referat sspe yanu

19
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP/ RS HASAN SADIKIN BANDUNG Sari Pustaka Divisi : Neurologi Anak Pembimbing : Dr. Nelly Amalia Risan, dr., SpA(K) dr. Purboyo Solek, SpA(K), Mkes dr. Dewi Hawani, SpA(K) dr. Mia Milanti Dewi, SpA, MKes Oleh : M Yanuar Anggara Hari/tanggal : September 2013 SUBACUTE SCLEROSING PANENCEPAHLITIS PENDAHULUAN Subakut Scerosing Panencephalitis (SSPE), suatu penyakit otak yang bersifat degeneratif pada anak-anak yang berakibat fatal dengan keterkaitan suatu infeksi virus campak. Dugaan awal SSPE berkaitan dengan infeksi virus ditemukan oleh Dawson yang diterbitkan 2 makalah berturut-turut pada tahun 1933 dan 1934 di mana ia menggambarkan 2 anak dari Tennessee yang meninggal setelah perjalanan penyakit yang progresif yang ditandai dengan gerakan involunter yang menyentak dari anggota geraknya disertai penurunan fungsi mental. Pada biopsi otak terdapat perubahan gambaran ensefalitis dengan badan inklusi intraseluler eosinophilic pada berbagai neuron kortikal. Namun istilah SSPE baru diperkenalkan sekitar akhir tahun1950an. Pada tahun 1950, Poser dan Radermecker memberikan istilah kepada pasien yang menderita gangguan neurodegeneratif serupa sebagai Subakut sclerosing Leucoencephalitis dan istilah tersebut disempurnakan menjadi SSPE oleh Greenfield pada tahun 1957 berdasarkan gambaran mikroskop elektron yang

Upload: yanuar-anggara

Post on 28-Dec-2015

88 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

sspe

TRANSCRIPT

Page 1: referat SSPE yanu

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP/ RS HASAN SADIKIN BANDUNG Sari PustakaDivisi : Neurologi AnakPembimbing : Dr. Nelly Amalia Risan, dr., SpA(K)

dr. Purboyo Solek, SpA(K), Mkes dr. Dewi Hawani, SpA(K) dr. Mia Milanti Dewi, SpA, MKes

Oleh : M Yanuar AnggaraHari/tanggal : September 2013

SUBACUTE SCLEROSING PANENCEPAHLITIS

PENDAHULUAN

Subakut Scerosing Panencephalitis (SSPE), suatu penyakit otak yang bersifat

degeneratif pada anak-anak yang berakibat fatal dengan keterkaitan suatu infeksi virus

campak. Dugaan awal SSPE berkaitan dengan infeksi virus ditemukan oleh Dawson yang

diterbitkan 2 makalah berturut-turut pada tahun 1933 dan 1934 di mana ia menggambarkan 2

anak dari Tennessee yang meninggal setelah perjalanan penyakit yang progresif yang

ditandai dengan gerakan involunter yang menyentak dari anggota geraknya disertai

penurunan fungsi mental. Pada biopsi otak terdapat perubahan gambaran ensefalitis dengan

badan inklusi intraseluler eosinophilic pada berbagai neuron kortikal. Namun istilah SSPE

baru diperkenalkan sekitar akhir tahun1950an. Pada tahun 1950, Poser dan Radermecker

memberikan istilah kepada pasien yang menderita gangguan neurodegeneratif serupa sebagai

Subakut sclerosing Leucoencephalitis dan istilah tersebut disempurnakan menjadi SSPE oleh

Greenfield pada tahun 1957 berdasarkan gambaran mikroskop elektron yang

mengidentifikasi struktur yang menyerupai nukleokapsid dari paramyxovirus pada pasien-

pasien SSPE.1

Akhir-akhir ini SSPE sangat jarang didiagnosis di negara maju. Meski demikian

insidensi penyakit ini masih cukup tinggi di negara berkembang dan mulai meningkat

kembali di negara maju meskipun sudah terdapat vaksin campak.1,2 Pada tahun 2007 dan

2008, kejadian campak secara keseluruhan di negara-negara Eropa turun ke titik terendah

sepanjang sejarah yakni kurang dari sepuluh kasus per 1 juta penduduk, dengan mayoritas

kasus yang dilaporkan dari Eropa Barat. Namun, sejak akhir 2009, mulai terjadi wabah virus

campak yang meluas. Pada tahun 2011, wabah tersebut telah dilaporkan di antara anak

remaja dan dewasa muda yang belum divaksinasi di 36 dari 53 negara-negara Eropa. Di

Amerika Serikat, selama 2001-2008, rata-rata 56 kasus dilaporkan ke Centers for Disease

Page 2: referat SSPE yanu

Control dengan risiko terjadinya SSPE setelah infeksi campak adalah 22 dari 100.000 kasus.

Risiko ini jauh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yakni sekitar 10 per 100.000. Suatu

laporan di Israel menunjukkan resiko SSPE adalah 23,2-27,9 kasus SSPE per 100.000 kasus

campak antara 1964 dan 1969, dengan resiko pada anak yang terinfeksi di bawah usia 1 tahun

adalah 360,3-375,6 kasus dari 100.000 .3

Mengingat semakin tingginya resiko terjadinya SSPE dan diagnosis yang sulit maka

pada referat ini akan dibahas mengenai definisi, epidemiologi, patofisiologi, patologi,

manifestasi klinis, diagnosis,tatalaksana serta prognosis dari SSPE

DEFINISI

Subakut Scerosing Pan Encephalitis didefinsikan sebagai ensefalitis degeneratif progresif

pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten.3 Definisi

lainnya adalah suatu penyakit otak yang disebabkan oleh virus campak yang mengalami

mutasi.4

EPIDEMIOLOGI

Laporan epidemiologi terakhir bahwa insidensi SSPE adalah 54 kasus dari 100.000 kasus

campak di Papua Nugini, 21 kasus per 1 juta penduduk di India, 0,461 per 1 juta di Turki, 11

per 1 juta di Jepang, dan 0,06 per 1 juta di Kanada. Secara keseluruhan, 4 sampai 11 kasus

SSPE terjadi untuk setiap 100 000 kasus campak, tetapi kejadian lebih tinggi terutama pada

anak-anak berusia kurang dari 5 tahun.5,6

Anak yang terinfeksi campak di bawah usia 1 tahun memiliki risiko 16 kali lebih

besar dari mereka yang terinfeksi pada usia 5 tahun atau lebih . SSPE terutama lebih sering

terjadi pada anak laki-laki dengan rasio 3:1 , anak yang timggal di pedesaan, anak yang

tinggal dalam lingkungan padat, anak dengan status sosio-ekonomi lebih rendah, anak dengan

jumlah saudara yang lebih banyak, anak dengan sttus imun yang rendah dan anak dengan

keterbelakangan mental. Usia paparan campak dan keparahan infeksi juga mempengaruhi

usia timbulnya SSPE serta perjalanan penyakit. Imunisasi campak dapat menurunkan angka

kejadian SSPE hingga 90% terutama negara maju.3

PATOFISIOLOGI

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi SSPE. Semakin dini usia di mana seorang

individu terkena virus campak, semakin besar kemungkinan dari individu terjadi SSPE

Page 3: referat SSPE yanu

karena sistem kekebalan tubuh yang imatur. Dalam keadaan nomal, infeksi virus campak

akan memicu respon kekebalan yang dimediasi sel yang terdiri limfosit T-helper 1 (Th1)

aktivasi dan pelepasan interferon- a (INFA) dan interleukin 2 (IL-2), yang menyebabkan

hancurnya partikel invasif dari cells. Setelah fase ruam, tubuh akan membentuk respon

humoral untuk memberikan perlindungan jangka panjang terhadap virus campak. Imunitas ini

diperantarai antibodi ini ditandai oleh produksi limfosit Th2 dan pelepasan sebagian IL-4.6

Diperkirakan bahwa respon seluler memadai memainkan peranan penting dalam

terjadinya SSPE. Secara umum SSPE dikaitkan dengan proses assembly atau perakitan virus

pada proses replikasi dalam sistem saraf, yang berhubungan dengan kelainan matriks protein

'M' virus. Kesimpulan didasarkan pada studi yang menunjukkan bahwa protein matriks

adalah satu-satunya protein struktural yang terdeteksi di sel-sel otak dari pasien dengan

SSPE, dan pengamatan penurunan selektif dari antibodi terhadap matriks protein pada pasien.

Gangguan pada protein M dari virus dan mutasi dari proses transkripsi. Menyebabkan

terbentuknya antibodi yang cukup namun antibodi tidak efektif dalam pemberantasan virus

sehingga menyebabkan akumulasi intraselular lengkap dari virus campak dalam sel otak dan

menyebabkan infeksi kronik dalam sel otak.4 Pada pemeriksaan polimorfisme genetik,

individu dengan SSPE menunjukkan respon seluler terhadap antigen yang berubah dengan

tingkat produksi rendah dari INF, IL-2, IL-10, dan IL-12. dan tingkat produksi yang lebih

tinggi dari IL-4 dan IL-1b. 1,6

Virus campak menggunakan protein seperti cluster diferensiasi (CD) 46 dan protein F

(untuk fusi) ke dalam sel neuron. CD9 juga mungkin berperan dalam proses ini karena

tingkat tinggi antibodi terhadap itu telah ditemukan di cairan cerebrospinal (CSF) dari

individu dengan SSPE dan atrophy. Setelah masuk sel, virus campak mengubah struktur sel

untuk menghindari sistem kekebalan tubuh, mengalami mutasi protein dan terus

mereproduksi dirinya sendiri di dalam sel dalam bentuk kurang sitopatik untuk menghindari

destruksi sel neuron itu sendiri. Virus campak kemudia tetap aktif dalam sel selama bertahun-

tahun, Namun, virus akhirnya memicu respon inflamasi terhadap sel yang terinfeksi,

mengakibatkan kerusakan SSP luas. Respon kekebalan tubuh tidak diarahkan terhadap

myelin atau bagian SSP lainnya tetapi melawan sel-sel neuron terinfeksi yang mengandung

antigen. Sel B-sel limfoma akan menginduksi apoptosis dan fragmentasi DNA dan

menyebabkan proses awal kematian dari sel neuron dan oligodendrocyte, proses selanjutnya

terjadi peroksidasi lipid dan transportasi glutamat yang terganggu sehingga terjadi proses

neurodegenerasi lebih lanjut.6

Page 4: referat SSPE yanu

Gambar 1 Patofisiologi SSPE Sumber: Gutierrez6

PATOLOGI

Gambaran patologi anatomi tergantung pada saat kapan pengambilan sampel dilakukan. Pada

awal penyakit, gambaran utama adalah edema sel neuron. Kerusakan oksidatif asam

ribonukleat ditemukan dalam sel yang terinfeksi selama beberapa tahun pertama penyakit,

dengan gambaran peroksidasi lipid yang ditemukan di daerah awal demielinisasi. Selama fase

inflamasi akut, nukleokapsid ditemukan di oligodendrosit, dan neuron dan badan nuklir yan

disertai dengan inklusi granulofilamentous ditemukan di astrosit.6

Gambaran infiltrasi sel-sel inflamasi kortikal dan subkortikal, spongiosis, dan

demielinasi juga dilaporkan dalam fase akut, diikuti dengan hilangnya neuron sebagai

penanda penyakit menjadi lebih progresif. Perubahan inflamasi pada awalnya cenderung

lebih nampak di daerah lobus posterior, dengan ditandai keterlibatan thalamus medial dan

struktur-struktur dalam dan diikuti dengan menyebarnya inflamasi ke daerah anterior dan

serebelum.1,6,7

Page 5: referat SSPE yanu

MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis dan perjalanan waktu SSPE sangat bervariasi.4,8 Usia awal terjadinya SSPE

adalah usia 8-11 tahun dengan onset 6 tahun setelah infeksi campak.6,8 Gejala awal biasanya

ringan dan tidak khas. Gejala awal berupa kerusakan intelektual dan perubahan perilaku

tanpa adanya defisit neurologis. Gejala ini kemudian berkembang dan menjadi gejala kejang

mioklonik. Kejang mioklonik awalnya melibatkan kepala dan kemudian badan dan anggota

gerak. Kontraksi otot diikuti dengan 1 sampai 2 detik relaksasi otot yang dikaitkan dengan

penurunan aksi potensial otot . kejang mioklonik tidak mengganggu kesadaran.4,6,8,9

Pada penelitian didapatkan manifestasi yang khas pada SSPE berupa regresi motorik

bermanifestasi pada 100% individu dengan SSPE, penurunan kognitif pada 86%, mioklonik

pada 74%, kejang umum pada 16%, dan kejang fokal pada 10% penderita. Manifestasi SSPE

ini terbagi atas 4 derajat seperti yang tertera pada tabel berikut6

Tabel 1. Derajat SSPE

Derajat Manifestasi KlinisDerajat 1 Perubahan kepribadian, gangguan belajar, perubahan sikapDerajat 2 Hentakan mioklonik berulang, masif, kejang dan demensiaDerajat 3 Rigiditas, gejala ekstrapiramidal, dan tidak beresepon secara

progresifDerajat 4 Koma, keadaan vegetatif, kegagalan autonom, mutisme akinetik

Sumber:Guiterez6

Selain bentuk yang tipikal manifestasi klinis SSPE juga dapat bermanifestasi sebagai

bentuk yang atipikal. Bentuk atipikal dapat berupa defisit pada orientasi visual lebih dahulu

mengikuti gangguan perkembangan, gambaran ekstrapiramidal yang sangat menonjol, kejang

Gambar 2. Gambaran Patologi anatomi SSPEA.Perivaskular limfosit pada parenkim otak B. Badan Inklusi neuron kortikal C. Proliferasi astrosit D. Viral nukleokapsid dengan bentuk badan inklusi pada mikroskop elektron

Sumber: Garg1

Page 6: referat SSPE yanu

mendahului manifestasi klinis lain, usia onset kurang dari 2 tahun, dan perjalanan klinis

berupa perburukan yang cepat dalam waktu 6 bulan. Faktor resiko seorang individu

bermanifestasi atipikal diantaranya infeksi campak pada usia < 2 tahun, virulensi virus yang

tinggi, ko-infeksi dengan infeksi virus lain, dan status imun yang buruk.2,6

DIAGNOSIS

Meskipun tanda-tanda dan gejala klinis SSPE khas namun diagnosis dini SSPE tidak mudah,

deteksi dini adanya myoklonus penting untuk penegakan diagnosis. Adanya perubahan

perilaku justru sering disalahartikan oleh keluarga dan pasien ini sering kemudian dibawa ke

psikolog pada tahap ini. Pada beberapa kasus myoklonus tidak muncul pada awal penyakit

dan kadang hanya gejala atonia yang muncul dan sering diabaikan. Kadang-kadang, pasien

dapat menunjukkan kelainan neurologis lateralisasi seperti kejang parsial yang sering

dianggap sebagai spaceoccupying lesions.2,6,9

Analisis CSF menunjukkan gambaran pleositosis, peningkatan gammaglobulin, kadar

glukosa yang normal, dan kadar protein yang normal atau sedikit meningkat, titer

imunoglobulin G (IgG) terhadap campak virus LCS antara 1:40 sampai 1:1280, dan rasio

CSF-serum antara 5:1 sampai 40:1. Enzim-linked immunosorbent assay (ELISA) CSF untuk

virus campak IgG memiliki sensitivitas 100%, spesifisitas 93,3%, dan nilai prediksi positif

dari 100% pada individu dengan gambaran klinis sugestif SSPE. Beberapa studi telah

menemukan kadar CD8 di CSF yang tinggi dan penurunan kadar serum beta2-mikroglobulin

terkait dengan klinis yang memburuk, namun aplikasi luas penanda ini masih belum pasti .6

Gambaran EEG pada SSPE sangat khas. Gambaran kompleks periodik ditemukan

pada 65-83% penderita SSPE yang digambarkan sebagai gelombang stereotipik, sinkron

bilateral dan simetris 100-1000 mV, 1-3 Hz yang kadang-kadang diselingi dengan gelombang

tajam atau paku. Durasi antara 1-3 detik dengan interval antara kompleks bervariasi antara 2-

20 detik. Gambaran EEG terjadi saat tidur atau dapat tibul oleh stimulus tertentu, Gambaran

EEG ini terjadi akibat kompleks periodik akibat eksitasi sel neuron, hipersinkronisasi yang

patologis dan ritmik yang dirangsang oleh pacemaker pada daerah batang otak atau

perthalamus. Semakin berat penyakit maka gambaran EEG ini menjadi sering muncul dan

tidak bergantung oleh stimulus eksternal. Pada bentuk yang jarang kompleks periodik ini

dapat menjadi lateralisasi atau pada regio tertentu. Bentuk atipikal lain diantaranya

Page 7: referat SSPE yanu

gelombang menghilang dengan panas badan, gelombang paku fokal, perlambatan

gelombang.4,6

Gambar: Kompleks PeriodikSumber: Guiterez6

MRI dapat digunakan untuk mengikuti perkembangan penyakit dan, dapat pula untuk

menghindari biopsi otak. Temuan MRI tidak sesuai dengan tahap stadium klinis, dan kadang-

kadang masih menunjukkan progresivitas penyakitnya pada gambaran MRI meskipun klinis

stabil. Pada awal penyakit, temuan MRI dapat normal, atau hipertense asimetris kortikal dan

subkortikal didapatkan pada T2 di bagian posterior otak. Thalamus, corpus callosum, dan

ganglia basal biasanya menunjukkan kelainan setelah korteks menunjukkan gambaran

patologis. Ketika penyakit progresif maka lesi menghilang dan lesi baru terbentuk simetris di

substansia alba periventrikular disertai dengan atrofi kortikal ringan, kemudian, pada tahapan

lanjut melibatkan struktur yang lebih dalam dan batang otak yang ditandai dengan atrofi

progresif . Pada gambaran dengan kontras didapatkan enhancment pada lesi.6,10

Page 8: referat SSPE yanu

Gambar: Kompleks Periodik Sumber: Guiteres6

Dalam mndiagnosis SSPE maka harus didasarkan pada gabungan manifestasi klinis

dan penunjang. Berikut ini tabel yang menunjukkan kriteria diagnostik SSPE6

Tabel 2. Kriteria diagnostik SSPE

Kriteria Diagnostik SSPEMayor:

1. Peningkatan titer antibodi campak pada LCS2. Anamnesis klinis yang tipikal atau atipikal. Tipikal didefinisikan bahwa penyulit akut, suakut, dan

kronik sedangkan atipikal sebagai kejang, dean usia yang tidak khas3.

Minor1. Gambaran EEG yang khas (kompleks periodik)2. Peningkatan IgG LCS3. Biopsi otak4. Alat bantu diagnostik molekular untuk melihat genom mutasi

Dikatakan SSPE bila 2 mayor dan 1 minor kriteria. Pada gambaran atipikal terdapat 5 atau 6 dengan Sumber : Guiterez6

TATALAKSANA

Sampai saat ini tidak ada terapi untuk SSPE. Dari beberapa peneletian didapatkan sebanyak

30-35% mendapat manfaat dari terapi. Manfaat disini didefinisikan sebagai perburukan

penyakit lebih lambat, stabilisasi dari progresi penyakit, memperpanjang angka kelangsungan

hidup, dan mungkin dapat berupa perbaikan klinis meski kecil.3 Tatalaksana dari SSPE

Page 9: referat SSPE yanu

terbagi atas agen antimeasles dan agen anti mioklonik. Agen antimeasles terbagi atas

imunomodulator, antiviral, dan steroid

Golongan Imunomodulator

Isoprinosin merupakan agen imunomodulator yang terdiri dari kompleks inosine dan

2-hydroxypropyl-dimethyl ammonium-4-benzoate. Isoprinosine meningkatkan sistem imun

tubuh dengan meningkatkan produksi IL-1, IL-2, dan memodulasi sel T-helper. Pada

beberapa laporan kasus dan penelitian menunjukkan bahwa isoprinosine akan

memperpanjang angka harapan hidup dengan memperlambat perburukan dan meningkatkan

perbaikan klinis pada beberapa penderita. Isoprinosine efektif pada 20-34% kasus SSPE

namun tidak efektif pada SSPE yang progresif. Dosis isoprinosine 100 mg/kgbb/hari. Efek

samping bermakna jarang ditemukan dapat berupa hiperuricemia sementara, sehingga perlu

dipantau kadar asam urat berkala.3

Interferon merupakan protein yang berperan dalam regulasi petumbuhan sel,

antivirus, dan aktivasi sistem imun. IFN tipe 1 dilepaskan pada keadaan infeksi virus akibat

rangsangan dari IFN alfa karena rangsangan leukosit serta IFN beta karena rangsangan sel

fibroblas. Pada penelitian multisenter yang dilakukan pada tahun 1996-2000 menunjukkan

bahwa pemberian kombinasi antara IFN dengan isoprinosine menunjukkan hasil yang lebih

baik dibandingkan hanya isprinosine saja yang dibuktikan dengan stabilisasi progresivitas

atau perbaikan namun tidak didapatkan perbedaan bermakna. IFN beta lebih dipilih

dibandingkan IFN alfa lebih mudah diberikan dan lebih tersedia dipasarn dengan harga yang

lebih murah.3,4

Peranan intravenous immunoglobulin (IVIG) pada SSPE masih sedikit sekali

penelitiannya dan baru dilaporkan pada sebuah laporan kasus yang menunjukkan adanya

perbaikan paska pemberian IVIG selama 18 bulan.3,6

Steroid

Penggunaan steroid baru dilaporkan pada 2 laporan kasus. Pada laporan kasus pertama

menyatakan bahwa pemberian steroid pada anak laki-laki usia 24 bulan menunjukkan efek

perbaikan pada keadaan spasme. Sementara pada sebuah laporan kasus lain menunjukkan

perburukan yang cepat pada usia 9 tahun setelah terapi steroid sehingga penggunaan steroid

harus dipertimbangkan.1,3,6

Rituximab merupakan antibodi monoklonal pada protein CD-20 yang menjadi terapi

standar pada penyakit autoimun yang melibatkan sel B CD-20. Hanya 1 laporan kasus yang

Page 10: referat SSPE yanu

melaporkan penggunaan Rituximab yakni pada anak berusia 10 tahun yang menunjukan hasil

bahwa didaptakan menghilangnya sel B pada sel darah perifer namun progresivitas penyakit

terus berlangsung.4,6

Agen antivirus

Ribavirin merupakan analog nukleotida yang mengganti nukleoida dan memblok polimerase

DNA. Pada suatu penelitian ribavirin digunakan sendiri dengan dosis yang tinggi

menunjukkan hasil yang kurang memuaskan, namun pada penelitian dimana

mengkombinasikan Ribavirin dengan IFN menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan

monoterapi. Efek samping yang mungkin ada diantaranya mukositis oral, pusing, kurang

tidur, dan anemia.3,6

Amantadin merupakan antivirus yang bekerja dengan cara mengganggu fungsi

transmembran pada protein M2 virus dan mengganggu proses replikasi virus. Pada penelitian

didapatkan bahwa amantadine menunjukkan efek perlambatan progresivitas penyakit namun

masih kurang efekti jika dibandingkan dengan isoprinosine.3

Pemilihan obat bergantung pada keadaan atau ketersediaan obat pada masing-masing

institusi. Sejauh ini penelitian yang cukup besar menunjukkan bahwa kombinasi antara

isprinosine den injeksi intrathecal IFN perminggu merupakan terapi kombinasi yang paling

baik meskipun tidak didapatkan perbedaan bermakna dibandingkan dengan penggunaan

isporinosin tunggal.6

Pada pasien dengan SSPE sering disertai dengan kejang mioklonik yang mengganggu

gait. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa karbamazepin merupakan obat pilihan

unuk mengatasi kejang mioklonik ini. Pada penelitian terakhir pemberian levatiracetam juga

menunjukkan efek yang sangat baik pada gambaran EEG mioklonik paska pemberian

obat.3,6,11

PROGNOSIS

Penyakit ini secara terus menerus akan mengalami progresivitas dengan luaran yang fatal

pada 95% individual. Remisi spontan terjadi hanya pada 5-6,2 % penderita. Pada anak rerata

angka survival adalah 1 tahun 9 bulan sampai 3 tahun.6,12,13

Remisi terutama terjadi pada dewasa dengan SSPE dibandingkan anak-anak. Pada

keadaan defisit motorik dan kogniti berat kematian terjadi dalam 7 s/d 1 tahun sedangkan

pada defisit ringan dalam 3 tahun. Masih terdapat kontroversi apakah remisi atau luaran yang

lebih baik terjadi pada penderita yang mendapat terapi .6,14,15

Page 11: referat SSPE yanu

SIMPULAN

Subakut Scerosing Pan Encephalitis didefinsikan sebagai ensefalitis degeneratif progresif

pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten. Penyakit

ini menunjukkan adanya suatu degeneratif otak yang ditandai dengan perubahan intelektual,

kepribadian, disertai dengan kejang mioklonik. Progresivitas terjadi sangat cepat dengan

prognosis yang buruk pada anak. Pengobatan yang ada saat ini belum memuaskan dan masih

menjadi kontroversi. Beberapa peneliti menunjukkan keuntungan terapi daripada tidak sama

sekali namun di sisi lain beberapa pihak tidak sependapat. Pemberian obat harus

mempertimbangakn efek samping dan keuntungan yang mungkin didapat seorang penderita.

Pilihan obat yang utama saat ini adalah kombinasi interferon intrathekal dengan Isoprinosine

Page 12: referat SSPE yanu

Referensi

1. Gadoth N. Subacute Sclerosing Pan-Encephalitis (SSPE)-past and present. 2011

(diunduh 9 September 2013). Tersedia dari: www.intechopen.com

2. Erturk O, Karshgil B, Cokar O, Yapici Z, Demirbileck V, Gurses C et al. Challenge in

diagnosing SSPE. Childs Nerv Syst. 2011;27:2041-2044.

3. Tath B, Ekici B, Ozmen M. Current therapies and future perspective in subacute

sclerosing panencephalitis. Expert Rev Neurother. 2012;12(4):485-92.

4. Garg RK, Karak B, Sharma AM. Subacute sclerosing panencephalitis. Indian Ped.

1998;35:337-44

5. Manning L, Leman M, Edoni H, Mueller I, Karunajeewa HA, Smith D et al.

Subaacute sclerosing panencephalitis in papua new guinean children: the cost of

continuing inadequate measles vaccine coverage. Plos. 2011;5:e982-90.

6. Gutierrez J, Sissacson R, Koppel BS. Subsclerosing panencephalitis: an update. Dev

Med and Child Nuerol. 2010;5:900-7.

7. Malik B, Sharma PD, Bhardwaj AK, Sharma A. Subacute sclerosing panencephalitis

despite adequate vaccination. Aus Med Jour. 2012;5(7):359-61.

8. Bonthius DJ, Stanek N, Grose J. Subacute sclerosing panencephaliti, a measles

complication, in an internationally adopted child. Emerg Infect Dis. 2000;6(4):377-

81.

9. Public health notofication disease management guideline revision date. Subacute

sclerosing panencephalitis (SSPE). 2011 (diunduh 9 September 2013). Tersedia dari:

www.health.alberta.ca/Guidelines-Subacute-Sclerosing-Panencephalitis

10. Garg RK, Anuradha HK, Varma R, Singh MK, Sharma PK. Initial clinical and

radiological findings in patients with SSPE: are they predicitive of neurologocal

outcome after 6 months of follow-up?. Jour of Clin Neuroscie. 2011;18:1458-62.

11. Ravikumar S, Crawford JR. Role of carbamazepine in the symptomatic treatment of

subacute sclerosing pan encephalitis: a case report and review of the literature. Cas

Rep Neurol Med. 2013;1:1-5

12. Malki MA, Saeed M, Qureshi AU, Ahmed N, Akram M. Predictors of clinical course

of subacute sclerosing panencephalitis: experience at the children’s hospital, lahore.

Jour of Coll Phys and Surg. 2010;20(10):671-74

13. Anlar B, Yalaz K. Prognosis in subacute sclerosing panencephalitis. Dev Med Child

Neurol. 2011;1:1.

Page 13: referat SSPE yanu

14. Campbell C, Levin S, Humphreys P, Wallop W, Brannan R. Subacute sclerosing

panencephalitis: results of the canadian surveillance program and review of the

literature. BMC. 2005;5(47):1-20

15. Lukman GM. Rapid progressive subacute sclersoing panencephalitis in a 2-year-old

child with congenital athyerosis. CID. 2001;31:196-99.