rotan

Upload: om-pamungkas

Post on 19-Oct-2015

85 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bahan

TRANSCRIPT

Tugas Teknologi Kayu Bambu dan Serat

ROTAN

Disusun oleh :

Nama: Fauzia DamayantiNIM: 0911033008Mata Kuliah: Teknologi Kayu Bambu dan SeratDosen Pengampu : Ika Atsari Dewi STP, MP.

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2012

BAB IPENDAHULUAN

Rotan adalah salah satu jenis tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) yang memiliki peranan ekonomi yang sangat penting. Sampai saat ini rotan telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan mebel, kerajinan, peralatan rumah tangga dan lain-lain. Kekuatan, kelenturan dan keseragaman rotan serta kemudahan dalam pengolahannya menjadikan rotan sebagai salah satu bahan non-kayu yang sangat penting dalam industri mebel.Indonesia merupakan salah satu penghasil rotan terbesar di dunia. Selama ini Indonesia telah memasok kurang lebih 80% kebutuhan rotan dunia baik dalam bentuk produk jadi misalnya mebel rotan maupun setengah jadi. Di satu pihak, hal tersebut menjadikan rotan sebagai penghasil devisa negara yang cukup besar, namun di pihak lain keterlambatan pembudidayaannya dapat menyebabkan berkurangnya jenis-jenis rotan sebagai sumber hayati Indonesia.Di Indonesia diperkirakan tumbuh kurang lebih 300 - 350 jenis rotan dan baru sekitar 53 jenis rotan yang sudah dikenal dan dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan bahwa baru sekitar 30% jenis rotan yang telah dikenal dan dimanfaatkan. Pada perkembangannya, jenis rotan komersial akan menipis dan jenis rotan yang kurang dikenal akan dimanfaatkan sebagai rotan pengganti. Oleh karena itu, jenis rotan yang belum dikembangkan perlu diketahui sifat dasar dan kemungkinan pembudidayaannya, sehingga karakteristik jenis rotan tersebut dapat disesuaikan dengan pemanfaatannya.Untuk pengembangan lebih lanjut, terutama pada tingkat industri dan bernilai komersial, sumberdaya rotan dan bambu selayaknya tidak lagi tergantung pada hutan alam. Proses budidaya kedua jenis hasil hutan bukan kayu ini perlu dikembangkan, terutama untuk jenis-jenis yang memang dibutuhkan industri dalam jumlah besar. Selain itu, teknik pengolahan juga seyogyanya mendapat perhatian tersendiri dalam rangka peningkatan kualitas produk olahan dari kedua jenis hasil hutan bukan kayu tersebut.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Deskripsi Rotan Akar tanaman rotan mempunyai sistem perakaran serabut, berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan bulat seperti silinder tetapi ada juga yang berbentuk segitiga. Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku. Pelepah dan tangkai daun melekat pada buku-buku tersebut. Tanaman rotan berdaun majemuk dan pelepah daun yang duduk pada buku dan menutupi permukaan ruas batang. Daun rotan ditumbuhi duri, umumnya tumbuh mengahadap ke dalam sebagai penguat mengaitkan batang pada tumbuhan inang (Januminro, 2000). Rotan termasuk tumbuhan berbunga majemuk. Bunga rotan terbungkus seludang. Bunga jantan dan bunga betina biasanya berumah satu tetapi ada pula yang berumah dua. Karena itu, proses penyerbukan bunga dapat terjadi dengan bantuan angin atau serangga penyerbuk. Buah rotan terdiri atas kulit luar berupa sisik yang berbentuk trapezium dan tersusun secara vertikal dari toksis buah. Bentuk permukaan buah rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan buah rotan umumnya bulat, lonjong atau bulat telur (Januminro, 2000).

2.2 Taksonomi Rotan Pengelompokan jenis-jenis rotan umumnya didasarkan atas persamaan cirri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman, yaitu: akar, batang, daun, bunga, buah dan alat-alat tambahan. Dalam ilmu taksonomi tumbuhan, rotan diklasifikasikan sebagai berikut (Tellu, 2005): Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Arecales Famili : Palmae (Arecaceae) Sub Famili : Calamoideae Genus : Calamus Spesies : Calamus caesius (rotan sega) merupakan salah satu contoh spesies genus Calamus

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Definisi RotanRotan adalah sekelompok palma dari puak (tribus) Calameae yang memiliki habitus memanjat, terutama Calamus, Daemonorops, dan Oncocalamus. Puak Calameae sendiri terdiri dari sekitar enam ratus anggota, dengan daerah persebaran di bagian tropis Afrika, Asia dan Australia. Ke dalam puak ini termasuk pula marga Salacca (misalnya salak), Metroxylon (misalnya rumbia/sagu), serta Pigafetta yang tidak memanjat, dan secara tradisional tidak digolongkan sebagai rotan.

Batang rotan biasanya langsing dengan diameter 2-5cm, beruas-ruas panjang, tidak berongga, dan banyak yang dilindungi oleh duri-duri panjang, keras, dan tajam. Duri ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri dari herbivora, sekaligus membantu pemanjatan, karena rotan tidak dilengkapi dengan sulur. Suatu batang rotan dapat mencapai panjang ratusan meter. Batang rotan mengeluarkan air jika ditebas dan dapat digunakan sebagai cara bertahan hidup di alam bebas. Badak jawa diketahui juga menjadikan rotan sebagai salah satu menunya.Rotan dalam struktur dunia tumbuh-tumbuhan termasuk Divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, class Monocotyledonae, Ordo Spacadiciflorae dan Famili/suku Palmae, dimana sampai saat ini sudah dikenal sebanyak 15 suku yaitu : Calamus, Daemonorops, Khorthalsia, Plectocomia, Ceratolobus, Plectocomiopsis, Myrialepis, Calospatha, Bejaudia, Cornera, Schizospatha, Eremospatha, Ancitrophylum dan Oncocalamus.Dari jumlah suku yang telah ditemukan tersebut, telah diketahui sebanyak 9 suku dengan jumlah jenisnya, yaitu : Calamus (370 spp/jenis), Daemonorops (115 spp/jenis), Khorthalsia (31 spp/jenis), Plectocomia (14 spp/jenis), Ceratolobus (6 spp/jenis), Plectocomiopsis (5 spp/jenis), Myrialepis (2 spp/jenis), Calospatha (2 spp/jenis), dan Bejaudia (1 spp/jenis).Di Indonesia sampai saat ini ditemukan sebanyak 8 jenis, yaitu Calamus, Daemonorops, Khorthalsia, Plectocomia, Ceratolobus, Plectocomiopsis, Myrialepis, dan Calospatha. Dari 8 suku tersebut total jenisnya di Indonesia mencapai tidak kurang dari 306 jenis penyebarannya di pulau Kalimantan sebanyak 137 jenis, Sumatera sejumlah 91 jenis, Sulawesi menyebar sebanyak 36 jenis, Jawa sejumlah 19 jenis, Irian 48 jenis, Maluku 11 jenis, Timor 1 jenis dan Sumbawa 1 jenis.Sampai saat ini jumlah yang benar-benar diketahui memiliki sifat dan memenuhi syarat serta kualitas yang dipersyaratkan untuk berbagai penggunaan berjumlah 50 jenis dari jumlah tersebut yang benar-benar memiliki nilai komersial tinggi dan banyak dipungut dan diperdagangkan berkisar 27 jenis saja. Berikut ini akan disajikan informasi tentang habitus dan sifat-sifats 40 jenis rotan terpenting berdasarkan daya gunanya dan telah banyak diperdagangkan secara komersil.

3.2 Sebaran Rotan di IndonesiaBerdasarkan data Departemen Kehutanan, menunjukan bahwa Propinsi Kalimantan Tengah merupakan daerah yang memiliki populasi pohon rotan yang tertinggi di Indonesia dengan populasi mencapai 75,45 % dari total 17,6 Juta pohon dan jumlah pohon yang siap tebang mencapai 81,10 % dari total 14,7 juta pohon rotan. Data sebaran potensi populasi dan prosentase pohon rotan tersebut diikuti oleh Propinsi Kalimantan Timur dengan jumlah 13,69 % dan 8,66 % dan Kalimantan Selatan dengan jumlah 7,46 % dan 8,28 %, sedangkan sisanya tersebar dibawah prosentase 1 % di seluruh wilayah propinsi lainnya.Dengan data tersebut, maka menjadi realistis apabila kebijakan tata niaga rotan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat harusnya berfihak pada daerah penghasil rotan, terutama tertuju pada para petani atau rumah tangga yang menguasai tanaman rotan, yang telah berahun-tahun melakukan penanaman dan pemeliharaan tanaman rotan.Berikut ini dapat dilihat sebaran potensi rotan di Indonesia sebagaimana peta berikut ini:

3.3 Budidaya RotanTidak semua jenis rotan disarankan untuk dibudidayakan. Beberapa faktor pertimbangan dalam pemilihan jenis-jenis rotan untuk dibudidayakan antara lain memiliki nilai ekonomi tinggi serta menghasilkan batang berkualitas tinggi. Beberapa jenis rotan yang dianggap memenuhi persyaratan tersebut serta layak dibudidayakan antara lain rotan manau (C. manan), rotan sega (C. caesius), rotan irit (C. trachyvoleus), rotan semambu (C. scipionum), rotan tohiti (C. inop), dan rotan batang (C. zolingeri/Daemonorops robustus). Secara umum, budidaya tanaman dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif. Teknik budidaya tanaman secara generatif dilakukan dengan menggunakan biji, sedangkan budidaya tanaman secara vegetative umumnya dilakukan dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti pucuk daun, akar, serta batang yang kemudian dikembangkan dengan teknik-teknik khusus seperti stek, cangkok, okulasi, dan kultur jaringan.

3.4 Pengolahan RotanTahapan pengolahan rotan dibedakan atas penanganan rotan pasca panen di hutan dan di industri. Selain itu, tergantung ukuran rotan, pengolahan rotan juga berbeda untuk rotan besar dan rotan kecil. Rachman (2005) mengklasifikasikan rotan kecil adalah rotan dengan diameter < 16 mm dan rotan besar adalah rotan dengan diameter > 16 mm. Contoh rotan kecil adalah rotan sega, irit, jermasin, pulut, dan lain-lain, sedangkan contoh rotan besar adalah rotan manau, tohiti, semambu, batang, dan lain-lain.

3.4.1 Penanganan Rotan Pasca Panen di HutanMenurut Rachman (2000), rotan dikatakan masak tebang apabila lebih dari tiga perempat pelepah yang menempel pada batang telah mengelupas dan meluruh ke tanah dan sebagian duri berwarna kehitaman serta telah rontok. Rotan besar umumnya masak tebang pada kisaran umur 15 tahun - 20 tahun dengan panjang batang berkisar antara 30 m - 60 m, sedangkan rotan kecil dapat ditebang pada umur 7 tahun dengan kisaran panjang batang antara 20 m - 30 m (Rachman, 2000). Setelah ditebas dan ditarik, rotan segera dibersihkan dari pelepah dan duri dengan menggunakan parang/golok secara hati-hati agar tidak merusak kulit rotan (Rachman, 2000).Lebih lanjut, Rachman (2000) menjelaskan perlakuan yang diberikan kepada rotan berukuran diameter besar sebagai berikut : setelah dibersihkan, rotan yang berdiameter besar kemudian dipotong-potong sesuai ukuran panjang (sekitar 2,5 m atau lebih) dan dipisahkan dari bagian pangkal rotan yang terlalu keras maupun bagian ujung yang masih muda. Potongan-potongan rotan ini kemudian diluruskan dengan cara menjepitkannya pada 2 batang pohon yang berdekatan atau cagak pohon sambil ditekan hati-hati agar rotan tidak patah. Potongan-potongan rotan tersebut kemudian diikat dengan tali bambu/rotan kecil menjadi bundelan-bundelan yang masing-masing berisi 25 potong - 60 potong. Bundelan-bundelan ini kemudian diangkut ke tepi hutan dan diletakkan di tempat yang teduh di lokasi penampungan sementara dengan diberi ganjal di bagian bawahnya agar tidak langsung berhubungan dengan tanah. Apabila rotan tidak langsung dibawa ke industri/tempat penggorengan dalam jangka waktu 5 hari setelah diangkut dari hutan, disarankan agar rotan sebaiknya diawetkan terlebih dahulu untuk mencegah serangan jamur biru, penggerek basah, dan kumbang ambrosia. Secara sederhana, pengawetan dapat dilakukan dengan merendam rotan dalam larutan bahan pengawet selama 2-4 jam. Tabel 1 menyajikan macam bahan pengawet yang dapat digunakan.Untuk rotan yang berukuran diameter kecil, setelah dipanen dan dibersihkan dari daun dan duri, menurut Rachman (2000), rotan yang memiliki lapisan silika dibersihkan dahulu dengan menggunakan alat runti. Setelah itu, rotan dapat dipotong-potong dengan panjang sesuai permintaan dan dipisahkan dari bagian pangkal yang keras maupun bagian ujung yang lunak. Selanjutnya, rotan dicuci dalam air mengalir dan digosok dengan karung goni yang diberi pasir atau sabut kelapa sampai rotan bersih dari kotoran. Rotan kemudian disusun ke arah memanjang sebanyak 35 potong - 70 potong dan kemudian ditekuk menjadi setengahnya serta diikat dengan tali bambu atau belahan rotan. Apabila rotan terlambat diangkut ke industri pengolahan, sebaiknya rotan juga diawetkan dengan prosedur yang sama dengan rotan besar (Rachman, 2000).3.4.2Pengolahan rotan di industriSebagaimana halnya dengan penanganan rotan pasca panen di hutan, terdapat sedikit perbedaan dalam pengolahan awal untuk rotan dengan ukuran diameter besar dengan rotan berdiameter kecil. Dibandingkan dengan rotan besar, proses pengolahan awal rotan kecil lebih sederhana. Pada umumnya, rotan kecil tidak perlu digoreng sebagaimana halnya rotan besar karena dapat mengering lebih cepat (Rachman, 2000). Walaupun demikian, Rachman (2005) menyatakan bahwa beberapa rotan kecil dapat pula digoreng dan dalam proses penggorengan tersebut harus dipisahkan darirotan besar.Beberapa langkah yang dilakukan dalam proses pengolahan awal rotan adalah sebagai berikut :

a. PersiapanTahapan persiapan terdiri atas kegiatan penumpukan rotan segar, pembersihan, dan sortasi (Rachman, 2000). Rotan yang diterima di tempat penumpukan adalah rotan yang berkualitas baik dan sudah cukup tua dengan ciri-ciri diameter silindris, cukup keras, tidak ada tanda-tanda keriput, dan mengandung lebih banyak warna hijau tua (Rachman, 2005). Penumpukan rotan dilakukan dengan menggunakan ganjal. Sebelum digoreng, sisa kelopak dan kotoran yang masih menempel pada batang rotan dibersihkan dengan cara digosok dengan kain perca, sabut kelapa atau karung goni (Rachman, 2005). Bersama-sama dengan proses pembersihan, dilakukan pula proses sortasi dengan cara memisahkan rotan yang akan diolah lebih lanjut dari rotan yang telah pecah atau belah (Rachman, 2000).

b. PenggorenganMenurut Rachman dan Hermawan (2005) tujuan penggorengan rotan adalah untuk menurunkan kadar air rotan dan mengeluarkan bahan-bahan larut minyak yang umumnya terdapat di bagian kulit (epidermis) rotan serta dapat menghalangi proses keluarnya air dari dalam rotan. Dengan melakukan penggorengan, waktu penjemuran rotan di lapangan dapat lebih singkat, sekitar 1 minggu - 2 minggu sehingga dapat mengurangi kemungkinan serangan jamur atau serangga perusak rotan (Rachman, 2005). Selain itu, warna rotan yang digoreng menjadi lebih cerah (Rachman, 2005).Peralatan yang dibutuhkan untuk penggorengan rotan terdiri atas wajan penggorengan dengan bentuk bak memanjang dan panjang minimal3,0 meter; kompor; besi pengait untuk mengangkat rotan yang telah digoreng, ayakan kawat bertangkai untuk mengambil sisa kotoran setelah penggorengan; jerigen penampung minyak goreng, pemberat untuk menindih rotan saat digoreng, sarung tangan tahan panas, karung goni bekas serta alat pemadam kebakaran (Rachman, 2000). Untuk menggoreng biasanya digunakan minyak tanah, minyak solar, atau campuran keduanya (Rachman, 2005).Penggorengan diawali dengan memasukkan minyak penggoreng ke dalam wajan penggorengan dan dipanaskan hingga mencapai suhu sekitar 800C (Rachman, 2005). Tergantung kapasitas wajan penggoreng, jumlah potongan rotan yang dapat dimasukkanuntuk setiap kali penggorengan dapat mencapai 200 potong 300 potong (Rachman, 2005). Konsumsi minyak goring untuk setiap potong rotan adalah sekitar 1/10 lt - 1/8 lt (Rachman, 2005). Penggorengan dilakukan selama + 10 menit 30 menit (Rachman, 2000). Rotan yang telah digoreng kemudian ditiriskan.

c. Penggosokan dan pencucianPenggosokan dilakukan pada rotan yang telah digoreng dan ditiriskan dengan menggunakan kain perca, sabut kelapa atau karung goni yang dicampurkan dengan pasir halus atau serbuk gergaji (Jasni, 2000). Penggosokan dilakukan berulang-ulang agar sisa kotoran terutama getah yang masih menempel pada kulit rotan dapat dilepaskan sehingga kulit rotan menjadi bersih dan dapat diperoleh rotan dengan warna yang cerah dan mengkilap (Rachman, 2005). Bersama-sama dengan penggosokan, rotan juga dapat dicuci untuk membersihkan rotan secara sempurna.

d. PeruntianPeruntian dilakukan untuk membuang lapisan silika yang melekat pada kulit beberapa jenis rotan kecil (Januminro, 2000). Beberapa jenis rotan yang umumnya memiliki lapisan silika pada kulit adalah rotan sega dan taman (Rachman, 2000). Peruntian rotan dapat dilakukan dengan menggunakan alat khusus disebut runti jala atau dengan menarik rotan bolak-balik melalui lubang pada sepotong bambu yang diikat berdiri pada sebatang pohon (Januminro, 2000).

e. PengeringanPengeringan rotan dilakukan di lapangan terbuka agar rotan langsung terkena paparan sinar matahari. Lantai tempat pengeringan bisa berupa tanah kering atau pelataran semen dengan drainase baik (Rachman, 2005). Rotan besar dikeringkan dengan cara disusun berdiri secara silang menyilang hampir tegak lurus pada sandaran yang terbuat dari kayu atau bambu (Rachman, 2005). Untuk mendapatkan hasil pengeringan yang merata dan warna yang cerah, rotan harus sewaktu-waktu dibalik (Rachman, 2005). Waktu pengeringan di musim kemarau hanya sekitar 1 minggu dan di musim penghujan dapat mencapai 2 minggu - 3 minggu untuk sampai pada kondisi kering udara dengan kadar air sekitar 15-18% (Rachman, 2005).Penjemuran untuk rotan kecil dapat dilakukan dengan menghamparkan rotan di atas para-para setinggi pusar atau sekitar 50 cm daritanah (Rachman, 2005). Selama penjemuran, rotan dibolak-balik untuk memperoleh hasil yang baik. Apabila turun hujan,maka permukaan rotan ditutup dengan plastik atau terpal. Waktu pengeringan bervariasi untuk setiap jenis rotan, tapi umumnya antara 1 minggu - 2 minggu pada saat cuaca cerah (Rachman, 2000).Pengeringan rotan juga dapat dilakukan dalam bangunan pengeringan tenaga surya yang dikombinasikan dengan tungku bakar untuk suplai panasnya. Bagan suhu yang dapat digunakan adalah 400C- 650C. Dengan bagan tersebut, rotan balukbuk, batang, manau, semambu, dan tohiti dapat dikeringkan sampai kadar air akhir 12 % selama + 3 hari dengan kualitas cukup baik (kecuali untuk rotan tohiti) (Yuniarti, 2005).

f. PengasapanUntuk memperoleh rotan bulat kualitas WS (washed and sulphurized) yang banyak diminta dalam dunia perdagangan, perlu dilakukan pengasapan terhadap rotan yang telah dijemur/dikeringkan. Pengasapan bertujuan untuk memutihkan warna kulit rotan, dengan proses pengelantangan (bleaching) menggunakan asap belerang (gas SO2) (Rachman, 2005). Selain itu, pengasapan juga bertujuan untuk memasukkan asap belerang ke dalam pori-pori rotan untuk meningkatkan ketahanannya terhadap serangan hama dan penyakit apabila disimpan cukup lama dalam gudang (Januminro, 2000).Pengasapan dilakukan dalam rumah asap berbentuk kubah yang terbuat dari tembok dan balok kayu dengan sumber asap berasal dari belerang yang dibakar di atas wadah anti bakar dan disalurkan ke dalam rumah asap tersebut. Rotan disusun berlapis-lapis dengan menggunakan ganjal agar asap dapat bergerak bebas di antara lapisan. Waktu pengasapan adalah 12 jam dan akan menghabiskan sekitar 7,5 kg belerang atau 1,8 g/potong rotan (Rachman, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

Januminro, CFM. 2000. Rotan Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.Jasni, D. Martono dan N. Supriana. 2000. Sari Hasil Penelitian Rotan. Dalam Sari Hasil Penelitian Rotan dan Bambu. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.Rachman, O., E. Basri dan D. Martono. 2000. Pedoman Pengolahan Rotan Lepas Panen. Perum Perhutani. JakartaRachman, O. dan H. Hermawan. 2005. Pedoman Penggorengan Rotan: Suatu Cara Menghasilkan Rotan Mutu Prima. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.Tellu, AT. 2005. Kunci Identifikasi Rotan (Calamus Spp.) Asal Sulawesi Tengah Berdasarkan Struktur Anatomi Batang. Biodiversitas. Sulawesi.