referat penurunan kesadaran aldi
TRANSCRIPT
REFERAT
PENURUNAN KESADARAN
DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Gotot Sumantri, Sp.S
DISUSUN OLEH :
Aldi Fauzan Lazuardi (110.2009.019)
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR REBO
KOTA JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai dalam
praktek sehari-hari. Penurunan kesadaran dapat disebabkan gangguan pada otak dan
sekitarnya atau karna pengaruh gangguan metabolik. Penurunan kesadaran dapat terjadi
secara akut/cepat atau secara kronik/progresif. Penurunan kesadaran yang terjadi secara cepat
ini yang biasanya merupakan kasus gawat darurat dan butuh penanganan sesegera mungkin.
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer
serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua
sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating
System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal medulla spinalis
menuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai
lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke
subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.
Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik,
monoaminergik dan gamma aminobutyric acid (GABA).
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang
berpengaruh kepada sistem arousal. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari
susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri terhadap
lingkungan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini disebut juga sebagai awareness.
Pada referat ini akan dibahas mengenai definisi penurunan kesadaran, bahaya
penurunan kesadaran, patofisiologi , diagnosis serta diagnosis penurunan kesadaran akibat
metabolik dan struktural dan tatalaksana penurunan kesadaran yang terbagi atas tatalaksana
baik umum maupun khusus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi Penurunan Kesadaran
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu (Corwin,
2001). Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti
tidak terjaga / tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan
respons yang normal terhadap stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan
sebagai keadaan dimana seseorang mengenal / mengetahui tentang dirinya maupun
lingkungannya (Padmosantjojo, 2000).
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi
yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common
pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan
mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan
kesadaran menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan
kegagalan seluruh fungsi tubuh (Harris, 2004).
II. Etiologi Penurunan Kesadaran
Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan – kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu : S : SirkulasiMeliputi stroke dan penyakit jantung, Syok (shock) adalah kondisi medis tubuh yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh kegagalan sistem sirkulasi darah dalam mempertahankan suplai darah yang memadai. Berkurangnya suplai darah mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke jaringan tubuh. Jika tidak teratasi maka dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ penting yang dapat mengakibatkan kematian. Kegagalan sistem sirkulasi dapat disebabkan oleh Kegagalan jantung memompa darah, terjadi pada serangan jantung.Berkurangnya cairan tubuh yang diedarkan. Tipe ini terjadi pada perdarahan besar maupun perdarahan dalam, hilangnya cairan tubuh akibat diare berat, muntah maupun luka bakar yang luas.Shock bisa disebabkan oleh bermacam-macam masalah medis dan luka-luka traumatic, tetapi dengan perkecualian cardiac tamponade dan pneumothorax, akibat dari shock yang paling
3
umum yang terjadi pada jam pertama setelah luka-luka tersebut adalah haemorrhage (pendarahan).Syok didefinisikan sebagai ‘cellular hypoperfusion’ dan menunjukan adanya ketidakmampuan untuk memelihara keseimbangan antara pengadaan ‘cellular oxygen’ dan tuntutan ‘oxygen’. Progress Syok mulai dari tahap luka hingga kematian cell, kegagalan organ, dan pada akhirnya jika tidak diperbaiki, akan mengakibatkan kematian organ tubuh. Adanya peredaran yang tidak cukup bisa cepat diketahui dengan memasang alat penerima chemosensitive dan pressure-sensitive pada carotid artery. Hal ini, pada gilirannya dapat mengaktivasi mekanisme yang membantu mengimbangi akibat dari efek negative, termasuk pelepasan catecholamines (norepinephrine dan epinephrine) dikarenakan oleh hilangnya syaraf sympathetic ganglionic; tachycardia, tekanan nadi yang menyempit dan hasil batasan disekeliling pembuluh darah (peripheral vascular) dengan mendistribusi ulang aliran darah pada daerah sekitar cutaneous, splanchnic dan muscular beds. Dengan demikian, tanda-tanda awal dari shock tidak kentara dan mungkin yang tertunda hanyalah pemasukkan dari pengisian kapiler, tachycardia yang relatip dan kegelisahan.
E : EnsefalitisDengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
M : MetabolikMisalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikumEtiologi hipoglikemia pada DM yaitu hipoglikemia pada DM stadium dini, hipoglikemia dalm rangka pengobatan DM yang berupa penggunaan insulin, penggunaan sulfonil urea, bayi yang lahir dari ibu pasien DM, dan penyebab lainnya adalah hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM berupa hiperinsulinisme alimenter pos gastrektomi, insulinoma, penyakit hati yang berat, tumor ekstrapankreatik, hipopitiutarismGejala-gejala yang timbul akibat hipoglikemia terdiri atas 2 fase.Fase 1 yaitu gejala-gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga dilepaskannya hormon efinefrin.Gejalanya berupa palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual. gejala ini timbul bila kadar glukosa darah turun sampai 50% mg. Sedangkan Fase 2 yaitu gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya gangguan fungsi otak , karena itu dinamakan juga gejala neurologi. Gejalanya berupa pusing, pandang kabur, ketajam mental menurun, hilangnya keterampilan motorik halus, penurunan kesadaran, kejang-kejang dan koma.gejala neurologi biasanya muncul jika kadar glukosa darah turun mendekati 20% mg.Pada pasien ini menurut gejalanya telah memasuki fase 2 karena telah terjadi gangguan neurologik berupa penurunan kesadaran, pusing, dan penurunan kadar glukosa plasma mendekati 20 mg%.dan menurut stadiumnya pasien telah mengalami stadium gangguan otak karena terdapat gangguan kesadaran.Pada pasien DM yang mendapat insulin atau sulfonilurea diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila didapatkan gejala-gejala tersebut diatas.Keadaan tersebut dapat dikonfirmasikan dengan pemeriksaan glukosa darah.Bila gejalanya meragukan sebaiknya ambil dulu darahnya untuk pemeriksaan glukosa darah. Bila dengan pemberian suntik bolus
4
dekstrosa pasien yang semula tidak sadar kemudian menjadi sadar maka dapat dipastiakan koma hipogikemia.sebagai dasar diagnosis dapat digunakan trias whipple, yaitu gejala yang konsisten dengan hipoglikemia, kadar glukosa plasma rendah, gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkatPrognosis dari hipoglikemia jarang hingga menyebabkan kematian. Kematian dapat terjadi karena keterlambatan mendapatkan pengobatan, terlalu lama dalam keadaan koma sehingga terjadi kerusakan jaringan otak.
E : ElektrolitMisalnya diare dan muntah yang berlebihan.Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut.Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur.Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis.Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
N : NeoplasmaTumor otak baik primer maupun metastasis, Muntah : gejala muntah terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektil dan tak disertai dengan mual. Kejang : bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien dengan astrositoma, 40% pada pasien meningioma, dan 25% pada glioblastoma.Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK) : berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem.
I : IntoksikasiPenurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batangotak,
5
terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat(kuantitas, arousal wake f ulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness alertness kesadaran). Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakahlesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan kesadaran, Menentukan kelainan neurologi perlu untuk evaluasi dan manajemen penderita.Pada penderita dengan penurunan kesadaran, dapat ditentukan apakah akibatkelainan struktur, toksik atau metabolik.Pada koma akibat gangguan struktur mempengaruhi fungsi ARAS langsung atau tidak langsung.ARAS merupakan kumpulanneuron polisinaptik yang terletak pada pusat medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran karena kelainan metabolik terjadi karena memengaruhi energi neuronal atau terputusnya aktivitas membran neuronal atau multifaktor.Diagnosis banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan pernafasan, pergerakan spontan, evaluasisaraf kranial dan respons motorik terhadap stimuli.
T : TraumaTerutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada. Cedera pada dada dapat mengurangi oksigenasi dan ventilasi walaupun terdapat airway yang paten. Dada pasien harus dalam keadaan terbuka sama sekali untuk memastikan ada ventilasi cukup dan simetrik. Batang tenggorok (trachea) harus diperiksa dengan melakukan rabaan untuk mengetahui adanya perbedaan dan jika terdapat emphysema dibawah kulit. Lima kondisi yang mengancam jiwa secara sistematik harus diidentifikasi atau ditiadakan (masing-masing akan didiskusikan secara rinci di Unit 6 - Trauma) adalah tensi pneumothorax, pneumothorax terbuka, massive haemothorax, flail segment dan cardiac tamponade. Tensi pneumothorax diturunkan dengan memasukkan suatu kateter dengan ukuran 14 untuk mengetahui cairan atau obat yang dimasukkan kedalam urat darah halus melalui jarum melalui ruang kedua yang berada diantara tulang iga pada baris mid-clavicular dibagian yang terkena pengaruh.Jarum pengurang tekanan udara dan/atau menutupi luka yang terhisap dapat memberi stabilisasi terhadap pasien untuk sementara waktu hingga memungkinkan untuk melakukan intervensi yang lebih pasti.Jumlah resusitasi diperlukan untuk suatu jumlah haemothorax yang lebih besar, tetapi kemungkinannya lebih tepat jika intervensi bedah dilakukan lebih awal, jika hal tersebut sekunder terhadap penetrating trauma (lihat dibawah).Jika personalia dibatasi melakukan chest tube thoracostomy dapat ditunda, tetapi jika pemasukkan tidak menyebabkan penundaan transportasi ke perawatan yang definitif, lebih disarankan agar hal tersebut diselesaikan sebelum metransportasi pasien.
E : EpilepsiPasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
6
III. Klasifikasi Penurunan Kesadaran
Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/
lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan
fokal/ lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai
dengan kelainan fokal.
Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk
Gangguan iskemik
Gangguan metabolik
Intoksikasi
Infeksi sistemis
Hipertermia
Epilepsi
Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
Perdarahan subarakhnoid
Radang selaput otak
Radang otak
Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal
Tumor otak
Perdarahan otak
Infark otak
Abses otak
IV. Patofisiologi Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara
menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh
gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus,
hipotalamus maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan
derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas,
awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi
ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik
akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.7
Gambar
Patofisiologi
penurunan
kesadaran
a. Gangguan metabolik toksik
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya
penyediaan oksigen. Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan
menyebabkan terjadinya kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen
(O2) dari aliran darah. Apabila ADO turun lebih rendah lagi, maka akan terjadi
penurunan konsumsi oksigen secara proporsional.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan
teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara
integritas neuronal, diperlukan penyediaan ATP yang konstan untuk menjaga
keseimbangan elektrolit.
O2 dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara
keutuhan kesadaran. Namun, penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu,
kesadaran individu dapat terganggu oleh adanya gangguan asam basa darah,
elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri.
Koma disebabkan kegagalan difus dari metabolisme saraf.
1. Ensefalopati metabolik primer
Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme
sel saraf dan glia. Misalnya penyakit Alzheimer.
2. Ensefalopati metabolik sekunder
8
Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak,
yang mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan
elektrolit ataupun keracunan. Pada koma metabolik ini biasanya ditandai
dengan gangguan sistem motorik simetris dan tetap utuhnya refleks pupil
(kecuali pasien mempergunakan glutethmide atau atropin), juga utuhnya
gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien mempergunakan barbiturat).
Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan
stupor dan koma. Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi
setempat pada otak menimbulkan koma karena terputusnya ARAS. Sedangkan
koma pada gangguan metabolik terjadi karena pengaruh difus terhadap ARAS
dan korteks serebri.
Tabel Penyebab Metabolik atau Toksik pada Kasus Penurunan Kesadaran
No Penyebab metabolik atau
sistemik
Keterangan
1 Elektrolit imbalans Hipo- atau hipernatremia
2 Endokrin Hipoglikemia, ketoasidosis diabetik
3 Toksik Intoksikasi narkotika
4 Gagal organ Gagal ginjal (ensefalopati uremik), shock, gagal hepar
(ensefalopati hepatik)
b. Gangguan Struktur Intrakranial
Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi struktural
formasio retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak
kesadaran) disebut koma diensefalik. Secara anatomik, koma diensefalik
dibagi menjadi dua bagian utama, ialah koma akibat lesi supratentorial dan lesi
infratentorial.
1. Koma supratentorial
9
1) Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri,
sedangkan batang otak tetap normal.
2) Lesi struktural supratentorial (hemisfer).
Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer
serebri) beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan
hematom mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di
sekitarnya, terjadilah herniasi girus singuli, herniasi transtentorial
sentral dan herniasi unkus.
a. Herniasi girus singuli
Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral
menyebabkan tekanan pada pembuluh darah serta jaringan otak,
mengakibatkan iskemi dan edema.
b. Herniasi transtentorial/ sentral
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses
desak ruang rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli
basalis; secara berurutan menekan disensefalon, mesensefalon,
pons dan medulla oblongata melalui celah tentorium.
c. Herniasi unkus
Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii
media atau lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan
girus hipokampus ke arah garis tengah dan ke atas tepi bebas
tentorium yang akhirnya menekan mesensefalon.
2. Koma infratentorial
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
1) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta
merusak pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi,
perdarahan dan nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala dan
sebagainya.
2) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS
a. Langsung menekan pons
b. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah
tentorium dan menekan tegmentum mesensefalon.
10
c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan
menekan medulla oblongata.
Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum dan
sebagainya.
Ditentukan lateralisasi (pupil anisokor, hemiparesis) dan dibantu dengan
pemeriksaan penunjang.
Tabel Penyebab Struktural pada Kasus Penurunan Kesadaran
No Penyebab struktural Keterangan
1 Vaskular Perdarahan subarakhnoid, infark batang kortikal
bilateral
2 Infeksi Abses, ensefalitis, meningitis
3 Neoplasma Primer atau metastasis
4 Trauma Hematoma, edema, kontusi hemoragik
5 Herniasi Herniasi sentral, herniasi unkus, herniasi singuli
6 Peningkatan tekanan
intrakranial
Proses desak ruang
V. Menentukan Penurunan Kesadaran
Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang
digunakan di klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma
dan koma. Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan
kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma
Glasgow3.
A. Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca
indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh
11
rangsangan dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam
keadaaan awas dan waspada.
Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti mengantuk,
mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah,
masih dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah
dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan
rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua
kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
Semikoma atau soporokoma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri
secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa gerakan
primitif.
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan rangsang
apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara,
maupun reaksi motorik.
B. Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif
Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan / Mata (E),
Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai
terendah 3 dan nilai tertinggi 15.
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:
E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
Motorik:
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
12
Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
Interpretasi hasil penghitungan GCS :
Compos Mentis : 14 - 15
Somnolen : 11 - 12
Stupor / Sopor : 8 - 10
Koma : < 5
VI. Diagnosis dan Diagnosis Banding Penurunan Kesadaran Metabolik dan
Struktural
Diagnosis kesadaran menurun didasarkan atas:
Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis perlu dicantumkan dari siapa anamnesis tersebut
didapat, biasanya anamnesis yang terbaik didapat dari orang yang selalu berada
bersama penderita. Untuk itu diperlukan riwayat perjalanan penyakit, riwayat
trauma, riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat kelainan
kejiwaan. Dari anamnesis ini, seringkali menjadi kunci utama dalam
mendiagnosis penderita dengan kesadaran menurun.
Pemeriksaan fisik umum
Dalam melakukan pemeriksaan fisik umum harus diamati:
Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan perhatikan
tentang sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada tidaknya
aritmia.
Bau nafas
13
Pemeriksa harus dapat mengidentifikasi foetor breath hepatic yang disebabkan
penyakit hati, urino smell yang disebabkan karena penyakit ginjal atau fruity smell
yang disebabkan karena ketoasidosis.
Pemeriksaan kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata kelainan hati
dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita dengan
trauma, kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan sangat berhati-hati
atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur servikal. Jika
kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk dan lakukan
auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.
Kepala
Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.
Leher
Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal (jejas,
kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka).
Toraks / abdomen dan ekstremitas
Perhatikan ada tidaknya fraktur.
Pemeriksaan fisik neurologis
Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma secara kualitatif
dan kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan neurologis meliputi
derajat kesadaran dan pemeriksaan motorik.
Umum
1. Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma
2. Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral
3. Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot berirama
(aktivitas seizure) atau tetani (spontan, spasmus otot lama).
Level kesadaran
Ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif.
1. Kualitatif (apatis, somnolen, delirium, spoor dan koma)
2. Kuantitatif (menggunakan GCS)
Pupil
14
Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya
1. Simetris/ reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas
mesensefalon baik. Pupil reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik
(-), dicurigai suatu koma metabolik
2. Mid posisi (2-5 mm), fixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.
3. Pupil reaktif pint-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiat
kolinergik.
4. Dilatasi unilateral dan fixed, terjadi herniasi.
5. Pupil bilateral fixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik-iskemi
global, keracunan barbiturat.
Funduskopi
Refleks okulosefalik (dolls eye manuevre)
Pergerakan bola mata untuk melirik dan memfokuskan pandangan
diatur oleh nervus oculomotorius. Nuclei nervus oculomotor mendapat
impuls aferen dari cortical, tectal, dan tegmental sistem oculomotor,
serta impuls langsung dari sistem vestibular dan vestibulocerebellum.
Reflex okulovestibuler diperiksa dengan menolehkan kepala pasien,
namun harus hati-hati pada pasien trauma yang dicurigai adanya
fraktur atau dislokasi dari tulang cervical. Selain dengan menolehkan
kepala pasien, dapat juga tes kalori. Respon normal dari gerakan yang
menimbulkan impuls pada vestibular menuju sistem oculomotor dan
membuat mata berputar berlawanan arah dengan gerakan yang
diberikan pemeriksa. Pada pasien sadar, refelks memfokuskan
pandangan menutupi reflex tesebut, sehingga pemeriksaan doll’s eye
tidak dilakukan pada pasien sadar, namun pada pasien dengan
penurunan kesadaran, reflex okulosefalik lebih dominan.
Refleks okulo vestibuler
Refleks kornea
Dari posisi kelopak mata dapat dinilai apakah kelopak mata dalam
keadaan tetutup atau terbuka sebagian (tidak tertutup rapat). Dalam
keadaaan koma, biasanya kelopak mata dalam keadaan tertutup dan
mudah diangkat seperti halnya dalam keadaan tidur. Tidak adanya
15
tonus pada kelopak mata atau terbuka sebagian dari kelopak mata
dapat menandakan adanya kelemahan dari otot-otot wajah. Jika saat
pemeriksaan ditemukan kelopak mata yang sulit dibuka atau saat
dibuka langsung tertutup kembali, biasanya itu merupakan gerakan
yang volunter dan dapat menandakan bahwa pasien tidak sepenuhnya
dalam keadaan koma. Reflek mengedip biasanya hilang pada saat
seseorang dalam keadaan koma. Respon mengedip terhadap suara
keras atau sinar lampu pada pasien dalam persistent vegetative state
menggambarkan bahwa jaras sensoris aferen ke batang otak masih
baik, namun tidak berarti pasien aktif dalam menerima respon, bahkan
pasien dengan kerusakan total pada cortex yang mengatur visual masih
dapat merespon kedip terhadap sinar, tetapi tidak pada respon
langsung/sentuhan. Reflek dalam menutup kelopak mata dan elevasi
kedua bola mata (Bell’s Phenomenon) menandakan jaras reflek dari
nervus trigeminal menuju tegmentum batang otak lalu kembali ke
nervus oculomotor dan facial masih dalam keadaaan intak/baik. Lesi
struktural pada mesencephalon dapat menyebabkan hilangnya Bell’s
phenomenon, tetapi respon mengedip tetap ada.
Refleks muntah
Respons motorik
Refleks fisiologik dan patologik
Menilai reflek-reflek patologis :
a) Reflek Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda
yang runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi
kaki dan jari-jarinya ke daerah plantar
b) Reflek Kremaster :
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada
bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontrkasi
M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau mengerutnya testis.
16
Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut berarti adanya ganguan
traktus corticulspinal
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenasi di dalam darah,
juga untuk melihat gangguan keseimbangan asam basa.
Pemeriksaan darah, meliputi darah perifer lengkap (DPL), keton, faal hati,
faal ginjal dan elektrolit.
Pemeriksaan toksikologi, dari bahan urine darah dan bilasan lambung.
Pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal, CT scan kepala, EEG, EKG,
foto toraks dan foto kepala.
Keadaan umum menurut tingkat lesi di otak
Posisi bola mata
pupil Jenis pernafasan
Tanggapan motorik Lain-lain
Korteks serebri
Deviasi konjugat
Hemiparesis/dekortikasi
Diensefalon Divergen, saat pergerakan kepala doll’s eyes manuever (+)
Miosis bilateral
Cheyne - stokes
Hemiparesis (+)
mesenphalon
asimetris Midriasis, refleks cahaya (-)
Respirasi cepat deserebrasi Suhu badan naik turun
pons Deviasi konjugat
Midriasis, refleks cahaya (-)
hiperventilasi
apneu selang seling
Rigiditas deserebrasi
Medulla oblongata
Deviasi konjugat
Midriasi maksimal
Lambat tidak teratur hingga terhenti
Nadi tidak teratur, tekanan darah turun secara cepat
17
Diagnosis Banding Penurunan Kesadaran
A. Intracranial ( plegi/kelumpuhan, muntah)
Vaskularisasi
Infark :
penurunan Kesadaran terjadi cepat (onset pendek)
Plegi-plegi
Pupil edema
Perdarahan :
Iritabel
Nyeri kepala
Kejang
Infeksi (demam, nyeri kepala, leukositosis)
Meningitis :
Penurunan glukosa
Encephalitis :
Ataksia
Tremor
Glukosa normal
Abses/epiema subdural :
Peningkatan TIK
Kelainan fokal
Tumor (peningkatan TIK)
B. Extrakranial
Gangguan vaskuler
18
Syok :
Hipotensi
Multiple organ failure
Hipertensi Enchelopati :
Muntah
Hemiparase
Nyeri kepala
Peningkatan tekanan darah
Infeksi/sepsis
Irritable
Kejang
Hiper/hipotermi
Metabolic
Hipoglikemi :
Pucat
Tremor / kejang
Keringat
Takikardi
Ketoasidosis diabetic :
Pernafasan kusmaul / octostatik
19
Polifagi
polidipsi
Hiper/hiponatremia :
Riwayat diare dengan dehidrasi
Edema
Kejang
Uremia / gagal ginjal :
Udema
Hipertensi
Disaritmia
Dekompensasi kordis
Sindroma Reye :
Muntah
Dilatasi pupil
Riwayat ISPA
Apnea breathing
Obat – obatan
Sesak nafas
Trauma
Menentukan kelainan neurologi perlu untuk evaluasi dan manajemen penderita
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada
penderita dengan penurunan kesadaran, dapat ditentukan apakah akibat kelainan
struktur, toksik atau metabolik. Pada koma akibat gangguan struktur mempengaruhi
fungsi ARAS langsung atau tidak langsung. ARAS merupakan kumpulan neuron 20
polisinaptik yang terletak pada pusat medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan
penurunan kesadaran karena kelainan metabolik terjadi karena memengaruhi energi
neuronal atau terputusnya aktivitas membran neuronal atau multifaktor. Diagnosis
banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan pernafasan, pergerakan spontan,
evaluasi saraf kranial dan respons motorik terhadap stimuli.
4. Pola pernafasan
Mengetahui pola pernafasan akan membantu letak lesi dan kadang menentukan jenis
gangguan.
Respirasi cheyne stoke
Pernafasan ini makin lama makin dalam kemudian mendangkal dan diselingi
apnoe. Keadaan seperti ini dijumpai pada disfungsi hemisfer bilateral sedangkan
batang otak masih baik. Pernafasan ini dapat merupakan gejala pertama herniasi
transtentorial. Selain itu, pola pernafasan ini dapat juga disebabkan gangguan
metabolik dan gangguan jantung.
Respirasi hiperventilasi neurogen sentral
Pernafasan cepat dan dalam, frekuensi kira-kira 25 per menit. Dalam hal ini, lesi
biasanya pada tegmentum batang otak (antara mesensefalon dan pons). Ambang
respirasi rendah, pada pemeriksaan darah ada alkalosis respirasi, PCO2 arterial
rendah, pH meningkat dan ada hipoksia ringan. Pemberian O2 tidak akan
mengubah pola pernafasan. Biasanya didapatkan pada infark mesensefalon, pontin,
anoksia atau hipoglikemia yang melibatkan daerah ini dan kompresi mesensefalon
karena herniasi transtentorial.
Respirasi apneustik
Terdapat inspirasi memanjang diikuti apnoe pada saat ekspirasi dengan frekuensi
1-11/2 per menit kemudian diikuti oleh pernafasan kluster.
Respirasi kluster
Ditandai respirasi berkelompok diikuti apnoe. Biasanya terjadi pada kerusakan
pons varolii.
Respirasi ataksik (irregular)
Ditandai oleh pola pernafasan yang tidak teratur, baik dalam atau iramanya.
Kerusakan terdapat di pusat pernafasan medulla oblongata dan merupakan keadaan
preterminal.
21
Pernapasan abnormal
5. Pergerakan spontan
Perlu melakukan observasi pasien waktu istirahat. Pergerakan abnormal seperti
twitching, mioklonus, tremor merupakan petunjuk gangguan toksik/ metabolik.
Apabila tampak pergerakan spontan dengan asimetrik (tungkai bawah rotasi keluar)
menunjukkan defisit fokal motorik.
Komponen brain stem dari ARAS masih baik bila tampak mengunyah, berkedip dan
menguap spontan dan dapat membantu lokalisasi penyebab koma.
6. Pemeriksaan saraf kranial
Jika pada pemeriksaan saraf kranial (saraf okular) tampak asimetrik dicurigai lesi
struktural. Umumnya pasien koma dengan reflek brain stem normal maka
menunjukkan kegagalan kortikal difus dengan penyebab metabolik. Obat-obatan
seperti barbiturat, diphenylhydantion, diazepam, antidepresan trisiklik dan intoksikasi
etanol dapat menekan refleks okular tetapi refleks pupil tetap baik. Impending herniasi
dapat terjadi pada herniasi supratentorial dan infratentorial yang ditandai oleh
penurunan level kesadaran, pola pernafasan tidak teratur, reflex patologis yang positif
pada kedua tungkai, hemiparese yang muncul terlambat, pupil yang anisokor dan
reflex pupil yang menghilang.
7. Repons motorik terhadap stimuli
Defisit fokal motorik biasanya menunjukkan kerusakan struktur, sedangkan
dekortikasi/deserebrasi dapat terjadi pada kelainan metabolik toksik atau kerusakan
22
struktural. Gerakan-gerakan abnormal seperti tremor dan mioklonus sering terjadi
pada gangguan metabolik toksik.
VII. Penatalaksanaan Penurunan Kesadaran
Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat,
pengobatan dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi dua
komponen utama yaitu umum dan khusus.
Umum
Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi
bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intrakranial
yang meningkat.
Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial,
pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di
daerah nasofaring jika diduga ada cairan.
Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai
dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.
Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan
elektrokardiogram (EKG).
Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah
aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin
100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya overdosis
opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai
kesadaran pulih (maksimal 2 mg).
Khusus
Pada pasien dengan herniasi
Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30
mmHg.
Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-
20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.
23
Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10
mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.
Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti
epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.
Pengobatan khusus tanpa herniasi
Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti.
Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan
pungsi lumbal (LP). Jika LP positif adanya infeksi berikan antibiotik yang
sesuai. Jika LP positif adanya perdarahan terapi sesuai dengan pengobatan
perdarahan subarakhnoid.
KESIMPULAN
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang
menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathway” dari
gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak
dengan akibat kematian. Penurunan kesadaran dapat ditentukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Penurunan kesadaran disebabkan oleh kelainan metabolik dan struktural yang
mempengaruhi korteks dan ARAS. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik neurologis dan pemeriksaan penunjang. Adapun
tatalaksana pada pasien dengan penurunan kesadaran terdiri atas tatalaksana umum dan
khusus.
DAFTAR PUSTAKA24
Harsono. 2005. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University Press:
Yogyakarta.
Doengoes, Marilynn, dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made
Kariasa dan Ni Made S.EGC:Jakarta
Batubara, AS. 1992. Koma dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Ed 80. FK USU.
Hal 85-87.
Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam Updates in
Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7
Lindsay, KW dan Bone I. 1997. Coma and Impaired Conscious Level dalam Neurology
and Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone. UK. Hal.81
Greenberg, MS. 2001. Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5th ed. Thieme. NY. Hal
119-123
Plum, F. Posner, JB. Saper, CB. Schiff, ND. (2007). Plum and Posner’s Diagnosis of
Stupor and Coma. Oxford University Press. New York. Hal. 5-9.
25