skripsi diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan...
TRANSCRIPT
I
PENGARUH KEWIBAWAAN PENGASUH TERHADAP
INTERAKSI SOSIAL SANTRI DI PONDOK PESANTREN EDI
MANCORO DESA GEDANGAN KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2014
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh :
RORO RISALATUL MUAKHIROH
NIM :11110 170
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2014
III
KEMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax 323433 Salatiga 50721
Website: www.stainsalatiga.ac.idE-mail: [email protected]
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, skripsi saudara:
Nama : Roro Risalatul Muakhiroh
NIM : 111 10 170
Jurusan : TARBIYAH
Program Studi: Pendidikan Agama Islam
Judul : “PENGARUH KEWIBAWAAN PENGASUH TERHADAP
INTERAKSI SOSIAL SANTRI DI PONDOK PESANTREN
EDI MANCORO DESA GEDANGAN KABUPATEN
SEMARANG TAHUN 2014”
telah kami setujui untuk dimunaqasyahkan.
Salatiga, 20 Februari 2015
Pembimbing
Dr. H. M. Zulfa, M.Ag.
NIP. 19520430 197703 1001
IV
SKRIPSI
PENGARUH KEWIBAWAAN PENGASUH TERHADAP INTERAKSI
SOSIAL SANTRI DI PONDOK PESANTREN EDI MANCORO DESA
GEDANGAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014
DISUSUN OLEH
RORO RISALATUL MUAKHIROH
NIM : 111 10 170
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah,
Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Salatiga, pada tanggal 20 Februari 2015 dan telah dinyatakan memenuhi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Kependidikan Islam.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Dr. Imam Sutomo, M.Ag. :
Sekretaris Penguji : Dr. M. Zulfa M, M.Ag. :
Penguji I : Drs. SumarnoWidjadipa, M.Pd. :
Penguji II : Dr. BudiyonoSaputro, M.Pd. :
Salatiga20 Februari 2015
Ketua STAIN Salatiga
Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd.
NIP. 19670112 199203 1005
V
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Roro Risalatul Muakhiroh
NIM : 11110 170
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : S1-Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik
ilmiah.
Salatiga, 20Februari 2014
Yang Menyatakan,
Roro Risalatul Muakhiroh
111 10 170
VI
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa
yang dipimpinnya
PERSEMBAHAN
Yang Utama Dari Segalanya...
Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan
kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku
dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. atas karunia
serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang
sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu
terlimpahkan keharibaan Rasullah Muhammad SAW.
Semoga sebuah karya mungil ini menjadi amal shaleh bagiku dan
menjadi kebanggaan bagi keluargaku tercinta. Kupersembahkan
karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan
kusayangi.
Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang
tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada
BapakkuM. Asrori Achmad dan IbukuRichaniyah sebagai
peneduh jiwaku, yang selalu mencurahkan segala kasih
sayangnya ketika aku masih dalam kandungan hingga
VII
terlahir ke dunia, sehingga dapat melihatku tumbuh menjadi
perempuan yang membahagiakan. Bapak dan Ibu yang telah
memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih
yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas
hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta
dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk
membuatku termotivasi dan selalu menyirami kasih sayang,
selalu mendo’akanku, selalu menasehatiku menjadi lebih baik,.
Bapak KH. Mahfud Ridwan, Lc dan Ibu Hj. Nafisah yang
selalu membimbing serta memberikan nasehatnya ketika
kami belajar untuk hidup mandiri.
Gus M.Hanif, M.Hum dan Ning Rosyidah, Lc yang tak kenal
lelah memberikan petuahnya kepada kami.
Untuk kakakku ziyadatul Barokah dan adikku Qodliyatul
Amri Agutina terima kasih atas dukungan dan motivasi.
Semua santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro, yang telah
memberikan warna kehidupan serta telah mengukir cerita di
pondok ini. Dari sinilah penulis belajar mandiri, berorganisasi,
hidup bermasyarakat, dan menjadi seorang pemimpin.
Sahabat kecilku di TBB Edi Mancoro dan TPQ Az Zahra,
yang selalu membuatku tertawa lepas karena kepolosan
kalian.
VIII
Bapak Dr. H. M. Zulfa, M.Ag. selaku dosen pembimbing
skripsi saya, terima kasih atas bimbingan bapak selama ini.
Untuk guru-guruku, ustadz, serta semua dosen terima kasih
atas bimbingan dan arahan selama ini. Semoga ilmu yang
telah diajarkan menuntunku menjadi manusia yang berharga
di dunia dan bernilai di akhirat.
Teman-teman PAI C angkatan 2010 , kebersamaan kita
ketika masih menjadi mahasiswa baru hingga sekarang telah
terlukis dalam bingkai kebersamaan.
My best man, dalam hari-hari penulis. Seseorang yang telah
menemani selama perjalananku untuk belajar menjadi
seorang wanita sholihah, terimakasih atas dukungan dan
kesabarannya. Because, you still with me…..
Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu,
Akhir kata, semoga skripsi ini membawa kebermanfaatan.
Jika hidup bisa kuceritakan di atas kertas, entah berapa
banyak yang dibutuhkan hanya untuk kuucapkan terima
kasih…
IX
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan
para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.
Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. Selaku Ketua STAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd, Selaku ketua jurusan tarbiyah.
3. Bapak Rasimin, S.Pd.I. M.Pd. selaku ketua program studi PAI.
4. Bapak Dr. H. M. Zulfa M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi.
5. Bapak ibu dosen serta karyawan STAIN Salatiga
6. Bapak dan ibu, saudara-saudara, serta teman-teman yang selalu mendoakan dan
memberikan dukungan dalam menyelesaikan studi di STAIN Salatiga.
Kepada mereka semua, penulis tidak dapat memberikan balasan apapun.
Hanya untaian kata terima kasih yang bisa penulis sampaikan, semoga Allah
SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka serta membalas semua
amal baik yang telah diberikan kepada penulis.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya
dan para pembaca umumnya.
Salatiga, 20 Februari 2015
Penulis
X
ABSTRAK
Muakhiroh, Roro Risalatul. 2014. 11110170. Pengaruh kewibawaan pengasuh
terhadap interaksi sosial santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa
Gedangan Kabupaten Semarang tahun 2014. Skripsi Jurusan Tarbiyah.
Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Salatiga. Pembimbing: Dr. H. M. Zulfa M.Ag.
Kata kunci: Kewibawaan Pengasuh, Interaksi Sosial Santri
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang dikenal sejak lama oleh
masyarakat. Sebuah pesantren biasanya identik dengan para santri yang selalu
mengenakan peci, bersarung dan membawa kitab ketika akan mengaji, kemudian
terpandangnya sosok pengasuh baik dari segi keilmuan maupun kewibawaan dalam
memimpin pondok pesantren yang dipimpin.
Rumusan masalah dalam penelitian ini : 1) Bagaimana kewibawaan pengasuh
di Pondok Pesantren Edi Mancoro Ds. Gedangan Kab. Semarang Tahun 2014, 2)
Bagaimana interaksi sosial santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Ds. Gedangan
Kab. Semarang Tahun 2014, 3) Adakah pengaruh kewibawaan pengasuh terhadap
interaksi sosial santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Ds. Gedangan Kab.
Semarang Tahun 2014.
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesanren Edi Mancoro penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif. Pengumpulan data menggunakan instrumen angket
tertutup dan rating scale untuk mengumpulkan data X dan Y. Yang menjadi subjek
penelitian adalah seluruh santri yaitu 51 santri. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan teknik total sampling. Data yang terkumpul dianalisis
dengan menggunakan teknik analisis statistik chi kuadrat.
Pengujian hipotesis penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh kewibawaan
pengasuh dengan interaksi sosial santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Ds.
Gedangan Kab. Semarang Tahun 2014. Hal ini terbukti karena r hitung lebih besar
dari pada r tabel, r hitung yaitu 0,421 yang mana dengan N 51 diperoleh nilai r tabel
pada taraf signifikan 5% sebesar 0,279 dan r tabel pada taraf signifikan 1% sebesar
0,361 sehingga hipotesis dapat diterima kebenarannya.
XI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL… ........................................................................... i
LEMBAR BERLOGO..... ....................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... iii
PENGESAHAN KELULUSAN............................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................................. v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................. ix
ABSTRAK ............................................................................................... x
DAFTAR ISI............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................xvi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Hipotesis Penelitian .................................................................... 5
E. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
XII
F. Definisi Operasional ................................................................... 6
G. Metode Penelitian ....................................................................... 9
1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian ................................ 9
2. Lokasidan Waktu Penelitian……………………………… 9
3. Populasi dan Sampel……………………………………... 10
4. Metode Pengumpulan Data………………………………. 11
5. Analisis Data……………………………………………... 13
H. Sistematika Penulisan…………………………………………. 14
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A. Kewibawaan Pengasuh ............................................................... 16
1. Pengertian Kewibawaan ......................................................... 16
2. Perbedaan antara Kewibawaan Orang Tua dan Kewibawaan
Guru atau Pendidik-Pendidik Lainnya terhadap Anak-anak Didiknya
................................................................................................. 19
3. Fungsi Kewibawaan dalam Pendidikan ................................. 22
4. Faktor-Faktor Kewibawaan .................................................... 23
5. Sumber Kewibawaan ............................................................. 25
B. Interaksi Sosial Santri ................................................................. 26
1. Pengertian Interaksi Sosial ..................................................... 26
2. Faktor yang mendasari Berlangsungnya Interaksi Sosial….. 28
3. Interaksi Sosial Santri ............................................................ 32
a. Interaksi Sosial Santri dengan Pengasuh………………. .. 32
b. Interaksi Sosial Santri dengan Ustadz………………….. 35
c. Interaksi Sosial Sesama Santri………………………….. 36
d. Interaksi Sosial Santri dengan Lingkungan…………….. 37
XIII
BAB III : HASIL PENELITIAN
A. Gambaran umum lokasi dan subjek penelitian ........................... 40
1. Letak Geografis Ponpes Edi Mancoro ................................... 40
2. Profil Ponpes Edi Mancoro ................................................ 41
3. Visi, Misi, Tujuan, dan Garis Perjuangan Ponpes Edi
Mancoro……………….. ....................................................... 43
4. Sejarah Ponpes Edi Mancoro ................................................. 45
5. Sarana dan Fasilitas Pesantren ............................................... 48
6. Keadaan Ustadz dan Santri .................................................... 49
7. Pelaksanaan Pendidikan di Pesantren .................................... 53
B. Data tentang Kewibawaan Pengasuh dan Interaksi Sosial Santri
1. Daftar Nama Responden …………………………………… 58
2. Data Hasil Penyebaran Angket Kewibawaan Pengasuh ........ 60
3. Data Rating Scale Interaksi Sosial ......................................... 63
BAB IV :ANALISA DATA
A. Analisis Pertama ......................................................................... 67
B. Analisis Kedua ............................................................................ 73
C. Analisis Ketiga............................................................................ 78
BAB V :PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 85
B. Saran ........................................................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
XIV
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Daftar Nama Ustadz dan Ustadzah………………………. 50
Tabel 2 : Daftar Nama Santri……………………………………… 51
Tabel 3 : Kurikulum……………………………………………….. 54
Tabel 4 : Daftar Nama Responden…………………………………. 58
Tabel 5 : Daftar Hasil Angket Kewibawaan Pengasuh …………… 60
Tabel 6 : Hasil Jawaban Rating Scale…………………………….. 63
Tabel 7 :Pengelompokkan Kewibawaan Pengasuh………………. 68
Tabel 8 :Pengelompokkan Responden Kewibawaan Pengasuh…….. 68
Tabel 9 : Persentase Kewibawaan Pengasuh………………………. 71
Tabel 10 : Jawaban Responden tentang Kewibawaan Pengasuh……. 71
Tabel 11 : Data Skor Dan Nominasi Interaksi Sosial Santri……….. 74
Tabel 12 : Frekuensi Persentase Interaksi Sosial Santri……………. 77
Tabel 13 : Interaksi Sosial Santri…………………………………… 78
Tabel 14 : Tabel persiapan…………………………………………. 79
Tabel 15 : Tabel frekuensi yang diperoleh…………………………. 82
Tabel 16 : Tabel frekuensi yang diharapkan……………………….. 83
Tabel 17 : Tabel kerja untuk menghitung chi kuadrat………………… 93
XVI
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Pustaka
2. Riwayat hidup penulis
3. Nota pembimbing skripsi
4. Surat permohonan izin melakukan penelitian
5. Surat keterangan melakukan penelitian
6. Angket
7. Rating Scale
8. Lembar konsultasi
9. Foto kegiatan pondok pesantren
10. Surat keterangan lulus ujian komprehensif
11. SKK
XVII
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Belajar adalah proses panjang yang terjadi sepanjang hayat. Belajar juga
merupakan tahapan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap
sebagai hasil pengalaman dan interaksi lingkunaaagan yang melibatkan proses
kognitif (Syah, 2003 dalam Sriyanti dkk, 2012:14). Pendidikan atau usaha
mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan investasi bagi kemajuan suatu
bangsa. Indonesia telah melakukan berbagai upaya guna mewujudkannya,
usaha tersebut dilakukan melalui jalur pendidikan formal, nonformal maupun
informal baik oleh pemerintah, keluarga maupun masyarakat.
Kualitas dari mutu pendidikan sendiri ditentukan oleh banyak variabel,
diantaranya adalah kualitas guru, alat bantu, fasilitas, biaya dan sebagainya.
Beberapa variabel itu biasanya tergabung dalam sumber-sumber pendidikan
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Sebagai salah satu lembaga pendidikan nonformal, pondok pesantren
dengan segala atributnya memiliki kekhasan tersendiri. Baik kurikulumnya,
peraturannya, sarana-prasarana, serta tenaga pendidik dan kependidikannya.
Pengasuh pondok pesantren sebagai pegiat pendidikan nonformal tentu
memiliki sifat kewibawaan tersendiri yang berbeda dengan pendidik
pendidikan formal. Pengasuh pondok pesantren merupakan sosok yang begitu
kompleks dengan segala peran dan tugasnya. kewibawaan seorang pengasuh
akan berpengaruh terhadap pembelajaran santri selama mondok, perilaku
santri selama mondok, interaksi santri kepada masyarakat dan pandangan
XVIII
masyarakat terhadap pondok dan santrinya. Pengasuh atau disebut juga dengan
kiai, dapat dikatakan sebagai tokoh non-formal yang ucapan-ucapan dan
seluruh perilakunya akan dicontoh oleh komunitas di sekitarnya (para santri
dan masyarakat), dan juga berfungsi sebagai sosok model dan suri teladan
yang baik (uswatun hasanah) tidak saja bagi santri-santrinya yang ada di
pondok pesantren, tetapi juga menjadi teladan dan panutan bagi seluruh
komunitas masyarakat di sekitar pesantren (Sa’id, 1999:134).
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang dikenal sejak lama oleh
masyarakat. Sebuah pesantren biasanya identik dengan para santri yang selalu
mengenakan peci, bersarung dan membawa kitab ketika akan mengaji,
kemudian terpandangnya sosok pengasuh baik dari segi keilmuan maupun
kewibawaan dalam memimpin pondok pesantren yang dipimpin.
Pondok Pesantren Edi Mancoro adalah salah satu pondok pesantren yang
telah berdiri pada tanggal 25 Desember 1989 dan terletak di wilayah
kabupaten Semarang, tepatnya di Desa Gedangan, Kecamatan Tuntang,
Kabupaten Semarang. Letaknya yang berdekatan dengan pusat pemerintahan
kota madya Salatiga. Desa Gedangan ini termasuk wilayah yang cukup
potensial secara ekonomis. Menjadikan mahasiswa STAIN mendominasi
sebagai santri EM, sebutan untuk Pondok Pesantren Edi Mancoro.
Kebanyakan pula dari para santri yang belajar merupakan santri anyar, yaitu
yang sebelumnya belum pernah mondok.
Dengan demikian Pesantren berarti lembaga pendidikan tradisional
Islam untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan
menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman perilaku sehari-
XIX
hari. Di Pondok Pesantren, belajar mengajar berlangsung antara santri dan
pengasuh. Santri sebagai seorang yang belajar dan pengasuh sebagai seorang
yang mengajar. Berdasarkan tingkat keilmuan yang dimiliki dan kualitas
pribadi yang tertanam dalam diri pengasuh, maka pengasuh harus menjadi
pemimpin yang berwibawa di lingkungan Pondok Pesantren pada umumnya.
Seorang pemimpin yang berwibawa, seperti pengasuh memiliki pribadi yang
luar biasa, sehingga santrinya percaya, hormat, dan patuh. Salah satu
pemimpin yang berwibawa ialah kesadaran pengikutnya untuk mentaati setiap
perintahnya. Pengasuh dipandang sebagai pemimpin yang berwibawa
sehingga ketaatan santri merupakan ciri khas sikap santri terhadap
pengasuhnya. Ketaatan santri kepada pengasuh adalah mengharapkan berkah
dari pengasuh misalnya, santri akan selalu memandang pengasuh atau gurunya
dalam pengajian sebagai seorang yang mutlak harus dihormati dan
dimuliakan, malahan dianggap memiliki kekuatan ghaib yang bisa membawa
keberuntungan atau celaka (Nurcholish, 1997:23). Kekuatan ghaib pada diri
pengasuh yang bisa membawa keberuntungan biasa disebut berkah yang
artinya kemurahan atau kebagusan dari Allah SWT.
Pengasuh atau lebih sering dikenal dengan istilah kyai merupakan sosok
yang paling penting (key person) dan menentukan dalam pengembangan dan
manajemen pondok pesantren. Sehingga seorang pengasuh dituntut mampu
atau pandai dalam menerapkan strategi kewibawaannya demi kemajuan
pesantren atau lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Strategi tindakan
pengasuh pesantren hendaknya berkaitan dengan kurikulum pesantren,
pendekatan belajar mengajar, struktur dan proses perencanaan, pemecahan
masalah, pembuatan keputusan dan evaluasi, dan pendayagunaan berbagai
XX
layanan baik secara individual maupun institusional. Kewibawaan pengasuh
yang diharapkan bagi dunia pesantren saat ini adalah kewibawaannya mampu
memegang prinsip nilai lokal, cakap berinteraksi terhadap masyarakat, dan
interaksi menghadapi nilai-nilai global .
Untuk mengetahui seberapa jauh kewibawaan pengasuh dan bagaimana
interaksi sosial santri, maka penulis mengadakan penelitian dengan judul
“Pengaruh Kewibawaan Pengasuh Terhadap Interaksi Sosial Santri Di
Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kab. Semarang Tahun
2014”
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah kewibawaan pengasuh di Pondok Pesantren Edi Mancoro
Desa Gedangan Kab. Semarang Tahun 2014?
2. Bagaimanakah interaksi sosial santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro
Desa Gedangan Kab. Semarang Tahun 2014?
3. Adakah pengaruh kewibawaan pengasuh terhadap interaksi sosial santri di
Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kab. Semarang Tahun
2014?
C. TUJUAN PENELITIAN
Konsekuensi logis dari permasalahan pokok maka tujuan penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kewibawaan pengasuh di Pondok Pesantren Edi
Mancoro Desa Gedangan Kab. Semarang Tahun 2014.
2. Untuk mengetahui interaksi sosial santri di Pondok Pesantren Edi
Mancoro Desa Gedangan Kab. Semarang Tahun 2014.
XXI
3. Untuk mengetahui pengaruh kewibawaan pengasuh terhadap interaksi
sosial santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kab.
Semarang Tahun 2014.
D. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis adalah “jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian
yang kebenarannya harus di uji secara empiris” (Suryabrata, 2003:21 ). Dari
pengertian hipotesis diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada
pengaruh kewibawaan pengasuh terhadap interaksi sosial santri di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kab. Semarang tahun 2014.
E. MANFAAT PENELITIAN
Dalam penelitian ini terdapat dua manfaat yang penulis paparkan,
diantaranya adalah :
1. Secara Teoritik
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dan pertimbangan
bagi keberlangsungan pendidikan keagamaan di masyarakat khususnya bagi
pendidikan akhlak serta memperkaya hasanah ilmu pengetahuan dalam
dunia pendidikan Islam.
2. Secara Praktik
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang jelas kepada
masyarakat umum mengenai pengaruh kewibawaan pengasuh dengan
interaksi sosial santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan
Kab. Semarang Tahun 2014.
XXII
Hasil penelitian ini di harapkan juga dapat memberikan contoh-contoh
atau teladan dan pelajaran yang berharga bagi masyarakat dan khususnya para
penuntut ilmu tentang bagaimana tata aturan dan etika dalam menuntut ilmu
dengan baik dan benar serta, sikap dalam berinteraksi sosial.
F. DEFINISI OPERASIONAL
Untuk menghindari kemungkinan terjadi penafsiran yang berbeda dengan
maksud utama penulis dalam menggunakan kata pada judul penelitian ini perlu
ada penjelasan beberapa istilah pokok maupun kata yang menjadi variabel
penelitian.
1. Kewibawaan Pengasuh
a. Kewibawaan berasal dari kata wibawa yang berarti kekuasaan memberi
perintah (yang harus ditaati) (Poerwadarminta, 2006:1366). Sedangkan
yang dimaksud dengan kewibawaan adalah suatu pancaran batin yang dapat
menimbulkan pada pihak lain sikap untuk mengakui, menerima, dan
menuruti dengan penuh pengertian atas kekuasaan tersebut (Tirtarahardja,
2005:54).
b. Pengasuh
Pengasuh adalah orang yang mengasuh atau di dalam pesantren disebut dengan
kiai. Kiai, maksudnya adalah gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada
seorang ahli agama Islam yang memilki atau menjadi pimpinan pondok
pesantren serta mengajar dan mendidik para santrinya (Sugeng, 2012:23).
Dengan demikian yang dimaksudkan dengan kewibawaan pengasuh
dalam penelitian ini adalah pembawaan sikap dan tingkah laku pengasuh
yang mengandung suatu kepemimpinan serta penuh daya tarik untuk
menguasai, mempengaruhi dan memberikan teladan yang baik terhadap
XXIII
santrinya sehingga pengasuh tersebut mampu membawa santrinya untuk
memahami, menghayati serta melaksanakan ajaran agama Islam.
Untuk mengukur kewibawaan pengasuh dalam penelitian ini, maka
ditentukan indikator sebagai berikut:
a. Dapat menjadi teladan
b. Memiliki jiwa kepemimpinan
c. Berpenampilan baik (Tafsir, 1994:82)
d. Memiliki kepribadian yang baik dan professional
e. Memiliki sikap empati (Tafsir, 1994:82)
2. Interaksi Sosial Santri
Interaksi yaitu saling berhubungan atau melakukan aksi (Sugeng,
2012:23). Kaitannya dengan penelitian ini adalah interaksi santri dengan
pengasuh, interaksi santri dengan ustadz, interaksi santri dengan sesama santri
dan interaksi santri dengan masyarakat.
Sosial mempunyai arti segala sesuatu kepentingan umum
(Poerwodarminta, 2006: 1141)
Santri adalah orang yang mendalami agama Islam, beribadat dengan
sungguh-sungguh dan orang yang sholih-sholihah (Sugeng, 2012:23). Dalam
penelitian ini maksudnya santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa
Gedangan Kab. Semarang tahun 2014.
Jadi, interaksi sosial adalah hubungan sosial santri dengan pengasuh,
santri dengan ustadz, santri sesama santri, santri dengan lingkungan di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kab. Semarang tahun 2014.
Untuk mengukur interaksi sosial santri dalam penelitian ini, maka
ditentukan indikator sebagai berikut:
XXIV
a. Menghargai pendapat orang lain
b. Tolong- menolong dengan sesama di lingkungan pesantren
c. Sopan santun dalam bergaul terhadap orang lain
d. Menjaga kerukunan antar sesama
e. Melaksanakan setiap kegiatan sosial di pesantren (Surakhmad, 1980: 200)
G. METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah ajaran mengenai metode-metode yang
digunakan dalam proses penelitian (Kartono, 1990: 20). Dalam penelitian ini,
penulis akan menggunakan metodologi yang akan penulis jabarkan seperti di
bawah ini:
1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian
Pendekatan ini melakukan penelitian kuantitatif yang bersifat
korelasional, untuk mengetahui hubungan tiap variabel penelitian
menggunakan analisis statistik prosentase dan teknik analisisnya
menggunakan rumus statistik Chi Kuadrat untuk mengetahui besarnya
pengaruh antar variabel.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Edi
Mancoro Desa Gedangan Kab. Semarang tahun 2014. Alasan lainnya
adalah ketertarikan peneliti terhadap kegiatan dan aktifitas santri yang
berkaitan tentang kewibawaan pengasuh dan interaksi sosial santri di
Pondok Pesantren.
b. Waktu Penelitian
XXV
Waktu penelitian dilaksanaan selama 5 bulan mulai bulan April
2014 sampai penelitian selesai.
3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian sedangkan
sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti
(Arikunto, 1998:109). Berdasarkan pendapat diatas, populasi adalah
seluruh santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kab.
Semarang tahun 2014, dalam wilayah penelitian yang nantinya akan
menjadi subjek penelitian. Adapun jumlah seluruh santri adalah 51
orang, dengan rincian santri putra 14 orang dan santri putri 37 orang.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Penulis akan melakukan penelitian di lapangan, dalam menentukan
sampel sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto, bahwa subjeknya
kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya
besar dapat diambil 10-15%, atau 20-25%. Berdasakan petunjuk
tersebut, dalam penelitian ini penulis mengambil sampel 51 orang.
Karena populasi santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa
Gedangan Kab. Semarang tahun 2014 berjumlah kurang dari 100, maka
populasi diambil semua yang disebut dengan total sampling (Arikunto,
1998: 117).
4. Metode Pengumpulan Data
XXVI
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini baik
mengenai kewibawaan pengasuh maupun mengenai interaksi sosial santri,
maka penulis menggunakan metode-metode pengumpulan data sebagai
berikut:
a. Kuesioner (Angket)
Angket sering juga disebut kuesioner, yaitu suatu daftar yang
berisikan suatu rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal atau dalam
suatu bidang (Koentjaraningrat, 1994: 173).
Metode angket dalam penelitian ini digunakan untuk
mendapatkan data tentang kewibawaan pengasuh.
b. Metode Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-
barang tertulis (Arikunto, 1993 :149). Metode ini digunakan untuk
mendapatkan data-data tentang keadaan pesantren dan santri dalam
penelitian ini.
c. Metode Observasi
Merupakan metode dengan jalan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi,
1982: 136).
Pada metode observasi ini penulis menggunakan metode
observasi tidak langsung dengan menggunakan rating scale. Rating
scale adalah pencatatan gejala-gejala menurut tingkatannya (Hadi,
1992: 152). Rating scale penulis gunakan untuk mengetahui interaksi
sosial santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro tahun 2014. Dalam
penelitian ini diambil 51 santri putri dan salah satu responden yang
XXVII
dipercaya untuk menilai santri-santri tersebut. Dari hasil ini peneliti
bisa mengetahui sikap santri dalam berinteraksi sosial.
d. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data (Arikunto, 1998: 135). Instrumen yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah lembar angket yang digunakan
untuk mengetahui pengaruh kewibawaan pengasuh di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kab. Semarang tahun 2014.
Angket dirancang dalam 15 item pertanyaan ditujukan kepada santri
yang setiap pertanyaan terdiri dari 3 pilihan, yaitu a, b, dan c dengan
bobot penilaian a nilai 3, b nilai 2 dan c nilai 1. Angket yang telah
dijawab oleh santri kemudian akan dilakukan pengkategorian
kewibawaan pengasuh.
Sedangkan untuk menjaring data interaksi sosial instrumen yang
digunakan yaitu berupa rating scale. Daftar rating scale tersebut terdiri
dari 5 item pertanyaan, setiap item pertanyaan terdiri dari 3 pilihan
yaitu a, b, dan c dengan bobot penilaian a nilai 3, b nilai 2, dan c nilai
1. Daftar rating scale yang telah dijawab oleh responden yang di
percaya di Pondok Pesantren Edi Mancoro kemudian akan dilakukan
pengkategorian interaksi sosial santri.
5. Analisis Data
Dalam mengolah data, penulis menggunakan analisa data kuantitatif,
yaitu dengan menganalisa data tersebut sehingga mengandung makna atau
dapat diambil suatu kesimpulan akhir dari hasil penelitian yang dilakukan.
XXVIII
Dalam menganalisa data pokok penelitian ini, penulis menggunakan
teknik analisis persentase dengan rumus:
x 100%
Keterangan:
: Persentase
: Frekuensi
: Banyaknya subjek seluruhnya
Setelah data tersebut diperoleh, kemudian diolah kembali dengan
menggunakan analisa statistik Chi Kuadrat dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
FO = frekuensi yang diperoleh
Fh = frekuensi yang diharapkan (Hadi, 2004: 255)
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyusun sistematikanya sebagai
berikut:
Bab I, pendahuluan yang membahas tentang latarbelakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, kegunaan penelitian,
definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II, penulis menjabarkan kajian pustaka tentang pengertian
kewibawaan, perbedaan antara kewibawaan orang tua dan kewibawaan guru
atau pendidik-pendidik lainnya terhadap anak-anak didiknya, fungsi
XXIX
kewibawaan dalam pendidikan, faktor-faktor kewibawaan pada pendidikan,
sumber kewibawaan, pengertian interaksi sosial, faktor-faktor yang mendasari
berlangsungnya interaksi sosial, interaksi sosial santri dengan pengasuh,
interaksi sosial santri dengan ustadz, interaksi sosial sesama santri, dan
interaksi sosial santri dengan lingkungannya.
Bab III, hasil penelitian yang membahas tentang gambaran umum
pengaruh kewibawaan pengasuh terhadap interaksi sosial santri, serta
penyajian data gambaran umumnya.
Bab IV, analisis data tentang pengaruh kewibawaan pengasuh terhadap
interaksi sosial santri. Selanjutnya adalah pengujian hipotesis sekaligus
pembahasan.
Bab V, penutup berisi tentang kesimpulan dan saran-saran
XXX
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. KEWIBAWAAN PENGASUH
1. Pengertian Kewibawaan
Kewibawaan berasal dari kata wibawa, sedangkan wibawa sendiri
berasal dari kata belanda dari arti kata “gezag” asal kata “zeggen” yang
artinya “berkata”. Barang siapa yang perkataannya mempunyai kekuatan
mengikat terhadap orang lain berarti mempunyai “kewibawaan” atau gezag
(Russen, 1982: 64).
Kewibawaan atau gezag adalah suatu daya mempengaruhi yang
terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia
secara sadar dan suka rela menjadi tunduk dan patuh kepadanya. Jadi barang
siapa yang memiliki kewibawaan, akan dipatuhi secara sadar, dengan tidak
terpaksa, dan penuh kesadaran untuk menuruti semua yang dikehendaki oleh
pemilik kewibawaan itu. Jadi, wibawa adalah suatu gejala yang terdapat
dalam hubungan antara manusia di mana semua pihak terlibat pada
perbuatan-perbuatan bersama dan di mana pada suatu pihak tampak ada
kelebihan-kelebihan yang menyebabkan pihak lain merasa segan terhadapnya
XXXI
dan harus menghormatinya untuk selanjutnya tunduk pada apa yang
dikehendakinya.
Sedangkan di dalam bukunya, Tirtarahardja (2000: 54) menyatakan
bahwa kewibawaan merupakan sesuatu pancaran batin yang dapat
menimbulkan pada pihak lain sikap untuk mengakui, menerima, dan
menuruti dengan penuh pengertian atas kekuasaan.
Menurut Sikun, (1987: 131) menyatakan bahwa sorang guru tidak akan
berwibawa, bila ia sendiri tidak melaksanakan perbuatan yang ia nasihatkan
atau ajarkan kepada murid-murid.
Gezag atau kewibawaan itu ada pada orang dewasa, terutama pada
orang tua. Dapat kita katakan bahwa kewibawaan yang ada pada orang tua
(ayah dan ibu) itu adalah asli. Orang tua dengan langsung mendapat tugas
dari tuhan untuk mendidik anak-anaknya. Orang tua memiliki kewajiban
untuk mendidik anak-anaknya, suatu hak yang tidak dapat dicabut karena
terikat dengan kewajiban. Hak dan kewajiban yang ada pada orang tua itu
keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan (Purwanto, 1995: 49).
Wibawa dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk mempengaruhi dan
menguasai orang lain. Wibawa bisa muncul dari dua hal yaitu kharisma dan
perfoma. Kharisma adalah keistimewaan yang bersifat pribadi yang
berbentuk daya pikat dan pesona yang dimiliki seseorang untuk membuat
orang lain tertarik dan terpengaruh. Sedangkan perfoma yaitu kebiasaan yang
lahir dari standar dan plan kerja yang dimiliki guru dan biasanya terwujud
dalam bentuk sikap tegas, cerdas, sopan, konsisten, jujur, dan selalu memiliki
solusi saat menghadapi masalah (Munir, 2010: 9-12).
XXXII
Menurut M. J. Langeveld dalam bukunya Tirtarahardja (2000: 55)
menyatakan bahwa ada tiga sendi kewibawaan yang harus dibina, yaitu:
a. Kepercayaan
Pendidik harus percaya bahwa dirinya bisa mendidik dan juga harus
percaya bahwa peserta didik dapat dididik.
b. Kasih sayang
Kasih sayang mengandung dua makna yakni penyerahan diri kepada
yang disayangi dan pengendalian terhadap yang disayangi. Dengan
adanya sifat penyerahan diri maka pada pendidik timbul kesediaan untuk
berkorban yang dalam bentuk konkretnya berupa pengabdian dalam kerja.
Pengendalian terhadap yang disayangi dimaksudkan agar peserta didik
tidak berbuat sesuatu yang merugikan dirinya.
c. Kemampuan
Kemampuan mendidik dapat dikembangkan melalui beberapa cara,
antara lain pengkajian terhadap ilmu pengetahuan kependidikan.
Mengambil manfaat dari pengalaman kerja dan lain-lain.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pentranformasian
(pengoperan) kewibawaan:
1) Untuk dapat mengikuti kewibawaan maka peserta didik harus
mengerti tentang kewibawaan. Hal ini dapat diperoleh dengan
perantaraan pergaulan dengan pendidik.
2) Pendidik harus menyadari bahwa ia hanyalah sekadar penghantar
kewibawaan (gezag dragger) dan dirinya bukan kewibawaan itu
sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan pendidikan ialah
menuruti kewibawaan yang dibawakan oleh pendidik dan bukannya
XXXIII
menuruti pendidiknya. Oleh karena itu, pendidik secara berangsur-
angsur harus melepaskan diri dari ikatannya dengan peserta didik.
Dikatakan mendidik ialah membimbing unuk melepaskan.
Menurut Sikun, (1987: 131) menyatakan bahwa sorang guru tidak akan
berwibawa, bila ia sendiri tidak melaksanakan perbuatan yang ia nasihatkan
atau ajarkan kepada murid-murid.
2. Perbedaan antara Kewibawaan Orang Tua dan Kewibawaan Guru atau
Pendidik-Pendidik Lainnya terhadap Anak-anak Didiknya
a. Orang tua (ayah dan ibu) adalah pendidik yang terutama dan yang sudah
semestinya. Merekalah pendidik asli, yang menerima tugas dari kodrat,
dari Tuhan untuk mendidik anak-anaknya. Oleh karena itu, sudah
semestinya mereka mempunyai kewibawaan terhadap anak-anaknya
(Purwanto, 1995: 49).
Adapun kewibawaan orang tua memiliki dua sifat, antara lain:
1) Kewibawaan pendidikan
Ini berarti bahwa kewibawaan itu orang tua bertujuan
memelihara keselamatan anak-anaknya agar mereka dapat hidup terus
dan selanjutnya berkembang jasmani dan rohaninya menjadi manusia
dewasa. Perbawa pendidikan itu berakhir jika anak itu sudah menjadi
dewasa. Adapun nasihat-nasihat yang diminta atau diterimanya dari
orang tua meskipun orang yang meminta atau menerima nasihat itu
sudah dewasa, itu baik juga dan banyak juga yang dituruti. Tetapi, hal
itu hendaknya timbul dari hati yang tulus ikhlas, tidak karena suatu
keharusan.
2) Kewibawaan keluarga
XXXIV
Orang tua merupakan kepala dari suatu keluarga. Tiap-tiap
keluarga merupakan “masyarakat kecil”, yang sudah tentu dalam
masyarakat itu harus ada peraturan-peraturan yang harus dipatuhi dan
dijalankan. Tiap-tiap anggota keluarga harus patuh kepada peraturan-
peraturan yang berlaku dalam keluarga itu. Dengan demikian, orang
tua sebagai kepala keluarga dan dalam hubungan kekeluargaannya
mempunyai perbawa terhadap anggota-anggota keluarga.
Kewibawaan keluarga itu bertujuan untuk pemeliharaan dan
keselamatan keluarga itu.
b. Kewibawaan guru atau pendidik-pendidik lainnya. Guru atau pendidik-
pendidik lain (yang bukan orang tua) menerima jabatannya sebagai
pendidik bukan dari kodrat (dari Tuhan), melainkan dari pemerintah. Ia
ditunjuk, ditetapkan, dan diberi kekuasaan sebagai pendidik oleh negara
atau masyarakat. Maka dari itu, kewibawaan yang ada padanya pun
berlainan dengan kewibawaan orang tua.
Guru yang baik tidak hanya dalam arti menyampaikan pengetahuan
saja kepada murid, melainkan senantiasa membentuk pribadi anak
(Gordon, 1984: 83).
Sedangkan dalam bukunya, Purwanto (1995: 50) menyatakan bahwa
kewibawaan guru atau pendidik lainnya, yang karena jabatan memiliki
dua sifat, antara lain:
1) Kewibawaan pendidikan
Sama halnya kewibawaan pendidikan yang ada pada orang
tua, guru atau pendidik karena jabatan atau berkenaan dengan
jabatannya sebagai pendidik, telah diserahi sebagian dari tugas orang
XXXV
tua untuk mendidik anak-anak. Selain itu, guru atau pendidik karena
jabatan menerima kewibawaannya sebagian lagi dari pemerintah yang
mengangkat mereka. Kewibawaan pendidikan yang ada pada guru
terbatas oleh banyaknya anak-anak yang diserahkan kepadanya, dan
setiap tahun berganti murid.
2) Kewibawaan memerintah
Selain memiliki kewibawaan pendidikan, guru atau pendidik
karena jabatan juga mempunyai kewibawaan memerintah. Mereka
telah diberi kekuasaan (gezag) oleh pemerintah atau instansi yang
mengangkat mereka. Kekuasaan tersebut meliputi pimpinan kelas; di
sanalah anak-anak telah diserahkan kepadanya. Bagi kepala sekolah
kewibawaan ini lebih luas, meliputi pimpinan sekolahnya.
3. Fungsi Kewibawaan dalam Pendidikan
Di dalam bukunya, Purwanto (1995: 51). menyatakan bahwa satu-
satunya pengaruh yang dapat dinamakan pendidikan adalah pengaruh yang
menuju ke kedewasaan si anak: untuk menolong si anak menjadi orang yang
kelak dapat atau sanggup memenuhi tugas hidupnya dengan berdiri sendiri.
Tidak setiap macam tunduk atau menurut terhadap orang lain (seperti
menurut kepada perintah-perintah anak-anak lain) dapat dikatakan “tunduk
terhadap wibawa pendidikan”. Dalam hal ini Langeveld menjelaskan:
a. Sikap menurut atau mengikut (volgen), yaitu mengakui kekuasaan orang
lain yang lebih besar karena paksaan, takut, jadi bukan tunduk atau
menurut yang sebenarnya.
XXXVI
b. Sikap tunduk atau penuh (gehoorzamen), yaitu dengan sadar mengikuti
kewibawaan, artinya mengakui hak orang lain untuk memerintah dirinya
dan dirinya merasa terikat untuk memenuhi perintah itu.
Jadi, fungsi wibawa pendidikan yaitu membawa si anak ke arah
pertumbuhannya yang kemudian dengan sendirinya mengakui wibawa orang
lain dan mau menjalankannya juga.
Bentuk yang paling sederhana dalam hubungan kewibawaan barulah
timbul bila si anak dapat mengerti bahasa untuk menerima petunjuk-petunjuk
tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak diperbolehkan oleh
pendidik. Oleh karena itu, pentinglah bagi si orang tua untuk mengucapkan
maksudnya dengan tegas dan terang, dengan kata-kata yang sesuai dengan
pengertian si anak, apa sebenarnya yang dikehendaki dan diharapkan dari si
ana itu. Jika si orang tua tidak mempergunakan bahasa yang demikian,
karena malu atau tidak berani memerintah, hal yang demikian akan
mengakibatkan si anak tidak akan belajar patuh atau tunduk dalam arti kata
sebenarnya, dan kelak tidak dapat mengakui wibawa diatas dirinya.
4. Faktor-faktor kewibawaan pada pendidikan, antara lain:
a. Dalam menggunakan kewibawaannya itu hendaklah didasarkan atas
perkembangan anak itu sendiri sebagai pribadi. Pendidik hendaklah
mengabdi kepada pertumbuhan anak yang belum selesai
perkembangannya. Dengan kebijaksanaan pendidik, hendaklah ana
dibawa kearah kesanggupan memakai tenaganya dan pembawaannya yang
tepat. Jadi, wibawa pendidikan itu bukan bertugas memerintah, melainkan
XXXVII
mengamati serta memperhatikan dan menyesuaikannya pada
perkembangan dan kepribadian masing-masing anak.
b. Pendidik hendaklah memberi kesempatan kepada anak untuk bertindak
atas inisiatif sendiri. Kesempatan atau keleluasaan itu hendaknya makin
lama makin diperluas, sesuai dengan perkembangan dan bertambahnya
umur anak. Anak harus diberi kesempatan cukup untuk melatih diri
bersikap patuh, karena si anak dapat bersikap tidak patuh. Jadi, dengan
wibawa itu hendaklah pendidik berangsur-angsur mengundurkan diri
sehingga akhirnya tidak diperlukan lagi. Mendidik anak berarti mendidik
untuk dapat berdiri sendiri.
c. Pendidik hendaknya menjalankan kewajibannya itu atas dasar cinta
kepada si anak. Ini berarti bermaksud hendak berbuat sesuatu untuk
kepentingan si anak. Jadi, bukannya memerintah atau melarang untuk
kepentingannya sendiri. Cinta itu perlu bagi pekerjaan mendidik. Sebab,
dari cinta atau kasih sayang itulah timbul kesanggupan selalu bersedia
berkorban untuk sang anak, selalu memperlihatkan kebahagiaan anak
yang sejati.
Oleh karena itu perbawa dalam pendidikan hendaklah jangan hanya
didasarkan atas larangan-larangan atau perintah-perintah yang diberikan pada
waktu itu saja, tetapi hendaknya pendidik bersedia memberi waktu si anak,
sesuai dengan perkembangan umurnya, untuk dapat memilih apakah
perbuatan-perbuatannya melanggar atau tidak terhadap kehendak atau
keinginan pendidik. Wibawa pendidik hendaklah berangsur-angsur
berkurang dan akhirnya selesai bila telah tercapai tingkat kedewasaan; yang
berarti telah dapat mengakui kewibawaan atas dirinya sendiri dan dapat
XXXVIII
melaksanakan apa yang telah dipercayakan kepada dirinya, dan pula
mengakui kewibawaan orang lain yang lebih tinggi.
5. Sumber kewibawaan
a. Sa’ti (kesaktian)
Sa’ti artinya “kekuatan dan daya yang luar biasa atau kekuasaan
untuk dapat melahirkan sesuatu yang luar biasa, juga kekuasaan untuk
membuat sesuatu yang ganjil”.
b. Keturunan
Keturunan merupakan dasar kewibawaan tradisional. Seseorang
yang berasal dari keluarga yang pernah memimpin dengan baik dianggap
memiiki sesuatu “lambang” sebagai dasar kepemimpinannya.
c. Ilmu
Yang dimaksud di sini ialah ilmu yang sifat dan isinya merupakan
suatu kekuatan yang bermanfaat langsung dan dapat menunjang
pelaksanaan nilai-nilai agama dan adat. Pola ini dipengaruhi oleh kualitas
pengetahuan ulama. Ilmu pengetahuan agama belum tentu menjadi
sumber kewibawaan jika tidak disertai dengan kesucian. Demikian pula
ilmu pengetahuan hasil pendidikan modern yang tidak disertai dengan
martabat dan pembawaan diri yang disukai masyarakat serta tidak dapat
menunjang pelaksanaan nilai-nilai agama dan adat tidak akan membawa
serta kewibawaan bagi pemiliknya.
d. Sifat-sifat kepribadian
1) Adil dan jujur
2) Berani dan tegas
XXXIX
3) Dermawan
4) Ramah tamah (Jacuba, 1980: 17)
B. INTERAKSI SOSIAL SANTRI
1. Pengertian Interaksi Sosial
Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Allah SWT menciptakan
manusia dengan keberagamaan serta suku-suku dalam rangka saling kenal
mengenal satu sama lainnya. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak
akan terlepas dari sebuah keadaan yang bernama interaksi. Interaksi sosial,
yaitu “Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih,
dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau
memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.”
Interaksi sosial didahului oleh suatu kontak sosial, halmana kemudian
memungkinkan interaksi tadi karena adanya komunikasi.
Faktor penentu dalam interaksi sosial, antara lain:
a. Penggunaan lambang
b. Pemberian arti
c. Nilai-nilai individu dan kelompok
d. Tujuan penggunaan lambang (Susanto, 1977: 42)
Dengan demikian, interaksi sangat ditentukan oleh nilai dan arti yang
diberikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi, khususnya nilai dan
arti yang diberikan kepada lambang-lambang yang dipergunakan.
Melalui hubungan antar-manusia di dalam kelompok atau masyarakat,
maka:
1) Interaksi sosial sebenarnya suatu interaksi lambang
XL
2) Interaksi sosial mencerminkan dan menjelaskan bagaimana situasi dari
setiap pihak yang terlibat dalam interaksi
3) Interaksi sosial menjelaskan bagaimana peranan dan bagian yang
diperankan oleh setiap anggota dalam kelompoknya (Susanto, 1977: 44).
Berdasarkan derajat pengertian antar anggota kelompok, maka terbentuklah
dengan sendirinya struktur sosial kelompok yang akhirnya akan menentukan
lebih lanjut bagaimana corak kelangsungan hidup dari kelompok itu pula.
Interaksi adalah akibat dari proses komunikasi, yaitu: proses pengaruh-
mempengaruhi dalam masyarakat, dengan akibat terjadinya perubahan-
perubahan dalam masyarakat ataupun proses sosial. Hasil penelitian, John
Thibaut dan Harold Kelley menyatakan bahwa interaksi dapat berlangsung
karena orang mengharapkan keuntungan ataupun “reward” daripada
komunikasinya. Interaksi juga akan berlangsung selama pihak-pihak yang
bersangkutan menginginkan atau merasa ada keuntungan yang bisa
didapatnya dari kelangsungan komunikasi dengan pihak lain.
Sedangkan di dalam bukunya, Susanto (1977: 44) hasil penelitian
Bales dan Strodtbeck menyatakan bahwa sistem interaksi tidak tergantung
dari ras, tetapi dari pola masyarakat dan yang menang dominan dalam
interaksi adalah bukan pria ataupun wanita tetapi orang yang paling giat
dalam mengadakan komunikasi.
2. Faktor-faktor yang mendasari Berlangsungnya Interaksi Sosial
Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi berlangsungnya
interaksi sosial, baik secara individu maupun kelompok yaitu:
a. Faktor Imitasi
XLI
Faktor ini dikemukakan oleh Gabriel Tarde yang beranggapan
bahwa seluruh individu itu sebenarnya berdasarkan pada faktor imitasi
saja (Walgito, 1978: 66).
“Menurut Tarde, masyarakat itu tiada lain dari pengelompokan
manusia dimana individu-individu yang satu mengimitasi dari
yang lain dan sebaliknya; bahkan masyarakat baru menjadi
masyarakat itu baru menjadi masyarakat sebenarnya apabila
manusia mulai mengimitasi kegiatan manusia lainnya. Kata Tarde:
Ia Sociate e’est I’mitation” (Walgito, 1978: 67)
Pendapat Tarde dalam hal ini bukan satu-satunya faktor yang
mendasari interaksi sosial. Imitasi tidak dapat berlangsung dengan baik
apabila tidak ada faktor yang lain ikut berperan, sehingga seseorang
tersebut dapat melakukan imitasi. Dengan demikian untuk mengimitasi
sesuatu perlu adanya sikap menerima dan sikap mengagumi.
Di lain sisi juga bahwa faktor imitasi mempunyai peranan dalam
interaksi sosial, misal dalam perkembangan bahasa yang berlaku adalah
faktor imitasi karena apa yang diucapkan oleh anak adalah dari
mengimitasi dari keadaan sekelilingnya.
b. Faktor Sugesti
Yang dimaksud dengan sugesti ialah pengaruh psikis, baik yang
datang dengan sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya di
terima tanpa adanya kritik dari individu yang bersangkutan.
Kemudian dalam psikologi, sugesti dibedakan karena adanya:
1) Auto-sugesti, yaitu sugesti terhadap diri yang datang dari dirinya
sendiri.
2) Hetero-sugesti, yaitu sugesti yang datang dari orang lain (Walgito,
1978: 68).
XLII
Dalam kehidupan sehari-hari auto-sugesti maupun hetero-sugesti
memegang peranan sangat penting, tetapi peranan hetero-sugesti akan
lebih menonjol daripada auto-sugesti.
Makna sugesti dan imitasi dalam kaitannya dengan interaksi sosial
tidak jauh berbeda, pada imitasi individu yang satu mengikuti atau
meniru dari salah satu individu tersebut, kemudian sugesti individu
memberikan anjuran atau sikap dari diri individu tersebut kemudian
diterima oleh individu lainnya.
Dalam ilmu jiwa sosial sugesti dirumuskan sebagai suatu proses
dimana individu menerima suatu cara penglihatan, atau pedoman-
pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu.
Sugesti akan mudah diterima bila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a) Sugesti karena hambatan berfikir
Telah dijelaskan bahwa sugesti ialah menerima sesuatu tanpa
adanya kritik terlebih dahulu, jadi sugesti akan lebih sangat mudah
diterima ketika individu tersebut dalam keadaan daya berpikirnya
lemah. Karena seseorang yang daya pikirnya tajam maka akan sulit
untuk menerima sugesti orang lain.
b) Sugesti karena keadaan pikiran terpecah belah (dissosiasi)
Individu ketika pikirannya dalam keadaan terpecah belah
(dissosiasi), maka seseorang yang memberikan sugesti lebih mudah
diterima daripada memberikan kepada seseorang yang dalam
keadaan normal. Secara psikologis orang yang sedang dalam
XLIII
kebingungan, orang akan mencari pegangan untuk mengakhiri rasa
kebingungannya tersebut.
c) Sugesti karena mayoritas
Karena seseorang memberikan sugesti kepada orang lain dan
sugesti tersebut telah mendapatkan dukungan dari orang yang
banyak maka orang yang minoritas akan menerima atau
mengikutinya.
d) Sugesti minoritas
Dalam hal ini minoritas diartikan sebagai orang yang benar-
benar paham dalam bidangnya, jadi ketika ia memberikan ajakan
atau dorongan dalam hal ini orang lain mempunyai kecenderungan
akan mudah menerima sugesti.
c. Faktor Identifikasi
Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi
identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriyah maupun secara
batiniyah. Sehubungan identifikasi ini Freud menjelaskan bagaimana
anak mempelajari norma-norma sosial dari orangtuanya.
Dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut :
1) Anak mempelajari dan menerima norma-norma sosial itu karena
orangtua dengan sengaja mendidiknya.
2) Kesadaran akan norma-norma sosial juga dapat diperoleh anak
dengan jalan identifikasi, yaitu anak mengidentifikasi diri pada
orangtua. Baik ibu atau ayah.
Dari dua cara untuk mempelajari norma-norma tersebut, peran
orangtua sebagai kepala rumah tangga sangat penting dalam hal
XLIV
mendidik anak-anaknya. Karena anak akan mengidentifikasi semua
tingkah laku orangtuanya, baik itu norma-norma, sikap-sikapnya ataupun
segi-segi yang lain. Sebagai anak ia selalu mencari tempat identifikasi
yang menurutnya lebih ideal bagi yang bersangkutan.
d. Faktor Simpati
Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap
orang lain. Jadi dengan didasari simpati dengan orang lain maka
keberlangsungan interaksi sosial akan lebih mudah diterima. Oleh karena
simpati merupakan perasaan, maka simpati timbul tidak dasar logis
rasional, melainkan atas dasar perasaan dan emosi. Karena perasaan
tertarik kepada orang lain yang timbulnya secara tiba-tiba tanpa disadari
dan seakan-akan berlangsung dengan sendirinya, karena apa sebabnya ia
dapat tertarik kepada orang lain tidak dapat memberikan penjelasan yang
rasional (Walgito, 1978: 73).
3. Interaksi Sosial Santri
a. Interaksi Sosial Santri dengan Kiai atau Pengasuh
Interaksi sosial santri dengan kiai atau pengasuh merupakan sebuah
keharusan. Santri sebagai pihak yang mencari ilmu, sedangkan kiai atau
pengasuh sebagai pihak yang memberi dan mengajarkan ilmu. Sebagai
orang yang mencari ilmu, santri harus mematuhi berbagai norma, aturan,
tata nilai yang ada di pesantren; baik norma-norma yang tertulis maupun
tidak tertulis sehingga diharapkan terjadi interaksi sosial yang baik dan
harmonis.
Hubungan harmonis yang terjalin dalam interaksi sosial santri
dengan kiai atau pengasuh bagaikan hubungan kekeluargaan karena kiai
XLV
atau pengasuh merupakan orang tua kedua setelah orangtua yang
melahirkan, sehingga pola interaksi yang terjalin diantara keduanya
merupakan pola interaksi yang mendidik; mendidik bagaimana seorang
santri harus berperilaku yang baik kepada kiai atau pengasuh,
menghormati dan men-ta’dzim-kannya.
Ada berbagai bentuk atau pola interaksi yang terjalin diantara santri
dengan kiai atau pengasuh. Diantara pola interaksi yang terjalin antara
santri dengan kiai atau pengasuh adalah sebagai berikut:
1) Interaksi personal (individual)
Pola hubungan secara khusus antara santri dengan kiai atau
pengasuh dapat berbentuk pemanggilan-pemanggilan dan atas
keinginan (kepentingan) santri sendiri. Dalam interaksi ini, santri yang
dipanggil kiai atau pengasuh untuk menghadap adakalanya karena
santri dibutuhkan kiai atau pengasuh, santri memiliki masalah, dan
adakalanya juga karena santri ingin mendapatkan restu dari kiai atau
pengasuh.
2) Kolektif (kelompok)
Pola hubungan yang terjadi antara santri dengan kiai atau
pengasuh tidak hanya terjalin atas hubungan santri dengan kiai atau
pengasuhnya sebagaiman di pesantren salaf; hubungan mereka sudah
lebih mengarah pada hubungan yang bersifat rasional-ilmiah artinya
ketika ada ketidak-sesuaian dengan pendapat atau pandangan, para
santri berani mengajukan berbagai argumentasi yang logis.
Dalam prakteknya, ketika seorang santri atau siapapun yang
ingin bertemu dengan kiai atau pengasuh, maka bisa langsung
XLVI
menemui di rumahnya, tanpa ada sistem asisten atau perantara.
Kalaupun ada perantara, lebih dikarenakan untuk bertanya atau
mengetahui bahwa kiai atau pengasuh ada di tempat atau tidak. Artinya
ketika seseorang ingin bertemu dengan kiai atau pengasuh dan pada
saat bertamu ada anak kiai atau isterinya, maka mereka bertanya
apakah kiai ada atau tidak, bisa bertemu dengan kiai atau tidak. Jadi
mereka yang ingin bertemu dengan kiai atau pengasuh bisa langsung,
tanpa ada perantara. Secara umum, hubungan interaksi sosial diantara
santri dengan kiai atau pengasuh berada pada batasan-batasan yang
wajar dan batas-batas demokratis-etis.
Berdasarkan berbagai interaksi sosial yang terjadi antara santri
dengan kiai, tampak bahwa dalam kenyataannya kiai memiliki perhatian
yang cukup besar terhadap mereka. Perhatian itu tidak hanya terbatas pada
aspek psikis (perasaan, pemecahan atas permasalahan yang dihadapi) saja,
tetapi juga aspek fisik material. Artinya kiai juga memberikan bantuan
kepada santri khususnya, yang mempunyai masalah dalam hal ekonomi
dirinya atau keluarganya. Bahkan perhatian kiai juga cukup besar pada
proses pembelajaran atau pendidikan, baik pendidikan yang
diselenggarakan di pesantren maupun di lembaga lain.
Motivasi yang diberikan kiai kepada santri tidak hanya dalam
bentuk bagaimana cara pengaturan waktu belajar, kemampuan apa yang
dimiliki setelah santri lulus, tetapi juga dalam bentuk tukar pengalaman,
kiai menceritakan pengalaman-pengalamannya kepada para santri, dan
pemberian motivasi-motivasi ini secara lebih khusus dilakukan saat
mengaji bandongan atau pengajian (memberikan tausiyah).
XLVII
b. Interaksi Sosial Santri dengan Ustadz
Interaksi sosial antara santri dengan ustadz merupakan suatu
keniscayaan yang harus terjadi, karena keduanya selalu dan lebih sering
bertemu. Selain itu juga karena mereka berada di suatu lembaga yang
sama; santri sebagai orang yang belajar, dan ustadz sebagai orang yang
memberikan atau menyampaikan ilmu pengetahuan. Secara langsung
maupun tidak langsung hubungan diantara keduanya terjalin atas berbagai
hak dan kewajiban yang ada, terjalin akrab, dan bahkan khusus bagi
ustadz yang masih muda, hubungan diantara mereka hampir seperti teman
sendiri.
Interaksi sosial yang terjalin antara santri dengan ustadz ini tidak
bisa dipisahkan dengan beberapa hal yang melingkupinya, misalnya
adanya kepentingan dari santri, atau santri diminta atau dipanggil oleh
ustadz, terkait dengan proses pembelajaran, dan lain sebagainya. Pada
prosesnya, interaksi itu juga tidak dipisahkan dengan masalah yang
dibicarakan antara santri dengan ustadz. Misalnya masalah pembelajaran,
masalah pekerjaan keluarga, bahkan masalah pribadi.
Dalam proses interaksi ini, ustadz tidak meninggalkan keberadaan
salah satu fungsinya sebagai motivator. Para ustadz selalu memberi
motivasi kepada para santri, khususnya terkait dengan proses belajar.
Bentuk motivasi yang diberikan ustadz kepada santri ini bermacam-
macam; ada yang dengan cara memberikan saran, nasehat, ada juga yang
dengan memberikan tantangan-tantangan untuk diselesaikan oleh para
santri maupun dengan berbagai cara lainnya, misalnya dengan bercanda
ataupun sindiran. Bahkan motivasi yang diberikan kepada para santri tidak
XLVIII
hanya berkaitan dengan proses belajar, tetapi juga terkait dengan masa
depan, kemampuan apa yang harus dimiliki santri.
c. Interaksi Sosial Sesama Santri
Interaksi sosial antar sesama santri ini merupakan suatu
keniscayaan, karena sesama santri selalu dan sering bertemu, baik waktu
belajar di kelas, di masjid maupun di kamar. Selain itu juga karena mereka
berada di suatu lembaga yang sama; santri yang satu sebagai orang yang
belajar, dan santri lainnya juga demikian. Secara langsung maupun tidak
langsung hubungan diantara keduanya terjalin atas kesamaan kedudukan
yaitu sama-sama sebagai santri.
Di samping itu, proses interaksi sosial diantara para santri juga
terlihat dalam bentuk atau sikap solidaritas. Solidaritas mereka ini
tercermin dalam beberapa sikap, seperti tolong menolong dan saling
membantu antar sesama santri. Sikap solidaritas yang ditunjukkan oleh
para santri ada yang bersifat individual dan ada yang bersifat kolektif.
Sikap inilah yang pada kenyataannya menambah keharmonisan hubungan
yang terjalin diantara mereka.
d. Interaksi Sosial Santri dengan Lingkungan
Sebagaimana interaksi sosial lainnya, keharmonisan hubungan
antara santri dengan lingkungan merupakan suatu keharusan. Santri
sebagai individu maupun kelompok yang hidup dan menuntut ilmu di
pesantren, tidak bisa memisahkan diri dari lingkungan masyarakat sekitar.
Hal ini dikarenakan keberadaan pesantren tidak bisa dipisahkan dari
lingkungan masyarakat dimana pesantren itu berada. Lebih dari itu,
keharmonisan hubungan santri di dalam pesantren, baik dengan pengasuh,
XLIX
ustadz, maupun sesama santri akan banyak berpengaruh terhadap interaksi
sosial santri terhadap lingkungan. Oleh karena itu, santri mau tidak mau
harus berinteraksi dengan lingkungan dan menjaga hubungan baik dengan
lingkungan tersebut.
Solidaritas sosial yang dilakukan santri dalam berinteraksi dengan
lingkungan tidak hanya dilakukan secara kolektif, tetapi juga secara
individual. Bahkan dalam pelaksanaan sistem kontroling santri, juga akan
melibatkan lingkungan. Artinya ketika ada santri yang melakukan
pelanggaran, maka sebagai hukumannya adalah melkukan kerja sosial di
lingkungan masyarakat sekitar.
Untuk meningkatkan interaksi antara santri dengan masyarakat
dibutuhkan adanya perhatian, sikap saling memperhatikan. Sikap saling
memperhatikan ini tidak hanya sekadar bahwa santri memperhatikan
perilaku masyarakat, atau sebaliknya masyarakat memperhatikan perilaku
santri di dalam dan di luar pesantren, tetapi sikap saling memperhatikan
ini diharapkan berlanjut dan berimplikasi pada adanya sebuah penilaian.
Sebuah penilaian dan penilaian yang diharapkan dapat menambah serta
meningkatkan keharmonisan hubungan antara santri dengan masyarakat.
Jadi, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa interaksi sosial
antara santri dengan masyarakat berlangsung akrab dan harmonis.
Keakraban dan keharmonisan itu tampak dalam berbagai kegiatan,
kesempatan dan proses interaksi lainnya (Maunah, 2009: 123-147).
C. Pengaruh Kewibawaan Pengasuh terhadap Interaksi Sosial Santri
Kewibawaan adalah suatu daya mempengaruhi yang menimbulkan pada
pihak lain sikap untuk mengakui, menerima, dan menuruti dengan penuh
L
pengertian atas kekuasaan. Sedangkan pengasuh merupakan orang yang
mengasuh pondok pesantren yang menjadi pimpinan dan teladan serta mendidik
santrinya. Jadi, kewibawaan seorang pengasuh berpengaruh sekali terhadap
santrinya terutama dalam hal berinteraksi sosial. Karena santri dalam
kehidupan sehari-hari ternyata masih ada yang sikap dan tingkah lakunya
kurang sopan terhadap orang lain.
Dengan demikian kewibawaan pengasuh merupakan pembawaan sikap
dan tingkah laku pengasuh yang mengandung suatu kepemimpinan serta penuh
daya tarik untuk menguasai, mempengaruhi dan memberikan teladan yang baik
terhadap santrinya sehingga pengasuh tersebut mampu membawa santrinya
untuk memahami, menghayati serta melaksanakan ajaran agama Islam terutama
ketika berinteraksi sosial dalam kehidupan sehari-hari.
LI
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Letak Geografis Pondok pesantren Edi Mancoro
Pondok Pesantren Edi Mancoro, terletak di wilayah Kabupaten
Semarang, tepatnya di Dusun Bandungan Desa Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang. Walaupun dari luar daerah, pesantren ini lebih akrab
dengan Salatiga, karena memang secara geografis lebih dekat dengan pusat
pemerintahan kota madya Salatiga.
Gedangan ini termasuk wilayah yang cukup potensial secara ekonomis
karena penghasilan warganya disamping bersumber dari pertanian padi, juga
bersumber dari pertanian kering, cukup terkenal sebagai penghasil buah-
buahan misalnya salak, duku, rambutan dan lain-lain.
Pesantren ini berada di wilayah pinggiran kota Salatiga yaitu berada di
sebelah baratnya sekitar 4 kilometer. Keadaannya memang tidak terlalu ramai
tetapi dekat dengan kota Salatiga. Sehingga merupakan tempat strategis untuk
pendidikan termasuk pendidikan keagamaan pesantren. Jarak yang tidak jauh
dari pusat kota Salatiga yang merupakan sentral pendidikan formal, maka
banyak santri yang berminat untuk mendalami ilmu agama di pesantren ini,
sebab kebanyakan santri yang menetap adalah para pelajar di pendidikan
formal, baik dari kalangan mahasiswa ataupun pelajar bahkan banyak juga
dari masyarakat sekitar yang ikut menuntut ilmu di pesantren ini. Kondisi
LII
yang demikian sudah barang tentu mempengaruhi proses belajar di pesantren
ini, lebih jelasnya bisa dilihat dalam pendidikan dan pengajaran pesantren.
2. Profil Pondok Pesantren Edi Mancoro
Pondok Pesantren Edi Mancoro merupakan sebuah institusi pendidikan
keagamaan, yang juga berusaha membekali santri-santrinya dengan
keterampilan-keterampilan. Sehingga Pondok Pesantren Edi Mancoro terdapat
beberapa UPT (Unit Pelaksana Teknis) guna peningkatan sumber daya
santrinya. Adapun secara statistik profil Edi Mancoro adalah sebagai berikut :
a. Nama : Pondok Pesantren Edi Mancoro
b. Alamat : Dsn.Bandungan 02/01 Ds.Gedangan, Kec.
Tuntang, Kab.Semarang Jawa Tengah 50773
c. Telepon : (0298) 313329/08139239383
d. Email : [email protected]
e. Blog : www.ppedimancoro.wordpress.com
f. Pimpinan : KH. Mahfudz Ridwan, Lc
g. Ketua Yayasan : Muhammad Hanif SS, M.hum
h. Pengasuh Santri Tahfidz : Rosyidah Lc
i. Tahun berdiri : 1989 M/1410 H
j. Status Tanah : Wakaf
k. Surat kepemilikan tanah : Wakaf Pondok Pesantren Edi Mancoro
l. Luas tanah : 2448 m
m. Status Bangunan : Milik Pondok Pesantren
1) Luas Bangunan : 1365 m
2) Lapangan Olah Raga : 550 m
3) Kebun : 108 m
LIII
4) Dipakai lainnya : 535 m
Lembaga-lembaga Pondok Pesantren Edi Mancoro
a) Organisasi Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro
b) Koperasi Pondok Pesantren Edi Mancoro
c) Kulliyyatud Dirosah al-Islamiyyah wal Ijtima’iyyah (KDII)
d) Madrasah Tahfidz
e) Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Al Qiro
SUSUNAN PENGURUS ORGANISASI SANTRI
PONDOK PESANTREN EDI MANCORO
BADAN PEMBINA
Pengasuh : KH.Mahfudz Ridwan,Lc
Penasehat : Muhammad Hanif SS, M.hum
BADAN PENGURUS HARIAN
Ketua Umum : Taufiq Ashari
Sekretaris : Nurul Innayah
Bendahara : Iis Sholihah
Rayon Putra : Akrom Musabbihin
Rayon Putri : Stri Ana Farhana
BIRO-BIRO
Biro Pendidikan : Umi Arifah
Biro Litbang : Alfiatur Rahmah
Biro PU : Nuruz Zakiyah & M.Sulkhan
UNIT PENGELOLA TEKNIK (UPT)
1. TBB : Chusnul Wardati
2. Perpustakaan : Siti Mu’asyaroh
LIV
3. Komputer : Tyas Kristiana
4. Pers : Ajeng Virga
5. Bahasa : Indah Safitri
3. Visi, misi, tujuan, dan garis perjuangan Pondok Pesantren Edi Mancoro
a. Visi, dan Misi
Adapun visi menyiapkan santri sebagai pendamping umat yang
sesungguhnya. Dan misi Pondok Pesantren Edi Mancoro ini adalah dengan
membentuk santri yang mempunyai wawasan keagamaan mendalam,
berwawasan kebangsaan, dan kemasyarakatan dalam konteks ke-
Indonesiaan yang plural. Serta membentuk santri yang peduli dan
berkemampuan melakukan pendampingan masyarakat secara luas. Dengan
sifat terbuka, non-profit, independen, serta mandiri dalam menentukan
kebijakan dan garis perjuangan sampai saat ini pesantren Edi Mancoro tetap
kukuh berdiri mengayomi masyarakat.
b. Tujuan
Tujuan Pondok Pesantren Edi Mancoro adalah untuk membina santri
memiliki keilmuan baik keagamaan maupun keilmuan kebangsaan dan
kemasyarakatan. KH. Mahfudz Ridwan, Lc saat acara Hari Lahir Pondok
Pesantren Edi Mancoro ke-20 memberikan pengarahan kepada santri agar
santri dapat hidup mandiri dalam segala hal dalam arti secara
keorganisasian di berikan secara penuh kepada santri, santri dituntut untuk
sadar dalam segala kebutuhan dan kewajiban yang seharusnya di lakukan.
Para santri diberitahu bahwa “orang yang pintar adalah orang yang tahu dan
mengerti dengan bahasa isyarat” hal ini menjadi hal yang sangat di
tekankan oleh pengasuh terhadap pesantren, sehingga pesantren di tuntut
LV
untuk mandiri dalam segala hal, baik itu dalam kehidupannya,
pengelolaannya dan sebagainya itu diserahkan oleh santri secara
menyeluruh.
Hal ini dipeluk sepenuhnya oleh para santri dalam hidupnya sendiri
dan juga dalam hidupnya sebagai anggota masyarakat pondok pesantren.
Mereka harus sanggup menyelenggarakan sendiri kegiatan-kegiatannya
dengan meminta pendapat dari pengasuh. Contohnya dengan Organisasi
Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro (PPEM), santri menyelenggarakan
sendiri aktivitas seperti kebersihan lingkungan, pengembangan minat dan
bakat santri. Selain itu Pondok Pesantren Edi Mancoro bertujuan membina
manusia yang beriman, berilmu dan bertaqwa kepada Allah Swt. Pesantren
ini juga membentuk santri sebagai pendamping masyarakat.
c. Garis Perjuangan
Dan untuk melihat sejauh mana kiprah Pesantren Edi Mancoro baik
tingkat lokal maupun nasional, kita dapat melihat dari sejumlah program
yang telah disusun dan menjadi misi bersama antara kyai dan para
santrinya.
Secara umum untuk meningkatkan pemahaman terhadap keislaman,
Pondok Pesantren Edi Mancoro berusaha melakukan program secara
intensif dan berkesinambungan seperti diskusi-diskusi ilmiah, dialog lintas
agama, seminar, diklat, kursus-kursus dan lain sebagainya. Sedangkan
untuk kontak jaringan, Pesantren Edi Mancoro telah banyak melakukan
kerja sama baik antara pesantren, Perguruan Tinggi, maupun dengan
institusi pemerintah atau institusi kemasyarakatan lainnya, seperti depnaker,
BI, PERCIK dan lain-lain.
LVI
4. Sejarah berdirinya pondok pesantren Edi Mancoro
Pondok Pesantren Edi Mancoro termasuk pesantren salaf, bila mengacu
pada pendapat Dhofier (1984 : 80) tentang elemen dasar pesantren salaf.
Elemen–elemen itu adalah asrama tempat pemondokan santri, kiai guru yang
mengajar para santri, kitab kuning sebagai kurikulum pendidikanya. Masjid
sebagai sarana pengajian dan peribadatan santri (Depag RI, 2003 : 40),
disamping santri sendiri sebagai peserta didik. Munculnya pesantren sendiri
tidak terlepas dari kondisi obyektif masyarakat pada waktu itu, dimana
masyarakat setempat pada waktu itu masih alergi dengan beragam aktifitas
religius, sebaliknya mereka sangat akrab dengan kebiasaan-kebiasaan buruk
yang berkembang di masyarakat. Hal inilah yang mendorong tokoh setempat
untuk mendirikan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan
(Tafaqutifi Al Din) sebagai peredam yang bisa mengendalikan kebiasaan-
kebiasaan buruk masyarakat setempat.
Di bawah prakarsa bapak KH. Sholeh tokoh pendatang dari Desa
Pulutan telah berhasil mendirikan sebuah masjid yang diberi nama Darussalam
dengan sebuah bangunan kecil sebagai tempat pemondokan bagi para santri
yang akan belajar kepadanya. Masjid ini didirikan di pinggiran desa, seakan
terpisah dari pemukiman warga pada waktu itu, walaupun sekarang sudah
menyatu dengan masyarakatnya, dan pendidikan yang diselenggarakannyapun
masih sederhana, belum sampai terbentuk semacam lembaga pendidikan tetapi
terkesan natural. Pendidikan keagamaan yang berpusat di Darussalam dan
ditangani oleh bapak kiai Sholeh hanya berlangsung hingga tahun 70-an,
sebab setelah beliau meninggal tidak ada keturunannya langsung yang mau
LVII
meneruskan perjuangannya dan tidak ada tokoh lokal yang meneruskan misi
dan perjuangannya.
Setelah itu maka proses pendidikan di Darussalam agak tersendat,
dalam masa kevakuman ini selang beberapa waktu, munculah kiai Sukemi
yang merupakan tokoh lokal yang diminta oleh masyarakat setempat dan
diharapkan mampu untuk meneruskan misi dan perjuangan pendidikan ini,
dan pendidikan pesantren ini dapat berjalan kembali seperti kepemimpinan
kiai Sholeh. Bermacam itu pula, muncullah KH. Mahfudz Ridwan, Lc, tokoh
dari Pulutan yang merupakan alumni dari beberapa pesantren ternama
sekaligus alumni dari universitas di Baghdad. Setelah kiai Sukemi meninggal,
maka pendidikan Darussalam diteruskan oleh KH. Mahfudz Ridwan, Lc.
Pada tahun 1984 KH. Mahfudz Ridwan, Lc, bersama beberapa tokoh
lokal lainnya seperti Matori Abdul Jalil mendirikan yayasan yang bernama
Yayasan Desaku Maju dengan catatan notaris nomor 14/1984. Yayasan ini
merupakan yayasan yang bergerak di bidang sosial yang mengemban misi dan
tujuan membantu pemerintah untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan
masyarakat pedesaan dan mengembangkan swadaya serta sumber daya
manusia khususnya masyarakat pedesaan. Dan yayasan ini cukup familiar bagi
warga Salatiga, karena merupakan satu-satunya yayasan Islam yang bergerak
di bidang kemasyarakatan.
Pada awal tahun 1989 KH. Mahfud Ridwan, Lc, mendirikan pesantren
yang lebih akrab disebut Wisma Santri Edi Mancoro sebagai pusat pendidikan
masyarakat khususnya bagi masyarakat setempat sekaligus sebagai basecamp
berbagai kegiatan yayasan, hanya saja lokasinya berbeda dari lokasinya yang
LVIII
terdahulu. Ini dikarenakan agar terhindar dari anggapan bahwa masjid
dimonopoli oleh pesantren sehingga masyarakat enggan untuk aktif dalam
berbagai kegiatan yang berpusat di masjid.
Sejak saat itu keadaan pesantren terus berkembang. Karena yayasan ini
dikenal sangat luas karena program-programnya yang telah berhasil membuat
perubahan yang sangat signifikan di Salatiga dan kabupaten Semarang
khususnya memecahkan permasalahan antar umat beragama, kemudian
karakter pesantren yang pluralis dan terbuka untuk siapa saja termasuk untuk
orang non Islam oleh karena itu nama pesantren ini sangat terkenal hingga luar
negeri hingga banyak kunjungan dari luar negeri dari berbagai negara hingga
saat ini. Pada akhir tahun 2007 nama Pondok Pesantren Edi Mancoro telah
resmi menggantikan nama Wisma Santri Edi Mancoro karena aktifitas
kemasyarakatan yang sudah mulai melemah dan menjadi pesantren yang
normatif tetapi masih tetap menjaga prinsip pluralisme dan keterbukaan
dengan orang non Islam sebagai bentuk terciptanya konsep islam adalah
rohmatan lil’alamin.
5. Sarana dan fasilitas pesantren
Pondok Pesantren Edi Mancoro termasuk pesantren yang baru bila
ditinjau dari usia kelahirannya yaitu pada tahun 1989, sehingga fasilitas dan
prasarananya yang tersediapun masih sederhana dan terbatas, tetapi
keterbatasan ini tidak menghambat proses pendidikan dan pengajaran sebagai
nadi dan misi pesantren. Adapun sarana dan prasarana yang tersedia di
pesantren ini antara lain:
a. Dua gedung putra putri
LIX
b. Dua aula pertemuan putra putri
c. Masjid sebagai tempat peribadatan
d. Kantor pengurus
e. Kantor UPT Komputer
f. Perpustakaan
g. Gedung pertemuan yang disewakan
h. Ruang untuk kelas
6. Keadaan Ustadz dan Santri
a. Keadaan Ustadz
Selain KH. Mahfudz Ridwan para ustadz pondok pesanren Edi
Mancoro berasal dari masyarakat sekitar dan alumni yang mempunyai
kepedulian terhadap perkembangan pesantren serta para santri sendiri
yang telah dianggap mampu untuk mengajar dan berkompeten pada
disiplin ilmu yang telah dikuasai.
Tabel 3.1
Daftar Nama Ustadz dan Ustadzah
Pondok Pesantren Edi Mancoro
LX
No Nama Jenis kelamin
1 KH. Mahfud Ridwan Lk
2 Muhammad Hanif Lk
3 Muh. Zuhdi Lk
4 Budi Santoso Lk
5 Ali Nugroho Lk
6 Syaikhudin Lk
7 Makhasin Lk
8 Abdul Manaf Lk
9 Tanwir Lk
10 Sumarno Lk
11 Slamet Lk
12 Sukardi Lk
13 Shofari Lk
14 Mulyadi Lk
15 Ahmad Adnan Lk
16 TajudinUmroni Lk
17 Rosyidah Pr
18 Imma Dahiyani Munir Pr
19 Khoirul Afifah Pr
20 Siti Mu’asyaroh Pr
21 Indah Safitri Pr
22 Umi Arifah Pr
23 Roro Risalatul M Pr
24 Munirotul Azizah Pr
b. Keadaan Santri
LXI
Sedangkan para santri berasal dari banyak daerah diantaranya:
Demak, Magelang, Porwodadi, Kendal, Temanggung, Pati, hingga Palu.
Mayoritas mereka sekolah di STAIN Salatiga dan berbagai sekolah
menengah seperti: SMP Nusantara Gedangan, SMK Diponegoro Salatiga,
SMA Negeri 3 Salatiga, SMA Negeri 2 Salatiga dan lain-lain. Jumlah
santri saat ini adalah 51 santri
Adapun nama-nama santri Pondok Pesantren Edi Mancoro secara
terinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.2
Daftar Nama Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro
No Nama Jenis Kelamin
1 Ahmad Adnan Lk
2 Ahmad Sugiyanto Lk
3 Gigih Intan P. Lk
4 Nurfan Herdiyansah Lk
5 Habib Yusro Lk
6 Taufik Ashari Lk
7 Muhammad Sulkhan Lk
8 Arba Author Lk
9 M. Kalimul Aziz Lk
10 Akrom M. Lk
11 Ikrar Fatikha Lk
12 Ni’am Bisri Lk
13 M. Idrus Lk
14 M. Khoirul Muna Lk
LXII
15 Putri Rifa Anggraini Pr
16 Alfiatur Rohmah Pr
17 Ajeng Virga S. M. Pr
18 Aulia Ulfa D. Pr
19 Chusnul Wardati Pr
20 Ihda Arfiyani A. Pr
21 Iis Sholikhah Pr
22 Imma Dahliyani M. Pr
23 Indah Safitri Pr
24 Ismatun Ni’mah Pr
25 Ismawati N. S. Pr
26 Khoirul Afifah Pr
27 Khorifah Pr
28 Munhamiroh Pr
29 Naimatus Tsaniyah Pr
30 Nurul Arofah Pr
31 Nurul Inayah Pr
32 Nur Wulan M. Pr
33 Nuruz Zakiyah Pr
34 Nayla Rajikha Pr
35 Nayli Iffatu Maula Pr
36 Sarifatul Mujazanah Pr
37 Siti Mu’asyaroh Pr
38 Stri Ana Farhana Pr
39 Tyas Kristiyana Pr
40 Umi Arifah Pr
41 Roro Risalatul M. Pr
42 Munirotul Azizah Pr
LXIII
43 Novi Oktaviani Pr
44 Putri Dewi Masyithoh Pr
45 Iis Ary Sujiyati Pr
46 Kurniyawati Pr
47 Anis Ulfatun N. Pr
48 Tantri Nariswari Pr
49 Vivi Andriyani Pr
50 Sawitri Pr
51 Zidda Kamelia I. Pr
7. Pelaksanaan pendidikan di pesantren
a. Kurikulum Pesantren
Sebagai lembaga pendidikan keagamaan, Pondok Pesantren Edi
Mancoro menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran keagamaan
disamping mata kajian yang bersifat umum. Pesantren ini mempunyai
spesifikasi khusus untuk mendalami ilmu- ilmu agama dengan dititik
beratkan pada kemampuan membaca dan menulis bahasa Arab dengan
baik dan benar, maka pelajaran nahwu, shorof dan halaqhoh mendapat
perhatian prioritas. Disamping itu mata pelajaran umum, ketrampilan
menjadi kegiatan ektra yang terjadwal oleh pengurus dengan
menyesuaikan bakat dan minat santri. Dan juga ada kegiatan yang
bersifat insidental antara lain : bahasa arab, bahasa inggris, mengetik,
administrasi baik keuangan maupun manajemen organisasi.
Tabel 3.3
Kurikulum Pondok Pesantren Edi Mancoro
LXIV
No Pelajaran wajib Extra kurikuler
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Bahasa arab
Nahwu
Fiqh
Tadwid
Hadist
Fasholatan
Tareh nabi
Tauhid
Akhlak
Khitobiyah
Dhiba’an
Diskusi
Rebana
Kaligrafi
Kampung Bahasa
Tikroran
Tahfidz Al-qu’an
b. Sitem Pendidikan
Sistem pendidikan di pesantren ini mengalami banyak perubahan
dalam rangka menuju kesampurnaannya. Sistem pendidikan yang
diterapkan adalah sistem klasikal (Bandongan) dimana seorang kiai atau
ustadz membacakan dan menjelaskan isi ajaran atau kitab kuning
sementara santri atau murid mendengarkan memaknai dan menerima
(Depag RI 2003 : 44 ). Santri diwajibkan mengikuti setiap mata pelajaran
yang dikaji sebagaimana tertera dalam jadwal, dengan batas waktu yang
telah ditetapkan untuk menjembatani problem santri baru agar dapat
menyesuaikan diri dengan kelas yang ada, maka dilaksanakan tes
penempatan kelas sehingga diharapkan mereka dapat segera mengikuti
pelajaran yang diselenggarakan. Dalam penyajian mata pelajaran yang
berbasik kitab-kitab kuning digunakan sistem bandongan atau
berkelompok, dan ada mata pelajaran tertentu yang harus disajikan dengan
sistem individual (Sorogan). Akan tetapi sistem bandongan lebih dominan
LXV
dipergunakan. Hal ini dilatarbelakangi , bahwa mayoritas santri yang
belajar adalah mahasiswa dan pelajar tingkat SLTA. Sehingga
kemandirian belajar lebih teruji, disamping itu efektifitas waktu yang
tersedia bagi dewan asatidz. Adapun mata pelajaran yang menjadi kajian
wajib bagi santri adalah :
1) Kelas I’daad
a. Fiqh : Safinah
b. Tajwid : Sifaul Jinan
c. Akhlaq : Akhlaqul Banin I
d. Fasholatan : Fasholatan
2) Kelas Khos
a. Fasholatan : Fasholatan
b. Bahasa Arab
c. Fiqh : Safinah
d. Imla’
e. Akhlaq : Akhlaqul Banin II
f. Tarikh : Khulashoh I
g. Tauhid : Aqidatul Awam
h. Tajwid : Sifaul Jinan
i. Hadits : Arbain Nawawi
3) Kelas Awaliyah
a. Bahasa Arab : Qiroatur Rosyidah
b. Hadits : Arbain Nawawi
c. Sorof : Amtsilatut Tasrifiyah
d. Nahwu : Imrithi
LXVI
e. Tauhid : Jawahirul Kalamiyah
f. Fiqh : Fathul Qorib
g. Tarikh : Khulashoh II
h. Akhlaq : Akhlaqul banin III
i. Tajwid : Tuhfatul Athfal
4) Kelas Wustho
a. Nahwu : Alfiyah
b. Akhlaq : Ta’limul Muta’alim
c. Ulumul Hadits : Mustholahatul Hadits
d. Bahasa Arab : Qiroatur Rosyidah
e. Hadits : Bulughul Maram
f. Fiqh : Fathul Qarib
g. Tauhid : Kifayatul Awam
5) Kelas Ulya
a. Akhlaq : Bidayatul Hidayah
b. Nahwu : Alfiyah
c. Ulumul Hadits : Mustholahatul Hadits
d. Bahasa Arab : Qiroatur Rosyidah
e. Hadits : Bulughul Maram
f. Ushul Fiqh : Mabadiul Awaliyah
B. Penyajian Data
1. Data Nama Responden
Adapun responden yang penulis ambil sebagai penelitian sebagai
berikut:
LXVII
Table 3.4
Daftar nama responden
Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro Tahun 2014
No Nama responden Jenis kelamin Umur
1 Ahmad Adnan Lk 25
2 Ahmad Sugiyanto Lk 17
3 Gigih Intan P. Lk 18
4 Nurfan Herdiyansah Lk 16
5 Habib Yusro Lk 24
6 Taufik Ashari Lk 22
7 Muhammad Sulkhan Lk 22
8 Arba Author Lk 21
9 M. Kalimul Aziz Lk 17
10 Akrom M. Lk 20
11 Ikrar Fatikha Lk 16
12 Ni’am Bisri Lk 16
LXVIII
13 Idrus Al-Fikri Lk 15
14 M. Khoirul Muna Lk 17
15 Putri Rifa Anggraini Pr 20
16 Alfiatur Rohmah Pr 20
17 Ajeng Virga S. M. Pr 20
18 Aulia Ulfa D. Pr 21
19 Chusnul Wardati Pr 20
20 Ihda Arfiyani A. Pr 16
21 Iis Sholikhah Pr 18
22 Imma Dahliyani M. Pr 26
23 Indah Safitri Pr 20
24 Ismatun Ni’mah Pr 19
25 Ismawati N. S. Pr 19
26 Khoirul Afifah Pr 26
27 Khorifah Pr 22
28 Munhamiroh Pr 19
29 Naimatus Tsaniyah Pr 21
30 Nurul Arofah Pr 23
LXIX
31 Nurul Inayah Pr 22
32 Nur Wulan M. Pr 22
33 Nuruz Zakiyah Pr 20
34 Nayla Rajikha Pr 18
35 Nayli Iffatu Maula Pr 20
36 Sarifatul Mujazanah Pr 22
37 Siti Mu’asyaroh Pr 19
38 Stri Ana Farhana Pr 23
39 Tyas Kristiyana Pr 20
40 Umi Arifah Pr 22
41 Roro Risalatul M. Pr 21
42 Munirotul Azizah Pr 24
43 Novi Oktaviani Pr 18
44 Putri Dewi Masyithoh Pr 20
45 Iis Ary Sujiyati Pr 18
46 Kurniyawati Pr 20
47 Anis Ulfatun N. Pr 18
48 Tantri Nariswari Pr 16
LXX
49 Vivi Andriyani Pr 20
50 Sawitri Pr 20
51 Zidda Kamelia I. Pr 19
2. Data Hasil Penyebaran Angket tentang Kewibawaan Pengasuh
Untuk mengetahui variasi kewibawaan pengasuh pada santri di Pondok
Pesantren Edi Mancoro, penulis memperoleh data dari hasil angket yang
telah diisi oleh responden. Angket tentang kewibawaan pengasuh tersebut
terdiri dari 15 item pertanyaan, yang setiap pertanyaan terdiri dari 3 pilihan,
yaitu a, b, dan c dengan bobot penilaian sebagai berikut:
a. Alternatif jawaban a nilai 3
b. Alternatif jawaban b nilai 2
c. Alternatif jawaban c nilai 1
Tabel 3.5
Daftar Hasil Angket Tentang Kewibawaan Pengasuh
No Nama Responden Hasil Jawaban Skor Jml Nomi
naasi A B C 3 2 1
1 Ahmad Adnan
6 3 6
18 6 6
30
B
2 Ahmad Sugiyanto
6 7 2
18 14 2
33
B
3 Gigih Intan P.
9 5 1
27 10 1
38
A
4 Nurfan H.
7 4 4
21 8 4
33
B
LXXI
5 M. Habib Yusro 7 3 5
21 6 5 32
B
6 Taufik Ashari
9 3 3
27 6 3
34
B
7 M. Sulkhan
6 5 4
18 10 4
31
B
8 Arba Author
7 4 4
21 8 4
33
B
9 M. Kalimul Aziz
3 7 5
9 14 5
28
B
10 Akrom M.
3 7 5
9 14 5
28
B
11 Ikrar Fatikha
4 4 7
12 8 7
27
B
12 Ni’am Bisri
3 5 7
9 10 7
26
B
13 Idrus Al-Fikri
3 7 5
9 14 5
28
B
14 M. Khoirul Muna
5 5 5
15 10 5
30
B
15 Putri Rifa A.
5 5 5
15 10 5
30
B
16 Alfiatur Rohmah
5 6 4
15 12 4
31
B
17 Ajeng Virga S. M
3 7 5
9 14 5
28
B
18 Aulia Ulfa D.
3 5 7
9 10 7
26
B
19 Chusnul Wardati
2 6 7
6 12 7
25
B
20 Ihda Arfiyani A.
5 6 4
15 12 4
31
B
21 Iis Sholikhah
3 7 5
9 14 5
28
B
22 Imma Dahliyani
6 6 3
18 12 3
33
B
LXXII
23 Indah Safitri 5 4 6
15 8 6 29
B
24 Ismatun Ni’mah
4 5 6
12 10 6
28
B
25 Ismawati N. S.
4 5 6
12 10 6
28
B
26 Khoirul Afifah
5 5 5
15 10 5
30
B
27 Khorifah
6 6 4
18 12 4
31
B
28 Munhamiroh
2 8 5
6 16 5
27
B
29 Naimatus T.
6 5 4
18 10 4
32
B
30 Nurul Arofah
4 6 5
12 12 5
29
B
31 Nurul Inayah
5 7 3
15 14 3
32
B
32 Nur Wulan M.
5 6 4
15 12 4
32
B
33 Nuruz Zakiyah
5 4 6
15 8 6
29
B
34 Nayla Rajikha
5 5 5
15 10 5
30
B
35 Nayli Iffatu M.
4 6 5
12 12 5
29
B
36 Sarifatul M.
7 5 3
21 10 3
34
B
37 Siti Mu’asyaroh
7 3 5
21 6 5
32
B
38 Stri Ana Farhana
6 3 6
18 6 6
30
B
39 Tyas Kristiyana
6 6 5
18 12 5
33
B
40 Umi Arifah
5 6 6
15 12 6
31
B
LXXIII
41 Roro Risalatul M. 6 6 3
18 12 3 33
B
42 Munirotul Azizah
6 6 3
18 12 3
32
B
43 Novi Oktaviani
4 7 4
12 14 4
30
B
44 Putri Dewi M.
8 5 2
24 10 2
36
A
45 Iis Ary Sujiyati
6 4 5
18 8 5
31
B
46 Kurniyawati
7 5 3
21 10 3
34
B
47 Anis Ulfatun N.
10 3 2
30 6 2
38
A
48 Tantri Nariswari
9 3 3
27 6 3
36
A
49 Vivi Andriyani
10 3 2
30 6 2
38
A
50 Sawitri
7 3 5
21 6 5
32
B
51 Zidda Kamelia I.
10 4 1
30 8 1
39
A
Nominasi di atas didasarkan pada jumlah nilai yang didapat masing-
masing interviewer, kemudian diklasifikasikan sekaligus dikelompokkan
pada kategori tinggi, sedang dan rendah.
a. Nominasi A adalah nilai 35-45 intensitasnya tinggi ada 6 orang
b. Nominasi B adalah nilai 25-34 intensitasnya sedang ada 45 orang
c. Nominasi C adalah nilai 15-24 intensitasnya rendah ada 0 orang
3. Data rating scale Interaksi Sosial
Tabel 3.6
Hasil Jawaban Rating Scale
LXXIV
tentang Interaksi Sosial
No
Resp
Jawaban Soal Jumlah Jumlah
skor/item
Nominasi
1 2 3 3 5 A B C
1 B B B B B - 5 - 10 B
2 B B B B B - 5 - 10 B
3 B C A B B 1 3 1 10 B
4 B B A B B 1 4 - 11 B
5 B B B B B - 5 - 10 B
6 B B B B B - 5 - 10 B
7 A B B B B 1 4 - 11 B
8 B B B B B - 5 - 10 B
9 B B B B C - 4 1 9 B
10 C B C B B - 3 2 8 C
11 B C B B B - 4 1 9 B
12 B B B B B - 5 - 10 B
13 C B B B A 1 3 1 10 B
14 B C B A A 2 2 1 11 B
15 C B B B B - 4 1 9 B
16 B A A B B 2 3 - 12 B
LXXV
17 B A B B B 1 4 - 11 B
18 B B B B B - 5 - 10 B
19 A B A B A 3 2 - 13 A
20 B B B B B - 5 - 10 B
21 C B B B C - 3 2 8 C
22 A B B B B 1 4 - 11 B
23 B A B B A 2 3 - 12 B
24 B B B B C - 4 1 9 B
25 B B B B B - 5 - 10 B
26 B B A B A 2 3 - 12 B
27 B B B B B - 5 - 10 B
28 B B A B A 2 3 - 12 B
29 B B B B B - 5 - 10 B
30 B B B B C - 4 1 9 B
31 B A A B B 2 3 - 12 B
32 B B A B B 1 4 - 11 B
33 C B B B C - 3 2 8 C
34 B B B B B - 5 - 10 B
LXXVI
35 B B B B B - 5 - 10 B
36 B B B B B - 5 - 10 B
37 B B A B A 2 3 - 12 B
38 B B B B A 1 4 - 11 B
39 B B B B B - 5 - 10 B
40 B B B B B - 5 - 10 B
41 B B B B B - 5 - 10 B
42 B B B B B - 5 - 10 B
43 B B B B B - 5 - 10 B
44 B B B B B - 5 - 10 B
45 B B B B B - 5 - 10 B
46 B B B A B 1 4 - 11 B
47 B B A B B 1 4 - 11 B
48 B A B B A 2 3 - 12 B
49 B B B B B - 5 - 10 B
50 B B B A B 1 4 - 11 B
51 B B B B B - 5 - 10 B
LXXVII
Untuk mengetahui tingkat kerukunan berinteraksi sosial santri di
pondok pesantren Edi Mancoro, penulis memperoleh data dari hasil rating
scale yang telah diisi oleh responden. Daftar Rating Scale tersebut terdiri dari
5 item pertanyaan, yang setiap item pertanyaan terdiri dari 3 pilihan yaitu a,
b, dan c dengan bobot penilaian sebagai berikut :
a. Alternatif jawaban a nilai 3
b. Alternatif jawaban b nilai 2
c. Alternatif jawaban c nilai 1
Nominasi di atas didasarkan pada jumlah nilai yang didapat masing-
masing interviewer, kemudian diklasifikasikan sekaligus dikelompokkan
pada kategori (tinggi, sedang, rendah). Adapun untuk menentukan kategori
tersebut, digunakan rumus interval sebagai berikut:
a. Nominasi A adalah nilai 13-16 intensitasnya tinggi ada 1 orang
b. Nominasi B adalah nilai 9-12 intensitasnya sedang ada 47 orang
c. Nominasi C adalah nilai 5-8 intensitasnya rendah ada 3 orang
BAB IV
ANAISIS DATA
Pada bab ini penulis menganalisis data yang telah terkumpul sehingga
diketahui ada tidaknya pengaruh kewibawaan pengasuh terhadap interaksi
sosial santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kabupaten
Semarang tahun 2014. Analisis ini diperlukan untuk mengetahui tujuan
penelitian.
LXXVIII
Analisis data tersebut digunakan untuk memperoleh jawaban atas pokok
permasalahan yang diajukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu:
1. Bagaimana kewibawaan pengasuh di Pondok Pesantren Edi Mancoro
Desa Gedangan Kab. Semarang Tahun 2014.
2. Bagaimana interaksi sosial santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa
Gedangan Kab. Semarang Tahun 2014.
3. Bagaimana pengaruh kewibawaan pengasuh terhadap interaksi sosial
Santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kab. Semarang
Tahun 2014.
Berdasarkan pada ketiga tujuan tersebut, maka analisis pertama, kedua,
penulis menggunakan rumus prosentase:
x 100%
Keterangan:
Prosentase
: Frekuensi
: Jumlah Responden
Sedangkan untuk mengetahui tujuan ketiga, penulis menggunakan
analisa statistik Chi Kuadrat dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
FO = frekuensi yang diperoleh
Fh = frekuensi yang diharapkan
LXXIX
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kewibawaan pengasuh
terhadap interaksi sosial santri, maka data yang diperoleh akan dianalisis
statistik dan analisa kuantitatif. Dalam menganalisa data tersebut penulis
menggunakan rumus chi kuadrat melalui tiga tahapan analisa yaitu analisis
pertama, analisis kedua dan analisis ketiga.
A. Analisis Pertama
Analisis pendahulun dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
kewibawaan pengasuh terhadap interaksi sosial santri menggunakan
metode angket kepada santri. Hasil yang diperoleh nanti akan digunakan
sebagai data yang dikorelasikan dengan interaksi sosial santri pada
penelitian selanjutnya.
Dalam penelitian ini dipersiapkan rumus yang akan dipakai dalam
analisis lanjut dan sebelumnya akan diperjelas permasalahannya, maka
terlebih dahulu diketahui:
X = kewibawaan pengasuh
Y = interaksi sosial santri
Langkah selanjutnya adalah mencari data dari masing – masing variabel
diatas. Metode yang penulis gunakan untuk mendapatkan data tersebut
adalah dengan menyebarkan angket dan rating scale kepada santri.
Setelah data diperoleh, kemudian ditentukan skor minimal dan skor
maksimal.dari kedua skor tersebut kemudian dikelompokkan menjadi 3
(tiga) kategori, yaitu:
Tabel 4.1
Tabel Pengelompokkan Kewibawaan Pengasuh
LXXX
No Kategori Si,ngkatan
1. Tinggi T
2. Sedang S
3. Rendah R
,
Tabel 4.2
Tabel Pengelompokkan Responden tentang Kewibawaan Pengasuh
No Responden Kategori
1 S
2 S
3 T
4 S
5 S
6 S
7 S
8 S
9 S
10 S
11 S
LXXXIII
48 T
49 T
50 S
51 T
Dari hasil tersebut penulis membagi skor menjadi 3 (tiga) kriteria:
1. Kategori Tinggi
x 100% =
x 100% = 11,7 = 12%
2. Kategori Sedang
x 100% =
x 100% = 88,2 = 88%
3. Kategori Rendah
x 100% =
x 100% = 0%
Adapun data distribusi kewibawaan pengasuh dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:
Tabel 4.3
Presentase Kewibawaan Pengasuh
No Kewibawaan Pengasuh Frekuensi Presentase
1 Tinggi 6 12%
2 Sedang 45 88%
3 Rendah 0 0%
Jumlah N 51 100%
LXXXIV
Kesimpulan jawaban responden tentang kewibawaan pengasuh adalah:
Tabel 4.4
Jawaban Responden tentang Kewibawaan Pengasuh
No Soal Jumlah Hasil Jawaban
A B C
1 29 12 10
2 26 14 11
3 26 15 10
4 24 16 11
5 18 16 17
6 12 21 18
7 12 14 25
8 17 20 14
9 18 23 10
10 15 18 18
11 17 15 19
12 20 18 13
13 18 20 13
14 13 19 19
15 17 20 14
Jml 282 261 222
Jumlah Total 765
LXXXV
Dapat ditafsirkan dari 51 responden tentang kewibawaan pengasuh penulis
ajukan sebagai berikut: Berdasarkan analisa jawaban per item diperoleh
informasi dari 51 responden bahwa 6 responden hasilnya dalam kategori
tinggi, 45 responden hasilnya dalam kategori sedang dan tidak ada
responden yan hasilnya dalam kategori rendah.
Jadi menurut penulis dapat ditafsirkan bahwa dari 15 item
pertanyaan tentang kewibawaan pengasuh di Pondok Pesantren Edi
Mancoro Desa Gedangan Kabupaten Semarang tahun 2014 sebagai
berikut:
a. Berdasarkan analisa jawaban per item diperoleh informasi dari
responden dengan jawaban A yaitu 12 % tentang hal yang berkaitan
dengan kewibawaan pengasuh.
b. Berdasarkan analisa jawaban per item diperoleh informasi dari
responden dengan jawaban B yaitu 88 % tentang hal yang berkaitan
dengan kewibawaan pengasuh.
c. Berdasarkan analisa jawaban per item diperoleh informasi dari
responden dengan jawaban C yaitu 0 % tentang hal yang berkaitan
dengan kewibawaan pengasuh.
B. Analisis Kedua
Selanjutnya untuk mengetahui hasil interaksi sosial santri di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kabupaten Semarang tahun 2014
dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu sangat baik, baik, dan cukup
baik. dengan jumlah item soal 5 diketahui nilai tertinggi 15 dan nilai
terendah 5. Untuk analisis kedua ini penulis membaginya dalam tiga
tahapan, yaitu sebagai berikut:
LXXXVI
1. Untuk mengetahui lebar interval
Keterangan:
i = interval ideal
Xt = nilai tertinggi ideal
Xr = nilai terendah ideal
Ki = kelas interval
= 3,6 = 4
2. Menentukan interval
13-16 : tinggi : A
9-12 : sedang : B
5-8 : rendah : C
Sesuai dengan klasifikasi diatas, maka hasil penelitian mengenai interaksi
sosial santri dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.5
Data Skor Dan Nominasi
Interaksi Sosial Santri
No responden Skor Nominasi
1 10 B
2 10 B
3 10 B
LXXXVII
4 11 B
5 10 B
6 10 B
7 11 B
8 10 B
9 9 B
10 8 C
11 9 B
12 10 B
13 10 B
14 11 B
15 9 B
16 12 B
17 11 B
18 10 B
19 13 A
20 10 B
21 8 C
LXXXVIII
22 11 B
23 12 B
24 9 B
25 10 B
26 12 B
27 10 B
28 12 B
29 10 B
30 9 B
31 12 B
32 11 B
33 8 C
34 10 B
35 10 B
36 10 B
37 12 B
38 11 B
39 10 B
LXXXIX
40 10 B
41 10 B
42 10 B
43 10 B
44 10 B
45 10 B
46 11 B
47 11 B
48 12 B
49 10 B
50 11, B
51 10 B
Berdasarkan hasil skor dan n,ominasi diatas, dapat dikelompokkan dalam
prosentase berdasarkan tiga kriteria. Rumus prosentase:
Keterangan :
P = prosentase
F = frekuensi
N = jumlah responden
XC
Dengan menggunakan rumus di atas, maka dapat dicari tingkat interaksi
sosial santri berdasarkan skor dan prosentase masing-masing kategori,
yaitu tinggi/ sangat baik (A) ada 1 santri, sedang/ baik ada (B) ada 47
santri, dan rendah/ cukup baik (C) baik ada 3 santri.
a. Kategor Tinggi
x 100% =
x 100% = 1,9 = 2%
b. Kategori Sedang
x 100% =
x 100% = 92,1 = 92%
c. Kategori Rendah
x 100% =
x 100% = 5,8= 6%
Tabel 4.6
Frekuensi Prosentase
Interaksi Sosial Santri
No Kategori Interval Frekuensi Prosentase
1 Tinggi/ Sangat Baik 13-16 1 2%
2 Sedang/Baik 9-12 47 92%
3 Rendah/ Cukup Baik 5-8 3 6%
Jumlah 51 100%
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat interaksi sosial santri
kategori tinggi mencapai 2%, sedang 92% dan rendah 6%. Sehingga
XCI
dengan demikian tingkat interaksi sosial santri di pondok pesantren Edi
Mancoro desa Gedangan kabupaten Semarang tahun 2014 tergolong
pada kategori sedang (baik), yaitu dengan presentase 92%.
3. Analisis item pertanyaan
Selanjutnya penulis akan menyajikan variasi jawaban dari 5 item
pertanyaan tentang interaksi sosial santri. Sehingga dapat diketahui
prosentase dari jawaban 51 responden sebagai berikut:
Tabel 4.7
Interaksi Sosial Santri
No Item Pertanyaan Frekuensi Prosentase
A B C A B C
a Menghargai pendapat orang lain 3 43 5 5,88 84,31 9,81
b Tolong menolong dengan sesama di
lingkungan pesantren
5 43 3 9,81 84,31 5,88
c Sopan santun dalam bergaul
terhadap orang lain
10 40 1 19,61 78,43 1,96
d Menjaga kerukunan antar sesame 3 48 - 5,88 94,12 -
e Melaksanakan setiap kegiatan sosial
di pesantren
10 37 4 19,61 72,55 7,84
A. Analisis ketiga
XCII
Untuk melakukan analisis tentang pengaruh kewibawaan pengasuh
terhadap interaksi sosial santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa
Gedangan Kabupaten Semarang tahun 2014, maka penulis menggunakan
analisis statistik Chi Kuadrat dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
lambang Chi Kuadrat
frekuensi yang diperoleh
frekuensi yang diharapkan
Adapun langkah-langkah yang ditempuh selanjutnya adalah:
1. Membuat tabel persiapan
2. Membuat tabel Fo (tabel frekuensi hasil observasi)
3. Membuat tabel Fh (tabel frekuensi yang diharapkan)
4. Membuat tabel kerja chi kuadrat
Langkah-langkah tersebut penulis jabarkan sebagai berikut:
1. Membuat tabel persiapan
Tabel dibawah ini akan memuat data tentang kewibawaan pengasuh dan
interaksi sosial santri yang telah penulis kumpulkan melalui metode
angket, dan rating scale. Data-data tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8
Tabel persiapan
No Kewibawaan Pengasuh Interaksi Sosial Santri Kriteria
1 S 10 SB
XCIII
2 S 10 SB
3 T 10 TB
4 S 11 SB
5 S 10 SB
6 S 10 SB
7 S 11 SB
8 S 10 SB
9 S 9 SB
10 S 8 SC
11 S 9 SB
12 S 10 SB
13 S 10 SB
14 S 11 SB
15 S 9 SB
16 S 12 SB
17 S 11 SB
18 S 10 SB
19 S 13 SA
XCIV
20 S 10 SB
21 S 8 SC
22 S 11 SB
23 S 12 SB
24 S 9 SB
25 S 10 SB
26 S 12 SB
27 S 10 SB
28 S 12 SB
29 S 10 SB
30 S 9 SB
31 S 12 SB
32 S 11 SB
33 S 8 SC
34 S 10 SB
35 S 10 SB
36 S 10 SB
37 S 12 SB
XCV
38 S 11 SB
39 S 10 SB
40 S 10 SB
41 S 10 SB
42 S 10 SB
43 S 10 SB
44 T 10 TB
45 S 10 SB
46 S 11 SB
47 T 11 TB
48 T 12 TB
49 T 10 TB
50 S 11 SB
51 T 10 TB
Keterangan:
T : Tinggi A : Tinggi
S : Sedang B : Sedang
R : Rendah C : Rendah
2. Membuat tabel frekuensi yang diperoleh (Fo)
XCVI
Berdasarkan hasil tabel persiapan dari dua variabel diatas, maka dapat
dibuat frekuensi yang diperoleh sebagai berikut:
Tabel 4.9
Tabel frekuensi yang diperoleh
Interaksi Sosial Santri
Kewibawaan Pengasuh
Tinggi
(A)
Sedang
(B)
Rendah
(C)
TOTAL
Tinggi - 6 - 6
Sedang 1 41 3 45
Rendah - - - -
Jumlah 1 47 3 51
3. Membuat tabel frekuensi yang diharapkan (Fh)
Berdasarkan hasil tabel frekuensi yang diperoleh (Fo) diatas, maka akan
mendapatkan data tentang frekuensi yang diharapkan (Fh) dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
Fh = frekuensi yang diharapkan
nk = jumlah angka pada kolom
nb = jumlah angka pada baris
N = jumlah sampel
XCVII
Hasil perhitungan dengan rumus tersebut disajikan dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel 4.10
Tabel frekuensi yang diharapkan
Interaksi Sosial Santri
Kewibawaan Pengasuh
Tinggi
(A)
Sedang
(B)
Rendah
(C)
Total
Tinggi 0,12 5,5 0,94 6
Sedang 0,88 41,5 4,55 45
Rendah - - - -
Jumlah 1 47 3 51
4. Membuat tabel Chi Kuadrat.
Berdasarkan hasil Fo dan Fh diatas, maka dapat dihitung Chi Kuadrat
dengan menggunakan tabel Chi Kuadrat sebagai berikut:
Tabel 4.11
Tabel kerja untuk menghitung Chi Kuadrat
Kewibawaan
Pengasuh
Interaksi Sosial
Santri
Fo Fh Fo – Fh (Fo – Fh)² (Fo – Fh)²
Fh
Tinggi A - 0,12 -0,12 0,0144 0,12
XCVIII
B 6 0,88 5,16 26,6256 30.2564
C - - - - -
JUMLAH 6 1 -2 6,5062 30,3764
Sedang A 1 5,5 -4,5 20,25 3,68
B 41 41,5 -0,5 0,25 0,0060
C 3 - 3 9 -
JUMLAH 45 47 -9 29,5 3,686
Rendah A - 0,35 -0,35 0,1225 0,35
B - 2,65 -2,65 7,0225 2,65
C - - - - -
JUMLAH 0 3 -3 7,145 3
TOTAL 51 51 -14 43,1512 37,0624
Setelah diketahui nilai Chi Kuadrat, maka langkah selanjutnya adalah
memasukkan nilai Chi kuadrat kedalam rumus Koefisien Kontigensi,
sebagai berikut :
KK = √
= √
= √
= √ = 0,421
Hasil akhir perhitungan ini kemudian dikonsultasikan dengan tabel taraf
signifikansi 5% dan 1%. Hal ini dilakukan sebagai pembuktian hipotesis,
sebagai berikut:
XCIX
Dengan taraf signifikansi 5% diketahui bahwa r hitung = 0,421 dan r
tabel = 0,279. Hal ini berarti bahwa r hitung lebih besar r tabel. Sedangkan
taraf signifikansi 1% diketahui bahwa r tabel = 0,361. Hal ini berarti
bahwa r hitung lebih besar r tabel.
Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) “diterima”. Artinya ada
pengaruh kewibawaan pengasuh terhadap interaksi sosial santri di Desa
Gedangan Kab. Semarang tahun 2014.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “ pengaruh kewibawaan
pengasuh terhadap interaksi sosial santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro
Desa Gedangan Kab. Semarang tahun 2014 “ disimpulkan sebagai berikut:
1. Kewibawaan pengasuh dalam kategori tinggi ada 6 responden mencapai
12%, kategori sedang ada 45 responden mencapai 88% dan kategori
rendah tidak ada responden. Maka kewibawaan pengasuh di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kab. Semarang tahun 2014
tergolong pada kategori sedang yaitu dengan prosentase 88%.
C
2. Interaksi sosial santri kategori tinggi ada 1 responden mencapai 2%,
kategori cukup ada 47 responden mencapai 92% dan kategori rendah ada
3 responden mencapai 6%. Sehingga interaksi sosial santri di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kab. Semarang tahun 2014
tergolong pada kategori cukup yaitu dengan prosentase 92%.
3. Ada pengaruh kewibawaan pengasuh terhadap interaksi sosial santri di
Pondok Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kab. Semarang tahun
2014. Hal ini berdasarkan hasil nilai Chi Kuadrat yang dimasukkan
kedalam rumus koefisien kontigensi yaitu 0,421 kemudian
dikonsultasikan pada r tabel taraf signifikansi 5% = 0,279 dan r table taraf
signifikansi 1% = 0,361. Hal ini berarti bahwa r hitung lebih besar r tabel.
Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) “diterima”. Artinya ada
pengaruh kewibawaan pengasuh terhadap interaksi sosial santri di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Desa Gedangan Kab. Semarang tahun 2014.
B. Saran
1. Bagi Pengasuh, bahwa pengasuh yang berwibawa sebagai suri tauladan
bagi santrinya dan memiliki efek yang positif terutama dalam berinteraksi
sosial. Hal ini membuktikan bahwa penting bagi pengasuh perhatian dan
meningkatkan kharisma serta wibawa pengasuh, juga merangkul semua
santri tanpa membedakan status sosial.
2. Bagi Santri, agar tetap menghormati pengasuh, tolong-menolong atau
saling berbagi sesama santri, menghargai pendapat sesama santri tidak
hanya ketika berada di lingkungan pondok pesantren saja, melainkan
ketika berada diluar lingkungan pondok pesantren.
CI
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta.
Gardon, Thomas. 1987. Menjadi Orang Tua Efektif. Jakarta: Gramedia.
Hadi, Sutrisno. 1982. Metologi Research. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas
Psikologi UGM.
Hadi, Sutrisno. 2004. Statistik Jilid 2. Yogyakarta :Andi Offset.
Haryanto, Sugeng. 2012. Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan Kiai Di
Pondok Pesantren. Jakarta : Kementerian Agama RI.
Karepenia, Jacuba. 1988. Mitos Kewibawaan Dan Perilaku Budaya. Jakarta : Pustaka
Grafika Kita.
Koentjaraningrat. 1994. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia.
Madjid, Nurcholish. 1997. Bilik-Bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta :
PARAMADINA.
Maunah, Binti. 2009. Tradisi Intelektual Santri; Dalam Tantangan dan Hambatan
Pendidikan Pesantren di Masa Depan. Yogyakarta : Sukses Offset.
Munir, Abdullah. 2010. Sosok Guru yang Dihormati, Disegani, dan Dicintai.
Yogyakarta: Pedagogia.
Pribadi, Sikun. 1987. Mutiara-Mutiara Pendidikan. Jakarta : Erlangga.
Purwadarminta, W. J. S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Purwanto, Ngalim. 1985. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung : Remaja
Rosdakarya Offset.
Russen, Perquin. 1982. Pendidikan Keluarga dan Masalah Kewibawaan. Bandung :
Jemmars Bandung.
Siradj, Sa’id, Aqiel. 1999. Pesantren Masa Depan; Wacana Pemberdayaan dan
Transformasi Pesantren. Bandung : Pustaka Hidayah.
Sriyanti, Lilik dkk, 2012. Teori-Teori Belajar. Salatiga.
Surakhmad, Winarno. 1980. Psikologi Pemuda (sebuah pengantar dalam
perkembangan pribadi dan interaksi sosialnya). Bandung : JEMMARS.
Suryabrata, Sumadi. 2003. Metodologi Penelitian. PT Raja Grafindo Persada.
Susanto, Astrid. 1977. Pengantar Sosiologi Dan Perubahan Sosial. Bandung :
Ekonomi Bandung.
CII
Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu pendidikan dalam perspektif islam. Bandung : Rosda
Karya.
Tirtarahardja, Umar. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Tirtarahardja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Walgito Bimo. 1990. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta : Andi Offset.