referat anestesi danae

36
BAB I PENDAHULUAN Salah satu usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seorang dokter ahli anestesi adalah menjaga berjalannya fungsi organ tubuh pasien secara normal, tanpa pengaruh yang berarti akibat proses pembedahan tersebut. Pengelolaan jalan napas menjadi salah satu bagian yang terpenting dalam suatu tindakan anestesi. Karena beberapa efek dari obat-obatan yang dipergunakan dalam anestesi dapat mempengaruhi keadaan jalan napas berjalan dengan baik. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard " untuk penanganan jalan nafas. Prosedur ini dapat dilakukan pada sejumlah kasus pasien yang mengalami penyumbatan jalan nafas, kehilangan reflek proteksi, menjaga paru-paru dari sekret agar tidak terjadi aspirasi dan pada segala jenis gagal nafas. Intubasi endotrakeal dapat dilakukan melalui hidung ataupun mulut. Masing- masing cara memberikan keuntungan tersendiri sebagai contoh bahwa melalui nasal lebih baik dilakukan pada pasien yang masih sadar dan kooperatif, sedangkan melalui oral dilakukan pada pasien yang mengalami koma, tidak kooperatif dan ketika kegawatan intubasi dibutuhkan pada pasien yang mengalami cardiac arrest. 1

Upload: sherenvinera

Post on 19-Dec-2015

42 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

anestesi danae

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Anestesi Danae

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seorang dokter ahli

anestesi adalah menjaga berjalannya fungsi organ tubuh pasien secara normal,

tanpa pengaruh yang berarti akibat proses pembedahan tersebut. Pengelolaan jalan

napas menjadi salah satu bagian yang terpenting dalam suatu tindakan anestesi.

Karena beberapa efek dari obat-obatan yang dipergunakan dalam anestesi dapat

mempengaruhi keadaan jalan napas berjalan dengan baik.

Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard " untuk penanganan jalan

nafas. Prosedur ini dapat dilakukan pada sejumlah kasus pasien yang mengalami

penyumbatan jalan nafas, kehilangan reflek proteksi, menjaga paru-paru dari

sekret agar tidak terjadi aspirasi dan pada segala jenis gagal nafas. Intubasi

endotrakeal dapat dilakukan melalui hidung ataupun mulut. Masing- masing cara

memberikan keuntungan tersendiri sebagai contoh bahwa melalui nasal lebih

baik dilakukan pada pasien yang masih sadar dan kooperatif, sedangkan melalui

oral dilakukan pada pasien yang mengalami koma, tidak kooperatif dan ketika

kegawatan intubasi dibutuhkan pada pasien yang mengalami cardiac arrest.

Tindakan intubasi endotrakheal selama anestesi umum berfungsi sebagai

sarana untuk menyediakan oksigen (O2) ke paru-paru dan sebagai saluran untuk

obat-obat anestesi yang mudah menguap. Tindakan ini seringkali menyebabkan

trauma terhadap mukosa saluran nafas atas, yang bermanifestasi sebagai gejala-

gejala yang muncul pasca operasi. Beberapa gejala yang dikeluhkan pasien

antara lain adalah nyeri tenggorok (sore throat), batuk (cough), dan

suara serak (hoarseness). Dilaporkan gejala yang dikeluhkan pasien ini memiliki

insidens sebesar 21-65%. Meskipun tidak sampai menyebabkan kecacatan, namun

komplikasi ini dapat dirasakan sangat tidak nyaman dan bahkan bisa

menimbulkan keluhan dari pasien terutama pasien yang one day care. Gejala-

gejala tersebut, terjadi akibat iritasi lokal dan proses inflamasi pada

mukosa saluran nafas atas.1

1

Page 2: Referat Anestesi Danae

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Saluran Nafas Atas

Saluran Pernapasan Bagian Atas (Upper Respiratory Airway)

dengan fungsi utama sebagai berikut:

a. Air conduction (penyalur udara), sebagai saluran yang meneruskan udara

menuju saluran napas bagian bawah untuk pertukaran gas.

b. Protection (perlindungan), sebagai pelindung saluran napas bagian bawah

agar terhindar dari masuknya benda asing.

c. Warming, filtrasi, dan humudifikasi yakni sebagai bagian yang

menghangatkan, menyaring, dan memberi kelembaban udara yang diinspirasi.

a. Cavum Nasalis

Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago).

Hidung dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago

dan jaringan ikat. Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang

dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh septum. Rongga hidung

mengandung fimbriae yang berfungsi sebagai filter kasar terhadap benda asing

yang masuk. Pada permukaan mukosa hidung terdapat epitel bersilia yang

mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lender sehingga dapat

menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Kita dapat

mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor

bau terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung dari Nervous

Olfactorius. Hidung berfungsi sebagai jalan napas,,pengatur udara, pengatur

2

Page 3: Referat Anestesi Danae

kelembaban udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring

udara, indra pencium, dan resonator suara. 2

b. Faring

Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong yang letaknya bermula

dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian

kartilago krikoid. Faring digunakan pada saat menelan seperti pada saat bernapas.

Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu di belakang hidung (naso-

faring), belakang mulut (oro-faring), dan belakang laring (laringo- faring).

Naso-faring terdapat pada superior di area yang terdapat epitel bersilia

(pseudo stratified ) dan tonsil (adenoid), serta merupakan muara tube eustachius.

Tenggorokan dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid lainnya.

Struktur tersebut penting sebagai mata rantai nodus limfatikus untuk menjaga

tubuh dari invasi organisme yang masuk ke dalam hidung dan tenggorokan.

Oro-faring berfungsi untuk menampung udara dari naso-faring dan

makanan dari mulut. Pada bagian ini terdapat tonsil palatina (posterior) dan

tonsil lingualis (dasar lidah).

c. Laring

Laring sering disebut dengan ‘voice box’ dibentuk oleh struktur

epiteliumlined yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trakhea (di

bawah). Laring terletak di anterior tulang belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-

6. Bagian atas dari esofagus berada di posterior laring. Fungsi utama laring

adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi napas bawah dari benda asing

dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk.

Laring terdiri atas:

Epiglotis; katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan.

Glotis; lubang antara pita suara dan laring.

Kartilago tiroid; kartilago yang terbesar pada trakhea, terdapat bagian

yang membentuk jakun.

Kartilago krikoid; cincin kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah

kartilago tiroid).

3

Page 4: Referat Anestesi Danae

Kartilago aritenoid; digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan

kartilago tiroid.

Pita suara; sebuah ligamen yang dikontrol oleh pergerakan

otot yang menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring.2

B. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Bawah

Saluran pernapasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas:

a. Trakhea

Trakhea merupakan perpanjangan laring pada ketinggian tulang vertebre

torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkhus. Ujung cabang trakhea disebut

carina. Trakhea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm

dengan cincin kartilago berbentuk huruf C.

b. Bronkhus dan Bronkhiolus

Cabang bronkhus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebih

vertikal daripada cabang yang kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih

mudah masuk ke dalam cabang sebelah kanan daripada bronkhus sebelah kiri.

Segmen dan subsegmen bronkhus bercabang lagi dan berbentuk seperti

ranting masuk ke paru-paru. Bronkhus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan

bronkhiolus, yang berakhir di alveoli, tidak mengandung kartilago. Tidak adanya

kartilago menyebabkan bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga dapat

mengalami kolaps. Agar tidak kolaps alveoli dilengkapi dengan poros/lubang

kecil yang terletak antar alveoli yang berfungsi untu mencegah kolaps alveoli.

4

Page 5: Referat Anestesi Danae

Saluran pernapasan mulai dari trakhea sampai bronkhus terminalis tidak

mengalami pertukaran gas dan merupakan area yang dinamakan Anatomical

Dead Space. Awal dari proses pertukaran gas terjadi di bronkhiolus respiratorius.

Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan

paru-paru. Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveoli

merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari

bronkhiolus respiratorus sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2.

Seluruh dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri atas bronkhiolus

respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar saccus (kantong alveolus). Fungsi

utama dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner

dan alveoli.2

II. Intubasi

1. Pengertian Intubasi

Intubasi adalah memasukan pipa ke dalam rongga tubuh melalui mulut

atau hidung. Intubasi terbagi menjadi 2 yaitu intubasi orotrakeal (endotrakeal)

dan intubasi nasotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan

pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottidis dengan mengembangkan

cuff, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara

pita suara dan bifurkasio trakea. Intubasi nasotrakeal yaitu tindakan

memasukan pipa nasal melalui nasal dan nasopharing ke dalam oropharing

sebelum laryngoscopy.1,3

III. Tujuan Intubasi

5

Page 6: Referat Anestesi Danae

Intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut

atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trachea.

Tujuan dilakukannya intubasi yaitu sebagai berikut :

a. Mempermudah pemberian anesthesia.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan

kelancaran pernapasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi lambung (pada keadaan tidak

sadar, lambung penuh dan tidak ada reflex batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakeobronkial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut

IV. Indikasi dan kontraindikasi Intubasi

Indikasi intubasi endotrakeal yaitu mengontrol jalan napas,

menyediakan saluran udara yang bebas hambatan untuk ventilasi dalam jangka

panjang, meminimalkan risiko aspirasi, menyelenggarakan proteksi terhadap

pasien dengan keadaan gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan

yang terjadi, ventilasi yang tidak adekuat, ventilasi dengan thoracoabdominal

pada saat pembedahan, menjamin fleksibilitas posisi, memberikan jarak

anestesi dari kepala, memungkinkan berbagai posisi (misalnya,tengkurap,

duduk, lateral, kepala ke bawah), menjaga darah dan sekresi keluar dari trakea

selama operasi saluran napas, Perawatan kritis : mempertahankan saluran

napas yang adekuat, melindungi terhadap aspirasi paru, kebutuhan untuk

mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal. Kontraindikasi intubasi

endotrakeal adalah : trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi

tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

Intubasi nasotrakeal dapat dilakukan pada pasien-pasien yang akan

menjalani operasi maupun tindakan intraoral. Dibandingkan dengan pipa

orotrakeal, diameter maksimal dari pipa yang digunakan pada intubasi

nasotrakeal biasanya lebih kecil oleh karenanya tahanan jalan napas menjadi

cenderung meningkat. Intubasi nasotrakeal pada saat ini sudah jarang

dilakukan untuk intubasi jangka panjang karena peningkatan tahanan jalan

napas serta risiko terjadinya sinusitis. Teknik ini bermanfaat apabila urgensi

6

Page 7: Referat Anestesi Danae

pengelolaan airway tidak memungkinkan foto servikal. Intubasi nasotrakeal

secara membuta (blind nasotrakeal intubation) memerlukan penderita yang

masih bernafas spontan. Prosedur ini merupakan kontraindikasi untuk

penderita yang apnea. Makin dalam penderita bernafas, makin mudah

mengikuti aliran udara sampai ke dalam laring. Kontraindikasi lain dari

pemasangan pipa nasotrakeal antara lain fraktur basis cranii, khususnya pada

tulang ethmoid, epistaksis, polip nasal, koagulopati, dan trombolisis.

Indikasi intubasi fiber optik yaitu kesulitan intubasi (riwayat sulit

dilakukan intubasi, adanya bukti pemeriksaan fisik sulit untuk dilakukan

intubasi), diduga adanya kelainan pada saluran napas atas, trakea stenosis dan

kompresi, menghindari ekstensi leher (insufisiensi arteri vertebra, leher yang

tidak stabil), resiko tinggi kerusakan gigi (gigi goyang atau gigi rapuh), dan

intubasi pada keadaan sadar.3,4

V. Kesulitan Intubasi

Sehubungan dengan manajemen saluran nafas, riwayat sebelum

intubasi seperti riwayat anestesi, alergi obat, dan penyakit lain yang dapat

menghalangi akses jalan napas. Pemeriksaan jalan napas melibatkan

pemeriksaan keadaan gigi; gigi terutama ompong, gigi seri atas dan juga gigi

seri menonjol. Visualisasi dari orofaring yang paling sering diklasifikasikan

oleh sistem klasifikasi Mallampati Modifikasi. Sistem ini didasarkan pada

visualisasi orofaring. Pasien duduk membuka mulutnya dan menjulurkan

lidah.4,10,11

Klasifikasi Mallampati :

Mallampati 1 : Palatum mole, uvula, dinding posterior oropharing, pilar tonsil

Mallampati 2 : Palatum mole, sebagian uvula, dinding posterior uvula

Mallampati 3 : Palatum mole, dasar uvula

Mallampati 4 : Palatum durum saja

Dalam sistem klasifikasi, Kelas I dan II saluran nafas umumnya diperkirakan

mudah intubasi, sedangkan kelas III dan IV terkadang sulit.

7

Page 8: Referat Anestesi Danae

Selain sistem klasifikasi Mallampati, temuan fisik lainnya telah terbukti

menjadi prediktor yang baik dari kesulitan saluran nafas. Wilson dkk

menggunakan analisis diskriminan linier, dimasukkan lima variable : Berat

badan, kepala dan gerakan leher, gerakan rahang, sudut mandibula, dan gigi ke

dalam sistem penilaian yang diperkirakan 75% dari intubasi sulit pada kriteria

risiko = 2. Faktor lain yang digunakan untuk memprediksi kesulitan intubasi

meliputi :

Lidah besar

Gerak sendi temporo-mandibular terbatas

Mandibula menonjol

Maksila atau gigi depan menonjol

Mobilitas leher terbatas

Pertumbuhan gigi tidak lengkap

Langit-langit mulut sempit

Pembukaan mulut kecil

Anafilaksis saluran napas

Arthritis dan ankilosis cervical

8

Page 9: Referat Anestesi Danae

Sindrom kongenital (Klippel-Feil (leher pendek, leher menyatu), Pierre

Robin (micrognathia, belahanlangit-langit, glossoptosis),Treacher Collins

(mandibulofacialdysostosis)

Endokrinopati (Kegemukan, Acromegali, Hipotiroid

macroglossia,Gondok)

Infeksi (Ludwig angina (abses pada dasar mulut), peritonsillar abses,

retropharyngeal abses,epiglottitis)

Massa pada mediastinum

Myopati menunjukkan myotoniaatau trismus

Jaringan parut luka bakar atau radiasi

Trauma dan hematoma

Tumor dan kista

Benda asing pada jalan napas

Kebocoran di sekitar masker wajah (edentulous, hidung datar, besar wajah

dan kepala, Kumis, jenggot

Nasogastrik tube

Kurangnya keterampilan, pengalaman, atau terburu-buru.

VI. Persiapan intubasi

Persiapan untuk intubasi termasuk mempersiapkan alat‐alat dan

memposisikan pasien. ETT sebaiknya dipilih yang sesuai. Pengisian cuff ETT

sebaiknya di tes terlebih dahulu dengan spuit 10 milliliter. Jika menggunakan

stylet sebaiknya dimasukkan ke ETT. Berhasilnya intubasi sangat tergantung

dari posisi pasien, kepala pasien harus sejajar dengan pinggang anestesiologis

atau lebih tinggi untuk mencegah ketegangan pinggang selama laringoskopi.

Persiapan untuk induksi dan intubasi juga melibatkan preoksigenasi rutin.3,4,5

Persiapan alat untuk intubasi antara lain :

9

Page 10: Referat Anestesi Danae

STATICS

Scope

Yang dimaksud scope di sini adalah stetoskop dan laringoskop.

Stestoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung serta laringoskop

untuk melihat laring secara langsung sehingga bisa memasukkan pipa trake

dengan baik dan benar. Secara garis besar, dikenal dua macam laringoskop:

a. Bilah/daun/blade lurus (Miller, Magill) untuk bayi-anak-dewasa.

b. Bilah lengkung (Macintosh) untuk anak besar-dewasa.

Pilih bilah sesuai dengan usia pasien. Yang perlu diperhatikan lagi adalah

lampu pada laringoskop harus cukup terang sehingga laring jelas terlihat.

10

Page 11: Referat Anestesi Danae

Tube

Yang dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa

trakea mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat

dari bahan standar polivinil klorida. Ukuran diameter pipa trakea dalam

ukuran milimeter. Bentuk penampang pipa trakea untuk bayi, anak kecil, dan

dewasa berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah usia lima tahun, bentuk

penampang melintang trakea hampir bulat, sedangkan untuk dewasa seperti

huruf D. Oleh karena itu pada bayi dan anak di bawah lima tahun tidak

menggunakan kaf (cuff) sedangkan untuk anak besar-dewasa menggunakan

kaf supaya tidak bocor. Alasan lain adalah penggunaan kaf pada bayi-anak

kecil dapat membuat trauma selaput lendir trakea dan postintubation croup.

Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau

melalui hidung (nasotracheal tube). Nasotracheal tube umumnya digunakan

bila penggunaan orotracheal tube tidak memungkinkan, mislanya karena

terbatasnya pembukaan mulut atau dapat menghalangi akses bedah. Namun

penggunaan nasotracheal tube dikontraindikasikan pada pasien dengan farktur

basis kranii.

Ukuran pipa trakea yang tampak pada tabel di bawah ini.

Usia Diameter (mm) Skala French Jarak Sampai

Bibir

Prematur 2,0-2,5 10 10 cm

Neonatus 2,5-3,5 12 11cm

1-6 bulan 3,0-4,0 14 11 cm

½-1 tahun 3,0-3,5 16 12 cm

1-4 tahun 4,0-4,5 18 13 cm

11

Page 12: Referat Anestesi Danae

4-6 tahun 4,5-,50 20 14 cm

6-8 tahun 5,0-5,5* 22 15-16 cm

8-10 tahun 5,5-6,0* 24 16-17 cm

10-12 tahun 6,0-6,5* 26 17-18 cm

12-14 tahun 6,5-7,0 28-30 18-22 cm

Dewasa wanita 6,5-8,5 28-30 20-24 cm

Dewasa pria 7,5-10 32-34 20-24 cm

            Pipa endotrakea adalah suatu alat yang dapat mengisolasi jalan nafas,

mempertahankan patensi, mencegah aspirasi serta mempermudah ventilasi,

oksigenasi dan pengisapan. Pipa endotrakea terbuat dari material silicon PVC

(Polyvinyl Chloride) yang bebas lateks, dilengkapi dengan 15mm konektor

standar. Termosensitif untuk melindungi jaringan mukosa dan memungkinkan

pertukaran gas, serta struktur radioopak yang memungkinkan perkiraan lokasi

pipa secara tepat. Pada tabung didapatkan ukuran dengan jarak setiap 1cm untuk

memastikan kedalaman pipa.

Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea

disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur. Pipa

endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang masih dapat

melalui rima glotis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8 tahun trakea

berbentuk corong, karena ada penyempitan di daerah subglotis (makin kecil makin

sempit). Oleh karena itu pipa endaotrakeal yang dipakai pada anak, terutama

adalah pipa tanpa balon (cuff). Bila dipakai pipa tanpa balon hendaknya dipasang

kasa yang ditempatkan di faring di sekeliling pipa tersebut untuk mencegah

aspirasi untuk fiksasi dan agar tidak terjadi kebocoran udara inspirasi. Bila

intubasi secara langsung (memakai laringoskop dan melihat rima glotis) tidak

berhasil, intubasi dilakukan secara tidak langsung (tanpa melihat trakea) yang juga

disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan menggunakan

laringoskop serat optic.

Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai

pipa dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil dan bayi

pipa tanpa balon lebih baik. Balon sempit volume kecil tekanan tinggi hendaknya

12

Page 13: Referat Anestesi Danae

tidak dipakai karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa trakea. Pengembangan

balon yang terlalu besar dapat dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon

(yang pada balon lunak besar sama dengan tekanan dinding trakea dan jalan

nafas) atau dengan memakai balon tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari

plastik yang tidak iritasif. 

Pemakaian pipa endotrakea sesudah 7 sampai 10 hari hendaknya

dipertimbangkan trakeostomi, bahkan pada beberapa kasus lebih dini. Pada hari

ke-4 timbul kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan kondritis bahkan stenosis

subglotis.

Kerusakan pada laringotrakea telah jauh berkurang dengan adanya

perbaikan balon dan pipa. Jadi trakeostomi pada pasien koma dapat ditunda jika

ekstubasi diperkirakan dapat dilakukan dalam waktu 1-2 minggu. Akan tetapi

pasien sadar tertentu memerlukan ventilasi intratrakea jangka panjang mungkin

merasa lebih nyaman dan diberi kemungkinan untuk mampu berbicara jika

trakeotomi dilakukan lebih dini.

Airway

Airway yang dimaksud adalah alat untuk menjaga terbukanya jalan napas

yaitu pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring

(naso-tracheal airway). Pipa ini berfungsi untuk menahan lidah saat pasien tidak

sadar agar lidah tidak menyumbat jalan napas.

Tape

Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong

atau tercabut.

13

Page 14: Referat Anestesi Danae

Introducer

Introducer yang dimaksud adalah mandrin atau stilet dari kawat yang

dibungkus plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa

trakea mudah dimasukkan.

Connector

Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag valve

mask ataupun peralatan anesthesia.

Suction

Suction yang dimaksud adalah penyedot lender, ludah dan cairan lainnya.

C. Cara Intubasi

Intubasi Endotrakeal

14

Page 15: Referat Anestesi Danae

Sebelum dilakukan intubasi terlebih dahulu dilakukan oksigenasi dengan

menggunakan orotracheal tube atau nasotracheal tube dan bag valve kurang

lebih selama 30 detik.

Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop

dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan

dan lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam

rongga mulut. Gagang diangkat ke atas dengan lengan kiri dan akan terlihat

uvula, faring serta epiglotis.

Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis

diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan

berbentuk huruf V. Tracheal tube diambil dengan tangan kanan dan ujungnya

dimasukkan melewati pita suara sampai balon pipa tepat melewati pita suara.

Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring

ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila

mengganggu, stylet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan

tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa

dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi

dengan plester.

Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu

ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas

kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa

endotrakeal. Bila terjadi intubasi endotrakeal yang terlalu dalam akan terdapat

tanda‐tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri,

kadang‐kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan

nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik

sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke

daerah esofagus maka daerah epigastrium atau gaster akan mengembang,

terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang‐kadang keluar cairan

15

Page 16: Referat Anestesi Danae

lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal

tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan

oksigenasi yang cukup.6

 

 

16

Page 17: Referat Anestesi Danae

Intubasi yang gagal tidak harus dilakukan berulang-ulang dengan cara

yang sama.  Perubahan harus dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan

keberhasilan, seperti reposisi pasien, mengurangi ukuran tabung,

menambahkan stylet, memilih pisau yang berbeda, mencoba jalur lewat

hidung, atau meminta bantuan dari ahli anestesi lain. Jika pasien juga sulit

untuk ventilasi dengan masker, bentuk alternatif manajemen saluran napas lain

(misalnya, LMA, Combitube, cricothyrotomy dengan jet ventilasi,

trakeostomi) harus segera dilakukan.5,6

Intubasi Nasotrakeal

Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa NTT masuk

lewat hidung dan nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan

laringoskopi. Lubang hidung yang dipilih dan digunakan adalah lubang

hidung yang pasien bernafas lebih gampang. Tetes hidung phenylephrine (0,5

– 0,25%) menyebabkan pembuluh vasokonstriksi dan menyusutkan membran

mukosa. Jika pasien sadar, lokal anestesi secara tetes dan blok saraf dapat

digunakan.

NTT yang telah dilubrikasi dengan jelly yang larut dalam air,

dimasukkan ke dasar hidung, dibawah turbin inferior. Bevel NTT berada disisi

lateral jauh dari turbin. Untuk memastikan pipa lewat di dasar rongga hidung,

ujung proksimal dari NTT harus ditarik ke arah kepala. Pipa secara berangsur-

17

Page 18: Referat Anestesi Danae

angsur dimasukan hingga ujungnya terlihat di orofaring. Umumnya ujung

distal dari NTT dapat dimasukan pada trachea tanpa kesulitan. Jika ditemukan

kesulitan dapat diguankan forcep Magil. Penggunaannya harus dilakukan

dengan hati-hati agar tidak merusakkan balon. Memasukkan NTT melalaui

hidung berbahaya pada pasien dengan trauma wajah yang berat disebabkan

adanya resiko masuk ke intrakranial.7

D. Ekstubasi Perioperatif

Setelah operasi berakhir, pasien memasuki prosedur pemulihan yaitu

pengembalian fungsi respirasi pasien dari nafas kendali menjadi nafas

spontan. Sesaat setelah obat bius dihentikan segeralah berikan oksigen 100%

disertai penilaian apakan pemulihan nafas spontan telah terjadi dan apakah ada

hambatan nafas yang mungkin menjadi komplikasi. Bila dijumpai hambatan

nafas, tentukaan apakah hambatan pada central atau perifer. Teknik ekstubasi

pasien dengan membuat pasien sadar betul atau pilihan lainnya pasien tidak

sadar (tidur dalam), jangan lakukan dalam keadaan setengah sadar ditakutkan

adanya vagal refleks. Bila ekstubasi pasien sadar, segera hentikan obat-obat

anastesi hipnotik maka pasien berangsu-angsur akan sadar. Evaluasi tanda-

tanda kesadaran pasien mulai dari gerakan motorik otot-otot tangan, gerak

dinding dada, bahkan sampai kemampuan membuka mata spontan. Yakinkan

pasien sudah bernafas spontan dengan jalan nafas yang lapang dan saat

inspirasi maksimal. Pada ekstubasi pasien tidak sadar diperlukan dosis

pelumpuh otot dalam jumlah yang cukup banyak, dan setelahnya pasien

menggunakan alat untuk memastikan jalan nafas tetap lapang berupa pipa

orofaring atau nasofaring dan disertai pula dengan triple airway manuver

standar.8,9

Syarat-syarat ekstubasi :

1. Vital capacity 6 – 8 ml/kg BB.

2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O.

3. PaO2 diatas 80 mm Hg.

4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil.

5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot.

18

Page 19: Referat Anestesi Danae

6. Reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh.

E. Komplikasi

Tatalaksana jalan napas merupakan aspek yang fundamental pada

praktik anestesi dan perawatan emergensi. Intubasi endotrakeal termasuk

tatalaksana yang cepat, sederhana, aman dan teknik nonbedah yang dapat

mencapai semua tujuan dari tatalaksana jalan napas yang diinginkan, misalnya

menjaga jalan napas tetap paten, menjaga paru-paru dari aspirasi, membuat

ventilasi yang cukup selama dilakukan ventilasi mekanik, dan sebagainya.

Faktor-faktor predisposisi terjadinya komplikasi pada intubasi

endotrakeal dapat dibagi menjadi :

Faktor pasien

1. Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena

memiliki laring dan trakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema

pada jalan napas.

2. Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.

3. Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat

menimbulkan kesulitan saat dilakukan intubasi atau cenderung

mendapatkan trauma fisik atau fisiologis selama intubasi.

4. Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi.

Faktor yang berhubungan dengan anestesia

1. Ilmu pengetahuan, teknik keterampilan dan kemampuan menangani situasi

krisis yang dimiliki anestesiologis memiliki peranan penting terjadinya

komplikasi selama tatalaksana jalan napas.

2. Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau persiapan

pasien dan peralatan yang adekuat dapat menimbulkan kegagalan dalam

intubasi.9,10

Faktor yang berhubungan dengan peralatan

1. Bentuk standar dari endotracheal tube (ETT) akan memberikan tekanan

yang maksimal pada bagian posterior laring. Oleh sebab itu, kerusakan

19

Page 20: Referat Anestesi Danae

yang terjadi pada bagian tersebut tergantung dari ukuran tube dan durasi

pemakaian tube tersebut.

2. Pemakaian stilet dan bougie merupakan faktor predisposisi terjadinya

trauma.

3. Bahan tambahan berupa plastik dapat menimbulkan iritasi jaringan.

4. Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan

toksik berupa etilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat.

5. Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera atau kaf dengan

tekanan yang rendah dapat pula menimbulkan cedera jika ditempatkan di

bagian yang tidak tepat.

Kesulitan menjaga jalan napas dan kegagalan intubasi mencakup

kesulitan ventilasi dengan sungkup, kesulitan saat menggunakan laringoskopi,

kesulitan melakukan intubasi dan kegagalan intubasi. Situasi yang paling

ditakuti adalah tidak dapat dilakukannya ventilasi maupun intubasi pada

pasien apnoe karena proses anestesi. Kegagalan dalam oksigenasi dapat

menyebabkan kematian atau hipoksia otak.

Krikotirotomi (bukan trakeostomi) merupakan metode yang dipilih

ketika dalam keadaan emergensi seperti pada kasus cannot-ventilation-cannot-

intubation (CVCI). 10,11

Tabel Komplikasi pada ETT

Komplikasi pada ETT

Saat Intubasi Saat ETT Sudah Digunakan

Kegagalan intubasi Tension pneumotoraks

Cedera korda spinalis dan kolumna

vertebralis

Aspirasi pulmoner

Oklusi arteri sentral pada retina dan kebutaan Obstruksi jalan napas

Abrasi kornea Diskoneksi

Trauma pada bibir, gigi, lidah dan hidung Tube trakeal

Refleks autonom yang berbahaya Pemakaian yang tidak nyaman

Hipertensi, takikardia, bradikardia dan

aritmia

Peletakan yang lemah

20

Page 21: Referat Anestesi Danae

Peningkatan tekanan intrakranial dan

intraocular

ETT yang tertelan

Laringospasme

Bronkospasme

Trauma laring

Avulsi, fraktur dan dislokasi arytenoids

Perforasi jalan napas

Trauma nasal, retrofaringeal, faringeal, uvula,

laringeal, trakea, esofageal dan bronkus

Intubasi esophageal

Intubasi bronchial

Selama Ekstubasi Setelah Intubasi

Kesulitan ekstubasi Suara mendengkur

Kesulitan melepas kaf Edema laring

Terjadi sutura ETT ke trakea atau bronkus Suara serak

Edema laring Cedera saraf

Aspirasi oral atau isi gaster Ulkus pada permukaan laring

Granuloma laring

Jaringan granulasi pada glotis dan

subglotis

Sinekiae laring

Paralisis dan aspirasi korda vokal

Membran laringotrakeal

Komplikasi pada ETT

Saat Intubasi Saat ETT Sudah Digunakan

Stenosis trakea

Trakeomalacia

Fistula trakeo-esofageal

Fistula trakeo-innominata

21

Page 22: Referat Anestesi Danae

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut

atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trachea.

Tujuannya adalah pembebasan jalan nafas, pemberian nafas buatan dengan

bag and mask, pemberian nafas buatan secara mekanik (respirator)

memungkinkan pengisapan secret secara adekuat, mencegah aspirasi asam

lambung dan pemberian oksigen dosis tinggi.

Airway merupakan komponen terpenting dalam menjaga keadaan vital

pasien, sehingga dalam keadaaan gawat darurat komponen inilah yang

pertama kali dipertahankan. Salah satu cara menjaga patensi saluran napas

(airway) tersebut adalah dengan intubasi. Sehingga teknik intubasi harus

dikuasai dengan benar dari mulai indikasi sampai dengan komplikasi-

komplikasinya.

22

Page 23: Referat Anestesi Danae

DAFTAR PUSTAKA

1. Desai,Arjun M.2010. Anesthesiology . Stanford University School of

Medicine. Diakses dari: http://emedicine.medcape.com. Accessed on April

12th 2014

2. Adams L George, boies L, dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 .

Penerbit BukuKedokteran EGC. Jakarta 1997

3. Latief, Said A, Kartini A. Suryadi dan M. Ruswan Dachlan. 2001. Petunjuk

Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI:

Jakarta. Universitas Indonesia. 2007; 2.p:3-45.

4. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Airway Management. In : Morgan GE, 

Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology 4th ed. USA, McG

raw‐Hill Companies, Inc.2006, p. 98‐06.

23

Page 24: Referat Anestesi Danae

5. Gisele de Azevedo Prazeres,MD., (2002), Orotracheal Intubation, available at

http://www.medstudents.com/orotrachealintubation/medicalprocedures.html.

accessed on April, 12th 2014.

6. Greenberg MS, Glick M. Burket’s oral medicine diagnosis and treatment. 10th ed.

Ontario: BC Decker Inc, 2003: 94,126, 612

7. Kociszewski C, Thomas SH, Harrison T, et al. Etomidate versus

succinylcholine for intubation in the air medical setting. Am J Emerg Med.

2000;18:757-763

8. Schmitt H, Buchfelder M, Radespiel-Troger M, et al. Difficult intubation in

acromegalic patients: incidence and probability. Anesthesiology.

2000;93:110-114

9. Friedland DR, et all. Bacterial Colonization of Endotracheal Tubes in

Intubated Neonatal in Arch Otolaringol Head and Neck Surg 2001;127:525-

528. Available at: http://www.archoto.com. Accessed on April 12th 2014.

10. Gregory GA, Riazi J. Classification and assessment of the difficult pediatric

airway. Anesth Clin North Am. 1998;16:729-741.

11. Gamawati, Dian Natalia dan Sri Herawati. 2002. Trauma Laring Akibat

Intubasi Endotrakeal. Available at  http://ojs.lib.unair.ac.id. Accessed on

April 12th 2014.

24