu

guru bersama-sama siswa mengoreksi

hasil tulisan yang dibuat siswa dengan

media pembelajaran menggunakan

Peraga lingkaran kata. Sesudah

mendapatkan hasilnya lalu guru

mengulangi pelajaran yang sudah

disampaikan tadi sehingga siswa akan

lebih jelas tentang materi pelajaran yang

diajarkan.

Observasi

Kegiatan observasi dilaksanakan

pada waktu penelitian atau pada waktu

pelaksanaan tindakan, penerapan Peraga

lingkaran kata dilaksanakan oleh guru

kelas, peneliti sebagai observer yang akan

mengobservasi tentang kinerja guru

praktikan selama penerapan Peraga

lingkaran kata dan mengobservasi

aktivitas siswa dalam pembelajaran

berlangsung.

Dalam mengobservasi harus

mendapatkan data yang sesungguhnya

yang yata yang terdapat di lapangan, pada

saat belajar di lapangan harus mencatat

catatan hasil di lapangan. Pada tahapan

ini, diharapkan dapat dikenali sedini

mungkin apakah tindakan akan mengarah

terhadap terjadinya perubahan positif

dalam proses belajar sesuai dengan yang

diharapkan. Selain itu, juga digunakan

untuk menilai apakah pelaksanaan

pembelajaran telah sesuai dengan yang

sudah direncanakan.

Refleksi

Refleksi merupakan bagian yang

sangat penting untuk memahami dan

memberikan makna terhadap proses dan

hasil pembelajaran yang terjadi yang

dilakukan dengan (a) pada saat

memikirkan tindakan yang akan

dilakukan (b) ketika tindakan sedang

dilakukan, (c) setelah tindakan dilakukan,

adapun kegiatan yang dilakukan pada

saat merefleksi, melakukan analisis, dan

Page 114: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 109

mengevaluasi atau mendiskusikan data

yang harus diperoleh, penyusunan

rencana tindakan yang hasil diperoleh

melalui kegiatan observasi.

Data yang telah dikumpulkan

dalam observasi harus secepatnya

dianalisis atau diinterprestasikan (diberi

makna) sehingga dapat segera diberi

tindakan yang dilakukan untuk mencapai

tujuan.Jika setelah diinterprestasikan data

tersebut belum mencapai tujuan yang

diharapkan, maka peneliti dan observer

melakukan langkah-langkah perbaikan

untuk diterapkan pada siklus

selanjutnya.Akan tetapi, jika pada

pelaksanaan refleksi terhadap hal–hal

dianggap baik, maka hal- hal yang baik

tersebut harus terus digali.

Simpulan

Penelitian tindakan kelas yang

dilaksanakan di kelas V SDN Gading VII

Surabaya , ini dilaksanakan dalam tiga

siklus. Setiap siklus meliputi: (1) tahap

persiapan dan perencanaan tindakan, (2)

tahap pelaksanaan tindakan, (3) tahap

observasi dan interpretasi, dan (4) tahap

analisis dan refleksi.

Simpulan hasil penelitian ini secara

singkat yakni terdapat peningkatan

kualitas pembelajaran baik proses

maupun hasil menulis pada siswa kelas V

SDN Gading VII Surabaya .Peningkatan

ini terjadi setelah guru dan peneliti

melakukan upaya pembelajaran menulis

kalimat dengan menggunakan media

pembelajaran gambar ber seri.Secara

singkat simpulan hasil penelitian ini

yakni terdapat peningkatan.Hal tersebut

terlihat pada hasil penelitian sebagai

berikut.

1. Ada peningkatan kualiatas proses

pembelajaran menulis kalimat narasi

pada siswa kelas V SDN Gading VII

Surabaya . Selama proses penelitian,

minat siswa pada siklus I sebesar 50%,

pada siklus II minat siswa meningkat

menjadi 66%, dan pada siklus III

minat siswa meningkat menjadi 100%.

2. Ada peningkatan kualitas hasil

pembelajaran menulis kalimat pada

siswa kelas V SDN Gading VII

Surabaya .Peningkatan tesebut

ditandai dengan peningkatan

penguasaan aspek-aspek menulis

seperti isi, organisasi penulisan,

kosakata, penggunaan bahasa, dan

mekanik dalam penulisan. Rerata Nilai

rata-rata siswa meningkat dalam tiap

siklus, yaitu: 63%% pada siklus I, 76

% pada siklus II, dan 100 % pada

siklus III.

Saran

Siswa disarankan untuk mengikuti

pembelajaran menulis secara aktif,

supaya lebih meningkatkan kemampuan

menuangkan ide/gagasan, dengan jalan

mereka perlu memahami materi secara

mendalam. Hal yang lain adalah siswa

harus memiliki keberanian dalam

menyampaikan pendapat, aktif dalam

pembelajaran, dan memiliki semangat

belajar yang tinggi. Siswa juga harus

berperan aktif menciptakan suasana

belajar yang kondusif. Hal tersebut

disarankan kepada siswa untuk secara

kontinyu melalui pengarahan dari guru

untuk meningkatkan kemampuan menulis

kalimat .

Bagi Guru Pertama hendaknya guru

malakukan perencanaan dan evaluasi. Hal

tersebut penting dilakukan, agar dalam

pelaksanaanya guru dapat memperkecil

bahkan menghilangkan kelemahan dalam

proses pembelajaran, sehingga wawasan

atau pemahaman terhadap aspek-aspek

tersebut dapat dimiliki. Guru juga harus

mampu memillih metode dan media yang

sesuai untuk mengajar agar menarik

minat siswa.Dengan demikian,

kompetensi dasar yang sudah dirumuskan

di dalam kurikulum dapat tercapai sesuai

yang diharapkan.

Pihak sekolah disarankan secara

bertahap untuk menyediakan fasilitas

pembelajaran secara memadai, sarana dan

prasarana yang mencukupi sehingga

Page 115: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 110

mampu menunjang keberhasilan proses

pembelajaran menuli narasi. Lebih

lanjutnya adalah penyediaan buku-buku

berkaitan di perpustakaan sebagi wahana

pengembangan minat baca siswa.

Daftar Rujukan

Ahmadi, Abu, 1997, Pengantar Statistik

Pendidikan. Jakarta: Rajawali.

Arikunto,Suharsimi, 1983. Prasedur

Penelitian: Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: Bina Aksara.

Bugono, Dendy. 1996. Lancar Berbahasa

Indonesia 2 untuk Sekolah Dasar-

Kelas V : Jakarta: Depdikbud.

Burn,1996. Pengembangan Penajaran

Membaca Di Sekolah Dasar.

Yogyakarta: Kanisius

Gunarsa, Singgih. 1992. Metodologi

Research I. Yogjakarta: BPK

Gungung Mulia.

Hadi, Sutrisno. 1996. Metodologi

Research., Yogjakarta: UGM.

Keraf, Gorys. 1984. Komposisi. Flores:

Nusa Indah.

Musoba, Zulkifli. 1994. Terampil menulis

Dalam Bahasa Indonesia Yang

Benar Jilid II. Jakarta: Sarjana

Indonesia.

Nafiah, A. Hadi. 1983. Prosedur

Penelitian. Jakarta: PT. Bina

Aksara.

Nafian, Hadi. 1998. “Anda Ingin jadi

Pengarang” Surabaya. Usaha

nasional

Oka, I. Gusti Ngurah. 1983. Pengantar

Membaca dan Pengajarannya.

Surabaya: Usaha Nasional.

Oka, Ngurah rai.1997. Pengantar

membaca dan pengajarannya.

Surabaya: Usaha Nasional

Pairin, Ujang, Basir. 1988. Keterampilan

Membaca Teori dan

Penerapannya. Surabaya:

University Press.

Poerwodarminto, WJS., 1984, ABC

Karang Menulis kalimat,

Yogjakarta: U I.

Pumfrey peter. 1971. Makna Membaca;

Antara Konsep Dan Aplikasi;

Jakarta: Bina Aksara

Sadtono. 1974. Test membaca.

Suarabaya: Usaha nasional

Sudiyo, Hasan,M. 1986. Ketrampilan

Menulis Paragraf. Bandung : CV

Karya.

Tarigan, Guntur, 1983. Membaca

Sebagai Suatu Ketrampilan

Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Waluyo, Djoko Adi. 2000. Pedoman

Penelitian. Surabaya : Unipa.

Widyamartaya, 1993. Seni Menuangkan

Gagasan. Yogjakarta: Kanisius.

Page 116: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 111

ISSN : 2337-3253

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA

PADA MATERI TEKS TANTANGAN MELALUI JIGSAW

(Restiasih)

ABSTRACT

The study, which was designed as a Classroom Action Research (CAR) three

cycles, aims to describe the process and results of improving student achievement and

find out the responses of IX-C students in Surabaya 48 Middle School in the 2017/2018

Academic Year on the application of jigsaw in Indonesian language learning Challenge

Text Material.

Data collection is done in two ways, namely observation and tests. Observation is

used to determine students' responses to learning through jigsaw, while tests are used to

determine student learning achievement.

The results of the first cycle showed that all aspects of the observation still showed

a less category because each component still got a score of 1. The learning outcomes also

did not show classical mastery learning because only a percentage of 59.2% was obtained

with the average score obtained by students.

The results of the research in the second cycle showed that student activity had

improved compared to cycle I. The ability to convey the results of the discussion in each

group (original group) was categorized well. However, for participation in solving

problems related to the topics studied in the expert group, they are still in the less

category. shows there is an increase when compared with learning outcomes in cycle I.

Student learning completeness is 77.3 with an average score of 77.3.

The results of the research in the third cycle showed that student activity was better

than the previous cycle. Participation in solving problems related to topics studied in

groups of experts categorized as less has become sufficient. Another aspect, namely the

seriousness in discussing in expert groups and the ability to convey the results of

discussions in each group (original group) has been categorized well. Student learning

outcomes also showed an increase when compared with learning outcomes in cycle II.

Likewise with the level of completeness which also shows an increase compared to the

second cycle, it has even reached 95.5% with an average score of 77.5.

Thus, it was concluded that the action or treatment with the Jigsaw type discussion

model given to students had succeeded in increasing student activity in learning so that

student learning outcomes and responses had increased. For this reason, it is

recommended that the instructors, especially those who teach Indonesian language

subjects, apply the jigsaw learning model as an innovative learning alternative.

Keywords: learning achievement, student response, cooperative, jigsaw

Pendahuluan

Salah satu upaya yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan kualitas

pendidikan adalah tersedianya sumber

daya manusia atau tenaga pendidikan

berkualitas, yang akan mengantar peserta

didik pada tujuan pendidikan yang

diharapkan. Guru sebagai salah satu

tenaga pendidikan dituntut untuk memiliki

kompetensi profesional di bidangnya, di

antaranya kompetensi dalam hal

penguasaan materi pembelajaran dan

penguasaan metode pembelajaran.

Page 117: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 112

Namun demikian, pada kenyataan

menunjukkan bahwa bidang pendidikan

kita masih menghadapi masalah, yaitu

masih rendahnya kualitas keluaran yang

dihasilkan. Demikian pula dalam proses

pembelajaran di kelas. Guru sering

menghadapi siswa yang memiliki motivasi

belajar rendah, yang turut memengaruhi

prestasi dalam belajarnya. Kenyataan lain

juga menunjukkan bahwa metode

mengajar guru dalam kelas cenderung

monoton dan tidak bervariasi.

Dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia, salah satu Kompetensi Dasar

(KD) Kelas XI Semester Genap dalam

Kurikulum 2013 adalah “Memahami teks

eksemplum, tanggapan kritis, tantangan,

dan rekaman percobaan baik melalui lisan

maupun tulisan. Dari KD tersebut dapat

diketahui beberapa indikator pencapaian

kompetensinya yang tiga di antaranya

adalah sebagai berikut:

(1) menjelaskan isu/mitos dari teks

(2) menjelaskan alasan berkembangnya

isu/mitos tersebut

(3) dapat menyimpulkan kebenaran

isu/mitos yang berkembang

Namun demikian, dalam kenyataan

yang terjadi dalam pembelajaran di kelas

pada materi Teks Tantangan, kemampuan

siswa dalam memahami materi tersebut

masih rendah. Berdasarkan pengamatan

di kelas, hambatan dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

(1) media pembelajaran kurang

mencukupi dan belum dimanfaatkan

secara efektif, (2) model pembelajaran

kurang bervariasi, (3) jumlah siswa terlalu

besar, dan (4) kondisi ruang belajar yang

belum menunjang pembelajaran.

Oleh sebab itu, usaha untuk

meningkatkan kompetensi siswa tersebut

adalah dengan menerapkan metode atau

model pembelajaran yang efektif dan

efisien. Selain itu, diperlukan pula model

atau media pembelajaran yang tepat

sehingga siswa dapat menguasai

kompetensi yang diharapkan karena dalam

proses belajar mengajar, model atau media

pembelajaran memiliki peran yang sangat

penting untuk menunjang ketercapaian

tujuan pembelajaran.

Rendahnya kemampuan siswa

tersebut dapat diatasi dengan

pembelajaran yang benar, memberikan

latihan yang cukup, dan ruang berekspresi

yang menyenangkan bagi siswa. Hal itu

sejalan dengan pendapat Tarigan (1986:2)

bahwa suatu keterampilan hanya dapat

diperoleh dan dikuasai dengan jalan

mempraktikannya dan memperbanyak

latihan.

Hal-hal tersebut menyebabkan minat

belajar siswa Kelas IX C SMP Negeri 48

Surabaya dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia rendah sehingga prestasi

belajarnya pun menjadi rendah pula. Hal

itu tampak dari hasil belajar siswa pada

saat dilaksanakan ulangan harian yang

masih sangat rendah. Nilai rata-rata yang

diperoleh siswa pada materi tersebut

hanya 55, padahal nilai KKM sebesar 78.

Dari kenyataan tersebut, dilakukan

penelusuran dengan cara mengadakan

pengamatan terhadap siswa pada saat

pembelajaran berlangsung. Dari

pengamatan yang dilakukan pada saat

pembelajaran, akar masalahnya terdapat

pada monotonnya model pembelajaran

yang digunakan guru karena setiap kali

pembelajaran tersebut dilakukan, guru

meminta siswa mengerjakan soal. Untuk

mengatasi masalah tersebut, ada alternatif

tindakan yang diasumsikan dapat

mengatasi rendahnya kemampuan siswa

dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

adalah melalui model pembelajaran

Jigsaw.

Berdasarkan kondisi tersebut,

penelitian ini dilakukan sebagai salah satu

upaya untuk meningkatkan prestasi belajar

siswa, khususnya dalam mata pelajaran

Bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, Peneliti

bermaksud mengungkap permasalahan

tersebut dengan judul “Peningkatan

Prestasi Belajar Bahasa Indonesia pada

Materi Teks Tantangan melalui Model

Pembelajaran Jigsaw Siswa Kelas IX-C

Page 118: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 113

SMP Negeri 48 Surabaya Semester Genap

Tahun Pelajaran 2017/2018”.

Prestasi Belajar

Kata prestasi berasal dari bahasa

Belanda, yaitu prestatie. Dalam bahasa

Indonesia menjadi prestasi yang berarti

hasil usaha (Arifin, 1990:2). Dengan

demikian, prestasi belajar dapat diartikan

sebagai hasil usaha yang telah dicapai

dalam belajar.

Berdasarkan pengertian tersebut

dapat diasumsikan bahwa prestasi belajar

Bahasa Indonesia adalah hasil yang

dicapai pada taraf terakhir setelah

melakukan kegiatan belajar Bahasa

Indonesia. Prestasi tersebut dapat dilihat

dari kemampuan mengingat dan

kemampuan intelektual siswa di bidang

studi Bahasa Indonesia, perolehan nilai

dan sikap positif siswa dalam mengikuti

pelajaran Bahasa Indonesia dan

terbentuknya keterampilan siswa yang

semakin meningkat dalam

mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya.

Prestasi belajar semakin terasa

penting untuk dipermasalahkan, karena

memunyai beberapa fungsi utama, yaitu

sebagai berikut.

(1) Prestasi belajar sebagai indikator

kualitas dan kuantitas pengetahuan

yang telah dikuasai anak didik.

(2) Prestasi belajar sebagai pemuasan

hasrat ingin tahu.

(3) Prestasi belajar sebagai bahan

informasi dalam inovasi pendidikan.

(4) Prestasi belajar sebagai indikator

intern dan ekstern dari suatu institusi

pendidikan.

(5) Prestasi belajar dapat dijadikan

indikator terhadap daya serap

(kecerdasan) anak didik (Arifin,

1990:3).

Dalam proses pembelajaran,

terdapat beberapa faktor yang berkaitan

dengan kesulitan belajar yang dapat

berpengaruh bagi perstasi belajar siswa.

Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai

berikut.

(1) Faktor-faktor yang berasal dari dalam

(internal), yaitu sebagai berikut.

(a) Siswa merasa sukar mencerna

materi karena menganggapnya

sulit.

(b) Siswa kehilangan gairah belajar

karena mendapatkan nilai yang

rendah.

(c) Siswa meyakini bahwa sulit

untuk menerapkan disiplin diri

dalam belajar.

(d) Siswa mengeluh tidak bisa

berkonsentrasi.

(e) Siswa tidak cukup tekun untuk

mengerjakan sesuatu khususnya

belajar.

(f) Konsep diri yang rendah.

(g) Gangguan emosi.

(2) Faktor-faktor yang berasal dari luar

(eksternal), yaitu

(a) Kemampuan atau keadaan sosial

ekonomi.

(b) Kekurangmampuan guru dalam

materi dan strategi pembelajaran.

(c) Tugas-tugas non akademik.

(d) Kurang adanya dukungan dari

orang-orang di sekitarnya.

(e) Lingkungan fisik.( Suparno,

2001: 52–57).

Pembelajaran Kooperatif

Metode pembelajaran kooperatif,

yang dikembangkan oleh John Dewey dan

Herbert Thelan, memungkinkan siswa

dapat belajar dengan cara bekerja sama

dengan temannya. Teman yang lebih

mampu dapat membantu teman yang

lemah. Setiap anggota kelompok tetap

memberikan sumbangan terhadap prestasi

kelompok. Selain itu, para siswa juga

mendapatkan kesempatan untuk

bersosialisasi (Suyatno, 2009:10).

Berdasarkan hal tersebut,

Ratumanan (2003:10) mengatakan bahwa

model pembelajaran kooperatif

merupakan salah satu model belajar

kelompok dengan tingkat kemampuan

yang heterogen. Belajar secara kooperatif

memupuk pembentukan kelompok kerja

Page 119: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 114

yang saling membutuhkan secara positif

sehingga meminimalkan persaingan yang

tidak sehat antarsiswa.

Menurut Ratumanan (2003:11),

model pembelajaran kooperatif didasari

oleh filsafat homo homini socius. Filsafat

tersebut menekankan bahwa manusia

adalah makhluk sosial. Interaksi dan kerja

sama merupakan kebutuhan penting

masyarakat untuk dapat lebih berhasil

dalam kehidupannya.

Pembelajaran kooperatif dicirikan

oleh suatu struktur, yakni tugas dan

penghargaan kooperatif siswa yang

bekerja dalam situasi pembelajaran

kooperatif. Siswa didorong untuk bekerja

sama pada satuan tugas dan harus

mengoordinasikan usahanya untuk

menyelesaikan tugasnya secara kooperatif

(Ibrahim, 2000:51). Berdasarkan hal

tersebut, Nur (1999:28) menambahkan

bahwa pembelajaran kooperatif

memberikan kerangka pembelajaran yang

dapat digunakan oleh guru untuk

mencapai tujuan sosial.

Dalam pembelajaran kooperatif,

siswa tetap berada dalam kelompoknya

selama beberapa kali pertemuan. Aktivitas

siswa antara lain mengikuti penjelasan

guru secara aktif, bekerja sama

menyelesaikan tugas-tugas dalam

kelompok, memberikan penjelasan kepada

teman kelompoknya dan mendorong

anggota kelompok lainnya untuk

berpartisipasi secara aktif (Ratumanan,

2003:37).

Berdasarkan hal tersebut, Ibrahim

(2000:54) menyatakan bahwa ciri-ciri

model pembelajaran kooperatif di

antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Siswa bekerja dalam kelompok

kooperatif untuk menuntaskan materi

pelajaran.

(2) Kelompok dibentuk secara bervariasi

dari siswa yang memiliki kemampuan

tinggi, sedang dan rendah.

(3) Bila mungkin, anggota kelompok

berasal dari ras, budaya, suku, jenis

kelamin, dan ragam yang berbeda-

beda.

(4) Penghargaan lebih berorientasi

kepada kelompok daripada individu.

Sementara itu, Johnson dan Johnson

(dalam Ratumanan, 2003:49) menyatakan

bahwa terdapat lima komponen penting

dalam bekerja sama secara kooperatif,

yaitu (1) ketergantungan positif, (2)

memajukan interaksi tatap muka, (3)

tanggung jawab individual dari

kelompoknya, (4) kecakapan interpersonal

dan kecakapan kelompok kecil, dan (5)

pemrosesan kelompok.

Selanjutnya, Ratumanan (2003:30)

menyatakan bahwa belajar dengan latar

kooperatif memberikan beberapa manfaat

bagi siswa, yaitu (1) dapat saling

membantu dalam aktivitas belajar, (2)

pandai sekaligus dapat berfungsi sebagai

tutor sebaya, (3) adanya interaksi secara

berkelanjutan dan teratur antara siswa

dalam kelompok, dan (4) dapat

meningkatkan penguasaan terhadap bahan

ajar dan kemampuan berkomunikasi.

Jigsaw

Orientasi pengajaran tidak hanya

pada peningkatan kemampuan kognitif,

tetapi juga pada penggalian potensi siswa

dalam belajar yang meliputi kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Dengan

demikian, metode pengajaran diarahkan

pada pengoptimalan kemampuan siswa

dengan cara mengaktifkan siswa secara

langsung dalam proses pembelajaran.

Penerapan metode mengajar yang tepat

adalah metode mengajar yang menuntut

partisipasi siswa secara aktif sehingga

dapat meningkatkan motivasi dan prestasi

belajar siswa. Salah satu model belajar

yang dapat melibatkan siswa dalam suatu

partisipasi dan kerjasama adalah jigsaw.

Jigsaw merupakan sebuah model

pembelajaran yang di dalamnya terjadi

pertukaran antara satu kelompok dengan

kelompok lainnya sehingga terjadi suatu

proses di mana setiap peserta didik

mempelajari sesuatu yang dikombinasi

Page 120: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 115

dengan materi yang telah dipelajari oleh

peserta didik lain (Suyatno, 2009:11).

Dalam jigsaw, siswa dikelompokkan

menurut jumlah siswa. Setiap kelompok

mendapatkan tugas/materi untuk dipelajari

dan didiskusikan (Diskusi kelompok

awal). Selanjutnya, dibentuk kelompok

baru/kelompok ahli (Jigsaw Learning)

yang diambil dari seorang wakil dari

masing-masing kelompok sehingga dalam

kelompok ahli setiap siswa memiliki

bahasan materi yang berbeda dengan

siswa lain. Pada kondisi seperti itulah

partisipasi dan kerjasama siswa dalam

belajar (cooperatif learning) terjadi antara

siswa satu dan yang lainnya.

Sejalan dengan hal tersebut,

(Suyatno, 2009:12) mengemukakan

bahwa tipe jigsaw diterapkan dengan

membagi siswa dalam kelompok yang

terdiri atas 5–6 orang anggota kelompok

belajar yang heterogen. Materi

pembelajaran diberikan kepada siswa

dalam bentuk teks. Setiap anggota

bertanggung jawab untuk mempelajari

bagian tertentu dari bahan yang diberikan

tersebut. Dengan demikian, anggota dalam

kelompok tersebut mempelajari topik

yang berbeda. Setelah mempelajari topik

yang menjadi tanggung jawabnya,

masing-masing siswa dari setiap

kelompok yang mempelajari topik yang

sama berkumpul dan berdiskusi tentang

topik tersebut. Kelompok itulah yang

disebut sebagai kelompok ahli.

Selanjutnya, anggota tim ahli tersebut

kembali ke kelompok masing-masing dan

mengajarkan apa yang telah dipelajari dan

didiskusikan di dalam kelompok ahli

kepada teman-teman dalam kelompoknya

sendiri.

Dari paparan dan gambar tersebut,

langkah-langkah pembelajaran melalui

jigsaw tampak seperti tabel yang berikut.

Tabel 2.1 Sintaks Jigsaw

No Tahapan Aktivitas

1 Tahap ke-1

Persiapan

Sebelum menyajikan

pembelajaran, guru harus

mempersiapkan lembar

No Tahapan Aktivitas

materi

pembelajaran

kegiatan siswa dalam

kelompok-kelompok

kooperatif.

2 Tahap ke-2

Pembentukan

kelompok

Guru menetapkan siswa

dalam kelompok

heterogen dengan jumlah

5–6 orang. Aturan

heterogenitas dapat

berdasarkan pada hal-hal

berikut:

(1) kemampuan

akademik (pandai,

sedang, dan rendah) yang

didapat dari hasil

akademik (skor awal)

sebelumnya;

(2) harus seimbang

sehingga setiap kelompok

terdiri atas siswa dengan

tingkat prestasi

seimbang), baik jenis

kelamin, latar belakang

sosial, kesenangan

bawaan /sifat (pendiam

dan aktif), dll.

3 Tahap ke-3

Penyajian

materi

pembelajaran

(1) Guru memberikan

materi pembelajaran

(2) Setiap anggota

bertanggung jawab untuk

mempelajari bagian

tertentu dari bahan yang

diberikan tersebut.

Dengan demikian,

anggota dalam kelompok

tersebut mempelajari

topik yang berbeda.

4 Tahap ke-4

Pembentukan

kelompok ahli

Setelah mempelajari

topik yang menjadi

tanggung jawabnya,

masing-masing siswa dari

setiap kelompok yang

mempelajari topik yang

sama berkumpul dan

berdiskusi tentang topik

tersebut.

5 Tahap ke-5

Peran tim ahli

dalam

kelompok .

Anggota tim ahli tersebut

kembali ke kelompok

masing-masing dan

mengajarkan apa yang

telah dipelajari dan

didiskusikan di dalam

kelompok ahli kepada

teman-teman dalam

kelompoknya sendiri.

6 Tahap ke-6

(1) Evaluasi dilakukan

selama 45–60 menit

Page 121: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 116

No Tahapan Aktivitas

Pemberian

evaluasi .

secara mandiri untuk

menunjukkan apa yang

telah dipelajari siswa.

(2) Hasil evaluasi

tersebut digunakan

sebagai nilai

perkembangan individu

7 Tahap ke-7

Pemberian

simpulan.

Simpulan diberikan atas

dasar pelaksanaan

pembelajaran dan hasil

evaluasi.

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain

penelitian tindakan kelas (PTK)

kolaboratif. Model kolaboratif digunakan

karena peneliti memerlukan bantuan untuk

melakukan observasi pada saat

pembelajaran berlangsung. Selain peneliti

sebagai guru yang melaksanakan

pembelajaran, juga melibatkan dua orang

observer, yaitu sejawat guru mata

pelajaran Bahasa Indonesia yang mengajar

di kelas VIII.

Model desain yang digunakan

mengacu pada rancangan Kemmis &

Taggart (1998) dengan tiga siklus.

Masing-masing siklus terdiri atas empat

tahapan, yaitu (1) perencanaan tindakan,

(2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan,

dan (4) perefleksian, pengambilan

kesimpulan dan saran.

Pelaksanaan PTK digambarkan

dalam bentuk spiral tindakan menurut

Hopkins (dalam Aqip, 2003:6) sebagai

berikut.

Gambar 3.1 Rangkaian Tahapan PTK

Hasil Penelitian Siklus I

Perencanaan

Persiapan dilakukan dengan

menginformasikan KI, KD, dan indikator

materi yang akan diberikan. Selain itu

memberitahukan kepada siswa model

pembelajaran diskusi tipe Jigsaw yang

akan digunakan meliputi tahap berikut.

Tahap ke-1 :

Persiapan Materi Pembelajaran Sebelum menyajikan pembelajaran, guru

harus mempersiapkan lembar kegiatan

siswa dalam kelompok-kelompok

kooperatif.

Tahap ke-2 :

Pembentukan Kelompok Guru menetapkan siswa dalam kelompok

heterogen dengan jumlah enam orang.

Aturan heterogenitas berdasarkan pada

hal-hal berikut:

(1) Kemampuan akademik (pandai,

sedang, dan rendah) yang didapat dari

hasil akademik (skor awal)

sebelumnya;

(2) Setiap kelompok terdiri atas siswa

dengan tingkat prestasi seimbang),

baik jenis kelamin, latar belakang

sosial, kesenangan bawaan /sifat

(pendiam dan aktif), dll.

Pelaksanaan

Tahap ke-3 :

Penyajian Materi Pembelajaran (1) Guru memberikan materi

pembelajaran tentang Struktur Teks

Tantangan kepada siswa (Teks Ke-1)

(2) Setiap anggota bertanggung jawab

untuk mempelajari bagian tertentu

dari bahan yang diberikan tersebut.

Dengan demikian, anggota dalam

kelompok tersebut mempelajari topik

yang berbeda.

Tahap ke-4 :

Pembentukan Kelompok Ahli Setelah mempelajari topik yang

menjadi tanggung jawabnya, masing-

Page 122: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 117

masing siswa dari setiap kelompok yang

mempelajari topik yang sama berkumpul

dan berdiskusi tentang topik tersebut.

Tahap ke-5 :

Peran Tim Ahli dalam Kelompok

Anggota tim ahli tersebut kembali

ke kelompok masing-masing dan

mengajarkan apa yang telah dipelajari dan

didiskusikan di dalam kelompok ahli

kepada teman-teman dalam kelompoknya

sendiri.

Tahap ke-6:

Pemberian Evaluasi (1) Evaluasi dilakukan selama 45–60

menit secara mandiri untuk

menunjukkan apa yang telah

dipelajari siswa.

(2) Hasil evaluasi tersebut digunakan

sebagai nilai perkembangan individu

Tahap ke-7 :

Pemberian Simpulan

Siswa membuat simpulan tentang

Teks Tantangan .

Pengamatan

Hasil observasi meliputi (1)

aktivitas belajar siswa dalam kelompok

kooperatif , (2) hasil belajar siswa secara

individu, dan (3) motivasi belajar siswa.

Aktivitas belajar siswa diperoleh dari

aktivitas siswa selama 80 menit dalam

pembelajaran. Aktivitas siswa yang

diamati adalah sebagai berikut:

(1) keseriusan berdiskusi dalam

kelompok ahli;

(2) partisipasi dalam memecahkan

masalah berkaitan dengan topik yang

dipelajari dalam kelompok ahli.

(3) kemampuan menyampaikan hasil

diskusi dalam kelompok masing-

masing (kelompok asal).

Hasil pengamatan terhadap hal

tersebut, dipaparkan sebagai berikut.

Aktivitas Belajar Siswa dalam

Kelompok Hasil observasi aktivitas belajar

siswa dalam pembelajaran diperoleh

gambaran aktivitas siswa dalam

pembelajaran selama 80 menit,

sebagaimana disajikan pada tabel berikut

Tabel 4.1 Aktivitas Belajar Siswa dalam

Kelompok (Siklus I)

No

Indikator

Pengamatan Skor Kategori

1

Keseriusan

berdiskusi dalam

kelompok ahli

1 Kurang

2

Partisipasi dalam

memecahkan

masalah berkaitan

dengan topik yang

dipelajari dalam

kelompok ahli

1 Kurang

3

Kemampuan

menyampaikan

hasil diskusi dalam

kelompok masing-

masing (kelompok

asal)

1 Kurang

Keterangan Kategori

B : Skor 3 (86 s.d. 108)

C : Skor 2 (61 s.d. 85)

K : Skor 1 (36 s.d. 60)

Berdasarkan tabel tersebut, tampak

bahwa selama 80 menit aktivitas siswa

belum menunjukkan aktivitas

pembelajaran model diskusi Jigsaw

dengan baik. Semua aspek pengamatan,

baik keseriusan dalam berdiskusi dalam

kelompok ahli, partisipasi untuk

memecahkan masalah berkaitan dengan

topik yang dipelajari dalam kelompok

ahli, maupun kemampuan menyampaikan

hasil diskusi dalam kelompok masing-

masing (kelompok asal), masih

menunjukkan kategori kurang karena

masing-masing komponen masih

memperoleh skor 1 (36 s.d. 60).

Hasil Belajar Siswa

Dari hasil tes pada akhir siklus I,

diperoleh data sebagai berikut

Page 123: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 118

Tabel 4.2 Hasil Belajar Siswa (Siklus I)

Jumlah Siswa (N) 44

Total Skor 3.098

Rata-rata (Mean) 64,5

Jumlah Siswa Tuntas 26

Jumlah Siswa Tidak Tuntas 18

Persentase (%) Ketuntasan 59.1%

Hasil belajar pada siklus I, seperti

tampak pada tabel dan grafik tersebut,

belum menunjukkan ketuntasan belajar

secara klasikal karena hanya diperoleh

persentase ketuntasan sebesar 59.1 %

dengan skor rata-rata yang diperoleh

siswa sebesar 64,5.

Motivasi Belajar Siswa

Pelaksanaan observasi pada siklus I

terhadap motivasi siswa dalam

pembelajaran tampak pada tabel yang

berikut ini.

Tabel 4.3 Observasi Motivasi Belajar Siswa

(Siklus I)

KESIAPAN MENERIMA PELAJARAN

No. Aspek yang Diamati Jumlah

Ya Tidak

1 Membawa buku paket √

2 Membawa buku

referensi lain yang

relevan

3 Membawa buku

catatan √

4 Membawa alat-alat

tulis √

Persentase (%) 75 25

PROSES PEMBELAJARAN

No Aspek yang

Diamati

AK CA KA

1 Melaksanakan

diskusi kelompok

2 Bekerjasama dalam

kelompok

3 Menyelesaikan

tugas mandiri √

4 Antusias

memecahkan

masalah

menggunakan

referensi

5 Aktif menjawab

pertanyaan guru

6 Meminta guru √

mengulang

pertanyaan

7 Aktif mengajukan

pertanyaan

8 Interaksi antar

siswa dalam diskusi √

9 Mencatat

rangkuman hasil

pembelajaran √

Persentase (%) 15 50 35

Keterangan:

- AK : Aktif

- CA : Cukup Aktif

- KA : Kurang Aktif

Dari tabel tersebut, tampak bahwa

75% siswa telah siap mengikuti

pembelajaran melalui jigsaw.

Permasalahan yang terjadi hanyalah

kekurangmengertian siswa akan

pentingnya buku referensi (buku paket)

karena sebanyak 25% siswa tidak

membawanya.

Pada aspek pelaksanaan

pembelajaran siklus I, masih terdapat 35%

siswa yang kurang aktif, yakni pada aspek

antusias memecahkan masalah

menggunakan referensi, keaktifan

menjawab pertanyaan guru, dan keaktifan

mengajukan pertanyaan.

Refleksi

Berdasarkan proses dan hasil

pembelajaran pada siklus I, dapat

dilakukan refleksi sebagai berikut.

(1) Secara umum siswa senang dengan

pembelajaran model diskusi tipe

Jigsaw.

(2) Kekurangan pada siklus I adalah

sebagai berikut.

(a) Sebagian besar siswa tidak atau

belum melakukan kegiatan

memecahkan masalah.

(b) Sebagian besar siswa tidak bisa

menemukan ide sendiri.

(c) Sebagian besar siswa tidak bisa

terampil dalam menemukan

konsep.

(d) Sebagian besar siswa kurang bisa

menganalisis atau menunjukkan

hasil.

Page 124: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 119

(e) Sebagian besar siswa masih takut

menyampaikan gagasan atau

mengajukan hasil karya pada

teman dan guru.

(f) Sebagian besar siswa tidak bisa

mengajukan dugaan / hipotesis.

Untuk mengatasi masalah tersebut,

supaya aktivitas siswa pada siklus

berikutnya dapat meningkat dalam

pembelajaran model diskusi tipe Jigsaw,

peneliti merencanakan untuk melakukan

kegiatan sebagai berikut.

(1) memberikan paparan tentang

aspek-aspek yang seharusnya

dilakukan siswa, dan yang akan

dinilai pada pembelajaran model

diskusi tipe jigsaw;

(2) memaparkan manfaat

mempelajari materi dengan model

diskusi tipe jigsaw dengan contoh-

contoh yang lebih konkret;

(3) memberikan hadiah (reward)

kepada individu dan kelompok yang

menunjukkan aktivitas belajar baik

atau berprestasi tertentu.

Siklus II

Perencanaan

Tahap ke-1 :

Persiapan Materi Pembelajaran (1) Perencanaan dilakukan dengan

menginformasikan sekali lagi tentang

KI, KD, dan indikator materi yang

akan diberikan. Selain itu

memberitahukan kepada siswa model

pembelajaran diskusi tipe Jigsaw

yang akan digunakan.

(2) memberikan paparan tentang aspek-

aspek yang seharusnya dilakukan

siswa, dan yang akan dinilai pada

pembelajaran model diskusi tipe

jigsaw;

(3) memaparkan manfaat mempelajari

materi dengan model diskusi tipe

jigsaw dengan contoh-contoh yang

lebih konkret.

Tahap ke-2 :

Pembentukan Kelompok Guru menetapkan siswa dalam

kelompok heterogen dengan jumlah 6

orang. Aturan heterogenitas berdasarkan

pada hal-hal berikut:

(1) kemampuan akademik (pandai,

sedang, dan rendah) yang didapat dari

hasil akademik (skor awal)

sebelumnya;

(2) setiap kelompok terdiri atas siswa

dengan tingkat prestasi seimbang),

baik jenis kelamin, latar belakang

sosial, kesenangan bawaan /sifat

(pendiam dan aktif), dll.

Pelaksanaan

Tahap ke-3 :

Penyajian Materi Pembelajaran (1) Guru memberikan materi

pembelajaran tentang Menjelaskan

alasan berkembangnya isu/mitos

tersebut kepada siswa dalam bentuk

teks (Teks Ke-2)

(2) Setiap anggota bertanggung jawab

untuk mempelajari bagian tertentu

dari bahan yang diberikan tersebut.

Dengan demikian, anggota dalam

kelompok tersebut mempelajari topik

yang berbeda.

(3) Di samping itu, sebagai perbaikan

dari siklus sebelumnya (Siklus I) guru

memberikan penjelasan lebih rinci.

(4) Guru memberikan paparan tentang

aspek-aspek seharusnya dilakukan

siswa dan yang akan dinilai pada

pembelajaran model diskusi tipe

Jigsaw.

(5) Guru memaparkan manfaat

mempelajari materi dengan model

diskusi tipe Jigsaw dengan contoh-

contoh yang lebih konkret.

Tahap ke-4 :

Pembentukan Kelompok Ahli Setelah mempelajari topik yang menjadi

tanggung jawabnya, masing-masing siswa

dari setiap kelompok yang mempelajari

Page 125: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 120

topik yang sama berkumpul dan

berdiskusi tentang topik tersebut.

Tahap ke-5 :

Peran Tim Ahli dalam Kelompok

Anggota tim ahli tersebut kembali ke

kelompok masing-masing dan

mengajarkan apa yang telah dipelajari dan

didiskusikan di dalam kelompok ahli

kepada teman-teman dalam kelompoknya

sendiri.

Tahap ke-6: Pemberian Evaluasi (1) Evaluasi dilakukan selama 45–60

menit secara mandiri untuk

menunjukkan apa yang telah

dipelajari siswa.

(2) Hasil evaluasi tersebut digunakan

sebagai nilai perkembangan individu

Tahap ke-7 :

Pemberian Simpulan

(1) Siswa membuat simpulan tentang

Teks Tantangan.

(2) Guru memberikan hadiah (reward)

kepada individu dan kelompok yang

menunjukkan aktivitas belajar baik

atau berprestasi tertentu.

Pengamatan

Sama seperti pada siklus I, hasil

observasi pada siklus II meliputi (1)

aktivitas belajar siswa dan (2) hasil belajar

siswa. Aktivitas belajar siswa dalam

pembelajaran diperoleh gambaran

aktivitas siswa dalam pembelajaran

selama 80 menit. Aktivitas yang diamati

adalah sebagai berikut:

(1) keseriusan berdiskusi dalam

kelompok ahli;

(2) partisipasi dalam memecahkan

masalah berkaitan dengan topik yang

dipelajari dalam kelompok ahli.

(3) kemampuan menyampaikan hasil

diskusi dalam kelompok masing-

masing (kelompok asal).

Aktivitas Belajar Siswa dalam

Kelompok

Hasil observasi Aktivitas belajar

siswa dalam pembelajaran selama siklus II

disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4.4 Aktivitas Belajar Siswa dalam

Kelompok (Siklus II)

No

Indikator Pengamatan Skor Kategori

1 Keseriusan berdiskusi

dalam kelompok ahli 2 Cukup

2

Partisipasi untuk

memecahkan masalah

berkaitan dengan topik

yang dipelajari dalam

kelompok ahli

1 Kurang

3

Kemampuan

menyampaikan hasil

diskusi dalam kelompok

masing-masing

(kelompok asal)

3 Baik

Keterangan Kategori

B : Skor 3 (86 s.d. 108)

C : Skor 2 (61 s.d. 85)

K : Skor 1 (36 s.d. 60)

Berdasarkan tabel tersebut, aktivitas

siswa yang muncul sudah menunjukkan

ada perbaikan, Kemampuan

menyampaikan hasil diskusi dalam

kelompok masing-masing (kelompok asal)

sudah berkategori baik. Namun demikian,

untuk Partisipasi untuk memecahkan

masalah berkaitan dengan topik yang

dipelajari dalam kelompok ahli masih

berkategori kurang.

Hasil Belajar Siswa

Dari hasil tes yang dilakukan pada akhir

Siklus II, diperoleh data sebagai berikut

Tabel 4.5 Hasil Belajar Siswa (Siklus II)

Jumlah Siswa (N) 44

Total Skor 3.351

Rata-rata (Mean) 69,8

Jumlah Siswa Tuntas 34

Jumlah Siswa Tidak Tuntas 10

Persentase (%) Ketuntasan 77,3%

Page 126: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 121

Hasil belajar pada siklus II

sebagaimana data pada tabel tersebut,

menunjukkan ada kenaikan jika

dibandingkan dengan hasil belajar pada

siklus I. Dari data tersebut sudah

menunjukkan ketuntasan belajar siswa

karena rata-rata skor yang diperoleh siswa

sebesar 69,8 dengan persentase ketuntasan

sebesar 77,3%.

Motivasi Belajar Siswa

Pelaksanaan observasi pada siklus I

terhadap motivasi siswa dalam

pembelajaran tampak pada tabel yang

berikut ini.

Tabel 4.6 Observasi terhadap Motivasi

Belajar Siswa (Siklus II) KESIAPAN MENERIMA PE;AJARAN

No. Aspek yang Diamati Ya Tidak

1 Membawa buku

paket X

2 Membawa buku

referensi lain yang

relevan

X

3 Membawa buku

catatan X

4 Membawa alat-alat

tulis X

Persentase 100 0

PROSES KEGIATAN BELAJAR

MENGAJAR

No Aspek Yang

Diamati

AK CA KA

1 Melaksanakan

diskusi kelompok x

2 Bekerjasama dalam

kelompok x

3 Menyelesaikan tugas

mandiri x

4 Antusias

memecahkan

masalah

menggunakan

referensi

x

5 Aktif menjawab

pertanyaan guru x

6 Meminta guru

mengulang

pertanyaan

x

7 Aktif mengajukan

pertanyaan x

8 Interaksi antar siswa

dalam diskusi x

9 Mencatat rangkuman

hasil pembelajaran x

Persentase (%) 30 70 0

Keterangan:

- AK : Aktif

- CA : Cukup Aktif

- KA : Kurang aktif

Dari tabel tersebut, tampak bahwa 100%

siswa telah siap mengikuti pembelajaran

melalui jigsaw. Pada aspek pelaksanaan

pembelajaran siklus I, tidak terdapat siswa

yang berpredikat kurang aktif, baik pada

aspek antusias memecahkan masalah

menggunakan referensi, keaktifan

menjawab pertanyaan guru, maupun

keaktifan mengajukan pertanyaan.

Refleksi

Berdasarkan proses dan hasil

pembelajaran pada siklus II, dapat

dilakukan refleksi adalah bahwa secara

umum siswa nampak mulai tertarik

dengan model diskusi tipe Jigsaw. Karena

itu, siswa sangat antusias untuk

menyampaikan segala sesuatu yang

diperolehnya dengan guru atau teman-

temannya.

Kekurangan pada siklus II adalah

banyak siswa tidak optimal dalam

berpartisipasi untuk memecahkan masalah

berkaitan dengan topik yang dipelajari

dalam kelompok ahli sehingga mereka

masih memerlukan penjelasan atau

bimbingan guru atau berdiskusi lebih

banyak dengan teman-teman lain.

Untuk mengatasi masalah tersebut,

supaya aktivitas siswa dapat meningkat

dalam pembelajaran model diskusi tipe

Jigsaw pada siklus berikutnya, maka

peneliti merencanakan untuk melakukan

kegiatan sebagai berikut:

(1) memberikan petunjuk langkah-

langkah pembelajaran dengan lebih

jelas, secara tertulis yang dapat diikuti

siswa dengan mudah, dan dituangkan

dalam LKS;

(2) menjelaskan bahwa setiap siswa harus

menunjukkan temuannya masing-

masing dengan teman sekelompok,

Page 127: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 122

serta saling berdiskusi satu sama lain

untuk memecahkan masalah yang

ada;

(3) menjelaskan bahwa tidak harus setiap

siswa menanyakan atau menunjukkan

masalah yang ditemui kepada guru,

tetapi mencoba dahulu sampai dapat

ditemukan sendiri pemecahannya;

(4) tidak lagi menyatakan akan

memberikan hadiah (reward) kepada

individu dan kelompok yang

menunjukkan aktivitas belajar baik

atau berprestasi tertentu, karena

aktivitas siswa sudah nampak sangat

meningkat.

Siklus III

Perencanaan

Tahap ke-1 :

Persiapan Materi Pembelajaran (1) memberikan petunjuk langkah-

langkah pembelajaran dengan lebih

jelas, secara tertulis yang dapat diikuti

siswa dengan mudah, dan dituangkan

dalam LKS;

(2) menjelaskan bahwa setiap siswa harus

menunjukkan temuannya masing-

masing dengan teman sekelompok,

serta saling berdiskusi satu sama lain

untuk memecahkan masalah yang

ada;

(3) menjelaskan bahwa tidak harus setiap

siswa menanyakan atau menunjukkan

masalah yang ditemui kepada guru,

tetapi mencoba dahulu sampai dapat

ditemukan sendiri pemecahannya;

(4) tidak lagi menyatakan akan

memberikan hadiah (reward) kepada

individu dan kelompok yang

menunjukkan aktivitas belajar baik

atau berprestasi tertentu, karena

aktivitas siswa sudah nampak sangat

meningkat.

Tahap ke-2 :

Pembentukan Kelompok Guru menetapkan siswa dalam

kelompok heterogen dengan jumlah 6

orang. Aturan heterogenitas berdasarkan

pada hal-hal berikut: (1) kemampuan akademik (pandai,

sedang, dan rendah) yang didapat dari

hasil akademik (skor awal) sebelumnya;

(2) setiap kelompok terdiri atas siswa dengan

tingkat prestasi seimbang), baik jenis

kelamin, latar belakang sosial,

kesenangan bawaan /sifat (pendiam dan

aktif), dll.

Pelaksanaan

Tahap ke-3 :

Penyajian Materi Pembelajaran

(1) Guru memberikan materi

pembelajaran tentang Teks Tantangan

kepada siswa (Teks Ke-3).

(2) Setiap anggota bertanggung jawab

untuk mempelajari bagian tertentu

dari bahan yang diberikan tersebut.

Dengan demikian, setiap anggota

dalam kelompok tersebut

mempelajari topik yang berbeda.

Tahap ke-4 :

Pembentukan Kelompok Ahli Setelah mempelajari topik yang

menjadi tanggung jawabnya, masing-

masing siswa dari setiap kelompok yang

mempelajari topik yang sama berkumpul

dan berdiskusi tentang topik tersebut.

Tahap ke-5 :

Peran Tim Ahli dalam Kelompok

Anggota tim ahli tersebut kembali

ke kelompok masing-masing dan

mengajarkan apa yang telah dipelajari dan

didiskusikan di dalam kelompok ahli

kepada teman-teman dalam kelompoknya

sendiri.

Tahap ke-6:

Pemberian Evaluasi

Tahap ke-7 :

Pemberian Simpulan

Siswa membuat simpulan tentang

Teks Tantangan.

Page 128: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 123

Pengamatan

Sama seperti pada siklus I dan II,

hasil observasi pada siklus III meliputi (1)

aktivitas belajar siswa dan (2) hasil belajar

siswa. Aktivitas belajar siswa dalam

pembelajaran diperoleh gambaran

aktivitas siswa dalam pembelajaran

selama 80 menit. Aktivitas yang diamati

adalah sebagai berikut:

(1) keseriusan berdiskusi dalam

kelompok ahli;

(2) partisipasi dalam memecahkan

masalah berkaitan dengan topik yang

dipelajari dalam kelompok ahli.

(3) kemampuan menyampaikan hasil

diskusi dalam kelompok masing-

masing (kelompok asal).

Aktivitas Belajar Siswa dalam

Kelompok

Hasil observasi Aktivitas belajar

siswa dalam pembelajaran selama siklus

III disajikan pada tabel berikut

Tabel 4.7 Aktivitas Belajar Siswa (Siklus

III)

No

Indikator Pengamatan Skor Kategori

1 Keseriusan berdiskusi

dalam kelompok ahli 3 Baik

2

Partisipasi untuk

memecahkan masalah

berkaitan dengan topik

yang dipelajari dalam

kelompok ahli

2 Cukup

3

Kemampuan

menyampaikan hasil

diskusi dalam

kelompok masing-

masing (kelompok asal)

3 Baik

Keterangan Kategori

B : Skor 3 (86 s.d. 108)

C : Skor 2 (61 s.d. 85)

K : Skor 1 (36 s.d. 60)

Berdasarkan tabel tersebut, nampak

aktivitas siswa sudah menunjukkan hasil

yang cukup baik bahkan lebih baik dari

siklus sebelumnya. Partisipasi untuk

memecahkan masalah berkaitan dengan

topik yang dipelajari dalam kelompok ahli

berkategori kurang sudah menjadi cukup.

Aspek lain, yakni keseriusan dalam

berdiskusi dalam kelompok ahli dan

kemampuan menyampaikan hasil diskusi

dalam kelompok masing-masing

(kelompok asal) sudah berkategori baik.

Hasil Belajar Siswa

Dari hasil tes yang dilakukan pada

akhir siklus III, diperoleh data berikut.

Tabel 4.8 Hasil Belajar Siswa (Siklus III)

Jumlah Siswa (N) 44

Total Skor 3.722

Rata-rata (Mean) 77,5

Jumlah Siswa Tuntas 42

Jumlah Siswa Tidak Tuntas 2

Persentase (%) Ketuntasan 95,5%

Hasil belajar pada siklus III, seperti

tampak pada tabel dan grafik tersebut,

menunjukkan adanya peningkatan jika

dibandingkan dengan hasil belajar pada

siklus II. Demikian pula dengan tingkat

ketuntasan yang juga menunjukkan

peningkatan jika dibandingkan dengan

siklus II, bahkan sudah mencapai 95,5%

dengan skor rata-rata yang diperoleh

siswa sebesar 77,5.

Motivasi Belajar Siswa

Pelaksanaan observasi pada siklus I

terhadap motivasi siswa dalam

pembelajaran tampak pada tabel yang

berikut ini.

Tabel 4.9 Observasi terhadap Motivasi

Belajar Siswa (Siklus III) KESIAPAN MENERIMA PELAJARAN

Jumlah

No Aspek yang Diamati Ya Tidak

1 Membawa buku paket x

2 Membawa buku

referensi lain yang

relevan

x

3 Membawa buku catatan x

4 Membawa alat-alat tulis x

Persentase (%) 100 0

PROSES KEGIATAN BELAJAR

MENGAJAR

No Aspek yang Diamati AK CA KA

Page 129: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 124

1 Melaksanakan diskusi

kelompok x

2 Bekerjasama dalam

kelompok x

3 Menyelesaikan tugas

mandiri x

4 Antusias memecahkan

masalah menggunakan

referensi

x

5 Aktif menjawab

pertanyaan guru x

6 Meminta guru

mengulang pertanyaan x

7 Aktif mengajukan

pertanyaan x

8 Interaksi antar siswa

dalam diskusi x

9 Mencatat rangkuman

hasil pembelajaran x

Persentase (%) 45 55 0

Keterangan:

- AK : Aktif

- CA : Cukup Aktif

- KA : Kurang aktif

Refleksi

Berdasarkan proses dan hasil

pembelajaran pada siklus III, dapat

dilakukan refleksi sebagai berikut.

(1) Secara umum, siswa nampak tertarik

dan senang dengan model

pembelajaran model diskusi tipe

Jigsaw. Karena itu, siswa terlihat

sangat antusias untuk menyampaikan

segala sesuatu yang diperolehnya

dengan guru atau teman-temannya.

Setelah berakhirnya siklus III ternyata

siswa dalam pembelajaran lebih

semangat jika guru memberi

penjelasan disertai LKS yang

memberi petunjuk langkah-langkah

yang lebih jelas bagi siswa.

(2) Kekurangan yang utama pada siklus

III adalah banyak siswa masih belum

Partisipasi untuk memecahkan

masalah berkaitan dengan topik yang

dipelajari dalam kelompok ahli.

Namun demikian, hal itu dapat

dipahami karena model diskusi tipe

Jigsaw adalah hal yang baru bagi

mereka.

Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pembelajaran jigsaw dapat

meningkatkan hasil belajar siswa, seperti

yang telah dipaparkan pada bagian

sebelumnya.

Pada siklus I semua aspek

pengamatan masih menunjukkan kategori

kurang karena masing-masing komponen

masih memperoleh skor 1. Hasil

belajarnya pun belum menunjukkan

ketuntasan belajar secara klasikal karena

hanya diperoleh persentase sebesar 59,2%

dengan skor rata-rata yang diperoleh

siswa sebesar 64,5.

Pada siklus II aktivitas siswa sudah

menunjukkan ada perbaikan dibandingkan

dengan siklus I. Kemampuan

menyampaikan hasil diskusi dalam

kelompok masing-masing (kelompok asal)

sudah berkategori baik. Namun demikian,

untuk partisipasi untuk memecahkan

masalah berkaitan dengan topik yang

dipelajari dalam kelompok ahli masih

berkategori kurang. menunjukkan ada

kenaikan jika dibandingkan dengan hasil

belajar pada siklus I. Rata-rata nilai siswa

sebesar 69,8 dengan persentase ketuntasan

sebesar 77,3 %.

Berdasarkan proses dan hasil

pembelajaran pada siklus II, secara umum

siswa nampak mulai tertarik dengan

model diskusi tipe Jigsaw. Karena itu,

siswa sangat antusias untuk

menyampaikan segala sesuatu yang

diperolehnya dengan guru atau teman-

temannya.

Kekurangan pada siklus II adalah

banyak siswa tidak optimal dalam

berpartisipasi untuk memecahkan masalah

berkaitan dengan topik yang dipelajari

dalam kelompok ahli sehingga mereka

masih memerlukan penjelasan atau

bimbingan guru atau berdiskusi lebih

banyak dengan teman-teman lain.

Pada siklus III aktivitas siswa sudah

menunjukkan hasil yang cukup baik

bahkan lebih baik dari siklus sebelumnya.

Partisipasi untuk memecahkan masalah

Page 130: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 125

berkaitan dengan topik yang dipelajari

dalam kelompok ahli berkategori kurang

sudah menjadi cukup. Aspek lain, yakni

keseriusan dalam berdiskusi dalam

kelompok ahli dan kemampuan

menyampaikan hasil diskusi dalam

kelompok masing-masing (kelompok asal)

sudah berkategori baik. Hasil belajar

siswa pun menunjukkan adanya

peningkatan jika dibandingkan dengan

hasil belajar pada siklus II. Demikian pula

dengan tingkat ketuntasan yang juga

menunjukkan peningkatan jika

dibandingkan dengan siklus II, bahkan

sudah mencapai 95,5% dengan skor rata-

rata yang diperoleh siswa sebesar 77,5.

Dengan demikian, jika

diperbandingkan antara siklus I, II, dan III

akan tampak seperti tabel berikut.

Tabel 4.10 Perbandingan Hasil Belajar

Siswa antara Siklus I, II, dan III

Siklus

I

Siklus

II

Siklus

III

Mean 64,5 69,8 77.5

Ketuntasan 59,2 77,3 95,5

Simpulan

(1) Berdasarkan hasil yang diperoleh

dalam penelitian tindakan ini dapat

disimpulkan bahwa tindakan atau

perlakuan yang diberikan telah

berhasil meningkatkan prestasi

belajar siswa dalam pembelajaran

dengan model diskusi tipe Jigsaw.

(2) Model pembelajaran dengan

menggunakan model diskusi tipe

Jigsaw dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia pada kelas IX-C, agar

berhasil dengan baik, harus

memahami beberapa kriteria berikut.

(a) Guru menjelaskan dengan rinci

dan lengkap materi yang menjadi

prasyarat dan pengait sebelum

KBM dimulai.

(b) Guru memberikan paparan

tentang aspek-aspek yang

seharusnya dilakukan siswa, dan

yang akan dinilai pada

pembelajaran dengan model

diskusi tipe Jigsaw.

(c) Guru memaparkan manfaat

mempelajari materi dengan

model diskusi tipe Jigsaw dengan

contoh-contoh yang lebih

konkret.

(d) Guru memberikan hadiah

(reward) kepada individu dan

kelompok yang menunjukkan

Aktivitas belajar baik atau

berprestasi tertentu.

(e) Guru memberikan petunjuk

langkah-langkah pembelajaran

dengan lebih jelas yang dapat

diikuti siswa dengan mudah dan

dituangkan dalam LKS.

(f) Guru menjelaskan bahwa setiap

siswa harus menunjukkan

temuannya masing-masing

dengan teman sekelompok, serta

saling berdiskusi satu sama lain

untuk memecahkan masalah yang

ada.

(g) Guru menjelaskan bahwa tidak

harus setiap siswa menyatakan

atau menunjukkan atau

menanyakan masalah yang

ditemui kepada guru, tetapi

mencoba dahulu sampai dapat

ditemukan sendiri

pemecahannya.

Daftar Rujukan

Arifin, Zainal. 1990. Evaluasi

Instruksional. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Jalal, F. D. 2001. Reformasi Pendidikan

dalam Konteks Otonomi

Daerah.Yogjakarta: Adicita Karya

Nusa.

Ibrahim, Muslimin dkk. 2000.

Pembelajaran Koperatif. Surabaya:

Unesa University Press.

Depdiknas. 2004. Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK). Bab I.

(www.puskur.net/naskahak

Page 131: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume XI-Desember 2018 Hal. 126

ademik/naskahakademikbasing/doc)

. Diakses pada 1 Agustus 2018.

Nur, Muhammad dan Wikandari, P.R.

1999. Pengajaran Berpusat pada

Siswa dan Pendekatan Kontrukvitas

dalam Pengajaran. Surabaya: Unesa

University Press.

Ratumanan, Tanwey Gerson. 2003.

“Pengembangan Model Interaktif

dengan Setting Kooperatif”.

Desertasi yang tidak dipublikasikan.

Surabaya: Unesa.

Suparno, A. Suhaenah. 2001. Membangun

Kompetensi Belajar. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi Departemen Pendidikan

Nasional.

Suyatno. 2009. ”Pembelajaran Aktif,

Inovatif, Efektif, dan

Menyenangkan”. Modul Guru

Bahasa Indonesia SMA/SMK.

PLPG 2009.

Page 132: Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa