surat terbuka kepada kelompok salafi

76
SURAT TERBUKA KEPADA KELOMPOK SALAFI Kami sering mendengar akhir-akhir ini ada sekelompok orang yang dalam pengajian-pengajian dan majalahnya mengungkit-ungkit masalah hadis ahad dengan pembahasan yang tidak semestinya. Kemudian mereka menambah permasalan dengan melontarkan berbagai shubhat yang sayangnya hal ini disampaikan kepada orang awam yang tidak mengerti duduk permasalahan yang sebenarnya. Hal ini diperparah dengan ajakan mereka untuk memusuhi semua orang atau kelompok yang berbeda pendapat dengan mereka (karena tidak menjadikan hadis ahad sebagai dalil dalam masalah aqidah –pent) dan ajakan ini dibumbui dengan stempel sebagai kelompok sesat dan bid’ah bagi semua kelompok yang menolak hadis ahad sebagai dalil aqidah. Untuk itu kami Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi 1

Upload: zulkfikri-al-akbar

Post on 30-Dec-2014

85 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

SURAT TERBUKA KEPADA KELOMPOK

SALAFI

Kami sering mendengar akhir-akhir ini

ada sekelompok orang yang dalam pengajian-

pengajian dan majalahnya mengungkit-ungkit

masalah hadis ahad dengan pembahasan yang

tidak semestinya. Kemudian mereka

menambah permasalan dengan melontarkan

berbagai shubhat yang sayangnya hal ini

disampaikan kepada orang awam yang tidak

mengerti duduk permasalahan yang

sebenarnya. Hal ini diperparah dengan ajakan

mereka untuk memusuhi semua orang atau

kelompok yang berbeda pendapat dengan

mereka (karena tidak menjadikan hadis ahad

sebagai dalil dalam masalah aqidah –pent) dan

ajakan ini dibumbui dengan stempel sebagai

kelompok sesat dan bid’ah bagi semua

kelompok yang menolak hadis ahad sebagai

dalil aqidah. Untuk itu kami merasa perlu untuk

menjawab tuduhan-tuduhan itu agar masalah

ini tidak berkembang menjadi perselisihan yang

tidak sehat. Berikut ini beberapa shubhat yang

mereka lontarkan beserta bantahannya :

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

1

Page 2: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

1- Shubhat Pertama : Mereka mengklaim

berdasarkan Kitab Aqidah Thohawiyah, bahwa

Adzab kubur adalah bagian dari aqidah

sehingga Imam Thohawi dapat dipastikan

menerima hadis ahad sebagai dalil dalam

masalah aqidah ?

Kami menjawab : Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi

(w. 321 H) adalah Ulama yang bermahdzab

Hanafiyah, sehingga Imam Ath-Thohawi pasti

memegang prinsip tentang hadis ahad sesuai

dengan pendapat Imamnya yaitu Imam Abu

Hanifah, Imam Muhammad Ibn Hasan Al-

Syaibani dan Imam Abu Yusuf. Hal dipertegas

dengan penjelasan DR. Sua’ib Al-Arnauth dalam

tahqiq-nya pada kitab Syarh Musykil Al-Atsar,

mengenai perpindahan Imam Ath-Thohawi dari

Mahdzab Syafi’I ke Mahdzab Abu Hanifah (Lihat

Syarh Musykil Al-Atsar oleh Imam Abu Ja’far

Ath-Thohawi jilid 1\hal. 29-30). Dimana mereka

(yaitu para Ulama yang bermahdzab Hanafiyah)

menganggap hadis ahad tidak menghasilkan

kepastian\qoth’I tetapi hanya menghasilkan

2

Page 3: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

dugaan keras\dzon rajih (lihat kembali pendapat

para Ulama Hanafiyah –pent). Ini adalah

pendapat dari mayoritas Ulama Hanafiyah

seperti Imam Issa ibn Aban (w. 220 H), Imam

Ali ibn Musa al – Qummi (w. 305 H), Imam

At-Thobari (w. 310 H), Imam Al-Karabasi Al-

Najafi (W. 322 H), Imam Abdul Qohir Al-

Baghdadi (w. abad 5 H), Imam Ibn Athir Al-

Jazari (w. 606) dalam (Al-Nihayah fi Gharib Al-

Hadis), Imam Al-Izz Ibn Abd Al-Salam (w.

660 H), Imam Ala Al-Din Ibn Abidin (w. 1306

H), Imam Al-Sarkhasi (w. 483) dalam (Al-Usul

Al-Sarkhasi juz 1\hal. 112, 321-333). Sedang

menurut mayoritas Ulama Ahli hadis, hadis

ahad dibagi menjadi beberapa tingkat yaitu:

A\-Ahad Mashur : Hadis yang diriwayatkan oleh

3 orang perawi atau lebih,

tetapi tidak mencapai derajat

mutawatir.

B\-Ahad Aziz : Hadis yang diriwayatkan oleh

2 orang dari 2 orang dalam

seluruh Thobaqot sanad.

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

3

Page 4: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

C\-Ahad Gharib : Hadis yang bersendirian saja

seorang perawi dalam

meriwayatkan hadis (Lihat

Kitab Taisir Mustholah Al-

Hadis hal. 22-25 Oleh DR.

Mahmud Ath-Thohan) (Lihat

juga makalah kami yang

berjudul “Sekali Lagi tentang

Hadis Ahad” –pent).

2- Shubhat Kedua : Mereka menyatakan bahwa

pembagian hadis Mutawatir-Ahad dilakukan

oleh para ulama ahli kalam, sehingga kita tidak

perlu mendengar pendapat para ulama tentang

hadis ahad, karena bagi mereka yang ada

hanya hadis shohih dan dho’if ?

Kami menjawab :

a- pertanyaan ini datang dari mereka yang

kurang memahami sejarah perkembangan

Ilmu Hadis. Dan lagi pertanyaan seperti ini

tidak harus dijawab karena tidak akan

menghasilkan apa-apa, sebab jumhur ulama

baik ahli kalam atau tidak; ahli hadis atau

ahli fiqh telah sepakat menerima pembagian

hadis menjadi Mutawatir-ahad berdasarkan

jumlah perawinya. Sebagaimana telah

4

Page 5: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

dijelaskan oleh Dr. Muhammad Wafa’

bahwa “mayoritas ulama telah sepakat

dengan pembagian hadis Rasul SAW

menjadi Muatawatir-Ahad. Namun

ulama Hanafiyah menambah satu

pembagian lagi yakni Hadis Masyhur”

(Lihat kitab Ta’arudh Al-Adilati As-

Syar’iyahi min Al-Kitabi Wa As-Sunnahi

Wa At-Tarjihu bainaha, hal. 70; juga

lihat kitab yang lain seperti Al-

Mustashfa, juz 1\hal. 145; Syarh Al-

Asnawi juz 2\hal. 214; Irsyad Al-Fuhul

hal. 46; Hasyiyat Al-Athar ala Syarh Al-

Mahalli juz 2\hal. 146; juga lihat

pendapat para Ulama Hanafiyah dalam

At-Talwih ala At-Taudhih juz2\hal. 302;

At-Taqrir wa At-Tahbir juz 2\hal. 235-

236; Kasyf Al-Asrar an ushul Al-

Bazdawi juz 2\hal. 360; juga lihat

referensi baru seperti Ushul Al-Fiqh Al-

Islami, Dr. Wahbah Zuhaili juz. 1\hal.

451; Ushul Al-Fiqh, Syeikh Al-

Khudhari , hal. 214-215; Ushul Al-Fiqh,

Syeikh Muhammad Abu Zahra, hal. 83-

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

5

Page 6: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

84; Ushul Al-Fiqh, Syeikh Musthafa

Syalbi, hal. 139)

b- Tentang tuduhan mereka bahwa pembagian

ini adalah hasil rekayasa Ahli Kalam, Kami

bertanya apakah Para Ulama seperti Imam

Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Malik,

Imam Ahmad bin Hambal, Imam Bukhori,

Imam Muslim, Al-Hafidz Ibn Hajar Al-

Asqolani, Al-Hafidz Jalaludin As-Suyuti, Al-

Hafidz Ibn Sholah, Imam Nawawi, Imam Ibn

Abdil Bar, Syaikhul Islam Ibn Taimiyah,

Imam Syaukani, Al-Hafidz Al-Iroqi dll adalah

ahli kalam karena mereka menerima

pembagian hadis menjadi Mutawatir-

Ahad !!!! Bukankan Imam Syafi’I juga

menulis dalam kitabnya ‘’Ar-Risalah” satu

bab khusus yang membahas tentang hadis

Ahad, hal yang sama juga dilakukan oleh

para imam yang lain. Sungguh ini

merupakan pelecehan berat yang

dilakukan oleh ‘para pelajar’ terhadap

para Ulama, sebagaimana disinyalir oleh

Imam Ibn Al-Muqaffa’ ketika menjelaskan

tentang Al-Haq, beliau berkata : “ Aku

tidak tahu ada siapa yang lebih

dangkal pemahamannya terhadap

6

Page 7: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

agamanya, selain orang-orang

mengambil pendapatnya sendiri (yang

menyelisi Al-Kitab dan As-Sunnah-pent)

dan orang lain sebagai orang yang

bertaqlid (mengambil pendapat tanpa

meneliti dalilnya terlebih dahulu-pent)

dalam masalah-masalah agama” .

c- Mereka menyatakan bahwa pembagian ini

dilakukan hanya oleh ahli kalam. Kami

katakan bahwa pendapat seperti tidak ada

asalnya (La Ashla lahu). Silahkan mereka

untuk membuka kitab-kitab Ulumul Hadis

seperti :

- Tadribu Al-Rawi fi Syarhi Taqrib An-

Nawawi, oleh Imam Suyuti

- Taqrib li An-Nawawi ma’a Syarhihi At-

Tadrib, tahqiq Imam Abdul Wahab

Abdul Lathif

- Ar-Risalah Al-Mustarafah li bayani

masyhur Kitab Al-Sunnah Al-Musyrifah,

oleh Imam Katani

- Ulum Al-Hadis , oleh Imam Ibn Sholah

- Fathu Al-Mughis Syarh Alfiyah Al-Hadis,

Oleh Imam Sakhowi

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

7

Page 8: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

- Al-Kifayah fi Ilmi Ar-Riwayah , Oleh

Imam al-Khotib Al-Baghdadi (juz 1\

hal. 17)

- Nukhbatu Al-fikr ma’a Syarhiha Nuzhatu

An-Nadzor, oleh Al-Hafidz Ibn Hajar

- Taisir Mustholah Al-Hadis oleh DR.

Mahmud Ath-Thohhan

- Ulum Al-Hadis oleh DR. Nuruddin Al-Itr

- Ushul Al-Hadis oleh DR. Muhammad

Ajij Al-Khotib , dll

Apakah ada diantara mereka yang tidak

membagi hadis menjadi Mutawatir-Ahad

berdasarkan jumlah perawinya. Sadarlah

wahai orang-orang yang berakal !!!!

3- Shubhat Ketiga : Mereka mengklaim dirinya

adalah orang yang paling mengerti tentang

hadis Rasul SAW, karena semua Syeikh-syeikh

mereka adalah Ahli Hadis (Muhaddis) ?

Kami menjawab : Semua orang boleh

melakukan klaim, tetapi semua itu harus

dibuktikan terlebih dahulu. Coba perhatikan

penjelasan Imam Sakhowi tentang siapa Ahli

Hadis (muhaddis) itu sebenarnya : “Menurut

sebagian Imam hadis, orang yang disebut

dengan Ahli Hadis (Muhaddis) adalah

8

Page 9: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

orang yang pernah menulis hadis,

membaca, mendengar, dan menghafalkan,

serta mengadakan rihlah (perjalanan)

keberbagai tempat untuk mendapatkan

hadis, mampu merumuskan beberapa

aturan pokok (hadis), dan mengomentari

cabang dari Kitab Musnad, Illat, Tarikh

yang kurang lebih mencapai 1000 buah

karangan”. Jika demikian (syarat-syarat ini

terpenuhi –pent) maka tidak diingkari bahwa

dirinya adalah ahli hadis. Tetapi jika ia sudah

mengenakan jubah pada kepalanya, dan

berkumpul dengan para penguasa pada

masanya, atau menghalalkan (dirinya memakai-

pent ) perhiasan lu’lu (permata-pent) dan

marjan atau memakai pakaian yang berlebihan

(pakaian yang berwarna-warni –pent). Dan

hanya mempelajari hadis Al-Ifki wa Al-Butan.

Maka ia telah merusak harga dirinya ,bahkan ia

tidak memahami apa yang dibicarakan

kepadanya, baik dari juz atau kitab asalnya. Ia

tidak pantas menyandang gelar seorang

Muhaddis bahkan ia bukan manusia. Karena

dengan kebodohannya ia telah memakan

sesuatu yang haram. Jika ia menghalalkannya

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

9

Page 10: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

maka ia telah keluar dari Agama Islam (Lihat

Fathu Al-Mughis li Al-Sakhowi, juz 1\hal.

40-41). Sehingga yang layak menyandang

gelar ini adalah Muhaddis generasi awal seperti

Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud,

Imam Nasa’I, Imam Ibn Majah, Imam

Daruquthni, Imam Al-Hakim Naisaburi ,Imam

Ibn Hibban dll. Sehingga apakah tidak

terlalu berlebihan (atau bahkan termasuk

Ghuluw –pent) dengan menyamakan

mereka (Imam Bukhari, Imam Muslim,

imam Abu Dawud dkk –pent) dengan

syeikh-syeikh mereka yang tidak pernah

menulis hadis, membaca, mendengar,

menghafal, meriwayatkan, melakukan

perjalanan mencari hadis atau bahkan

memberikan kontribusi pada

perkembangan Ilmu hadis yang mencapai

seribu karangan lebih ?!?!

4- Shubhat Keempat : Mereka mengklaim

bahwa dirinyalah yang paling mengerti Sunnah

dan paling layak untuk menafsirkan kandungan-

kandungannya. Karena (menurut mereka–pent)

mereka telah menghabiskan banyak waktu

untuk melakukan takhrij dan tahqiq terhadap

10

Page 11: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

hadis-hadis Rasul SAW dalam berbagai kitab

hadis ?

Kami menjawab : Penelitian hadis tidak sebatas

men-takhrij sebuah hadis lalu selesai

permasalahannya. Banyak hal lain yang perlu

diperhatikan untuk dapat menggali hukum-

hukum yang dikandungnya sehingga ia (proses

istimbath –pent) membutuhkan ilmu tentang

bahasa arab (Nahwu-Shorrof, Balaghoh, faidah

yang dapat dipetik dari sebuah kata seperti

faedah huruf fa’, wau dll), Ilmu Ushul Fiqh

( dapat membedakan dalil yang Amm dengan

yang Khos, yang Mutlaq dengan yang

Muqoyyad, yang Amr dengan yang Nahi ,

kalimat musytarak dengan yang tidak , dalil

yang memiliki Illat dengan yang tidak dll), Ilmu

Ulum Al-Qur’an (seperti macam-macam qiraat,

sabab an-Nuzul dll), Ilmu Nasikh-Mansukh,

Metode tarjih (jika dalil-dalil yang terlihat saling

bertentangan dll), dan banyak ilmu-ilmu lainnya

selain ilmu hadis itu sendiri. Sehingga seringkali

seorang membawa hadis kepada orang yang

lebih faqih darinya (menguasai ilmu untuk

melakukan Ijtihad- pent) sebagaimana pernah

disinggung dalam sebuah hadis rasul : ”

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

11

Page 12: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Seringkali seorang membawa hadis\ilmu

pada orang yang lebih faqih darinya ” (HR.

Bukhori). Dan perhatikan keterangan dari para

ulama berikut (bahwa masalah ini tidak

sesederhana apa yang mereka klaimkan) :

- Syeikh Abdul Ghofar seorang ahli hadis

yang bermahdzab Hanafi menukil pendapat

Ibn Asy-Syihhah ditambah syarat dari Ibn

Abidin Dalam Hasyiyah-nya, yang

dirangkum dalam bukunya Daf’ Al-Auham

An-Masalah AlQira’af Khalf Al-Imam, hal. 15 :

‘’ Kita melihat pada masa kita, banyak orang

yang mengaku berilmu padahal dirinya

tertipu. Ia merasa dirinya diatas

awan ,padahal ia berada dilembah yang

dalam. Boleh jadi ia telah mengkaji salah

satu kitab dari enam kitab hadis (kutub As-

Sittah), dan ia menemukan satu hadis yang

bertentangan dengan madzab Abu Hanifah,

lalu berkata buanglah madzab Abu Hanifah

ke dinding dan ambil hadis Rasul SAW’’.

Padahal hadis ini telah mansukh atau

bertentangan dengan hadis yang sanadnya

lebih kuat dan sebab lainnya sehingga

hilanglah kewajiban mengamalkannya. Dan

dia tidak mengetahui. Bila pengamalan

12

Page 13: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

hadis seperti ini diserahkan secara mutlak

kepadanya maka ia akan tersesat dalam

banyak masalah dan tentunya akan

menyesatkan banyak orang ‘’.

- Al-Hafidz Ibn Abdil Barr meriwayatkan

dalam Jami’ Bayan Al-Ilmu, juz 2\hal. 130,

dengan sanadnya sampai kepada Al-Qodhi

Al-Mujtahid Ibn Laila bahwa ia berkata : ’’

Seorang tidak dianggap memahami hadis

kalau ia mengetahui mana hadis yang harus

diambil dan mana yang harus ditinggalkan ’’

.

- Al-Alamah Al-Kautsari mengatakan : ’’

Banyak terjadi pada banyak rawi yang tidak

menguasai fiqh dan tidak dapat

membedakan mana hadis yang harus

diamalkan dan mana yang tidak ’’ .

- Al-Qodhi Iyadh dalam Tartib Al-Madarik,

juz 2\hal. 427; Ibn Wahab berkata : ‘’ Kalau

saja Allah tidak menyelamatkanku melalui

Malik Dan Laits, maka tersesatlah aku.

Ketika ditanya, mengapa begitu, ia

menjawab, ‘Aku banyak menemukan hadis

dan itu membingungkanku. Lalu aku

menyampaikannya pada Malik dan Laits,

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

13

Page 14: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

maka mereka berkata : ‘’ Ambillah dan

tinggalkan itu ’’ .

- Imam Malik berpesan kepada kedua

keponakannya (Abu Bakar dan Ismail, putra

Abi Uwais); ’’Bukankah kalian menyukai hal

ini (mengumpulkan dan mendengarkan

hadis) serta mempelajarinya ?, Mereka

menjawab : ‘Ya’ , Beliau berkata : Jika kalian

ingin mengambil manfaat dari hadis ini dan

Allah menjadikannya bermanfaat bagi

kalian, maka kurangilah kebiasaan kalian

dan pelajarilah lebih dalam ‘’. Seperti ini

pula Al-Khatib meriwayatkan dengan

sanadnya dalam Al-Faqih wa Al-Mutafaqih

juz II\hal. 28.

- Al-Khotib meriwayatkan dalam kitabnya

Faqih wa Al-Mutafaqih, juz II\hal. 15-19,

duatu pembicaraan yang panjang dari

Imam Al-Muzniy, pewaris ilmu Imam

Syafi’i. Pada bagian akhir Al-Muzniy

berkata : ’’ Perhatikan hadis yang kalian

kumpulkan.Tuntutlah Ilmu dari para fuqoha

agar kalian menjadi ahli fiqh ’’.

- Dalam kitab Tartib Al-Madarik juz I\hal. 66,

dengan penjelasan yang panjang dari para

14

Page 15: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Ulama Salaf tentang sikap mereka terhadap

As-Sunnah, a.l :

Umar bin Khaththab berkata diatas

mimbar: ’’ Akan kuadukan kepada Allah

orang yang meriwayatkan hadis yang

bertentangan dengan yang diamalkan ’’.

Imam Malik berkata :’’ Para Ahli Ilmu dari

kalangan Tabi’in telah menyampaikan hadis-

hadis, lalu disampaikan kepada mereka

hadis dari orang lain, maka mereka

menjawab : “Bukannya kami tidak tahu

tentang hal ini. Tetapi pengamalannya yang

benar adalah tidak seperti ini ‘’.

Ibn Hazm berkata: Abu Darda’ pernah

ditanya :’’ Sesungguhnya telah sampai

kepadaku hadis begini dan begitu (berbeda

dengan pendapatnya-pent). Maka ia

menjawab:’’ saya pernah mendengarnya,

tetapi aku menyaksikan pengamalannya

tidak seperti itu”.

Ibn Abi zanad , ‘’Umar bin Abdul Aziz

mengumpulkan para Ulama dan Fuqoha

untuk menanyai mereka tentang sunnah

dan hokum-hukum yang diamalkan agar

beliau dapat menetapkan. Sedang hadis

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

15

Page 16: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

yang tidak diamalkan akan beliau

tinggalkan, walaupun diriwayatkan dari para

perawi yang terpercaya’’. Demikian

perkataan Qodhi Iyadh.

- Al- Hafidz Ibn Rajab Al-Hambali dalam

Kitabnya Fadhl ‘Ilm As-Salaf ala Kholaf\hal.9,

berkata : ” Para Imam dan Fuqoha Ahli

Hadis sesungguhnya mengikuti hadis shohih

jika hadis itu diamalkan dikalangan para

Sahabat atau generasi sesudahnya, atau

sebagian dari mereka. Adapun yang

disepakati untuk ditinggalkan, maka tidak

boleh diamalkan, karena tidak akan

meninggalkan sesuatu kecuali atas dasar

pengetahuan bahwa ia memang tidak

diamalkan’’ .

Oleh karena itu Dr. Muhammad ‘Awwamah

berkata dalam kitab Atsar Al-Hadis Asy-Syarif fi

Ikhtilafi Al-Aimmah Al-Fuqoha ra. (terjemah

dengan judul ‘Melacak Akar Perbedaan

Madzhab’) pada hal. 46 : ‘’ Kelayakan

pengamalan sebuah hadis terjadi setelah

sempurna sanad dan redaksinya dengan

syarat yang banyak. Diantaranya syarat-

syarat Haditsiyah dan Ushuliyah. Sehingga

16

Page 17: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

persoalannya tidak hanya berhenti pada

pandangan tentang para perawi hadis

(rijal Al-Isnad) yang terdapat dalam kitab

Taqrib At-Tahdzib sebagaimana

disangkakan banyak orang pada masa ini ”

. Dan hanya orang yang diberi petunjuk oleh

Allah melalui bimbingan para Ulama yang

terpercayalah yang akan selamat dari fitnah

yang diciptakan oleh orang-orang yang hanya

mengikuti hawa nafsunya !?!!

5- Shubhat Kelima : Mereka mengklaim bahwa

pembagian akal yang benar adalah menjadi

akal Haqiqi dan akal Majazi ?!?

Kami menjawab : Model pembagian seperti ini

mirip dengan pembagian para filosof seperti Al-

Farabi dan Ibn Sina ketika mereka membagi

akal menjadi akal aktif (Al-Aql Al-Fa’al), akal

pasif (Al-Aql bi Al-Munfa’il), akal daya (Al-Aql bi

Al-Quwwah), akal inti (Al-Aql Al-Hayula) (Lihat

Kitab As-Siyasah li Al-Farabi hal. 23; Risalah fi

Al-Uqul li Ibn Sina hal. 418). Kemudian namanya

dirubah menjadi “akal haqiqi dan akal majazi” ,

yang pada hakekatnya adalah pemikiran-

pemikiran filsafat. Dan yang lebih berbahaya

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

17

Page 18: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

lagi adalah tatkala model pembagian ala filsafat

ini dibumbui dengan sejumlah dalil yang dita’wil

sedemikian rupa untuk mengelabui para

pembaca, sehingga seakan-akan pembagian

seperti ini dilegalisasi oleh Islam, padahal yang

sebenarnya tidak ada hubungannya dengan

Islam sama sekali. Bahkan para Ulama seperti

Ibn Taimiyah, Imam Syafi’I, Imam Ahmad

dll, telah membantah habis kesesatan ide

dan pemikiran yang digagas oleh para ahli

kalam dan filosof, serta mengingatkan

umat agar tidak terjebak dengan fitnah

ilmu kalam dan filsafat yang telah

menyesatkan banyak orang dari umat ini

(lihat kitab Ushul Ad-Dien oleh Abdul Qodir Al-

Baghdadi hal. 308; Al-Ushul wa Al-Furu’ oleh

Ibn Hazm jilid 2\hal. 196; Syarah Ath-

Thohawiyah oleh Ibn Abi Al-Izzi hal. 9-10;

Manahij Al-Bahsi oleh Al-Nasyar hal 114-220).

Sehingga menjadi jelaslah bagi orang-

orang yang berakal bahwa kelompok yang

senang memberi label kelompok yang

tidak sefaham dengannya sebagai

pengikut ilmu kalam dan filsafat, ternyata

dirinya sendiri banyak terjebak dengan

pemikiran-pemikiran kalam itu sendiri,

18

Page 19: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

termasuk ketika mereka membuat

kesimpulan dengan akalnya dengan

menyatakan tidak menjadikan hadis ahad

sebagai dalil dalam masalah aqidah

berarti telah membuang banyak masalah

yang berhubungan aqidah. Hal itu pada

hakekatnya adalah permainan akal para

filosof semata !!! .

6- Shubhat Keenam : Mereka menuduh para

aktivis dari pergerakan islam itu, berdakwah

tanpa bekal ilmu yang memadai, bahkan

kosong dari ilmu. Dan hanya mereka yang

pantas untuk membicarakan dan membina

umat dengan Dien Islam ?1?

Kami Menjawab : Kami sekarang ingin bertanya

kepada anda, ilmu seperti apa yang anda

maksud. Apakah ilmu tentang Ilmu Tajwid dan

ilmu Qira’aat, atau Ilmu Ulum Al-Qur’an dan

cabang-cabangnya, atau Ilmu Ulum Al-Hadis

dan cabang-cabangnya yang berjumlah puluhan

itu, atau Ilmu ushul Fiqh yang membahas

banyak masalah didalamnya, atau ilmu bahasa

arab yang meliputi ilmu Nahwu , Shorrof,

Balaghoh : Badi’ – Ma’ani – Bayan, atau Ilmu

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

19

Page 20: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

tentang Aqidah dan cabang-cabangnya dll.

Apakah anda mengajarkan semua itu ! atau

hanya sebatas membacakan bagian

tertentu dari kitab para Ulama yang

membahas tentang masalah ibadah

mahdhah saja ditambah sedikit masalah-

masalah akhlaq lalu memperbanyak

perdebatan didalamnya, lalu anda katakan

kepada para santri anda yang kebanyakan

orang awam yang ikhlas itu, bahwa

mereka telah mengusai Tsaqofah

Islamiyah, sedang yang selain mereka

tidak punya bekal seperti yang mereka

punyai. Permainan seperti apa yang hendak

anda lakukan untuk menggiring orang-orang

yang ikhlas ini untuk memusuhi saudaranya.

Anda telah mendorong mereka untuk berlaku

congkak dan memandang rendah saudara

mereka yang lain. Padahal anda tahu, hal itu

adalah sangat bertentangan dengan Islam.

Terlebih lagi para masyaikh yang menjadi guru

besar berbagai Ilmu Dien di berbagai

Universitas terkemuka di Timur Tengah seperti

Al-Azhar, Az-Zaitun, Univ. Ibn Su’ud dll, adalah

aktivis dari berbagai harokah Islam yang anda

anggap tidak mempunyai Ilmu, sedang anda

20

Page 21: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

menukil pernyataan itu dari murid ‘Para

Masyaikh’ ini. Kemudian “para murid” ini

mengkritik dan mengatakan bahwa guru-

gurunya dan harokah yang ia ikuti adalah tidak

memiliki bekal ilmu yang memadai untuk

berdakwah, laksana seorang murid TK yang

mengkritik Profesor di sebuah Universitas

ternama --- Siapa yang akan percaya dengan

pernyataan “nyleneh” ---- seperti ini. Lalu kalau

memang benar bahwa hanya andalah yang

mengusai seluruh tsaqofah Islam, maka mana

konsep anda tawarkan untuk mengatasi krisis

keuangan, mana juga konsep anda untuk

menangani masalah ketenagakerjaan, juga

masalah pengelolaan sumber daya alam,

masalah good and clean government, mana

konsep anda tentang Bank Sentral ala Islam,

dan konsep untuk menata ekonomi baik yang

berskala makro atau mikro ekonomi

berdasarkan Islam, juga tentang pendidikan,

kesehatan, politik luar negeri, sistem pidana,

perundang-undangan dll. Kalau anda tidak

mempunyai itu semua dan anda tidak

mampu untuk memberi jawaban atas

berbagai problematika multidemensional

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

21

Page 22: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

yang dihadapi oleh umat ini, lalu untuk

apa anda berteriak-teriak akan dapat

menjadi juru selamat kalau tidak ada yang

bisa anda gunakan untuk menyelamatkan

umat ini. Anda dan kelompok anda seperti

dalam pepatah arab yang mengatakan bahwa

‘Orang yang tidak mempunyai sesuatu,

pasti ia tidak akan mampu memberi

sesuatu itu’. Maka batal dan rontoklah

shubhat yang dilontarkan oleh mereka ?!??

7- Shubhat Ketujuh : Mereka mengklaim bahwa

pendapat mereka yang paling benar karena

didukung oleh hadis-hadis shohih, sedang

pendapat dari kebanyakan harokah Islam

didukung oleh banyak hadis Dho’if, sehingga

merekalah yang merasa paling layak membawa

Ilmu Para Salafus Sholeh ?

Kami menjawab: Hal itu perlu dibuktikan lebih

lanjut. Sehingga apa yang mereka klaimkan

tetap menjadi klaim saja tanpa bukti. Kami

katakan kepada mereka agar mereka bertanya

kepada para Ahli Ilmu tentang kandungan

hukum yang ada dalam hadis yang mereka

bawa agar mereka tidak tersesat dalam

pengamalannya. Perhatikan peringatan Al-

22

Page 23: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Hafidz Ibn Abdil Barr berikut : ‘’ Dikatakan

oleh Al-Qodhi Mundzir, bahwa Ibn Abdil Barr

mencela dua golongan, yang pertama ,

golongan yang tenggelam dalam ro’yu dan

berpaling dari Sunnah, dan kedua, golongan

yang sombong yang berlagak pintar padahal

bodoh (menyampaikan hadis, tetapi tidak

mengetahui isinya –pent) (Dirangkum dari Jami’

Bayan Al-Ilm juz II\hal. 171). Syeikhul Islam

Ibn Al-Qoyyim Al-Jawziyah berkata dalam

Kitab I’lamu Al-Muwaqqi’in juz I\hal. 44, dari

Imam Amad, bahwa beliau berkata:’’ Jika

seseorang memiliki kitab karangan yang

didalamnya termuat sabda Nabi SAW,

perbedaan Sahabat dan Tabi’in, maka ia tidak

boleh mengamalkan dan menetapkan

sekehendak hatinya sebelum menanyakannya

pada Ahli Ilmu, mana yang dapat diamalkan

dan mana yang tidak dapat diamalkan,

sehingga orang tersebut dapat mengamalkan

dengan benar”. Dan Al-Hafidz Ibn Rajab

mengutip perkataan Imam Mujtahid Sufyan

Ats-Tsauri : ’’ Ada Hadis yang tidak dapat

dijadikan sebagai dasar hukum ’’ (Lihat kitab

Syarh Ilal At-Tirmidzi hal. 29). Sehingga

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

23

Page 24: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

berdasarkan penjelasan dari para Ulama ini

maka batallah hujjah mereka !!!

9- Shubhat Kesembilan : Mereka Menyatakan

bahwa tidak menjadikan hadis ahad sebagai

dalil dalam masalah aqidah berarti telah

membuang banyak masalah yang berhubungan

aqidah seperti karakteristik surga dan neraka,

Al-Haudh dll !!!

Kami menjawab : Ada sebagian orang yang

berpendapat bahwa keimanan cukup dibangun

berdasarkan dalil dzonni saja, seperti

menetapkan aqidah dengan hadis ahad.

Menurut mereka, tidak menjadikan hadis ahad

sebagai dalil dalam masalah aqidah merupakan

rencana yang dapat membahayakan aqidah

umat. Malah menurut mereka hal ini merupakan

perbuatan nifaq, karena menurut pemahaman

mereka , tidak menjadikan hadis ahad sebagai

dalil dalam masalah aqidah berarti menerima

sebagian aqidah dan meninggalkan sebagian

lainnya. Pendapat dan kritikan diatas, menurut

kami sangat membahayakan kelangsungan

aqidah umat. Lebih jauh lagi, ia bertentangan

dengan nash-nash yang terdapat dalam Al-

Qur,an dan As-Sunnah. Selain itu juga

24

Page 25: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

bertentangan dengan pendapat mayoritas

Ulama kaum Muslimin. Karena menetapkan

sesuatu adalah bagian dari aqidah Islam atau

bukan, tidak ditentukan berdasarkan akal atau

perasaan kita dengan mengatakan bahwa ‘’

menurut akal saya atau perasaan saya,

kok kira-kira ini bagian dari aqidah ‘’ , tidak

sekali lagi tidak dapat dikatakan seperti itu,

melainkan harus ditentukan berdasarkan dalil.

Tidak menjadikan hadis ahad sebagai dalil

dalam masalah aqidah adalah sangat berbeda

dengan mengingkari hadis ahad seperti yang

dilakukan oleh Mu’tazilah. Mereka mengingkari

kehujjahan hadis ahad karena menurut mereka

tidak rasional. Mereka mengatakan: “ Apakah

kalian menemukan di dalam kubur alat-alat

untuk menyiksa seperti paku, gergaji, palu dll ”,

dan tentu mereka (Muta’zilah) tidak akan

menemukannya karena itu berkaitan dengan

hal yang ghoib\ tidak dapat diindera kemudian

mereka mengingkari hadis ahad tentang adzab

qubur karena menurut mereka tidak rasional

(Lihat Kitab Ar-Ruh Oleh Imam Ibn Al-Qoyyim

Al-Jauziyah). Sedang mayoritas Ulama

yang tidak menjadikan hadis Ahad sebagai

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

25

Page 26: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

dalil Aqidah adalah tidak mengingkari

adanya adzab qubur, kedatangan Imam Al-

Mahdi, Karakteristik Surga-Neraka, dan

masalah ghoib lainnya yang

diinformasikan dengan hadis ahad, tetapi

mereka menduga dengan keras (Gholibatu

Adz-Dzonn) tentang kebenaran semua itu

walau tingkat keyakinannya tidak sampai

derajat Qoth’I\Pasti (dengan pembenaran

100%), lalu sebagian besar diantara

mereka tidak memasukkan hadis ahad

dalam kajian Aqidah tetapi dimasukkan

dalam pembahasan “At-Targib wa At-

Tarhib”. Hal ini disebabkan jumhur Ulama dari

berbagai disiplin ilmu Dien telah menetapkan

derajat hadis ahad hanya menghasilkan

dugaan keras saja tidak sampai derajat Yaqin.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh DR.

Muhammad Ajaj Al-Khotib bahwa Jumhur

Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Jumhur

Mutakallimin dll menegaskan bahwa hadis ahad

hanya memberi faedah dzon dan wajib

diamalkan (dalam masalah hukum furu’\cabang

–pent) (Lihat kitab Al-Ihkam li Ibn Hazm jilid 1\

hal. 97, 108-122; Al-Mutashfa li Imam Al-

Ghozali jilid 1\hal. 93-99; Al-Ihkam li Al-Amidi

26

Page 27: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

jilid 2\hal. 49-60). Sebagaimana yang dijelaskan

oleh Imam Muhammad Ibn Abdul Baqi Ibn

Yusuf Al-Zarqonni, ketika ia menjelaskan

tentang batalnya wudhu; karena menyentuh

kemaluan tanpa penghalang. Hadis ini adalah

dalil tentang penerimaan hadis ahad dan

kebolehan berpegang pada dalil yang dzon

(dalam masalah amal perbuatan atau

hukum syara’, tetapi tidak dalam masalah

aqidah -pent) (lihat Kitab Syarh Az-Zarqoni\

jilid 1\hal. 126\Dar Al-Kitab Al-Ilmiyah\Beirut\

1411 H --- Cetakan Pertama).

Imam Imam Muhammad ibn Ibrahim Ibn

Jamaah menambahkan bahwa hadis ahad

adalah semua hadis yang jumlah perawinya

tidak mencapai jumlah perawi hadis Mutawatir.

Dan ada yang berpendapat bahwa hadis ahad

memberi faedah Dzon (Kitab Al-Minhal Ar-Rawi

jilid 1\hal. 32\Dar Al-Fikr\ Dimsyaq – Siria \ 1406

H\ Cetakan Kedua).

Padahal masalah Aqidah karena merupakan

sebuah kepastian maka ia harus dibangun

dengan dalil-dalil yang memberikan kepastian

pula dari dalil yang qoth’I tsubut (yaitu Al-

Qur’an dan Hadis Mutawatir) dan qoth’I dalalah

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

27

Page 28: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

(penunjukan maknanya pasti sehingga tidak

mungkin ditafsirkan kepada makna yang lain).

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Hafidz

Ibn Katsir (Tafsir Al-Qur’an Al-A’dzim juz I, hal.

40) : “ Imam yang telah ditentukan syara’ dan

diserukan kepada seluruh kaum Muslimin

adalah berupa I’tiqod, ucapan, dan perbuatan

” . Begitulah pendapat sebagian besar Imam-

imam mahdzab. Malah menurut Imam Syafi’I,

Imam Ahmad bin hambal, dan Abu

Ubaidah, ia telah menjadi ijma’’. Dan

diperkuat oleh Imam Ibn Mundzir dalam

Lisanul Arab bahwa ‘’ Arti Imam adalah Tasdiq

(pembenaran). Dalam kitab At-Tahdzib,

disebutkan bahwa Iman adalah asal kata dari

yang artinya ‘’Ia seorang Mu’min”. Dalam hal

ini, para Ahli bahasa sepakat bahwa iman

berarti tashdiq (pembenaran). Perhatikan

firman Allah SWT sebagai berikut : ‘’Orang-

orang arab badui itu berkata, Kami telah

beriman. Katakan kepada mereka : ‘Kamu

belum beriman’. Tetapi katakanlah ‘kami telah

tunduk’ (QS. Al-Hujurat -14) “ .

Hal ini dilakukan oleh para Ulama dalam rangka

menjaga kemurnian aqidah Islam dari bersih

dari berbagai penyimpangan seperti aqidah

28

Page 29: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

yang dimiliki generasi yang terbaik yaitu

generasi para Salafus Sholeh (generasi

Shohabat, Tabi’in, dan Tabiut Tabi’in-pent)

( Lihat Kitab Radd ala Al-Kitab Ad-Da’wah Al-

Islamiyah; Dr. Abdurrahman Al-Baghdadi ,

hal. 175 ).

Usaha untuk menggunakan dalil yang jelas

untuk membangun Aqidah Umat Islam dengan

jalan membatasinya pada dalil-dalil Qoth’I,

harus terus kita lakukan. Dan untuk

memberikan keyakinan tentang masalah ini

marilah kita mengkaji argumentasi dari para

Imam panutan umat untuk membantah mereka

yang menyangkal prinsip yang mulia ini.

Salah satu argumentasi yang mereka

ketengahkan untuk mendukung pendapat

mereka adalah adanya klaim bahwa para Imam

termasuk Imam Empat Madzab a.l: Imam Abu

Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam

Ahmad bin Hambal, dimana mereka telah

sepakat bahwa periwayatan secara Ahad

(khobar Ahad-pent) memberikan pengetahuan

yang pasti dan dapat digunakan sebagai dalil

dalam masalah Aqidah. Dan apa yang

sesungguhnya dikatakan para Imam

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

29

Page 30: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

bertentangan dengan klaim diatas. Faktanya

tatkala kita membaca Kitab yang ditulis

para Imam ini dan para muridnya dan para

Ulama sesudahnya yang mengikuti jejak

para Imam Ahlus Sunnah ini, akan

mendapatkan bahwa mereka berpegang

dengan pendapat yang menyatakan

bahwa : “Khobar Ahad tidak memberikan

pengetahuan yang pasti (dzon-pent)”,

tetapi khobar ini memberikan

pengetahuan minimal dugaan keras (dzon

rajih), walaupun terbukti bahwa sanadnya

shohih dan digunakan hanya sebagai dalil

dalam masalah amal perbuatan, tetapi

tidak dalam masalah aqidah.

Banyak orang telah menyatakan bahwa para

Imam menerima hadis ahad sebagai dalil yang

memberi kepastian (qoth’I-pent) dan digunakan

sebagai dalil dalam masalah aqidah.

Bagaimanapun apa yang telah mereka lakukan,

jelas merupakan penukilan yang tidak sesuai

dengan pernyataan para Imam khususnya

Imam Empat Madzab. Para Imam ini

membuat berbagai pernyataan berkaitan

berkaitan dengan masalah khobar ahad,

dalam rangka membantah pendapat

30

Page 31: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

kelompok-kelompok bid’ah pada masanya,

yang telah menolak khobar ahad sebagai

dalil secara keseluruhan baik dalam

masalah aqidah atau masalah amal

perbuatan. Untuk dapat memberikan

gambaran yang sesungguhnya tentang posisi

para Imam dalam masalah ini, kita harus

mengkaji secara langsung dari kitab-kitab yang

ditulis oleh para Imam ini dan para murid-

muridnya yang terpercaya. Dimana mereka

(murid para Imam-pent) mendengar dan

mendapat penjelasan secara langsung dari para

gurunya. Pemahaman mereka terhadap

masalah ini (masalah khobar ahad-pent)

merefleksikan pemahaman para gurunya, dan

sudah seharusnya kita mempercayai

pemahaman mereka lebih dari pemahaman kita

sendiri setelah mengkaji dan mempelajari kitab

para Ulama tersebut. Oleh karena itu marilah

kita meneliti lebih dalam apa pendapat Imam

panutan umat yang mewakili madzab-madzab

ini dalam masalah hadis ahad sebagai berikut :

1- Imam Jalaludin Abdur Rahman bin

Kamaludin As-Suyuti (w. 911 H)

menyatakan :

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

31

Page 32: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

‘’ hadis Ahad tidak Qoth’I dan tidak dapat

dijadikan dalil dalam masalah Ushul atau

Aqidah” (Tadrib Al-Rawi Fi Syarh Taqrib Al-

Nawawi) dan juga lihat pada kitabnya yang lain

(Al-Itqon Fi Ulum Al-Qur’an juz 1\hal. 77

dan juz 2\hal.5).

2- Al-Hafidz Ibn Hajar (w. 852 H)

menyatakan dengan menukil pendapat Imam

Yusuf Al-Kirmani bahwa : “ Hadis ahad tidak

dijadikan dalil dalam masalah aqidah ’’ (Fathul

Bari Juz 8, Bab Khobar Ahad).

3- Imam Abu Al-Hasan Saifudin Al-Amidi

(w. 631), beliau berkata :

‘’ Bahwa masalah Aqidah ditetapkan

berdasarkan dalil-dalil qoth’I, sedang masalah

furu’ cukup ditetapkan dengan dalil-dalil dzoni

’’. Lalu menambahkan: ‘’ Barang siapa menolak

Ijma ’’ (konsensus-pent) dalam masalah ini

telah gugur pendapatnya, dengan adanya kasus

pada masalah fatwa dan kesaksian. Perbedaan

antara masalah Ushul dan furu’ adalah sangat

jelas. Mereka yang menyamakan masalah

ushul dan masalah furu’ berarti telah membuat

hukum sendiri, hal ini adalah sesuatu yang

mustahil dan hanya dilakukan oleh orang-orang

yang sombong dan arogan ’’ (Lihat Al-Ihkam

32

Page 33: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

fi Ushuli Al-Ahkam Imam Al-Amidi juz I\hal.

71-72; Al-Ihkam fi Ushuli Al-Ahkam Imam

Ibn Hazm juz I\hal. 114 -pent).

4- Imam Abi Muhammad Abdurrahim bin

Hasan Al-Asnawi (w. 772 H), berkata :

“ Hadis Ahad hanya menghasilkan persangkaan

saja. Allah SWT membolehkan hanya dalam

massalah amaliyah (tasyri’), yang menjadi

cabang-cabang agama, bukan masalah ilmiah

seperti kaidah-kaidah pokok hukum agama”

( Syarh Asnawi Nihayah as-Saul Syarh Minhaju

Al-Wushul Ila Ilmi Al-Ushul Al-Baidhawi, juz 1\

hal. 214).

5- Imam Zainuddin bin Ibrahim Ibnu Najim

(w. 970 H) menyatakan hal sama dengan

Imam As-Sarkhasi bahwa hadis Ahad (Dzon

Tsubut-pent) wajib diamalkan, tetapi tidak

untuk masalah I’tiqod (Aqidah-pent) (Lihat Fath

Al-Ghaffar Al-Ma’ruf bi Misykah Al-Anwari, juz 2\

hal. 63).

6- Imam Al-Khobazi menyatakan hal yang

tidak jauh berbeda dengan pendapat Imam As-

Sarkhasi dan Imam Ibnu Najim tentang status

hadis ahad ( Lihat Kitab Al-Mughni fi Al-Ushuli

Al-fiqhi li Al-Khobazi, hal. 84).

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

33

Page 34: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

7- Imam Kasani menyatakan :

“ Pendapat sebagian besar fukoha menerima

hadis ahad yang terpercaya dan adil serta

diamalkan dalam masalah tasyri’ kecuali

masalah aqidah, sebab I’tiqod wajib dibangun

dengan dalil-dalil yang qoth’I, yang tidak ada

keraguan didalamnya, sementara masalah amal

(tasyri’) cukup dengan dalil yang rajih (kuat)

saja” ( Badaa’iu Shanaa’I juz 1\hal. 20).

8- Imam Abu Ishak Sya’tibi (w. 790 H)

menyatakan :

“ Bahwa Ushul fiqh dalam agama harus

dibangun dengan dalil-dalil qoth’I, bukannya

dengan dalil-dalil dzoni. Seandainya boleh

menjadikan dalil dzoni sebagai dalil dalam

masalah Ushul seperti Ushul Fiqh maka juga

membolehkan (hadis ahad-pent) sebagai dalil

dalam masalah Ushul Ad-din (Aqidah –pent) dan

hal ini jelas tidak diperbolehkan menuruj ijma’

(kesepakatan-pent). Karena masalah Ushul fiqh

juga dinisbahkan dalam masalah Ushul Ad-din”

(Al-Muwafaqat fi Ushuli Asy-Syar’iyah ).

9- Imam Muhammad Ibn Ahmad Ibn Sahl

Abu Bakar Shams Al-A’ima Al-Sarkhasi (w.

483)

34

Page 35: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Imam besar Hanafiyah dan seorang Mujtahid,

dalam kitabnya (Al-Usul Al-Sarkhasi juz 1\

hal. 112, 321-333) membantah mereka yang

menerima Khobar Ahad dalam masalah Aqidah.

Beliau menerangkan hakikat dari Khobar Ahad

dan perbedaan antara dalil Qoth’I dan dalil

Dzonni sebagaimana perbedaaan pada Tabligh

dan Khobar. Untuk mengilustrasikan beliau

memberi contoh pada masalah adzab kubur.

10- Fakrudin Muhammad bin Umar bin

Husain Ar-Razi (w. 606 H) mengilustrasikan

poin berkaitan dengan hadis Ahad sebagai

berikut : “ Saya katakan kepada seseorang

bahwa hadis yang menyebutkan Ibrahim pernah

berbohong sebanyak 3 kali, adalah tidak benar,

karena jika hadis ini diterima, maka akan

membuktikan Ibrahim sebagai seorang

pendusta. Orang tersebut menyatakan bahwa

para perawi hadis ini adalah perawi yang

terpercaya (tsiqoh –pent) dan tidak dapat dinilai

sebagai pendusta. Saya menjawab bahwa hadis

ini, kalau kita terima akan membuktikan bahwa

Ibrahim adalah seorang pendusta dan kalau

ditolak berarti para perawi dianggap pendusta,

dimana keterangan yang baik dan lebih disukai

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

35

Page 36: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

adalah untuk diberikan pada Ibrahim AS ”

( Lihat Tafsir Al-Kabir dan Al-Mahshul fi Ilmi Al-

Ushul).

11- Imam Abdur Rauf Al-Manawi ketika

beliau menjelaskan tentang masalah syafa’at

menyatakan : “Masalah ini adalah bukan

masalah amaliyah, sehingga tidak cukup

dengan dalil dzon seperti yang faedah yang

diberikan oleh hadis ahad …..’’ (Lihat Kitab

Faidhul Qodhir jilid 4\hal. 163\Al-Maktabah Al-

Jariyah Al-Kubra --- Mesir\ 1356 H\ Cetakan

Pertama).

12- Imam Ibn Abdil Bar menyatakan : “

Kebanyakan ahli ilmu menyatakan bahwa hadis

ahad mewajibkan amal (dalam masalah hukum

furu’ –pent) tanpa ilmu (tidak sampai derajat

yaqin sebagai dalil dalam masalah aqidah –

pent). Ini adalah pendapat Imam Syafi’I dan

mayoritas (jumhur) Ulama fiqh dan Nadzar “

(Kitab At-Tamhid Li Ibn Abdil Bar jilid 1\hal. 7 –

8) .

13- Imam Ibn Rusd menjelaskan bahwa para

Ulama Kuffah menolak sebuah hadis kalau

bertentangan dengan Ushul yang mutawatir,

termasuk metode mereka ketika menolak hadis

ahad tatkala menyelisihi Ushul yang mutawatir,

36

Page 37: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

dimana hadis ahad berfaedah dzon dan

masalah ushul adalah keyakinan yang harus

dibangun dengan dalil yang memberi keyakinan

pula (yaitu hadis mutawatir –pent) (Lihat Kitab

Bidayah Al-Mujtahid jilid 2\hal. 216\Dar Al-Fikr\

Beirut --- Libanon).

13- Imam Jamaluddin Al-Qosimi

menyatakan : “ Sesungguhnya jumhur kaum

muslimin dari kalangan sahabat, tabi’in,

golongan setelah mereka dari kalangan fuqoha,

ahli hadis, dan ulama ushul berpendapat bahwa

hadis ahad yang terpercaya dapat dijadikan

hujjah dalam masalah tasyri’ yang wajib

diamalkan, tetapi hadis ahad ini hanya

menghantarkan pada Dzon tidak sampai derajat

ilmu (yakin)” ( Lihat Kitab Qawaidut Tahdis hal.

147-148).

14- Maulana M. Rahmatulah Kairanvi

berkata tatkala membela hadis dan

autentitasnya dari serangan para orientalis : “

Hadis Ahad adalah jenis hadis yang

diriwayatkan dari seorang perawi kepada

seorang perawi lainnya atau sekelompok

perawi, atau sekelompok perawi kepada

seorang perawi”. Selanjutnya beliau

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

37

Page 38: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

mengatakan bahwa: “Hadis Ahad tidak

menghasilkan kepastian sebagaimana dua

contoh diatas. Hadis ini tidak dapat dijadikan

sebagai dalil dalam masalah aqidah, tetapi

diterima sebagai dalil dalam masalah amaliyah

praktis” (Lihat Kitab Izhar Al-Haq Oleh

Maulana Kairanzi juz 4).

15- Prof. DR. Mukhtar Yahya dan Prof. DR.

Fatchurrahman menegaskan bahwa Hadis

ahad tidak dapat digunakan untuk menetapkan

sesuatu yang berhubungan dengan aqidah dan

tidak pula untuk menetapkan hukum wajibnya

suatu amal (Lihat Buku Dasar-Dasar Pembinaan

Hukum Fiqih Islam hal. 54).

16- Ust. Moh. Anwar Bc.Hk juga menegaskan

bahwa para Muhaqqiqin menetapkan hadis

ahad shohih diamalkan dalam bidang amaliyah

baik masalah ubudiyah maupun masalah-

masalah mu’amalah, tetapi tidak dalam

masalah aqidah/keimanan karena keimanan\

keyakinan harus ditegakkan atas dasar dalil

yang Qoth’I, sedangkan hadis ahad hanya

memberikan faedah Dzonni (Lihat Buku Ilmu

Mustholah Hadits hal. 31) (Lihat juga makalah

kami yang berjudul “Sekali Lagi tentang Hadis

Ahad” –pent).

38

Page 39: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Sehingga kalau demikian jelas pendapat serta

penjelasan mayoritas Para Ulama rabbani yang

menjadi Panutan Umat dalam masalah ini,

kemudian kami hendak bertanya,

pendapat yang selama ini anda gembar-

gemborkan itu sebenarnya dinukil dari

siapa atau anda hanya sekedar

menyelewengkan pendapat mereka untuk

memenuhi nafsu permusuhan anda

dengan orang atau kelompok yang

seharusnya menjadi saudara seperjuangan

untuk membina dan menyelamatkan umat

ini dari kehancuran, bukan dengan

menebar fitnah dan syahwat

permusuhan !?!. Kembalilah ke jalan Al-

Haq, Wahai orang-orang rindu akan

kebenaran ?!?!

Bahkan dengan menerima hadis ahad dalam

masalah aqidah akan menimbulkan beberapa

permasalahan seperti contoh yang disampaikan

oleh Syeikh Nashiruddin Al-Albani ketika

menyampaikan hadis dari Ibn Abbas bahwa

nabi SAW bersabda: “ Sesungguhnya makhluk

yang pertama kali diciptakan Allah SWT adalah

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

39

Page 40: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Al-Qolam. Dan Dia memerintahkan supaya

menulis tiap-tiap sesuatu yang ada “ . Beliau

mengomentari hadis ini dengan menyatakan: “

Al-Qolam adalah makhluk pertama yang

diciptakan ……….Dan kurang tepat apa yang

dikatakan oleh Ibn Taimiyah dalam

menyanggah para Filosof, bahwa sesuatu

yang baru (makhluk) itu tidak ada

permulaannya baginya, ini tidak dapat

diterima logika. Dalam hal ini para lawannya

menuduh bahwa Ibn Taimiyah telah

menganggap bahwa makhluk itu qodim dan

tidak ada permulaan baginya. Padahal dipihak

lain dia juga menegaskan bahwa tidak ada

suatu makhluk melainkan ia didahului oleh

adam (tidak ada). Namun bersamaan dengan

itu dia juga mengatakan adanya kaitan sesuatu

yang baru (hawadits) dengan sesuatu yang

tidak memiliki permulaan baginya.

Sebagaimana yang dia dan kawan-kawannya

katakana bahwa makhluk itu tidak memiliki

penghabisan (akhir). Pendapat ini jelas tidak

dapat diterima. Bahkan bertentangan dengan

hadis ini. Memang, sesungguhnya berbicara

tentang filsafat adalah berbahaya. Akan tetapi

benar apa yang dikatakan oleh Ibn Malik ra.,

40

Page 41: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

bahwa setiap orang bisa menyanggah dan

disanggah, kecuali penghuni kubur ini ( Rasul

SAW) (Lihat terj. Silsilah Al-Ahadis Ash-Shohihah

jilid I oleh Drs. H. Qodirun Nur, hadis no. 133,

hal. 296-297). Kemudian kami ingin bertanya

kepada anda, manakah pendapat yang akan

anda ambil ? Kalau anda mengambil keduanya

maka anda telah mengatakan sesuatu tentang

Allah tanpa pengetahuan ( karena berarti Allah

menciptakan sesuatu yang baru (makhluk) itu

yang tidak ada permulaan baginya dan pada

saat bersamaan menciptakan Al-Qolam sebagai

makhluk pertama). Sedang mengambil salah

satu pendapat berarti menolak dan

menyalahkan pendapat yang lain (berarti salah

satu dari Imam Ibn Taimiyah atau Syeikh Albani

telah menyimpang dalam masalah aqidah

dalam perkara ini). Pertanyaannya, siapakah

menurut anda yang telah menyimpang

dalam masalah ini apakah Imam Ibn

Taimiyah atau Syeikh Albani ?!?

10- Shubhat Kesepuluh : Ada sebagian orang

menyatakan bahwa Imam Bukhori

membolehkan menerima hadis ahad dalam

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

41

Page 42: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

masalah aqidah dan hal ini juga didukung oleh

Ibn Hajar dalam Fath Al-Bari-nya ?!?

Kami menjawab : Pernyataan ini tidak ada

asalnya (La Ashla lahu), bahkan ini merupakan

penyimpangan dan pemelintiran dari

pernyataan Imam Bukhori yang sesungguhnya.

Imam Bukhori mempunyai sebuah bab dalam

kitab shohih-nya yang terkenal yaitu Bab

sesuatu yang datang tentang kebolehan hadis

ahad sebagai dalil untuk masalah Adzan,

Sholat, Shoum, Faraidh dan Ahkam ; titik dan

tidak ada pernyataan dari Imam Bukhori

tentang kebolehan hadis ahad sebagai dalil

dalam masalah aqidah, baik tidak dalam kitab

Shohih-nya atau dalam kitab-nya yang lain. Dan

Al-Hafidz Ibn Hajar ketika menjelaskan kata

“bi Al-Ijazah” menyatakan tentang kebolehan

beramal (ahkam furu’iyah) dengan hadis ahad

dan hadis ahad adalah hujah. Lalu dimana Ibn

Hajar menyatakan tentang kehujjahan

hadis ahad dalam masalah aqidah !!!

Bahkan beliau menukil pendapat Imam Al-

Kirmani menyatakan bahwa Hadis ahad

adalah hujjah dalam masalah amaliyah,

tidak dalam masalah I’tiqodiyah (Fathul Bari

juz 13, Bab Akhbar Al-Ahad), beliau mengutip

42

Page 43: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

pendapat ini tanpa mengomentarinya,

yang berarti belaiu cenderung untuk

mengadopsi pendapat ini. Dan hal ini

ditegaskan dengan sikap Al-Hafidz Ibn Hajar

tentang nilai hadis ahad , beliau menyatakan

bahwa “ Hadis ahad tidak berfaedah

kecuali dzon, apabila tidak sampai derajat

mutawatir (Fathul Bari, juz 13\hal. 238) dan

beliau menambahkan bahwa hadis ahad adalah

hujjah dalam masalah hukum ketika

menjelaskan sebuah hadis tentang disunnahkan

untuk berwudhu’ sekalipun sedang dalam

perjalanan (safar) (Lihat Fathu Al-Bari’ juz 1\

Hadis No. 200\hal. 308). Adalah hal yang

sangat aneh adalah kalau orang yang mencoba

menukil pendapat Ibn Hajar sebenarnya adalah

orang yang sangat keras mengkritik pendapat

Ibn Hajar dalam masalah Aqidah, mereka

menulis beberapa kitab yang isi

mengkritik dan memperingatkan umat

Islam akan penyimpangan Ibn Hajar dalam

masalah Aqidah, diantara:

- Al-Tanbih ala Al-Mukholalifat Al-Aqidah fi

Fath Al-Bari oleh Syeikh Ibn Baz, Syeikh

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

43

Page 44: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Sholeh Fauzan, Syeikh Abdullah ibn

Mani’, Syeikh Abdullah Al-Naiman.

- Al-Akhtho’ Al-Asasiyah fi Al-Aqidah wa

tauhid Al-Uluhiyah min kitab Fath Al-Bari bi

Syarh Shohih Al-Bukhori oleh Syeikh

Abdullah ibn Sa’di Al-Ghomidi.

Akan tetapi yang aneh adalah Syeikh Salim

I’ed Al-Hilali kembali menukil pendapat Ibn

Hajar dalam kitabnya Al-Adilah wa Asy-

Syawahid ala Wujub Al-Akhdzi bi khobar Al-

Wahid fi Al-Ahkam wa Al-Aqoid. Baru kali ini

terjadi ada sekelompok orang yang

memperingatkan penyimpangan Aqidah

dari seorang Imam Hadis kepada umat

Islam, lalu tetap menukil dan

menggunakan pendapatnya dalam

masalah Aqidah untuk mempertahankan

pendapatnya yang lemah dan dibumbui

dengan berbagai dalil yang digunakan

tidak pada tempatnya (asal comot saja).

Sehingga sunnah yang berasal dari Rasul SAW,

Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut tabi’in menyatakan

bahwa makna Syar’I yang umum adalah

mencakup keseluruhan hukum baik yang

berkenaan dengan masalah I’tiqodiyah dan

masalah amaliyah seperti hukum wajib,

44

Page 45: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Sunnah, Mubah dll sebagaimana yang

dijelaskan oleh Ibn Alan dalam Dalil Al-falih

Syarh Riyadhus Sholihin ketika beliau

menjelaskan hadis “Fa alaikum bi Sunnati”

dengan Sunnah-ku yaitu Jalan-ku yang lurus

yang berada diatasnya yang aku telah

menjelaskan kepada kalian dari hukum-hukum

I’tiqod maupun Amal yaitu wajib, sunnah,

mubah dll. Sekarang adakah ulama yang tidak

menggunakan Istilah I’tiqod dan Amaliyah

Furuiyah, sehingga tuduhan penggunaan istilah

I’tiqod dan Amaliyah Furuiyah adalah filsafat

yang menyusup dalam Islam adalah tuduhan

yang mengada-ada, tidak ada dasarnya

dan khayalan dari orang yang suka

mengkhayal. Coba juga periksa apakah

Syaikhul Islam Ibn Taimiyah menolak

pembagian masalah I’tiqod dan Furu’ dalam

bukunya Majmu Al-Fatawa-nya yang terkenal itu

atau dalam kitabnya yang lain, begitu juga

apakah ada bukti yang menunjukkan bahwa Al-

hafidz Ibn Hajjar, Al-Hafidz As-Suyuti, Al-Hafidz

Al-Khotib Al-Baghdadi, Al-Hafidz Ibn Al-Jauzi, Al-

Hafidz Adz-Dzahabi, Al-Hafidz Ibn Hajjar Al-

Haitsami, Imam Shon’ani, Imam Nawawi , Imam

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

45

Page 46: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Ibn Qudamah, Imam Al-Amidi dan para Ulama

yang lain dari berbagai disiplin Ilmu Dien di

dalam kitab-kitab mereka yang menolak

pembagian Itiqod dan Furu’ dalam masalah

Dien !?!

Bahkan Imam Abu Al-Hasan Saifudin Al-

Amidi (w. 631), beliau berkata : ‘’ Bahwa

masalah Aqidah ditetapkan berdasarkan dalil-

dalil qoth’I, sedang masalah furu’ cukup

ditetapkan dengan dalil-dalil dzoni ’’. Lalu ia

menambahkan : ‘’ Barang siapa menolak Ijma ’’

(konsensus -pent) dalam masalah ini maka

telah gugur pendapatnya, dengan adanya kasus

pada masalah fatwa dan kesaksian. Perbedaan

antara masalah Ushul dan furu’ adalah

sangat jelas. Mereka yang menyamakan

masalah ushul dan masalah furu’ berarti

telah membuat hukum sendiri, hal ini

adalah sesuatu yang mustahil dan hanya

dilakukan oleh orang-orang yang sombong

dan arogan ’’ (Lihat Al-Ihkam fi Ushuli Al-

Ahkam Imam Al-Amidi juz I\hal. 71-72; Al-Ihkam

fi Ushuli Al-Ahkam Imam Ibn Hazm juz I\hal.

114). Sehingga jelaslah bagi orang-orang yang

berakal antara orang yang berpegang dengan

46

Page 47: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Al-Haq dan orang yang mengaku-aku

berpegang pada Al-Haq ?!?!

11- Syubhat Kesebelas : Ada pendapat yang

menyatakan pembagian hadis menjadi

Mutawatir ahad adalah sia-sia karena pada

masa Shahabat mereka hanya menyakini apa

yang disampaikan dari Rasul SAW tanpa

melihat apakah hadis tersebut Mutawatir – Ahad

?

Kami menjawab :

1- Pada masa Rasul SAW khobar ahad tidak

pernah menjadi topik pembicaraan.

Sehingga tidak perlu ada pembagian hadis

ahad – mutawatir. Sebab mereka telah

mendapat pengajaran langsung dari Rasul

SAW tanpa melalui perantara dari orang

selain mereka, yakni dari orang yang

mendengar hadis langsung dari lisan Rasul

SAW atau menyaksikan perbuatannya

secara langsung.

2- Orang yang mendengar hadis langsung dari

Rasul SAW atau menyaksikan perbuatannya

secara langsung, bisa menjadi kafir jika ia

menolak sabda Rasul atau menolak

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

47

Page 48: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

kandungan isinya, dengan jalan berdusta

atau mengingkarinya. Dalam masalah ini

para Ulama tidak berbeda pendapat.

3- Orang yang mendengar dari orang yang

mendengar dari Rasul SAW, atau orang

yang diberi informasi oleh orang-orang

sebelumnya, misalnya tabi’ut tabi’in serta

orang-orang setelah mereka, seperti kita

saat ini , maka mereka wajib untuk mengkaji

mata rantai, transmisi, ataupun silsilah yang

menghubungkan dirinya dengan Rasul SAW

untuk mengetahui kebenaran mata rantai

tersebut. Jika para perawi sebagai perantara

dari sebuah hadis terbukti kejujurannya dan

kekuatan hafalannya atau bersesuaian

dengan riwayat dari perawi terpercaya

lainnya, lalu tidak terdapat syadz dan ilaat

dalam redaksional hadisnya, maka kita

harus menyakini bahwa sumber perkataan

dan perbuatan tersebut adalah berasal dari

Nabi SAW. Adapun jika trasmisi tersebut

tidak dapat dibuktikan keabsahannya, atau

tidak absah, maka dengan otomatis harus

dilakukan tarjih. Artinya, dugaan bahwa

sumber khobar tersebut berasal daari Rasul

SAW lebih kuat dibanding dengan dugaan

48

Page 49: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

bahwa khobar tersebut tidak berasal dari

Nabi SAW.

4- Bahwa Khobar ahad tidak bisa menghasilkan

ilmu dan keyakinan merupakan kajian yang

dapat dengan mudah difahami oleh orang

yang berakal dan telah diketahui secara

umum. Akal dapat membedakan antara

khobar yang disampaikan kepada kita oleh

individu secara perorangan (ahad), dengan

khobar yang disampaikan kepada kita oleh

sekelompok orang, dimana dengan jumlah

tersebut, mustahil bagi mereka untuk

menyampaikan berita yang salah, atau

sepakat berdusta. Hal ini tidak hanya

terbatas dalam masalah syari’at, tetapi juga

berlaku umum, baik pada masalah syari’at

ataupun masalah lainnya.

5- Pendapat yang menyatakan bahwa khobar

ahad tidak dapat menghasilkan ilmu,

kepastian, atau keyakinan, merupakan

pendapat ulama-ulama yang terkemuka dan

para ulama ushul. Baik kholaf maupun salaf.

Dan ia bukan pendapat yang menyimpang

dari pendapat para ulama salaf dan ulama

kholaf. (Lihat kitab-kitab Ushul seperti :

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

49

Page 50: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Kitab Kasyf Al-Asrar Ala Ushul Al-Fiqh, oleh

Imam Al-Bazdawi I/690 ; Al-Mustashfa min

‘Ilm Ushul oleh Imam Ghozali hal. 93;

Hasyiyah Nasmaat Al-Asrar ‘Ala Syarh

Ifadhaat Al-Anwar oleh Ibn Abidin hal. 195;

Syarh Jalal Al-Mihla ‘Ala Jam’I Al-Jawami’

oleh Imam As-Subki II\114; Raudhat Al-

Nadzir wa Jannat Al- Munadhir fi Ushul Fiqh

oleh Ibn Qudamah Al-Maqdisi I\260;

Irsyad Al-Fuhul oleh Imam Asy-Syaukani

hal. 42; Al-Talwih als Al-Audhih li Matan Al-

Tanqih fi Ushul Al-Fiqh oleh Imam

Ubaidillah Al-Bukhori II\3; Ghoyat Al-

Wushul Syarh Lubb Al-Ushul fi syarh Mar’at

Al-Wushul oleh Imam Mulla Khasru II\204;

Muslim Tsubut oleh Ibnu ‘Abd Al-Syukur

II\88).

6- Kemudian pendapat sebagian Ahli Hadis

bahwa hadis ahad memberi faedah qoth’I

merupakan kesalahan penafsiran, karena

hal sebenarnya tidak seperti itu.

Sebagaimana dijelaskan oleh Imam

Ghozali sbb: “ Tatkala sebuah hadis

terbukti sebagai hadis Ahad, maka ini tidak

berfaedah Ilmu\Dzoni dan masalah ini sudah

diketahui dengan jelas dalam Islam

50

Page 51: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

(ma’lumun bi al-Dharuri)”. Lalu beliau

melanjutkan penjelasannya : ‘’ Adapun

pendapat para Ahli hadis bahwa ia

(hadis Ahad-pent) adalah menghasilkan

Ilmu\qoth’I adalah hadis Ahad yang

wajib untuk diamalkan (dalam masalah

hukum furu’iyah –pent) dan ketentuan

ini ditetapkan berdasarkan dalil-dalil

yang Qoth’I (yang menghasilkan Ilmu\

qoth’I-pent)” (Lihat Kitab Al-Mustasfa

min Ilm’ al-Ushul juz 1\hal 145-146 -

pent). Lalu Imam Jamaluddin Al-Qosimi

menambahkan : “ Sesungguhnya jumhur

kaum muslimin dari kalangan sahabat,

tabi’in, golongan setelah mereka dari

kalangan fuqoha, ahli hadis, dan ulama

ushul berpendapat bahwa hadis ahad yang

terpercaya dapat dijadikan hujjah dalam

masalah tasyri’ yang wajib diamalkan,

tetapi hadis ahad ini hanya menghantarkan

pada Dzon tidak sampai derajat ilmu

(yakin)” (Lihat Kitab Qawaidut Tahdis hal.

147-148).

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

51

Page 52: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

12- Syubhat Keduabelas : Ada sebagian orang

berargumentasi bahwa penolakan para sahabat

atas ayat al-Qur’an yang diriwayatkan secara

ahad adalah untuk persatuan, bukan karena

riwayat itu mutawatir !

Kami menjawab : Untuk menjawab tuduhan ini

marilah kita menyimak beberapa riwayat yang

menjelaskan masalah yang sebenarnya. Salah

satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh

Imam Al-Anbary dalam Mashohifnya, dan Al-

Hasan ,Ibn Sirrin, dan Zuhri dalam hadis

yang panjang tentang pengumpulan Al-Qur’an,

dimana Umar ra. menolak khobar dari

Hafshoh ra. tentang tambahan lafadz pada

Surat Al-Baqoroh ayat 238 karena ia tidak

punya saksi (riwayatnya ahad). Begitu pada

riwayat Aisyah ra. yang diriwayatkan oleh

Imam Malik dalam Al-Muwatho’ tentang

penghapusan ketentuan 10 isapan menjadi 5

isapan yang menyebabkan hubungan mahram,

dan riwayat Ubay Ibn Ka’ab ra. yang

diriwayatkan oleh Abu Dawud, Al-Hakim dan

selain keduanya tentang kafarat budak.

Riwayat-riwayat ini tidak dicantumkan oleh para

Sahabat dalam Mushhaf Imam karena riwayat

tersebut adalah Khobar Ahad dan mereka juga

52

Page 53: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

telah bersepakat bahwa riwayat-riwayat ini

tidak memberi keyakinan yang pasti. Hal ini

dipertegas oleh keterangan para ulama dalam

menetapkan kriteria dan rukun qira’at yang

dapat diterima (Lihat Al-Qira’at Ahkamuha wa

Masdaruha oleh DR. Sya’ban Muhammad

Ismail , Bab Anwa’a Al-Qira’at) sbb:

1- Sanadnya Mutawatir

2- Sesuai dengan Mushhaf Utsmani, walau

hanya tersirat

3- Sesuai dengan salah satu kaedah

bahasa arab (Lihat Al-Itqon jilid I\Hal.

129 Oleh Imam As-Suyuti , Penerbit Al-

Halabi Kairo).

Persyaratan mutawatir ini adalah

pendapat Jumhur Ulama baik ulama

Ushuluddin, para imam madzab yang

empat, para ahli hadis dan para ahli

Qira’at. Mereka semua sepakat bahwa

qira’at shohih atau yang diterima adalah

qira’at yang mutawatir dan tidak

menerima qira’at dengan sanad shohih

(gadis ahad –pent) jika tidak mutawatir

(Lihat Ghoitsun Naf’I fil Qiraa’at As-Sab’I hal. 9

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

53

Page 54: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

oleh Imam Ash-Shafaaqasi, penerbit

Maktabah At-Tijariyah Al-Kubra – Kairo). Imam

An-Nuwairi menambahkan : ‘’ Meniadakan

syarat mutawatir adalah Muhdas (sesuatu

yang baru ), bertentangan dengan ijma’

para ahli fiqh, ahli hadis dan yang lain-

lain. Sebab Al-Qur’an – menurut jumhur –

adalah kalamullah yang diriwayatkan

secara mutawatir dan ditulis didalam

mushhaf. Semua yang menerima definisi ini

pasti memberi syarat mutawatir, sebagaimana

yang dijelaskan oleh Ibn Hajib. Sehingga

menurut para Imam dam pemuka madzhab

syarat mutawatir adalah sebuah keharusan.

Mereka yang berpendapat seperti ini antara lain

Abu Abdil Barr, Al-Azra’I, Ibn Athiyah, Az-

Zarkhasi dan Al-Asnawi. Pendapat yang

mensyaratkan mutawatir ini adalah ijma’

para Ahli Qira’at (Lihat Ithafu Fudhola Al-

Basysr fi Al-Qira’at Al-Arba’ Asyar hal. 185 oleh

Imam Ad-Dimyathi, Penerbit Al-Masyhad Al-

Husaini – Kairo). Sehingga sanad yang shohih

saja tidak cukup untuk diterimanya sebuah

riwayat sebagai bagian dari Al-Qur’an, kalau

tidak mencapai sanad Mutawatir. Imam Al-

Khotib Al-Baghdadi menjelaskan bahwa

54

Page 55: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

riwayat yang mutawatir adalah

periwayatan oleh banyak orang, dimana

menurut adat, mustahil mereka untuk

bersepakat melakukan dusta, mulai awal

sanad sampai akhir sanad (Lihat kitab Al-

Kifayah fi Al-Ilmi Ar-Riwayah hal. 50 oleh Imam

Al-Khotib Al-Baghdadi). Dimana riwayat yang

mutawatir ini memberi faedah ilmu (kepastian),

dan merupakan dalil pokok untuk membangun

Aqidah kaum muslimin. Dan sudah jelas

bahwa para Sahabat dan generasi

sesudahnya hanya menerima riwayat

mutawatir dalam Mushhaf Imam, sedang

Al-Qur’an adalah dalil utama dalam

membangun keimanan. Bahkan Imam Ibn

Al-Jaziri dan Al-Alamah Ibn As-Subki

menegaskan : ‘’ Setiap muslim berhak untuk

mendapat kasih sayang serta menyakinkan

dirinya bahwa yang kami utarakan – tentang

mutawatirnya qira’at Asyara’ – benar-benar

mutawatir dan telah diketahui dengan yakin

dan pasti, tidak ada keraguan dan tidak

diragukan lagi (Lihat Kitab Tafsir Al-Jami’ li

Ahkam Al-Qur’an jilid I\hal. 46 oleh Al-Hafidz Al-

Qurthubi, Penerbit Dar Al-Kutub Al-Mishriyah –

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

55

Page 56: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Kairo). Kemudian Imam Al-Zamakhsari,

menambahkan : “ Imam Malik Berpendapat

barang siapa sholat dengan membaca Qira’at

(bacaan –pent) Ibn Mas’ud yang tidak Mutawatir

dan tidak termasuk Qira’at Para Shahabat,

maka ia telah menyelisihi mushhaf (Mushhaf

Imam yang mutawatir-pent) dan janganlah

sholat dibelakangnya” (Al-Burhan Fi Ulumil

Qur’an juz I\hal. 222). Wallahu A’lam bi Showab.

KHATIMAH :

56

Page 57: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Sebagai kata penutup , hendaknya semua pihak

yang berbeda pendapat termasuk dalam

masalah hukum hadis ahad ini tidak menjadikan

perbedaan-perbedaan tersebut sebagai sumber

konflik yang berkepanjangan yang ujung-

ujungnya akan merusak ikatan ukhuwah yang

sedang coba kita rajut saat ini. Sebagaimana

penjelasan Imam Al-Qurtubi ketika

menjelaskan firman Allah SWT : “ Dan ingatkan

ketika Kami memberikan kepada kalian ni’mat

persaudaraan, dan melembutkan hati kalian”

(Surat Ali Imran - ayat 103). Beliau menyatakan

bahwa ayat ini tidak menunjukkan keharaman

untuk perbedaan dalam masalah hukum-hukum

cabang. Dengan cacatan pendapat-pendapat

tersebut memiliki landasan dari sumber hukum

Islam yang legal seperti Al-Qur’an, As-Sunnah ,

Ijma Shohabat dan Qiyas dengan Illat yang

Syar’i. Kita bisa melihat bagaimana perilaku

para salafus shaleh dalam menyikapi

perbedaan yang terjadi diantara mereka,

sebagaimana dijelaskan oleh Syaikhul Islam

Ibn Taimiyah berikut : “ Kaum Muslimin

sepakat mengenai kebolehan sholat sebagian

mereka di belakang yang lainnya. Adalah para

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

57

Page 58: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Shahabat dan Tabi’in dan generasi sesudah

mereka dari Imam yang empat , sholat

sebagian di belakang sebagian yang lainnya.

Misalnya Imam Abu Hanifah dan sahabat-

sahabatnya dan Imam Syafi’i dan selainnya

sholat dibelakang imam-imam di Madinah dari

Ulama Malikiyah dan mereka tidak membaca

bismilah baik dipelankan (sirr) maupun

dikeraskan (jahr). Abu Yusuf sholat dibelakang

Imam Al-Rasyid yang sedang berbekam. Dan

Imam Ahmad memandang keharusan orang

yang berbekam untuk wudlu’, kemudian ada

seseorang yang bertanya kepadanya:

Bagaimana dengan seorang imam sholat yang

darinya mengeluarkan darah (sedang

berbekam) dan belum berwudlu’, Apakah kita

boleh sholat dibelakang mereka ?. Imam

Ahmad menjawab: ” Apa yang menghalangimu

untuk sholat dibelakang Sa’id Ibn Musayyab dan

Imam Malik ?” (Imam Al-Manfur, Fawakihul

Adidah\juz 2\hal.171). Dari sini kita bisa

mengambil pelajaran bahwa ikhtilaf fiqhiyah

harus disikapi dengan akhlakul karimah dan

ilmu. Bukan dengan kebencian dan permusuhan

yang sangat dilarang dalam Islam (Dr. Thoha

58

Page 59: Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

Jabir Al-Ulwani, Adab Al-Ikhtilaf\Bab

Khotimah). Wallahu A’lam bi Showab .

Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi

59