skrining thalassemia
DESCRIPTION
blok 27TRANSCRIPT
Skrining Pasangan Suami Istri
dengan Thalassemia
Felix Winata
102012156 / E3
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
PENDAHULUAN
Talasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan pertama kali
ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali. Talasemia merupakan kelainan
sintesis hemoglobin dimana merupakan kelainan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. Diperlukan pemahaman pengaturan sintesis hemoglobin secara
genetik. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan beta, sedangkan secara
klinis dibedakan antara talasemia mayor dan minor. Pada scenario, dikatakan bahwa sepasang
suami istri yang mengidap thalassemia alfa minor ingin memiliki keturunan. Pada makalah
ini akan dibahas probabilitas pasangan suami istri tersebut untuk mempunyai anak yang
sehat.
ANAMNESIS
Pertanyaan yang diberikan adalah:
1. Identitas pasien
Nama, tanggal lahir / umur, tempat lahir, pekerjaan, alamat, jenis kelamin, suku
bangsa, agama, dan pendidikan.
2. Keluhan utama dan penyerta
- Keluhan apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada,
atau tanpa gejala?
- Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?
- Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? Kelelahan dan berkurangnya
kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan berat biasanya dapat disebabkan
berkurangnya Hb yang beredar. Tanyakan apakah ada rasa ingin memakan bahan
yang tidak lazim seperti es, tanah, dan sebagainya. Gejala tersebut dapat ditemukan
pada anemia defisensi Fe (pica).
0
- Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe,Folat dan B12?
- Adakah gejala yang konsisten dengan malabsorpsi? Adakah tanda-tanda kehilangan
darah dari saluran cerna (tinja gelap, darah per rektal, muntah darah)?
- Adakah terlihat warna kulit dan sclera mata yang kuning?
- Adakah riwayat demam?
3. Riwayat penyakit dahulu
- Adakah riwayat penyakit kronis sebelumnya?
- Adakah tanda-tanda perdarahan sebelumnya (memar, pendarahan, dan infeksi,
epistaksis)?
- Adakah riwayat anemia sebelumnya?
- Apakah pernah mengkonsumsi obat-obatan?1
4. Riwayat keluarga
Adakah riwayat anemia dalam keluarga? Khususnya penyakit sel sabit, talasemia, dan
anemia hemolitik yang diturunkan.
5. Riwayat Bepergian
Tanyakan riwayat bepergian dan pertimbangkan kemungkinan infeksi parasit
(misalnya cacing tambang dan malaria).
6. Riwayat sosial, ekonomi1
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada kasus kelainan darah tidaklah banyak, karena untuk mendiagnosa
suatu kelainan darah dibutuhkan kelengkapan dan kecocokan antara gejala klinis yang
muncul dengan hasil temuan pemeriksaaan laboratorium penunjang. Namun jika pemeriksaan
dan anamnesis dilakukan dengan baik maka hanya dibutuhkan beberapa pemeriksaan untuk
menegakan diagnosis. Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan keadaan umum (KU) & TTV
Pemeriksaan KU pasien ialah melihat kondisi pasien langsung ketika datang ke klinik
atau rumah sakit. Hal-hal yang perlu diperhatikan ialah kesadaran dan keaktifan pasien.
Kemudian pada pemeriksaan TTV (tanda-tanda vital), yang perlu diperiksa ialah tensi,
laju nafas, frekuensi nadi, dan suhu tubuh. Kedua pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan yang wajib dilakukan bagi seluruh pasien.
2. Inspeksi terhadap warna kulit wajah dan sklera
1
Gambar 1. Pemeriksaan Fisik Mata
Inspeksi dilakukan dengan memperhatikan wajah & sclera, karena pada pasien yang
memiliki kelainan darah biasanya akan tampak anemis atau ikterik. Bila pasien dalam
keadaan anemia maka akan muncul gambaran wajah pucat dengan sclera anemis. Namun
bila pasien tersebut mengalami gangguan metabolic misalnya hepatitis maka sclera &
kulit akan tampak ikterik.
3. Palpasi region abdomen
Palpasi pada region abdomen bertujuan untuk memeriksa ada atau tidaknya
hepatomegali, splenomegali, dan cirrochis karena yang biasanya muncul dalam kasus
pasien kelainan darah ialah munculnya anomaly pada kedua organ ini. Hal ini
dikarenakan kedua organ ini masing-masing memegang peran dalam proses pembentukan
serta perombakan SDM. Pemeriksaan hepar dilakukan pada garis axilla anterior kanan
dan midclavicula kanan dimulai dari daerah SIAS, yang dinilai ialah ukuran teraba/tidak,
konsistensi lunak/keras, permukaan rata/berbenjol, dan ada/tidaknya nyeri saat palpasi.
Sedangkan pemeriksaan limpa dilakukan menurut pembagian garis Schuffner yang
dimulai dari arcus costae kiri melewati umbilicus hingga ke SIAS kanan. Hal yang
diperhatikan sama dengan pemeriksaan hepar.2
2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambar 2.Alur Diagnosis Thalassemia6
1. Pemeriksaan darah rutin lengkap
Untuk melihat keadaan darah secara umum, yaitu pemeriksaan Hb, Hematokrit (Ht),
jumlah SDM, leukosit, dan trombosit. Nilai normal Hb (laki-laki >13 g/dL wanita
>12g/dL), Ht (37-42%), SDM (4-5,5 juta sel/uL), leukosit (4.500-11.000 sel/uL), dan
trombosit (150.000-350.000 sel/uL). Dari pemeriksaan keadaan umum darah terkadang
sudah dapat menjawab apakah seseorang menderita kelainan darah ataupun tidak. Anemia
biasannya berat, dengan kadar hemoglobin berkisar antara 3-9 g/dl.
2. Sediaan Hapus Darah Tepi (SHDT)
Apusan darah digunakan untuk menilai ukuran/bentuk sel darah merah; gambaran dan
diferensial sel darah putih; sel abnormal; ukuran dan morfologi trombosit, dan lainnya.
3
Eritrosit memperlihatkan anisositosis, poikilositosis, dan mikrositer hipokromia berat.
Sering ditmukan sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak
ditemukan terutama pasca splenektomi. Leukosit dan trombosit normal.
3. Pemeriksaan hitung Serum Iron (SI) , Total Iron Binding Capacity (TIBC) dan Ferritin
Pemeriksaan yang menghitung jumlah besi dalam serum dan protein aktif pengangkut
zat besi dalam darah. Pada beberapa kasus anemia, bisa disebabkan oleh karena
kekurangan asupan zat besi yang sangat lama. Sehingga hal ini membuat kadar ferritin
dalam plasma darah akan menurun.
4. Elektroforesis Hb dan Tes DNA
Pemeriksaan ini digunakan hanya untuk kasus-kasus hemoglobinopati seperti
talasemia. Pemeriksaan ini menggunakan agar elekroforesis dan darah, dengan bahan
yang ada akan dibentuk suatu gambaran kurva yang menunjukan kadar masing-masing
globin dalam suatu SDM. Petunjuk adanya talasemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart’s
dan HbH. Pada talasemia beta, kadar HbF bervariasi antara 10-90 %, sedangkan dalam
keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1% .3 . Tes DNA juga dapat dilakukan apabila
tersedia untuk lebih memastikan diagnosis Thalassemia jenis apa yang diderita.
No Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan (Anak-anak)
1 Eritrosit 4.00 – 5.20 x 106 /ul
2 Leukosit 6.000 – 17.000 μl
3 Trombosit 200.000 – 475.000 μl
4 Retikulosit 0,5% - 2,0% dari seluruh SDM
5 Hb 11 – 16 g/dl
6 Ht 29% - 40%
4
7 LED 0 – 10 mm/jam
8 MCV 82 – 92 cuμ
9 MCH 27 -31 pg
Tabel 1. Berbagai Nilai Normal Hasil Uji Laboratorium pada Anak4
WORKING DIAGNOSIS
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif. Talasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan
produksi rantai globin. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan beta,
sedangkan secara klinis dibedakan antara talasemia mayor dan minor. Talasemia mayor
sangat tergantung pada transfuse dan talasemia minor (karier) biasa tanpa gejala. Talasemia
diturunkan berdasarkan Hukum Mendel, resesif. Heterozigot biasanya tanpa gejala
homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat daripada talasemia alfa atau beta.
Talasemia Alfa
Biasanya disebabkan oleh delesi gen. Pada talasemia α, terjadi penurunan sintesis dari
rantai α globulin. Sandi pembentukan rantai α terdiri dari dua pasang gen yang terletak di
lengan pendek kromosom 16. Dengan demikian, talasemia α dapat dibagi menjadi 4 sindrom:
1. Silent carrier (Dengan genotip –α/αα)
Kelainan ini sering dijumpai di Asia Tenggara dan Melanesia. Secara klinis, kelainan
ini tidak menimbulkan gangguan. Mungkin ditemukan pada anak yang salah satu orang
tuanya menderita HbH. Kadar HbA2 dan HbF normal, tidak terjadi anemia tetapi nilai-
nilai NER menurun.
2. Talasemia α trait (minor) dengan genotip --/αα (α0 heterozigot) atau –α/-α (α+ homozigot)
3. Hb H dengan genotip --/-α, terjadi penghapusan (deletion) 3 gen alfa.
Derajat anemianya bervariasi. Kelainan ini lebih banyak dijumpai pada orang Asia
daripada orang Mediterania dan sangat jarang pada orang-orang Afro Amerika.
Akumulasi HbH akan menyebabkan eritrosit lisis. Adanya presipitat HbH di dalam
eritrosit dapat mudah dilihat dengan pewarnaan supravital menggunakan zat warna New
Metilen Blue. Pada kelainan ini anemia bervariasi dari ringan sampai sedang dan
5
dijumpai splenomegali.
4. Hidrops fetalis dengan genotip --/-- berarti gen α nihil.
Ditemukan Hb Bart’s dengan tetramer gamma4 dan sedikit Hb Portland 1 dan Hb
Portland 2. Kedua Hb yang terakhir ini yang memungkinkan kehamilan berlanjut,
meskipun akan berakhir dengan prematuritas dan kematian janin. Baik Hb Bart’s maupun
HbH, mempunyai afinitas terhadap oksigen 10 kali lebih kuat daripada HbA, sehingga
oksigenasi jaringan tidak mungkin berlangsung.5,6
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Talasemia Beta
Thalasemia beta disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta yaitu sepasang Gen
beta di kromosom 11.
Berdasarkan gambaran klinisnya, talasemia beta dibagi menjadi:
1. Talasemia β mayor dengan karakteristik anemia berat dan ketergantungan pada transfusi
darah. Talasemia β mayor disebut Coolish anemia atau Mediterania anemia. Kelainan ini
terjadi pada anak yang berasal dari perkawinan sepasang suami istri talasemia β trait.
Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Dengan berkurangnya
sintesis β-globin, sebagian besar rantai α yang diproduksi tidak dapat menemukan
pasangannya rantai β untuk berikatan, sehingga menyebabkan kekurangan pembentukan
α2β2 (Hb A). Kelebihan rantai-α akan berikatan dengan rantai-γ yang secara
kompensatoir Hb F meningkat.
2. Talasemia intermedia: tidak memerlukan transfuse darah
3. Talasemia minor: heterozigot, asimptomatik
Talasemia beta mengenai rantai beta hemoglobin yang berjumlah 2 buah, 1 dari ayah dan
1 dari ibu. Jika 1 gen yang terkena, gejala akan ringan, disebut talasemia beta minor. Jika
kedua gen terkena, gejala dapat sedang hingga berat, disebut talasemia beta mayor atau
anemia Cooley’s.
Kelebihan rantai alfa mengendap pada membrane sel eritrosit dan prekursornya. Hal ini
menyebabkan pengerusakan precursor eritrosit yang hebat intrameduler. Kemungkinan
melalui proses pembelahannya atau proses oksidasi pada membrane sel precursor. Eritrosit
yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien
dan oksidasi membrane sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan
penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada talasemia beta disebabkan oleh
6
berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit.
Kombinasi anemia pada talasemia beta dan eritosit yang kaya HbF engan afinitas okigen
tinggi, menyebabkan hipoksia berat yang menstimulasi produksi eritropoetin. Hal ini
mengakibatkan peningkatan massa eritoid yang tidak efektif dengan perubahan tulang,
peningkatan absorbsi besi, metabolisme rate yang tinggi, dan gambaran klinis talasemia beta
mayor. Penimbunan lien dengan eritrosit abnormal mengakibatkan pembesaran lien.5,7
ETIOLOGI
Sindrom talasemia akibat tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai polipeptida
globin yang bergabung membentuk hemoglobin. Sindrom thalassemia-α biasanya disebabkan
oleh delesi satu gen globin atau lebih. Thalassemia- dapat juga karena delesi gen, tetapi
lebih lazim merupakan akibat kelainan pembacaan atau pemrosesan DNA. Pada tingkat
molekular, sekurang-kurangnya diketahui 100 mutasi yang mengakibatkan kelainan ini.
Mutasi ini dapat mengurangi produksi atau mengubah pemrosesan mRNA. Cara lain
pergeseran kerangka atau mutasi nonsense dapat menggambarkan mRNA nonfungsional.
Pada tingkat fenotip, tidak dibuat -globin (thalassemia-0) atau pengurangan jumlah -
globin. normal yang dihasilkan (thalassemia-+). Hanya rantai globin normal yang dihasilkan
pada kelainan ini, tetapi ada bentuk thalassemia tidak biasa lain yang secara struktural
disintesis rantai globulin abnormal.8
EPIDEMIOLOGI
Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit
genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah perbatasan
Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub-benua India, dan Asia Tenggara.
Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitarn
Amerika membawa gen untuk thalassemia. Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40%
dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalassemia. Daerah geografi di mana tha-
lassemia merupakan prevalen yang sangat paralel dengan daerah di mana Plasmodium
falciparum dulunya merupakan ende-mik. Resistensi terhadap infeksi malaria yang
mematikan pada pembawa gen thalassemia agaknya menggambarkan kekuatan selektif yang
kuat yang menolong ketahanan hidupnya pada daerah endemik penyakit ini.9
7
PATOFISIOLOGI
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, talasemia merupakan suatu penyakit
kelainan hemoglobinopati yang bersifat herediter dan terkait autosomal resesif kromosom.
Jika seseorang menerima gen dari orang tua yang sama-sama carrier atau bahkan salah satu
adalah penderita maka akan ada kemungkinan menjadi anak dengan kromosom autosom yang
homozigot & mengandung gen talasemia akan terjadi keadaan yang disebut talasemia mayor.
Kelainan ini disebabkan adanya lesi/defek pada kromosom 11 atau 16, jika defek terdapat
pada 1 dari 200 titik gen pada kromosom 11 maka akan menghasilkan orang dengan
talasemia beta. Bila lesi tersebut terdapat pada kromosom 16 maka akan menghasilkan orang
dengan talasemia alfa.
Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen
globin-α pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui
sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, atau semua empat gen ini. Delesi gen globin-α tunggal
menghasilkan pengidap tenang fenotipe thalassemia-α (silent carrier). Biasanya tidak ada
abnormalitas hematologi yang nyata, kecuali mikrositosis ringan.
Individu yang kekurangan dua gen globin-α memperlihatkan gambaran thalassemia-α,
dengan anemia mikrositik ringan. Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts
(γ4) dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak lagi
terlihat, dan kadar Hb A2 dan Hb F secara khas normal.
Bentuk thalassemia-α yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-α,
disertai dengan tidak ada sintesis rantai sama sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2
semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Bart’s (γ4)
merupakan sebagian besar dari Hb pada bayi yang menderita, dan karena γ4 mempunyai
afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga
mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal yang berfungsi sebagai pengangkut
oksigen. Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup
meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung
kongestif dan edema anasarka berat. 9
8
GEJALA KLINIK
Gejala klinis talasemia biasanya menimbulkan anemia yang bervariasi dari ringan
sampai berat, ikterus karena peningkatan destruksi SDM oleh limpa, hepatosplenomegali,
pertumbuhan yang terlambat, dan terkadang ada gambaran overload besi.
Untuk mendiagnosa seseorang menderita talasemia cukup sulit, karena membutuhkan
pemeriksaan penunjang laboratorium dikarenakan talasemia merupakan penyakit
keturunan/herediter yang terdapat pada autosomal dan bersifat resesif. Gejala klinis talasemia
biasanya muncul pada saat bayi berusia 3-6 bulan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut bayi
berusaha meningkatkan jumlah Hb dewasa lewat proses eritropoesis di sumsum tulang. Pada
fase inilah HbF mulai berkurang jumlahnya diiringi kenaikan HbA.
Namun pada keadaan talasemia, bergantung pada kromosom yang mengalami defek.
Bila terdapat defek pada gen pembentuk alfa globin maka akan terjadi talasemia alfa dan
demikian seterusnya. Berat ringannya gejala bergantung seberapa besar wilayah lesi/defek
pada komosom tersebut, semakin luas wilayahnya akan semakin fatal akibatnya, seperti kasus
hidrops fetalis dimana keseluruhan alfa globin tidak dapat terbentuk sehingga janin akan mati
in utero.
Gejala klinis yang umum muncul pada penderita talasemia ialah pucat, terkadang
lesu, mudah lelah, Hb dan Ht menurun, tidak membaik dengan pemberian zat besi, jumlah
besi ferritin dalam batas normal, ditemukannya jumlah SDM yang meningkat namun
mikrositik hipokrom, ditemukannya sel target, ada kasus tertentu ditemukan trombositosis
ringan, sering disertai dengan hepatosplenomegali pada kasus kronik.9
KOMPLIKASI
Komplikasi dari penyakit talasemia ialah lebih mengarah kepada kerusakan multi organ
sistemik seperti hepar dan limpa, anemia berat kronis, mudahnya terjadi infeksi, ekspansi
sumsum tulang yang berlebihan sehingga terjadi osteoporosis, dan mengalami overload zat
besi karena destruksi SDM yang lebih cepat dari seharusnya. Pertumbuhan lambat terutama,
akibat kegagalan maturasi tulang, terutama selama tahun-tahun remaja. Maturasi seksual juga
terlambat, atau tidak ada dan hipogonadisme lazim pada anak laki-laki dan perempuan.
Kelainan pertumbuhan dan perkembangan ini diduga akibat hemosiderosis transfusi
bukannya talasemia. Namun pertumbuhan tinggi dan berat badan cukup normal selama umur
4-5 tahun pertama pada anak yang ditransfusi secara teratur dan perkembangan intelektual
normal.
9
Kematian pada sebagian besar penderita yang ditransfusi secara .teratur dianggap
berasal dari kelebihan besi. Penyerapan besi saluran cerna meningkat sebagai akibat anemia
hemolitik kronis. Lagi pula, terjadi peningkatan beban besi tubuh yang progresif sekitar 250
mg pada setiap unit darah yang ditransfusikan (besi tubuh total 3,5 g pada laki-laki dewasa
normal). Akumulasi besi menyebabkan penggelapan kulit karena melanin dan besi
diendapkan di dermis. Akumulasi besi pada jaringan lain, terutama hati, pankreas, kelenjar
endokrin, dan jantung, dapat mengakibatkan fibrosis dan kerusakan organ permanen.
Diabetes melitus, insufisiensi hati, dan gangguan kelenjar endokrin dapat terjadi. Komplikasi
yang paling serius adalah gagal jantung yang sering mematikan yang mengikuti aritmia
atrium dan ventrikel yang aneh pada beberapa remaja dan dewasa muda.8,9,10
PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa
1. Terapi Khelasi Besi
Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang yang tidak dapat dihindari
karena seliap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak
dapat diekskreksikan secara fisiologis. Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkan
dicegah dengan pemberian parenteral obat pengkhelasi besi (iron-chelating drugs),
deferoksamin, yang membentuk kompleks besi yang dapat diekskresikan dalam urin.
Obat ini diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa
portabel kecil (selama tidur), 5 atau 6 malam/minggu. Penderita yang menerima regi-
men ini dapat memperlahankan kadar feritin serum kurang dari 1.000 ng/mL, yang
benar-benar di bawah nilai toksik.8,9
2. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah
Non-Medika Mentosa
1. Transfusi DarahTransfusi teratur sangat penting untuk ketahanan hidup kebanyakan thalassemia-
homozigot. Terapi diberikan secara teratur uniuk memperta-hankan kadar Hb di atas
10 g/dL. Regimen "hipertransfusi" ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata. Hal
memungkinkan pasien dapat lebih nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan
masalah kosmetik progresif yang terkait dengan perubahan tulang-tulang muka, dan
10
meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel
darah merah terpampat (PRC) biasanya diperlukan seliap 4-5 minggu. Uji silang harus
dikerjakan untuk mencegah alloimunisasi dan mencegah reaksi transfusi. Lebih baik
digunakan PRC yang relatif segar (kurang dari 1 minggu dalam antikoagulan CPD).
Walapun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi demam akibat tranfusi lazim ada. Hal ini
dapat diminimalkan dengan penggunaan eritrosit yang direkonstitusi dari darah beku
atau penggunaan filter leukosit, dan dengan pem-berian antipiretik sebelum transfusi.
2. Splenektomi
Splenektomi dipertimbangkan pada penderita yang kebutuhan transfusinya bertambah
di luar porporsi pertumbuhan atau proporsi yang mengurangi gejala tekanan yang
disebabkan oleh hipertrofi limpa masif. Splenektomi meningkatkan risiko sepsis yang
parah sekali, dan oleh karena itu operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang
jelas dan harus ditunda selama mungkin. Kebutuhan transfusi melebihi 240 ml/kg
PRC/tahun biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk
mempertimbangkan splenektomi.9
3. Cangkok sumsum tulang
Cangkok sumsum tulang (CST) adalah kuratif pada penderita ini dan telah terbukti
keberhasilan yang meningkat, meskipun pada penderita yang telah menerima transfusi
sangat banyak. Namun, prosedur ini membawa cukup risiko morbiditas dan mortalitas
dan biasanya hanya dapat digunakan untuk penderita yang mempunyai saudara
kandung yang sehat (yang tidak terkena) yang histokampatibel.8,9
PENCEGAHAN
Konseling Genetika
Tidak ada pengobatan definitif yang tersedia dengan luas untuk talasemia, penekanan
utama telah ditempatkan pada penapisan populasi yang berisiko agar dapat diberikan
konseling genetik. Ada beberapa cara yaitu hindari menikah dengan orang yang memiliki
riwayat talasemia dan skrining sebelum menikah & ketika akan memiliki anak. Melalui
konseling genetika juga diharapkan dapat memberi tahu pasangan yang mengidap
thalassemia akan seberapa besar probabilitas mereka untuk mempunyai anak yang sehat,
carrier ataupun yang mengidap thalassemia mayor melalui penyusunan pedigree. Penapisan
pembawa sifat talasemia lebih berdaya guna bila dikerjakan dengan penilaian indeks sel
darah merah.
11
Di Indonesia program pencegahan thalassemia terutama tipe mayor telah dikaji oleh
Departemen Kesehatan melalui program "Health Technology Assesment" (HTA), di mana
beberapa butir rekomendasi, sebagai hasil kajian, diusulkan dalam program prevensi
talasemia, termasuk tekhnik dan metoda uji saring laboratorium, strategi pelaksanaan,
psikososial, dan agama.1
= Sakit
= Carrier
= Sehat
Gambar 3. Pedigree chart Autosomal Recessive
PROGNOSIS
Prognosis tergantung tipe thalassemia yang menyerang seseorang. Tanpa terapi
penderita akan meninggal pada dekade pertama kehidupan, pada umur, 2-6 tahun, dan selama
hidupnya mengalami kondisi kesehatan buruk. Dengan tranfusi saja penderita dapat mencapai
dekade ke dua, sekitar 17 tahun, tetapi akan meninggal karena hemosiderosis, sedangkan
dengan tranfusi dan iron chelating agent penderita dapat mencapai usia dewasa meskipun
kematangan fungsi reproduksi tetap terlambat.8,9
12
Xn YXn Xc
Xc Y Xc YXn Y
Xn Y Xc Y Xn Y Xc XnXc Xn Xc Xc
Xn XnXn Xc Xn Xn
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dijabarkan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa talassemia alpha merupakan terjadinya delesi rantai alpha pada kromosom 16, gejala
klnis yang ditimbulkan bervariasi mulai asimptomatik sampai yang mengancam nyawa. Pada
skenario dikatakan sepasang suami istri yang memiliki thalassemia alpha minor ingin
memiliki anak, maka dari itu perlu dilakukan konseling genetik terlebih dahulu. Menurut
pedigree chart yan telah dibuat maka kemungkinan pasangan ini untuk memiliki anak yang
sehat adalah 1 : 4 atau 25% ,begitu pula kemungkinan untuk memiliki anak dengan
thalassemia mayor sebesar 25% dan 50% kemungkinan untuk memiliki anak carrier seperti
pada pasangan suami istri tersebut pada tiap kehamilannya.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Gleadle Jonathan, Mehta A, Hoffbrand V. Anemia dalam buku At a Glance anamnesis dan
pemeriksaan Fisik. Alih bahasa, Rahmalia Annisa; editor, Safitri Amalia. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2005. h.18-25,83-4
2. Brashers VL. Anemia. In: Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan dan manajemen. Trans
Kuncara HY, Yulianti D. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. 171-82.
3. Mansjoer A, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta kedokteran. Edisi ke 3. Jlid 2. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.h.497-8
4. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Alih bahasa, Sari
Kurniansih, et all; editor bahasa Indonesia, Ramona P.Kapoh .Edisi 6. Jakarta. EGC;
2007. h.813-7
5. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku ajar
hematologi-onkologi anak. Cetakan ke-2. Ikatan Dokter Anak Indonesia;2006.h.64-73
6. Sudiono H, et all. Penuntun patologi klinik hematolog. Jakarta: Bagian Patologi Klinik
FK UKRIDA; 2009.h.138
7. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi; alih bahasa: Lyana
Setiawan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2005.h. 67-87
8. Mentzer WC. Talasemia dalam Buku Ajar Pediatrik Rudolf; editor, Abraham M.
Rudolph, et all; alih bahasa, A. Samik Wahab, Sugiarto; editor bahasa Indonesia, Natalia
Susi, et all. Ed.20 Vol.2. Jakarta: EGC; 2006. h. 1331-34
9. Honig GR. Kelainan hemoglobin dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Nelson; editor
Richard E. Behrnab, et all; Alih bahasa, A. Samik Wahab; editor bahasa Indonesia, A.
Samik Wahab, et all. Ed.15 Vol.2. Jakarta: EGC; 2000. h. 402-20
10. Sudoyo Aru W, et all. Dasar-dasar talasemia: Salah satu jenis hemoglobinopati. Iswari S,
Atmakusuma D(eds). Buku ajar IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2009.h.1379-86
14