rancangan reklamasi bekas tambang

8
RANCANGAN TEKNIS REKLAMASI PASCA TAMBANG DI PENAMBANGAN BAHAN TAMBANG BATUAN Clara. Paramita 1 Sarwo Edy Lewier 2 Fitri Nauli 3 1,2,3 Mahasiswa Program Magister Teknik Pertambangan UPN "Veteran" Yogyakarta [email protected] SARI Penelitian ini dilakukan di Dusun Srumbung, Desa Segoroyoso, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penambangan bahan tambang batuan berupa breksi tufan dan batupasir tufan di Dusun Srumbung dikategorikan ke dalam penambangan rakyat dengan sistim penambangan terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk merancang upaya reklamasi yang tepat untuk memulihkan kualiatas lingkungan akibat dampak dari kegiatan penambangan batuan breksi tufan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, pemetaan, wawancara, analisis laboratorium, analisis studio. Teknis reklamasi yang akan dilakukan pada lahan pasca tambang dalam perencanaan reklamasi tahapan 1 dan 3 terlebih dahulu dimulai dari kegiatan penataan lahan bekas tambang yang masih belum rata, kemudian setelah itu akan dilakukan penyebaran overburden untuk nantinya akan membantu perakaran tanaman dalam upaya reklamasi. Kegiatan selanjutnya yang akan dilakukan adalah perancangan sistem pot/lubang tanam yang bertujuan untuk meminimalisir pemakaian top soil dalam kegiatan reklamasi, setelah itu dilanjutkan dengan teknik penanaman tanaman yang menentukan keberhasilan dari upaya reklamasi. Pada lahan pasca tambang dalam perencanaan reklamasi tahapan 2 ini adalah dengan dilakukan pembangunan bangunan sipil. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul secara garis besar arah pengembangan dan pembangunan wilayah mengarah pada pengendalian kegiatan pada cagar budaya, pengembangan destinasi wisata, kawasan rawan gempa bumi dan tanah longsor dan kekeringan. Keyword : Reklamasi, Pengembangan wilayah. I. PENDAHULUAN Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kembali kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Pembangunan berwawasan lingkungan menjadi suatu kebutuhan penting bagi setiap bangsa dan negara yang menginginkan kelestarian sumberdaya alam. Dampak dari kegiatan penambangan rakyat batu breksi taufan mengakibatkan perubahan bentang alam, sehingga perlu adanya kegiatan reklamasi dan perencanaan pasca tambang. Kegiatan reklamasi bertujuan untuk memulihkan, memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. II. KONDISI GEOLOGI REGIONAL Kabupaten Bantul sendiri merupakan wilayah yang berada pada dominasi struktur geologi Young Merapi Volcanic (Quartenary) bagian tengah dan Volcanic (Miocine dan oligo-micine) pada bagian timur. Struktur-struktur ini sudah berumur cukup tua (0,8-2,85 juta tahun yang lalu). Secara struktural Kabupaten Bantul diapit oleh bukit patahan, yaitu lereng barat Pegunungan Batur Agung (Batur Agung Ranges) pada bagian timur dan bagian Barat berupa bekas laguna. Wilayah yang berada pada apitan bukit patahan ini disebut dengan graben, maka wilayah Kabupaten Bantul dalam toponim geologi dan geomorfologi disebut Graben Bantul. Graben ini terbentuk

Upload: clara-siempre-feliz

Post on 11-Apr-2016

109 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

rangcangan reklamasi dan pasca tambang area bekas tambang breksi taufan

TRANSCRIPT

Page 1: Rancangan reklamasi bekas tambang

RANCANGAN TEKNIS REKLAMASI PASCA TAMBANG DI PENAMBANGAN BAHAN TAMBANG BATUAN

Clara. Paramita1

Sarwo Edy Lewier2 Fitri Nauli 3

1,2,3 Mahasiswa Program Magister Teknik Pertambangan UPN "Veteran" Yogyakarta

[email protected]

SARI Penelitian ini dilakukan di Dusun Srumbung, Desa Segoroyoso, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penambangan bahan tambang batuan berupa breksi tufan dan batupasir tufan di Dusun Srumbung dikategorikan ke dalam penambangan rakyat dengan sistim penambangan terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk merancang upaya reklamasi yang tepat untuk memulihkan kualiatas lingkungan akibat dampak dari kegiatan penambangan batuan breksi tufan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, pemetaan, wawancara, analisis laboratorium, analisis studio. Teknis reklamasi yang akan dilakukan pada lahan pasca tambang dalam perencanaan reklamasi tahapan 1 dan 3 terlebih dahulu dimulai dari kegiatan penataan lahan bekas tambang yang masih belum rata, kemudian setelah itu akan dilakukan penyebaran overburden untuk nantinya akan membantu perakaran tanaman dalam upaya reklamasi. Kegiatan selanjutnya yang akan dilakukan adalah perancangan sistem pot/lubang tanam yang bertujuan untuk meminimalisir pemakaian top soil dalam kegiatan reklamasi, setelah itu dilanjutkan dengan teknik penanaman tanaman yang menentukan keberhasilan dari upaya reklamasi. Pada lahan pasca tambang dalam perencanaan reklamasi tahapan 2 ini adalah dengan dilakukan pembangunan bangunan sipil. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul secara garis besar arah pengembangan dan pembangunan wilayah mengarah pada pengendalian kegiatan pada cagar budaya, pengembangan destinasi wisata, kawasan rawan gempa bumi dan tanah longsor dan kekeringan.

Keyword : Reklamasi, Pengembangan wilayah.

I. PENDAHULUAN Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kembali kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Pembangunan berwawasan lingkungan menjadi suatu kebutuhan penting bagi setiap bangsa dan negara yang menginginkan kelestarian sumberdaya alam.

Dampak dari kegiatan penambangan rakyat batu breksi taufan mengakibatkan perubahan bentang alam, sehingga perlu adanya kegiatan reklamasi dan perencanaan pasca tambang. Kegiatan reklamasi bertujuan untuk memulihkan, memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan

agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya.

II. KONDISI GEOLOGI REGIONAL Kabupaten Bantul sendiri merupakan wilayah yang berada pada dominasi struktur geologi Young Merapi Volcanic (Quartenary) bagian tengah dan Volcanic (Miocine dan oligo-micine) pada bagian timur. Struktur-struktur ini sudah berumur cukup tua (0,8-2,85 juta tahun yang lalu). Secara struktural Kabupaten Bantul diapit oleh bukit patahan, yaitu lereng barat Pegunungan Batur Agung (Batur Agung Ranges) pada bagian timur dan bagian Barat berupa bekas laguna. Wilayah yang berada pada apitan bukit patahan ini disebut dengan graben, maka wilayah Kabupaten Bantul dalam toponim geologi dan geomorfologi disebut Graben Bantul. Graben ini terbentuk

Page 2: Rancangan reklamasi bekas tambang

dari proses diatrofisme tektonisme yang dipengaruhi oleh aktivitas gunung merapi dan gunung api tua. Selain berada pada apitan bukit patahan, wilayah Kabupaten Bantul juga berada pada bentang lahan Fluvio-Marin yang memiliki banyak potensi dan masalah (pada wilayah Bantul Selatan). Hal ini terjadi karena wilayah Kabupaten Bantul juga merupakan wilayah transisi antara asal lahan fluvial (proses yang mengerjai air-sungai) dan asal lahan marin (proses yang mengerjai angin dan gelombang dari Samudra Hindia).

Selain berada pada apitan bukit patahan dan bentuk lahan dataran fluvio-marin, Kabupaten Bantul juga berada pada wilayah transisi yaitu dataran yang asal prosesnya dari aktivitas Vulkanis dan endapan sungai (Fluvio-Vulcan). Bentuklahan fluvial disebabkan oleh akibat aktivitas aliran sungai. Aktivitas aliran sungai tersebut berupa pengikisan, pengangkutan dan pengendapan (sedimentasi) sehingga membentuk bentangan dataran aluvial dan bentukan lain dengan struktur horisontal yang tersusun oleh material sedimen . Bentukan-bentukan ini berhubungan dengan daerah-daerah penimbunan seperti lembah-lembah sungai besar dan dataran aluvial. Bentukan-bentukan lain dalam skala kecil yang mungkin terjadi dapat berupa dataran banjir, tanggul alam, teras sungai dan kipas aluvial. Sungai-sungai yang terdapat pada satuan ini umumnya merupakan sungai yang telah mengalami gradasi dan berada dalam keadaan seimbang sehingga energinya hanya cukup untuk membawa dan memindahkan bebannya. Sehingga, apabila terjadinya erosi dan pengendapan yang seimbang nantinya membentuk hamparan dataran yang luas di sepanjang tepian sungai. Di dataran fluvial ini juga terdapat adanya saluran yang berkelok-kelok (meanders). Pembentukan saluran ini merupakan akibat proses penimbunan pada bagian luar kelokan dan erosi, sementara untuk kecepatan aliran berkurang akibat menurunnya kemiringan lereng. Akibat dari pengendapan yang cukup besar, maka membuat aliran ini sering kali tidak mampu untuk mengangkut material–material dari daerah utara (gunung merapi), yang akhirnya arah aliran membelok begitu seterusnya membentuk kelokan-kelokan tertentu.

III. SAMPEL DAN METODE PENELITIAN

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode sampling sistematis yaitu sengaja dengan memilih tempat yang mengalami perubahan lahan dan tempat yang diduga terkena dampak akibat kegiatan penambangan bahan tambang batuan. Penentuan titik sampling dilakukan secara menyebar namun tetap memperhatikan batas lokasi penelitian. Sampel yang diambil di lokasi penelitian antara lain pengukuran struktur geologi, pengukuran tinggi muka airtanah, pengamatan jalan, pengambilan sampel batuan dan tanah.

Metode penelitian yang digunakan berdasarkan pada parameter fisik, kimia dan informasi yang berhubungan dengan penelitian dilakukan dengan cara metode pemetaan, survei, pengharkatan, wawancara dan analisis laboratorium. .

IV. DATA DAN ANALISIS Pelaksanaan reklamasi dan revegetasi, dapat dilakukan pula secara bersamaan sejauh dengan kemajuan aktivitas penambangan. Untuk bekas tambang yang tidak dapat ditutup kembali, pemanfaatan dapat dilakukan dengan berbagai cara serta tetap memperhatikan aspek lingkungan, seperti untuk pemanfaatan sebagai kolam cadangan air, pengembangan ke sektor wisata air, dan pembudidayaan ikan. Kegiatan pengelolaan pengupasan tanah dan penimbunan tanah tidak dapat dilepaskan dari proses bagaimana tanah yang diangkut ke lokasi penimbunan tanah (soil stockpile).

Kadang tanah hasil pengupasan segera digunakan sebagai pelapis tanah yang telah ditentukan elevasi dan kemiringannya. Selanjutnya, dilakukan proses perapian dan pembuatan drainase serta jalan untuk memudahkan penanaman dan pemeliharaan tanaman reklamasi. Guna untuk mengurangi proses terjadinya erosi dan untuk meningkatkan kesuburan tanah di daerah penimbunan dan reklamasi permanen, lapisan tanah penutup ini diperlukan penanaman dengan menggunakan tanaman penutup tanah (cover crops) jenis polongan. Guna untuk keperluan tanaman reklamasi,

Page 3: Rancangan reklamasi bekas tambang

pembibitan menjadi bagian yang sangat penting. Fasilitas pembibitan untuk memproduksi semai atau bibit yang diperlukan untuk revegetasi, diperlukan beberapa jenis tanaman lokal antara lain mahoni, trembesi, jati, sawo, dan ketapang.

Dari hasil pengamatan di lapangan, kondisi lahan bekas galian kondisinya berupa hamparan lahan kosong yang belum dilakukan upaya reklamasi dan termasuk ke dalam bagian tidak ada upaya reklamasi saat proses penambangan berlangsung atau sesudah proses penambangan selesai, lahan didiamkan terbengkalai. Kondisi lahan bekas galian kondisinya berupa hamparan lahan kosong termasuk dalam klasifikasi tolok ukur rusak atau dengan harkat/skor 3 atau belum adanya upaya reklamasi.

Dari hasil evaluasi terhadap sembilan parameter tersebut, sebagian besar parameter-parameter yang diteliti mempunyai kriteria rusak dengan kondisi lahan mengalami perubahan menuju kerusakan lahan. Kriteria dari tiap parameter penentu perubahan lingkungan fisik akibat penambangan breksi tufan dan batupasir tufan di daerah penelitian dapat dilihat dalam Tabel 1. Dengan demikan berdasarkan tingkat perubahan sedang yang ada, maka diharapkan kondisi penambangan di lokasi penelitian masih bisa diperbaiki kepada tingkat yang lebih baik, karena belum sampai pada perubahan besar yang akan menuju pada kerusakan lingkungan dan penurunan kualitas lingkungan akibat tingkat perubahan lahan sedang tersebut.

Parameter kondisi fisik lahan secara umum mengalami kerusakan akibat kegiatan penambangan tanpa adanya perencanaan yang baik, sehingga membentuk bidang galian dengan dinding yang tinggi serta kemiringan bidang curam. Jarak galian dengan permukiman juga termasuk dalam kriteria rusak karena jarak galian kurang sudah memasuki pemukiman warga sebagai batas aman untuk zona penyangga.

Berdasarkan hasil pengamatan dan uji laboratorium, diperoleh nilai dari kualitas tanah di Dusun Srumbung, Desa segoroyoso, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, DIY. Tanah di lokasi penelitian merupakan tanah latosol yang karaterisitik dari tanah ini

adalah berwarna merah yang umumnya berada pada lapisan dalam. Jenis tanah ini sangat baik dalam meyerap air. Tanah ini juga sering digunakan sebagai lahan perkebunan dan sebagai bahan baku pembuatan bata dan genteng. Berdasarkan analisis laboratorium di BPTP Yogyakarta parameter kualitas tanah berdasarkan sifat fisik dan kimia yang dianalisis yaitu: pH H2o, tekstur (pasir, debu, liat), C-org, N-total, dan K-tersedia. Secara rinci hasil analisis kualitas tanah berdasarkan sifat fisik dan kimia dapat dilihat pada Tabel 2.

Parameter yang diteliti guna menentukan tingkat perubahan lahan pada tambang batuan di Dusun Srumbung, Desa Segoroyoso, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, yaitu (1) batas tepi galian, (2) batas kedalaman galian dari permukaan tanah awal, (3) relief dasar galian, (4) batas kemiringan tebing galian, (5) tinggi dinding galian, (6) kondisi jalan, (7) tutupan vegetasi, (8) erosi dan gerakan massa tanah, (9) upaya reklamasi.

V. DISKUSI Reklamasi ialah mengembalikan fungsi lahan lebih baik, setelah endapan bahan galiannya ditambang. Berdasarkan Peraturan Mentri ESDM No. 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Rencana Penutupan Tambang, rencana reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, disusun untuk pelaksanaan setiap jangka waktu 5 (lima) tahun dengan rincian tahunan, meliputi:

1. Lokasi lahan yang akan direklamasi. 2.Teknik dan peralatan yang akan digunakan

dalam reklamasi. 3. Sumber material pengisi. 4. Revegetasi. 5. Pekerjaan sipil sesuai peruntukan lahan

pasca tambang. 6. Pemeliharaan. Tujuan dari perencanaan kegiatan reklamasi untuk merencanakan suatu upaya untuk memperbaiki dan memanfaatkan lingkungan pasca tambang secara maksimal dengan cara menanami kembali areal yang telah ditambang menjadi kawasan hijau dan menjadi lahan lain yang lebih bermanfaat. Pelaksanakan kegiatan reklamasi diperlukan perencanaan yang baik, agar dalam pelaksanaannya dapat tercapai sesuai dengan

Page 4: Rancangan reklamasi bekas tambang

perencanaan yang direncanakan berdasarkan pengembangan tata ruang yang ada di daerah penelitian.

Berdasarkan tingkat perubahan lahan sedang akibat kegiatan penambangan bahan tambang batuan dan peta perencanaan reklamasi, maka di lokasi penelitian akan dilakukan 3 tahapan reklamasi, dimana untuk tahapan 1 dan 3 akan dilakukan kegiatan revegetasi sedangkan tahapan ke 2 akan direncanakan untuk pembangunan bangunan sipil seperti rumah tinggal maupun ruko-ruko guna mendukung ekonomi masyarakat setempat. Diharapkan dengan adanya perencanaan reklamasi di lahan pasca tambang ini maka hal tersebut dapat mengembalikan lahan sesuai dengan tujuan penggunaannya, dalam hal ini memperkecil erosi selama dalam proses reklamasi, serta mengubah iklim mikro dan meningkatkan ekonomi masyarakat di Dusun Srumbung, Desa Segoroyoso ke arah yang lebih baik lagi sehingga pemikiran masyarakat tentang tambang yang selalu merusak lingkungan dapat berubah. Agar semua perencanaan tersebut tercapai, maka sangat diperlukan peran masyarakat dan para penambang dalam memantau dan mengelolah areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

Teknis reklamasi yang akan dilakukan pada lahan pasca tambang dalam perencanaan reklamasi tahapan 1 dan 3 terlebih dahulu dimulai dari kegiatan penataan lahan bekas tambang yang masih belum rata, kemudian setelah itu akan dilakukan penyebaran overburden untuk nantinya akan membantu perakaran tanaman dalam upaya reklamasi. Kegiatan selanjutnya yang akan dilakukan adalah perancangan sistem pot/lubang tanam yang bertujuan untuk meminimalisir pemakaian top soil dalam kegiatan reklamasi, setelah itu dilanjutkan dengan teknik penanaman tanaman yang menentukan keberhasilan dari upaya reklamasi.

Sistem penataan lahan yang digunakan dalam kegiatan reklamasi dalam sistem perataan tanah. Penataan yang dilakukan pada lokasi penelitian akan menggunakan alat Bulldozer Type CAT D 9 R. Alat ini kegunaannya untuk meratakan permukaan

lahan yang akan direklamasi, khususnya pada tahapan reklamasi 1 dan 3. Setelah dilakukan perataan lahan maka akan dilakukan peyebaran lapisan tanah penutup overburden secara merata dengan ketebalan 1,5 m di seluruh permukaan lahan yang akan direklamasi. Ketersediaan overburden di lokasi penelitian adalah sebanyak 350013,75 LCM, sedangkan total kebutuhan overburden yang diperlukan dalam sistem perataan tanah pada tahapan reklamasi tahap 1 dan 3 adalah sebanyak 9750,04 BCM.

Pada sistem ini rancangan pot/lubang tanam akan dibuat pada lahan yang telah dilapisi dengan overburen dan yang telah diratakan. Volume setiap pot/lubang tanam adalah sebesar 1m3 dengan dimensi ukuran 1m x 1m x 1m, dengan ukuran tersebut maka jumlah pot/lubang tanam yang dibuat pada lahan seluas 5965,88m2 adalah sebanyak 165 pot/lubang tanam. Pot/lubang tanam akan dibuat dengan menggunakan Backhoe Caterpillar 320 CL dengan kapasitas alatnya 1m3. Setelah pot/lubang tanam siap kemudian pot/lubang tanam diisi dengan tanah pucuk yang telah dicampurkan dengan pupuk organik/kompos. Tanah pucuk (top soil) akan ditempatkan pada empat lubang pertama dan empat lubang berikutnya. Kebutuhan top soil pada sistem pot/lubang tanam ini adalah sebanyak 183,15 BCM dengan luasan total lahan yang direklamasi pada tahap 1 dan 3 adalah 5965,88 m2.

Jarak tanam antar tanaman yang akan digunakan dalam kegiatan revegetasi lahan adalah dengan jarak tanam 6 x 6m yang telah sesuai dengan metode budidaya tanaman sawo. Dimensi dari pot/lubang tanam adalah kedalaman 1m, panjang 1m, lebar 1m. Volume setiap pot/lubang tanam adalah 1m3 dan jumlah pot/lubang tanam yang dibuat sebanyak 165 lubang, dapat dilihat pada Gambar 1. Bibit sawo yang akan digunakan adalah bibit sawo dengan tinggi 50─60cm dengan umur bibit sawo 3─4bulan. Bibit tanaman yang ditanam akan ditopang dengan menggunakan bambu anjir sebagai media penopang tanaman dalam proses pertumbuhan tanaman sawo. Bulan yang tepat dalam penanaman bibit tanaman sawo adalah pada bulan November–April, dikarenakan pada bulan tersebut masuk dalam bulan musim penghujan sehingga

Page 5: Rancangan reklamasi bekas tambang

tingkat keberhasilan pertumbuhan dari bibit sawo akan tumbuh dengan baik. Proses pertumbuhan tanaman sawo akan dibantu dengan pemberian pupuk organik, pupuk urea dan NPK mengingat berdasarkan hasil analisis kualitas kimia tanah, tanah di lokasi penambangan memiliki nilai kandungan unsur hara makro, antara lain N-total, C-org dan K-tersedia kurang dari kriteria kualitas kandungan unsur hara makro dalam tanah, sehingga hal tersebut akan menghambat pertumbuhan tanaman sawo untuk berkembang dalam kegiatan revegetasi lahan di lokasi penambangan.

Kegiatan revegetasi pada lahan pasca tambang dalam reklamasi tahapan 1 dan 3 yang ditanami tanaman sawo bertujuan nantinya tanaman ini akan menjadi tanaman budidaya untuk masyarakat di Dusun Srumbung sebagai mata pencaharian untuk peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat. Tanaman sawo dipilih sebagai tanaman yang akan digunakan dalam kegiatan revegetasi berdasarkan faktor pemilihan tanaman antara lain:

1. Kecocokan tanaman terhadap lahan. 2. Kemudahan pemeliharaan. 3. Ketersediaan bibit. 4. Kualitas tanaman yang dihasilkan. 5. Aspek ekonomi. Berdasarkan kelima faktor pemilihan tanaman diatas, tanaman sawo yang yang akan digunakan dalam kegiatan revegetasi sudah sesuai dengan syarat tumbuh tanaman sawo (Tabel 3) dan tanaman sawo sendiri merupakan tanam lokal di lokasi penelitian.

Manfaat tanaman sawo adalah sebagai makanan buah segar atau bahan makan olahan seperti es krim, selai, sirup atau difermentasi menjadi anggur atau cuka. Selain itu, manfaat lain tanaman sawo dalam kehidupan manusia adalah:

• Tanaman penghijauan di lahan-lahan kering dan kritis.

• Tanaman hias dalam pot dan apotek hidup bagi keluarga.

• Tanaman penghasil buah yang bergizi tinggi dan dapat dijual di dalam dan luar negeri yang merupakan sumber pendapatan ekonomi bagi keluarga dan negara.

• Tanaman penghasil getah untuk bahan baku industri permen karet.

• Tanaman penghasil kayu yang sangat bagus untuk pembuatan perabotan rumah tangga.

Teknis reklamasi yang akan dilakukan pada lahan pasca tambang dalam perencanaan reklamasi tahapan 2 ini adalah dengan dilakukan pembangunan bangunan sipil. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul secara garis besar arah pengembangan dan pembangunan wilayah mengarah pada pengendalian kegiatan pada cagar budaya, pengembangan destinasi wisata, kawasan rawan gempa bumi dan tanah longsor dan kekeringan. Hal tersebut merupakan salah satu upaya perencanaan program pembangunan yang memperhatikan suatu tatanan wilayah yang terpadu dan teratur di Kabupaten Bantul.

Bangunan yang direncanakan akan dibangun pada perencanaan reklamasi tahapan 2 adalah ruko-ruko bertingkat 1 dengan ukuran bangunan 6m x 8m dan bangunan rumah tinggal dengan ukuran 6m x 6m. Diharapkan dengan ruko-ruko yang dibangun di tepi jalan raya di Dusun Srumbung, Desa segoroyoso akan membuat dusun ini berkembang dalam kegiatan peningkatan ekonomi masyarakat dan diharapkan juga ruko-ruko yang dibangun dapat digunakan sebagai tepat penjualan barang sentra industri dari Dusun Srumbung sendiri seperti Krecek dan Wayang sehingga pengembangan destinasi wisata yang direncanakan dapat tercapai sesuai dengan RTRW yang direncanakan. Diharapkan pula hasil dari reklamasi tahapan 1 dan 3 nantinya berupa produk buah sawo dapat dijual pada ruko-ruko tersebut, sedangkan bangunan rumah yang dibangun akan dihuni oleh masyarakat yang mau menjaga dan mau membudidayakan tanaman sawo yang ada di lokasi penambangan sebagai salah satu mata pencaharian, sehingga tanaman sawo sebagai ikon dari upaya reklamasi di lahan pasca tambang dapat diminati masyarakat untuk dibudidayakan. Semakin banyak masyarakat yang membudidayakan tanaman sawo, maka semakin kecil potensi longsor dan kekeringan yang terjadi di Dusun Srumbung, Desa Segoroyoso.

Selain berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kecamatan Pleret,

Page 6: Rancangan reklamasi bekas tambang

Kabupaten Bantul, Perencanaan pembangunan bangunan sipil dalam reklamasi tahapan 2 berupa ruko-ruko dan rumah pada lahan pasca tambang di Dusun srunbung, Desa Segoroyoso telah dipikirkan tentang kesesuaian lahannya, baik dari aspek geologi, hidrologi maupun sosial budayanya. Keterdapatan struktur geologi berupa sesar dan kekar di lokasi penelitian membuat untuk perencanaan pemabguanan harus menghindaari bidang sesar atau kekar yang ada, hal terebut bertujuan agar pada saat terjadi gempabumi bangunan tidak mengalami kerusakan parah. Hidrologi di lokasi penambangan untuk ketersedian air, masyarakat di Dusun Srumbung rata-rata menggunakan airtanah dalam aktivitas sehari-hari, selain itu ada pipa PDAM yang melintasi di depan lahan yang akan digunakan sebagai pembangunan bangunan, sehingga untuk ketersedian air tidak akan sulit dalam mendapatkannya meskipun pada saat musim kemarau.

VI. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Perencanaan Teknis Reklamasi Pasca Tambang Berdasarkan Tingkat Perubahan Lahan Akibat Penambangan Bahan Tambang Batuan di Dusun Srumbung, Desa Segoroyoso, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul”, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dampak dari kegiatan penambangan bahan tambang batuan berupa breksi tufan dan batupasir tufan pada lokasi penelitian di Dusun Srumbung, Desa Segoroyoso, maka terjadi tingkat perubahan lahan fisik dalam katagori tingkat perubahan lahan sedang, dengan skor 2.

2. Perencanaan tambang dan teknik penambangan yang direncanakan akan dimulai penambangan dari atas bukit menuju bawah bukit untuk mencegah gerakan massa tanah/batuan.

4. Jenjang yang direncanakan dalam kegiatan penambangan di Dusun Srumbung adalah tinggi jenjang 3m, lebar jenjang 15m dengan sudut dinding jenjang 450. Jalan tambang yang direncanakan dibuat dalam lokasi penambangan adalah lebar jalan 6m,

panjang jalan 30m antar jenjang (grade 10%).

5. Sistim penataan lahan yang digunakan dalam kegiatan reklamasi adalah sistim perataan tanah dengan menggunakan Bulldozer Type CAT D 9 R. Ketebalan overburden dalam perataan tanah adalah 1,5 m. Ketersediaan overburden di lokasi penelitian adalah sebanyak 350013,75 LCM, sedangkan kebutuhan overburden yang diperlukan pada tahapan reklamasi tahap 1 dan 3 dalam perataan tanah adalah sebanyak 9750,04 BCM.

6. Rancangan sistim pot/lubang tanam menggunakan dimensi pot/lubang tanaman dengan ukuran 1m3 (1m x 1m x 1m) dengan jumlah 165pot/lubang tanam.

7. Tanah pucuk (top soil) yang telah dicampurkan dengan pupuk organik/kompos akan ditempatkan pada empat lubang pertama dan empat lubang berikutnya. Kebutuhan top soil pada sistim pot/lubang tanam ini adalah sebanyak 183,15 BCM.

8. Jarak tanam antar tanaman yang akan digunakan dalam kegiatan revegetasi lahan adalah dengan jarak tanam 6 x 6m. Bibit sawo yang akan digunakan adalah bibit sawo dengan tinggi 50─60cm dengan umur bibit sawo 3─4 bulan.

9. Bulan yang tepat dalam penanaman bibit tanaman sawo adalah pada bulan November–April. Upaya meningkatkan unsur hara makro berupa N-total, C-org dan K-tersedia maka akan digunakan pupuk organik/kompos, pupuk urea dan NPK.

10. Bangunan yang direncanakan akan dibangun pada perencanaan reklamasi tahapan 2 adalah ruko-ruko bertingkat 1 dengan ukuran bangunan 6m x 8m dan bangunan rumah tinggal dengan ukuran 6m x 6m..

Page 7: Rancangan reklamasi bekas tambang

DAFTAR PUSTAKA

Adisoemartono, S., 1994, Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Edisi ke enam, Erlangga, Jakarta.

Arief, N., 2004, Prinsip-Prinsip Reklamasi Tambang. Diklat Perencanaan Tambang Terbuka, Unisba. Bandung.

Asdak, C., 1995, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Edisi Pertama. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Bantul dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Yogyakarta.

Data Curah Hujan Kabupaten Bantul 2000 – 2011. Yogyakarta: Dinas Sumberdaya Air Kabupaten Bantul.

Direktorat Geologi dan Sumberdaya Mineral, 1986, Buku Petunjuk Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C. Ditjen Pertambangan Umum.

Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

FAO. 2006. World reference base for soil resources 2006. World Soil Resources Reports No. 103. Rome: FAO.

Hardiyatmo, Hary Christiady. 2006. Penanganan Tanah Longsor Dan Erosi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kartasapoetra, 1985, Teknologi Konservasi Tanah dan Air, Rineka Cipta : Jakarta.

Notohadiprawiro. T., 2006, Lahan Kritis dan Bincangan Pelestaraian Lingkungan Hidup, Ilmu Tanah Universitas Gadja Mada, Yogyakarta.

Peraturan Menteri Energi Sumberdaya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang.

Prodjosoemarto, P., 2006, “Tambang terbuka (Surface Mining)”, Diktat Kuliah, Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung.

Pleret dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Yogyakarta.

Soemarwoto, 1994, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Yogyakarta.

Suhartana. 2007. Pembakaran Ferralsol Dan Aplikasinya untuk Penjernihan Minyak Goreng Sisa Pakai. Berkala Fisika ISSN : 1410 – 9662 Vol. 10, No.1, April 2007, hal 71-78.

Sutarno, N.T. 1998. Klimatologi Dasar. Yogyakarta: UPN “Veteran” Press.

Suyono. 2000. Kajian Geografis Airtanah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Tod, D.K, 1980, Groundwater Hidrology, 2nd Ed. John Wiley& Sons Inc, New York.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Babtubara.

TABEL Tabel 1. Klasifikasi Potensi Perubahan Lahan Lokasi Penelitian di Dusun Srumbung

No Parameter Harkat/Skor pada lokasi penelitian

1 Batas Tepi Galian 3 2 Kedalaman Lubang Galian dari Permukaan Tanah

Awal 1

3 Relief Dasar Galian 3 4 Batas Kemiringan Dinding Galian 3 5 Tinggi Dinding Galian 3 6 Kondisi Jalan 1 7 Tutupan Vegetasi 3 8 Erosi dan/atau Gerakan massa batuan 1 9 Upaya Reklamasi 3

Jumlah Harkat/Skor 21 Kelas/ Tingkat Perubahan Lahan II/ Sedang

Page 8: Rancangan reklamasi bekas tambang

Tabel 2. Hasil Analisis Kualitas Tanah Berdasarkan Sifat Fisik dan Kimia

Hasil Analisis Laboratorium. BPTP Yogyakarta, 14 Juni 2013 = Kurang baik (dibawah kriteria unsur hara tanah) = Baik (sesuai kriteria unsur hara tanah)

Tabel 3. Syarat Tumbuh Tanaman Sawo Dengan Kondisi Lahan Di Daerah Penelitian

No. Kriterian Kesesuaian lahan Syrat Tumbuh Kondisi Lahan di Lokasi Penelitian

Keterangan

1. pH tanah 5 – 7 6 – 7 sesuai 2. Curah Hujan 2.000-4.00

(mm/tahun) 20066,44 mm/tahun sesuai

3. Tekstur tanah Lempung, massif dan berpasir

Lempung dan berpasir sesuai

4. Kedalaman efektif tanah pucuk ≥ 40 cm 100 cm sesuai 5. Suhu udara 22ºC – 32 ºC 22

22,2ºC – 31ºC sesuai

6. Ketinggian 0 – 700 mdpl 74 mdpl sesuai

GAMBAR

Gambar 1. Sketsa Teknik Penanaman Tanaman Sawo dalam Upaya Revegetasi Lahan Pasca Tambang Penambangan Bahan Tambang Batuan di Dusun Srumbung, Desa Segoroyoso, Kecamatan Pleret

Gambar 2. Pemodelan 3D Rancangan Tambang dan Reklamasi Pasca Tambang Penambangan Bahan Tambang Batuan di Dusun Srumbung, Desa Segoroyoso, Kecamatan Pleret

No. ulangan

pH H2o

Tekstur (%)

C-org (%)

N-total

(%)

K-tersedia (me/100g)

Pasir Debu Liat

Tanah ul.1 6,15 34 33 33 0,77 0,06 0,30

Tanah ul.2 6,09 33 34 33 0,80 0,06 0,29

Tanah ul.3 6,12 32 36 32 0,76 0,06 0,29

Rata-rata 6,12 33 34,3 32,6 0,77 0,06 0,29