uji aktivitas kacang gude (cajanus cajan (linn.) huth
TRANSCRIPT
UJI AKTIVITAS KACANG GUDE (Cajanus cajan (Linn.) Huth)
SEBAGAI NEFROPROTEKTOR PADA TIKUS JANTAN
PUTIH GALUR WISTAR (Rattus novergicus)
SKRIPSI
JAENUDIN
31115140
STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
TASIKMALAYA
2019
UJI AKTIVITAS KACANG GUDE (Cajanus cajan (Linn.) Huth)
SEBAGAI NEFROPROTEKTOR PADA TIKUS JANTAN
PUTIH GALUR WISTAR (Rattus novergicus)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Menempuh Ujian Sarjana
pada Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada
JAENUDIN
31115140
STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
TASIKMALAYA
2019
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Berjudul
UJI AKTIVITAS KACANG GUDE (Cajanus cajan (Linn.) Huth)
SEBAGAI NEFROPROTEKTOR PADA TIKUS JANTAN
PUTIH GALUR WISTAR (Rattus novergicus)
Oleh :
Jaenudin
31115140
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi
Program Studi Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada
Pada Tanggal : 20 Juni 2019
Disetujui Oleh,
Pembimbing I
Nur Rahayuningsih M.Si.,Apt
NIY. 880057
Pembimbing II
Firman Gustaman M.Farm.,Apt
NIY. 880141
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :
UJI AKTIVITAS KACANG GUDE (Cajanus cajan (Linn.) Huth)
SEBAGAI NEFROPROTEKTOR PADA TIKUS JANTAN PUTIH GALUR
WISTAR (Rattus novergicus)
Yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Farmasi
pada Program Studi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada
Tasikmalaya, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi
dari skripsi yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk
mendapatkan gelar kesarjanaan dilingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bakti Tunas Husada Tasikmalaya maupun Perguruan Tinggi atau jurusan apapun,
kecuali bagian yang bersumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.
Tasikmalaya, 20 Juni 2019
Jaenudin
31115140
i
ABSTRAK
Kacang gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) merupakan salah satu spesies
tanaman famili Leguminoceae yang diduga dapat memberikan aktivitas
nefroprotektor berdasarkan kandungan antioksidannya. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui aktivitas kacang gude sebagai nefroprotektor pada tikus
jantan putih galur wistar (Rattus novergicus) dengan induksi gentamisin yang
dilihat dari kadar kreatinin, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan gambaran
histopatologi ginjal tikus. Penelitian ini merupakan true experimental
menggunakan hewan percobaan tikus jantan putih galur wistar yang
dikelompokkan menjadi 5 kelompok secara acak. Kelompok I kontrol normal,
kelompok II kontrol negatif (gentamisin 60mg/kg BB i.p dan CMC 1% p.o),
kelompok III, IV dan V (kacang gude dosis 100 mg/kg, 200 mg/kg dan 400
mg/kg BB tikus dalam CMC 1% p.o serta 2 jam setelah pemberian dosis uji
dilanjutkan dengan induksi gentamisin 60 mg/kg BB secara i.p) selama 7 hari.
Dari hasil analisis statistik bahwa kacang gude dapat menurunkan kadar kreatinin
dengan (p<0,05) dan dapat memproteksi terjadinya nekrosis pada sel ginjal.
Namun tidak terdapat pengaruh terhadap kadar BUN dengan (p= 0,795).
Efektivitas nefroprotektor yang paling baik dihasilkan pada kelompok uji dosis II
(200 mg/ Kg BB Tikus) karena dapat menurunkan kadar kreatinin (p =0,485) dan
perbaikan sel nekrosis sebesar 19,608%.
Kata kunci : Kacang gude, kreatinin, Blood Urea Nitrogen (BUN), nefroprotektor.
ii
ABSTRACT
Pigeonpea (Cajanus cajan (Linn.) Huth) is a family of plant species suspected
Leguminoceae can provide nephroprotector based antioxidant effect. The purpose
of this study was to determine the activity of pigeonpea as nephroprotector on
white male rats wistar strain (Rattus novergicus) with induction of gentamicin
were seen from the levels Creatinine, Blood Urea Nitrogen (BUN) and a picture
of rat kidney histopathology. This research is true experimental use of white male
rats wistar strain were divided into 5 groups randomly. The first group was
normal control, group II negative control (gentamicin 60 mg/kg rats i.p and CMC
1% p.o), Group III, IV and V (pigeon pea dose of 100 mg/kg, 200 mg/kg and 400
mg/kg rats in CMC 1% p.o and then 2 hours after administration of the test dose
followed by induction of gentamicin 60 mg/kg rats i.p) for 7 days. The results of
Statistical analysis showed that pigeonpea can lower creatinine levels (p <0.05)
and may protect the kidney cell necrosis. But there is no effect on the level BUN
(p=0,795). The effectiveness of nephroprotector was best produced in the dose II
(200 mg/kg) because it can reduce creatinie levels and repair necrosis cell
19,608%.
Keywords : Pigeonpea, creatinine, Blood Urea Nitrogen (BUN), nephroprotector.
iii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat serta karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “ Uji
Aktivitas Kacang Gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) Sebagai Nefroprotektor
Pada Tikus Jantan Putih Galur Wistar (Rattus novergicus)”. Skripsi ini
ditujukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menjadi Sarjana Farmasi pada
Program Studi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada
Tasikmalaya.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
dan banyak kekurangan baik dalam metode penulisan maupun dalam pembahasan
materi. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan kemampuan Penulis. Penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, mudah-mudahan
dikemudian hari dapat memperbaiki segala kekurangannya.
Dalam penulisan skripsi ini, Penulis selalu mendapatkan bimbingan,
dorongan, serta motivasi dari banyak pihak. Oleh karena itu Penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Nur Rahayuningsih, M.Si.,Apt selaku Ketua Prodi S1 Farmasi STIKes
Bakti Tunas Husada Tasikmalaya sekaligus pembimbing I yang telah
meluangkan waktu, membimbing dan mengarahkan serta memberikan
masukan-masukan yang membangun kepada Penulis dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
iv
2. Bapak Firman Gustaman, M.Farm.,Apt selaku pembimbing II yang telah
mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada Penulis dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Vera Nurfiana, M.Farm selaku wali dosen selama berada di kelas Farmasi
C yang telah membimbing dan mengarahkan selama berada di STIKes Bakti
Tunas Husada Tasikmalaya.
4. Seluruh dosen dan staf Prodi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada
Tasikmalaya yang turut serta membantu demi kelancaran penelitian ini.
5. Kedua orang tua atas do’a, motivasi, dukungan baik secara moral ataupun
materi serta ridhonya untuk Penulis menyelesaikan skripsi ini.
6. Rekan-rekan seperjuangan bidang Farmakologi, Farmasi 4C dan Farmasi
angkatan 2015 yang telah memberikan semangat, motivasi serta telah
membantu Penulis dalam pengerjaan penelitian ini.
Akhirnya, Penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada semua pihak yang tidak
dapat Penulis sebutkan satu-persatu yang turut memberikan bantuan dan dorongan
kepada Penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Besar harapan
semoga skripsi yang ditulis ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri
dan umumnya bagi pembaca. Bagi para pihak yang membantu dalam penulisan
skripsi ini, semoga amal dan kebaikannya mendapatkan balasan yang berlimpah
dari Tuhan Yang Maha Esa., Aamiin.
Tasikmalaya, Juni 2019
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ........................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah ................................................................................ 4
1.4 Rumusan Masalah ............................................................................. 4
1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.6 Kegunaan Penelitian .......................................................................... 5
1.6.1 Bagi Penulis ...................................................................................... 5
1.6.2 Bagi Institusi Pendidikan ................................................................ 5
1.6.3 Bagi Masyarakat .............................................................................. 5
1.7 Metodologi Penelitian ........................................................................ 6
1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 6
1.8.1 Lokasi ................................................................................................ 6
1.8.2 Waktu Pelaksanaan ........................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman ................................................................................. 7
2.1.1 Klasifikasi Tanaman ........................................................................ 7
2.1.2 Nama Daerah Tanaman Gude ........................................................ 8
2.1.3 Morfologi Tanaman ......................................................................... 8
vi
2.1.4 Kandungan Kimia ............................................................................ 9
2.1.5 Manfaat ............................................................................................. 9
2.2 Antioksidan ........................................................................................ 9
2.3 Ginjal ............................................................................................... 10
2.3.1 Anatomi dan Fungsi Ginjal .......................................................... 10
2.3.2 Gangguan Fungsi Ginjal ............................................................... 12
2.4 Drug Selected Types Of Nephrotoxicity ........................................... 13
2.5 Pemeriksaan Fungsi Ginjal .............................................................. 14
2.5.1 Kreatinin ......................................................................................... 14
2.5.2 Ureum .............................................................................................. 15
2.6 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 15
2.7 Hipotesa ........................................................................................... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan ................................................................................. 17
3.1.1 Alat .................................................................................................. 17
3.1.2 Bahan ............................................................................................... 17
3.2 Sampel Penelitian ............................................................................ 18
3.2.1 Pengumpulan Sampel .................................................................... 18
3.2.2 Determinasi Tanaman ................................................................... 18
3.2.3 Pembuatan Simplisia ..................................................................... 18
3.3 Skrining Fitokimia ........................................................................... 18
3.3.1 Uji Alkaloid ............................................................................ 18
3.3.2 Uji Flavonoid .......................................................................... 19
3.3.3 Uji Saponin ............................................................................. 19
3.3.4 Uji Tanin atau Polifenol .......................................................... 20
3.3.5 Uji Kuinon .............................................................................. 20
3.3.6 Uji Steroid dan Triterpenoid ................................................... 20
3.3.7 Uji Monoterpen dan Seskuiterpen .......................................... 20
3.4 Pengujian Aktivitas Nefroprotektor ................................................. 21
3.4.1 Penyiapan Hewan Percobaan ....................................................... 21
3.4.2 Dosis Uji Kacang Gude ................................................................ 21
vii
3.4.3 Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan ...................................... 21
3.4.4 Pengambilan Serum Darah Tikus ................................................ 23
3.4.5 Pemeriksaan Kadar Kreatinin ...................................................... 23
3.4.6 Pemeriksaan Kadar Ureum ........................................................... 24
3.4.7 Histopatologi Ginjal Tikus ........................................................... 24
3.5 Analisis Data .................................................................................... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Determinasi ...................................................................................... 26
4. 2 Hewan Percobaan ............................................................................ 26
4. 3 Skrining Fitokimia ........................................................................... 26
4. 4 Pemeriksaan Kadar Kreatinin dan BUN .......................................... 28
4.4.1 Analisis Statistik Hasil Pemeriksaan Kadar Kreatinin ............. 30
4.4.2 Analisis Statistik Hasil Pemeriksaan BUN ................................ 31
4. 5 Hasil Histopatologi Ginjal Tikus ..................................................... 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 34
5.2 Saran ................................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Jadwal Kegiatan ....................................................................................... 6
3.1. Pengelompokan dan Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan ................... 22
3.2 Prosedur Pemeriksaan Kreatinin Serum ................................................... 23
3.3 Prosedur Pemeriksaan Kadar Ureum ........................................................ 24
4.1 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia Kacang Gude ......................... 27
4.2 Hasil Pengujian Kreatinin dan BUN .......................................................... 29
4.3 Hasil Uji LSD Kadar Kreatinin .................................................................. 30
4.4 Hasil Analisis Histopatologi ...................................................................... 32
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Tanaman Gude .......................................................................................... 7
2.2 Bagian-Bagian Ginjal ................................................................................. 11
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
I HASIL DETERMINASI TUMBUHAN ........................................... 40
II SERTIFIKAT VETERINER .............................................................. 42
III DOKUMENTASI .............................................................................. 43
IV DATA PEMERIKSAAN KADAR KREATININ, BLOOD UREA
NITROGEN (BUN) ............................................................................... 46
V HASIL ANALISIS STATISTIK KADAR KREATININ DAN
BLOOD UREA NITROGEN (BUN) ..................................................... 47
VI HASIL HISTOPATOLOGI .................................................................. 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah
dengan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan
cairan dalam tubuh, serta memproduksi hormon dan enzim yang membantu dalam
mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah dan menjaga tulang tetap
kuat. Setiap hari kedua ginjal menyaring sekitar 120-150 liter darah dan
menghasilkan sekitar 1-2 liter urin. Tiap ginjal tersusun dari sekitar sejuta unit
penyaring yang disebut nefron. Gangguan pada ginjal dapat berupa penyakit
ginjal kronis (PGK) dan gangguan ginjal akut (acute kidney injury) (Kemenkes
RI, 2017).
Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, meningkat tajam pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%),
diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%), tertinggi pada
kelompok umur ≥75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi
dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi pada masyarakat pedesaan (0,3%),
tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%), dan
kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah masing-masing 0,3
persen (Riskesdas, 2013).
2
Gentamisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang telah
diketahui toksik terhadap ginjal. Akibat yang dapat ditimbulkan oleh agen
nefrotoksik ini salah satunya adalah kerusakan tubulus ginjal (Rajak dkk, 2016).
Pemberian gentamisin pada tikus wistar dengan dosis 60 mg/kg BB/hari selama
7-10 hari menunjukkan edema, nekrosis, dan apoptosis sel epitel tubulus, serta
robekan membrana basalis tubulus dan setelah hari ke-10 juga terlihat
perlemakan makrovesikuler. Terjadinya nekrosis sel epitel tubulus dan robekan
membrana basalis menunjukkan tingkat toksisitas berat (M. Lintong dkk, 2012).
Kacang gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) merupakan salah satu spesies
tanaman famili Leguminoceae. Pemanfaatan kacang gude oleh masyarakat saat
ini masih kurang optimal, masyarakat hanya memanfaatkan kacang gude sebagai
sayur bongko atau hanya dibuat sebagai lalapan. Kacang gude (Cajanus cajan
(Linn.) Huth) memiliki segudang manfaat bagi kesehatan, diantaranya sebagai
antidiabetes (S Ariviani dkk, 2018), hepatoprotektor (Roosmarinto & Rahayu,
2016), dan antibakteri (R. Raveena, R. Premalatha and A. saranya. 2016).
Antioksidan adalah zat yang memperlambat atau menghambat stress
oksidatif pada molekul target. Antioksidan melindungi molekul target dengan
berbagai cara, salah satunya yaitu dengan cara melindungi komponen sel utama
yang menjadi sasaran radikal bebas (Priyanto, 2010). Radikal bebas akan
membahayakan tubuh karena dapat merusak sel-sel jaringan disekitarnya,
merusak membran sel, dan merusak inti sel DNA yang berakibat kematian sel
(Muchtadi D, 2013). Hasil penelitian aktivitas antioksidan dari serbuk kacang
gude dengan metode DPPH didapatkan nilai IC50 sebesar 70,08 mg/ml
3
(Roosmarinto & Rahayu, 2016). Berdasarkan dari kandungan kacang gude yang
kaya akan antioksidan maka peneliti ingin membuktikan aktivitas kacang gude
sebagai nefroprotektor.
1.2 Identifikasi Masalah
Permasalahan yang muncul pada penelitian ini adalah :
1. Belum diketahuinya aktivitas kacang gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth)
sebagai nefroprotektor pada tikus jantan putih galur wistar (Rattus
novergicus) yang ditinjau dari kadar kreatinin dan Blood Urea Nitrogen
(BUN).
2. Belum diketahuinya dosis efektif kacang gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth)
sebagai nefroprotektor pada tikus jantan putih galur wistar (Rattus
novergicus).
3. Belum diketahuinya gambaran histopatologi ginjal pengaruh pemberian
kacang gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) sebagai nefroprotektor dengan
induksi gentamisin.
4. Belum diketahuinya senyawa spesifik dari kacang gude (Cajanus cajan
(Linn.) Huth) yang berpotensi sebagai nefroprotektor.
4
1.3 Batasan Masalah
Berhubung terbatasnya waktu penelitian maka dilakukan pembatasan masalah
dalam penelitian diantaranya :
1. Aktivitas kacang gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) sebagai nefroprotektor
pada tikus jantan putih galur wistar (Rattus novergicus) yang ditinjau dari
kadar kreatinin dan Blood Urea Nitrogen (BUN).
2. Gambaran histopatologi ginjal tikus jantan putih galur wistar setelah
pemberian kacang gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) sebagai nefroprotektor
dengan induksi gentamisin.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah pemberian kacang gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) memberikan
aktivitas nefroprotektif pada tikus jantan putih galur wistar (Rattus
novergicus) yang diindu\ksi gentamisin?
2. Bagaimanakah pengaruh pemberian kacang gude (Cajanus cajan (Linn.)
Huth) terhadap penurunan kadar kreatinin, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan
gambaran histopatologi ginjal tikus jantan putih galur wistar (Rattus
novergicus) yang diinduksi gentamisin?
5
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas kacang
gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) sebagai nefroprotektor pada tikus jantan putih
galur wistar (Rattus novergicus) dengan induksi gentamisin yang dilihat dari
kadar kreatinin, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan gambaran histopatologi ginjal
tikus.
1.6 Kegunaan Penelitian
1.6.1 Bagi Penulis
Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai aktivitas kacang gude
(Cajanus cajan (Linn.) Huth) sebagai nefroprotektor.
1.6.2 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau sebagai bahan
bacaan dan dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lanjutan.
1.6.3 Bagi Masyarakat
Untuk menambah pengetahuan mengenai pemanfaatan kacang gude
(Cajanus cajan (Linn.) Huth) bagi kesehatan terutama sebagai nefroprotektor.
6
1.7 Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode true experimental
dengan rancangan post test only control group design.
1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
1.8.1 Lokasi
Laboratorium Farmakologi, Laboratorium Farmakognosi dan ruang
instrumen Prodi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya.
1.8.2 Waktu Pelaksanaan
Tabel 1.1 Jadwal Kegiatan
Kegiatan
Tahun 2019
Januari Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyiapan Bahan
Determinasi Tanaman
Pembuatan Simplisia
Skrining Fitokimia
Aklimatisasi Hewan
Percobaan
Pengujian Neftroprotektor
Pengolahan Data
Penyusunan Laporan
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman
Gambar 2.1 Tanaman Gude (wikipedia.org)
Tanaman gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) adalah sejenis tanaman kacang-
kacangan yang bersifat tahunan. Bijinya dapat dimakan dan menjadi sumber
pangan alternatif. Gude merupakan tanaman tropis yang tumbuh di daratan rendah
sampai 2000 meter diatas permukaan laut. Pertumbuhannya memerlukan banyak
cahaya matahari dan tidak tahan terhadap kondisi lembap (Harryana. E dkk,
2013).
2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Adapun klasifikasi tanaman gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) adalah
sebagai berikut (UNPAD, 2019) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
8
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Cajanus
Spesies : Cajanjus cajan (L.) Millsp.
Sinonim : Cajanus cajan (L.) Huth
2.1.2 Nama Daerah Tanaman Gude
Sumatera: kacang bali (Melayu), ritik lias (Batak Karo). Jawa: kacang hiris
(Sunda), kacang gude, gude, kacang kayu (Jawa), kacang kayu (Madura). Bali:
kekace, undis. Nusa tenggara: lebui, legui (Sasak), kacang iris, kacang turis
(Timor). Sulawesi: binatung (Makasar), kance (Bugis). Maluku: Puwe jai
(Halmahera), fou hate (Ternate, tidore) (Harryana. E dkk, 2013).
2.1.3 Morfologi Tanaman
Tanaman gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) memiliki tinggi antara 1-2
meter, batang bulat, beralur, hijau kecoklatan. Daunnya berkumpul tiga,
bertangkai pendek, helai daun bulat telur sampai elips. Tersebar, ujung dan
pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, warnanya hijau. Buah polong
dengan panjang 4-10 cm, berbulu, pipih, hijau, biji kecil dan bulat (Harryana. E
dkk, 2013).
9
2.1.4 Kandungan Kimia
Kacang gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) adalah salah satu jenis kacang-
kacangan yang mempunyai kulit berwarna ungu kehitaman, mengandung berbagai
senyawa seperti polifenol, antosianin dan flavonoid (Loganayaki. N dkk, 2011).
Selain itu, kacang gude juga memiliki kandungan antosianin (Roosmarinto &
Rahayu, 2016), kaya akan protein dan vitamin.
2.1.5 Manfaat
Kacang gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) memiliki segudang manfaat bagi
kesehatan, diantaranya sebagai antidiabetes (S Ariviani et al, 2018),
hepatoprotektor (Roosmarinto & Rahayu, 2016), dan antibakteri (R. Raveena, R.
Premalatha and A.saranya, 2016).
2.2 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang dapat menetralkan radikal bebas dengan
cara menerima atau mendonorkan satu elektron untuk menghilangkan kondisi
“elektron tidak berpasangan”. Antioksidan yang dikonsumsi dapat menghambat
atau memperlambat pembentukan radikal bebas dan ROS pada tahap awal
pembentukannya (intiation step) serta dapat memutus rantai reaksi radikal pada
tahap propagasi (propagation step) sewaktu terjadi oksidasi lipid. Antioksidan
yang dikonsumsi dapat aktif secara biologis dengan mekanisme yang berbeda,
termasuk bertindak sebagai senyawa pendonor hidrogen, pengikat (chelator) ion-
ion metal, atau sebagai quencher singlet oxygen (Muchtadi D, 2013).
10
2.3 Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk buncis yang batas luarnya berbentuk
cembung batas dalamnya disebut dengan hilum. Ginjal berperan penting dalam
memelihara homeostasis. Ginjal mengeluarkan produk sisa melalui produksi dan
ekskresi urine, serta mengatur keseimbangan cairan didalam tubuh. Sebagai
bagian dari fungsi mereka, ginjal menyaring zat yang esensial, seperti natrium dan
kalium dari darah dan secara selektif menyerap kembali zat yang esensial untuk
memelihara homeostasis. Setiap zat yang tidak esensial diekskresikan ke dalam
urine. Pembentukan urine dicapai melalui proses filtrasi, reabsorpsi selektif, dan
eksresi (Peteate, Ian & Nair, 2015).
2.3.1 Anatomi dan Fungsi Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah
lumbal, disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang
tebal dibelakang peritoneum. Setiap ginjal panjangnya 6 sampai 7,5 sentimeter,
dan tebal 1,5 sampai 2,5 sentimeter. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140
gram (Pearce E, 2011).
Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap
ke tulang punggung. Diatas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal.
Ginjal kanan lebih pendek dan lebih tebal daripada yang kiri. Setiap ginjal
dilindungi kapsul tipis dari jaringan fibrus yang rapat membungkusnya, dan
membentuk pembungkus yang halus. Didalamnya terdapat struktur-struktur
ginjal. Warnanya ungu tua dan terdiri atas bagian korteks disebelah luar, dan
11
bagian medula disebelah dalam. Bagian medula ini tersusun atas lima belas
sampai enam belas massa berbentuk piramida, yang disebut piramis ginjal.
Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hilum dan berakhir dikalises. Kalises
ini menghubungkan dengan pelvis ginjal (Pearce E, 2011). Struktur internal
ginjal terdapat tiga bagian yaitu : korteks renalis, medula renalis dan pelvis renalis
(Peteate, Ian & Nair, 2015).
Gambar 2.2 Bagian-bagian ginjal (wikipedia.org)
Ginjal berfungsi untuk memelihara keseimbangan asam-basa, cairan dan
elektrolit darah (Peteate, Ian & Nair, 2015) serta eksresi bahan buangan dan
kelebihan garam (Pearce E, 2011). Mekanisme ekskresi ginjal meliputi 3 tahapan
yaitu filtrasi, reabsorpsi tubula dan sekresi tubula. Dimana darah yang
mengandung garam, glukosa dan benda halus lainnya melewati glomelurus untuk
difiltrasi. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk menembus pori saringan dan
tetap tinggal dalam aliran darah. Cairan yang disaring kemudian mengalir melalui
tubula renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh dan
meninggalkan yang tidak diperlukan. Dengan mengubah-ubah jumlah yang
12
diserap atau ditinggalkan dalam tubula, sel dapat mengatur susunan urine di satu
sisi dan susunan dara di sisi sebaliknya. Dalam keadaan normal semua glukosa
diabsorpsi kembali, air sebagian besar diabsorpsi kembali, kebanyakan produk
buangan dikeluarkan. (Pearce E, 2011).
2.3.2 Gangguan Fungsi Ginjal
Gangguan fungsi ginjal diakibatkan karena kerusakan ginjal dan fungsi
ginjal diantaranya akibat penyakit ginjal akut dan penyakit ginjal kronik. Penyakit
ginjal akut atau cedera ginjal akut merupakan kondisi ketika ginjal tidak mampu
mengeluarkan metabolit yang terakumulasi dari darah, sehingga menyebabkan
perubahan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa. Penyebabnya dapat
merupakan penyakit ginjal utama atau gagal ginjal yang dapat menjadi penyakit
sekunder. Sedangkan penyakit ginjal kronis atau CKD merupakan penyakit yang
tidak diketahui datangnya, berkembang secara lambat, dan tersembunyi dengan
beberapa gejala sehingga ginjal rusak berat dan tidak dapat memenuhi kebutuhan
ekstresi tubuh (Peteate, Ian & Nair, 2015).
Gangguan fungsi ginjal atau kerusakan ginjal dapat dideteksi dengan cara
tes-tes fungsi ginjal. Tes fungsi ginjal mempunyai dua tujuan utama yaitu
mendeteksi kemungkinan kerusakan ginjal pada seseorang pasien yang
mempunyai gangguan pada ginjal atau menentukan derajat kerusakan fungsi
ginjal yang diketahui sakit. Pengujian fungsi ginjal dapat dilakukan melalui
pemeriksaan urinaria, pemeriksaan clearance kreatinin dan juga ureum
(Andrianto. P & Gunawan. J, 2013).
13
2.4 Drug Selected Types Of Nephrotoxicity
Obat-obat yang bersifat nefrotoksik adalah obat yang bersifat meracuni atau
mengganggu fungsi ginjal. Berikut ini adalah beberapa obat yang bisa
menyebabkan kerusakan ginjal : obat golongan aminoglikosida, amphotericin b,
calcineurin inhibitor, cisplatin, acyclovir, methotrexate, ethylene glycol, dan
protease inhibitors (Hughes P.J, 2013).
Gentamisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida digunakan terutama
untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif. Gentamisin
berasal dari spesies dari Micromonospora. Antibiotik ini bekerja dengan cara
berikatan dengan ribosom subunit 30S bakteri, sehingga mengganggu sintesis
protein (Mac Dougall C & Chambers HF, 2011).
Semua aminoglikosida akan diserap dengan cepat dari tempat-tempat injeksi
secara intramuskuler. Konsentrasi obat dalam plasma mencapai puncaknya
sesudah 30-90 menit dan hal ini sama dengan 30 menit sesudah infus intravena
selesai. Umumnya konsentrasi aminoglikosida rendah dalam sekresi dan jaringan.
Aminoglikosida tidak berpenetrasi masuk ke dalam sel mast, susunan saraf pusat,
atau mata. Konsentrasi tinggi hanya ditemukan pada korteks ginjal serta endolimf
dan perilimf telinga bagian dalam; hal ini yang menyokong terjadinya
nefrotoksisitas dan ototoksisitas (Mac Dougall C & Chambers HF, 2011).
Penelitian mengenai nefrotoksisitas oleh M Lintong dkk, Pemberian
gentamisin pada tikus wistar dengan dosis 60 mg/kg BB/hari selama 7-10 hari
menunjukkan edema, nekrosis, dan apoptosis sel epitel tubulus, serta robekan
membrana basalis tubulus; dan setelah hari ke-10 juga terlihat perlemakan
14
makrovesikuler. Terjadinya nekrosis sel epitel tubulus dan robekan membrana
basalis menunjukkan tingkat toksisitas berat (M. Lintong dkk, 2012).
2.5 Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Pemeriksaan fungsi ginjal dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan laboratorium tersebut antara lain pemeriksaan kadar
kreatinin, ureum, asam urat, Cystatin C, β2 microglobulin, inulin dan juga zat
berlabel radioisotop. Pemeriksaan zat-zat di atas bertujuan untuk menilai GFR
ginjal. Penentuan GFR dapat memberikan informasi mengenai fungsi ginjal
pasien. Pemeriksaan laboratorium bukan hanya membantu dalam mengidentifikasi
juga digunakan untuk mengevaluasi fungsi ginjal (Verdiansah, 2016). Pada
penelitian ini, parameter yang akan digunakan untuk menilai kerusakan ginjal
yaitu pemeriksaan kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah (BUN). Kadar
kreatinin dan BUN sering diperbandingkan. Jika kadar BUN meningkat dan kadar
kreatinin serum tetap normal, kemungkinan terjadi dehidrasi (hipovolemia) dan
jika keduanya meningkat, dicurigai terjadinya gangguan ginjal (Kurnianingsih
dkk, 2014).
2.5.1 Kreatinin
Kreatinin merupakan produk sampingan katabolisme otot, dari hasil
penguraian kreatinin fosfat otot. Jumlah kreatinin yang diproduksi sebanding
dengan masa otot. Kreatinin difiltrasi oleh glomerulus dan dieksresikan dalam
urin. Kreatinin serum dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator khusus
15
pada penyakit ginjal. Kadar kreatinin serum sebesar 2,5 mg/dl dapat menjadi
indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum ini sangat berguna untuk mengevaluasi
fungsi glomerulus (Kurnianingsih dkk, 2014).
2.5.2 Ureum
Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam amino yang
diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler dan
ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difiltrasi oleh glomerulus
(Verdiansah, 2016).
Penurunan fungsi ginjal dapat diketahui ketika dilakukan pemeriksaan
laboratorium biokimia yang menunjukan tingginya kadar ureum dalam darah,
dengan mengetahui kadar ureum (15-40 mg/dl). Uremia prerenal berarti produksi
ureum meningkat disebabkan karena perombakan protein, bila seseorang
menderita penyakit ginjal kronik maka LPG (laju filtrasi glomerulus) yang
menurun, maka kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) akan meningkat, maka
keadaan ini menandakan terjadinya kerusakan faal ginjal (Ibrahim dkk, 2017).
2.6 Kerangka Pemikiran
Gentamisin tergolong antibiotika aminoglikosida yang sudah diketahui toksik
terhadap ginjal. Akibat yang dapat ditimbulkan oleh agen nefrotoksik ini salah
satunya adalah kerusakan tubulus ginjal dengan mengaktifkan protease yang
menyebabkan cedera oksidatif epitel tubulus dan endotel kapiler karena
pembentukan reactive oxygen species (ROS) dan radikal nitrogen reaktif (RNS)
16
seperti radikal nitrit oksida (NO*), radikal superoksida (O2*), dan hidrogen
peroksida (H2O2). Akibat pembetukan ROS dan RNS menyebabkan peningkatan
stress oksidatif sehingga akan mempengaruhi fungsi ginjal yang berakibat pada
penurunan laju filtrasi glomerulus. Jika laju filtrasi glomerulus menurun maka
pembuangan kreatinin dan ureum akan terhambat yang menyebabkan kadar
kratinin dan ureum akan tinggi didalam darah. Untuk melindungi kerusakan ginjal
dari ROS dapat dihambat dengan aktivitas antioksidan dari kacang gude. Dimana
kacang gude telah dilakukan pengujian antioksidan dengan metode DPPH
diperoleh hasil bahwa serbuk kacang gude memiliki nilai IC50 sebesar 70,32
mg/ml. Flavonoid dan senyawa fenolik yanng terkandung dalam kacang gude ini
melindungi komponen sel ginjal dari radikal bebas yang dihasilkan gentamisin
dengan jalan mendonorkan atom H pada radikal bebas sehingga dapat
menghambat dan menetralisir terjadinya reaksi oksidasi. Penurunan kadar radikal
bebas yang terbentuk akan menjaga sel ginjal tetap dalam keadaan normal
sehingga laju filtrasi glomerulus tidak terganggu, sehingga tidak adanya kenaikan
serum kreatinin dan BUN didalam darah.
2.7 Hipotesa
Kacang gude memiliki aktivitas sebagai nefroprotektor terhadap tikus jantan
putih galur wistar (Rattus novergicus) yang diinduksi gentamisin.
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan untuk pembuatan serbuk simplisia kacang gude
(Cajanus cajan (Linn.) Huth) adalah blender (Maspion), ayakan (ukuran 80
Mesh) dan timbangan elektrik (Ohaus). Alat-alat lain yang digunakan untuk
penelitian adalah sonde oral (Europlex), spuit 1 mL dan 5 mL, gelas kimia
(Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), pipet tetes, batang pengaduk, corong, aluminium
foil, cawan uap (Pyrex), blender (Philips), botol air minum, kertas saring, pipa
kapiler, tabung effendrop, sentrifugator, fotometer (intermha-168), tabung
heparin, mikro pipet 1000 mikron dan 10 – 100 mikron.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kacang gude (Cajanus
cajan (Linn.) Huth). Bahan kimia yang digunakan adalah gentamisin, amonia
10%, hidrogen klorida (HCl), natrium hidroksida (NaOH), logam Mg, FeCl3,
pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff, pereaksi Liberman- Buchard, anisaldehid,
eter, amil alkohol, vanilin, reagen kit kreatinin (DiaSys), reagen kit ureum
(DiaSys), asam pikrat 5%, asam asetat glasial dan formalin 40%.
18
3.2 Sampel Penelitian
3.2.1 Pengumpulan Sampel
Pengumpulan sampel kacang gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) yang
diperoleh dari kelompok tani dusun Sendang, Desa Dadapayu, Kecamatan
Semanu, Kabupaten Gunung kidul, Provinsi DI Yogyakarta.
3.2.2 Determinasi Tumbuhan
Determinasi dilakukan untuk mengetahui identitas tanaman yang
digunakan pada penelitian, yaitu kacang gude. Proses determinasi dilakukan di
Fakultas Biologi FMIPA Universitas Padjadjaran (UNPAD).
3.2.3 Pengolahan Simplisia
Kacang gude (Cajanus cajan (Linn.) Huth) yang telah diperoleh
dibersihkan dari kotoran yang menempel pada kulit kacang, lalu dicuci dengan air
mengalir. Kacang direndam selama 24 jam kemudian di panaskan hingga kering
dibawah matahari dengan ditutupi oleh kain hitam. Setelah kering lalu
diserbukkan dengan cara diblender.
3.3 Skrining Fitokimia
3.3.1 Uji Alkaloid
Serbuk simplisia dalam mortar dibasahkan dengan amonia encer sambil
digerus. Kemudian ditambahkan beberapa mililiter klorofom (CHCl3) sambil
19
digerus, lalu disaring. Filtrat yang didapatkan ditambahkan beberapa ml asam
klorida 2 N dan kocok. Lapisan asam dipisahkan dan dibagi menjadi 3 bagian,
bagian pertama digunakan sebagai blanko, bagian kedua ditetesi dengan pereaksi
Mayer, dan bagian ketiga ditetesi dengan pereaksi Dragendroff. Kemudian amati
hasil ada atau tidaknya endapan putih untuk pereaksi Mayer dan endapan kuning
kecoklatan untuk pereaksi Dragendroff (Fransworth, 1996).
3.3.2 Uji Flavonoid
Serbuk simplisia ditambahkan dengan air panas, dididihkan selama 5
menit dan disaring dalam keadaan panas, diambil 5 ml filtrat dan dimasukkan
dalam tabung reaksi, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 gram serbuk
magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan
dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning atau
jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).
3.3.3 Uji Saponin
Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10
ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika
terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak
hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin
(Depkes, 1995).
20
3.3.4 Uji Tanin atau Polifenol
Uji tanin atau polifenol dilakukan dengan menambahkan larutan FeCl3 ke
dalam ekstrak. Hasil positif tanin/polifenol ditunjukkan dengan terbentuknya
warna hitam kebiruan pada sampel uji (Afriani N dkk, 2016). Sebagian kecil
filtrat diuji ulang dengan penambahan larutan gelatin 1%. Adanya endapan putih
menunjukan bahwa dalam simplisia terdapat tanin (Fransworth, 1996).
3.3.5 Uji Kuinon
Serbuk simplisia dilarutkan dalam air dan dipanaskan dalam penangas air
kemudian disaring. Filtrat ditetesi larutan NaOH. Terbentuknya warna kuning
hingga merah menunjukan positif kuinon (Noer S & Pratiwi, 2016).
3.3.6 Uji Steroid dan Triterpenoid
Serbuk simplisia dimaserasi dengan eter selama 2 jam, disaring, lalu filtrat
diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 20 tetes asam asetat
anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman Bourchard),
diteteskan pada saat akan mereaksikan sampel uji. Apabila terbentuk warna biru
atau biru hijau menunjukkan adanya steroid sedangkan warna merah, merah
muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).
3.3.7 Uji Monoterpen dan Seskuiterpen
Simplisia disari dengan eter, kemudian diuapkan hingga kering. Pada
residu diteteskan pereaksi anisaldehid-asam sulfat atau vanilin-asam sulfat.
21
Terbentuknya warna-warna menunjukan adanya senyawa monoterpenoid
(Febriyanti dkk, 2014).
3.4 Pengujian Aktivitas Nefroprotektor
3.4.1 Penyiapan Hewan Percobaan
Sebanyak 25 tikus diaklimatisasi dengan lingkungannya selama 7 hari dan
diberikan perlakuan normal, dan masing-masing kandang diberikan sekam.
3.4.2 Dosis Uji Kacang Gude
Dosis empiris kacang gude untuk mengobati penyakit ginjal belum
diketahui. Maka dari itu dosis yang digunakan pada percobaan ini mengacu pada
dosis penelitian sebagai hepatoprotektor.
Dosis I : Suspensi kacang gude dosis 100 mg/kg BB secara oral
Dosis II : Suspensi kacang gude dosis 200 mg/kg BB secara oral
Dosis III : Suspensi kacang gude dosis 400 mg/kg BB secara oral
3.4.3 Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan
Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan putih galur wistar (Rattus
novergicus) yang sehat dan mempunyai aktivitas normal, berumur 3-4 bulan
dengan berat 200-250 g. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
The Posttest Only Control Group Design. Hewan uji diukur kadar kreatinin,
ureum dan dilihat gambaran histopatologi ginjal setelah diberikan perlakuan.
Hewan percobaan yang digunakan yaitu tikus jantan putih galur wistar (Rattus
22
novergicus) sebanyak 25 ekor kemudian dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok
perlakuan dan tiap kelompok terdiri dari 5 tikus sebagai berikut Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Pengelompokan dan perlakuan terhadap hewan percobaan
No
Kelompok
Perlakuan
1 Kontrol Normal
Tikus diberi makan dan minum selama 7 hari, pada
hari ke 8 diukur kadar kreatinin dan kadar Blood
Urea Nitrogen (BUN) serta dilakukan pembedahan
untuk pengujian histopatologi.
2 Kontrol Negatif
Tikus diinduksi gentamisin 60 mg/kg BB tikus secara
intraperitonial dan CMC 1% secara p.o selama 7 hari.
Pada hari ke 8 diukur kadar kreatinin dan kadar Blood
Urea Nitrogen (BUN) serta dilakukan pembedahan
untuk pengujian histopatologi.
3 Dosis Uji I
Tikus diberikan kacang gude 100 mg/kg BB tikus
dalam CMC 1% p.o selama 7 hari dan 2 jam setelah
pemberian dosis I diinduksi gentamisin 60 mg/kg BB
tikus secara IP. Pada hari ke 8 diukur kadar kreatinin
dan kadar Blood Urea Nitrogen (BUN) serta dilakukan
pembedahan untuk pengujian histopatologi.
4 Dosis Uji II
Tikus diberikan kacang gude 200 mg/kg BB tikus
dalam CMC 1% p.o selama 7 hari dan 2 jam setelah
pemberian dosis II diinduksi gentamisin 60 mg/kg BB
secara IP. Pada hari ke 8 diukur kadar kreatinin dan
kadar Blood Urea Nitrogen (BUN) serta dilakukan
pembedahan untuk pengujian histopatologi.
5 Dosis Uji III
Tikus diberikan kacang gude 400 mg/kg BB tikus
dalam CMC 1% p.o selama 7 hari dan 2 jam setelah
pemberian dosis III diinduksi gentamisin 60 mg/kg BB
secara IP. Pada hari ke 8 diukur kadar kreatinin dan
kadar Blood Urea Nitrogen (BUN) serta dilakukan
pembedahan untuk pengujian histopatologi.
23
3.4.4 Pengambilan Serum Darah Tikus
Pengambilan serum darah tikus diawali dengan pengambilan sejumlah
volume darah dengan cara memotong ekor tikus kemudian ditampung ke dalam
tabung heparin. Selanjutnya darah di sentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm
selama 20 menit dan diambil supernatan pada bagian atas berupa cairan bening
agak kekuningan.
3.4.5 Pemeriksaan Kadar Kreatinin
Pemeriksaan kadar kreatinin serum darah tikus dilakukan dengan cara
menggunakan reagent kit kreatinin (DiaSys) dan diukur dengan menggunakan
fotometer.
Tabel 3.2 Prosedur pemeriksaan kreatinin serum
Standar Sampel Blanko
Standar 50μl - -
Sampel - 50μl -
Reagen
(R1 + R2) 1000μl 1000μl 1000μl
Aquadest - - 50μl
Inkubasi 60 detik pada suhu 37o C. Baca absorbansi pada panjang gelombang 492
nm dan hasil konsentrasi langsung didapatkan (DiaSys).
Keterangan : R1 : NaOH
R2 : Asam Pikrat
24
3.4.6 Pemeriksaan Kadar Ureum
Pemeriksaan dilakukan dengan metode Urease. Serum yang sudah
disiapkan tadi lalu dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan reagen uji sesuai
Tabel 3.3 dibawah ini.
Tabel 3.3 Prosedur pemeriksaan kadar Ureum
Standar Sampel Blanko
Standar 10μl - -
Sampel - 10μl -
Reagen (R1+R2) 1000μl 1000μl 1000μl
Aquadest - - 10μl
Inkubasi 60 detik pada suhu 37o C. Baca absorbansi pada panjang gelombang 340
nm dan hasil konsentrasi Urea langsung didapatkan (DiaSys).
Keterangan : R1: Reagen TRIS, 2-oxoglutarat, ADP, Urease, GLDH
R2 : NADH
BUN (Blood Urea Nitrogen) = UREA x 0,467
3.4.7 Histopatologi Ginjal Tikus
Tikus yang telah diberi perlakuan selama 7 hari, kemudian dipuasakan
selama 12 jam. Hari ke 8 hewan percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi
pada leher, dan diambil ginjal tikus untuk dilakukan histopatologi. Ginjal tikus
yang diambil kemudian difiksasi dengan cara merendam organ ginjal yang telah
diambil kedalam larutan Bouin’s dan dimasukkan ke dalam tempat speciment yang
terbuat dari plastik. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi pada alkohol
konsentrasi bertingkat yaitu alkohol 70%, 80%, 90% alkohol absolute I, absolute
II masing-masing 2 jam. Lalu dilakukan penjernihan dengan xylol kemudian
25
dicetak menggunakan paraffin sehingga sediaan tercetak di dalam blok-blok
paraffin dan disimpan dalam lemari es. Blok-blok paraffin tersebut kemudian
dipotong tipis setebal 5-6 µm menggunakan mikrotom. Hasil potongan
diapungkan dalam air hangat bersuhu 60°C untuk meregangkan agar jaringan
tidak berlipat. Sediaan kemudian diangkat dan diletakkan dalam gelas objek untuk
dilakukan pewarnaan Hematoxylin dan Eosin (HE). Selanjutnya diperiksa
dibawah mikroskop (Suhita. N dkk, 2013).
3.5 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan SPSS. Metode analisis secara statistik meliputi uji normalitas,
homogenitas, ANOVA (Analysis of Varian) dan uji LSD.
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Determinasi Tumbuhan Kacang Gude
Determinasi dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas tumbuhan yang
akan dijadikan sebagai sampel pengujian. Determinasi dilakukan di Herbarium
Jatinangor Departemen Biologi FMIPA UNPAD dan hasilnya bahwa sampel yang
digunakan merupakan kacang gude dengan nama ilmiah Cajanus cajan (L.)
Millsp, sinonim Cajanus cajan (L.) Huth yang merupakan family Fabaceae
dengan karakter warna utama kulit biji kacang gude yang berwarna ungu gelap
(Lampiran 1).
4. 2 Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan merupakan tikus jantan putih galur wistar
berumur 3-4 bulan yang sehat dan telah melalui pemeriksaan di Dinas Pangan dan
Pertanian Pemerintah Kota Bandung (Lampiran 2).
4. 3 Skrining Fitokimia Kacang Gude
Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang
terdapat dalam simplisia kacang gude. Skrining fitokimia yang dilakukan meliputi
golongan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, polifenol, tanin, steroid,
triterpenoid, kuinon, monoterpen dan seskuiterpen. Hasil positif dapat dilihat
dengan adanya perubahan-perubahan warna yang terjadi pada sampel yang
27
direaksikan dengan pereaksi spesifik. Hasil skrining fitokimia dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia Kacang Gude
Golongan Senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Polifenol +
Tanin -
Steroid -
Triterpenoid +
Monoterpen dan Seskuiterpen +
Kuinon +
Keterangan : (+) dideteksi terdapat senyawa
(-) dideteksi tidak terdapat senyawa
Dari hasil skrining fitokimia simplisia kacang gude mengandung flavonoid,
polifenol, saponin, kuinon, triterpen, monoterpen dan seskuiterpen. Hasil tersebut
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa serbuk simplisia
kulit kacang gude mengandung flavonoid, saponin, kuinon, polifenol, dan
triterpenoid (Budiana W, Suhardiman A dan Kirana O, 2018). Adanya flavonoid
dan polifenol dalam simplisia kacang gude dapat dijadikan sebagai antioksidan
dan dijadikan sebagai nefroprotektor. Dalam penelitian sebelumnya, aktivitas
serbuk kacang gude dengan metode DPPH diperoleh nilai IC50 sebesar 70,08
mg/ml (Roosmarinto & Rahayu, 2016). Flavonoid dan senyawa polifenol yanng
terkandung dalam kacang gude ini akan melindungi komponen sel ginjal dari
radikal bebas yang dihasilkan gentamisin dengan jalan mendonorkan atom H pada
radikal bebas sehingga dapat menghambat dan menetralisir terjadinya reaksi
oksidasi. Selain itu, triterpenoid yang terkandung dapat berpotensi sebagai
28
antioksidan sebagaimana hasil penelitian isolasi golongan terpenoid dari Cajanus
cajan (L) Millsp dari pulau Poteran-Madura berdasarkan uji pendahuluan aktivitas
antioksidan diketahui bahwa triterpenoid bersifat aktif sebagai antioksidan
(Ariyani D & Ersam T, 2015).
Penelitian lainnya yang memperkuat bahwa golongan metabolit sekunder
triterpenoid dapat dijadikan sebagai antioksidan adalah penelitian dari ekstrak n-
heksan buah lakum yang hanya memiliki kandungan triterpenoid diperoleh hasil
bahwa triterpenoid dapat menangkap radikal bebas dengan nilai IC50 3.158,92
µg/mL. (Satria M D, Sari R & Wahdaningsih S, 2013).
4. 4 Pemeriksaan Kadar Kreatinin dan kadar BUN
Pengujian aktivitas nefroprotektor kacang gude terhadap tikus jantan putih
galur wistar dilakukan dengan membagi 25 ekor tikus menjadi lima kelompok
yaitu kelompok normal, kelompok negatif, uji dosis I, uji dosis II dan uji dosis III.
Proses pengujian dilakukan selama 7 hari meliputi pemberian dosis uji secara
peroral dan induksi gentamisin 60 mg/kg BB tikus 2 jam setelah pemberian dosis
uji secara intraperitonial. Setelah 7 hari, kemudian pada hari ke 8 diambil darah
tikus melalui ekor untuk dilakukan analisis kadar kreatinin dan ureum dengan
menggunakan Fotometer (intermha-168).
Ureum merupakan salah satu pertanda yang umum digunakan untuk
memperkirakan Glomerulus Filtration Rate (GFR), tetapi pemeriksaan ureum
hanya sebagai pemeriksaan pendukung karena beberapa alasan diantaranya adalah
karena kadar ureum tidak hanya dipengaruhi oleh fungsi ginjal tetapi juga oleh
produksinya yang berasal dari asupan protein dan ureum juga direabsorbsi oleh
29
tubulus (Purnamasari, 2011). Selain ureum, kreatinin juga digunakan untuk
mengetahui fungsi ginjal. Kreatinin lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal
dibandingkan ureum, karena kreatinin diproduksi dari otot pada tingkat konstan
dan hampir disaring sepenuhnya pada glomerulus (Khan. R dkk, 2012).
Pemeriksaan kadar ureum dilakukan dengan metode urease, sedangkan
pemeriksaan kadar kreatinin dilakukan dengan menggunakan Jaffe reaction.
Setyaningsih 2013 mengatakan metode untuk penetapan ureum adalah dengan
mengukur nitrogen. Maka, hasil pemeriksaan ureum dikonversi menjadi Blood
Urea Nitrogen (BUN). Adapun hasil dari pemeriksaan kreatinin dan ureum yang
dikonversi menjadi BUN dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Lampiran 4.
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan kreatinin dan BUN
Kelompok Hasil
Kadar Kreatinin (mg/dl) Kadar BUN (mg/dl)
Normal 1,448 ± 0,383 30,701 ± 17,868
Negatif 2,24 ± 0,764 34,007 ± 17,237
Uji Dosis I 2,032 ± 0,264 31,952 ± 10,322
Uji Dosis II 1,64 ± 0,243 29,711 ± 13,182
Uji Dosis III 1,62 ± 0,223 23,509 ± 6,570
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pemberian induksi gentamisin dapat
meningkatkan kadar kreatinin dan BUN, dimana pada kelompok negatif diperoleh
kadar kreatinin dan BUN lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok normal.
Demikian pula pada kelompok uji dosis 1, 2, dan 3 dihasilkan kadar kreatinin dan
BUN lebih kecil daripada kelompok negatif. Hal tersebut terjadi karena kadar
kreatinin dan BUN akan meningkat seiring dengan penurunan kemampuan
30
penyaringan glomerulus karena pembuangan kreatinin dan BUN didalam tubuh
menjadi terhambat (Suryawan, 2016).
4.4.1 Analisis Statistik Hasil Pemeriksaan Kadar Kreatinin
Hasil pengujian dilakukan analisis menggunakan SPSS versi 16.0 meliputi
uji normalitas, homogenitas dan uji anova. Kadar kreatinin yang diperoleh
kemudian diuji normalitasnya menggunakan uji shapiro-wilk diperoleh hasil
bahwa kelima kelompok perlakuan terdistribusi normal (p>0,05). Pada uji
homogenitas dengan menggunakan levene test diperoleh hasil bahwa data bersifat
homogen (p=0,229). Untuk melihat perbedaan kadar kreatinin antar kelompok
perlakuan maka dilakukan uji One-way Anova dengan hasil terdapat perbedaan
yang bermakna dengan p=0,045 (p<0,05) (Lampiran 5). Selanjutnya dilakukan
uji LSD untuk melihat perbedaan antar kelompok uji terhadap kadar kreatinin
yang dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Lampiran 5.
Tabel 4.3 Hasil Uji LSD Kadar Kreatinin
Kelompok Normal Negatif Uji Dosis I Uji Dosis II Uji Dosis III
Normal - BS BS TBS TBS
Negatif BS - TBS BS BS
Uji Dosis I BS TBS - TBS TBS
Uji Dosis II TBS BS TBS - TBS
Uji Dosis III TBS BS TBS TBS -
Keterangan :
BS : berbeda signifikan (p≤0,05).
TBS : Tidak berbeda signifikan (p>0,05)
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara kelompok normal dan kelompok negatif (p=0,008). Serta adanya
31
perbedaan yang signifikan antara kelompok negatif dengan uji dosis II (p=0,038)
dan antara kelompok negatif dengan dosis III (p=0,032). Hal tersebut berarti
bahwa dosis II dan III memberikan aktivitas nefroprotektif yang efektif dan
signifikan dibandingkan dengan kelompok negatif. Hubungan antara kelompok
normal dengan kelompok uji, diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara kelompok normal dengan uji dosis II dan uji dosis III dengan
nilai signifikan secara berurutan yaitu (p=0,485) dan (p=0,531) . Hal tersebut
berarti bahwa dosis II (200 mg/kg BB tikus) dan dosis III (400 mg/Kg BB tikus)
mampu mengembalikan kadar kreatinin mendekati normal.
4.4.2 Analisis Statistik Hasil Pemeriksaan BUN
Kadar BUN yang diperoleh kemudian diuji normalitasnya dengan uji
shapiro-wilk, diperoleh hasil bahwa kelima kelompok perlakuan terdistribusi
normal (p>0,05). Pada uji homogenitas dengan menggunakan levene test
diperoleh hasil bahwa data bersifat homogen (p>0,063). Untuk melihat perbedaan
kadar BUN antar kelompok perlakuan maka dilakukan uji One-way Anova dengan
hasil tidak terdapat perbedaan yang bermakna, yaitu 0,795 (p>0,05) (Lampiran
5). Tidak terdapatnya perbedaan pada hasil dikarenakan jumlah ureum didalam
darah ditentukan oleh diet protein dan kemampuan ginjal mengeksresikan urea
(indriani V dkk, 2017).
4. 5 Hasil Histopatologi Ginjal Tikus
Histopatologi dilakukan untuk mengamati pengaruh dari toksisitas serta
proteksi dari dosis uji terhadap organ ginjal secara mikroskopis. Hasil dari
histopatologi yang dilakukan di laboratorium biosistem hewan Departemen
32
Biologi Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan
Lampiran 6.
Tabel 4.4 Hasil Analisis Histopatologi
NO Kelompok Per 1000 sel Persen
proteksi Sel Normal Sel Nekrosis
1 Normal 891±5,657 109±5,657 -
2 Negatif 821,5± 6,364 178,5±6,364 -38,935*
3 Dosis I 838,5±2,121 161,5±2,121 9,524
4 Dosis II 856,5±3,536 143,5±3,536 19,608
5 Dosis III 848,5±4,950 151,5±4,950 15,126
Keterangan :
* = Tidak adanya proteksi terhadap kerusakan sel
Gentamisin tergolong antibiotika aminoglikosida yang sudah diketahui
toksik terhadap ginjal. Akibat yang dapat ditimbulkan oleh agen nefrotoksik ini
salah satunya adalah kerusakan tubulus ginjal (Rajak dkk, 2016). Dari Tabel 4.5
dapat dilihat bahwa pemberian induksi gentamisin 60 mg/kg BB/hari dapat
menyebabkan kerusakan pada sel ginjal sebesar 38,935% dibandingkan dengan
kontrol normal. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian M lintong dkk (2012)
bahwa pemberian gentamisin pada tikus Wistar dengan dosis 60 mg/kg BB/hari
selama 7 hari menunjukkan edema, nekrosis, dan apoptosis sel epitel tubulus,
serta robekan membrana basalis tubulus. Proses kerusakan yang terjadi akibat
induksi gentamisin melibatkan tiga hal yaitu stress oksidatif, peradangan atau
inflamasi dan nekrosis (Mahmoud dkk, 2017).
Pemberian kacang gude dapat memberikan proteksi terhadap induksi
gentamisin, dilihat dari persen proteksi semua dosis uji baik dosis uji 1 (100
mg/Kg BB Tikus), dosis 2 (200 mg/Kg BB Tikus), dan dosis 3 (400 mg/Kg BB
Tikus) dapat memberikan proteksi. Namun, persen proteksi tertinggi terlihat pada
33
dosis 2 dengan proteksi sebesar 19,608%. Hal tersebut berarti menunjukan bahwa
pemberian kacang gude dapat memberikan proteksi terhadap induksi gentamisin
dikarenakan kacang gude memiliki kandungan senyawa yang bersifat antioksidan.
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang mampu melindungi sel
dari bahaya radikal bebas oksigen reaktif (Dr. Ir. Winarsi H, 2014). Dimana
antioksidan bersifat sangat mudah dioksidasi, sehingga radikal bebas akan
mengoksidasi antioksidan tersebut dan melindungi molekul lain didalam sel dari
kerusakan akibat oksidasi oleh radikal bebas atau oksigen reaktif (Werdhasari,
2014).
34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian aktivitas kacang gude (Cajanus cajan (Linn.)
Huth) terhadap tikus jantan putih galur wistar yang diinduksi gentamisin, kacang
gude mempunyai aktivitas sebagai nefroprotektor. Hal tersebut terlihat dari
penurunan kadar kreatinin dan penurunan jumlah nekrosis sel pada tubulus ginjal.
Namun tidak ada pengaruh terhadap kadar Blood Urea Nitrogen (BUN). Pengaruh
proteksi yang paling baik dihasilkan oleh kelompok uji dosis II (200 mg/ Kg BB
Tikus) dengan perbaikan sel nekrosis sebesar 19,608%.
5.2 Saran
1. Pada pengujian selanjutnya disarankan untuk dilakukan pengujian aktivitas
nefroprotektor dengan menggunakan ekstrak kacang gude.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai toksisitas
3. Perlu dilakukan penelitian mengenai kandungan senyawa spesifik yang
bekerja sebagai nefroprotektor.
35
DAFTAR PUSTAKA
Afriani. N., Idiawati.N., Alimuddin.A.H. 2016. Skrining Fitokimia Dan Uji
Toksisitas Ekstrak Akar Mentawa (Artocarpus anisophyllus) Terhadap
Larva Artemia salina. Volume 5(1). Progam Studi Kimia, Fakultas
MIPA, Universitas Tanjungpura. halaman 58-64.
Andrianto. P & Gunawan. J, 2013. Kapita Selekta Patologi Klinik: Baron. D. N.
edisi 4. Jakarta: ECG.
Anonim. 2017. Renal calyx. Diakses dari
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Renal_calyx. [Diakses 29 November
2018).
Anonim. 2018. Gude.diakses dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Gude. [diakses
12 November 2018).
Ariyani D & Ersam T, 2015. Isolasi Senyawa Terpenoid Dan Uji Bioaktivitas
Antioksidan Dari Tumbuhan Kacang Kayu (Cajanus cajan (L) Millsp) Dari
Pulau Poteran-Madura. Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember. Senatek. ISSN: 2407 – 7534
Budiana W, Suhardiman A dan Kirana O, 2018. Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Kulit Buah Kacang Kratok (Phaseolus lunatus) Dan Kulit Buah Kacang
Gude (Cajanus cajan) Dengan Metode DPPH Serta Penetapan Kadar Total
Flavonoid Dan Fenol. Jounal of Pharmacopolium. Volume 1, No. 3. 162-
169
Dr. Ir. Winarsi H, 2014. Antioksidan Daun Kapulaga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Febrianti, dkk. 2014. Kandungan Kimia danaktivitas sitotoksik ekstrak dan fraksi
herba anting-anting terhadap sel kanker Payudara MCF-7. Jurnal Farmasi
Indonesia Vol.7 No 1. Hal 21-22.
36
Fransworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Schreening of Plant.
Journal of Pharmaceutical Sciences. 55(3): hal. 262-263.
Harbone, J. B. Metode Fitokimia. Bandung. Penerbit ITB. 1987.
Harryana. E dkk. 2013. Daun Ampuh Basmi Berbagai Penyakit. Jogjakarta: Nusa
Creativa.
Hughes P.J. 2013. Pathophysiologic Mechanisms of Selected Types of
Nephrotoxicity. Medscape reference drug, diseases & procedures.
Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1925868 [13
November 2018]
Ibrahim. L., Suryani. L., & Ismail. E. 2017. Hubungan Asupan Protein dengan
Kadar Kadar Ureum dan Kreatinin pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
yang Sedang Menjalani Hemodialisa di Unit Hemodialisa RS PKU
Muhammadoyah Yogyakarta: Jurnal Nutrisia. 19 (1), 1-6.
Indriani V dkk.2017. Hubungan Antara Kadar Ureum, Kreatinin dan Klirens
Kreatinin dengan Proteinuria Pada Penderita Diabetes Melitus.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2017. Situasi
penyakit ginjal kronis. Jakarta Selatan: pusat data dan informasi
kementerian kesehatan RI.
Khan. R., Ali. R., Khan. Z., Shah, S., NawabZada. 2012. Cinnamon on the
Functions of Liver and Kidney in Type 2 Diabetic Individuals.
PakistanJournalofLifeandSocialSciences. 8(2):145-149.
Kurnianingsih. S dkk. 2014. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik.
Joyce LeFever Kee. Edisi 6. Jakarta: EGC
Loganayaki. N., Siddhuraju. P., & Manian. S. 2011. A comparative study on in
vitro antioxidant activity of the legumes Acacia auriculiformis and
Acacia ferruginea with a conventional legume Cajanus cajan Estudio
comparativo de la actividad antioxidante in vitro de las legumbres Acacia
37
auriculiformis y Acacia ferruginea con la legumbre convencional
Cajanus cajan. CyTA – Journal of Food, Vol. 9, No. 1. India :
Department of Botany and Department of Environmental Sciences,
School of Life Sciences, Bharathiar University.
M Lintong, P., F. Kairupan, C., dan N. Sondakh, P.L. 2012. Gambaran
Mikroskopik Ginjal Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Setelah Diinduksi
Dengan Gentamisin. Jurnal e-Biomedik, Volume 4, Nomor 3. hal. 185-
192.
Mac Dougall C & Chambers HF. 2011. The aminoglicoside, In: Laurence L.
Brunton, PhD. Eds 12. Goodman & Gilman’s the Pharmacological Basis
of Therapeutics. 12th ed. New York: McGraw-hill. Hal 1505.
Mahmoud dkk, 2017. kiwi fruit (Actinidia deliciosa) ameliorates gentamicin-
induced nephrotoxicity in albino mice via the activation of Nrf2 and the
inhibition of NF-kB (kiwi & gentamicin-induced nephrotoxicity). Elsevier :
Biomedicine & Pharmacoteraphy. Page 206-218.
Muchtadi D. 2013. ANTIOKSIDAN : Kiat Sehat Di Usia Produktif. Bandung:
Alfabeta. Hal 65, 83
Noer. S & Pratiwi.R. D. 2016. Uji Kualitatif Fitokimia Daun Ruta Angustifolia.
Faktor Exacta 9(3): 200-206, p-ISSN: 1979-276X, e- ISSN: 2502-339X.
Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Teknik, Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam : Universitas Indraprasta PGRI.
Pearce. E. 2011. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Peteate, Ian & Nair. M. 2015. Dasar-dasar Patofisiologi Terapan : Panduan
penting untuk mahasiswa keperawatan dan kesehatan. Jakarta: Bumi
Medika.
38
Priyanto, M. Biomed. 2010. Toksikologi, Mekanisme, Terapi Antidotum, dan
Penilaian Risiko. Depok: Leskonfi (Lembaga Studi dan Konsultasi
Farmakologi). Hal 98-99.
Purnamasari, Endah. 2011. Diabetes Melitus dengan Penyakit Kronis.[Jurnal].
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Jakarta Pusat
R. Raveena, R. Premalatha and A. saranya. 2016. Comparative analysis of
phytochemical constituents and antibacterial activity of leaf, seed and
root extract of Cajanus cajan (L.) Mill sp. International Journal of
Current Microbiology and Applied Sciences ISSN: 2319-7706 Volume 5,
Number 3. India : Department of Microbiology and Biochemistry.
Nadar Saraswathi College of Arts and Science. pp. 485-494.
Rajak, Z.F.W., Lily, L., dan Poppy., L. 2016. Gambaran Histopatologik Ginjal
Wistar Yang Diberi Ekstrak Binahong Pasca Pemberian Gentamisin.
Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 4, Nomor 2. Manado: Fakultas
Kedokteran. Universitas Sam Ratulangi: hal. 4-5.
Riskesdas. 2013. Riset kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen kesehatan RI
Roosmarinto & Rahayu. 2016. Kajian Aktivitas Antioksidan Kacang Gude
(Cajanus Cajan) Dan Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Enzim Hati Tikus
Yang Diinduksi Karbon Tetraklorida. Jurnal Teknologi Kesehatan,
Volume 12, Nomor 2. Yogyakarta: Jurusan Analis Kesehatan. Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta. hlm. 71-76.
S Ariviani , Affandi. D. R ., Listyaningsih. E., Handajani S. 2018. The potential of
pigeon pea (Cajanus cajan) beverage as an anti-diabetic functional drink.
International Symposium on Food and Agro-biodiversity (ISFA).
Surakarta: Department of Agricultural Technology. Faculty of
Agriculture and Department of Histology. Faculty of Medicine.
Universitas Sebelas Maret.
39
Satria M D, Sari R & Wahdaningsih S, 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
N-Heksan Buah Lakum (Cayratia trifolia) Dengan Metode DPPH (2,2-
DIFENIL-1-PIKRILHIDRAZIL) . Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak.
Setyaningsih A dkk. 2013. Perbedaan Kadar Ureum & Creatinin Pada Klien yang
Menjalani Hemodialisa dengan Hollow Fiber Baru dan Hollow Fiber Re Use
di RSUD Ungaran.
Suhita N.L.P.R., I.W Sudira., I.B.O Winaya. 2013. Histopatologi Ginjal Tikus
Putih Akibat Pemberian Ekstrak Pegagan (Centella asiatica) Peroral.
Suryawan, Arjani & sudarmanto. 2016. Gambaran Kadar Ureum Dan Kreatinin
Serum Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Terapi
Hemodialisis Di Rsud Sanjiwani Gianyar. Meditory. Vol. 4, No.2.
UNPAD. 2019. Lembar Identifikasi Tumbuan No. 049/HB/02/2019. Herbarium
Jatinangor; Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA
UNPAD.
Verdiansah. 2016. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. CDK-237/ vol. 43 no. 2. Bandung:
Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Rumah Sakit
Hasan Sadikin.
Werdhasari. 2014. Peran Antioksidan Bagi Kesehatan. Jurnal Biotek Medisiana
Indonesia . Vol.3.2.2014: 59-68.
40
LAMPIRAN I
HASIL DETERMINASI TUMBUHAN
41
42
LAMPIRAN II
SERTIFIKAT VETERINER
43
LAMPIRAN III
DOKUMENTASI
A. Sampel
B. Skrining Fitokimia
1. Uji Alkaloid
2. Uji Flavonoid
Blanko Mayer (-) Dragendrop (-)
Flavonoid (+)
Kacang Gude Serbuk Kacang Gude Simplisia Kacang Gude
44
3. Uji Saponin
4. Uji Tanin
5. Uji Polifenol
6. Uji Kuinon
sappnin (+)
Blanko Tanin (-)
Polifenol (+)
Kuinon (+)
45
7. Uji Monoterpen dan Seskuiterpen
8. Uji Steroid dan Terpenoid
Monoterpen dan Seskuiterpen (+)
terpenoid (+)
46
LAMPIRAN IV
DATA PEMERIKSAAN KADAR KREATININ DAN
BLOOD UREA NITROGEN (BUN)
A. Hasil Pemeriksaan Kadar Kreatinin (mg/dL)
Tikus Normal Negatif Dosis I Dosis II Dosis III
1 1,19 2,05 1,85 1,91 1,49
2 2,09 3,55 2,21 1,46 1,98
3 1,47 2,06 2,07 1,32 1,51
4 1,36 1,54 2,34 1,79 1,69
5 1,13 2 1,69 1,72 1,43
Rata-rata± SD 1,448±0,383 2,24±0,764 2,032±0,264 1,64±0,243 1,62±0,223
B. Hasil Pemeriksaan Kadar BUN (mg/dL)
Tikus Normal Negatif Dosis I Dosis II Dosis III
1 51,837 17,3724 26,1053 41,2361 15,878
2 22,2759 45,7193 49,7822 14,7572 20,9216
3 47,7741 33,3438 30,7286 17,9328 24,8444
4 19,2871 56,2735 29,2809 43,8046 33,7174
5 12,3288 17,3257 23,8637 30,822 22,1825
Rata-rata±SD 30,701±17,868 34,007±17,237 31,952±10,322 29,711±13,182 23,509±6,570
47
LAMPIRAN V
HASIL ANALISIS STATISTIK KADAR KREATININ DAN BLOOD UREA
NITROGEN (BUN)
A. Kreatinin
1. Uji Normalitas
Tests of Normality
Kelompok
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Kreatinin kelompok normal .847 5 .184
kelompok negatif .782 5 .057
uji dosis 1 .968 5 .864
uji dosis 2 .941 5 .671
uji dosis 3 .858 5 .221
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Nilai sig > 0,05 maka data terdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Descriptives
Kreatinin
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
kelompok normal 5 1.4480 .38343 .17148 .9719 1.9241 1.13 2.09
kelompok negatif 5 2.2400 .76358 .34148 1.2919 3.1881 1.54 3.55
uji dosis 1 5 2.0320 .26367 .11792 1.7046 2.3594 1.69 2.34
uji dosis 2 5 1.6400 .24321 .10877 1.3380 1.9420 1.32 1.91
uji dosis 3 5 1.6200 .22338 .09990 1.3426 1.8974 1.43 1.98
Total 25 1.7960 .49078 .09816 1.5934 1.9986 1.13 3.55
Test of Homogeneity of Variances
Kreatinin
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.539 4 20 .229
Nilai sig. > 0,05 maka data homogen
48
3. Uji ANOVA
ANOVA
Kreatinin
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.146 4 .537 2.953 .045
Within Groups 3.635 20 .182
Total 5.781 24
Nilai sig. < 0,05 maka HO ditolak, terdapat perbedaan yang signifikan
4. Uji LSD
Multiple Comparisons
Kreatinin
LSD
(I) kelompok (J) kelompok
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kelompok normal kelompok negatif -.79200* .26961 .008 -1.3544 -.2296
uji dosis 1 -.58400* .26961 .043 -1.1464 -.0216
uji dosis 2 -.19200 .26961 .485 -.7544 .3704
uji dosis 3 -.17200 .26961 .531 -.7344 .3904
kelompok negatif kelompok normal .79200* .26961 .008 .2296 1.3544
uji dosis 1 .20800 .26961 .449 -.3544 .7704
uji dosis 2 .60000* .26961 .038 .0376 1.1624
uji dosis 3 .62000* .26961 .032 .0576 1.1824
uji dosis 1 kelompok normal .58400* .26961 .043 .0216 1.1464
kelompok negatif -.20800 .26961 .449 -.7704 .3544
uji dosis 2 .39200 .26961 .161 -.1704 .9544
uji dosis 3 .41200 .26961 .142 -.1504 .9744
uji dosis 2 kelompok normal .19200 .26961 .485 -.3704 .7544
kelompok negatif -.60000* .26961 .038 -1.1624 -.0376
uji dosis 1 -.39200 .26961 .161 -.9544 .1704
uji dosis 3 .02000 .26961 .942 -.5424 .5824
uji dosis 3 kelompok normal .17200 .26961 .531 -.3904 .7344
kelompok negatif -.62000* .26961 .032 -1.1824 -.0576
uji dosis 1 -.41200 .26961 .142 -.9744 .1504
uji dosis 2 -.02000 .26961 .942 -.5824 .5424
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok normal dan negatif, tidak
adanya perbedaan signifikan antara dosis 2 dan dosis 3 terhadap normal, serta
adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol negatif dengan uji
dosis 2 dan dosis 3.
49
5. Means plot
B. BUN
1. Uji Normalitas
Tests of Normality
Kelompok
Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig.
BUN kelompok normal .860 5 .227
kelompok negatif .901 5 .417
uji dosis 1 .789 5 .066
uji dosis 2 .894 5 .379
uji dosis 3 .949 5 .732
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Nilai sig > 0,05 maka data terdistribusi normal.
50
2. Uji Homogenitas
Descriptives
BUN
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound Upper Bound
kelompok normal 5 3.070058E1 17.8676971 7.9906771E0 8.514904 52.886256 12.3288 51.8370
kelompok negatif 5 3.400694E1 17.2365202 7.7084062E0 12.604973 55.408907 17.3257 56.2735
uji dosis 1 5 3.195214E1 10.3217248 4.6160157E0 19.136026 44.768254 23.8637 49.7822
uji dosis 2 5 2.971054E1 13.1817482 5.8950570E0 13.343238 46.077842 14.7572 43.8046
uji dosis 3 5 2.350878E1 6.5704095 2.9383765E0 15.350539 31.667021 15.8780 33.7174
Total 25 2.997580E1 13.0258495 2.6051699E0 24.598990 35.352602 12.3288 56.2735
Test of Homogeneity of Variances
BUN
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.658 4 20 .063
Nilai sig. > 0,05 maka data homogen
3. Uji ANOVA
ANOVA
BUN
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 312.782 4 78.195 .416 .795
Within Groups 3760.486 20 188.024
Total 4073.268 24
Nilai sig. > 0,05 maka HO diterima, tidak terdapat perbedaan yang signifikan
51
LAMPIRAN VI
HASIL HISTOPATOLOGI
52
53
No Hasil Histopatologi Perbesaran 40x
1 Kontrol Normal
Ginjal Kanan Ginjal Kiri
2 Kontrol Negatif
Ginjal Kanan Ginjal Kiri
3 Uji Dosis I
Ginjal Kanan Ginjal Kiri
54
NO Hasil Histopatologi Perbesaran 40x
4 Uji Dosis II
Ginjal Kanan Ginjal Kiri
5 Uji Dosis III
Ginjal Kanan Ginjal Kiri
Keterangan:
= Glomerulus
= Sel Nekrosis (Tampak tubuli membesar, sel-sel epitel membengkak, sitoplasma
granuler, dan inti sel menghilang).
= Sel Normal