tugas biokonversi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Petani jeruk berusaha memenuhi kebutuhan buah jeruk, namun serangan hama sejenis
binatang lalat terjadi dihampir seluruh wilayah perkebunan jeruk milik petani, serangan hama
menyebabkan ribuan ton buah jeruk busuk dan gugur ke tanah, sehingga membuat para petani
mengalami kerugian cukup besar dan sampah jeruk menumpuk. Selain itu, sampah buah jeruk
juga banyak dihasilkan di pasar-pasar buah.
Selama ini, sampah buah jeruk yang timbul akibat gagal panen belum dimanfaatkan sama
sekali, sedangkan sampah buah jeruk dari pasar buah dicampur dengan sampah organik lain dan
dijadikan sebagai kompos. Pembuatan kompos dari sampah jeruk ini kurang efektif, karena
sampah jeruk memilki pH 4, yang menyebabkan bakteri pendegradasi sampah tidak dapat
bekerja secara maksimal karena bakteri bekerja optimum pada pH 5,5-8 (Sutanto, 2002).
Kebutuhan bahan bakar semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah populasi
dan aktifitas manusia. Pada tahun 2008, tingkat kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di
Indonesia mencapai 1,3 juta barrel per hari. Di sisi lain, produksi BBM nasional hanya sebesar
900 ribu barrel per hari. Oleh karena itu dibutuhkan sumber energi alternatif yang bahan
dasarnya banyak terdapat di Indonesia dan belum termanfaatkan (Hambali dkk., 2008).
Sumber energi alternatif yang baru juga di harapkan dapat mengurangi polusi udara yang
sebelumnya ditimbulkan oleh penggunaan bahan bakar fosil. Limbah buah jeruk yang sudah
membusuk tersusun atas bahan organik seperti glukosa 6,84%; fruktosa 5,12%; dan sukrosa
1,05%. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan limbah buah
jeruk untuk dikonversi menjadi sumber energi alternatif yaitu etanol.
Pembuatan etanol dilakukan melalui proses fermentasi. Fermentasi adalah proses
membentuk senyawa sederhana dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan energi
(Suprihatin, 2010). Fermentasi etanol skala komersial sebagian besar dilakukan oleh jamur, salah
satunya Saccharomyces cerevisiae yang menghasilkan etanol (Elevri & Putra, 2006). Namun
Saccharomyces cerevisiae ternyata memiliki beberapa kekurangan, diantaranya adalah tidak
tahan dengan konsentrasi tinggi dari etanol yang dihasilkan. Zymomonas mobilis memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan Saccharomyces cerevisiae, diantaranya lebih toleran terhadap
suhu, pH rendah, serta tahan terhadap etanol konsentrasi tinggi (Zhang et al., 2010). pH yang
efektif untuk pertumbuhan Zymomonas mobilis adalah 4- 6,5 dan Zymomonas mobilis dapat
menguraikan glukosa, fruktosa, dan sukrosa untuk memproduksi etanol (Nowak, 2000).
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapa jumlah konsentrasi inokulum bakteri Zymomonas mobilis yang efektif untuk
fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol?
2. Berapa pH optimum untuk fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol menggunakan
bakteri Zymomonas mobilis?
3. Berapa lama waktu fermentasi yang tepat untuk produksi etanol dari fermentasi sampah buah
jeruk?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menentukan jumlah konsentrasi inokulum bakteri Zymomonas mobilis yang efektif untuk
fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol.
2. Menentukan pH optimum untuk fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol
menggunakan bakteri Zymomonas mobilis.
3. Menentukan lama waktu fermentasi yang tepat untuk produksi etanol dari fermentasi
sampah buah jeruk.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Persiapan Alat dan Bahan
alat-alat yang dibutuhkan, antara lain: alat destilasi, bunsen, electric stove, erlenmeyer,
gelas ukur, jarum ose, kapas lemak, korek api, panci, piknometer, tabung fermentor, tabung
reaksi, dan spektrofotometer.
Bahan yang dibutuhkan, antara lain: aquades, HCl, isolat Zymomonas mobilis, NaOH,
dan sampah buah jeruk.
3.2 Pretreatment
Pretreatment adalah proses yang harus dilakukan sebelum penelitian inti yang melibatkan
variabel bebas dilakukan, proses pretreatment dalam penelitian ini meliputi:
1. Pembuatan Ekstrak Sampah Buah Jeruk
Sampel sampah buah jeruk dicuci dengan air untuk membersihkan dari kotoran,
kemudian ditimbang dan ditambahkan aquades dengan perbandingan aquades: sampah buah
jeruk (3 : 1) v/v, dihaluskan dengan diblender, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL (Zhang
et al., 2010). Selanjutnya ekstrak sampah buah jeruk digunakan untuk proses pembuatan kurva
pertumbuhan, hidrolisis, pembuatan starter dan proses fermentasi (Lampiran A.1).
2. Pembuatan Kultur Stok dan Kultur Kerja
Isolat Zymomonas mobilis disubkultur dalam tabung reaksi yang berisi medium nutrien
agar miring dan diinkubasi pada suhu 30°C selama 24 jam. Untuk memperkaya jumlah sel, maka
medium ditambahkan 20 g/L glukosa, 10 g/L yeast extract, 1 g/L (NH4)2SO4, 1 g/L K2HPO4,
0.5 g/L MgSO4.7H2O (Struch et al., 1990).
3. Kurva Pertumbuhan Zymomonas mobilis
Zymomonas mobilis diambil 1 ose dan diinokulasi ke dalam erlenmeyer 50 mL yang
berisi 5 mL ekstrak sampah buah jeruk steril. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu
30°C selama 24 jam (Aktivasi I). Sebanyak 1 mL dari aktivasi I (10 %) dipipet dan diinokulasi
kembali ke dalam erlenmeyer 50 mL yang berisi 9 mL ekstrak sampah buah jeruk, diinkubasi
dalam inkubator pada suhu 30°C selama 24 jam (Aktivasi II). Sebanyak 5 mL dari aktivasi II (10
%) dipipet dan diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi 45 ml ekstrak
sampah buah jeruk, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C selama 24 jam yang disebut
sebagai kultur fermentasi (Cazetta et al., 2007; Zhang et al., 2010).
Pengenceran dilakukan dari 10-1 sampai dengan 10-9. Medium kultur diambil 1 mL dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL aquades steril. Tabung reaksi yang berisi
campuran tersebut divortex dengan vortex mixer, dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi berikutnya. Perlakuan diulangi sampai pengeceran ke 10-9. Kurva
pertumbuhan dibuat dengan mengukur absorbansi kultur Zymomonas mobilis pada ekstrak
sampah buah jeruk. Pengukuran absorbansi Zymomonas mobilis diukur pada panjang gelombang
600 nm dengan interval tiap 1 jam sekali selama 24 jam. Dibuat grafik kurva pertumbuhan dari
nilai absorbansi dan waktu fermentasi (Obire, 2005).
4. Pembuatan Starter Zymomonas mobilis
Zymomonas mobilis diambil 1 ose dan diinokulasi ke dalam erlenmeyer 50 mL yang
berisi 5 mL ekstrak sampah buah jeruk. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C
selama 24 jam (Aktivasi I). Sebanyak 1 mL dari aktivasi I (10 %) dipipet dan diinokulasi
kembali ke dalam erlenmeyer 50 mL yang berisi 9 mL ekstrak sampah buah jeruk, diinkubasi
dalam inkubator pada suhu 30°C selama 24 jam (Aktivasi II). Sebanyak 5 mL dari aktivasi II (10
%) dipipet dan diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi 45 mL ekstrak
sampah buah jeruk, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C sampai jam dimana fase log
Zymomonas mobilis terjadi (sesuai dengan kurva pertumbuhan) (Aktivasi III) (Cazetta et al.,
2007; Zhang et al., 2010).
3.3 Treatment
Treatment adalah proses penelitian inti yang melibatkan variable bebas dilakukan,
proses treatment dalam penelitian ini meliputi:
1. Pembuatan Medium Fermentasi
Ekstrak sampah jeruk diatur pH dengan penambahan HCl atau NaOH sehingga diperoleh
medium dengan pH sesuai dengan rancangan penelitian (pH 3,5; pH 4; dan pH 6). Ekstrak
sampah buah jeruk kemudian disterilisasi.
2. Proses Hidrolisis
Sampel dengan pH 3,5 menggunakan variabel hidolisis sampel dengan pemanasan dan
penambahan enzim α-amilase dan tanpa pemanasan maupun penambahan enzim α-amilase,
kecuali pada sampel konsentrasi inokulum 0 %. Seluruh sampel dengan pH 4 dan pH 6
dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase.
a. Pemanasan dan penambahan enzim α-amilase
Ekstrak sampah buah jeruk sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer
dipanaskan di atas hot plate, sesekali corong dibuka sambil diaduk-aduk. Proses pemanasan
berlangsung ±2 jam dengan suhu pemanasan ±100°C (Mosier et al., 2006), didinginkan
sampai suhu mencapai ±45°C, ditambah enzim α-amilase sebanyak 0,12%. Diinkubasi pada
suhu kamar selama 80 menit (Bascar et al., 2008; Sulfahri dkk., 2010).
b. Tanpa Pemanasan dan tanpa penambahanenzim α-amilase
Setelah proses sterilisasi, sampel ekstrak sampah buah jeruk sebanyak 50 mL didiginkan dan
diletakkan pada tempat yang steril.
3. Proses Fermentasi
Starter ditambahkan dengan konsentrasi sesuai dengan rancangan penelitian (0%; 5 %;
dan 10%) ke dalam botol fermentor 100 mL yang berisi 50 mL ekstrak sampah buah jeruk,
diinkubasi dengan lama sesuai dengan rancangan penelitian (0 hari; 2 hari; 4 hari; 6 hari; dan 8
hari) pada suhu kamar. Proses fermentasi dilakukan pada kondisi anaerob menggunakan penutup
sumbat karet dan dilubangi tengahnya untuk dipasangi selang yang ujungnya dimasukkan dalam
air. Setelah proses fermentasi selesai, tutup botol dilepas, ditutup dengan kapas lemak dan
dipasteurisasi pada suhu ±80°C selama 10 menit (Puspita dkk., 2010) (lampiran A.6).
4. Pengukuran Kadar Etanol
Tabung distilasi dan labu gondok 250 mL disiapkan, selanjutnya 50 mL sampel cairan
hasil fermentasi menggunakan labu ukur 50 mL, dan dimasukkan ke dalam tabung destilasi.
Dididihkan dengan hati-hati untuk menghindari buih yang berlebihan, destilasi campuran alkohol
dan air sampai dapat dikumpulkan tepat 5 mL distilat (Purwanto, 2004).
Sementara dilakukan destilasi, piknometer dikalibrasi. Piknometer diisi akuades destilasi
dan ditutup. Piknometer dan akuades ditimbang, berat yang didapat adalah W2. Kemudian
piknometer dikosongkan, akuades yang tersisa diabsorbsi dengan aseton. Tabung piknometer
dikeringkan dengan oven. Piknometer yang telah kering ditimbang, berat yang didapatkan adalah
W1. Berat akuades (W) dihitung dengan cara W2-W1 (Purwanto, 2004).
Distilat dipindahkan ke dalam gelas beaker kering. Distilat diaduk supaya homogen
sebelum diisikan ke piknometer. Piknometer kering diisi dengan distilat, permukaan luar
piknometer dikeringkan dan ditimbang. Hasil yang didapat adalah W3.
Berat distilat adalah W3-W1=L. Berat air (L) dihitung dengan “specific gravity” atau spg
= L/W. Nilai spg ditentukan dengan menggunakan Tabel AOAC (Analysis of the Association of
Official Analitical Chemists) dan selanjutnya persentase etanol dihitung (Purwanto, 2004)
(lampiran A.7).
Pemilihan variabel pH adalah berdasarkan studi literatur yang menyebutkan bahwa pH
yang efektif untuk pertumbuhan Zymomonas mobilis adalah 4-6,5 dan Zymomonas mobilis dapat
menguraikan glukosa, fruktosa,dan sukrosa untuk memproduksi etanol (Nowak, 2000).
Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan oleh penulis kisaran pH 4 adalah pH awal sampah
jeruk, maka pH 4 dijadikan variasi bebas, sedangkan pH 3,5 adalah kondisi keasaman medium
yang dapat menimbulkan terjadinya proses hidrolisis dan 6 adalah range pH untuk fermentasi
(Cazetta et al., 2007).
Pemilihan variabel konsentrasi inokulum adalah berdasarkan studi literature yang
berbeda menyebutkan bahwa konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis yang optimum adalah
5% (Chaudhary et al., 2006) dan ada juga yang menyebutkan bahwa konsentrasi inokulum
Zymomonas mobilis yang optimum adalah 10% (Onsoy et al., 2007). Sedangkan konsentrasi
inokulum Zymomonas mobilis 0% adalah sebagai kontrol.
Pemilihan varibel hidrolisis sampel dengan pemanasan dan penambahan enzim α-amilase
dan tanpa pemanasan maupun penambahan enzim α-amilase hanya digunakan pada sampel
dengan pH 3,5 atau pada sampel dengan menggunakan pH awal jeruk dan pada sampel dengan
penambahan konsentrasi inokulum 5% dan 10%. pH 3,5 termasuk nilai pH yang diklasifikasikan
dalam proses hidrolis asam dalam produksi etanol (Taherzadeh et al., 2007). Oleh karena itu,
perlu diketahui perbandingan nilai efektifitas sampel untuk produksi etanol dengan proses
hidrolisis asam saja, sampel yang melalui proses hidrolisis dengan asam, pemanasan, dan
penambahan enzim α-amilase, dan sampel yang melalui proses hidrolisis dengan pemanasan, dan
penambahan enzim α-amilase. Sedangkan, konsentrasi inokulum 0 % tidak diberikan perlakuan
proses hidrolisis karena inokulum 0 % hanya merupakan variabel kontrol.
Pemilihan variabel lama waktu fermentasi adalah berdasarkan penelitian pendahuluan
yang dilakukan oleh penulis. Dilakukan fermentasi buah jeruk 50 ml dengan menggunakan pH
3,5 dan konsentrasi inokulum fermentasi menggunakan 10% dan didapatkan hasil kadar etanol
sebanyak 6,34% pada hari ke-2 dan kadar etanol sebanyak 9,82% pada hari ke-4. Berdasarkan
hipotesis penulis pada hari ke-8 sudah akan terjadi penurunan kadar etanol yang dihasilkan
karena fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae menghasilkan kadar optimum selama
10 hari (Sulfahri et al., 2011) sedangkan fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis adalah
lebih cepat dari fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae (Zhang et al., 2010). Oleh
karena itu, digunakan lama fermentasi 0 sampai 8 hari dengan interval 2 hari. Variasi lama waktu
fermentasi 0 hari hanya dilakukan pada konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis 0% saja
karena digunakan sebagai variabel kontrol. Pada waktu fermentasi 0 hari, konsentrasi inokulum
tidak akan memberikan pengaruh pada kadar etanol yang dihasilkan karena bakteri Zymomonas
mobilis tidak memiliki waktu untuk melakukan proses fermentasi.
3.4 Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dibuat dalam sebuah grafik untuk kemudian dibandingkaan. Dari
grafik perbandingan tersebut akan dapat diketahui nilai pH, jumlah konsentrasi inokulum
Zymomonas mobilis, cara hidrolisis yang paling efektif, dan lama waktu fermentasi yang paling
optimal menghasilkan etanol. Selain itu, data yang diperoleh dianalisis dengan literatur yang
dimiliki oleh penulis. Data yang diperoleh dianalisis dengan analysis of variance (ANOVA)
dilanjutkan dengan uji tukey pada taraf kepercayaan 95% (α=0,05) untuk mengetahui perbedaan
nyata antara kombinasi perlakuan konsentrasi inokulum dan lama fermentasi (Walpole, 1992).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Umur Starter Zymomonas Mobilis pada Medium Fermentasi
Setiap mikroorganisme memiliki bentuk kurva pertumbuhan yang spesifik. Hal ini juga
terlihat pada kurva pertumbuhan Zymomonas Mobilis pada Gambar 4.1. Pada gambar tersebut
dapat dilihat bahwa Zymomonas Mobilis memiliki beberapa fase diantaranya fase lag yaitu pada
jam ke-0 sampai jam ke-3. Menurut Hogg (2005), Fase lag merupakan fase adaptasi untuk
menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Pada fase lag tidak ada pertambahan jumlah sel
yang banyak, meskipun metabolit sel dalam keadaan aktif. Hal ini menunjukkan bahwa
Zymomonas mobilis melakukan adaptasi yang cukup singkat. Hal ini disebabkan karena media
untuk starter sama dengan media fermentasi sebelumnya. Selanjutnya fase eksponensial pada
jam ke-3 sampai jam ke-14. Fase eksponensial merupakan fase perbanyakan jumlah sel, aktivitas
sel meningkat, dan merupakan fase yang penting dalam pertumbuhan Zymomonas Mobilis.
Setelah fase eksponensial, terdapat fase stasioner, dimana jumlah sel cenderung tidak berubah,
yaitu pada jam ke-14 sampai jam ke-24.
Starter merupakan kumpulan mikroorganisme yang siap diinokulasikan ke dalam
medium fermentasi. Pada dasarnya pertumbuhan sel mikroba berlangsung tanpa batas. Tetapi,
karena pertumbuhan berlangsung dengan mengkonsumsi nutrient sekaligus mengeluarkan
(eksresi) produk-produk metabolisme yang terbentuk, maka setelah waktu tertentu laju
pertumbuhan akan menurun dan akhirnya berhenti sama sekali. Pertumbuhan berhenti dapat
disebabkan karena beberapa nutrien esensial dalam medium atau karena terjadinya akumulasi
autotoksin dalam medium atau kombinasi keduanya (Hutkins, 2006).
Menurut Hogg (2005) umur stater yang digunakan sebagai inokulum, ditentukan dengan
menghitung laju pertumbuhan spesifik (μ) dan waktu doubling time (tg). Berdasarkan
perhitungan dengan menggunakan rumus Hogg untuk laju pertumbahan dan waktu doubling time
yang mengacu pada kurva pertumbuhan Gambar 2.1 yang merupakan umur stater Zymomonas
mobilis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jam ke-6,5, pada μ= 0,592 generasi/jam
dengan waktu doubling time (waktu lipat dua) tercepat 70 menit. Umur starter yang baik
digunakan sebagai inokulum medium fermentasi adalah di sepanjang fase eksponensial, karena
pada fase ini sel mikroorganisme memiliki kemampuan membelah yang maksimum.
Gambar 4.1. Kurva Pertumbuhan Zymomonas Mobilis Pada Medium Sampah Buah Jeruk
Umumnya umur kultur yang digunakan diambil pada pertengahan fase eksponensial.
Hogg (2005) menjelaskan bahwa pada fase eksponensial sel mikroorganisme dalam keadaan
stabil, sel-sel baru terbentuk dengan laju konstan dan sel mikroorganisme membelah secara
optimum pada saat doubling time (waktu lipat dua), yang biasanya tercapai di tengah-tengah fase
logaritma.
4.2 Fermentasi Etanol
Fermentasi etanol dari sampah buah jeruk menggunakan bakteri Zymomonas mobilis
dilakukan dengan berbagai variasi, yaitu: variasi hidrolisis, variasi konsentrasi inokulum, dan
variasi pH. Fermentasi etanol dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu kondisi
fermentasi. Kondisi yang dimaksud adalah kondisi nilai pH. Kondisi fermentasi merupakan salah
satu faktor penting dalam proses fermentasi, karena kondisi tersebut memungkinkan kerja enzim
secara tepat. Selain kondisi fermentasi, faktor lain yang mempengaruhi proses fermentasi adalah
konsentrasi inokulum. Inokulum merupakan mikroorganisme yang diinokulasikan ke dalam
medium fermentasi. Inokulum memiliki peran yang paling penting dalam menunjang
keberhasilan proses fermentasi. Pada fermentasi sampah buah jeruk ini digunakan inokulum
Zymomonas mobilis. Pada penelitian ini digunakan bakteri Zymomonas mobilis, karena memiliki
banyak kelebihan, diantaranya adalah lebih toleran terhadap suhu, pH rendah (Nowak, 2000),
serta tahan terhadap etanol konsentrasi tinggi (Busche et al., 1992).
Fermentasi sampah buah jeruk dilakukan selama 8 hari dengan variasi konsentrasi
inokulum Zymomonas mobilis yang ditambahkan yaitu 0% (kontrol); 5 %; dan 10% pada kondisi
pH 3,5; 4; dan 6, serta digunakan variasi perlakuan cara hidrolisis dengan pemanasan dan
penambahan enzim α-amilase dan tanpa pemanasan maupun penambahan enzim α-amilase.
4.2.1 Pengaruh Proses Hidrolisis terhadap Kadar Etanol
Hidrolisis adalah proses konversi pati menjadi glukosa. Pati merupakan homopolimer
glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi, yaitu: fraksi terlarut dan tidak
terlarut. Fraksi terlarut pati berupa amilosa yang memiliki ikatan lurus (1,4)-D-Glikosidik yang
dapat dipecah dengan pemanasan. Sedangkan fraksi pati tidak terlarut berupa amilopektin yang
memiliki ikatan bercabang (1,6)-D-Glikosidik (Bascar et al., 2008). Sampel dihidrolisis dengan
berbagai cara, yaitu: Pengasaman, pemanasan, dan penambahan ezim α-amilase (Zhang et al.,
2010). pH 3,5 termasuk nilai pH yang diklasifikasikan dalam proses hidrolis asam dalam
produksi etanol (Taherzadeh et al., 2007). Beberapa asam yang umum digunakan untuk
hidrolisis asam antara lain adalah asam pekat (H2SO4), asam perklorat dan HCl (Taherzadeh et
al., 2007). Oleh karena itu, sampel dengan pH 3,5 menggunakan variabel hidolisis sampel
dengan pemanasan dan penambahan enzim α-amilase dan tanpa pemanasan maupun
penambahan enzim α-amilase. pH 3,5 dalam sampel dibuat dengan menambahkan HCl dalam
sampel. HCl yang dibutuhakan dalam pembuatan sampel ini relatif sedikit, karena pH awal
sampel sekitar 4. Fermentasi dilakukan selama 8 hari, dan dengan pengukuran kadar etanol
setiap 2 hari sekali. Kadar etanol yang dihasilkan berdasarkan variasi hidrolisis dengan pH awal
3,5 dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Perbandingan Kadar Etanol (%) Berdasarkan Variasi Hidrolisis dengan
pHAwal 3,5
Konsentrasi
InokulumHirolisis
Lama Waktu Fermentasi (Hari)
2 4 6 8
5%Pemanasan+penambahan enzim α-amilase 3,48 8,09 9,08 9,16
Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim α-amilase) 2,51 7,25 8,55 8,70
10%Pemanasan+penambahan enzim α-amilase 7,25 8,10 10,79 10,71
Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim α-amilase) 7,10 8,77 10,29 10,17
Pada hari ke-8 kadar etanol dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum 5% yang
dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase mengalami kenaikan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6
sedangkan kadar etanol dengan sampel konsentrasi inokulum 5% yang tanpa dipanaskan dan
tanpa ditambahi enzim α-amilase mengalami kenaikan 0,15 % (v/v). Pada hari ke-8 kadar etanol
dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum 10% yang dipanaskan dan ditambahi enzim α-
amilase mengalami penurunan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6 sedangkan kadar etanol dengan sampel
konsentrasi inokulum 10% yang tanpa dipanaskan dan tanpa ditambahi enzim α-amilase
mengalami penurunan 0,12 % (v/v).
Berdasarkan uji anova yang dilanjutkan dengan uji tukey dengan selang kepercayaan
95%, dapat diketahui bahwa sampel dengan pH 3,5 untuk konsentrasi inokulum 5% dan 10%
dengan perlakuan dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase dengan sampel yang tanpa
dipanaskan dan tanpa ditambahi enzim α-amilase, menghasilkan kadar etanol dengan nilai yang
berbeda nyata. Kadar etanol sampel dengan perlakuan dipanaskan dan ditambahi enzim α-
amilase lebih banyak dibandingkan kadar etanol sampel dengan perlakuan tanpa dipanaskan dan
tanpa ditambahi enzim α-amilase. Sehingga dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan kadar
etanol yang optimum diperlukan proses pemanasan dan penambahan enzimα-amilase.
Berdasarkan uji anova yang dilanjutkan dengan uji tukey dengan selang kepercayaan
95% dengan dua variasi hidrolisis, Lama waktu fermentasinya untuk 2 hari, 4 hari, 6 hari
menghasilkan kadar etanol yang berbeda nyata, tetapi pada pada fermentasi 6 hari dan 8 hari
kadar etanol yang dihasilkan memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Sehingga dapat diketahui
bahwa untuk mendapatkan kadar etanol yang optimum diperlukan fermentasi sampah buah jeruk
selama 6 hari. Meskipun lama waktu fermentasi 8 hari untuk konsentrasi 5% memberikan kadar
etanol yang lebih banyak dibanding hari ke-6, lama waktu fermentasi 8 hari tidak memberikan
perbedaan hasil yang lebih menguntungkan dalam proses produksi karena selisih kadar etanolnya
tidak banyak tetapi waktu yang diperlukan untuk fermentasi lebih lama.
Pada konsentrasi inokulum 5% maupun 10% perlakuan sampel yang dipanaskan dan
ditambahi enzim α-amilase menghasilkan etanol yang lebih tinggi meskipun sampel memiliki pH
yang sama yaitu 3,5. pH 3,5 merupakan salah satu cara untuk menghidrolisis sampel, akan tetapi
hanya ikatan bercabang yang mampu dipecah oleh proses pengasaman tersebut. Sedangkan
pemanasan dan penambahan ezim α-amilase juga merupakan proses hidrolisis yang mampu
memecah ikatan lurus dan bercabang. Proses pemanasan dan penambahan enzim α-amilase pada
sampel dengan pH 3,5 menghasilkan etanol yang lebih tinggi dari sampel yang tidak melaui
proses pemanasan maupun penambahan enzim α-amilase karena proses pemanasan dan
penambahan enzim α-amilase pada sampel mengakibatkan semakin banyaknya rantai amilum
yang terpecah dan dapat diuraikan oleh Zymomonas mobilis.
4.2.2 Pengaruh Konsentrasi Inokulum terhadap Kadar Etanol Berdasarkan Lama Waktu
Fermentasi
Fermentasi etanol pada kondisi anaerob ini dilakukan pada berbagai konsentrasi inokulum
yang berbeda yaitu 0% (kontrol); 5%; dan 10%. Seluruh sampel dengan pH 3,5; pH 4; dan pH 6
dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase. Nilai pH 3,5 dalam sampel dibuat dengan
menambahkan HCl dalam sampel. Nilai pH 4 merupakan nilai kisaran pH awal sampel yang
digunakan tanpa penambahan HCl dan untuk membuat sampel dalam kondisi keasaman yang
tepat maka sampel ditambahi sedikit HCl atau NaOH sehinga didapatkan sampel dengan pH 4.
Nilai pH 6 adalah pH sampel yang didapatkan dengan menambahkan NaOH. Fermentasi
dilakukan selama 8 hari, dan dengan pengukuran kadar etanol setiap 2 hari sekali. Kadar etanol
yang dihasilkan dari proses fermentasi selama 8 hari dengan berbagai konsentrasi inokulum dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kadar Etanol Hasil Fermentasi Ekstrak Sampah Buah Jeruk (%)
Konsentrasi
InokulumpH
Lama Waktu Fermentasi Hari)
0 2 4 6 8
0%
3,5 0,00 0,00 0,00 0,00 0,49
4 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
6 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
5%
3,5 3,48 8,09 9,08 9,16
4 4,10 7,25 10,36 10,29
6 5,89 8,69 11,64 11,56
10%
3,5 7,25 8,10 10,79 10,71
4 6,01 8,62 11,36 11,29
6 6,01 7,78 9,70 9,70
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa seluruh sampel pada konsentrasi inokulum
0% pada hari ke-0 sampai hari ke-8 tidak terdapat etanol, kecuali pada hari ke-8 dengan pH
sampel 3,5. Hal ini mengindikasikan tidak adanya proses fermentasi karena tidak adanya
Zymomonas mobilis. Pada konsentrasi 0% hari ke-8 terdapat kadar etanol sebesar 0,49% (v/v).
Hal ini disebabkan karena sampah buah jeruk mengandung gula reduksi dan air yang mendukung
terjadinya peristiwa fermentasi secara enzimatis yang dihasilkan dalam sampah buah jeruk. Pada
umunya buah-buahan masak mengandung etanol secara alami (sudah terdapat sejak bahan
pangan tersebut baru dipanen dari pohon). Semakin masak buah maka kadar etanolnya semakin
tinggi tetapi kadarnya masih dibawah 1 % (Yudoamijoyo dkk., 1992).
Berdasarkan Tabel 4.2 konsentrasi inokulum 5% dan 10% untuk pH 3,5, dapat diketahui
bahwa kadar etanol terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Kadar etanol tertinggi
untuk pH 3,5 dan 4 yaitu pada konsentrasi inokulum 10% dengan lama waktu fermentasi 6 hari.
Kadar etanol tertinggi untuk pH 3,5 sebesar 10,79% (v/v), sedangkan kadar etanol tertinggi
untuk pH 4 sebesar 11,36% (v/v). Kondisi medium dengan pH awal 3,5 dan 4 sesuai dengan
habitat Zymomonas mobilis sehingga Zymomonas mobilis mampu hidup dalam medium.
Konsentrasi inokulum yang lebih tinggi mengindikasikan semakin banyaknya jumlah
Zymomonas mobilis yang melakukan proses fermentasi dan akibatnya kadar etanol yang
dihasilkan akan semakin banyak. Kadar etanol tertinggi untuk pH 6 yaitu pada konsentrasi
inokulum 5% dengan lama waktu fermentasi 6 hari, yaitu sebesar 11,64% (v/v). Menurut
Gibbson et al. (1986) penggunaan konsentrasi inokulum yang terlalu tinggi dengan kondisi
lingkungan yang tidak sesuai dengan habitat Zymomonas mobilis menyebabkan pengurangan
viabilty sel. pH 4 adalah kondisi medium yang ideal untuk Zymomonas mobilis, sedangkan
sampel yang menunjukkan kadar etanol tertinggi dengan konsentrasi inokulum 5% adalah
dengan pH awal 6. pH semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu fermentasi, sehingga
pH awal 6, pada proses fermentasi kondisinya berubah menjadi kondisi ideal yang dibutuhkan
oleh Zymomonas mobilis yaitu dengan kondisi keasaman berada pada kisaran pH 4 (Zhang et al.,
2010).
Kadar etanol dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum 5% pada fermentasi hari ke-8
mengalami kenaikan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6. Sampel pH 4 konsentrasi inokulum 5% pada
hari ke-8 mengalami penurunan kadar etanol 0,07 % (v/v) dari hari ke-6. Sampel dengan pH 6
konsentrasi inokulum 5% juga mengalami penurunan kadar etanol, yakni sebesar 0,08 % (v/v)
pada hari terakhir pengukuran sampel.
Pada hari fermentasi hari ke-8 kadar etanol dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum
10% mengalami penurunan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6. Sampel pH 4 konsentrasi inokulum 10%
pada hari ke-8 mengalami penurunan kadar etanol 0,07 % (v/v) dari hari ke-6. Sampel dengan
pH 6 konsentrasi inokulum 10% memiliki kadar etanol yang sama dengan hari ke-6 yakni
sebesar 9,79 % (v/v) pada hari terakhir pengukuran sampel.
Berdasarkan uji anova yang dilanjutkan dengan uji tukey dengan selang kepercayaan
95%, dapat diketahui bahwa sampel untuk 2 Hari, 4 hari, 6 hari menghasilkan kadar etanol yang
berbeda nyata, tetapi pada pada fermentasi 6 hari dan 8 hari kadar etanol yang dihasilkan
memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Hal ini berarti, jumlah etanol yang dihasilkan pada lama
waktu fermentasi 2 hari, 4 hari, dan 6 hari selalu mengalami peningkatan kadar etanol yang
signifikan, sedangkan lama waktu fermentasi 6 hari dan 8 hari tidak mengalami peningkatan atau
penurunan dalam jumlah yang signifikan seperti halnya perubahan pada hari-hari sebelumnya.
Meskipun lama waktu fermentasi 8 hari untuk konsentrasi 5% dengan pH 3,5 memberikan kadar
etanol yang lebih banyak dibanding hari ke-6, lama waktu fermentasi 8 hari tidak memberikan
perbedaan hasil yang lebih menguntungkan dalam proses produksi karena selisih kadar etanolnya
tidak banyak tetapi waktu yang diperlukan untuk fermentasi lebih lama.
Tidak adanya perbedaan nilai kadar etanol pada hari ke-6 dan hari ke-8 terjadi akibat
kemampuan sel-sel Zymomonas mobilis dibatasi oleh toleransi terhadap etanol. Ketika etanol
terakumulasi cukup banyak di dalam medium, maka pertumbuhan sel Zymomonas mobilis akan
terhambat, sehingga sel Zymomonas mobilis akan mati. Meningkatnya konsentrasi etanol di
dalam medium juga menyebabkan struktur membran berubah. Toksisitas terhadap etanol
mempengaruhi sel melalui perubahan pada membran fosfolipid dan melemahkan struktur
membran (Sturch et al., 1991). Selain itu etanol berkurang akibat teroksidasi menjadi asam asetat
(Li et al., 2007).
Proses fermentasi akan terus berlangsung dan akan terhenti jika kadar etanol sudah
meningkat, tingginya kadar etanol akan menghambat pertumbuhan Zymomonas mobilis. Etanol
dalam metabolisme Zymomonas mobilis merupakanproduk buangan utama hasil fermentasi yang
dapat membahayakan kelangsungan hidupnya karena dapat mengganggu permeabilitas dan
fluiditas membran. Fluiditas membran bakteri meningkat dengan meningkatnya kadar etanol.
Membran menjadi permeabel terhadap proton, akibatnya interseluler sitoplasma mempunyai pH
terlalu asam, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung akan menyebabkan kerja enzim
tidak tepat (Sturch et al.,1991).
Penurunan konsentrasi etanol pada fermentasi sampel dengan konsentrasi inokulum 10%
pada hari ke-8 juga disebabkan adanya peristiwa substrat inhibitor selama proses fermentasi.
Penurunan kadar etanol pada konsentrasi gula yang berlebih terjadi sebagai akibat efek inhibisi
dari substrat (Widjaja dkk., 2010).
Berdasarkan uji anova yang dilanjutkan dengan uji tukey dengan selang kepercayaan
95%, dapat diketahui bahwa sampel pH 3,5; pH 4; dan 6 dengan konsentrasi inokulum 5%, dan
10% menghasilkan kadar etanol dengan nilai yang berbeda nyata. Hal ini berarti, kadar etanol
seluruh perlakuan sampel sesuai dengan Tabel 4.2 dengan lama waktu fermentasi 2 hari sampai 6
hari memberikan perbedaan hasil produksi etanol yang signifikan, sehingga untuk mengetahui
jumlah konsentrasi inokulum bakteri Zymomonas mobilis dan pH awal medium yang tepat agar
mendapatkan produksi etanol yang optimum dapat ditentukan dengan melihat kadar etanol
tertinggi pada Tabel 4.2. Kadar etanol tertinggi yang dihasilkan adalah 11,64 % (v/v) dengan
konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis dan kondisi keasaman medium dengan pH awal 6.
4.2.3 pH medium Selama Fermentasi
Proses fermentasi etanol dipengaruhi oleh pH medium. Hal ini dilaporkan Gandjar dkk.
(2003), bahwa pH medium fermentasi penting untuk pertumbuhan Zymomonas mobilis, karena
enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu.
Hal tersebut diperkuat oleh Reibstein et al. (1986) bahwa pH awal media fermentasi
mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan. Proton-proton mempengaruhi kinerja enzim-enzim
dalam jalur Entner-Doudoroff, diantaranya enzim fosfofruktokinase yang berperan dalam
glikolisis pada tahap konversi fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa-1,6- difosfat. Oleh karena itu,
pengaturan pH sangat penting dalam proses fermentasi. Keasaman medium awal fermentasi
diatur sebagai variable penelitian yaitu pH 3,5; pH 4; dan pH 6. Kecenderungan penurunan dan
kenaikan pH yang dihasilkan oleh fermentasi Zymomonas mobilis sesuai dengan konsentrasi
inokulum sampel dan lama waktu fermentasi disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Perubahan Keasaman Medium Fermentasi Sampah Buah Jeruk oleh Bakteri
Zymomonas mobilis
Konsentrasi pH Hidrolisis pH setelah Fermentasi
Inokulum 2 4 6 8
0%
3,5
Pemanasan+penambahan enzim α-amilase
3,47 3,46 3,46 3,40
5 3,98 3,97 3,96 3,95
6 5,98 5,98 5,96 5,95
5%
3,5Pemanasan+penambahan enzim α-amilase 3,41 3,20 2,98 2,96
Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim α-amilase) 3,46 3,24 2,98 2,95
4Pemanasan+penambahan enzim α-amilase
3,84 3,71 3,49 3,50
6 5,86 5,06 4,18 4,20
10%
3,5Pemanasan+penambahan enzim α-amilase 3,30 3,12 2,80 2,93
Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim α-amilase) 3,37 3,20 2,94 3,00
4Pemanasan+penambahan enzim α-amilase
3,80 3,72 3,52 3,60
6 5,67 5,34 5,06 4,98
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sampel dengan konsentrasi 0% cenderung
mengalami penurunan pH dari waktu ke waktu. hari ke-0 sampai pada hari ke-6 cenderung
terjadi penurunan pH pada seluruh sampel. Penurunan pH merupakan indikasi banyaknya asam
organik yang terbentuk akibat adanya aktivitas mikroorganisme (Fardiaz,1998). Selain itu,
terjadi penurunan pH dikarenakan associated, dimana proses fermentasi etanol dan pembentukan
produk metabolit lainnya (asam organik) berjalan beriringan (Wibowa, 1990). Asam-asam
organik tersebut dapat mengakibatkan penurunan pH.
Berdasarkan Tabel 4.3, sampel pada konsentrasi inokulum 5% untuk pH 3,5; pH 4; dan
pH 6 dapat diketahui bahwa nilai pH terus menurun seiring dengan berjalannya waktu, kecuali
pada hari ke-8 untuk sampel konsentrasi inokulum 5% dengan pH 4 dan 6 yang mengalami
peningkatan pH. Sedangkan, pada konsentrasi 10% untuk pH 3,5; pH 4; dan pH 6 dapat
diketahui bahwa nilai pH terus menurun hingga hari ke-6. Pada hari ke-8, keasaman seluruh
sampel dengan konsentrasi inokulum 10% mengalami peningkatan.
Pada hari ke-8 kadar etanol dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum 5% yang
dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase mengalami kenaikan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6
diikuti dengan penurunan pH 0,02. Kadar etanol dengan sampel konsentrasi inokulum 5% yang
tanpa dipanaskan dan tanpa ditambahi enzim α-amilase mengalami kenaikan 0,15 % (v/v) diikuti
dengan penurunan pH 0,01. Sampel pH 4 konsentrasi inokulum 5% yang dipanaskan dan
ditambahi enzim α-amilase pada hari ke-8 mengalami penurunan kadar etanol 0,01 % (v/v) dari
hari ke-6 diikuti dengan peningkatan pH 0,01. Sampel dengan pH 6 konsentrasi inokulum 5%
yang dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase juga mengalami penurunan kadar etanol, yakni
sebesar 0,08 % (v/v) pada hari terakhir pengukuran sampel diikuti dengan peningkatan pH 0,02.
Pada hari ke-8 kadar etanol sampel dengan pH 3,5 konsentrasi inokulum 10% yang
dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase mengalami penurunan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6
diikuti dengan peningkatan pH 0,13. Kadar etanol dengan sampel konsentrasi inokulum 10%
yang tanpa dipanaskan dan tanpa ditambahi enzim α-amilase mengalami penurunan 0,08 % (v/v)
diikuti dengan peningkatan pH 0,06. Sampel pH 4 konsentrasi inokulum 10% yang dipanaskan
dan ditambahi enzim α-amilase pada hari ke-8 mengalami penurunan kadar etanol 0,07 % (v/v)
dari hari ke-6 diikuti dengan peningkatan pH 0,08. Sampel dengan pH 6 konsentrasi inokulum
10% yang dipanaskan dan ditambahi enzim α-amilase memiliki jumlah kadar etanol yang sama
antara hari ke-6 dengan hari terakhir pengukuran sampel diikuti dengan penurunan pH 0,6.
Menurut Dudi (2001), setelah melewati masa fermentasi pH mulai naik karena selama
kondisi pH asam terjadi dekomposisi senyawa organik yang membentuk gas yang didominasi
oleh CO2, dan sebagian kecil H2, CH4. Gas-gas tersebut menyebabkan nilai pH menjadi naik.
Pada hari ke-8 seluruh sampel yang mengalami penurunan kadar etanol atau tidak adanya
penambahan etanol dari hari sebelumnya yang diiringi dengan kenaikan pH, kecuali sampel
dengan pH awal 3,5 konsentrasi inokulum 5%. Penurunan kadar etanol yang diikuti dengan
kenaikan pH merupakan idikasi selesainya proses fermentasi, sedangkan pada hari ke-8 sampel
dengan pH awal 3,5 konsentrasi inokulum 5% masih berpotensi melakukan proses fermentasi
jika kadar gula reduksinya lebih dari 1%.
4.3. Analisis Gula Reduksi Sampah Buah Jeruk
Penurunan konsentrasi etanol pada fermentasi juga disebabkan peristiwa substrat
inhibitor selama proses fermentasi. Penurunan kadar etanol pada konsentrasi gula yang berlebih
terjadi sebagai akibat efek inhibisi dari substrat (Widjaja dkk., 2010).
Semakin banyak gula reduksi yang dapat dimanfaatkan oleh sel Zymomonas mobilis,
makin tinggi pula kadar etanol yang dihasilkan (Yang et al., 2009). Akan tetapi, jika konsentrasi
gula reduksi terlalu tinggi atau terlalu rendah juga akan berpengaruh terhadap kadar etanol yang
dihasilkan. Yudoamidjoyo dkk. (1990) mengatakan bahwa jika konsentrasi gula reduksi dalam
medium terlalu pekat menyebabkan terjadinya perbedaan konsentrasi dan tekanan osmosa yang
besar antara lingkungan dan cairan sel, sehingga terjadi peristiwa plasmolisis dan akibatnya
metabolisme sel terhambat. Sebaliknya, jika konsentrasi gula reduksi dalam medium bersifat
hipotonis bagi sel, maka aktivitas fermentasinya juga terhambat, dan akan mengalami lisis.
Kadar gula reduksi sampah buah jeruk dengan berbagi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Kadar Gula Reduksi dari Sampah Buah Jeruk
Konsentrasi
Inokulum pH Hidrolisis
Gula Reduksi Etanol
Akhir
(%)
Awal
(%)
Akhir
(%)
Konversi
(%)
0%
3,5
Pemanasan+penambahan enzim α-amilase
13,20 10,00 24,24 0,49
5 13,20 12,30 6,82 0,00
6 13,20 12,56 4,85 0,00
5%
3,5Pemanasan+penambahan enzim α-amilase 13,20 2,40 81,82 9,16
Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim α-amilase) 13,20 2,80 78,79 8,70
4Pemanasan+penambahan enzim α-amilase
13,20 1,54 88,33 10,29
6 13,20 0,96 92,73 11,56
10%
3,5Pemanasan+penambahan enzim α-amilase 13,20 1,44 89,09 10,71
Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim α-amilase) 13,20 1,63 87,65 10,17
4Pemanasan+penambahan enzim α-amilase
13,20 0,67 94,92 11,29
6 13,20 2,02 84,70 9,70
Berdasarkan Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa secara umum terjadi penurunan kadar gula
reduksi selama proses fermentasi. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi, terjadi
konversi gula reduksi menjadi etanol dan karbon dioksida. Pada konsentrasi inokulum 0% gula
reduksi tidak menurun secara signifikan, yaitu untuk pH 4 terjadi penurunan gula reduksi dari
13,20% menjadi 12,56% dengan nilai konversi 6,82%. Untuk pH 6 terjadi penurunan gula
reduksi dari 13,20% menjadi 12,30% dengan nilai konversi 4,85%. Hal ini diiringi dengan hasil
akhir etanol 0% pada inokulum 0%, hal ini disebabkan tidak dilakukannya penambahan bakteri,
sehingga tidak terjadi proses fermentasi yang mengakibatkan tidak adanya konversi gula reduksi
menjadi etanol dan karbon dioksida. Selain itu, menurut Yang et al., (2009) pada kondisi alami
tanpa penambahan bakteri, gula reduksi cenderung terkonversi menjadi asetaldehid dan beberapa
metabolit lain. Sedangkan untuk konsentrasi inokulum 0% dengan pH 3,5 terjadi konversi gula
reduksi yang lebih besar 24,24% dan diiringi dengan adanya etanol sebanyak 0,49%. Hal ini
disebabkan pada pH 3,5 terjadi proses hidrolisis yang lebih baik karena berada dalam kondisi
asam. Etanol dari sampah buah jeruk tanpa penambahan bakteri Zymomonas mobilis dengan pH
3,5 merupakan penggunaan konversi gula reduksi dan air yang mendukung terjadinya peristiwa
fermentasi secara enzimatis yang dihasilkan dalam sampah buah jeruk (Yudoamijoyo dkk.,
1992).
Pada konsentrasi inokulum 5% dan 10%, menunjukkan nilai konversi rata-rata di atas
78%. Hal ini menunjukkan terjadinya proses fermentasi, karena gula reduksi telah terkonversi
menjadi etanol dan karbon dioksida. Konversi gula tertinggi yaitu pada sampel dengan
konsentrasi inokulum 5% dengan pH 6 yaitu sebesar 92, 73% yang diiringi dengan hasil etanol
tertinggi yaitu sebesar 11,56%. Konversi gula terendah yaitu pada sampel dengan konsentrasi
inokulum 5% dengan pH 3,5 tanpa pemanasan dan penambahan enzim α-amilase yaitu sebesar
78,79% yang diiringi dengan hasil etanol terendah yaitu sebesar 8,70%. Hasil tersebut
membuktikan bahwa konversi gula reduksi digunakan oleh Zymomonas mobilis dan semakin
banyak gula reduksi yang terkonversi selama proses fermentasi maka semakin banyak pula
etanol yang dihasilkan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Jumlah konsentrasi inokulum bakteri Zymomonas mobilis yang efektif untuk fermentasi
sampah buah jeruk menjadi etanol adalah 5%.
2. Nilai pH optimum untuk fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol menggunakan bakteri
Zymomonas mobilis adalah pada pH 6.
3. Lama waktu fermentasi yang paling optimum untuk menghasilkan etanol dari sampah buah
jeruk adalah 6 hari.