referat tht budi assih kolesteatom alse fix.doc

26
BAB I PENDAHULUAN Kolesteatoma telah diakui selama puluhan tahun sebagai lesi destruktif dasar tengkorak yang bisa mengikis dan menghancurkan struktur penting dalam tulang temporal. Kolesteatoma berpotensi untuk menyebabkan komplikasi pada sistem saraf pusat (misalnya, abses otak,meningitis) membuat lesi ini bersifat fatal. 1 Kolesteatoma pertama kali dijelaskan pada tahun 1829 oleh Cruveilhier, tetapi dinamakan pertama kali oleh Muller pada tahun 1858. Sepanjang paruhawal abad ke-20, kolesteatoma dikelola dengan eksteriorasi. Sel pneumatisasi mastoid dieksenterasi, dinding posterior kanalis akustikus eksternus dihilangkan, dan membuka saluran telinga sehingga menghasilkan rongga yang diperbesar untuk menjamin pertukaran udara yang memadai dan untuk memudahkan melakukan inspeksi visual. 1 Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin) yang biasanya terjadi pada telinga tengah, mastoid dan epitimpani. Berdasarkan terjadinya kolesteatom dapat dibagi dua jenis yaitu kolesteatom kongenital dan kolesteatom akuisital yang terbentuk setelah anak lahir. 2,3 Kolesteatoma dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya sehingga mendestuksi tulang sekitarnya yang dapat menimbulkan komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak. 2 1

Upload: shoffyb

Post on 10-Dec-2014

132 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Kolesteatoma telah diakui selama puluhan tahun sebagai lesi destruktif dasar

tengkorak yang bisa mengikis dan menghancurkan struktur penting dalam tulang temporal.

Kolesteatoma berpotensi untuk menyebabkan komplikasi pada sistem saraf pusat (misalnya,

abses otak,meningitis) membuat lesi ini bersifat fatal.1

Kolesteatoma pertama kali dijelaskan pada tahun 1829 oleh Cruveilhier, tetapi

dinamakan pertama kali oleh Muller pada tahun 1858. Sepanjang paruhawal abad ke-

20, kolesteatoma dikelola dengan eksteriorasi. Sel pneumatisasi mastoid dieksenterasi,

dinding posterior kanalis akustikus eksternus dihilangkan, dan membuka saluran telinga

sehingga menghasilkan rongga yang diperbesar untuk menjamin pertukaran udara yang

memadai dan untuk memudahkan melakukan inspeksi visual.1

Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel

(keratin) yang biasanya terjadi pada telinga tengah, mastoid dan epitimpani. Berdasarkan

terjadinya kolesteatom dapat dibagi dua jenis yaitu kolesteatom kongenital dan kolesteatom

akuisital yang terbentuk setelah anak lahir.2,3

Kolesteatoma dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya sehingga mendestuksi

tulang sekitarnya yang dapat menimbulkan komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses

otak.2

1

Page 2: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. ANATOMI TELINGA

Gambar 1. Anatomi Telinga1

2.1.1 Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.

Daun telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga

terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka

tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya

terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm.1

Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan

rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada duapertiga bagian dalam

hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1

2.1.2 Telinga tengah

Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari: 1

Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara.

Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap

sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi atas 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars

flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga

sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian 2

Page 3: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen

dan sedikit serat elastin.

Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang

pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.

Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.

2.1.3 Telinga dalam

Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam 3

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran

dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea

disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.1

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk

lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah

atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala

vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan

garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi

akan natrium dan rendah kalum, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah natrium.

Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli

(Reissner’s Membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran ini

terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer

pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel

rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari

suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen

menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia

yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan 3

Page 4: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

aselular, dikenal sebagai membrane tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh

suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus.4

Gambar 3. Potongan melintang koklea5

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut membran

tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel

rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.2

2.2 Kolesteatoma

Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).

Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar. Istilah

kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller pada tahun 1838 karena disangka

kolesteatoma merupakan suatu tumor, yang kemudian ternyata bukan. Beberapa istilah lain

yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain : keratoma (Schucknecht), squamos eipteliosis

(Birrel, 1958), kolesteatosis (Birrel, 1958), epidermoid kolesteatoma (Friedman, 1959), kista

epidermoid (Ferlito, 1970), epidermosis (Sumarkin, 1988).3

Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis cranii.

Epitel skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga tengah, atau tulang

mastoid hanya dapat memperluas diri dengan mengorbankan tulang yang mengelilinginya.

Akibatnya, komplikasi yang terkait dengan semakin membesarnya kolesteatoma adalah

termasuk cedera dari struktur-struktur yang terdapat di dalam tulang temporal. Kadang-

kadang, kolesteatomas juga dapat keluar dari batas-batas tulang temporal dan basis cranii.

Komplikasi ekstrarempotal dapat terjadi di leher, sistem saraf pusat, atau keduanya.

Kolesteatomas kadang-kadang menjadi cukup besar untuk mendistorsi otak normal dan

menghasilkan disfungsi otak akibat desakan massa.1

Erosi tulang terjadi oleh dua mekanisme utama. Pertama, efek tekanan yang

4

Page 5: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

menyebabkan remodelling tulang, seperti yang biasa terjadi di seluruh kerangka apabila

mendapat tekanan (desakan) secara konsisten dari waktu ke waktu. Kedua, aktivitas enzim

pada kolesteatoma dapat meningkatkan proses osteoklastik pada tulang, yang nantinya akan

meningkatkan kecepatan resorpsi tulang. Kerja enzim osteolitik ini tampaknya meningkat

apabila kolesteatoma terinfeksi. 1

2.3 Epidemiologi

Insiden kolesteatoma tidak diketahui, tetapi kolesteatoma merupakan indikasi yang

relatif sering pada pembedahan otologi (kira-kira setiap minggu di praktek otologi tersier).

Kematian akibat komplikasi intrakranial dari kolesteatoma sekarang jarang terjadi, yang

berkaitan dengan diagnosis dini, intervensi bedah tepat waktu, dan terapi antibiotik yang

adekuat. Akan tetapi kolesteatomas tetap menjadi penyebab umum relatif tuli konduktif

sedang pada anak-anak dan orang dewasa.1

2.4 Patogenesis dan Klasifikasi

Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara

lain adalah : teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut

akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964) yang

mengatakan : kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah. Epitel

kulit liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen

padat di liang telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari

serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.3

Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis menurut etiologinya : 1,3

2.4.1 Kolesteatoma kongenital

Kolesteatoma kongenital terbentuk sebagai akibat dari epitel skuamosa terperangkap

di dalam tulang temporal selama embriogenesis, ditemukan pada telinga dengan membran

tympani utuh tanpa ada tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di mesotimpanum

anterior, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatoma di

cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf. 3

Penderita sering tidak memiliki riwayat otitis media supuratif kronis yang berulang,

riwayat pembedahan otologi sebelumnya, atau perforasi membran timpani. Kolesteatoma

kongenital paling sering diidentifikasi pada anak usia dini (6 bulan – 5 tahun). Saat

5

Page 6: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

berkembang, kolesteatom dapat menghalangi tuba estachius dan menyebabkan cairan telinga

tengah kronis dan gangguan pendengaran konduktif. Kolesteatom juga dapat meluas ke

posterior hingga meliputi tulang-tulang pendengaran dan, dengan mekanisme ini,

menyebabkan tuli konduktif. 3

2.4.2 Kolesteatoma akuisital

A. Kolesteatoma akuisital primer

Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrana tymphani.

Kolesteatoma timbul akibat proses invaginasi dari membran tymphani pars flaksida

karena adanya tekanan negatif telinga tengah akibat gangguan tuba (Teori Invaginasi). 4

Kolesteatoma akuisital primer timbul sebagai akibat dari retraksi membran

timpani. Kolesteatoma akuisital primer klasik berawal dari retraksi pars flaksida di bagian

medial membran timpani yang terlalu dalam sehingga mencapai epitimpanum. Saat

proses ini berlanjut, dinding lateral dari epitympanum (disebut juga skutum) secara

perlahan terkikis, menghasilkan defek pada dinding lateral epitympanum yang perlahan

meluas. Membran timpani terus yang mengalami retraksi di bagian medial sampai

melewati pangkal dari tulang-tulang pendengaran hingga ke epitympanum posterior.

Destruksi tulang-tulang pendengaran umum terjadi. Jika kolesteatoma meluas ke

posterior sampai ke aditus ad antrum dan tulang mastoid itu sendiri, erosi tegmen mastoid

dengan eksposur dura dan/atau erosi kanalis semisirkularis lateralis dapat terjadi dan

mengakibatkan ketulian dan vertigo. 4

6Gambar 4. Kolesteatoma pada

daerah atik. Merupakan

kolesteatoma akuisital primer pada

stadium paling awal 3

Gambar 3. Kolesteatoma kongenital.

Tampak massa putih di belakang

membran tympani yang intak 3

Page 7: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

Kolesteatoma akuisital primer tipe kedua terjadi apabila kuadran posterior dari

membran timpani mengalami retraksi ke bagian posterior telinga tengah. Apabila retraksi

meluas ke medial dan posterior, epitel skuamosa akan menyelubungi bangunan-atas

stapes dan membran tympani terteraik hingga ke dalam sinus timpani. Kolesteatoma

primer yang berasal dari membran timpani posterior cenderung mengakibatkan eksposur

saraf wajah (dan kadang-kadang kelumpuhan) dan kehancuran struktur stapes. 4

B. Kolesteatoma Akuisital Sekunder

Merupakan kolesteatoma yang terbentuk setelah adanya perforasi membran tympani.

Kolesteatom terbentuk sebagai akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari

pinggir perforasi membran tympani ke telinga tengah (Teori Migrasi) atau terjadi akibat

metaplasi mukosa kavum tymphani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama ( Teori

Implantasi). 3,4

Kolesteatoma akuisital sekunder terjadi sebagai akibat langsung dari beberapa jenis

cedera pada membran timpani. Cedera ini dapat berupa perforasi yang timbul sebagai

akibat dari otitis media akut atau trauma, atau mungkin karena manipulasi bedah pada

gendang telinga. Suatu prosedur yang sederhana seperti insersi tympanostomy tube dapat

mengimplan epitel skuamosa ke telinga tengah, yang akhirnya menghasilkan

kolesteatoma. Perforasi marginal di bagian posterior adalah yang paling mungkin

menyebabkan pembentukan kolesteatoma. Retraksi yang mendalam dapat menghasilkan

pembentukan kolesteatoma jika retraksi menjadi cukup dalam sehingga menjebak epitel

deskuamasi. 3,4

Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman

(infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya

infeksi dapat memicu respons imun lokal yang mengakibatkan produksi berbagai

mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matriks

kolesteatoma adalah interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor-α

(TNF-α), tumor growth factor (TGF). Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit

matriks kolesteatoma bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. 3,4

7

Page 8: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

Tabel 1. Distribusi kuman dari kavum tympani pada Otitis Media Supuratif Kronis

dengan Kolesteatoma5

Jenis Kuman Jumlah temuan

Pseudomonas

aeruginosa

9 31,5%

Proteus

mirabilis

17 58,5%

Difteroid 1 3,3%

Streptococcus

β-hemolyticus

1 3,3%

Enterobacter sp. 1 3,3%

Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta

menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat

oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini

mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirintitis, meningitis, dan abses otak.

2.4.3 Granuloma Kolesterol

Granuloma kolesterol adalah kista jinak yang terdapat pada ujung pars petrosus, yang

merupakan bagian dari tulang tengkorak dan berdekatan dengan telinga tengah. Granuloma

ini merupakan massa yang berisi cairan, lipid, dan kristal-kristal kolesterol yang dikelilingi

oleh lapisan fibrosa. 9

Didalam tulang tengkorak, terdapat banyak ruang-ruang yang berisi udara yang

disebut juga air cells. Selama ini dipercaya bahwa granuloma kolesterol terbentuk apabila air

cells yang terdapat di pars petrosus mengalami obstruksi. Obstruksi akan membentuk suatu

ruangan yang hampa udara sehingga menyebabkan darah akan mengalir ke dalam air cells

tersebut. Sel-sel darah merah ini akan memecah, sehingga kolesterol yang terkandung di

dalam hemoglobin akan terbebas. Sistem imun tubuh akan bereaksi terhadap kolesterol ini

sebagai benda asing, sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Pembuluh-pembuluh darah

kecil disekitarnya akan mengalami ruptur sebagai akibat dari reaksi inflamasi. Perdarahan

yang berulang akan menyebabkan massa granuloma semakin mudah meluas. 9

Granuloma dapat terbentuk dimana saja di dalam tubuh kita apabila ada reaksi

terhadap benda asing, dan pada sebagian besar kasus biasanya tidak menimbulkan gejala

ataupun efek yang serius. Meskipun begitu, granuloma kolesterol pada pars petrosus

berbahaya karena kedekatannya dengan telinga dan beberapa saraf kranial. Apabila massa ini 8

Page 9: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

dibiarkan tanpa diterapi dan semakin meluas, tuli permanen dan/atau kerusakan saraf dapat

terjadi, begitu juga destruksi tulang. 9

Faktor Risiko

Granuloma kolesterol timbul sekunder dari kondisi-kondisi yang menyebabkan

obstruksi dari air cells. Beberapa kondisi tersebut termasuk infeksi telinga kronis,

kolesteatoma, atau trauma kepala yang menyebabkan perdarahan pada area apex pars

petrosus. 9

Gejala klinis

Gejala klinis dari granuloma kolesterol antara lain gangguan pendengaran unilateral,

tinnitus, facial twitching, vertigo, dan facial numbness. 9

Diagnosis

Pada pemeriksaan telinga dengan otoskop, ditemukan membran tympani berwarna

kebiruan atau terdapat bayangan kecoklatan di belakangnya. Pemeriksaan pencitraan (MRI ,

CT) dapat membantu membedakan granuloma kolesterol dengan lesi lainnya, khususnya

dengan kolesteatoma. Audiogram digunakan untuk mengevaluasi gangguan pendengaran. 9

2.5 Presentasi Klinis

Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, yang terus-menerus

atau sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, kemungkinan besar infeksi tersebut sulit

dihilangkan. Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah (vaskularisasi), maka antibiotik

sistemik tidak dapat sampai ke pusat infeksi pada kolesteatoma. Antibiotik topikal biasanya

dapat diletakkan mengelilingi kolesteatoma sehingga menekan infeksi dan menembus

beberapa milimeter menuju pusatnya, akan tetapi, pada kolestatoma terinfeksi yang besar

biasanya resisten terhadap semua jenis terapi antimikroba. Akibatnya, otorrhea akan tetap

timbul ataupun berulang meskipun dengan pengobatan antibiotik yang agresif. 1,3

Gangguan pendengaran juga merupakan gejala yang umum pada kolesteatoma.

Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga tengah dengan epitel deskuamasi dengan

atau tanpa sekret mukopurulen sehingga menyebabkan kerusakan osikular yang akhirnya

menyebabkan terjadinya tuli konduktif yang berat. 1,3

Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma, tetapi tidak akan terjadi

apabila tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsung

9

Page 10: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

pada stapes footplate. Pusing adalah gejala yang mengkhawatirkan karena merupakan

pertanda dari perkembangan komplikasi yang lebih serius. 1,3

Pada pemeriksaan fisik, tanda yang paling umum dari kolesteatoma adalah drainase

dan jaringan granulasi di liang telinga dan telinga tengah tidak responsif terhadap terapi

antimikroba. Suatu perforasi membran timpani ditemukan pada lebih dari 90% kasus.

Kolesteatoma kongenital merupakan pengecualian, karena seringkali gendang telinga tetap

utuh sampai komponen telinga tengah cukup besar. Kolesteatoma yang berasal dari implantasi

epitel skuamosa kadangkala bermanifestasi sebelum adanya gangguan pada membran

tympani. Akan tetapi, pada kasus-kasus seperti ini, (kolesteatoma kongenital, kolesteatoma

implantasi) pada akhirnya kolesteatoma tetap saja akan menyebabkan perforasi pada

membran tympani. 4,6

Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah kanalis akustikus

eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan granulasi. Kadangkala

menghilangkan infeksi dan perbaikan jaringan granulasi baik dengan antibiotik sistemik

maupun tetes antibiotik ototopikal sangat sulit dilakukan. Apabila terapi ototopikal berhasil,

maka akan tampak retraksi pada membran tympani pada pars flaksida atau pada kuadaran

posterior. 4,6

Pada kasus yang amat jarang, kolesteatoma diidentifikasi berdasarkan salah satu

komlikasinya, hal ini kadangkala ditemukan pada anak-anak. Infeksi yang terkait dengan

kolesteatoma dapat menembus korteks mastoid inferior dan bermanifestasi sebagai abses di

leher. Kadangkala, kolesteatoma bermanifestasi pertama kali dengan tanda-tanda dan gejala

komplikasi pada susunan saraf pusat, yaitu : trombosis sinus sigmoid, abses epidural, atau

meningitis. 4,6

Indikasi Pembedahan

Hampir semua kolesteatoma harus dibersihkan. Kadangkala dilakukan pengecualian

apabial keadaan umum pasien sangat buruk sehingga membuat prosedur pembedahan terlalu

berisiko. Beberapa pasien yang memiliki kolesteatoma di satu-satunya telinga yang dapat

mendengar, dengan alasan yang rasional, enggan untuk menjalani operasi. Risiko kehilangan

pendengaran akibat dari operasi pengangkatan umumnya lebih kecil daripada risiko yang

berhubungan dengan membiarkan kolesteatoma in situ. 1

Kontraindikasi Pembedahan

10

Page 11: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

Gangguan pendengaran di telinga kontralateral adalah kontraindikasi relatif untuk

pembedahan. Seringkali, kolesteatoma menyebabkan risiko lebih besar untuk sisa

pendengaran daripada pembedahan itu sendiri, dan, lebih sering daripada tidak, operasi

pengangkatan adalah pilihan yang baik bahkan ketika kolesteatoma berada di satu-satunya

telinga yang dapat mendengar. 1

2.6 Pemeriksaan Pencitraan

CT scan merupakan modalitas pencitraan pilihan karena CT scan dapat mendeteksi

cacat tulang yang halus sekalipun. Namun, CT scan tidak selalu bisa membedakan antara

jaringan granulasi dan kolesteatoma. Densitas kolesteatoma dengan cairan serebrospinal

hampir sama, yaitu kurang-lebih -2 sampai +10 Hounsfield Unit, sehingga efek dari desakan

massa itu sendirilah yang lebih penting dalam mendiagnosis kolesteatoma.7

Gaurano (2004) telah menunjukkan bahwa perluasan antrum mastoid dapat dilihat

pada 92% dari kolesteatoma telinga tengah dan 92% pulalah hasil CT scan yang membuktikan

erosi halus tulang-tulang pendengaran. Defek yang dapat dideteksi dengan menggunakan CT

scan adalah sebagai berikut: 4

a. Erosi skutum

b. Fistula labirin

c. Cacat di tegmen

d. Keterlibatan tulang-tulang pendengaran

e. Erosi tulang-tulang pendengaran atau diskontinuitas

f. Anomali atau invasi dari saluran tuba

MRI digunakan apabila ada masalah sangat spesifik yang diperkirakan dapat melibatkan

jaringan lunak sekitarnya. Masalah-masalah ini termasuk yang berikut: 4

11

Gambar 5. CT scan yang

menggambarkan erosi tulang

dan kolesteatoma 4

Page 12: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

a. Keterlibatan atau invasi dural

b. Abses epidural atau subdural

c. Herniasi otak ke rongga mastoid

d. Peradangan pada labirin membran atau saraf fasialis

e. Trombosis sinus sigmoid

2.7 Penatalaksanaan

Terapi Medis

Terapi medis bukanlah pengobatan yang sesuai untuk kolesteatoma. Pasien yang

menolak pembedahan atau karena kondisi medis yang tidak memungkinkan untuk anestesi

umum harus membersihkan telinga mereka secara teratur. Pembersihan secara teratur dapat

membantu mengontrol infeksi dan dapat memperlambat pertumbuhan kolesteatom, tapi tidak

dapat menghentikan ekspansi lebih lanjut dan tidak menghilangkan risiko komplikasi. Terapi

antimikroba yang utama adalah terapi topikal, akan tetapi terapi sistemik juga dapat

membantu sebagai terapi tambahan.4,7

Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes telinga lebih

baik hasilnya daripada masing-masing diberikan tersendiri. Diperlukan antibiotik pada setiap

fase aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman penyebab. Antibiotik sistemik pertama dapat

langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang keluar serta

riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas , sekret

kuning pekat seringkali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali

disebabkan oleh golongan anaerob.5

Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai apabila

curiga Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada kecurigaan terhadap kuman anaerob,

dapat dipakai metronidazol, klindamisin, atau kloramfenikol. Bila sukar mentukan kuman

penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprim-sulfametoksazol atau amoksisillin-klavulanat.

Antibitotik topikal yang aman dipakai adalah golongan quinolon. Karena efek samping

terhadap pertumbuhan tulang usia anak belum dapat disingkirkan, penggunaan ofloksasin

harus sangat hati-hati pada anak kurang dari 12 tahun.5

Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptik seperti Asam Asetat

1-2%, hidrogen peroksisa 3%, povidon-iodine 5%, atau larutan garam fisiologis. Larutan

harus dihangatkan dulu sesuai dengan suhu tubuh agar tidak mengiritasi labirin setelah itu

dikeringkan dengan lidi kapas.5

Terapi Pembedahan

12

Page 13: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

Terapi pembedahan bertujuan untuk mengeluarkan kolesteatoma. Dalam keadaan

tertentu, ahli bedah dapat membuat keputusan untuk menggunakan teknik canal wall up atau

canal wall down. Jika pasien memiliki beberapa episode kekambuhan dari kolesteatoma dan

keinginan untuk menghindari operasi masa depan, teknik canal wall down adalah yang paling

sesuai. 8

Beberapa pasien tidak dapat menerima tindakan canal-wall down.Pasien tersebut

dapat diobati dengan tertutup (canal wall-up), asalkan mereka memahami bahwa penyakit

lebih mungkin kambuh dan mereka mungkin membutuhkan beberapa serial prosedur

pembedahan.8

Meskipun semua kelebihan dan kekurangan kedua teknik operasi itu menjadi relatif

di tangan ahli bedah yang berpengalaman, tiap ahli bedah telinga mempunyai alasan sendiri

mengapa memilih satu teknik dari teknik yang lain. Hal yang jelas berbeda adalah bahwa

timpanoplasti dinding utuh (canal wall-up) berusaha maksimal mempertahankan bentuk

fisiologis liang telinga dan telinga tengah.5

Mastoidektomi radikal dengan

timpanoplasti dinding runtuh

Mastoidektomi radikal klasik adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid di

rongga mastoid, meruntuhkan seluruh dinding kanalis akustikus eksternus posterior,

pembersihan total sel-sel mastoid yang memiliki drainase ke kavum timpani. Inkus dan

malleus dibuang, hanya stapes yang dipertahankan. Begitu pula seluruh mukosa kavum

tympani. 8

13

Gambar 6. Teknik Canal Wall

Up atau Canal Wall Down 8

Page 14: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

Timpanoplasti dinding runtuh merupakan modifikasi dari mastoidektomi radikal,

bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang-tulang pendengaran dipertahankan

setelah proses patologis dibersihkan. Tuba eustachius tetap dipertahankan dan dibersihkan

agar terbuka. Kemudian kavitas operasi ditutup dengan fasia m.temporalis baik berupa free

fascia graft maupun berupa jabir fasia m.temporalis, dilakukan juga rekonstruksi tulang-

tulang pendengaran. 8

14

Page 15: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

Tabel 2. Keunggulan dan kelemahan timpanoplasti dinding utuh dan dinding runtuh5

Teknik Operasi

Timpanoplasti

Dinding Utuh Dinding

Runtuh

Fisiologik Lebih

fisiologik

Kurang

fisiologik

Residivitas Lebih tinggi Lebih rendah

Kesulitan Lebih tinggi Lebih rendah

Komplikasi

(iatrogenik)

Lebih tinggi Lebih rendah

Perbaikan

pendengaran

Lebih tinggi Lebih rendah

Keperluan operasi

kedua

Ya Tidak

Pembersihan

spontan rongga ooperasi

(self cleansing)

Lebih baik Memerlukan

lebih sering control

Hearing aid Lebih mudah Sukar

2.8 Komplikasi

Komplikasi operasi pada mastoidektomi dan timpanoplasti dibagi berdasarkan

komplikasi segera dan komplikasi lambat. Komplikasi segera termasuk parese nervus fasialis,

kerusakan korda timpani, tuli saraf, gangguan keseimbangan, fistel labirin, trauma pada sinus

sigmoid, bulbus jugularis, likuor serebrospinal. Infeksi pasca-operasi juga dapat dimasukkan

sebagai komplikasi segera. 5

Komplikasi lambat termasuk kolesteatoma rekuren, reperforasi, lateralisasi tandur,

stenosis liang telinga luar, displasi atau lepasnya prostesis tulang pendengaran yang dipasang.

Pada kebanyakan, kasus trauma nervus fasialis tidak disadari pada waktu operasi. Trauma

nervus fasialis yang paling sering terjadi adalah pada pars vertikalis waktu melakukan

mastoidektomi, bisa juga terjadi pada pars horizontal waktu manipulasi daerah di dekat stapes

atau mengorek daerah bawah inkus baik dari arah mastoid ataupun dari arah kavum timpani.

Trauma dapat lebih mudah terjadi bila tpografi daerah sekitarnya sudah tidak dikenali dengan

baik, misalnya pada kelainan letak kongenital, jaringan parut karena operasi sebelumnya,

destruksi kanalis fasialis karean kolesteatoma. 5

15

Page 16: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

Derajat parese harus ditentukan, paling sederhana adalah menurut klasifikasi House-

Bregmann. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG untuk melihat derajat kerusakan pada

saraf dan menentukan prognosis penyembuhan spontan. 5

Trauma operasi terhadap labirin sukar diketahui dengan segera, sebab vertigo pasca-

operasi dapat terjadi hanya karena iritasi selam operasi, belum tentu karena cedera operasi.

Trauma terhadap labirin bisa menyebabkan tuli saraf total. Manipulasi di daerah aditus ad

antrum dan sekitarnya pada lapangan operasi yang ditutupi oleh jaringa kolesteatoma dan

matriks koleteatoma dapat menyebabkan fistel labirin. 5

Trauma terhadap tulang pendengaran diperkirakan akan memperbuuk sistem

konduksi telinga tengah sedapat mungkin langsung rekonstruksi. Trauma terhadap dinding

sinus dan duramater sehingga terjadi perdarahan dan bocornya cairan otak, bila tidak luas

dapat ditungggu sebentar dan langsung ditutup dengan tandu komposit sampai kebocoran

berhenti. Trauma pada sinus lateralis, sinus sigmoid, bulbus jugularis, dan vena emissari dapat

menyebabkan perdarahan besar. 5

2.9 Prognosis

Mengeliminasi kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun mungkin memerlukan

beberapa kali pembedahan. Karena pada umumnya pembedahan berhasil, komplikasi dari

pertumbuhan tidak terkendali dari kolesteatoma sekarang ini jarang terjadi. 1,4,7

Timpanoplasti dinding runtuh menjanjikan tingkat kekambuhan yang sangat rendah

dari kolesteatoma. Pembedahan ulang pada kolesteatoma terjadi pada 5% kasus, yang cukup

menguntungkan bila dibandingkan tingkat kekambuhan timpanoplasti dinding utuh yang 20-

40%. 1,4,7

Meskipun demikian, karena rantai osikular dan/atau membran tympani tidak selalu

dapat sepenuhnya direstorasi kembali normal, maka kolesteatoma tetaplah menjadi penyebab

umum relatif tuli konduktif permanen. 1,4,7

16

Page 17: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

BAB III

KESIMPULAN

Dari semua penjabaran mengenai kolesteatom pada bab sebelumnya, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Bahwa meskipun banyak teori yang berusaha menjelaskan mengenai terbentuknya

kolesteatoma, patogenesis dari terbentuknya kolesteatoma sebenarnya masih belum pasti

hingga saat ini.

Sangat penting untuk memiliki pengetahuan dasar yang memadai mengenai karkteristik

anatomi dan fungsional dari telinga tengah untuk mencapai penatalaksanaan yang memuaskan

untuk kolesteatoma

Kunci dari didapatkannya diagnosis dini dan penatalaksanaan segera yang tepat untuk

kolestatoma adalah evaluai yang hati-hati dan menyeluruh mengenai presentasi klinis hingga

ke pencitraannya.

Penatalaksanaan yang paling sesuai adalah pembedahan dengan tujuan untuk

mengeradikasi penyakit dan untuk mencapai kondisi telinga yang kering dan aman dari in-

feksi berulang.

Pendekatan secara bedah harus disesuaikan pada masing-masing pasien sesuai dengan

keadaan umum dan luasnya penyebaran kolesteatoma itu sendiri.

Ahli bedah harus sangat waspada terhadap komplikasi pasca-pembedahan yang mengan-

cam nyawa ataupun menyebabkan kondisi serius terhadap pasien seperti cedera nervus

fasialis.

17

Page 18: Referat THT Budi ASSIH KOLESTEATOM ALSE FIX.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited August 25,

2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.

2. Moore K, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Edisi Pertama. Jakarta : Penerbit

Hipokrates; 2002

3. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008

4. Waizel S. Temporal Bone, Aquired Cholesteatoma. Emedicine. May 1, 2007 (cited Au-

gust 27, 2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/384879-overview

5. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Edisi Pertama. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;

2005

6. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997

7. DeSouza CE, Menezes CO, DeSouza RA, Ogale SB, Morris MM, Desai AP. Profile of

congenital cholesteatomas of the petrous apex. J Postgrad Med [serial online] 1989 [cited

2009 Sep 5];35:93. Available from: http://www.jpgmonline.com/text.asp?1989/35/2/93/5702

8. Makishima T, Hauptman G. Cholesteatoma. University of Texas Medical Branch Depart-

ment of Otolaryngology. January 25, 2006 (cited August 25, 2009). Available at

www.utmb.edu/otoref/grnds/Cholest.../Cholest-slides-060125.pdf

9. Cholesterol Granuloma. March 16, 2006 (cited September 7, 2009). Available at

http://www.upmc.com/Services/minc/conditionstreatments/Pages/cholesterol-granuloma.aspx

18