tc magz edisi 3 - stc.or.id · salam redaksi 1 ayasan sayangi tunas cilik merupakan bagian dari...

24
tunas cilik Cerita tentang Semangat Keberpihakan pada Anak dari Timur Indonesia Edisi III / Januari 2019 Foto : Junaedi Uko MEREKA TIDAK SENDIRI Serangkaian gempa berkekuatan besar terjadi di Provinsi NTB beberapa waktu lalu. Kabupaten Lombok Utara (KLU) menjadi wilayah terparah yang terkena dampak. Ada ribuan orang yang menjadi korban, termasuk juga anak-anak. Mereka mesti menjalani keseharian dengan berbagai keterbatasan.Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) berada di sana sejak hari pertama hingga saat ini. Memberikan dukungan dan memastikan mereka tidak sendiri dalam melewati masa-masa sulit ini. Jika anda memiliki masukan, saran ataupun keluhan terkait kerja-kerja dari Yayasan Sayangi Tunas Cilik, silahkan menghubungi kami di Hotline : 0813 2905 6004. Atau kirimkan email ke : [email protected]

Upload: vannga

Post on 14-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

tunas cilikCerita tentang Semangat Keberpihakan pada Anak dari Timur Indonesia Edisi III / Januari 2019

Foto : Junaedi Uko

MEREKA TIDAK SENDIRISerangkaian gempa berkekuatan besar terjadi di Provinsi NTB beberapa waktu lalu. Kabupaten Lombok Utara (KLU) menjadi wilayah terparah yang terkena dampak. Ada ribuan orang yang menjadi korban, termasuk juga anak-anak. Mereka mesti menjalani keseharian dengan berbagai keterbatasan. Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) berada di sana sejak hari pertama hingga saat ini. Memberikan dukungan dan memastikan mereka tidak sendiri dalam melewati masa-masa sulit ini.

Jika anda memiliki masukan, saran ataupun keluhan terkait kerja-kerja dari Yayasan Sayangi Tunas Cilik, silahkan menghubungi kamidi Hotline : 0813 2905 6004. Atau kirimkan email ke : [email protected]

SALAM REDAKSI 1

ayasan Sayangi Tunas Cilik merupakan bagian dari gerakan global Save the Ch i ldren In ternat iona l , s ebuah organinasi non-pemerintah yang fokus pada anak-anak dan beroperasi di lebih dari 120 negara di dunia. Di Indonesia dan di seluruh

dunia, kami berusaha memastikan anak-anak mendapatkan akses kesehatan sejak dini, memperoleh kesempatan untuk belajar, dan terlindungi dari bahaya. Visi kami adalah menciptakan sebuah dunia di mana setiap anak mendapatkan haknya atas kelangsungan hidup, perlindungan, perkembangan, dan partisipasi. Misi kami adalah menginspirasi terjadinya terobosan baru tentang bagaimana dunia seharusnya memperlakukan anak-anak serta untuk mencapai perubahan-perubahan yang langsung dan berkesinambungan dalam kehidupan mereka.

Di Indonesia, kami telah bekerja sejak tahun 1976. Sepanjang tahun 2018, kami bekerja di 11 provinsi dan 45 kabupaten. Wilayah kerja kami meliputi Sumatera Barat, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah. Tahun lalu, program-program kami telah menjangkau 147.580 anak dan 82.886 orang dewasa secara lansung, dan secara tidak langsung telah menjangkau 832.915 anak dan orang dewasa. Yayasan Sayangi Tunas Cilik telah terdaftar sebagai yayasan lokal di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. AHU-01712.50.10.2014 pada 21 Mei 2014.

YPROFIL YAYASAN SAYANGI TUNAS CILIK

Kupang OfficeJalan Sam Ratulangi IV No.3 RT 020 / RW 007Kelurahan Oesapa Barat, Kecamata kelapa LimaKota Kupang - Nusa tenggara TimurIndonesia - 85100

Belu OfficeJalan Loro Lamaknen Simpang Empat SMK 1 Atambua - Tini, Kel. Manuaman, Kec. Atambua Selatan, Kabupaten BeluProvinsi Nusa Tenggara Timur Telp. 0389 - 21793

TTU OfficeJl. Lingkungan KM 4 Jurusan Kupang, RT 055 / RW 007, Kel. Kefamenanu Selatan, Kec. Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur – Indonesia. Telp. 0388 – 31292

Lombok Utara OfficeJl. Bayangkara gg. Redonik Dusun Karang Desa RT. 002 Desa Tanjung Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara

Sumbawa Sub-OfficeKantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumbawa.Jalan Manggis Nomor 2, Sumbawa Besar.

NUSA TENGGARA TIMUR

NUSA TENGGARA BARAT

A

C

BD

E F

NTB

SUMBAWA

SUMBA

NTT

FLORES

A

B

C

Sumba Barat OfficeJln. Veteran No. 37 Kampung Baru, Waikabubak – Sumba Barat 87211. Telp/Fax : (0387) 21840.

D

E

F

Kantor Yayasan Sayangi Tunas Cilik Eastern Area

Ikuti Kiprah Kami di :

SaveChildrenID

SaveChildren_ID

savechildren_id

www.stc.or.id

Diterbitkan oleh : Yayasan Sayangi Tunas Cilik mitra dari Save the Children, Penanggung Jawab : Tasman Silverius Muda, Penanggung Jawab Pelaksana :

Jhon Purba, Redaktur Utama : Junaedi Uko, Tim Editor : PDQ Eastern Area. Kontributor Konten : Tim MEMBACA, CERDAS, CERIA 2, SPONSORSHIP,

School for Change, Lombok Emergency dan INOVASI

Alamat Redaksi : YSTC Eastern Area - Kupang Office, Jalan Sam Ratulangi IV No.3 RT 020 / RW 007 Kelurahan Oesapa Barat, Kecamatan kelapa Lima, Kota

Kupang - Nusa tenggara Timur, Indonesia - 85100. Kirim saran dan masukan anda tentang terbitan ini ke alamat di atas atau ke : [email protected]

Selamat datang di edisi ke-3 majalah Tunas Cilik.

Tak terasa kita telah melewati tahun 2018, tahun penuh kenangan. Setiap momen dalam hari - hari kita di tahun 2018 tentunya memiliki maknanya sendiri. Atas nama Yayasan Sayangi Tunas Cilik, partner of Save the Children saya mengucapkan Selamat Tahun Baru 2019. Semoga kita memiliki tekad dan harapan yang sama di tahun 2019 untuk membuat perubahan yang lebih baik bagi kehidupan anak - anak di Indonesia.

Pertengahan tahun 2018, kita dikejutkan dengan dua bencana alam besar yang menimpa saudara - saudara kita di Lombok dan Palu. Gempa Lombok berkeuatan 7.0 skala Richter dan Gempa Palu berkekuatan 7,4 skala Richter yang disusul dengan tsunami telah mengakibatkan berbagai kerusakan, ratusan ribu orang terdampak serta ribuan orang yang meninggal dunia. Sebagai sebuah lembaga dengan dual mandate, Yayasan Sayangi Tunas Cilik terlibat dalam tanggap darurat membantu para penyintas gempa bumi terutama anak - anak yang biasanya menjadi paling rentan. Khusus gempa di Lombok, melalui tanggap darurat di bidang Pendidikan, Perlindungan Anak, Kesehatan dan Gizi, dengan berbagai kegiatan, kami telah memberikan bantuan bagi lebih dari 10,900 anak-anak secara langsung dan 17,570 orang dewasa serta 4,155 keluarga di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Bantuan ini bertujuan untuk menyelamatkan dan meringankan penderitaan anak-anak dan keluarga yang terkena dampak gempa.

Selain itu, di pertengahan tahun 2018, Yayasan Sayangi Tunas Cilik juga telah meluncurkan program School for Change sebuah program pendidikan yang didanai oleh IKEA Foundation melalui Save the

Children Sweden, yang bertujuan untuk meningkatkan lingkungan belajar yang lebih ramah anak agar membantu meningkatkan kemampuan literasi terutama kemampuan membaca anak . Program in i akan dilaksanakan di 58 Sekolah Dasar di Kabupaten Kupang sampai tahun 2021. Selain peluncuran program School for Change, Yayasan Sayangi Tunas Ci l ik tetap melanjutkan program-programnya di bidang Pendidikan, Perlindugan Anak serta Kesehatan dan Gizi di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Tengah Propinsi Nusa Tenggara Timur serta Kabupaten Lombok Utara di Propinsi Nusa Tenggara Barat.

Sebagai organisasi yang berafiliasi dengan Save the Children secara global, tahun 2019 merupakan peristiwa sejarah bagi Save the Children yang menandai 100 tahun berdirinya organisasi ini. Sebagai bagian dari gerakan global, maka prioritas kampanye Save the Children adalah mengakhiri penyakit pneumonia yang secara global merupakan penyebab terbesar kematian anak, menyiapkan pendidikan pra sekolah yang berkualitas serta melindungi anak-anak dari peperangan. Untuk mendukung kampanye global ini, melalui salah satu prioritas kampanye untuk menyiapkan pendidikan pra sekolah yang berkualitas, Yayasan Sayangi Tunas Cilik di Kupang akan mengadakan show case untuk mempresentasikan berbagai praktek baik penyelenggaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang telah kami laksanakan bekerja sama dengan berbagai mitra di beberapa Kabupaten di NTT. Kami mengundang partisipasinya untuk event dimaksud serta memberikan feedback pos i t i f untuk peningkatan kualitas penyelenggaran Pendidikan Anak usia Dini.

Atas nama Save the Children, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih atas par t i s ipas i semua mi tra dan para stakeholders yang selama ini telah bekerja sama untuk membuat perubahan bagi kehidupan anak - anak.

Akhirnya, sekali lagi mari bergandengan tangan membuat perubahan yang lebih baik bagi kehidupan anak.

Salam dari Senior Eastern Indonesia Manager

DAFTAR ISI

Silverius Tasman R. Muda

Foto

: Ju

naed

i Uko

Salam Redaksi1Perlindungan Bagi Anak di Lombok2

18 ProfilJunaidi, S,Pd., M.Pd

20 Partisipasi Anak dalam Pengurangan Risiko Bencana

22 Mozaik

4 Menjaga Asa Bersekolah

6 Asupan Sehat di Masa Darurat

8 WALIKU

10 Launching Program School for Change

12 Kemeriahan Festival Membacadi Kabupaten Kupang

Sekarang Semua OrangPeduli Tentang Paud16

14 Festival Literasi di Perbatasan

21 Emergency Lombok Gallery

Upaya Mendorong Partisipasi Melalui Teknologi

SALAM REDAKSI 1

ayasan Sayangi Tunas Cilik merupakan bagian dari gerakan global Save the Ch i ldren In ternat iona l , s ebuah organinasi non-pemerintah yang fokus pada anak-anak dan beroperasi di lebih dari 120 negara di dunia. Di Indonesia dan di seluruh

dunia, kami berusaha memastikan anak-anak mendapatkan akses kesehatan sejak dini, memperoleh kesempatan untuk belajar, dan terlindungi dari bahaya. Visi kami adalah menciptakan sebuah dunia di mana setiap anak mendapatkan haknya atas kelangsungan hidup, perlindungan, perkembangan, dan partisipasi. Misi kami adalah menginspirasi terjadinya terobosan baru tentang bagaimana dunia seharusnya memperlakukan anak-anak serta untuk mencapai perubahan-perubahan yang langsung dan berkesinambungan dalam kehidupan mereka.

Di Indonesia, kami telah bekerja sejak tahun 1976. Sepanjang tahun 2018, kami bekerja di 11 provinsi dan 45 kabupaten. Wilayah kerja kami meliputi Sumatera Barat, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah. Tahun lalu, program-program kami telah menjangkau 147.580 anak dan 82.886 orang dewasa secara lansung, dan secara tidak langsung telah menjangkau 832.915 anak dan orang dewasa. Yayasan Sayangi Tunas Cilik telah terdaftar sebagai yayasan lokal di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. AHU-01712.50.10.2014 pada 21 Mei 2014.

YPROFIL YAYASAN SAYANGI TUNAS CILIK

Kupang OfficeJalan Sam Ratulangi IV No.3 RT 020 / RW 007Kelurahan Oesapa Barat, Kecamata kelapa LimaKota Kupang - Nusa tenggara TimurIndonesia - 85100

Belu OfficeJalan Loro Lamaknen Simpang Empat SMK 1 Atambua - Tini, Kel. Manuaman, Kec. Atambua Selatan, Kabupaten BeluProvinsi Nusa Tenggara Timur Telp. 0389 - 21793

TTU OfficeJl. Lingkungan KM 4 Jurusan Kupang, RT 055 / RW 007, Kel. Kefamenanu Selatan, Kec. Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur – Indonesia. Telp. 0388 – 31292

Lombok Utara OfficeJl. Bayangkara gg. Redonik Dusun Karang Desa RT. 002 Desa Tanjung Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara

Sumbawa Sub-OfficeKantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumbawa.Jalan Manggis Nomor 2, Sumbawa Besar.

NUSA TENGGARA TIMUR

NUSA TENGGARA BARAT

A

C

BD

E F

NTB

SUMBAWA

SUMBA

NTT

FLORES

A

B

C

Sumba Barat OfficeJln. Veteran No. 37 Kampung Baru, Waikabubak – Sumba Barat 87211. Telp/Fax : (0387) 21840.

D

E

F

Kantor Yayasan Sayangi Tunas Cilik Eastern Area

Ikuti Kiprah Kami di :

SaveChildrenID

SaveChildren_ID

savechildren_id

www.stc.or.id

Diterbitkan oleh : Yayasan Sayangi Tunas Cilik mitra dari Save the Children, Penanggung Jawab : Tasman Silverius Muda, Penanggung Jawab Pelaksana :

Jhon Purba, Redaktur Utama : Junaedi Uko, Tim Editor : PDQ Eastern Area. Kontributor Konten : Tim MEMBACA, CERDAS, CERIA 2, SPONSORSHIP,

School for Change, Lombok Emergency dan INOVASI

Alamat Redaksi : YSTC Eastern Area - Kupang Office, Jalan Sam Ratulangi IV No.3 RT 020 / RW 007 Kelurahan Oesapa Barat, Kecamatan kelapa Lima, Kota

Kupang - Nusa tenggara Timur, Indonesia - 85100. Kirim saran dan masukan anda tentang terbitan ini ke alamat di atas atau ke : [email protected]

Selamat datang di edisi ke-3 majalah Tunas Cilik.

Tak terasa kita telah melewati tahun 2018, tahun penuh kenangan. Setiap momen dalam hari - hari kita di tahun 2018 tentunya memiliki maknanya sendiri. Atas nama Yayasan Sayangi Tunas Cilik, partner of Save the Children saya mengucapkan Selamat Tahun Baru 2019. Semoga kita memiliki tekad dan harapan yang sama di tahun 2019 untuk membuat perubahan yang lebih baik bagi kehidupan anak - anak di Indonesia.

Pertengahan tahun 2018, kita dikejutkan dengan dua bencana alam besar yang menimpa saudara - saudara kita di Lombok dan Palu. Gempa Lombok berkeuatan 7.0 skala Richter dan Gempa Palu berkekuatan 7,4 skala Richter yang disusul dengan tsunami telah mengakibatkan berbagai kerusakan, ratusan ribu orang terdampak serta ribuan orang yang meninggal dunia. Sebagai sebuah lembaga dengan dual mandate, Yayasan Sayangi Tunas Cilik terlibat dalam tanggap darurat membantu para penyintas gempa bumi terutama anak - anak yang biasanya menjadi paling rentan. Khusus gempa di Lombok, melalui tanggap darurat di bidang Pendidikan, Perlindungan Anak, Kesehatan dan Gizi, dengan berbagai kegiatan, kami telah memberikan bantuan bagi lebih dari 10,900 anak-anak secara langsung dan 17,570 orang dewasa serta 4,155 keluarga di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Bantuan ini bertujuan untuk menyelamatkan dan meringankan penderitaan anak-anak dan keluarga yang terkena dampak gempa.

Selain itu, di pertengahan tahun 2018, Yayasan Sayangi Tunas Cilik juga telah meluncurkan program School for Change sebuah program pendidikan yang didanai oleh IKEA Foundation melalui Save the

Children Sweden, yang bertujuan untuk meningkatkan lingkungan belajar yang lebih ramah anak agar membantu meningkatkan kemampuan literasi terutama kemampuan membaca anak . Program in i akan dilaksanakan di 58 Sekolah Dasar di Kabupaten Kupang sampai tahun 2021. Selain peluncuran program School for Change, Yayasan Sayangi Tunas Ci l ik tetap melanjutkan program-programnya di bidang Pendidikan, Perlindugan Anak serta Kesehatan dan Gizi di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Tengah Propinsi Nusa Tenggara Timur serta Kabupaten Lombok Utara di Propinsi Nusa Tenggara Barat.

Sebagai organisasi yang berafiliasi dengan Save the Children secara global, tahun 2019 merupakan peristiwa sejarah bagi Save the Children yang menandai 100 tahun berdirinya organisasi ini. Sebagai bagian dari gerakan global, maka prioritas kampanye Save the Children adalah mengakhiri penyakit pneumonia yang secara global merupakan penyebab terbesar kematian anak, menyiapkan pendidikan pra sekolah yang berkualitas serta melindungi anak-anak dari peperangan. Untuk mendukung kampanye global ini, melalui salah satu prioritas kampanye untuk menyiapkan pendidikan pra sekolah yang berkualitas, Yayasan Sayangi Tunas Cilik di Kupang akan mengadakan show case untuk mempresentasikan berbagai praktek baik penyelenggaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang telah kami laksanakan bekerja sama dengan berbagai mitra di beberapa Kabupaten di NTT. Kami mengundang partisipasinya untuk event dimaksud serta memberikan feedback pos i t i f untuk peningkatan kualitas penyelenggaran Pendidikan Anak usia Dini.

Atas nama Save the Children, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih atas par t i s ipas i semua mi tra dan para stakeholders yang selama ini telah bekerja sama untuk membuat perubahan bagi kehidupan anak - anak.

Akhirnya, sekali lagi mari bergandengan tangan membuat perubahan yang lebih baik bagi kehidupan anak.

Salam dari Senior Eastern Indonesia Manager

DAFTAR ISI

Silverius Tasman R. Muda

Foto

: Ju

naed

i Uko

Salam Redaksi1Perlindungan Bagi Anak di Lombok2

18 ProfilJunaidi, S,Pd., M.Pd

20 Partisipasi Anak dalam Pengurangan Risiko Bencana

22 Mozaik

4 Menjaga Asa Bersekolah

6 Asupan Sehat di Masa Darurat

8 WALIKU

10 Launching Program School for Change

12 Kemeriahan Festival Membacadi Kabupaten Kupang

Sekarang Semua OrangPeduli Tentang Paud16

14 Festival Literasi di Perbatasan

21 Emergency Lombok Gallery

Upaya Mendorong Partisipasi Melalui Teknologi

Serangkaian pertemuan sudah dilakukan sejak bulan Oktober lalu. Hal ini dimulai dari pengenalan dan dukungan psikososial. Pertemuan rutin saat ini sudah berjalan satu kali di tiap pekannya. Mereka ada dalam kelompok yang dibentuk berdasarkan keberadaan CFS. Jadi, ada sekitar 20 kelompok remaja. Tiap-tiap kelompok tersebut memiliki fokus kegiatan yang berbeda yang disesuaikan dengan hasil kesepakatan yang terjadi di antara mereka sebagai peserta. Dalam pertemuan-pertemuan yang dilakukan, para remaja mendapat pemahahaman yang berkaitan dengan life skill. Mereka kemudian menentukan apa yang menjadi minat mereka untuk kemudian digunakan sebagai materi pertemuan di minggu selanjutnya. Selain itu, mereka juga dipersiapkan untuk ikut memonitor kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh YSTC, nama kegiatannya adalah monitoring partisipatoris oleh anak. Maraknya isu perkawinan usia anak yang terjadi di wilayah ini juga menjadi topik yang dibicarakan dalam rangkaian pertemuan dengan remaja. Pada kelompok remaja ini, tim YSTC sebagai fasilitator memberikan pemahaman tentang hak-hak anak. Harapannya, mereka b isa mengident ifikas i set iap pelanggaran dan permasalahan anak yang terjadi baik pada diri mereka sendiri ataupun pada teman dan lingkungan mereka. Mereka juga dibekali untuk bisa memberikan dukungan pada teman atau rekan yang mengalami permasalahan. Dukungan itu bisa dalam bentuk bentuk berbagi cerita dan pengalaman, ataupun membantu merujuk ke instansi terkait jika ada yang mengalami tindak kekerasan. Ke depannya, YSTC akan berupaya mendorong hadirnya kelompok-kelompok peduli anak di level desa sebagai sebuah sistem perlindungan hak-hak anak beserta perangkat dan mekanisme kerjanya. Ini tentunya bukan pekerjaan mudah, butuh kepedulian dan keterlibatan berbagai pihak terkait. Tapi akan selalu ada semangat jika itu untuk kepertingan anak.

Pada bulan pertama pasca gempa Agustus 2018, semua kegiatan di tenda CFS dilakukan oleh tim YSTC. Aktivitas dilakukan pada sore hari seusai ibadah sholat ashar. Mereka melakukan banyak hal seperti menggambar, bernyanyi, dan bermain bersama. YSTC menyediakan berbagai fasilitas dan alat bermain untuk mendukung kegiatan tersebut. Pada kesempatan itu, tim YSTC juga mengidentifikasi orang-orang setempat yang bersedia dan mampu menjalakan fungsi fasilitator bagi CFS. Mereka mendapat pelatihan agar bisa mengelola kegiatan CFS secara mandiri. Pelatihan kepada para relawan lokal ini berlangsung selama selama dua hari di bulan September 2018. Mayoritas dari mereka berprofesi sebagai guru PAUD dan guru SD yang sebelum gempa ini memang sudah menjadi mitra YSTC melalui program TRANSISI dan INOVASI. Jadi, materi yang diberikan secara umum sudah mereka akrabi sebelumnya. Adapun penambahan yaitu berupa pemahaman tentang situasi bencana dan penyesuaian beberapa materi dengan konteks kebencanaan seperti misalnya tentang bagaimana memberikan dukungan psikososial bagi anak serta menyusun jadwal kegiatan di CFS. Hingga saat ini sudah ada 72 fasilitator yang mendapat pembekalan. Mereka juga sudah melakukan kegiatan di CFS yang ada di lingkungannya masing-masing. Ke-72 orang fasilitator terlatih tersebar di 20 CFS yang ada. Jumlahnya memang tidak sama di setiap CFS karena menyesuaikan dengan jumlah anak yang menjadi peserta. Ada CFS yang memiliki empat fasilitator dan ada yang hanya dua orang. Semakin besar jumlah anak maka akan semakin banyak fasilitator yang dibutuhkan. Remaja dan Isu Perkawinan Usia Anak Setelah dua bulan berjalan, kegiatan dukungan bagi anak yang dilakukan oleh YSTC mulai menyasar anak usia remaja di Kabupaten Lombok Utara. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh tim menunjukkan bahwa selama ini kegiatan CFS mayoritas diisi oleh anak usia PAUD dan SD. Padahal, anak-anak usia remaja sebagai kelompok yang terdampak dari gempa lalu juga menghadapi persoalan yang sama. Untuk melibatkan mereka tentunya harus ada pendekatan berbeda yang dilakukan.

Foto Kiri : Dua fasilitator tengah bermain bersama anak di tenda Child Friendly Space (CFS). YSTC memberikan mereka pelatihan dan dukungan permainan untuk menjalankan kegiatan ini secara rutin.

Foto Kanan : YSTC Child Protection Specialist, tengah memfasilitasi diskusi Kelas Remaja tentang pernikahan usia dini.

Dalam kondisi bencana biasanya ada sejumlah hak-hak anak yang kerap terabaikan oleh orangtua. Misalkan saja hak untuk tetap mengenyam pendidikan, hak untuk mendapat tempat tinggal yang layak, serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan kondisi yang tidak nyaman. Hal ini terjadi karena adanya perubahan yang drastis dalam kehidupan mereka. Rumah, sekolah, dan lingkungan tempat tinggal yang rusak membuat sistem perlindungan baik dari orangtua maupunlingkungan menjadi kurang berfungsi. Anak-anak berada dalam posisi rawan dan sangat rentan untuk mengalami tindak kekerasan.

al paling awal terkait anak-anak yang perlu diperhatikan usai bencana adalah bagaimana mereka bisa mendapat rasa aman dan hak-haknya tetap terpenuhi meski dalam situasi bencana. Di masa-mama awal gempa Lombok, YSTC langsung mengidentifikasi titik-titik pengungsian yang banyak dihuni

oleh anak-anak. Di lokasi-lokasi pengungsian tersebut, Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) sesegera mungkin menyediakan dukungan dalam bentuk Psychological First Aid (PFA). Dukungan ini bertujuan untuk memastikan agar anak aman, mendengarkan dan melihat kebutuhan mendesak yang dibutuhkan mereka, dan menghubungkan anak ke kegiatan dan program bantuan dalam situasi pasca bencana.

Untuk memfasilitasi itu, YSTC membangun tenda Child Friendly Spaces (CFS) atau Ruang Ramah Anak di mana anak-anak nantinya bisa tetap melakukan berbagai hal yang biasa mereka lakukan dalam kondisi normal. Di CFS ini mereka diajak bermain, belajar hal-hal ringan seperti keterampilan menyelamatkan diri jika terjadi gempa susulan, menyanyi, dan kegiatan lain yang mereka senangi. Di kabupaten Lombok Utara, YSTC membangun 20 tenda CFS yang tersebar di 12 desa di Kecamatan Bayan dan Kayangan. Selain itu, bersama dengan Sakti Peksos Dinas Sosial, YSTC juga membantu memfasilitasi kegiatan CFS Mobile atau CFS Bergerak untuk menjangkau semakin banyak anak-anak yang tinggal di lokasi yang tidak menerima tenda CFS, terutama di Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat.

NTB2 NTB 3

H

Foto : Junaedi Uko

Jika ingin mengetahui tentang program YSTC di Respon Gempa Lombok, silahkan menghubungi Andi Wahyu Widayat di [email protected]

Foto

: Ju

naed

i Uko

PERLINDUNGAN BAGI ANAK DI LOMBOK

Serangkaian pertemuan sudah dilakukan sejak bulan Oktober lalu. Hal ini dimulai dari pengenalan dan dukungan psikososial. Pertemuan rutin saat ini sudah berjalan satu kali di tiap pekannya. Mereka ada dalam kelompok yang dibentuk berdasarkan keberadaan CFS. Jadi, ada sekitar 20 kelompok remaja. Tiap-tiap kelompok tersebut memiliki fokus kegiatan yang berbeda yang disesuaikan dengan hasil kesepakatan yang terjadi di antara mereka sebagai peserta. Dalam pertemuan-pertemuan yang dilakukan, para remaja mendapat pemahahaman yang berkaitan dengan life skill. Mereka kemudian menentukan apa yang menjadi minat mereka untuk kemudian digunakan sebagai materi pertemuan di minggu selanjutnya. Selain itu, mereka juga dipersiapkan untuk ikut memonitor kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh YSTC, nama kegiatannya adalah monitoring partisipatoris oleh anak. Maraknya isu perkawinan usia anak yang terjadi di wilayah ini juga menjadi topik yang dibicarakan dalam rangkaian pertemuan dengan remaja. Pada kelompok remaja ini, tim YSTC sebagai fasilitator memberikan pemahaman tentang hak-hak anak. Harapannya, mereka b isa mengident ifikas i set iap pelanggaran dan permasalahan anak yang terjadi baik pada diri mereka sendiri ataupun pada teman dan lingkungan mereka. Mereka juga dibekali untuk bisa memberikan dukungan pada teman atau rekan yang mengalami permasalahan. Dukungan itu bisa dalam bentuk bentuk berbagi cerita dan pengalaman, ataupun membantu merujuk ke instansi terkait jika ada yang mengalami tindak kekerasan. Ke depannya, YSTC akan berupaya mendorong hadirnya kelompok-kelompok peduli anak di level desa sebagai sebuah sistem perlindungan hak-hak anak beserta perangkat dan mekanisme kerjanya. Ini tentunya bukan pekerjaan mudah, butuh kepedulian dan keterlibatan berbagai pihak terkait. Tapi akan selalu ada semangat jika itu untuk kepertingan anak.

Pada bulan pertama pasca gempa Agustus 2018, semua kegiatan di tenda CFS dilakukan oleh tim YSTC. Aktivitas dilakukan pada sore hari seusai ibadah sholat ashar. Mereka melakukan banyak hal seperti menggambar, bernyanyi, dan bermain bersama. YSTC menyediakan berbagai fasilitas dan alat bermain untuk mendukung kegiatan tersebut. Pada kesempatan itu, tim YSTC juga mengidentifikasi orang-orang setempat yang bersedia dan mampu menjalakan fungsi fasilitator bagi CFS. Mereka mendapat pelatihan agar bisa mengelola kegiatan CFS secara mandiri. Pelatihan kepada para relawan lokal ini berlangsung selama selama dua hari di bulan September 2018. Mayoritas dari mereka berprofesi sebagai guru PAUD dan guru SD yang sebelum gempa ini memang sudah menjadi mitra YSTC melalui program TRANSISI dan INOVASI. Jadi, materi yang diberikan secara umum sudah mereka akrabi sebelumnya. Adapun penambahan yaitu berupa pemahaman tentang situasi bencana dan penyesuaian beberapa materi dengan konteks kebencanaan seperti misalnya tentang bagaimana memberikan dukungan psikososial bagi anak serta menyusun jadwal kegiatan di CFS. Hingga saat ini sudah ada 72 fasilitator yang mendapat pembekalan. Mereka juga sudah melakukan kegiatan di CFS yang ada di lingkungannya masing-masing. Ke-72 orang fasilitator terlatih tersebar di 20 CFS yang ada. Jumlahnya memang tidak sama di setiap CFS karena menyesuaikan dengan jumlah anak yang menjadi peserta. Ada CFS yang memiliki empat fasilitator dan ada yang hanya dua orang. Semakin besar jumlah anak maka akan semakin banyak fasilitator yang dibutuhkan. Remaja dan Isu Perkawinan Usia Anak Setelah dua bulan berjalan, kegiatan dukungan bagi anak yang dilakukan oleh YSTC mulai menyasar anak usia remaja di Kabupaten Lombok Utara. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh tim menunjukkan bahwa selama ini kegiatan CFS mayoritas diisi oleh anak usia PAUD dan SD. Padahal, anak-anak usia remaja sebagai kelompok yang terdampak dari gempa lalu juga menghadapi persoalan yang sama. Untuk melibatkan mereka tentunya harus ada pendekatan berbeda yang dilakukan.

Foto Kiri : Dua fasilitator tengah bermain bersama anak di tenda Child Friendly Space (CFS). YSTC memberikan mereka pelatihan dan dukungan permainan untuk menjalankan kegiatan ini secara rutin.

Foto Kanan : YSTC Child Protection Specialist, tengah memfasilitasi diskusi Kelas Remaja tentang pernikahan usia dini.

Dalam kondisi bencana biasanya ada sejumlah hak-hak anak yang kerap terabaikan oleh orangtua. Misalkan saja hak untuk tetap mengenyam pendidikan, hak untuk mendapat tempat tinggal yang layak, serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan kondisi yang tidak nyaman. Hal ini terjadi karena adanya perubahan yang drastis dalam kehidupan mereka. Rumah, sekolah, dan lingkungan tempat tinggal yang rusak membuat sistem perlindungan baik dari orangtua maupunlingkungan menjadi kurang berfungsi. Anak-anak berada dalam posisi rawan dan sangat rentan untuk mengalami tindak kekerasan.

al paling awal terkait anak-anak yang perlu diperhatikan usai bencana adalah bagaimana mereka bisa mendapat rasa aman dan hak-haknya tetap terpenuhi meski dalam situasi bencana. Di masa-mama awal gempa Lombok, YSTC langsung mengidentifikasi titik-titik pengungsian yang banyak dihuni

oleh anak-anak. Di lokasi-lokasi pengungsian tersebut, Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) sesegera mungkin menyediakan dukungan dalam bentuk Psychological First Aid (PFA). Dukungan ini bertujuan untuk memastikan agar anak aman, mendengarkan dan melihat kebutuhan mendesak yang dibutuhkan mereka, dan menghubungkan anak ke kegiatan dan program bantuan dalam situasi pasca bencana.

Untuk memfasilitasi itu, YSTC membangun tenda Child Friendly Spaces (CFS) atau Ruang Ramah Anak di mana anak-anak nantinya bisa tetap melakukan berbagai hal yang biasa mereka lakukan dalam kondisi normal. Di CFS ini mereka diajak bermain, belajar hal-hal ringan seperti keterampilan menyelamatkan diri jika terjadi gempa susulan, menyanyi, dan kegiatan lain yang mereka senangi. Di kabupaten Lombok Utara, YSTC membangun 20 tenda CFS yang tersebar di 12 desa di Kecamatan Bayan dan Kayangan. Selain itu, bersama dengan Sakti Peksos Dinas Sosial, YSTC juga membantu memfasilitasi kegiatan CFS Mobile atau CFS Bergerak untuk menjangkau semakin banyak anak-anak yang tinggal di lokasi yang tidak menerima tenda CFS, terutama di Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat.

NTB2 NTB 3

H

Foto : Junaedi Uko

Jika ingin mengetahui tentang program YSTC di Respon Gempa Lombok, silahkan menghubungi Andi Wahyu Widayat di [email protected]

Foto

: Ju

naed

i Uko

PERLINDUNGAN BAGI ANAK DI LOMBOK

NTB4 NTB 5

digunakan sebagai ruang belajar sementara. Total ada 20 tenda yang dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar. Tenda-tenda ini didirikan di halaman sekolah ataupun di lapangan yang menjadi titik kosentrasi pengungsian yang ditinggali banyak anak-anak. Ketersediaan peralatan belajar para siswa juga menjadi perhatian YSTC. Untuk itu, ada paket Back to School (Kembali ke Sekolah) yang dibagikan. Paket Back to School yang dibagikan itu berupa tas sekolah yang di dalamnya berisikan pulpen, pensil, crayon, buku-buku, dan berbagai barang lainnya yang bisa digunakan mereka untuk belajar baik di sekolah maupun di rumah. Ada juga paket Hygiene (Kebersihan) yang terdiri atas sabun, pasta gigi, sikat gigi, gunting kuku, dan handuk. Sampai saat ini ada sekitar 968 paket yang teelah dibagikan di lima sekolah dasar di Kabupten Lombok Utara.

Kampanye Kembali ke Sekolah Sebelum itu, YSTC bersama pemerintah setempat dan mitra NGO lain yang bergerak di bidang pendidikan bersama-sama mengkampanyekan semangat untuk kembali ke sekolah. Bagi sebagian orangtua, melepas anaknya untuk pergi dari rumah ataupun lokasi tempat mereka mengungsi merupakan hal yang tidak mudah. Ingatan akan gempa yang terjadi beberapa waktu sebelumnya membuat mereka merasa berat untuk mengizinkan anaknya pergi. Terlebih, gempa-gempa susulan juga masih kerap terjadi. Hal ini bisa dipahami, namun tentunya akan merugikan kepentingan anak. Kampanye Kembali ke Sekolah dilakukan secara bersama-sama oleh berbagai pihak terkait. Ada beragam kegiatan yang dilakukan. YSTC sendiri misalnya, memanfaatkan radio lokal untuk menyebarkan semangat pada para orangtua untuk memastikan anak-anak mereka bisa kembali bersekolah. Pada saat yang sama, YSTC bekerja sama dengan pemerintah dan komunitas setempat terus memastikan agar lokasi-lokasi sekolah darurat yang digunakan benar-benar bisa menjamin keselamatan siswa dan guru yang beraktivitas di situ. Keadaan para guru juga menjadi perhatian YSTC dalam respon gempa di Lombok ini. Para guru inilah yang berinteraksi langsung dengan murid. Situasi pasca gema tentunya akan berdampak pada kondisi mengajar mereka. Menurut Bernard Sisalana, Koordinator Pendidikan YSTC di respon Lombok ini, secara umum jumlah guru yang ada usai gempa tidak banyak berubah. Hanya saja, kesiapan mereka untuk mengajar masih membutuhkan perhatian. “Yang menjadi permasalahan dalam menyikapi kondisi ini adalah banyak guru yang belum siap secara psikologis untuk mulai mengajar karena mereka inipun merupakan korban. Banyak guru yang masih terbebani dengan permasalahan-permasalahan seperti tempat tinggal, ketersediaan kebutuhan sehari-hari yang terbatas, hingga perasaan cemas akibat gempa yang masih terus terjadi. Inilah yang membuat para guru belum mampu fokus serta masih membutuhkan dukungan psikososial yang tepat sebelum terlibat dalam proses belajar mengajar di kelas,” sebut Bernard.

Selain dukungan psikologis bagi para guru, YSTC bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Lombok Utara juga memberikan pembekalan kepada para guru tentang keterampilan mengajar di situasi pasca bencana. Ada pelatihan terkait metode pembelajaran, seperti bagaimana menggunakan 'model bermain'. Pendekatan ini diharapkan bisa mengurangi tingkat stres baik pada anak didik maupun pada diri mereka sendiri. Selanjutnya mereka juga diberikan pembekalan tentang pemanfaatan material lokal dalam kegiatan mengajar yang diharapkan dapat menjadi jawaban atas keterbatasan fasilitas yang mereka alami usai bencana. Hal lain yang diberikan YSTC dalam pelatihan kepada para guru ini adalah tentang pengurangan risiko bencana, kebersihan diri dan lingkungan, serta literasi. Dalam kegiatan pembelajaran, berbagai komponen tersebut disinergikan dengan topik yang tengah diajarkan. Saat ini sejumlah bangunan sekolah darurat sudah dibangun oleh pemerintah. Kegiatan belajar mengajar sudah pindah dari tenda darurat ke bangunan semi permanen. Namun hal ini belum terlaksana sepenuhnya. Bagi sebagian, seperti Idham dan kawan-kawannya di SDN 6 Sesait, mereka masih tetap belajar di tenda-tenda darurat sembari menunggu giliran sekolah mereka dibangun. Bahkan, ada juga yang memanfaatkan teras masjid untuk kegiatan belajarnya. Keadaan memang tidak mudah bagi mereka karena masih dibutuhkan proses untuk benar-benar pulih seperti sedia kala. Namun yang terpenting adalah bagaimana agar mereka tidak kehilangan satu haripun untuk belajar dan mengenyam pendidikan.

Tantangan di bidang pendidikan pada situasi bencana adalah bagaimana memastikan agar anak tetap dapat bersekolah atau mengenyam pendidikan yang berkualitas seperti pada situasi normal. Hanya saja dalam kondisi itu, sebagaimana yang terjadi di Lombok pasca gempa Agustus lalu, banyak bangunan sekolah yang ambruk dan tidak layak untuk ditempati karena bisa mengancam keselamatan. Akhirnya, anak-anak sekolah mesti dipindahkan ke ruang-ruang belajar darurat seperti tenda ataupun di bawah pohon.

dham (9 tahun) masih berada di halaman sekolahnya siang itu meski jam belajar sudah berakhir. Dia bermain di antara bongkahan batu bata yang dulu merupakan bangunan sekolahnya yang roboh karena gempa dahsyat di awal Agustus 2018 lalu. Idham dan teman-temannya kini belajar di

sebuah tenda yang didirikan di dalam halaman sekolahnya. Tenda itu sendiri merupakan dukungan dari Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) mitra Save the Children untuk keberlanjutan pendidikan Idham dan teman-temannya. YSTC merupakan bagian dari gerakan untuk memastikan hak anak atas pendidikan di situasi bencana di Kabupaten Lombok Utara tetap terpenuhi. Tenda-tenda berukuran besar didistribusikan dan

Foto : YTSC

Foto Ki-Ka : Dua siswa di SDN 6 Sesait setelah selesai kegiatan belajar di tenda belajar sementara – Pelatihan Pendidikan di situsi bencana bagi para guru.

I

Foto : Junaedi Uko

MENJAGA ASA BERSEKOLAH

Jika ingin mengetahui tentang program YSTC di Respon Gempa Lombok, silahkan menghubungi Andi Wahyu Widayat di [email protected]

Foto

: Tim

Edu

catio

n ER

Lom

bok

NTB4 NTB 5

digunakan sebagai ruang belajar sementara. Total ada 20 tenda yang dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar. Tenda-tenda ini didirikan di halaman sekolah ataupun di lapangan yang menjadi titik kosentrasi pengungsian yang ditinggali banyak anak-anak. Ketersediaan peralatan belajar para siswa juga menjadi perhatian YSTC. Untuk itu, ada paket Back to School (Kembali ke Sekolah) yang dibagikan. Paket Back to School yang dibagikan itu berupa tas sekolah yang di dalamnya berisikan pulpen, pensil, crayon, buku-buku, dan berbagai barang lainnya yang bisa digunakan mereka untuk belajar baik di sekolah maupun di rumah. Ada juga paket Hygiene (Kebersihan) yang terdiri atas sabun, pasta gigi, sikat gigi, gunting kuku, dan handuk. Sampai saat ini ada sekitar 968 paket yang teelah dibagikan di lima sekolah dasar di Kabupten Lombok Utara.

Kampanye Kembali ke Sekolah Sebelum itu, YSTC bersama pemerintah setempat dan mitra NGO lain yang bergerak di bidang pendidikan bersama-sama mengkampanyekan semangat untuk kembali ke sekolah. Bagi sebagian orangtua, melepas anaknya untuk pergi dari rumah ataupun lokasi tempat mereka mengungsi merupakan hal yang tidak mudah. Ingatan akan gempa yang terjadi beberapa waktu sebelumnya membuat mereka merasa berat untuk mengizinkan anaknya pergi. Terlebih, gempa-gempa susulan juga masih kerap terjadi. Hal ini bisa dipahami, namun tentunya akan merugikan kepentingan anak. Kampanye Kembali ke Sekolah dilakukan secara bersama-sama oleh berbagai pihak terkait. Ada beragam kegiatan yang dilakukan. YSTC sendiri misalnya, memanfaatkan radio lokal untuk menyebarkan semangat pada para orangtua untuk memastikan anak-anak mereka bisa kembali bersekolah. Pada saat yang sama, YSTC bekerja sama dengan pemerintah dan komunitas setempat terus memastikan agar lokasi-lokasi sekolah darurat yang digunakan benar-benar bisa menjamin keselamatan siswa dan guru yang beraktivitas di situ. Keadaan para guru juga menjadi perhatian YSTC dalam respon gempa di Lombok ini. Para guru inilah yang berinteraksi langsung dengan murid. Situasi pasca gema tentunya akan berdampak pada kondisi mengajar mereka. Menurut Bernard Sisalana, Koordinator Pendidikan YSTC di respon Lombok ini, secara umum jumlah guru yang ada usai gempa tidak banyak berubah. Hanya saja, kesiapan mereka untuk mengajar masih membutuhkan perhatian. “Yang menjadi permasalahan dalam menyikapi kondisi ini adalah banyak guru yang belum siap secara psikologis untuk mulai mengajar karena mereka inipun merupakan korban. Banyak guru yang masih terbebani dengan permasalahan-permasalahan seperti tempat tinggal, ketersediaan kebutuhan sehari-hari yang terbatas, hingga perasaan cemas akibat gempa yang masih terus terjadi. Inilah yang membuat para guru belum mampu fokus serta masih membutuhkan dukungan psikososial yang tepat sebelum terlibat dalam proses belajar mengajar di kelas,” sebut Bernard.

Selain dukungan psikologis bagi para guru, YSTC bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Lombok Utara juga memberikan pembekalan kepada para guru tentang keterampilan mengajar di situasi pasca bencana. Ada pelatihan terkait metode pembelajaran, seperti bagaimana menggunakan 'model bermain'. Pendekatan ini diharapkan bisa mengurangi tingkat stres baik pada anak didik maupun pada diri mereka sendiri. Selanjutnya mereka juga diberikan pembekalan tentang pemanfaatan material lokal dalam kegiatan mengajar yang diharapkan dapat menjadi jawaban atas keterbatasan fasilitas yang mereka alami usai bencana. Hal lain yang diberikan YSTC dalam pelatihan kepada para guru ini adalah tentang pengurangan risiko bencana, kebersihan diri dan lingkungan, serta literasi. Dalam kegiatan pembelajaran, berbagai komponen tersebut disinergikan dengan topik yang tengah diajarkan. Saat ini sejumlah bangunan sekolah darurat sudah dibangun oleh pemerintah. Kegiatan belajar mengajar sudah pindah dari tenda darurat ke bangunan semi permanen. Namun hal ini belum terlaksana sepenuhnya. Bagi sebagian, seperti Idham dan kawan-kawannya di SDN 6 Sesait, mereka masih tetap belajar di tenda-tenda darurat sembari menunggu giliran sekolah mereka dibangun. Bahkan, ada juga yang memanfaatkan teras masjid untuk kegiatan belajarnya. Keadaan memang tidak mudah bagi mereka karena masih dibutuhkan proses untuk benar-benar pulih seperti sedia kala. Namun yang terpenting adalah bagaimana agar mereka tidak kehilangan satu haripun untuk belajar dan mengenyam pendidikan.

Tantangan di bidang pendidikan pada situasi bencana adalah bagaimana memastikan agar anak tetap dapat bersekolah atau mengenyam pendidikan yang berkualitas seperti pada situasi normal. Hanya saja dalam kondisi itu, sebagaimana yang terjadi di Lombok pasca gempa Agustus lalu, banyak bangunan sekolah yang ambruk dan tidak layak untuk ditempati karena bisa mengancam keselamatan. Akhirnya, anak-anak sekolah mesti dipindahkan ke ruang-ruang belajar darurat seperti tenda ataupun di bawah pohon.

dham (9 tahun) masih berada di halaman sekolahnya siang itu meski jam belajar sudah berakhir. Dia bermain di antara bongkahan batu bata yang dulu merupakan bangunan sekolahnya yang roboh karena gempa dahsyat di awal Agustus 2018 lalu. Idham dan teman-temannya kini belajar di

sebuah tenda yang didirikan di dalam halaman sekolahnya. Tenda itu sendiri merupakan dukungan dari Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) mitra Save the Children untuk keberlanjutan pendidikan Idham dan teman-temannya. YSTC merupakan bagian dari gerakan untuk memastikan hak anak atas pendidikan di situasi bencana di Kabupaten Lombok Utara tetap terpenuhi. Tenda-tenda berukuran besar didistribusikan dan

Foto : YTSC

Foto Ki-Ka : Dua siswa di SDN 6 Sesait setelah selesai kegiatan belajar di tenda belajar sementara – Pelatihan Pendidikan di situsi bencana bagi para guru.

I

Foto : Junaedi Uko

MENJAGA ASA BERSEKOLAH

Jika ingin mengetahui tentang program YSTC di Respon Gempa Lombok, silahkan menghubungi Andi Wahyu Widayat di [email protected]

Foto

: Tim

Edu

catio

n ER

Lom

bok

N T B6 N T B 7

ertemuan tersebut merupakan bagian dari respon bencana YSTC di Kabupaten Lombok Utara, daerah yang luluh lantak karena serentetan gempa besar beberapa bulan lalu. Di sektor kesehatan, YSTC menitikberatkan dukungannya pada bayi dan balita sebab

mereka merupakan kelompok yang paling rentan dalam situasi seperti ini. Dukungan dilakukan baik melalui Posyandu ataupun langsung ke komunitas. Fokus dukungan yang diberikan adalah bagaimana menyediakan nutrisi dan makanan bagi anak dan bayi serta mendorong pemberian ASI. Penyediaan makanan sehat dan berkualitas bagi anak di rumah memang masih belum menjadi perhatian serius di masyarakat kita secara umum. Saat makan, proporsi nasi yang merupakan sumber karbohidrat jauh lebih banyak dari asupan lain seperti protein nabati, protein hewani, ataupun sayuran. Ini jelas tak berimbang. Sayangnya, proporsi makanan seperti ini juga yang kerap diberikan oleh orangtua pada anaknya yang masih balita. Padahal dalam konsep Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), perbandingan untuk makanan ideal dan sehat itu adalah 'sepertiga', yaitu sepertiga nasi, sepertiga lauk, dan

sepertiga sayuran serta buah. Bagi masyarakat di sini sebenarnya tidak sulit untuk menyediakan itu. Sayuran, buah, dan aneka ragam pilihan lauk banyak tersedia. Dalam situasi pasca bencana seperti ini, ada tantangan tersendiri dalam penyediaan makanan bergizi dan berkualitas bagi anak. Kondisi yang belum pulih membuat sebagian masyarakat masih enggan bergerak dan beraktifitas. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di tenda-tenda darurat atau hunian sementara. Kebutuhan makanan mereka diperoleh dari donasi yang berupa makanan cepat saji dan juga susu formula bagi bayi. Meski tidak dianjurkan, kenyataannya makanan semacam inilah yang banyak mereka berikan ke anak. Kementerian Kesehatan sendiri sesungguhnya sudah mewanti-wanti agar distribusi bantuan makanan bagi anak di area bencana diawasi secara ketat. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 sudah mencantumkan poin bahwa donasi makanan bagi anak bayi dan ibu hamil serta menyusui mesti diawasi oleh Dinas Kesehatan setempat melalui Puskemas. Peraturan ini sepertinya belum tersosialisasi secara baik sehingga di lapangan masih banyak kegiatan distribusi makanan bayi dan susu formula yang dilakukan tanpa melibatkan Puskesmas. Beberapa ibu

menyusui yang ditemui staf YSTC mengaku setelah menerima bantuan susu formula, ia lebih sering menyajikan itu ke anaknya dibanding memberikan ASI. Mereka merasa sayang jika hasil pemberian tersebut tidak digunakan. Pemberian susu formula khususnya di lokasi pengungsian memang sangat tidak dianjurkan. Tidak ada jaminan bahwa air yang digunakan untuk membuat susu itu bersih dan steril. Anak-anak yang mengkonsumsi akan menjadi rentan terhadap serangan penyakit. Selain soal kesehatan, membiasakan anak mengkonsumsi susu formula akan menjadi menjadi beban tersendiri bagi orangtua. Saat ini mereka memang masih menerima bantuan dan donasi dari pihak lain. Namun nanti, ketika bantuan itu berhenti, sementara anaknya sudah terlanjur menyukai susu formula tersebut, tentunya para orantua mesti mengeluarkan dana dari koceknya sendiri untuk membeli. Para orangtua yang memiliki bayi mesti berkomitmen untuk tetap menyusui anaknya meski dalam situasi bencana. Pada pertemuan itu, para ibu mendapat pengetahuan tentang teknik-teknik bagaimana memberi ASI yang baik dan benar, mulai dari memahami proses keluarnya ASI hingga cara menggendong bayi saat tengah memberikan ASI sehingga baik ibu dan bayi akan merasa nyaman. Staf lapangan YSTC bergantian dengan petugas Puskesmas memberikan pemaparan terkait itu dan menjawab keluhan-keluhan yang disampaikan oleh para ibu. Para ibu yang hadir mengaku pertemuan semacam ini adalah pengetahuan yang berharga bagi mereka. “Saya sudah dua kali menyusui anak dan apa yang disampaikan di pertemuan ini belum pernah saya dengar sebelumnya. Di Posyandu pun saya belum pernah diberitahu soal ini,” ujar ibu Parmili sembari menggendong anaknya.Tak hanya bagi ibu yang punya bayi dan balita, informasi yang disampaikan melalui pertemuan ini juga dianggap sangat berharga oleh ibu Ziana. Dia seorang peserta yang saat ini tengah hamil anak pertama. “Alhamdulillah bisa ikut pertemuan ini dan dapat banyak masukan untuk merawat anak nanti. Insya Allah ke depannya akan lebih siap,” tutur Ibu Ziani. Kegiatan seperti ini dilaksanakan di empat desa yang terletak di Kecamatan Bayan dan Kayangan. Sebelumnya, para kader kesehatan dari desa-desa tersebut mendapat pelatihan tentang pemberian makanan pada anak dan bayi dalam situasi bencana. Dari setiap desa, diambil empat dusun sebagai percontohan. Mereka diharapkan bisa menyebarkan pemahaman dan pengetahuan tentang nutrisi kepada keluarga lain di tempatnya tinggal. Usai membahas soal ASI, kegiatan dilanjutkan dengan santap bersama makanan hasil olahan ibu-ibu kader. Menu yang disajikan terdiri dari nasi, sayuran kelor, dan tahu tempe. Seusai pertemuan itu, mereka pulang ke rumahnya masing dengan sekantung sayuran dan lauk yang dapat mereka olah di rumah.

PHampir pukul 9 pagi. Sejumlah ibu berkumpul di sebuah rumah di satu sudut jalan Desa Selengan, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara. Beberapa di antara mereka menggendong anak bayi dan balita. Tak jauh, sekelompok ibu lain yang merupakan kader kesehatan setempat terlihat serius mengolah dan memasak makanan di dapur yang sebagian dindingnya sudah rubuh akibat gempa. Mereka semua terlihat bersemangat. Hari itu, mereka berkumpul untuk berbagi cerita dengan staf Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) dan petugas penyuluh dari Puskesmas tentang bagaimana menyediakan makanan yang sehat bagi anak, termasuk memberikan ASI yang benar bagi bayi. Di tengah situasi keprihatinan pasca gempa beberapa bulan lalu, YSTC terus mendorong adanya pemenuhan hak anak dalam mendapatkan asupan makanan yang aman, sehat, dan berkualitas.

Foto

: Tho

mas

Gus

tafia

n

Jika ingin mengetahui tentang program YSTC di Respon Gempa Lombok, silahkan menghubungi Andi Wahyu Widayat di [email protected]

Foto

: Ju

naed

i Uko

ASUPAN SEHAT DI MASA DARURAT

Foto Kiri : Praktek pengolahan makan pengganti ASI.Foto Kanan : Staf Puskesmas bersama tim YSTC tengah mensosialisasikan tata cara pemberian ASI yang tepat.

Saya sudah dua kali menyusui anak dan apa yang d isampaikan d i pertemuan ini belum pernah saya dengar sebelumnya. Di Posyandu pun saya belum pernah diberitahu soal ini.

Foto

: Ju

naed

i Uko

N T B6 N T B 7

ertemuan tersebut merupakan bagian dari respon bencana YSTC di Kabupaten Lombok Utara, daerah yang luluh lantak karena serentetan gempa besar beberapa bulan lalu. Di sektor kesehatan, YSTC menitikberatkan dukungannya pada bayi dan balita sebab

mereka merupakan kelompok yang paling rentan dalam situasi seperti ini. Dukungan dilakukan baik melalui Posyandu ataupun langsung ke komunitas. Fokus dukungan yang diberikan adalah bagaimana menyediakan nutrisi dan makanan bagi anak dan bayi serta mendorong pemberian ASI. Penyediaan makanan sehat dan berkualitas bagi anak di rumah memang masih belum menjadi perhatian serius di masyarakat kita secara umum. Saat makan, proporsi nasi yang merupakan sumber karbohidrat jauh lebih banyak dari asupan lain seperti protein nabati, protein hewani, ataupun sayuran. Ini jelas tak berimbang. Sayangnya, proporsi makanan seperti ini juga yang kerap diberikan oleh orangtua pada anaknya yang masih balita. Padahal dalam konsep Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), perbandingan untuk makanan ideal dan sehat itu adalah 'sepertiga', yaitu sepertiga nasi, sepertiga lauk, dan

sepertiga sayuran serta buah. Bagi masyarakat di sini sebenarnya tidak sulit untuk menyediakan itu. Sayuran, buah, dan aneka ragam pilihan lauk banyak tersedia. Dalam situasi pasca bencana seperti ini, ada tantangan tersendiri dalam penyediaan makanan bergizi dan berkualitas bagi anak. Kondisi yang belum pulih membuat sebagian masyarakat masih enggan bergerak dan beraktifitas. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di tenda-tenda darurat atau hunian sementara. Kebutuhan makanan mereka diperoleh dari donasi yang berupa makanan cepat saji dan juga susu formula bagi bayi. Meski tidak dianjurkan, kenyataannya makanan semacam inilah yang banyak mereka berikan ke anak. Kementerian Kesehatan sendiri sesungguhnya sudah mewanti-wanti agar distribusi bantuan makanan bagi anak di area bencana diawasi secara ketat. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 sudah mencantumkan poin bahwa donasi makanan bagi anak bayi dan ibu hamil serta menyusui mesti diawasi oleh Dinas Kesehatan setempat melalui Puskemas. Peraturan ini sepertinya belum tersosialisasi secara baik sehingga di lapangan masih banyak kegiatan distribusi makanan bayi dan susu formula yang dilakukan tanpa melibatkan Puskesmas. Beberapa ibu

menyusui yang ditemui staf YSTC mengaku setelah menerima bantuan susu formula, ia lebih sering menyajikan itu ke anaknya dibanding memberikan ASI. Mereka merasa sayang jika hasil pemberian tersebut tidak digunakan. Pemberian susu formula khususnya di lokasi pengungsian memang sangat tidak dianjurkan. Tidak ada jaminan bahwa air yang digunakan untuk membuat susu itu bersih dan steril. Anak-anak yang mengkonsumsi akan menjadi rentan terhadap serangan penyakit. Selain soal kesehatan, membiasakan anak mengkonsumsi susu formula akan menjadi menjadi beban tersendiri bagi orangtua. Saat ini mereka memang masih menerima bantuan dan donasi dari pihak lain. Namun nanti, ketika bantuan itu berhenti, sementara anaknya sudah terlanjur menyukai susu formula tersebut, tentunya para orantua mesti mengeluarkan dana dari koceknya sendiri untuk membeli. Para orangtua yang memiliki bayi mesti berkomitmen untuk tetap menyusui anaknya meski dalam situasi bencana. Pada pertemuan itu, para ibu mendapat pengetahuan tentang teknik-teknik bagaimana memberi ASI yang baik dan benar, mulai dari memahami proses keluarnya ASI hingga cara menggendong bayi saat tengah memberikan ASI sehingga baik ibu dan bayi akan merasa nyaman. Staf lapangan YSTC bergantian dengan petugas Puskesmas memberikan pemaparan terkait itu dan menjawab keluhan-keluhan yang disampaikan oleh para ibu. Para ibu yang hadir mengaku pertemuan semacam ini adalah pengetahuan yang berharga bagi mereka. “Saya sudah dua kali menyusui anak dan apa yang disampaikan di pertemuan ini belum pernah saya dengar sebelumnya. Di Posyandu pun saya belum pernah diberitahu soal ini,” ujar ibu Parmili sembari menggendong anaknya.Tak hanya bagi ibu yang punya bayi dan balita, informasi yang disampaikan melalui pertemuan ini juga dianggap sangat berharga oleh ibu Ziana. Dia seorang peserta yang saat ini tengah hamil anak pertama. “Alhamdulillah bisa ikut pertemuan ini dan dapat banyak masukan untuk merawat anak nanti. Insya Allah ke depannya akan lebih siap,” tutur Ibu Ziani. Kegiatan seperti ini dilaksanakan di empat desa yang terletak di Kecamatan Bayan dan Kayangan. Sebelumnya, para kader kesehatan dari desa-desa tersebut mendapat pelatihan tentang pemberian makanan pada anak dan bayi dalam situasi bencana. Dari setiap desa, diambil empat dusun sebagai percontohan. Mereka diharapkan bisa menyebarkan pemahaman dan pengetahuan tentang nutrisi kepada keluarga lain di tempatnya tinggal. Usai membahas soal ASI, kegiatan dilanjutkan dengan santap bersama makanan hasil olahan ibu-ibu kader. Menu yang disajikan terdiri dari nasi, sayuran kelor, dan tahu tempe. Seusai pertemuan itu, mereka pulang ke rumahnya masing dengan sekantung sayuran dan lauk yang dapat mereka olah di rumah.

PHampir pukul 9 pagi. Sejumlah ibu berkumpul di sebuah rumah di satu sudut jalan Desa Selengan, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara. Beberapa di antara mereka menggendong anak bayi dan balita. Tak jauh, sekelompok ibu lain yang merupakan kader kesehatan setempat terlihat serius mengolah dan memasak makanan di dapur yang sebagian dindingnya sudah rubuh akibat gempa. Mereka semua terlihat bersemangat. Hari itu, mereka berkumpul untuk berbagi cerita dengan staf Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) dan petugas penyuluh dari Puskesmas tentang bagaimana menyediakan makanan yang sehat bagi anak, termasuk memberikan ASI yang benar bagi bayi. Di tengah situasi keprihatinan pasca gempa beberapa bulan lalu, YSTC terus mendorong adanya pemenuhan hak anak dalam mendapatkan asupan makanan yang aman, sehat, dan berkualitas.

Foto

: Tho

mas

Gus

tafia

n

Jika ingin mengetahui tentang program YSTC di Respon Gempa Lombok, silahkan menghubungi Andi Wahyu Widayat di [email protected]

Foto

: Ju

naed

i Uko

ASUPAN SEHAT DI MASA DARURAT

Foto Kiri : Praktek pengolahan makan pengganti ASI.Foto Kanan : Staf Puskesmas bersama tim YSTC tengah mensosialisasikan tata cara pemberian ASI yang tepat.

Saya sudah dua kali menyusui anak dan apa yang d isampaikan d i pertemuan ini belum pernah saya dengar sebelumnya. Di Posyandu pun saya belum pernah diberitahu soal ini.

Foto

: Ju

naed

i Uko

S U M B A8 S U M B A 9

ntara tahun 2014 dan 2016 silam, tujuh orang siswa sekolah dasar di Sumba Barat dilaporkan meninggal karena malaria dan diare. Ini hal yang menyesakkan kita karena sejatinya kedua penyakit ini bisa diatasi asal penderitanya segera mendapat penanganan kesehatan yang cepat. Namun, masalah akses

membuat kondisi anak-anak tersebut lambat teridentifikasi sehingga berujung pada kematian. Sekolah bisa sebenarnya bisa mendeteksi kondisi kesehatan siswanya melalui ketidakhadiran mereka. Hanya saja memang, selama ini mekanisme absensi di kelas belum digunakan untuk mendeteksi alasan ketidakhadiran siswa. Siswa yang sakit atau orangtuanya biasa mengirimkan surat atau menitipkan informasi melalui teman sekolah atau keluarganya kepada pihak sekolah tanpa menyertakan alasan ketidakhadiran. Di Sumba Barat sendiri sebenarnya sudah ada kebijakan di beberapa sekolah bahwa guru akan mengecek siswa yang tidak hadir lebih dari dua hari. Namun mekanisme ini masih terkendala

Seorang guru dari SD Negeri Pogu Katoda menyambut dengan gembira keberadaan program ini. Menurutnya, dengan teknologi ini informasi dari sekolah bisa langsung sampai pada orangtua dan respon dari orangtua bisa langsung mereka dapat dalam waktu yang hampir bersamaan. Mereka bisa mengkomunikasikan ketidakhadiran siswanya dengan orangtua secara langsung. Dengan begitu, anak-anak akan berpikir panjang jika ingin bolos sekolah. Pada awalnya, WALIKU dihadirkan sebagai respon atas sering terlambatnya penanganan kesehatan pada siswa sekolah yang sakit hingga kemudian berakibat fatal. Namun dalam perjalananya, ternyata ada potensi untuk mengembangkan program WALIKU sehingga tidak hanya ditujukan untuk memberikan dukungan medis bagi siswa yang sakit. Saat ini, WALIKU juga bisa dimanfaatkan untuk mengidentifikasi sebab-sebab ketidakhadiran siswa selain sakit dan kemudian mengambil tindakan atas itu. Dari data-data yang bisa dikumpulkan melalui program WALIKU ini, nantinya bisa dipetakan isu atau permasalahan yang menjadi sebab siswa tidak hadir di sekolah dalam rentang waktu tertentu. Entah itu karena kegiatan adat atau ada isu sosial lainnya. Kesemuanya ini nantinya dapat menjadi bahan dan masukan berharga bagi pembuat kebijakan, baik pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan setempat. Jika persoalan ketidakhadiran ini sudah terpetakan, diharapkan solusi untuk hal tersebut akan mudah dicari. Kesemuanya ini nantinya diharapkan akan bermuara pada meningkatnya angka partisipasi siswa sekolah dasar di Kabupaten Sumba Barat.

dengan waktu dan jarak, terlebih untuk sekolah-sekolah yang berada di wilayah terpencil. Kemudian, jikapun guru sudah mengetahui alasan di balik ketidakhadiran siswanya, belum ada satu mekanisme tindak lanjut untuk itu. Jika dia sakit, misalnya, apa yang mesti di lakukan? Padahal, mekanisme tindak lanjut inilah yang dibutuhkan, baik untuk penanganan secara cepat terhadap si anak, jika memang dia sakit, dan juga secara jangka panjang untuk mengidentifikasi d a n m e n e k a n p e n y e b a b -penyebab ketidakhadiran siswa di sekolah. Tahun 2018 in i Yayasan Sayangi Tunas Cilik mitra Save t h e C h i l d r e n m u l a i mengimplementasikan sebuah program yang bertujuan untuk menyediakan kebutuhan informasi yang lengkap tentang ketidakhadiran siswa sekolah dasar di Kabupaten Sumba Barat. Nama program yang berbasis teknologi informasi ini adalah WALIKU. Tidak hanya sekedar menyediakan informasi, peran WALIKU adalah menjembatani komunikasi antara pihak sekolah, orangtua, dan instiusi lain yang terkait dengan alasan ketidakhadiran anak seperti misalnya fasilitas kesehatan setempat. Dalam pelaksanaannya, WALIKU menjadi sistem yang dioperasikan oleh pihak sekolah untuk mendata kehadiran siswa setiap hari seperti yang dilakukan selama ini. Tidak berhenti di situ, dia juga mengumpulkan informasi tentang alasan kenapa siswa tidak hadir. Lebih lanjut lagi, jika informasi yang diperoleh menyatakan bahwa siswa tersebut mesti alpa karena sakit, pihak sekolah bisa mencari tahu lebih lanjut sakit apa yang sedang dialami siswa dan tindakan apa yang mesti dilakukan. Jika itu adalah gejala penyakit serius, maka pihak sekolah melalui sistem ini akan menghubungkan anak dengan tenaga kesehatan untuk segera diambil tindakan. Untuk membantu mengidentifikasi gejala dari suatu penyakit, WALIKU memberikan pembekalan tentang berbagai penyakit dan gejalanya pada para guru. Dengan begitu, diharapkan kasus-kasus kematian pada siswa karena terlambat ditangani sebagaimana yang pernah terjadi, bisa dihindari. Para guru kelas di sekolah-sekolah tersebut mendapatkan pembekalan tentang penggunaan piranti lunak ini serta bagaimana menyediakan data yang dibutuhkan. Data dan informasi tentang absensi siswa kemudian dikumpulkan di dalam database komputer yang ada di tiap sekolah tersebut. Program WALIKU ini diterima baik oleh para guru. Mereka dengan relatif cepat mampu menggunakan sistem berbasis teknologi smartphone ini. Menurut Bagus Wicaksono, Koordinator Program WALIKU, tidak ada masalah ketika piranti ini diperkenalkan kepada para guru di sekolah.“Pekan kedua setelah kita melaksanakan pelatihan, dari pemantauan kami, mereka sudah mampu menyediakan data-data yang dibutuhkan melalui alat yang ada. Kami cukup terkejut sebenarnya sebab mereka bisa menggunakan ini lebih cepat dari yang kami bayangkan,” tutur Bagus.

Dengan program ini, para guru dan orang tua bisa mengkomunkasikan keadaan anak didik dan meningkatkan tingkat partisipasi mereka di sekolah.

Foto

: Tim

WA

LIK

U

AKealpaan dalam kegiatan belajar di sekolah merupakan salah satu penghambat pendidikan anak. Siswa yang kerap absen dari sekolah cenderung akan buruk dalam hal capaian belajar. Faktor kesehatan siswa menjadi isu penting di sini, sebab salah satu alasan dominan dari ketidakhadiran siswa di sekolah adalah karena sakit. Dan di wilayah-wilayah terpencil, persoalan kesehatan pada siswa bisa berakibat fatal jika tidak tertangani.

Para Guru usai menjalani pelatihan program WALIKU. Ada 5 sekolah dasar di Sumba Barat yang mengaplikasikan program ini.

WALIKU

Untuk mengetahui lebih jauh tentang program

WALIKU-SPONSORSHIP d i Sumba s i lahkan

m e n g h u b u n g i B a g u s W i c a k s o n o d i

[email protected]

Foto : Tim WALIKU

Upaya Mendorong Partisipasi Melalui Teknologi

S U M B A8 S U M B A 9

ntara tahun 2014 dan 2016 silam, tujuh orang siswa sekolah dasar di Sumba Barat dilaporkan meninggal karena malaria dan diare. Ini hal yang menyesakkan kita karena sejatinya kedua penyakit ini bisa diatasi asal penderitanya segera mendapat penanganan kesehatan yang cepat. Namun, masalah akses

membuat kondisi anak-anak tersebut lambat teridentifikasi sehingga berujung pada kematian. Sekolah bisa sebenarnya bisa mendeteksi kondisi kesehatan siswanya melalui ketidakhadiran mereka. Hanya saja memang, selama ini mekanisme absensi di kelas belum digunakan untuk mendeteksi alasan ketidakhadiran siswa. Siswa yang sakit atau orangtuanya biasa mengirimkan surat atau menitipkan informasi melalui teman sekolah atau keluarganya kepada pihak sekolah tanpa menyertakan alasan ketidakhadiran. Di Sumba Barat sendiri sebenarnya sudah ada kebijakan di beberapa sekolah bahwa guru akan mengecek siswa yang tidak hadir lebih dari dua hari. Namun mekanisme ini masih terkendala

Seorang guru dari SD Negeri Pogu Katoda menyambut dengan gembira keberadaan program ini. Menurutnya, dengan teknologi ini informasi dari sekolah bisa langsung sampai pada orangtua dan respon dari orangtua bisa langsung mereka dapat dalam waktu yang hampir bersamaan. Mereka bisa mengkomunikasikan ketidakhadiran siswanya dengan orangtua secara langsung. Dengan begitu, anak-anak akan berpikir panjang jika ingin bolos sekolah. Pada awalnya, WALIKU dihadirkan sebagai respon atas sering terlambatnya penanganan kesehatan pada siswa sekolah yang sakit hingga kemudian berakibat fatal. Namun dalam perjalananya, ternyata ada potensi untuk mengembangkan program WALIKU sehingga tidak hanya ditujukan untuk memberikan dukungan medis bagi siswa yang sakit. Saat ini, WALIKU juga bisa dimanfaatkan untuk mengidentifikasi sebab-sebab ketidakhadiran siswa selain sakit dan kemudian mengambil tindakan atas itu. Dari data-data yang bisa dikumpulkan melalui program WALIKU ini, nantinya bisa dipetakan isu atau permasalahan yang menjadi sebab siswa tidak hadir di sekolah dalam rentang waktu tertentu. Entah itu karena kegiatan adat atau ada isu sosial lainnya. Kesemuanya ini nantinya dapat menjadi bahan dan masukan berharga bagi pembuat kebijakan, baik pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan setempat. Jika persoalan ketidakhadiran ini sudah terpetakan, diharapkan solusi untuk hal tersebut akan mudah dicari. Kesemuanya ini nantinya diharapkan akan bermuara pada meningkatnya angka partisipasi siswa sekolah dasar di Kabupaten Sumba Barat.

dengan waktu dan jarak, terlebih untuk sekolah-sekolah yang berada di wilayah terpencil. Kemudian, jikapun guru sudah mengetahui alasan di balik ketidakhadiran siswanya, belum ada satu mekanisme tindak lanjut untuk itu. Jika dia sakit, misalnya, apa yang mesti di lakukan? Padahal, mekanisme tindak lanjut inilah yang dibutuhkan, baik untuk penanganan secara cepat terhadap si anak, jika memang dia sakit, dan juga secara jangka panjang untuk mengidentifikasi d a n m e n e k a n p e n y e b a b -penyebab ketidakhadiran siswa di sekolah. Tahun 2018 in i Yayasan Sayangi Tunas Cilik mitra Save t h e C h i l d r e n m u l a i mengimplementasikan sebuah program yang bertujuan untuk menyediakan kebutuhan informasi yang lengkap tentang ketidakhadiran siswa sekolah dasar di Kabupaten Sumba Barat. Nama program yang berbasis teknologi informasi ini adalah WALIKU. Tidak hanya sekedar menyediakan informasi, peran WALIKU adalah menjembatani komunikasi antara pihak sekolah, orangtua, dan instiusi lain yang terkait dengan alasan ketidakhadiran anak seperti misalnya fasilitas kesehatan setempat. Dalam pelaksanaannya, WALIKU menjadi sistem yang dioperasikan oleh pihak sekolah untuk mendata kehadiran siswa setiap hari seperti yang dilakukan selama ini. Tidak berhenti di situ, dia juga mengumpulkan informasi tentang alasan kenapa siswa tidak hadir. Lebih lanjut lagi, jika informasi yang diperoleh menyatakan bahwa siswa tersebut mesti alpa karena sakit, pihak sekolah bisa mencari tahu lebih lanjut sakit apa yang sedang dialami siswa dan tindakan apa yang mesti dilakukan. Jika itu adalah gejala penyakit serius, maka pihak sekolah melalui sistem ini akan menghubungkan anak dengan tenaga kesehatan untuk segera diambil tindakan. Untuk membantu mengidentifikasi gejala dari suatu penyakit, WALIKU memberikan pembekalan tentang berbagai penyakit dan gejalanya pada para guru. Dengan begitu, diharapkan kasus-kasus kematian pada siswa karena terlambat ditangani sebagaimana yang pernah terjadi, bisa dihindari. Para guru kelas di sekolah-sekolah tersebut mendapatkan pembekalan tentang penggunaan piranti lunak ini serta bagaimana menyediakan data yang dibutuhkan. Data dan informasi tentang absensi siswa kemudian dikumpulkan di dalam database komputer yang ada di tiap sekolah tersebut. Program WALIKU ini diterima baik oleh para guru. Mereka dengan relatif cepat mampu menggunakan sistem berbasis teknologi smartphone ini. Menurut Bagus Wicaksono, Koordinator Program WALIKU, tidak ada masalah ketika piranti ini diperkenalkan kepada para guru di sekolah.“Pekan kedua setelah kita melaksanakan pelatihan, dari pemantauan kami, mereka sudah mampu menyediakan data-data yang dibutuhkan melalui alat yang ada. Kami cukup terkejut sebenarnya sebab mereka bisa menggunakan ini lebih cepat dari yang kami bayangkan,” tutur Bagus.

Dengan program ini, para guru dan orang tua bisa mengkomunkasikan keadaan anak didik dan meningkatkan tingkat partisipasi mereka di sekolah.

Foto

: Tim

WA

LIK

U

AKealpaan dalam kegiatan belajar di sekolah merupakan salah satu penghambat pendidikan anak. Siswa yang kerap absen dari sekolah cenderung akan buruk dalam hal capaian belajar. Faktor kesehatan siswa menjadi isu penting di sini, sebab salah satu alasan dominan dari ketidakhadiran siswa di sekolah adalah karena sakit. Dan di wilayah-wilayah terpencil, persoalan kesehatan pada siswa bisa berakibat fatal jika tidak tertangani.

Para Guru usai menjalani pelatihan program WALIKU. Ada 5 sekolah dasar di Sumba Barat yang mengaplikasikan program ini.

WALIKU

Untuk mengetahui lebih jauh tentang program

WALIKU-SPONSORSHIP d i Sumba s i lahkan

m e n g h u b u n g i B a g u s W i c a k s o n o d i

[email protected]

Foto : Tim WALIKU

Upaya Mendorong Partisipasi Melalui Teknologi

KUPANG10 KUPANG 11

yang didanai oleh IKEA Foundation ini akan menyusun, bersama guru dan murid, kode etik dan tata perilaku kelas. Di tingkat komunitas, serangkaian kampanye penghentian kekerasan terhadap anak akan digiatkan di tengah masyarakat. Selain itu akan diupayakan pula hadirnya sebuah sistem dan mekanisme pelaporan jika terjadi tindak kekerasan terhadap anak baik itu di sekolah maupun di masyarakat. Di level desa, program ini akan mendorong hadirnya kebijakan dan penganggaran yang mendukung kegiatan literasi dan berpihak pada upaya penghentian kekerasan terhadap anak. Untuk memperkuat implementasinya nanti, YSTC melalui program School for Change menjalin kemitraan dengan Universitas Cendana (Undana), Kampus terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Nantinya Undana akan terlibat dalam hal-hal yang berkaitan dengan riset dan pengkajian yang temuannya bisa dipertanggungjawabkan secara akademis. Kemitraan ini juga membuka ruang bagi Undana dan YSTC untuk saling mendukung dan mengisi dalam kegiatan masing-masing. YSTC dapat mengambil kesempatan untuk memperkenalkan ni la i -n i la i keberpihakan terhadap anak, seperti pendidikan tanpa kekerasan atau positif disiplin bagi para calon guru yang tengah menempuh pendidikan di kampus tersebut. Lebih jauh, kemitraan kedua lembaga ini membawa misi penting untuk menghadirkan forum l iterasi dan forum perlindungan anak di wilayah ini. Forum tersebut nantinya akan bergerak bersama dalam mengupayakan hadirnya berbagai kebijakan yang berpihak pada anak khususnya dalam hal perlindungan dan pendidikan.

sekolah. Data ini cukup menyesakkan mengingat sekolah dan rumah semestinya menjadi ruang perlindungan bagi anak. Rumah dan sekolah idealnya adalah tempat di mana anak-anak bisa merasa nyaman dan aman. Selain soal kekerasan, kemampuan akademik siswa juga akan menjadi fokus program School for Change, khususnya yang berhubungan dengan keterampilan literasi di kelas-kelas awal. Keterampilan literasi adalah modal penting bagi anak untuk bisa belajar dan memahami pengetahuan lain. Kemampuan literasi yang baik menjadi pondasi bagi anak untuk bisa belajar secara maksimal. Kita di Indonesia memang tengah menggiatkan pendidikan literasi. Agak menyedihkan mengetahui bahwa minat baca kita tergolong sangat rendah jika dibanding negara-negara lain di dunia, bahkan yang terendah di Asia Tenggara. Temuan ini disampaikan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016 melalui 'Most Literate Nations in The World’. Fenomena ini bisa jadi karena memang budaya membaca yang belum dikuatkan dari awal. Untuk di Kabupaten Kupang sendiri, pengukuran kemampuan literasi yang dilakukan oleh Save the Children di beberapa sekolah dasar menunjukkan jika 25% siswa kelas II tidak bisa membaca kata yang sering muncul dalam sebuah bacaan. Data lain menunjukkan bahwa 61% siswa tidak bisa menjawab pertanyaan terkait bacaaan yang baru saja mereka baca. Temuan ini menunjukkan betapa perlunya kita memberi perhatian pada keterampilan dasar ini, sebab dia dapat menentukan masa depan anak.

Implementasi dan Kemitraan Ada banyak hal yang akan dilakukan oleh program School for Change ini nantinya. Terkait literasi misalnya, akan dilakukan peningkatan kapasitas guru dan sekolah tentang kemampuan literasi. Program ini juga akan melakukan kegiatan-kegiatan terkait literasi baik di sekolah, rumah, maupun komunitas. Sementara, terkait upaya menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak, program

Jika ingin mengetahui lebih jauh tentang Program School for

Change di Kabupaten Kupang, silahkan menghubungi Benny Giri,

Program Manager di [email protected]

hadir sebagai perwakilan Kabupaten Kupang dalam acara peluncuran program ini. Saat memberi sambutan, Marthinus menekankan pentingnya pendidikan tanpa kekerasan. Atas nama Bupati Kabupaten Kupang, ia menegaskan dukungan pemerintah pada implementasi program ini. Ia juga meminta sekolah dan para kepala desa untuk turut berpartisipasi aktif dalam semangat mengurangi kekerasan baik di rumah maupun di sekolah, sebab menurutnya, "karakter bangsa ini harus dibentuk oleh kasih sayang".

Literasi Perilaku kekerasan terhadap anak memang patut menjadi perhatian kita. Angka kekerasan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) cukup tinggi. Tahun 2016 lalu, YSTC melalui program Family First menemukan bahwa mayoritas kekerasan tersebut terjadi di rumah dan

rogram School for Change dijalankan di 56 sekolah dasar di 7 kecamatan yaitu Kupang Barat, Nekamese, Kupang Tengah, Kupang Timur, Amabi Oefeto, Amarasi, dan Fatulehu. Menurut Tasman Silverius Muda, Senior Eastern Area Manager dari YSTC,

ada empat hal pokok yang hendak dicapai melalui program ini. Pertama, menciptakan sekolah hingga menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar. Kedua, memperkuat sistem perlindungan anak untuk mencegah dan merespon kekerasan pada anak. Ketiga, meningkatkan praktik untuk mendukung kemampuan literasi anak. Sedangkan yang keempat, memperkuat perlindungan anak dan literasi pada level kebijakan pemerintahan. Staf Ahl i Bupati Kabupaten Kupang Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik, Marthinus Tausbele

P

Pertengahan tahun ini, Yayasan Sayangi Tunas Cilik mitra Save the Children bersama Pemerintah Kabupaten Kupang berkomitmen untuk memperkuat komitmen keberpihakan pada anak dengan meluncurkan program 'School for Change'. Program ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi anak-anak ketika mereka berada di sekolah dan di rumah sekaligus meningkatkan kemampuan literasi mereka.

LAUNCHING PROGRAM SCHOOL FOR CHANGE

Foto (Ki-Ka) : YSTC Senior Eastern Area Manager memaparkan rencana program School for Change. Nantinya, ada 54 SD di Kabupaten Kupang yang menjadi dampingan – Suasana acara peluncuran Program School for Change – Kemitraan antara Yayasan Sayangi Tunas Cilik dan Universitas Cendana. Bersama membangun pendidikan yang melindungi kepentingan anak di NTT.

Foto

: J

unae

di U

ko

Foto : Junaedi Uko

KUPANG10 KUPANG 11

yang didanai oleh IKEA Foundation ini akan menyusun, bersama guru dan murid, kode etik dan tata perilaku kelas. Di tingkat komunitas, serangkaian kampanye penghentian kekerasan terhadap anak akan digiatkan di tengah masyarakat. Selain itu akan diupayakan pula hadirnya sebuah sistem dan mekanisme pelaporan jika terjadi tindak kekerasan terhadap anak baik itu di sekolah maupun di masyarakat. Di level desa, program ini akan mendorong hadirnya kebijakan dan penganggaran yang mendukung kegiatan literasi dan berpihak pada upaya penghentian kekerasan terhadap anak. Untuk memperkuat implementasinya nanti, YSTC melalui program School for Change menjalin kemitraan dengan Universitas Cendana (Undana), Kampus terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Nantinya Undana akan terlibat dalam hal-hal yang berkaitan dengan riset dan pengkajian yang temuannya bisa dipertanggungjawabkan secara akademis. Kemitraan ini juga membuka ruang bagi Undana dan YSTC untuk saling mendukung dan mengisi dalam kegiatan masing-masing. YSTC dapat mengambil kesempatan untuk memperkenalkan ni la i -n i la i keberpihakan terhadap anak, seperti pendidikan tanpa kekerasan atau positif disiplin bagi para calon guru yang tengah menempuh pendidikan di kampus tersebut. Lebih jauh, kemitraan kedua lembaga ini membawa misi penting untuk menghadirkan forum l iterasi dan forum perlindungan anak di wilayah ini. Forum tersebut nantinya akan bergerak bersama dalam mengupayakan hadirnya berbagai kebijakan yang berpihak pada anak khususnya dalam hal perlindungan dan pendidikan.

sekolah. Data ini cukup menyesakkan mengingat sekolah dan rumah semestinya menjadi ruang perlindungan bagi anak. Rumah dan sekolah idealnya adalah tempat di mana anak-anak bisa merasa nyaman dan aman. Selain soal kekerasan, kemampuan akademik siswa juga akan menjadi fokus program School for Change, khususnya yang berhubungan dengan keterampilan literasi di kelas-kelas awal. Keterampilan literasi adalah modal penting bagi anak untuk bisa belajar dan memahami pengetahuan lain. Kemampuan literasi yang baik menjadi pondasi bagi anak untuk bisa belajar secara maksimal. Kita di Indonesia memang tengah menggiatkan pendidikan literasi. Agak menyedihkan mengetahui bahwa minat baca kita tergolong sangat rendah jika dibanding negara-negara lain di dunia, bahkan yang terendah di Asia Tenggara. Temuan ini disampaikan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016 melalui 'Most Literate Nations in The World’. Fenomena ini bisa jadi karena memang budaya membaca yang belum dikuatkan dari awal. Untuk di Kabupaten Kupang sendiri, pengukuran kemampuan literasi yang dilakukan oleh Save the Children di beberapa sekolah dasar menunjukkan jika 25% siswa kelas II tidak bisa membaca kata yang sering muncul dalam sebuah bacaan. Data lain menunjukkan bahwa 61% siswa tidak bisa menjawab pertanyaan terkait bacaaan yang baru saja mereka baca. Temuan ini menunjukkan betapa perlunya kita memberi perhatian pada keterampilan dasar ini, sebab dia dapat menentukan masa depan anak.

Implementasi dan Kemitraan Ada banyak hal yang akan dilakukan oleh program School for Change ini nantinya. Terkait literasi misalnya, akan dilakukan peningkatan kapasitas guru dan sekolah tentang kemampuan literasi. Program ini juga akan melakukan kegiatan-kegiatan terkait literasi baik di sekolah, rumah, maupun komunitas. Sementara, terkait upaya menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak, program

Jika ingin mengetahui lebih jauh tentang Program School for

Change di Kabupaten Kupang, silahkan menghubungi Benny Giri,

Program Manager di [email protected]

hadir sebagai perwakilan Kabupaten Kupang dalam acara peluncuran program ini. Saat memberi sambutan, Marthinus menekankan pentingnya pendidikan tanpa kekerasan. Atas nama Bupati Kabupaten Kupang, ia menegaskan dukungan pemerintah pada implementasi program ini. Ia juga meminta sekolah dan para kepala desa untuk turut berpartisipasi aktif dalam semangat mengurangi kekerasan baik di rumah maupun di sekolah, sebab menurutnya, "karakter bangsa ini harus dibentuk oleh kasih sayang".

Literasi Perilaku kekerasan terhadap anak memang patut menjadi perhatian kita. Angka kekerasan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) cukup tinggi. Tahun 2016 lalu, YSTC melalui program Family First menemukan bahwa mayoritas kekerasan tersebut terjadi di rumah dan

rogram School for Change dijalankan di 56 sekolah dasar di 7 kecamatan yaitu Kupang Barat, Nekamese, Kupang Tengah, Kupang Timur, Amabi Oefeto, Amarasi, dan Fatulehu. Menurut Tasman Silverius Muda, Senior Eastern Area Manager dari YSTC,

ada empat hal pokok yang hendak dicapai melalui program ini. Pertama, menciptakan sekolah hingga menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar. Kedua, memperkuat sistem perlindungan anak untuk mencegah dan merespon kekerasan pada anak. Ketiga, meningkatkan praktik untuk mendukung kemampuan literasi anak. Sedangkan yang keempat, memperkuat perlindungan anak dan literasi pada level kebijakan pemerintahan. Staf Ahl i Bupati Kabupaten Kupang Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik, Marthinus Tausbele

P

Pertengahan tahun ini, Yayasan Sayangi Tunas Cilik mitra Save the Children bersama Pemerintah Kabupaten Kupang berkomitmen untuk memperkuat komitmen keberpihakan pada anak dengan meluncurkan program 'School for Change'. Program ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi anak-anak ketika mereka berada di sekolah dan di rumah sekaligus meningkatkan kemampuan literasi mereka.

LAUNCHING PROGRAM SCHOOL FOR CHANGE

Foto (Ki-Ka) : YSTC Senior Eastern Area Manager memaparkan rencana program School for Change. Nantinya, ada 54 SD di Kabupaten Kupang yang menjadi dampingan – Suasana acara peluncuran Program School for Change – Kemitraan antara Yayasan Sayangi Tunas Cilik dan Universitas Cendana. Bersama membangun pendidikan yang melindungi kepentingan anak di NTT.

Foto

: J

unae

di U

ko

Foto : Junaedi Uko

13 pos baca yang saat ini tengah berjalan di kedua kecamatan tersebut. Pada festival ini, para relawannya berlomba dalam melakukan penyuluhan literasi dan membaca interaktif. Festival Membaca yang berlangsung seharian penuh ini berlangsung dengan meriah. Sore hari, semua lomba berakhir dan pengumuman pemenang pun dilakukan. SDK Noelmina yang juga merupakan tuan rumah dinyatakan sebagai juara umum setelah berhasil mengumpulkan poin terbanyak. Tentunya, menjadi juara bukan hal paling pokok dari kegiatan Festival Membaca ini. Sebab, yang hendak dicapai adalah bagaimana kita bisa mulai menanamkan kecintaan pada membaca buku, khususnya bagi adik-adik kita yang baru mulai belajar mengeja. Sekolah, serta lingkungan masyarakat punya peran penting untuk itu. Sekolah memberkuat keterampilan literasi mereka sehingga mereka bisa membaca dengan baik. Sedangkan masyarakat memberi dukungan agar anak-anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya di luar sekolah. Festival ini adalah sebuah ajakan untuk itu.

rogram MEMBACA 2 adalah program pendidikan yang berfokus pada percepatan kemampuan keaksaraan bagi anak-anak kelas awal di Kabupaten Kupang. Program ini tengah dijalankan di dua kecamatan yaitu Takari dan Fatulehu Tengah, dengan menyasar 13 sekolah

dasar yang ada di sana. Salah satu yang menjadi bagian penting yang ingin dicapai oleh program ini adalah menanamkan kesadaran bagi masyarakat tentang pentingnya membaca. Momentum bulan bahasa dan sastra di bulan Oktober ini dimanfaatkan untuk tujuan tersebut dengan mengadakan festival literasi. Dalam festival ini, digelar berbagai perlombaan literasi bagi anak-anak sekolah dasar. Ada 272 peserta yang berpartisipasi dalam beragam kegiatan yang dilombakan. Mereka berasal dari 22 sekolah di dua kecamatan yang menjadi lokasi pelaksanaan program MEMBACA 2. 13 diatantara sekolah itu merupakan dampingan dari program MEMBACA sendiri, sementara 9 lainnya adalah sekolah non-dampingan. Dalam festival tersebut terdapat beberapa jenis kegiatan yang dilombakan, seperti kelancaran membaca, lomba mengeja antar siswa, lomba pemahaman bacaan, dan lomba membuat media pembelajaran dari bahan lokal yang diikuti oleh para guru kelas awal. Selain dari sekolah, lomba ini juga diikuti oleh para relawan pos baca yang diinisiasi oleh program MEMBACA 2 dan masyarakat. Ada

P

Bulan Oktober adalah bulan bahasa dan sastra nasional. Di Kabupaten Kupang, program MEMBACA 2 yang diimplementasikan oleh Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) turut ambil bagian memeriahkan bulan ini dengan menggelar acara Festival Membaca bagi anak-anak. Selain untuk merayakan bulan bahasa dan sastra nasional itu, kegiatan ini bermaksud mengkampanyekan semangat membaca bagi masyarakat, guru, anak-anak, serta pemerintah.

Jika ingin mengetahui lebih jauh tentang Program MEMBACA di Kabupaten Kupang, silahkan menghubungi Agus Suleman, Program Koordinator, di [email protected]

KEMERIAHAN FESTIVAL MEMBACA DI KABUPATEN KUPANG

K U PA N G 13K U PA N G12

Foto

: T

im M

EMB

AC

A

Foto-foto : Tim MEMBACA

13 pos baca yang saat ini tengah berjalan di kedua kecamatan tersebut. Pada festival ini, para relawannya berlomba dalam melakukan penyuluhan literasi dan membaca interaktif. Festival Membaca yang berlangsung seharian penuh ini berlangsung dengan meriah. Sore hari, semua lomba berakhir dan pengumuman pemenang pun dilakukan. SDK Noelmina yang juga merupakan tuan rumah dinyatakan sebagai juara umum setelah berhasil mengumpulkan poin terbanyak. Tentunya, menjadi juara bukan hal paling pokok dari kegiatan Festival Membaca ini. Sebab, yang hendak dicapai adalah bagaimana kita bisa mulai menanamkan kecintaan pada membaca buku, khususnya bagi adik-adik kita yang baru mulai belajar mengeja. Sekolah, serta lingkungan masyarakat punya peran penting untuk itu. Sekolah memberkuat keterampilan literasi mereka sehingga mereka bisa membaca dengan baik. Sedangkan masyarakat memberi dukungan agar anak-anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya di luar sekolah. Festival ini adalah sebuah ajakan untuk itu.

rogram MEMBACA 2 adalah program pendidikan yang berfokus pada percepatan kemampuan keaksaraan bagi anak-anak kelas awal di Kabupaten Kupang. Program ini tengah dijalankan di dua kecamatan yaitu Takari dan Fatulehu Tengah, dengan menyasar 13 sekolah

dasar yang ada di sana. Salah satu yang menjadi bagian penting yang ingin dicapai oleh program ini adalah menanamkan kesadaran bagi masyarakat tentang pentingnya membaca. Momentum bulan bahasa dan sastra di bulan Oktober ini dimanfaatkan untuk tujuan tersebut dengan mengadakan festival literasi. Dalam festival ini, digelar berbagai perlombaan literasi bagi anak-anak sekolah dasar. Ada 272 peserta yang berpartisipasi dalam beragam kegiatan yang dilombakan. Mereka berasal dari 22 sekolah di dua kecamatan yang menjadi lokasi pelaksanaan program MEMBACA 2. 13 diatantara sekolah itu merupakan dampingan dari program MEMBACA sendiri, sementara 9 lainnya adalah sekolah non-dampingan. Dalam festival tersebut terdapat beberapa jenis kegiatan yang dilombakan, seperti kelancaran membaca, lomba mengeja antar siswa, lomba pemahaman bacaan, dan lomba membuat media pembelajaran dari bahan lokal yang diikuti oleh para guru kelas awal. Selain dari sekolah, lomba ini juga diikuti oleh para relawan pos baca yang diinisiasi oleh program MEMBACA 2 dan masyarakat. Ada

P

Bulan Oktober adalah bulan bahasa dan sastra nasional. Di Kabupaten Kupang, program MEMBACA 2 yang diimplementasikan oleh Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) turut ambil bagian memeriahkan bulan ini dengan menggelar acara Festival Membaca bagi anak-anak. Selain untuk merayakan bulan bahasa dan sastra nasional itu, kegiatan ini bermaksud mengkampanyekan semangat membaca bagi masyarakat, guru, anak-anak, serta pemerintah.

Jika ingin mengetahui lebih jauh tentang Program MEMBACA di Kabupaten Kupang, silahkan menghubungi Agus Suleman, Program Koordinator, di [email protected]

KEMERIAHAN FESTIVAL MEMBACA DI KABUPATEN KUPANG

K U PA N G 13K U PA N G12

Foto

: T

im M

EMB

AC

A

Foto-foto : Tim MEMBACA

B E L U 15

Lomba Literasi Terdapat 15 sekolah dasar yang turun berkompetisi untuk perlombaan literasi. Mereka adalah 15 sekolah yang menjadi dampingan program CERIA 2. Peserta yang ikut berlomba adalah siswa-siswa dari kelas awal (kelas 1-3). Ada tiga kategori yang diperlombakan pada festival tahun ini, yaitu lomba menyusun kata menjadi kalimat untuk siswa kelas 1, lomba membaca lancar untuk siswa kelas 2, dan lomba bercerita (cerita yang telah dibaca sebelumya) untuk siswa kelas 3. Saat anak-anak tengah berlomba, Wakil Bupati Belu, Bapak JT. Ose Luan menghadirkan kejutan dengan datang ke lokasi lomba. Dia tidak hanya hadir menyaksikan dan memberi semangat, tetapi juga menyempatkan diri untuk menjadi bagian dari tim juri. Bapak Ose Luan turut turun menjadi juri pada lomba pemahaman bacaan, di mana ia mengajukan beberapa pertanyaan pada siswa yang berlomba. Sebelum acara hari itu, ada juga perlombaan lain yang telah digelar di tingkat sekolah dan pos baca yang menjadi dampingan program. Untuk sekolah, mereka beradu kreatifitas dalam hal penataan sekolah yang fokus pada sekolah dasar yang bersih, nyaman, dan aman bagi anak-anak. Selain itu, ada juga lomba penataan kelas di mana para guru beradu kreatifitas dalam membuat kelas kaya aksara yang menarik serta nyaman bagi anak-anak. Salah satu aspek penilaian penting di sini adalah bagaimana para guru bisa berkreasi dengan memanfaatkan sebanyak mungkin alat dan bahan lokal. Sementara untuk pos baca, para fasilitatornya ber lomba menu jukkan kemampuannya da lam memfasilitasi kegiatan di pos baca, khususnya dalam hal membaca interaktif. Satu persatu fasilitator pos baca tampil di depan panggung dan membacakan cerita sebagaimana yang biasa mereka lakukan di hadapan anak-anak. Siapa yang paling menarik dan sesuai dalam menggunakan gestur tubuh dan intonasi saat membaca cerita menjadi pemenangnya.

Sarasehan Hari kedua perayaan Festival Literasi ini diisi dengan sarasehan tentang bagaiman membangun budaya literasi di tengah masyarakat, khususnya di Kabupaten Belu. Ada

otel Matahari yang terletak di pusat Kota Atambua hari itu ramai dengan anak-anak sekolah dasar. Mereka duduk dengan beragam ekspresi di kursi-kursi yang sudah disediakan. Ada yang diam merenung, ada yang bercanda satu sama lain, dan ada pula yang terlihat tegang sembari sesekali berdiskusi dengan guru pendampingnya. Mereka ini adalah peserta dari berbagai lomba

literasi yang dilaksanakan oleh program CERIA 2. Hari itu mereka akan berkompetisi menunjukkan kemampuan mereka pada beberapa jenis kegiatan literasi yang dilombakan. Berbagai lomba yang mereka ikuti ini adalah bagian dari Festival Literasi Program CERIA 2 dengan mengambil tema “Bangga menjadi Generasi Belu yang Cinta dan Gemar Membaca”. Rangkaian kegiatan berangsung selama dua hari. Selain perlombaan yang diikuti oleh siswa SD kelas awal, guru, dan para fasilitator pos baca, ada pula diskusi tentang membangun budaya literasi yang digelar pada hari kedua.

B E L U14

Pojok baca merupakan upaya untuk merespon keluhan dari para guru dan orang tua jika anak-anak SD di desa Looneke masih banyak yang belum bisa membaca meski sudah sudah di kelas tinggi.

tiga pembicara yang diundang untuk berbagi panggung. Ada dari pemerintahan, penggerak literasi, serta dari tokoh agama Katolik. Masing-masing dari mereka mencurahkan pandangannya tentang isu literasi serta berbagi gagasan tentang upaya membangun budaya membaca di daerah perbatasan sejak usia anak-anak. Ada beragam sudut padang yang didapat dari para pembicara. Meski begitu, mereka merujuk pada satu kesimpulan yang sama yakni bagaimana orang dewasa mesti memberikan contoh dan praktik baik. Kemudian, orang dewasa juga dituntut untuk menyediakan ruang, kesempatan, bahan bacaan, dan pendampingan yang berkelanjutan bagi anak-anak. Kegiatan Festival Literasi ini ditutup oleh Bupati Belu, Bapak Willybrodus Lay, SH secara resmi. Pada akhir pidato penutupan yang dibawakannya, pak Willy menyampaikan sebaris kalimat permintaan 'Belu adalah sahabat, lebih indah apabila semua sahabat-sahabatku membuat satu gerakan Belu Pintar, Belu Cerdas, dan Belu Bersinar melalui gerakan Literasi'. Program CERIA 2 sendir i te lah melakukan pendampingan selama 1 tahun implementasi program. Banyak kegiatan yang telah dilakukan baik dengan pemerintah daerah, desa, orangtua, masyarakat, maupun pihak sekolah seperti PAUD dan juga sekolah dasar yang menjadi mitra. Salah satu kegiatan yang merupakan bagian terpenting dalam pencapaian tujuan program ini adalah bekerja sama dengan sekolah dan masyarakat serta pemerintah desa untuk memastikan anak-anak usia sekolah dasar memiliki kemampuan membaca dan pemahaman serta ketrampilan literasi yang lebih baik. Pelatihan untuk guru kelas awal, membangun pos baca, serta distribusi buku, adalah tindakan konkrit untuk menjawab tujuan tersebut, termasuk dengan kegiatan advokasi agar pemerintah desa bersedia medukung taman baca di level masyarakat.

Jika ingin mengetahui lebih jauh tentang Program CERIA 2 di

Kabupaten Belu, silahkan menghubungi Ferdinand R. Riwu, Senior

Program Officer, di [email protected]

Hari Keaksaraan Internasional yang jatuh pada bulan September ramai diperingati di berbagai tempat. Gaungnya turut bergema di Kabupaten Belu, beranda Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, Timor Leste. Di ibukotanya, Atambua, Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) melalui program CERIA 2 memeriahkan hari tersebut dengan menggelar serangkaian acara yang berkaitan dengan literasi. Terdapat berbagai lomba dan sarehan tentang kecintaan membaca buku. Kegiatan ini sekaligus juga untuk merayakan setahun pendampingan program CERIA di dua kabupaten tetangga, yaitu Belu dan Malaka.

H

Foto : Junaedi Uko

Foto

: Ju

naed

i Uko

Foto

: Ju

naed

i Uko

Foto (Ki-Ka) : Para pemenang lomba berfoto bersama Bupati Belu, Bapak Willybrodus Lay – Seorang peserta tengah mengikuti lomba kelancaran membaca – Wakil Bupati Belu, Bapak JT. Ose Luan menyempatkan menjadi tim juri.

DI PERBATASANFESTIVAL LITERASI

Willybrodus Lay, SHBupati Belu

Belu adalah sahabat, lebih indah apabila semua sahabat-sahabatku membuat satu gerakan Belu Pintar, Belu Cerdas, dan Belu Bersinar melalui gerakan Literasi.

B E L U 15

Lomba Literasi Terdapat 15 sekolah dasar yang turun berkompetisi untuk perlombaan literasi. Mereka adalah 15 sekolah yang menjadi dampingan program CERIA 2. Peserta yang ikut berlomba adalah siswa-siswa dari kelas awal (kelas 1-3). Ada tiga kategori yang diperlombakan pada festival tahun ini, yaitu lomba menyusun kata menjadi kalimat untuk siswa kelas 1, lomba membaca lancar untuk siswa kelas 2, dan lomba bercerita (cerita yang telah dibaca sebelumya) untuk siswa kelas 3. Saat anak-anak tengah berlomba, Wakil Bupati Belu, Bapak JT. Ose Luan menghadirkan kejutan dengan datang ke lokasi lomba. Dia tidak hanya hadir menyaksikan dan memberi semangat, tetapi juga menyempatkan diri untuk menjadi bagian dari tim juri. Bapak Ose Luan turut turun menjadi juri pada lomba pemahaman bacaan, di mana ia mengajukan beberapa pertanyaan pada siswa yang berlomba. Sebelum acara hari itu, ada juga perlombaan lain yang telah digelar di tingkat sekolah dan pos baca yang menjadi dampingan program. Untuk sekolah, mereka beradu kreatifitas dalam hal penataan sekolah yang fokus pada sekolah dasar yang bersih, nyaman, dan aman bagi anak-anak. Selain itu, ada juga lomba penataan kelas di mana para guru beradu kreatifitas dalam membuat kelas kaya aksara yang menarik serta nyaman bagi anak-anak. Salah satu aspek penilaian penting di sini adalah bagaimana para guru bisa berkreasi dengan memanfaatkan sebanyak mungkin alat dan bahan lokal. Sementara untuk pos baca, para fasilitatornya ber lomba menu jukkan kemampuannya da lam memfasilitasi kegiatan di pos baca, khususnya dalam hal membaca interaktif. Satu persatu fasilitator pos baca tampil di depan panggung dan membacakan cerita sebagaimana yang biasa mereka lakukan di hadapan anak-anak. Siapa yang paling menarik dan sesuai dalam menggunakan gestur tubuh dan intonasi saat membaca cerita menjadi pemenangnya.

Sarasehan Hari kedua perayaan Festival Literasi ini diisi dengan sarasehan tentang bagaiman membangun budaya literasi di tengah masyarakat, khususnya di Kabupaten Belu. Ada

otel Matahari yang terletak di pusat Kota Atambua hari itu ramai dengan anak-anak sekolah dasar. Mereka duduk dengan beragam ekspresi di kursi-kursi yang sudah disediakan. Ada yang diam merenung, ada yang bercanda satu sama lain, dan ada pula yang terlihat tegang sembari sesekali berdiskusi dengan guru pendampingnya. Mereka ini adalah peserta dari berbagai lomba

literasi yang dilaksanakan oleh program CERIA 2. Hari itu mereka akan berkompetisi menunjukkan kemampuan mereka pada beberapa jenis kegiatan literasi yang dilombakan. Berbagai lomba yang mereka ikuti ini adalah bagian dari Festival Literasi Program CERIA 2 dengan mengambil tema “Bangga menjadi Generasi Belu yang Cinta dan Gemar Membaca”. Rangkaian kegiatan berangsung selama dua hari. Selain perlombaan yang diikuti oleh siswa SD kelas awal, guru, dan para fasilitator pos baca, ada pula diskusi tentang membangun budaya literasi yang digelar pada hari kedua.

B E L U14

Pojok baca merupakan upaya untuk merespon keluhan dari para guru dan orang tua jika anak-anak SD di desa Looneke masih banyak yang belum bisa membaca meski sudah sudah di kelas tinggi.

tiga pembicara yang diundang untuk berbagi panggung. Ada dari pemerintahan, penggerak literasi, serta dari tokoh agama Katolik. Masing-masing dari mereka mencurahkan pandangannya tentang isu literasi serta berbagi gagasan tentang upaya membangun budaya membaca di daerah perbatasan sejak usia anak-anak. Ada beragam sudut padang yang didapat dari para pembicara. Meski begitu, mereka merujuk pada satu kesimpulan yang sama yakni bagaimana orang dewasa mesti memberikan contoh dan praktik baik. Kemudian, orang dewasa juga dituntut untuk menyediakan ruang, kesempatan, bahan bacaan, dan pendampingan yang berkelanjutan bagi anak-anak. Kegiatan Festival Literasi ini ditutup oleh Bupati Belu, Bapak Willybrodus Lay, SH secara resmi. Pada akhir pidato penutupan yang dibawakannya, pak Willy menyampaikan sebaris kalimat permintaan 'Belu adalah sahabat, lebih indah apabila semua sahabat-sahabatku membuat satu gerakan Belu Pintar, Belu Cerdas, dan Belu Bersinar melalui gerakan Literasi'. Program CERIA 2 sendir i te lah melakukan pendampingan selama 1 tahun implementasi program. Banyak kegiatan yang telah dilakukan baik dengan pemerintah daerah, desa, orangtua, masyarakat, maupun pihak sekolah seperti PAUD dan juga sekolah dasar yang menjadi mitra. Salah satu kegiatan yang merupakan bagian terpenting dalam pencapaian tujuan program ini adalah bekerja sama dengan sekolah dan masyarakat serta pemerintah desa untuk memastikan anak-anak usia sekolah dasar memiliki kemampuan membaca dan pemahaman serta ketrampilan literasi yang lebih baik. Pelatihan untuk guru kelas awal, membangun pos baca, serta distribusi buku, adalah tindakan konkrit untuk menjawab tujuan tersebut, termasuk dengan kegiatan advokasi agar pemerintah desa bersedia medukung taman baca di level masyarakat.

Jika ingin mengetahui lebih jauh tentang Program CERIA 2 di

Kabupaten Belu, silahkan menghubungi Ferdinand R. Riwu, Senior

Program Officer, di [email protected]

Hari Keaksaraan Internasional yang jatuh pada bulan September ramai diperingati di berbagai tempat. Gaungnya turut bergema di Kabupaten Belu, beranda Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, Timor Leste. Di ibukotanya, Atambua, Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) melalui program CERIA 2 memeriahkan hari tersebut dengan menggelar serangkaian acara yang berkaitan dengan literasi. Terdapat berbagai lomba dan sarehan tentang kecintaan membaca buku. Kegiatan ini sekaligus juga untuk merayakan setahun pendampingan program CERIA di dua kabupaten tetangga, yaitu Belu dan Malaka.

H

Foto : Junaedi Uko

Foto

: Ju

naed

i Uko

Foto

: Ju

naed

i Uko

Foto (Ki-Ka) : Para pemenang lomba berfoto bersama Bupati Belu, Bapak Willybrodus Lay – Seorang peserta tengah mengikuti lomba kelancaran membaca – Wakil Bupati Belu, Bapak JT. Ose Luan menyempatkan menjadi tim juri.

DI PERBATASANFESTIVAL LITERASI

Willybrodus Lay, SHBupati Belu

Belu adalah sahabat, lebih indah apabila semua sahabat-sahabatku membuat satu gerakan Belu Pintar, Belu Cerdas, dan Belu Bersinar melalui gerakan Literasi.

Foto

: Ju

naed

i Uko

T T U16

ahulu, PAUD ini dikelola dalam banyak keterbatasan. Kegiatannya selalu sama dari hari ke hari, itupun juga tidak dikelola dengan baik. “Ini karena kami tidak memiliki pedoman untuk semua kegiatan,” aku Gunda. Tidak hanya manajemen yang buruk, ibu

Gunda juga ingat ketika dia dan guru lainnya masih menerapkan metode keras untuk menegakkan disiplin muridnya. “Kami berteriak dan mencubit anak-anak saat berada di kelas. Pemberlajaran di PAUD saat itu masih belum ramah anak,” kata Gunda PAUD Kasih Ibu kala itu masih menggunakan bangunan non-permanen yang sebelumnya merupakan rumah sementara bagi guru SD. Kondisinya sangat memprihatinkan terutama pada musim hujan. Beberapa bagian dari ruangan itu tanpa atap dan banyak yang bocor. Bocor tidak hanya di atas tetapi juga di dinding sekitarnya. Tentu saja keadaan ini tidak aman bagi anak-anak. Selama musim hujan, sebagian besar kegiatan belajar mesti dihentikan karena ruang kelas selalu tergenang air. Dukungan dari orangtua pada kegiatan PAUD juga tak banyak. Umumnya mereka hanya membawa anak-anak mereka ke sini dan kemudian pergi ke tempat lain. Padahal ibu Gunda benar-benar mengharapkan mereka mendukungnya dalam memperbaiki kondisi PAUD yang dia kelola. “Mereka mengira PAUD itu seperti tempat

D“Saya telah terlibat dalam PAUD sejak 2007, dimulai dengan menjadi tenaga pengajar. Dalam perjalanannya, kami menghadapi banyak tantangan untuk mempertahankan operasional PAUD. Saya tidak ingat persis berapa kali PAUD terancam ditutup oleh sekolah yang memiliki lahan. Mereka mungkin punya alasan. Kualitas PAUD waktu itu sangat buruk, dari aspek infrastruktur maupun kualitas guru. Kami telah melakukan berbagai upaya untuk itu, namun meyakinkan orang agar merubah cara pikirnya itu tidaklah mudah. Tahun 2017 adalah titik balik penting bagi kami. Program CERDAS oleh Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) mitra Save the Children datang dan kami mendapat banyak dukungan hingga bisa menjadi jauh lebih baik,” ungkap ibu Hildagunda Lelan, Manajer PAUD Kasih Ibu.

penitipan anak, di mana mereka cukup meninggalkan anak-anak mereka lalu pergi melakukan kegiatan lain. Para orangtua juga tidak banyak memahami tentang pentingnya pendidikan anak usia dini,” ibu Gunda melanjutkan. Setelah proses yang panjang, pada bulan Juli 2017 PAUD Kasih Ibu dan 29 PAUD lainnya di Kabupaten Timor Tengah Utara menerima dukungan dari YSTC melalui Program CERDAS. Pertemuan pertama dengan staf program dilakukan selama pengenalan program CERDAS. Setelah intervensi selama satu tahun, semua guru dan manajemen PAUD Kasih Ibu telah memperoleh banyak pengetahuan berharga untuk diterapkan di tempatnya mengabdi. Ada juga dukungan material berupa Alat Permainan Edukatif (APE) baik untuk di luar maupun di dalam ruangan, yang tentu saja, membawa perubahan signifikan bagi PAUD ini. Selain itu, ada juga pelatihan di mana ibu Gunda dan rekan-rekannya dilatih untuk meningkatkan keterampilan mengajar mereka. Mereka juga mulai mengedepankan pendekatan yang ramah anak dan menghindari kekerasan. “Tidak ada lagi teriakan dan hukuman fisik untuk anak-anak, bahkan secara lisan. Saya pikir itu telah berhasil membuat anak-anak menjadi lebih nyaman saat berada di sekolah,” kata Ibu Gunda. Dukungan paling signifikan dari Program CERDAS adalah pembangunan gedung PAUD yang berlokasi

Suasana pelatihan manajemen kasus. Para peserta mendapat banyak pembekalan teknis, termasuk alur pelaporan jika mengetahui terjadinya kasus kekerasan pada anak.

Jika ingin mengetahui lebih jauh tentang Program CERDAS di Kabupaten Timor Tengah Utara, silahkan menghubungi M . M a h y u d d i n H a t m a , P r o g r a m M a n a g e r, d i : [email protected]

“SEKARANG, SEMUA ORANG

PEDULI TENTANG PAUD"

selemparan batu dari lokasi sebelumnya. Ini adalah bangunan yang permanen, sangat berwarna , dan yang pa l ing pent ing konstruksinya jauh lebih aman bagi anak-anak. Pada pertengahan tahun ini, PAUD Kasih Ibu telah resmi menempati gedung barunya. Saat itu PAUD Kasih Ibu menjadi pusat peresmian PAUD-PAUD lain yang juga mendapat dukungan pembangunan gedung baru oleh program CERDAS. Total ada delapan PAUD yang mendapatkan ruang belajar yang lebih layak. Ibu Gunda menceritakan bahwa suasana peresmian begitu ramai dan semarak. Ada berbagai acara dan pentas kesenian yang juga diikuti oleh anak-anak SD. Acara peresmian bangunan baru itu sendiri dilakukan oleh Wakil Bupati Kabupaten Timor Tengah Utara, Bapak Aloysius Kobes, S. Sos. Gerak maju PAUD Kasih Ibu tidak berhenti di gedung baru itu saja. Beberapa waktu berselang, mereka mendapatkan peningkatan status akreditasi ke status B. Ini adalah buah perjuangan panjang dari ibu Gunda dan kawan-kawan agar PAUD yang dikelolanya mendapat tempat dan pengakuan dari pihak lain. Bagi ibu Gunda, keberhasilan naik tingkat PAUD Kasih Ibu tidak bisa dilepaskan dari berbagai dukungan yang telah diberikan oleh program YSTC melalui program CERDAS. “Ada banyak dukungan yang telah kami peroleh sebelum proses akreditasi ini. Misalnya saja berkaitan dengan kompetensi kami sendiri,

dan juga bagaimana menggunakan administrasi dalam pengelolaan PAUD. Kemudian juga tentunya kelayakan bangunan dan ketersediaan APE,” papar ibu Gunda Dukungan Program CERDAS tidak hanya membawa perubahan pada PAUD Kasih Ibu, tetapi juga pada masyarakat sekitarnya, terutama orangtua. Mereka merasa aman untuk membawa anak-anak mereka ke PAUD Kasih Ibu karena memiliki gedung baru dan peralatan bermain yang menarik. “Jumlah peserta untuk tahun ini meningkat. Keterlibatan orangtua pada PAUD ini juga luar biasa. Mereka membantu kami memindahkan perlengkapan mengajar dari gedung lama ke gedung baru. Mereka juga menghabiskan waktu untuk mengatur kelas dengan indah,” ucap ibu Gunda dengan gembira.

T T U 17Foto (Ki-Ka) : Ibu Hildaguna berfoto di dalam PAUD lamanya. Meski kondisinya terbatas, dia berupaya memeriahkan bagian dalamnya agar anak-anak betah – Peresmian Gedung baru PAUD Kasih Ibu – Para orang tua kini merasa lebih yakin untuk memasukkan anak mereka ke PAUD.

Foto

: Ju

naed

i Uko

Foto

: Tim

CER

DA

S

Foto

: Ju

naed

i Uko

T T U16

ahulu, PAUD ini dikelola dalam banyak keterbatasan. Kegiatannya selalu sama dari hari ke hari, itupun juga tidak dikelola dengan baik. “Ini karena kami tidak memiliki pedoman untuk semua kegiatan,” aku Gunda. Tidak hanya manajemen yang buruk, ibu

Gunda juga ingat ketika dia dan guru lainnya masih menerapkan metode keras untuk menegakkan disiplin muridnya. “Kami berteriak dan mencubit anak-anak saat berada di kelas. Pemberlajaran di PAUD saat itu masih belum ramah anak,” kata Gunda PAUD Kasih Ibu kala itu masih menggunakan bangunan non-permanen yang sebelumnya merupakan rumah sementara bagi guru SD. Kondisinya sangat memprihatinkan terutama pada musim hujan. Beberapa bagian dari ruangan itu tanpa atap dan banyak yang bocor. Bocor tidak hanya di atas tetapi juga di dinding sekitarnya. Tentu saja keadaan ini tidak aman bagi anak-anak. Selama musim hujan, sebagian besar kegiatan belajar mesti dihentikan karena ruang kelas selalu tergenang air. Dukungan dari orangtua pada kegiatan PAUD juga tak banyak. Umumnya mereka hanya membawa anak-anak mereka ke sini dan kemudian pergi ke tempat lain. Padahal ibu Gunda benar-benar mengharapkan mereka mendukungnya dalam memperbaiki kondisi PAUD yang dia kelola. “Mereka mengira PAUD itu seperti tempat

D“Saya telah terlibat dalam PAUD sejak 2007, dimulai dengan menjadi tenaga pengajar. Dalam perjalanannya, kami menghadapi banyak tantangan untuk mempertahankan operasional PAUD. Saya tidak ingat persis berapa kali PAUD terancam ditutup oleh sekolah yang memiliki lahan. Mereka mungkin punya alasan. Kualitas PAUD waktu itu sangat buruk, dari aspek infrastruktur maupun kualitas guru. Kami telah melakukan berbagai upaya untuk itu, namun meyakinkan orang agar merubah cara pikirnya itu tidaklah mudah. Tahun 2017 adalah titik balik penting bagi kami. Program CERDAS oleh Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) mitra Save the Children datang dan kami mendapat banyak dukungan hingga bisa menjadi jauh lebih baik,” ungkap ibu Hildagunda Lelan, Manajer PAUD Kasih Ibu.

penitipan anak, di mana mereka cukup meninggalkan anak-anak mereka lalu pergi melakukan kegiatan lain. Para orangtua juga tidak banyak memahami tentang pentingnya pendidikan anak usia dini,” ibu Gunda melanjutkan. Setelah proses yang panjang, pada bulan Juli 2017 PAUD Kasih Ibu dan 29 PAUD lainnya di Kabupaten Timor Tengah Utara menerima dukungan dari YSTC melalui Program CERDAS. Pertemuan pertama dengan staf program dilakukan selama pengenalan program CERDAS. Setelah intervensi selama satu tahun, semua guru dan manajemen PAUD Kasih Ibu telah memperoleh banyak pengetahuan berharga untuk diterapkan di tempatnya mengabdi. Ada juga dukungan material berupa Alat Permainan Edukatif (APE) baik untuk di luar maupun di dalam ruangan, yang tentu saja, membawa perubahan signifikan bagi PAUD ini. Selain itu, ada juga pelatihan di mana ibu Gunda dan rekan-rekannya dilatih untuk meningkatkan keterampilan mengajar mereka. Mereka juga mulai mengedepankan pendekatan yang ramah anak dan menghindari kekerasan. “Tidak ada lagi teriakan dan hukuman fisik untuk anak-anak, bahkan secara lisan. Saya pikir itu telah berhasil membuat anak-anak menjadi lebih nyaman saat berada di sekolah,” kata Ibu Gunda. Dukungan paling signifikan dari Program CERDAS adalah pembangunan gedung PAUD yang berlokasi

Suasana pelatihan manajemen kasus. Para peserta mendapat banyak pembekalan teknis, termasuk alur pelaporan jika mengetahui terjadinya kasus kekerasan pada anak.

Jika ingin mengetahui lebih jauh tentang Program CERDAS di Kabupaten Timor Tengah Utara, silahkan menghubungi M . M a h y u d d i n H a t m a , P r o g r a m M a n a g e r, d i : [email protected]

“SEKARANG, SEMUA ORANG

PEDULI TENTANG PAUD"

selemparan batu dari lokasi sebelumnya. Ini adalah bangunan yang permanen, sangat berwarna , dan yang pa l ing pent ing konstruksinya jauh lebih aman bagi anak-anak. Pada pertengahan tahun ini, PAUD Kasih Ibu telah resmi menempati gedung barunya. Saat itu PAUD Kasih Ibu menjadi pusat peresmian PAUD-PAUD lain yang juga mendapat dukungan pembangunan gedung baru oleh program CERDAS. Total ada delapan PAUD yang mendapatkan ruang belajar yang lebih layak. Ibu Gunda menceritakan bahwa suasana peresmian begitu ramai dan semarak. Ada berbagai acara dan pentas kesenian yang juga diikuti oleh anak-anak SD. Acara peresmian bangunan baru itu sendiri dilakukan oleh Wakil Bupati Kabupaten Timor Tengah Utara, Bapak Aloysius Kobes, S. Sos. Gerak maju PAUD Kasih Ibu tidak berhenti di gedung baru itu saja. Beberapa waktu berselang, mereka mendapatkan peningkatan status akreditasi ke status B. Ini adalah buah perjuangan panjang dari ibu Gunda dan kawan-kawan agar PAUD yang dikelolanya mendapat tempat dan pengakuan dari pihak lain. Bagi ibu Gunda, keberhasilan naik tingkat PAUD Kasih Ibu tidak bisa dilepaskan dari berbagai dukungan yang telah diberikan oleh program YSTC melalui program CERDAS. “Ada banyak dukungan yang telah kami peroleh sebelum proses akreditasi ini. Misalnya saja berkaitan dengan kompetensi kami sendiri,

dan juga bagaimana menggunakan administrasi dalam pengelolaan PAUD. Kemudian juga tentunya kelayakan bangunan dan ketersediaan APE,” papar ibu Gunda Dukungan Program CERDAS tidak hanya membawa perubahan pada PAUD Kasih Ibu, tetapi juga pada masyarakat sekitarnya, terutama orangtua. Mereka merasa aman untuk membawa anak-anak mereka ke PAUD Kasih Ibu karena memiliki gedung baru dan peralatan bermain yang menarik. “Jumlah peserta untuk tahun ini meningkat. Keterlibatan orangtua pada PAUD ini juga luar biasa. Mereka membantu kami memindahkan perlengkapan mengajar dari gedung lama ke gedung baru. Mereka juga menghabiskan waktu untuk mengatur kelas dengan indah,” ucap ibu Gunda dengan gembira.

T T U 17Foto (Ki-Ka) : Ibu Hildaguna berfoto di dalam PAUD lamanya. Meski kondisinya terbatas, dia berupaya memeriahkan bagian dalamnya agar anak-anak betah – Peresmian Gedung baru PAUD Kasih Ibu – Para orang tua kini merasa lebih yakin untuk memasukkan anak mereka ke PAUD.

Foto

: Ju

naed

i Uko

Foto

: Tim

CER

DA

S

ak Jun saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Dasar di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sumbawa, NTB. Ketika Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) menjalankan program percepatan literasi bernama

GEMA LITERASI - INOVASI di kabupaten tersebut, ia adalah sosok kunci yang memberi banyak dukungan pada pelaksanaan program. Dukungan ini, menurutnya, hadir karena ia melihat bahwa keterampilan literasi memang menjadi kebutuhan di wilayah kerjanya. Kajian yang pernah d i l akukan menun jukkan t i ngkat kemampuan literasi anak-anak sekolah kelas awal di sana masih rendah. Pemerintah Kabupaten Sumbawa sendiri menyadari masalah ini. Oleh karena itu mereka tengah menggiatkan semangat literasi khususnya di level sekolah dasar.

Tahun 2017 lalu, pemerintah Kabupaten Sumbawa mencanangkan Gerakan Sumbawa Membaca yang ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati No. 5 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Gerakan Literasi di Sekolah Dasar. Ini adalah upaya untuk menanamkan kecintaan pada membaca buku sejak bangku sekolah dasar. Kehadiran program GEMA LITERASI dirasa begitu relevan dengan apa yang menjadi prioritas di daerah tersebut. Pak Jun turut aktif mengawal jalannya program tersebut sejak awal hingga kemudian berakhir pada pertangahan 2018 lalu. Menurutnya, ada banyak hal positif yang dia tangkap dari program ini.

P

P R O F I L18

bagi anak didik di sekolah dasar sebelum mereka naik ke tingkat yang lebih tinggi. Unsur 'pendidikan' menurutnya sangat penting dalam setiap proses pembelajaran. Sebab interaksi antara guru dan murid di kelas bukan hanya tentang konten atau hal-hal yang bersifat pengetahuan saja, tetapi juga soal nilai dan karakter. Para guru, bagi pak Jun, harus bisa memahami potensi dan keunikan dari siswanya dan membantu mereka mengembangkan itu tanpa melupakan tanggung jawab sosialnya masing-masing. “Sebab yang dikelola adalah manusia dengan berbagai karakteristik dan potensi. Guru harus bisa memahami itu sehingga dia bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari setiap anak. Kemudian, para guru juga perlu memahami bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk membangun generasi masa depan. Jadi, tanggung jawab guru adalah bagaimana mendesain model pembelajaran yang demokratis dan berkarakter,” tutur alumni pasca sarjana teknologi pembelajaran Universitas Negeri Malang ini. Ada semangat untuk menghadirkan kesetaraan pendidikan dalam diri pak Jun, sebagaimana yang tercermin dari inisiatifnya untuk mereplikasi pendekatan GEMA LITERASI di dua pulau terpencil. Bagi dia, semua mesti mendapat kesempatan yang sama untuk berkembang. Ketertinggalan meski dikikis dengan upaya bersama. Ada satu buku yang pernah dibacanya dan kemudian menghadirkan inspirasi tentang kesetaraan dalam pendidikan. Buku itu berkisah tentang seorang dokter keturunan Tionghoa yang berhasil membangun sebuah sekolah yang terdiri dari beragam identitas. Sekolah itu masih bertahan hingga kini dengan keberagaman menjadi identitasnya. Mungkin semangat itu pula yang kemudian mendorong beliau untuk terus mengawal hal-hal baik yang sudah dicapai oleh program GEMA LITERASI dan bahkan menyebarluaskannya. Setelah membawa program itu ke dua pulau terpencil, pak Jun bertekad untuk membawa semangat literasi ini ke lebih banyak lagi sekolah di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat.

“Pendekatan yang dilakukan sangat intens dengan tools yang sangat baik. Hasil penerapannya pada anak-anak juga dapat diukur sehingga kita bisa melihat sejauh mana program ini berjalan. Ini juga sangat membantu guru dalam mengembangkan aspek-aspek literasi di sekolah serta membuat setiap sisi di kelas bermanfaat bagi pengembangan literasi siswa melalui konsep kelas kaya aksara,” papar pak Jun. Capaian baik dari program ini membuat ia terpanggil untuk mereplikasi pendekatan program di beberapa sekolah yang ada di Pulau Medang dan Pulau Moyo. Menurut pak Jun, sekolah-sekolah di kedua pulau itu juga harus mendapat kesempatan untuk mempraktikkan inovasi-inovasi baik semacam GEMA LITERASI. “Saya ingin pusat-pusat keunggulan itu bukan hanya di kota tapi juga ada di daerah-daerah terpencil. Sehingga ketika berbicara tentang keunggulan, kita tidak hanya berbicara tentang sekolah-sekolah yang ada di kota tetapi juga bisa merujuk ke sekolah-sekolah yang ada di Pulau Moyo dan Medang ini,” jelas pak Jun. Seiring berjalannya waktu, inisiatif untuk memperkuat keterampilan literasi di kedua pulau tersebut membawa hasil positif. Dua bulan sejak mulai dilaksanakan, ia melihat ada inisiatif-inisiatif positif dari sekolah-sekolah di sana untuk mengembangkan secara mandiri metode yang sudah dilatihkan dulu. Para siswa di sana juga kini menjadikan sekolah sebagai tempat bermain di sore hari sebab ada tersedia banyak buku bacaan di sana.

Kemandirian dan Kesetaraan dalam Pendidikan Sebagai penanggung jawab jalannya pendidikan sekolah dasar di Kabupaten Sumbawa, pak Jun menyadari ada amanah besar yang dipikulnya. Amanah itu adalah bagaimana menciptakan fondasi pendidikan yang kokoh

Foto

: Is

timew

a

Kepala Bidang Pembinaan SD Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumbawa

Junaidi, S,Pd., M.Pd

P R O F I L 19

Pak Jun, ketika membuka kegiatan Pelatihan Percepatan Keaksaraan bagi guru-guru dari Pulau Moyo dan Medang.

Foto : Junaedi Uko

Pe n g a l a m a n n y a m e n g a j a r d i w i l a y a h kepualauan membuat Junaidi, Spd, M.pd memahami betul keadaan dan kondisi pendidikan yang ada di sana. Pak Jun, sapaannya, mengerti bahwa pendidikan di sana belum mampu berlari sekencang wilayah-wilayah lain di daratan utama. Mereka tertinggal dalam banyak hal, termasuk dalam keterampilan literasi. Banyak tantangan yang mesti mereka hadapi seperti jarak dan akses. Dia juga menyadari bahwa butuh upaya ekstra agar ketertinggalan itu tidak terlampau jauh.

MEWUJUDKAN PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

DI KABUPATEN SUMBAWA

Saya ingin pusat-pusat keunggulan itu bukan hanya di kota tapi juga ada di daerah-daerah terpencil.

ak Jun saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Dasar di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sumbawa, NTB. Ketika Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) menjalankan program percepatan literasi bernama

GEMA LITERASI - INOVASI di kabupaten tersebut, ia adalah sosok kunci yang memberi banyak dukungan pada pelaksanaan program. Dukungan ini, menurutnya, hadir karena ia melihat bahwa keterampilan literasi memang menjadi kebutuhan di wilayah kerjanya. Kajian yang pernah d i l akukan menun jukkan t i ngkat kemampuan literasi anak-anak sekolah kelas awal di sana masih rendah. Pemerintah Kabupaten Sumbawa sendiri menyadari masalah ini. Oleh karena itu mereka tengah menggiatkan semangat literasi khususnya di level sekolah dasar.

Tahun 2017 lalu, pemerintah Kabupaten Sumbawa mencanangkan Gerakan Sumbawa Membaca yang ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati No. 5 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Gerakan Literasi di Sekolah Dasar. Ini adalah upaya untuk menanamkan kecintaan pada membaca buku sejak bangku sekolah dasar. Kehadiran program GEMA LITERASI dirasa begitu relevan dengan apa yang menjadi prioritas di daerah tersebut. Pak Jun turut aktif mengawal jalannya program tersebut sejak awal hingga kemudian berakhir pada pertangahan 2018 lalu. Menurutnya, ada banyak hal positif yang dia tangkap dari program ini.

P

P R O F I L18

bagi anak didik di sekolah dasar sebelum mereka naik ke tingkat yang lebih tinggi. Unsur 'pendidikan' menurutnya sangat penting dalam setiap proses pembelajaran. Sebab interaksi antara guru dan murid di kelas bukan hanya tentang konten atau hal-hal yang bersifat pengetahuan saja, tetapi juga soal nilai dan karakter. Para guru, bagi pak Jun, harus bisa memahami potensi dan keunikan dari siswanya dan membantu mereka mengembangkan itu tanpa melupakan tanggung jawab sosialnya masing-masing. “Sebab yang dikelola adalah manusia dengan berbagai karakteristik dan potensi. Guru harus bisa memahami itu sehingga dia bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari setiap anak. Kemudian, para guru juga perlu memahami bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk membangun generasi masa depan. Jadi, tanggung jawab guru adalah bagaimana mendesain model pembelajaran yang demokratis dan berkarakter,” tutur alumni pasca sarjana teknologi pembelajaran Universitas Negeri Malang ini. Ada semangat untuk menghadirkan kesetaraan pendidikan dalam diri pak Jun, sebagaimana yang tercermin dari inisiatifnya untuk mereplikasi pendekatan GEMA LITERASI di dua pulau terpencil. Bagi dia, semua mesti mendapat kesempatan yang sama untuk berkembang. Ketertinggalan meski dikikis dengan upaya bersama. Ada satu buku yang pernah dibacanya dan kemudian menghadirkan inspirasi tentang kesetaraan dalam pendidikan. Buku itu berkisah tentang seorang dokter keturunan Tionghoa yang berhasil membangun sebuah sekolah yang terdiri dari beragam identitas. Sekolah itu masih bertahan hingga kini dengan keberagaman menjadi identitasnya. Mungkin semangat itu pula yang kemudian mendorong beliau untuk terus mengawal hal-hal baik yang sudah dicapai oleh program GEMA LITERASI dan bahkan menyebarluaskannya. Setelah membawa program itu ke dua pulau terpencil, pak Jun bertekad untuk membawa semangat literasi ini ke lebih banyak lagi sekolah di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat.

“Pendekatan yang dilakukan sangat intens dengan tools yang sangat baik. Hasil penerapannya pada anak-anak juga dapat diukur sehingga kita bisa melihat sejauh mana program ini berjalan. Ini juga sangat membantu guru dalam mengembangkan aspek-aspek literasi di sekolah serta membuat setiap sisi di kelas bermanfaat bagi pengembangan literasi siswa melalui konsep kelas kaya aksara,” papar pak Jun. Capaian baik dari program ini membuat ia terpanggil untuk mereplikasi pendekatan program di beberapa sekolah yang ada di Pulau Medang dan Pulau Moyo. Menurut pak Jun, sekolah-sekolah di kedua pulau itu juga harus mendapat kesempatan untuk mempraktikkan inovasi-inovasi baik semacam GEMA LITERASI. “Saya ingin pusat-pusat keunggulan itu bukan hanya di kota tapi juga ada di daerah-daerah terpencil. Sehingga ketika berbicara tentang keunggulan, kita tidak hanya berbicara tentang sekolah-sekolah yang ada di kota tetapi juga bisa merujuk ke sekolah-sekolah yang ada di Pulau Moyo dan Medang ini,” jelas pak Jun. Seiring berjalannya waktu, inisiatif untuk memperkuat keterampilan literasi di kedua pulau tersebut membawa hasil positif. Dua bulan sejak mulai dilaksanakan, ia melihat ada inisiatif-inisiatif positif dari sekolah-sekolah di sana untuk mengembangkan secara mandiri metode yang sudah dilatihkan dulu. Para siswa di sana juga kini menjadikan sekolah sebagai tempat bermain di sore hari sebab ada tersedia banyak buku bacaan di sana.

Kemandirian dan Kesetaraan dalam Pendidikan Sebagai penanggung jawab jalannya pendidikan sekolah dasar di Kabupaten Sumbawa, pak Jun menyadari ada amanah besar yang dipikulnya. Amanah itu adalah bagaimana menciptakan fondasi pendidikan yang kokoh

Foto

: Is

timew

a

Kepala Bidang Pembinaan SD Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumbawa

Junaidi, S,Pd., M.Pd

P R O F I L 19

Pak Jun, ketika membuka kegiatan Pelatihan Percepatan Keaksaraan bagi guru-guru dari Pulau Moyo dan Medang.

Foto : Junaedi Uko

Pe n g a l a m a n n y a m e n g a j a r d i w i l a y a h kepualauan membuat Junaidi, Spd, M.pd memahami betul keadaan dan kondisi pendidikan yang ada di sana. Pak Jun, sapaannya, mengerti bahwa pendidikan di sana belum mampu berlari sekencang wilayah-wilayah lain di daratan utama. Mereka tertinggal dalam banyak hal, termasuk dalam keterampilan literasi. Banyak tantangan yang mesti mereka hadapi seperti jarak dan akses. Dia juga menyadari bahwa butuh upaya ekstra agar ketertinggalan itu tidak terlampau jauh.

MEWUJUDKAN PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

DI KABUPATEN SUMBAWA

Saya ingin pusat-pusat keunggulan itu bukan hanya di kota tapi juga ada di daerah-daerah terpencil.

20 EMERGENCY LOMBOK GALLERY 21POJOK PENGETAHUAN

Proses pendekatan dalam partisipasi anak terdiri dari 3 tahap yaitu konsultatif, kolaboratif dan kegiatan di pelopori serta di pimpin oleh anak. Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa persyaratan dasar agar partisipasi menjadi efektif dan etis yaitu : pendekatan etik : keterbukaan, kejujuran dan pertanggungjawaban, partisipasi anak relevan dan sukarela, lingkungan yang ramah anak dan memungkinkan, kesamaan kesempatan, staf / fasilitator yang efektif dan percaya diri, partisipasi mempromosikan keselamatan dan perlindungan anak, dan memastikan evaluasi serta tindak lanjut. Penerapan dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dimulai dari perekrutan anak, perkenalan program dan penjelasan mengenai peranan anak, informasi mengenai konsep dan definisi pengurangan risiko bencana, anak terlibat dalam pemetaan risiko dan sumber daya baik di sekolah maupun lingkungan, serta mengembangkan kampanye pendidikan untuk pengurangan risiko bencana. Beberapa praktik baik bentuk partisipasi anak dalam pengembangan kampanye pendidikan pengurangan risiko bencana diantaranya adalah : mengkampanyekan langkah aman menghadapi bencana dengan mengeluarkan jingle kebakaran melalui jenis music beatbox, serta mendongeng tentang siap siaga bencana menggunakan boneka tangan dan masih banyak lagi hal kreatif dan inovatif lainnya.

artisipasi anak adalah suatu cara bekerja dan suatu prinsip yang esensial dalam semua program dan di semua arena mulai dari rumah ke pemerintah dari tingkat lokal ke internasional. Partisipasi anak dalam kegiatan

pengurangan risiko bencana baik di sekolah maupun komunitas menunjukan bahwa anak bukan sekedar “korban” bencana melainkan warga Negara yang mampu, dengan dukungan yang cukup dan sesuai dari orang dewasa, dan dapat benar – benar berpartisipasi dalam kegiatan – kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri, teman sebaya serta lingkungannya. Langkah awal yang dilakukan dalam melibatkan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana adalah memastikan bahwa anak-anak mengetahui bagaimana program pengurangan risiko bencana akan memberikan keuntungan bagi anak, sekolah dan lingkungannya. Anak perlu mengerti peranannya dalam sebuah program, apa yang harus dilakukan, berapa banyak waktu yang diperlukan untuk melaksanakan program tersebut. Hal terpenting dalam partisipasi anak adalah anak - anak memutuskan sendiri apakan mereka ingin bergabung dan menyadari bahwa program yang dijalankan menjawab kebutuhan mereka. Seperti yang tertuang dalam prinsip dasar hak anak yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, pemenuhan hak tumbuh dan berkembang serta selalu menghargai pendapat anak.

Partisipasi Anak dalam Pengurangan Risiko Bencana

PPartisipasi adalah tentang memiliki kesempatan untuk m e n g u n g k a p k a n s u a t u p a n d a n g a n , m e m p e n g a r u h i pengambilan keputusan dan mencapai suatu perubahan.

Oleh : Dewi Sumanah YSTC Senior Communication Officer

Foto : Junaedi Uko

Foto : Junaedi Uko

Foto : Junaedi Uko

Foto : Istimewa

Foto : Junaedi Uko Foto : Junaedi Uko

Foto

: Ju

naed

i Uko

20 EMERGENCY LOMBOK GALLERY 21POJOK PENGETAHUAN

Proses pendekatan dalam partisipasi anak terdiri dari 3 tahap yaitu konsultatif, kolaboratif dan kegiatan di pelopori serta di pimpin oleh anak. Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa persyaratan dasar agar partisipasi menjadi efektif dan etis yaitu : pendekatan etik : keterbukaan, kejujuran dan pertanggungjawaban, partisipasi anak relevan dan sukarela, lingkungan yang ramah anak dan memungkinkan, kesamaan kesempatan, staf / fasilitator yang efektif dan percaya diri, partisipasi mempromosikan keselamatan dan perlindungan anak, dan memastikan evaluasi serta tindak lanjut. Penerapan dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dimulai dari perekrutan anak, perkenalan program dan penjelasan mengenai peranan anak, informasi mengenai konsep dan definisi pengurangan risiko bencana, anak terlibat dalam pemetaan risiko dan sumber daya baik di sekolah maupun lingkungan, serta mengembangkan kampanye pendidikan untuk pengurangan risiko bencana. Beberapa praktik baik bentuk partisipasi anak dalam pengembangan kampanye pendidikan pengurangan risiko bencana diantaranya adalah : mengkampanyekan langkah aman menghadapi bencana dengan mengeluarkan jingle kebakaran melalui jenis music beatbox, serta mendongeng tentang siap siaga bencana menggunakan boneka tangan dan masih banyak lagi hal kreatif dan inovatif lainnya.

artisipasi anak adalah suatu cara bekerja dan suatu prinsip yang esensial dalam semua program dan di semua arena mulai dari rumah ke pemerintah dari tingkat lokal ke internasional. Partisipasi anak dalam kegiatan

pengurangan risiko bencana baik di sekolah maupun komunitas menunjukan bahwa anak bukan sekedar “korban” bencana melainkan warga Negara yang mampu, dengan dukungan yang cukup dan sesuai dari orang dewasa, dan dapat benar – benar berpartisipasi dalam kegiatan – kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri, teman sebaya serta lingkungannya. Langkah awal yang dilakukan dalam melibatkan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana adalah memastikan bahwa anak-anak mengetahui bagaimana program pengurangan risiko bencana akan memberikan keuntungan bagi anak, sekolah dan lingkungannya. Anak perlu mengerti peranannya dalam sebuah program, apa yang harus dilakukan, berapa banyak waktu yang diperlukan untuk melaksanakan program tersebut. Hal terpenting dalam partisipasi anak adalah anak - anak memutuskan sendiri apakan mereka ingin bergabung dan menyadari bahwa program yang dijalankan menjawab kebutuhan mereka. Seperti yang tertuang dalam prinsip dasar hak anak yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, pemenuhan hak tumbuh dan berkembang serta selalu menghargai pendapat anak.

Partisipasi Anak dalam Pengurangan Risiko Bencana

PPartisipasi adalah tentang memiliki kesempatan untuk m e n g u n g k a p k a n s u a t u p a n d a n g a n , m e m p e n g a r u h i pengambilan keputusan dan mencapai suatu perubahan.

Oleh : Dewi Sumanah YSTC Senior Communication Officer

Foto : Junaedi Uko

Foto : Junaedi Uko

Foto : Junaedi Uko

Foto : Istimewa

Foto : Junaedi Uko Foto : Junaedi UkoFo

to :

Juna

edi U

ko

MOZAIK 22

Distribusi Botol Air MinumAnak-anak SDN Matanyira di Sumba Barat berfoto dengan botol air minum yang dibagikan oleh YSTC. Keseluruhan 234 siswa SD di sekolah tersebut mendapatkan pembagian ini.

Promosi Pola Hidup Sehat dan Peresmian Sarana Air Bersih SekolahKepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga, Drs. Emanuel Anunu didampingi o leh perwak i lan Kecamatan Kota Kefamenanu dan Ketua Komite SDN B a n s o n e b e r k e s e m p a t a n u n t u k memperagakan cara mencuci tangan dengan benar bersama siswi SDN Bansone dalam kegiatan Promosi Pola Hidup Sehat dan peresmian sarana air bersih sekolah yang merupakan bagian dari pelakanaan Program CERDAS di SDN Bansone, Kabupaten Timor Tengah Utara.

Penutupan Program GEMA LITERASIBupati Kabupaten Sumbawa, H.M Husni D j i b r i l , B . S c t engah mendapat penjelasan tentang konsep kelas kaya aksara dari YSTC Senior Eastern Area Manager, Tasman Muda, pada acara penutupan program Gema Literasi. Program Gema Literasi merupakan program kemitraan antara YSTC dengan INOVASI - Palladium.

Pelatihan Jurnalistik Ramah AnakPara jurnalis di Kabupaten Belu mendapat pembekalan tentang pentingnya jurnalisme yang berpihak pada kepentingan anak. Pembekalan dalam bentuk workshop ini menghadirkan Ketua Aliansi Jurnalis Independen wilayah Sulawesi Selatan, Qodriansyah Agam sebagai pemateri utama.

Lokakarya bagi Master Trainer Percepatan LiterasiPelatihan lanjutan tahap kedua bagi para guru SD dampingan program MEMBACA di Kabupaten Kupang. Mereka ini juga merupakan master trainer dari Percepatan Literasi. Pelatihan lanjutan ini bertujuan agar materi literacy boost dapat benar-benar terserap oleh master trainer yang akan melanjutkan pelatihan guru pada tahap berikutnya.

Pesawat carteran yang membawa bantuan dari YSTC tiba di Bandara Mutiara Palu beberapa waktu lalu. Saat ini YSTC juga tengah bekerja di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah seusai diguncang gempa hebat pada bulan Oktober lalu.

Foto : Tim Sponsorship

Foto

: Tim

CER

DA

S

Foto : Junaedi Uko

Foto : Junaedi Uko

Foto : Junaedi UkoFoto

: Tim

MEM

BA

CA

Foto : Junaedi Uko

A n a k - a n a k d i p o s k o pengungsian Desa Loloan, Kabupaten Lombok Utara, bersama YSTC merayakan hari kemerdekaan RI pada bulan Agustus lalu. Mereka mengikuti berbagai lomba yang diadakan oleh fasilitator-fasilitator YSTC seperti lari kelereng dan makan kerupuk.