referat barret

38
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………….….…..1 DAFTAR TABEL…. …………………………………………………………………………………......2 DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………………………..……….2 BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………….…………… 3 BAB II. INSIDEN, FAKTOR RISIKO DAN PATOFISIOLOGI SERTA MEKANISME MOLEKULER 2.1. Insiden……………………………………….……………………..……….….…5 2.2. Faktor Risiko……...…………………………………………………….….……..8 2.3. Patofisiologi Barret’Esofagus…………………………… .…. ……………..9 2.4. Patogenesis Barret’s Esofagus…………………………………………………..12 2.5. Klasifikasi Berdasarkan Endoskopi……………………………………………..13 BAB III.. GEJALA KLINIS, DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN 3.1.Gejala Klinis…………………………………………………………..................15 3.2.Diagnosis…………………………………………………………………………15 3.3.Penatalaksanaan………………………………………………………………….17 BAB IV. DAMPAK KLINIS DAN PENATALAKSANAAN 4.1.Dampak Klinis………………………………………………………….…….….18 4.2.Penatalaksanaan…………………………………………………………...…......18 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan …..…………..……………….…………………………….………22 5.2. Saran……. ………………………………………………………...…….………22 1

Upload: harman-paembong

Post on 14-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Barret

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………….….…..1

DAFTAR TABEL…. …………………………………………………………………………………......2

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………………………..……….2

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………….…………… 3

BAB II. INSIDEN, FAKTOR RISIKO DAN PATOFISIOLOGI SERTA MEKANISME

MOLEKULER

2.1. Insiden……………………………………….……………………..……….….…5

2.2. Faktor Risiko……...…………………………………………………….….……..8

2.3. Patofisiologi Barret’Esofagus…………………………… .….……………..9

2.4. Patogenesis Barret’s Esofagus…………………………………………………..12

2.5. Klasifikasi Berdasarkan Endoskopi……………………………………………..13

BAB III.. GEJALA KLINIS, DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

3.1.Gejala Klinis…………………………………………………………..................15

3.2.Diagnosis…………………………………………………………………………15

3.3.Penatalaksanaan………………………………………………………………….17

BAB IV. DAMPAK KLINIS DAN PENATALAKSANAAN

4.1.Dampak Klinis………………………………………………………….…….….18

4.2.Penatalaksanaan…………………………………………………………...…......18

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan …..…………..……………….…………………………….………22

5.2. Saran……. ………………………………………………………...…….………22

DAFTAR PUSTAKA

1

Page 2: Referat Barret

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

TABEL.

Tabel 1. Insiden Barret’s Esofagus di Negara Asia…………………………………….7

Tabel 2. Penelitian-penelitian terapi endoskopik: hasil, keuntungan dan keterbatasan.…19

GAMBAR.

Gambar. 1. Insiden long segmen dan short segmen barret’s esofagus dari sejumlah hasil

Endoskopi pasien Olmsted County Minnesota dari tahun 1965 sampai

1995…………………………………………………………………………………….….6

Gambar. 2. Angka kejadian pasien Barret’s esofagus yang berkorelasi dengan Umur…...8

Gambar. 3. Patogenesis Barret’s Esofagus yang multifaktor. Gabungan dari komponen

lumen serta inflamasi esofagus yang menghasilkan suatu lingkungan mikro yang

potensial, melibatkan stres oksidatif , produksi sitokin dan peningkatan kinetik sel, yang

secara bersamaan merangsang perubahan menjadi metaplasia………… ……..……11

Gambar. 4. Rekomendasi strategi pengawasan Barret’s esophagus…………………….16

Gambar. 5. Algoritma Penatalaksanaan Barret’s Esofagus……………………………...20

2

Page 3: Referat Barret

BAB.I

PENDAHULUAN

Barret’s esofagus ialah suatu kondisi dimana terjadinya metaplasia epitel kolumnar yang

menggantikan epitel skuamous pada distal esofagus. Pada sebahagian besar kasus merupakan

lanjutan dari refluk esofagitis, yang merupakan faktor risiko terhadap adenokarsinoma esofagus

dan adenoma gastro-esofageal junction.1

Angka kejadian Barret esofagus pada populasi umum diperkirakan berkisar antara 1,6 -1,7 %.

Pada sensus tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan hampir mencapai 3,3 juta individu yang

mengalami kondisi seperti ini. Pada penderita GERD angka kejadian Barret Esofagus lebih tinggi,

mencapai kurang lebih 5-10%. Penderita GERD berat seperti esofagitis erosif, angka kejadian barret

esophagus mencapai 10%, sedangkan penderita striktur peptik esofagus angka kejadiannya hampir

30%. Barret esofagus lebih banyak mengenai pria dibandingkan wanita, dengan perbandingan rasio

3:1. 2,3

Barret’s esofagus paling banyak dijumpai pada kelompok umur 55 sampai 65 tahun, penyakit

ini lebih sering dijumpai pada ras kulit putih. Obesitas, perokok dan peminum alcohol merupakan

faktor risiko untuk terjadinya barrett’s esofagus.5,6,7

Identifikasi dan terapi barrett’s esofagus saat ini masih menjadi perdebatan yang menarik.

Barret’s esofagus berkaitan erat dengan gastroesofageal refluk dan merupakan factor risiko yang

paling banyak terhadap adenokarsinoma esofagus. Penderita barret’s esofagus mempunyai risiko

40 kali lebih besar jika dibandingkan dengan populasi umum.5,7

Kanker Barret’s esofagus berkembang sangat cepat disebagian Negara Barat. Di Negara

asia, sebagian besar kanker esofagus berupa karsinoma sel squamous bukan adenokarsinoma. Saat ini

peningkatan jumlah kasus barret’s esofagus yang berlanjut menjadi kanker barret’s semakin tinggi di

Negara asia, seiring dengan peningkatan jumlah kasus Barret’s esofagus di Negara asia.9

Barret’s esofagus long-segment di Negara asia angka kejadiannya lebih sedikit dibandingkan

dengan Negara-negara Barat, akan tetapi barret’esofagus short-segment sering ditemukan. Pada

penelitian epidemiologi, evaluasi angka kejadian barret’s esofagus dibatasi oleh kurang mampunya

pengamat dalam mendiagnosis. Kriteria baku diagnosis endoskopi Barret’s esofagus pada pasien di

asia, terutama barret’s esofagus short-segment harus segera ditetapkan secepat mungkin. Angka

3

Page 4: Referat Barret

kejadian hiatal hernia yang tinggi disertai dengan penurunan kasus infeksi Helicobakter pylori

mungkin akan meningkatkan jumlah kasus barret’s esofagus yang berlanjut menjadi kanker Barret’s

di Negara Asia di masa depan. Oleh karena itu strategi managemen barret’s esofagus di Negara Asia

harus segera di buat.8,9

4

Page 5: Referat Barret

BAB.II

INSIDEN, FAKTOR RISIKO, DAN PATOFISIOLOGI SERTA MEKANISME

MOLEKULER

2.1. Insiden

Insiden barret’s esofagus pada orang ras kulit putih di Negara maju tidak begitu berbeda

dalam dua dekade terakhir. Penelitian berdasarkan dua penelitian yang dipublikasikan pada tahun

1990 dan tahun 2005. Penelitian pertama dilaporkan di Minnesota dimana populasi sebahagian besar

ras Skandinavia, German dan dan keturunan Eropa lainnya. Pada penelitian kedua dari Swedia yang

populasinya lebih banyak. Dengan demikian epidemiologinya dapat diperkirakan lebih akurat karena

semua bagian kelompok termasuk.5

Pada tahun 1980 dilakukan autopsi spesimen esofagus terhadap orang yang meninggal di

Minnesota, penelitian dilakukan secara prospektif selama 18 bulan dari tahun 1986 sampai 1987.

Spesimen biopsi dipilih dari esofagus yang paling kurang mempunyai 3 cm mukosa yang berwarna

salmon. Dengan demikian inilah permulaan insiden segmen pendek dari barret’s esofagus dan

metaplasia intestinal kardia. Dari 733 orang yang di autopsy, ditemukan 7 orang mengalami barret’s

esofagus, umur dan jenis kelamin berkaitan, dengan 376 per 100 000 kasus segmen panjang barret’s

esofagus atau 0,34 %.5

Insiden gabungan segmen pendek dan segmen panjang barret’s esofagus serta metaplasia

intestinal kardia pertama kali dilaporkan di Swedia tahun 2005 pada Swedish Population-Based

Study, dengan total populasi 21 610 orang. Dari sejumlah 21610 hanya 1000 0rang yang dapat

dilakukan endoskopi, yang mana ditemukan 5 orang yang telah mengalami metaplasia intestinal

dengan sel goblet kurang lebih 2 cm. oleh karena peneliti tidak melaporkan insiden barret’s esofagus

maka tidak dapat dilakukan perbandingan insiden barret’ esofagus dengan hasil autopsy tahun 1987

dari Minnesota. Secara keseluruhan insiden barret’esofagus termasuk metaplasia intestinal adalah 1,6

%.5

Walaupun jumlah orang yang mengalami barret’s esofagus mengalami peningkatan selama

tiga dekade ini, namun ini tidak mencerminkan terhadap insiden barret’’s esofagus. Peningkatan ini

mungkin, pertama karena peningkatan pengetahuan mengenai barret’s esofagus, terutama short

segment barret’s esofagus dan kemudian peningkatan penggunaan endoskopi sebagai alat deteksi.5

5

Page 6: Referat Barret

Gambar. 1. Insiden long segmen dan short segmen barret’s esofagus dari sejumlah hasil Endoskopi pasien Olmsted County Minnesota dari tahun 1965 sampai 1995,5

Pada dua penelitian prospektif terhadap pasien yang bersedia dilakukan endoskopi, pada

penelitian pertama 8 % subjek yang dilaporkan mempunyai riwayat heartburn menderita barret’s

esofagus, dibandingkan dengan pasien tanpa gejala GERD yang hanya 6 % menderita barret’s

esofagus (Rex dkk,2003). Penelitian kedua barret’s esofagus dijumpai sekitar 20 % pada pasien yang

mempunyai gajala refluk sedangkan yang tanpa gejala hanya 15 % (Ward dkk,2006). Pada penelitian

ini laki-laki dua kali lebih besar menderita Barret’s Esofagus dibandingkan pada wanita ,22%

banding 11%(Cook dkk,2005) .3

Barret’ esofagus dibagi berdasarkan panjang segmen yang dikenai. Short segmen biasanya di

difinisikan sebagai metaplasia intestinal distal esofagus yang kurang dari 3 cm. sedangkan long

segmen barret’s esofagus berdasarkan pada panjangnya yang 3 cm atau lebih. Short segmen hampir

tiga kali lebih sering dibandingkan dengan long segmen,(Hirota dkk,1999; Csendes dkk 2003;

Hannah dkk 2006). panjangnya long segmen berkaitan dengan paparan asam lambung yang sering.

(Fass dkk,2001).3

6

Page 7: Referat Barret

ixTabel.1. Insiden Barret’s Esofagus di Negara Asia.,9

LSBE = Long segment Barret’s esophagus, SSBE=Short segment Barret’s esophagus.

Insiden Barret’s esofagus long-segment di Asia rendah ( <1% dari seluruh pasien Barret’s

Esofagus), sebaliknya Barret’ esofagus short-segment tinggi lebih dari 96% dari seluruh pasien

Barret’s esofagus.

7

Page 8: Referat Barret

2.2. Faktor risiko

2.2.1. Umur

Barret’s esofagus merupakan kelainan yang di dapat, dengan demikian insiden barret’s

esofagus bertambah sesuai dengan umur. Rerata umur pada saat diagnosis klinis ditegakkan ialah 63

tahun. Barret’s esofagus long segmen jarang ditemukan pada anak-anak. Penelitian kohor baru-baru

ini mendapatkan 8 dari 166 anak yang mendapatkan terapi jangka panjang penghambat pompa proton

menderita barret’s esofagus, sebagian besar anak yang usianya lebih dari 11 tahun yang menderita

kelainan status mental atau refluk gastroesofageal yang disertai faktor predisposisi seperti Down’s

Syndrome atau Serebral Palsi.5

Pada penelitian yang dilakukan, didapatkan perubahan angka kejadian Barret’s esofagus

( dimana 99% ialah Barret’s esofagus short-segment) berkaitan dengan umur, dimana paling banyak

dijumpai pada pasien yang berumur diatas 70 tahun dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Dari

penemuan ini diduga bahwa patofisiologi barret’s esofagus mungkin berbeda antara pasien di Negara

asia (Terutama short-segment) dengan pasien di Negara Barat (terutama Long-segment).8,9

Gambar.2. Angka kejadian pasien Barret’s esofagus yang berkorelasi dengan Umur.,9

2.2.2. Jenis Kelamin

Pada penelitian di Mayo Clinic pada pasien yang dilakukan endoskopi antara tahun 1976

sampai dengan tahun1989, mendapatkan bahwa barret’s esofagus long segmen lebih banyak dua kali

pada pria dibandingkan wanita. Penelitian multisenter Italian Study dari tahun 1987 sampai 1989,

barret’s esofagus 2,6 kali lebih sering dijumpai pada pria dibandingkan pada wanita.8,9

8

Page 9: Referat Barret

2.2.3. Geografik dan etnik

Barret’s esofagus long segmen paling sering didapat di Negara barat namun kurang

dibandingkan dengan Negara lain seperti di jepang misalnya. Dari penelitian retrospektif cross-

sectional cohort study terhadap 2100 orang (37,7 kulit putih,11,8 kulit hitam,22,2 hispanik) yang

dilakukan endoskopi dari tahun 2005 sampai 2006, didapatkan pada kulit putih 6,1 % menderita

barret’s esofagus sedangkan kulit hitam 1,6 % dan hispanik 1,7 %.8,9

2.2.4.Refluk

Sekitar 15 sampai 20 % orang dewasa di Amerika Serikat dilaporkan pernah mangalami

heartburn paling tidak sekali dalam seminggu, dan sekitar 7 % mengalami gejala seperti ini setiap

hari. Pada orang yang mempunyai gejala GERD , 3 sampai 7 % didapati barret’s esofagus long

segmen pada saat dilakukan endoskopi. Namun sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai gejala

GERD hanya 1% yang didapati barret’s yang osefagus long segmen. 6

Dari suatu penelitian yang dilakukan terhadap semua pasien yang mengeluhkan heartburn

paling kurang dua kali dalam seminggu, didapati barret’s esofagus short segmen pada 7 pasien dari

378 pasien (1,8%) yang dilakukan endoskopi. Pada suatu penelitian potong-lintang didapati pasien

dengan barret’s esofagus short segmen lebih sering mengeluhkan gejala refluk.6

2.3. Patofisiologi Barret’s Esofagus

Barret’s esofagus merupakan penyakit yang didapat dimana terjadi perubahan epitel

kolumnar dari epitel skuamous yang normal pada distal esofagus. Hernia Hiatal, kelemahan spinkter

esofageal bawah serta abnormalitas paparan asam di esofageal sering dijumpai pada pasien barret’s

esofagus dibandingkan dengan orang sehat yang normal pada kontrol dan pasien dengan esofagitis.

Saat ini dididuga hernia hiatal dan kelemahan spinter bawah esofagus sebagai pencetus refluk yang

berlebihan dan refluk yang berlebihan merupakan penyebab awal metaplasia dari sel skuamous

menjadi sel kolumnar.6,9,10

Sebagian besar pasien penderita barrett’s metaplasia mengalami refluk asam yang berlebihan

di distal esofagus, bahkan adanya hubungan langsung antara lamanya paparan asam terhadap

esofagus dan derajat kerusakan mukosa. Peningkatan paparan asam terhadap esophagus merupakan

penyebab utama defek mekanik pada spinkter bawah esofagus, serta menurunkan irama kontraksi

esophageal bawah. Gangguan motilitas esofagus menyebabkan terhambatnya pembersihan material

refluk dan memperlama waktu kontak antara material refluk dengan mukosa esofagus.6,7,8

9

Page 10: Referat Barret

Data-data eksperimental menyatakan bahwa asam saja tidak merusak mukosa esofagus, akan

tetapi kombinasi dengan pepsinlah yang memperberat kerusakan mukosa. Refluk asam lambung

tidak merupakan pencetus utama terhadap metaplasia intestinal tetapi berperan terhadap metaplasia

kolumnar. Material duodenal seperti enzim pancreas, garam empedu serta lysolesitin diyakini

memegang peranan penting terhadap terjadinya metaplasia intestinal dan degenerasi malignan.

Pengaruh kerusakan mukosa dari refluk duodenal pada mukosa esofagus didapat dari studi-studi

klinis dan eksperimental. Mekanisme kerusakan mukosa oleh pepsin dan tripsin berkaitan dengan

sifat proteolitiknya. Pepsin dan tripsin sangat cocok dalam lingkungan PH asam ang mempengaruhi

subtansi intersel sehingga menyebabkan kerontokan sel epitel. Asam empedu terutama

mempengaruhi membran sel dan organ intrasel. Tampaknya asam diperlukan untuk mengaktifkan

material perusak seperti pepsinogen atau memperkuat kemampuan garam empedu memasuki

mukosa. Hal ini terlihat jelas pada observasi terhadap pasien yang mengalami refluk ganda dari asam

lambung dan asam material dari duodenal mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap kerusakan

mukosa esofagus. Pada lingkungan PH yang netral garam empedu dekonyugasi lebih merusak

dibandingkan dengan yang konyugasi. Terapi supresi asam mengakibatkan berkembangnya bakteri

yang mencetuskan dekonyugasi asam empedu di lambung. Pada asam yang normal asam empedu

tidak terkonyugasi mengendap, namun pada saat supresi asam lambung terjadi, asam empedu tidak

terkonyugasi berbentuk cairan dan berkontribusi terhadap kerusakan mukosa esofagus.6,9,10

Inflamasi yang disebabkan oleh refluk kronik bisa jadi berperan penting terjadinya

lingkungan disekitar sel dimana Barret’s esofagus timbul. Mukosa esofagus dirusak oleh asam dan

garam empedu yang umumnya diinfiltrasi oleh sel-sel inflamasi. Infiltrasi oleh sel inflamasi akut

diikuti oleh limfosit T terutama di daerah metaplasia. Infiltrasi sel T selalu ada pada Barret’s

Esofagus yang dilakukan endoskopi terapi ablasi, namun tidak dijumpai pada epitel skuamus yang

baru. Dengan demikian diduga limfosit T merupakan bagian yang penting dalam mempertahankan

jaringan metaplasia.9,10

10

Page 11: Referat Barret

Gambar.3. Patogenesis Barret’s Esofagus yang multifaktor. Gabungan dari komponen lumen

serta inflamasi esofagus yang menghasilkan suatu lingkungan mikro yang potensial,

melibatkan stres oksidatif , produksi sitokin dan peningkatan kinetik sel, yang secara

bersamaan merangsang perubahan menjadi metaplasia.,8

Infiltrasi sel inflamasi mengakibatkan timbul produksi reactive oxygen species (ROS),

walaupun produksi ROS sudah dikenal pada mukosa pasien dengan Barret’s esophagus dan/ataupun

esofagitis, namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara keduanya. ROS dapat mengakibatkan

pengaruh biologis yang berlebihan pada sel termasuk sel yang berperan terhadap siklus

perkembangan sel, tranduksi sinyal, degradasi protein serta penghancuran DNA.9,10

ROS merangsang produksi sitokin yang mengstimulasi proliferasi epitel, survival serta

migrasi. Sitokin dihasilkan oleh sel inflamasi epitel barret’s melalui respon inflamasi yang berupa

growt factor-β, interleukin-1β, IL-10, IL-4, interferon-γ serta TNF-α. Hal ini mungkin

dikarenakan profil spesifik sitokin mungkin terlibat pada respon mukosa terhadap refluk.9,10

11

Page 12: Referat Barret

Individu yang mengalami esofagitis akan memberikan respon inflamasi akut dimana

terdapatnya sitokin proinflamasi tipe Th-1 dengan peningkatan kadar IL-1β, IL-8 dan IFN-γ. Jenis

respon ini berkaitan dengan respon imun seluler terhadap infeksi serta keganasan. Sitokin tipe Th-2

meningkatkan IL-10 dan IL-4 yang berkaitan dengan barret’s esofagus. IL-4 merangsang metaplasia

sel goblet dan gene musin pada sel epithelial saluran pernapasan.9,10

2.4. Patogenesis Barret’s Esofagus.

Barret’s esofagus terbentuk dari perjalanan GERD. Penelitian-penelitian menunjukkan pasien

Barret’s esofagus mempunyai gejala GERD yang cukup lama, semakin lama semakin tinggi

kemungkinan terjadinya perubahan onset yang spesifik. Factor risiko adalah refluk yang lama lebih

dari lima tahun, umur diatas 50 tahun serta laki-laki. penelitian di Swedia melaporkan bahwa barret’s

esofagus pada 40% yang mengalami gejala GERD lebih dari sepuluh tahun. 10

GER secara merupakan kumpulan dari gejala klinis dan refluk yang menyebabkan perubahan

morfologi secara makroskopi pada mukossa esofagus. Perubahan klinis dan morfologi dapat

ditemukan pada saat yang sama, atau penderita hanya mengalami keluhan subjektif.perubahan

mukosa pada endoskopik bias jadi merupakan dasar keluhan pada penderita. Apabila ditemukan

perubahan morfologi maka diagnosisnya ialah refluk esofagitis. Barret’s esofagus disebabkan oleh

refluk, apakah ada gejala atau tidak atau apakah disebabkan oleh perubahan esofagitis atau tidak.10

Refluk gastroesofageal dipengaruhi oleh beberapa factor : nutrisi, obat-obatan, perokok,

obesitas, kehamilan, hernia hiatal dan pembedahan. Semuanya saling berkaitan antara satu dengan

yang lain terhadap mekanisme fisiologis anti refluk. oleh karena itu hiatus diafragma dan tekanan

spinter esophageal bawah (LES) merupakan komponen anatomis antirefluk utama. Sebagian besar

penderita barret’s esofagus didapati tekanan LES yang rendah (normal 20- 25mmHg) atau dijumpai

periode relaksasi. Tonus LES dipengaruhi oleh makanan : protein dan gula meningkatkan tonus,

sedangkan lemak, obat seperti teophilin, kalsium channel blocker, alcohol dan perokok berat

menurunkan tonus LES.10

Motilitas esofagus meningkat pada GERD. Hampir sepertiganya didapati gelombang

amplitude yang lebih pendek dan kurang. Ini merupakan efek negatif bagi mekanisme bersihan

esofagus. Komponen lain yang penting ialah saliva. Penurunan sekresi saliva pada perokok berperan

penting terhadap mekanisme GERD.10,11

12

Page 13: Referat Barret

Gangguan motilitas lambung dan perlambatan pengosongan lambung meningkatkan tekanan

dalam lambung, sehingga mencetuskan hipersekresi dan agresifitas refluk. Makan berlebihan dan

konsumsi minuman yang mengandung gas juga menyebabkan efek yang sama. Stenosis duodenum

berkaitan erat dengan esofagitis berat.10

Sifat agresif material refluk merupakan komponen pathogenesis yang penting. Penderita

ulkus dengan hipersekresi asam sering mengakibatkan esofagitis. Refluk duodenum-gastrik yang

mengeluarkan cairan duodenum yang banyak mengandung asam empedu dan enzim pancreas

memperparah cedera esofagus. Tampaknya evolusi pada barret’s esofagus terutama bergantung

pada adanya asam empedu beserta isi yang dikandungnya.10

Sangat jelas bahwa agresifitas bergantung pada komposisi cairan refluk. Asam hidroklorida

merupakan penyebab metaplasia kolumnar paling banyak. Bentuk mukosa tipe lambung terdapat di

esofagus. Lesi esofagitis kemungkinan disebabkan oleh pepsin yang teraktifasi di lingkungan asam.

Namun demkian metaplasia intestinal dapat juga disebabkan oleh komponen lainnya seperti tripsin

pancreas atau asam empedu. Peneltian yang dilakukan pada cairan refluk mendapatkan asam empedu

konyugasi, taurocholik dan glicocholic yang berupa dehidrosikolate, taurodeoksikolate dan

deoksikolate pada penderita barret’s esofagus. Aksi asam empedu taurokonyugasi dan tak

terkonyugasi kemungkinan meningkat dengan adanya asam hidroklorida.10,12,13

Faktor pathogenesis yang berperan penting ialah sensitifitas mukosa esofagus terhadap cairan

refluk. Namun demikian perubahan morfologi tidak berkaitan erat dengan beratnya refluk, akan

tetapi bergantung pada sensitifitas individu. Resistensi mukosa atau kelemahan mukosa bergantung

pada sejumlah faktor seperti asupan darah, pergantian sel. Epithelial growth factor, kekuatan ikatan

intersel. Obat-obatan (NSAID) cenderung menimbulkan lesi mukosa esofagus.10

2.5. Klasifikasi Berdasarkan Endoskopi.

Klasifikasi Barret’s esofagus berdasarkan ukuran pada endoskopi dan biopsi dibagi kedalam

tiga katagori : Barrets esofagus long segmen, short segmen dan metaplasia kardia intestinal (CIM).

Sebelumnya Barret’s esofagus dibedakan panjangnya segmen barret esophagus secara endoskopi (≥ 3

cm atau ≤ 3 cm), sedangkan metaplasia kardia intestinal didiagnosis berdasarkan pada tidak dijumpai

mukosa kolumnar esofagus tetapi dijumpai metaplasia intestinal jika biopsi dilakukan dibawah

gastroesofageal junction (GEJ). Batasan 3 cm yang digunakan sebelumnya pada Barret’s esofagus

13

Page 14: Referat Barret

dimulai pada tahun 1970 untuk mencegah terjadinya over diagnosis akibat kegagalan mengenal

herniasi lambung pada saat endoskopi dan juga disebabkan mukosa kolumnar esofagus normal 1-2

cm pada distal esofagus. Ukuran barret’ esofagus tidak berhubungan secara signifikan dengan risiko

adenokarsinoma. Klasifikasi Barret’ esophagus kedalam long segmen dan short segmen mungkin

kurang begitu relevan secara klinis.14,15,17

Metaplasia kardia intestinal berisiko terhadap terjadinya progresifitas keganasan. Sharma dkk

yang melakukan penelitian terhadap78 pasien Barret’s esofagus short segmen dan 34 pasien

metaplasia intestinal mendapatkan bahwa 9 pasien Barret’s esofagus short segmen mengalami

dysplasia sedangkan pada metaplasia kardia intestinal satu pasien. Adenokarsinoma didapatkan satu

pasien pada Barret’s esofagus. Akan tetapi saat ini 64 % dari 22 pasien metaplasia kardia intestinal

baik high grade dysplasia maupun low grade dysplasia berkaitan dengan adenokarsinoma. Insiden

kardia adenokarsinoma meningkat dalam 15 tahun terakhir. Sehingga diperlukan penelitian

selanjutnya untuk mentukan secara paasti risiko keganasan dari metaplasia kardia intestinal ini.18

Klasifikasi Z-line telah digunakan untuk menggambarkan perluasan endoskopi dengan

berdasarkan pada Barret’s esofagus short segment. sistim ini juga menggunakan batas 3 cm dalam

membedakan antara grade II dan grade III, namun sistim ini tidak akurat dalam menilai progresi dan

regresi Barret’s esofagus. Sistim stadium terbaru yang dinamakan kriteria Prague C dan M. sistim ini

menganjurka penggunaan ukuran lingkaran (C) dan panjang maksimal (M). sistim grading ini

berguna dalam pemakaian secara klinis.19

Criteria Prague C (ukuran lingkaran) dan M ( panjang maksimal) diperkenalkan oleh Sharma

dkk. Klasifikasi M maupun C diukur pada saat endoskopi. Sistim ini mempunyai tingkat kepercayaan

yang tinggi apabila secara visual dengan endoskopi panjang segmennya > 1 cm, namun kurang

kemampuannya jika panjang segmennya < 1 cm.

14

Page 15: Referat Barret

BAB. IIIGEJALA KLINIS, DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

3.1. GEJALA KLINIS

Barret’ esofagus sendiri sebenarnya tidak menimbulkan gejala. Gejala Barret’s esophagus

berkaitan dengan gejala GERD, seperti heartburn atau regurgitasi. Sangat sulit membedakan pasien

dengan gejala GERD menderita Barret’s esofagus berdasarkan gejala. dari penelitian yang dilakukan

berdasarkan penemuan endoskopi didapat bahwa penderita yang mengalami gejala lebih dari dari

lima tahun kemungkinan besar menderita Barret’s esofagus dibandingkan dengan penderita yang

gejalanya kurang dari lima tahun. Dengan demikian kronisitas gejala lebih penting dalam

memprediksi barre’s esofagus dibandingkan keparahan gejala. Dengan alasan ini dianjurkan pada

penderita GERD yang lebih dari lima tahun dilakukan skrining endoskopi guna mendiagnosis

Barret’s esofagus.12

Rex dkk (2003) mendapatkan hampir 8 % pasien Barret’s esofagus mempunyai riwayat heart

burn dibandingkan dengan yang tidak mengalami gejala GERD yang hanya 6 %. Sedangkan Ward

dkk (2006) mendapatkan 20 % Barret’s esofagus pada penderita yang mempunyai gejala GERD

dibandingkan dengan Barret’s esofagus tanpa gejala GERD yang hanya 15%. Cook dkk (2005)

mendapatkan pada penelitian meta-analisis 8-20 % Barret.s esofagus dengan gejala refluk.3,12

3.2. DIAGNOSIS

Radiografi gastrointestinal atas dengan barium enema tidak sensitive untuk mendeteksi

Barret esophagus. Diagnosis Barret’s esophagus masih berpedoman pada biopsy dengan endoscopi.

Kemampuan kapsul endoskopi dalam mendiagnosis barret’s esophagus telah dilakukan dan

menghasilkan sensitivitas 67 % serta spesifisitasnya 84% . penelitian multisenter lainnya

mendapatkan bahwa kapsul endoskopi memiliki sensitifitas yang baik sekali, namun spesifisitasnya

terbatas dalam mendiagnosis barret’s esophagus ataupun refluk esofagitis.22

Pada esofagus yang normal, pertemuan epitel kolumnar lambung dan epitel skuamous

esophagus ditemukan pada bagian paling bawah esophagus. Pada barret’s esophagus pertemuan ini

berpindah keatas dan epitel kolumnar meluas kedalam esophagus dan sangat mudah dibedakan

dengan epitel skuamous yang dilihat diproksimal. Setelah barret’s esophagus dideteksi pencarian

endoskopi ditujukan untuk mencari hubungan seperti refluk esofagitis, ulkus esophagus, striktur,atau

hiatal hernia serta terutama adanya karsinoma esophagus seperti nodul atau masa.20

15

Page 16: Referat Barret

Gambar.4. Rekomendasi strategi pengawasan Barret’s esophagus.,13

Difinisi Barret’s esophagus mengharuskan paling kurang ditemukannya 3 cm epitel kolumnar

di esophagus. Saat ini peneliti menemukan bahwa short segmen epitel kolumnar berkaitan dengan

adenokarsinoma esofagogastrik junction. Barret’s esophagus didiagnosis jika dari endoskopi

ditemukan daerah epithelium kolumnar yang definitive pada esophagus bawah dan secara biopsy

menunjukkan metaplasia intestinal.20

16

Page 17: Referat Barret

Biopsi perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis Barret’s esophagus. Epitel kolumnar

lambung atas yang langsung terletak dibawah esofagogastrik junction merupakan tipe fundus atau

tipe gastric. Tanda histologi barret’s esophagus adalah ditemukannya metaplasia intestinal (juga

disebut epitel kolumnar) pada esophagus. Pada epitel ini musin mengandung goblet sel.ujung dari

goblets sel masuk kedalam sel sitoplasma yang mudah dilihat dengan pewarnaan standar

hematoksilin-eosin dan dapat dilihat lebih jelas dengan pewarnaan alsian blue. Goblet sel metaplasia

intestinal meliputi seluruh daerah barret’s esophagus. Jenis histology seperti ini dijumpai lebih dari

95 % kasus yang ditemukan secara endoskopi pada long segmen barret’s esophagus (lebih dari 3

cm). jenis epitel seperti ini berkaitan dengan adenokarsinoma esophagus. Apabila sejumlah biopsy

tidak menunjukkan adanya metaplasia intestinal akan tetapi hanya epitel normal gastric atau fundus,

diagnosis barret’s esophagus menjadi meragukan. Specimen biopsi harus mengandung epitel

kolumnar dari dalam hernia diafragma, tidak dari esophagus. Apabila tidak dijumpai metaplasia

intestinal penderita kemungkinan tidak mempunyai risiko terjadinya kanker oleh sebab itu tidak perlu

dilakukan follow up endoskopi selanjutnya.20

3.3. PENATALAKSANAAN

Ada tiga sasaran terapi penderita Barret’s esophagus;(1) menghentikan refluk,(2) mendorong

atau menginduksi penyembuhan atau mengregresi epitel metaplasia dengan demikian menghindari

mukosa terhadap risiko tinggi (intestinal metaplasia), dan (3) menghambat perkembangan menuju

displasia dan kanker. Sebagian besar penderita Barret’s esophagus diterapi dengan obat-obatan,

namun demikian terapi obat yang adekuat sulit disebabkan karena adanya gangguan spinkter

esophagus bawah dan buruknya motilitas esophagus. Terapi medis berpatokan kepada diet dan

modifikasi gaya hidup, agen promotilitas serta terapi menekan asam.20,21

Apabila barret’s esophagus sudah terjadi, terapi terutama harus langsung ditujukan untuk

mencegah progresifitas adenokarsinoma esophagus yang sama pentingnya dengan mengontrol gejala

GERD. Pencegahan kanker terutama untuk memonitor progresifitas terhadap terjadinya dysplasia

dan berguna untuk menghilangkan jaringan dysplasia sebelum berkembang kearah keganasan. Terapi

bertujuan untuk mengurangi keasaman isi lambung namun tidak untuk terapi Barret’s esophagus itu

sendiri akan tetapi untuk gejala GERD semata.3

17

Page 18: Referat Barret

3.3.1. Peran Terapi PPI pada Barret’t Esofagus.

Penggunaan PPI tidak menghasilkan perbaikan barret’s esophagus apabila sudah terjadi,

walaupun terapi yang sangat agresif menekan asam dapat sedikit mengurangi perluasan jaringan

metaplasia (Peter dkk 1999). Dari data yang ada saat ini menunjukkan pemberian PPI dua kali sehari

diizinkan selama periode keasaman lambung dengan PH < 4 pada sebagian besar penderita, sampai

gejalanya terkontrol dengan baik (Katz dkk 1998). Dari penelitian yang ada menunjukkan bahwa

penderita dengan barret’s esophagus kurang tercapai control PH esofagusnya dengan penggunaan

PPI dibandingkan dengan penderita yang mengalami GERD saja (50 %: 58 %). Gerson dkk (2004)

menyatakan derajat refluk pada penderita Barret’s esophagus lebih berat dibandingkan dengan

GERD saja. Sedangkan Yeh dkk (2003) menyatakan control gejala refluk dengan PPI tidak

menunjukkan control yang adekuat refluk asam kedalam esophagus,62 % penderita yang diterapi

dengan PPI menderita keasaman esophagus yang berat terutama malam hari walaupun gejalanya

terkontrol. Gerson dkk (2005) yang melakukan penelitian dengan menggunakan tiga PPI yang

berbeda mendapatkan PH lambung < 4 pada penderita yang mendapatkan omeprazole 46 %, yang

menggunakan Lanzoprazole 71%, sedangkan yang menggunakan Rabeprazole 51%.3

Dari satu penelitian terhadap 39 penderita dengan Barret’s esophagus, mendapatkan bahwa

setelah penggunaan PPI selama enam bulan specimen biopsi menunjukkan penurunan ekspresi

marker proliferasi dan peningkatan marker diferensiasi pada penderita kontrol pH esofagusnya baik

namun tidak pada yang penderita yang refluk asamnya persisten. Ini menunjukkan bahwa control

refluk asam sebenarnya dapat mengganggu terbentuknya dysplasia. El-Serag dkk yang melakukan

penelitian pada Veteran’s Hospital mendapatkan penggunaan PPI pada Barret’s esophagus secara

bermakna mengurangi risiko progresifitas displasia dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan

PPI.3

18

Page 19: Referat Barret

3.3.2. Terapi Endoskopi

Terapi endoskopi ablasi pada Barret’s esophagus berdasarkan apabila refluk asam

gastroesofageal terkontrol dengan obat maupun dengan pembedahan. Keampuhan endoskopi terapi

telah dilaporkan oleh beberapa pusat penelitian dengan penelitian random dan penelitian kontrol.11

Tehnik terapi endoskopi pada barret’s esophagus dapat dikelompokkan secara luas pada yang

dapat melakukan pemeriksaan jaringan histologist (Endoscopic Mucosal Resection [EMR] dan

Endoscopic submucosal dissection) dan yang tidak (terapi ablasi). Terapi ablasi dapat

diklasifikasikan kepada heat-generating thermal (Radiofrequency ablation [RFA], multipolar

electrocoagulation dan argon plasma coagulation), tehnik photochemical (photodynamic therapy

[PDT]) dan cryotherapy. Multimodalitas terapi endoskopi yang mana menggunakan tehnik reseksi

guna menyingkir abnormalitas yang terlihat dan diikuti dengan tehnik ablasi untuk mengeradikasi

epitel barret’s yang tersisa merupakan managemen endoskopik komprehensif yang paling banyak

dilakukan pada neoplasia Barret’s esofagus.11

Tabel.2. Penelitian-penelitian terapi endoskopik: hasil, keuntungan dan keterbatasan.,11

19

Page 20: Referat Barret

EMR meliputi pengangkatan jaringan mukosa dan submukosa biasanya setelah sasaran

segmen mukosanya terangkat oleh injeksi cairan submukosa. Tehnik EMR yang paling sering

digunakan adalah metoda isap dan potong, dimana lesi mukosa dihisap kedalam mangkok endoskopi

dan kemudian dipotong dengan menggunakan jerat diatermik. Juga ada metoda ikat jerat yang

menggunakan alat ikat dan ligasi, alat yang sama digunakan pada endoskopi ligasi varises, yang

menggunakan pita elastic disekeliling segmen mukosa yang terhisap. Segmen yang terikat kemudian

diangkat dengan jerat. Metoda hisap dan potong dapat mengambil sampel jaringan yang luas,

sementara ikat dan ligasi lebih cepat dan lebih murah untuk reseksi multiple.11

20

Page 21: Referat Barret

Gambar.5. Algoritma Penatalaksanaan Barret’s Esofagus.,22

Dibandingkan dengan metoda biopsi endoskopi konvensional, EMR lebih akurat terhadap

neoplasia, tidak banyak menggunakan ahli pathologi dan lebih akurat dalam menilai stadium dan

dalamnya invasi. Keakuratan stadium dari neoplasia yang terlibat diperlukan untuk menilai apakah

terapi endoskopi dapat dipertimbangkan secara definitive. Reseksi esophagus yang dilakukan pada

penderita karsinoma intramukosa yang belum memasuki mukosa muskularis menghasilkan tingkat

metastasia yang rendah pada kelenjar limfe (<5%). Oleh sebab itu terapi endoskopi boleh jadi

sebagai kuratif pada sebagian besar penderita neoplasma yang terbatas pada mukosa. Oleh karena itu

terapi endoskopi umumnya tidak dianjurkan secara definitive pada penderita submukosa.11

Endoscopic submucosal dissection telah digunakan terutama di jepang, lebih banyak

digunakan untuk terapi neoplasia gastric. Keuntungan yang utama dari Endoscopic submucosal

dissection dibandingkan dengan EMR ialah kemampuannya mengangkat lesi neoplasia lebih banyak

dan lebih terukur dan lebih berpotensi mengangkat semua sel neoplasia. Namun demikian tehniknya

lebih sulit dan prosedurnya lebih lama yang terkadang memerlukan waktu beberapa jam serta juga

menimbulkan komplikasi seperti perforasi.11,12

21

Page 22: Referat Barret

multipolar elektrocoagulation menggunakan energi panas pada mukosa. Tehnik ini

membutuhkan waktu dan tidak praktis mengablasi pada daerah yang lebih luas namun berguna untuk

mengeradikasi sisa metaplasia intestinal.11

Argon plasma coagulation merupakan tehnik yang tidak bersentuhan langsung, dimana

energy monopolar dihantarkan ke jaringan melalui ionisasi gas argon. Energy yang digunakan dari

40-90 W untuk mengablasi metaplasia dan dysplasia Barret’s dengan keberhasilan antara 70-90 %.

Namun demikian beberapa penelitian melaporkan angka kekambuhan yang tinggi sampai 66% serta

sering dijumpai metaplasia kelenjar yang mendasari epitel squamous (disebut “buried metaplasia”).

Komplikasi seperti perforasi, pneumomediastinum dan perdarahan telah dilaporkan sehingga

mengurangi keinginan terhadap pemakaian Argon plasma coagulation. PDT merupakan tehnik ablasi

yang menghancurkan epitel barret’s meggunakan energy photochemical melalui interaksi antara

hantaran sinar endoskopik serta fotosensitif yang dikonsentrasikan dijaringan. Interaksi ini

menyebabkan keracunan yang menyebabkan kerusakan jaringan. Fotosensitif yang digunakan pada

PDT ialah sodium porfimer yang diberikan secara intravena dan 5-asam aminolevulinic yang

diberikan secara oral. Efek samping yang terjadi ialah fotosensitif pada 60% penderita, striktur

esophagus 36%.11

RFA menggunakan energi radiofrekuensi yang dihantarkan melalui balon kateter endoskopi

atau suatu alat ablasi fokal untuk menghancurkan epitel barret’s. RFA tidak direkomendasikan pada

penderita dengan striktur esophagus oleh karena ballon dapat menyebabkan perforasi. Energy

radiofrekuensi dihantarkan melalui elektroda yang menghasilkan panas untuk menghancurkan

jaringan metaplasia. Penderita kembali setelah 2-3 bulan kemudian untuk dilakukan evaluasi

endoskopi serta ablasi sisa jaringan metaplasia dengan menggunakan alat ablasi focal. Dengan

menggunakan kombinasi alat RFA focal dan balon, penelitian menunjukkan eradikasi komplit epitel

barret’s pada 98 % penderita yang dilakukan follow-up selama 30 bulan. Penelitian terbaru dari

multicenter yang dilakukan secara random menunjukkan kemampuan RFA dalam mengeradikasi

dysplasia dan metaplasia intestinal pada Barret’s esophagus. Efek samping ialah terjadinya striktur

esophagus 6%, perdarahan gastrointestinal dan nyeri dada serta robeknya mukosa esophagus namun

dilaporkan jarang terjadi.11

Cryotherapi meliputi penggunaan cryogen secara endoskopi (cairan nitrogen atau carbon

dioksida) yang dikenakan pada jaringan injuri. Kerusakan jaringan akibat cryotherapi terjadi dalam

22

Page 23: Referat Barret

dua fase: fase cepat disebabkan oleh pembekuan sel dan organelnya. Diikuti fase lambat dimana sel

mengalami apoptosis. Cryoterapi dihantarkan melalui semprotan tampa memerlukan kontak langsung

mukosa dengan kateter yang dapat digunakan terhadap permukaan yang tidak rata. Masalah yang

dapat timbul pada cryoterapi overdistensi dengan perforasi ( pada penderita Marfan sindrom) dan

lensa endoskopi berkabut (alat menggunakan cairan nitrogen). Walaupun hasil dari cryoterapi

menjanjikan dan efek sampingnya dapat ditoleransi, namun data jangka panjangnya masih terbatas. 11

BAB.IVKESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

1. Barret’s esofagus merupakan mukosa premalignant dan risiko transformasi menjadi

Keganasan sekitar 0,5 % pasien pertahun.

2. Risiko adenokarsinoma esofagus pada Barret,s esophagus mengalami penimgkatan, oleh

sebab itu diperlukan pemeriksaan endoskopi biopsi berkala.

23

Page 24: Referat Barret

3. Penderita dengan dysplasia stadium tinggi atau adenokarsinoma superficial yang mana

terapi pembedahan bukan merupakan pilihan, terapi fotodinamik dan endoskopi reseksi

mucosal merupakan alternatif

4.2. Saran

1. Penderita dengan riwayat gejala refluk lebih dari 5 tahun, sebaiknya perlu dilakukan

skrining endoskopi.

2. Perlu dipertimbangkan reseksi dengan pembedahan pada dysplasia yang high-grade, apabila

reseksi tidak memungkinkan endoskopi ablasi mukosa merupakan pilihan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Spechler SJ, Gastroesophageal Reflux Disease & Its Complication. Current Diagnosis &

Treatment in Gastroenterology.2nd Ed. McGraw-Hill Pub.2003,

2. Poneros JM, Barret Esophagus. Current Diagnosis & Treatment Gastroenterology,

Hepatology & Endoscopy. McGraw-Hill Pub.2009.

3. Modiano N, Gerson LB. Barret’ Esophagus : Insidence, Etilogy, Pathophysiology, Prevention

24

Page 25: Referat Barret

and Treament. Ther and Cli R Man.2007.

4 Goldblum JR. Barret’s Esophagus and Barret’s-Related Dysplasia. Mod Path J .2003.

5. Romero Y. Barret’s Esophagus and Esophageal Cancer.

6. DeMeester TR : Barrett’s Esophagus. Update of Pathophysiology and Management. Hep Gast

J, 1998.

7. Anwar SA, Kanthan SK, Riaz AA. Current Management of Barrett’s Oesofagus. Bri J of Med

Prac.2009, Vol 2,

8. Clemons NJ, Fitzgerald C and Farthing MJG. Pathogenesis of Barrett’s Esophagus. Barrett’s

Esophagus and Esophageal Adenocarcinoma.Blackwell Publishing.2nd. 2006.

9. Amano Y and Kinoshita Y: Barrett’s Esophagus ; Perspectives on Its Diagnosis and

Management in Asia Population. Gast and Hep J. Vol 4.2008.

10.Pascu O, Lencu M ; Barrett’s Esophagus. Rom J of Gast, Vol 13, 2004,

11.Spechler SJ, Fitzgerald RC, Prasad GA et al : Review in Basic and Clinical Gastroenterology.

Gastroenterology J.2010.Vol 138.

12.Morales TG, Sampliner RE : Barret’s Esophagus ( Update on Screening, Surveillance, and

Treatment). Arch Int Med J.1999.Vol 159.

13.Sing R, Ragunath K and Jankowski J : Barret’s Esophagus : Diagnosis,

Screening, Surveillance, and Controversies. Gut and Liv J.2007. Vol 1.

14.Chang JT, Katzka DA : Gastro esophageal Reflux Disease, Barret Esophagus, and Esophageal

Adenocarcinoma. Arc Int Med J.2004.Vol 164.

15.Kamat PP, Anandasabapathy S: Barret’s Esophagus : Evaluation and Management. J C O M.

Vol 15.

16.Keswani RN, Noffsinger A, Waxman I et al : Clinical use of p53 in Barret’s Esophagus. C

Epi Bio Prev J.2006.

17.Rudolph RE, Vaughan TL, Storer BE et al : Effect of Segment Length on Risk for Neoplastic

Progression in Patients with Barret’s Esophagus. Ann Int Med J. 2000.

18.Pera M : Trend in incidence and Prevalence of specialized intestinal Metaplasia, barret’s

esophagus, and Adenocarcinoma of the Gastroesophageal Junction. Worl J Surg.2003

19.Amstrong D: Review article. Towards Consistency in the Endoscopic Diagnosis of Barret’s

Esophagus and Columnar Metaplasia. Alim Pha Ther.2004.

20. Cameron AJ : Management of Barret’s Esophagus. Mayo Clin Proc. 1998.Vol 73.

21. Oh DS, DeMeester SR: Pathophysiology and Treatment of Barret’s Esophagus. Wor J

25

Page 26: Referat Barret

Gas.2010.

22. Badreddine RJ and Wang KK : Barret’s Esophagus : an update. Nat Rev Gastroenterol

Hepatol. 2010.Vol 7.

26