ultimagz maret 2016 - film nusantara
DESCRIPTION
Eksistensi karya anak bangsa perlu dipertahankan. Tidak hanya dukungan yang diperlukan, namun juga kreativitas dan kemampuan yang mumpuni. Hal ini dilakukan seiring dengan berkembangnya film lokal yang mulai meramaikan bioskop tanah air. Sebentar lagi, Indonesia akan merayakan Hari Film Nasional yang jatuh pada 30 Maret. Dalam edisi kali ini, Ultimagz memberikan informasi untuk bersama-sama bangga atas prestasi dan keindahan film nusantara.TRANSCRIPT
IU L T I M A G Z
10 ULTIMAGZPerkembangan dan Potensi Film Nusantara P•10
Lebih Mandiri Satu Tingkat Lagi P•14
Bersilat dari Garut sampai Hollywood P•20
Merebaknya Karya sejak ‘Gambar Hidoep’ P•6
MARET • 2016 • FILM NUSANTARA
II U L T I M A G Z
SELAMATTAHUN BARU!
I I IU L T I M A G Z
Alamat Redaksi dan PerusahaanGedung Universitas Multimedia Nusantara, B613Jl. Scientia Boulevard Gading SerpongTangerang - Banten
[email protected]@ultimagzultimagzwww.ultimagz.com
Redaksi Ultimagz menerima kiriman artikel sebanyak 600-1000 kata disertai dengan foto. Kirim ke [email protected] dengan subjek Kontributor. Jangan lupa sertai identitas lengkap.
DESAIN COVERY.C Yuditya Halim
PENERBIT
BOARD
Pelindung Ninok Leksono
Dewan Redaksi Bertha Sri EkoAmbang Priyonggo
EDITORIAL
Pemimpin UmumFirqha Andjani
Pemimpin Redaksi Lani Diana
Redaktur Pelaksana CetakAnnisa Meidiana
Redaktur Pelaksana OnlineAlif Gusti Mahardika
Redaktur FotoAnthony Dennis P. Tumiwa
Sekretaris Redaksi Aydina Chandra
Editor Annisa MeidianaAlif Gusti MahardikaPetrus Tomy WijanarkoLani Diana
Reporter Christian K. YangElisabethEvan Andraws LatiefJosephine ValenciaNatalia SetiawanNathania PessakRichard Joe SunartaValerie DanteAbram Christian ManafeAnaluna Djousie B. M.Christoforus RistiantoKezia Maharani Sutikno Monica Devi KristiadiPetrus Tomy WijanarkoRosa CindySelvianaStephani Laurensia
Keuangan Cintya Ladyana
Fotografer Gustama Pandu
Cindy GaniPricillia Tania Evelyn LeoAditya BhagasBenedict WiyanjayaDebora DarmawanIgnatia M. AdelineAngelina Rosalin
OPERATIONAL MANAGER
Gregorius Aryodamar P.
WEB MAINTENANCE
Rizka Hasnita (Editor)Robertus PajajakngKevin AlexanderRudiyanto
DESAIN VISUAL
Y.C. Yudiya Halim (Editor)Cantika A.S.Kevin Calviadi PrijatnaPricilla JessicaBryan ArfiandyIsmi UlfahLaetitia CaeliAngela Grace TanamasJeremias RamaLoren ChristianNadya ChandraRachel Ariella DISTRIBUTION & MARKETING
Pemimpin Perusahaan Silsa Dea
MarketingCintya LadyanaMonica PratiwiVincentius HendrianFelicia AriesandiNovia Puspa SariNurul NuraidaTannisa Hadiwijaya
Media PartnerNurul NuraidaRafael RyandikaRinda HaddadeTheresia Livinka
Public RelationsTheofilus Ifan Sucipto
Lani Diana Pemimpin Redaksi
KEMBANGKAN KREATIVITAS DALAM DIRI SINEAS
Pada 1 Februari 2016, Harian Kompas memberitakan tentang revisi UU Perfilman Nomor 33 Tahun 2009. Undang-undang tersebut dirasa sudah tidak lagi memiliki relevansi dengan perkembangan film Indonesia saat ini. Oleh karena itu, setiap masalah terkait dengan film nusantara perlu diperjelas dan diselesaikan demi mencegah hal buruk yang mungkin terjadi. Tujuannya agar tidak menghambat para sineas untuk berkarya di negeri sendiri.
Meski demikian, sineas Indonesia tak menyerah untuk menghasilkan karya yang berkualitas. Hal itu dapat dibuktikan dengan eksistensi film Indonesia di kancah internasional. Sebut saja film A Copy of My Mind karya Joko Anwar merupakan salah satu film nusantara yang patut diapresiasi berkat prestasi dan penghargaan yang diperoleh.
Film ini telah diputar di Venice International Film Festival, Toronto International Film Festival, dan Busan Internasional Film Festival. Selain itu, The Raid yang disutradarai oleh Gareth Evans pun pernah dipamerkan dalam beberap ajang festival film internasional dan meraih The Cadillac People’s Choice Midnight Madness Award, TIFF 2011.
Film Indonesia juga mengalami peningkatan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan data yang dilansir filmindonesia.or.id, terdapat 109 temuan film pada 2013, 113 temuan pada 2014, dan 120 temuan pada 2015.
Karya tersebut disajikan dengan konsep yang berbeda-beda. Penyampaian pesan pun tersalurkan melalui karya visual yang dibalut oleh kreativitas anak bangsa. Untuk membuat film, imajinasi para sineas juga diperlukan agar menghasilkan karya yang bercerita dan berbeda. Selain itu, kemampuan dalam hal visual dan kepekaan menilai karya artistik pun perlu dimiliki. Bahkan, Joko Anwar mengatakan bahwa seorang sutradara harus memiliki pemahaman bagaimana mengoperasikan kamera. Hal itu agar pembuatan film dapat berjalan baik dan mampu menciptakan konsep yang dekat dengan kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, kreativitas dalam diri seorang sineas merupakan salah satu kunci untuk membuat perfilman Indonesia berkembang. Tidak hanya itu, penguasaan dalam segala aspek yang berhubungan dengan film pun harus dimiliki dan dikembangkan setiap waktu.
IV U L T I M A G Z
CONTENTS — Maret 2016
illustration by Bryan Arfiandy
01 SURAT PEMBACA
02 - 03 ALMANAC
04 - 05 EVENTS CALENDAR
06 - 09 COVER STORY Merebaknya Karya sejak ‘Gambar Hidoep’
10 - 13 INFO INDONESIA Perkembangan dan Potensi Film Nusantara
14 - 17 INFO KAMPUS Lebih Mandiri Satu Tingkat Lagi
18 - 19 WAWANCARA Sudah Siap Jalani Prodi Baru
20 - 21 SOSOK EKSTERNAL Bersilat dari Garut sampai Hollywood
22 - 23 SOSOK INTERNAL Mengulik Minat dan Suarakan Kritik 24 - 25 OPINI EKSTERNAL Menjaga Ingatan Lewat Pita Seluloid
26 - 27 OPINI INTERNAL Indie sebagai Kebebasan Mengeksplorasi Film
28 - 29 CHIT-CHAT Film Nusantara, Katanya...
30 - 31 MUSIK Mimpi Laskar Pelangi dalam Balutan Film
32 - 33 OLAHRAGA Sepak Bola Dibalik Sebuah Film
34 - 35 REVIEW Replika Kehidupan Indonesia Masa Kini
36 - 39 CERPEN Secangkir Cinta di Filosofi Kopi
40 - 43 EVENT Kolaborasi Apik Indonesia dan Jepang
44 - 45 SUSIS Mengubah Diri, Tunjukkan Mutu sebagai Mahasiswa
46 - 49 TEKNOLOGI Ajak Manusia untuk Lebih Modern
50 - 51 SNAPSHOTS
52 WHAT’S NEXT
1U L T I M A G Z
Julistania Arnando – Jurnalistik 2014
Sejauh ini, menurut saya ULTIMAGZ sudah menjadi majalah kampus yang oke dengan konten yang bagus dan penulisan menarik yang mampu memikat mahasiswa untuk membaca ULTIMAGZ. Namun, tolong perbaiki lagi kualitas gambar yang terkadang pecah, baik di edisi PDF maupun cetak yang mengganggu, padahal isi bacaan sudah baik. Akan lebih baik jika dicek kembali resolusinya agar tidak timpang dengan bacaan yang sudah menarik. Sukses buat ULTIMAGZ!
Terima kasih untuk kritik serta komentarnya, Julistania. Ke depannya kami akan memperbaiki tidak hanya pada kualitas gambar, tetapi juga kualitas tulisan. Tetap pantau perkembangan ULTIMAGZ, ya. Salam deadline!
Stefina Chintara – Desain Interior Universitas Bina Nusantara 2014
Suka banget sama desainnya ULTIMAGZ! Meskipun ULTIMAGZ adalah majalah internal kampus, tapi kontennya punya kualitas yang baik untuk dibaca kalangan eksternal kampus. Keep up the good work!
Senang sekali ULTIMAGZ dapat dibaca oleh mahasiswa di luar UMN. Nantikan edisi-edisi ULTIMAGZ selanjutnya, Stefina. Salam deadline!
Richard Christofer – Manajemen 2014
Sebagai pers kampus UMN, saya rasa ULTIMAGZ sudah baik karena mengangkat topik-topik seputar kampus maupun luar kampus yang dekat dengan kehidupan remaja dan mahasiswa. Ditunggu edisi Maret-nya.
Terima kasih telah menjadi pembaca setia ULTIMAGZ, Richard. Kami akan terus berusaha meningkatkan kualitas dan menjadi pers yang dekat dengan mahasiswa serta membahas isu di dalam kampus. Salam deadline!
Gabriella Stephanie – Public Relations 2014
Membaca ULTIMAGZ membuat saya jadi up-to-date, mulai dari topik-topik dalam kampus sampai di luar kampus. Desain dan template ULTIMAGZ juga bagus, membuat saya tertarik untuk membuka majalahnya begitu melihat cover. Semangat dan sukses, ULTIMAGZ.
Terima kasih untuk komentar mengenai desain dan konten ULTIMAGZ, Gabriella. Jangan lupa ajak teman-teman lainnya untuk membaca ULTIMAGZ, ya. Salam deadline!
SURATPEMBACA
2 U L T I M A G Z
ALMANACNote-worthy moments of a month past
Kecelakaan Garuda Indonesia GA-200
Kecelakaan pesawat Garuda Indonesia penerbangan GA-200 jurusan
Jakarta-Yogyakarta terjadi sembilan tahun yang lalu. Pesawat ini terperosok
dan meledak ketika melakukan pendaratan di Bandar Udara Adi Sutjipto
Yogyakarta pada 7 Maret 2007, tepatnya pukul 06.55 WIB. Kecelakaan
ini disebabkan ban depan yang meledak saat pendaratan dan memicu
api yang menjalar hingga ke badan pesawat. Akibatnya, badan pesawat
terbelah secara memanjang dan satu sayap pesawat pecah terbelah.
Kecelakaan ini memakan korban jiwa setidaknya 21 penumpang dan
satu awak pesawat. Beberapa tokoh Indonesia juga berada di pesawat
tersebut. Mantan rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
Kusnadi Hardjo Sumantri meninggal dunia, sedangkan Ketua Umum
PP Muhammadiyah Dien Syamsuddin dan kriminolog Adrianus Meliala
mengalami luka.
Berdasarkan penyelidikan diketahui bahwa penyebab awal kecelakaan
ini adalah flap pesawat yang tidak dikembangkan untuk pendaratan.
Selain itu, kecepatan pesawat lebih tinggi 60% dari yang seharusnya.
Pilot yang bertanggung jawab saat itu, Marwoto Komar dilaporkan
karena tidak menghiraukan alarm tanda bahaya pesawat yang berbunyi
sebanyak 15 kali.
Komar akhirnya ditetapkan sebagai tersangka atas kecelakaan pesawat
Garuda Indonesia GA-200 ini. Ia menjadi pilot pertama yang dijatuhi
vonis pengadilan, yakni dua tahun penjara. Penahanan Komar ini sempat
menuai kecaman oleh Federasi Pilot Indonesia dan Federasi Internasional
Asosiasi Pilot Penerbangan karena dianggap menyalahi aturan ICAO.
Syuting Pertama Film Darah dan Doa
Film Darah dan Doa mempunyai arti penting bagi dunia perfilman
Indonesia. Darah dan Doa merupakan film pertama Indonesia yang
diproduksi setelah Indonesia resmi menjadi negara pada 1950. Syuting
pertama dilaksanakan pada 30 Maret dan kemudian diakui secara resmi
oleh B.J Habibie (saat ia masih menjabat sebagai presiden) sebagai Hari
Film Nasional berdasarkan Keppres Nomor 25/1999. Kopi 35 mm/VHS
Darah dan Doa dapat diakses melalui Koleksi Sinematek Indonesia.
Film karya Usmar Ismail ini menceritakan tentang perjalanan panjang
prajurit Indonesia dari Yogyakarta menuju pangkalannya kembali di Jawa
Barat. Rombongan prajurit ini dipimpin oleh Kapten Sudarto (Del Juzar).
Sudarto dalam perjalanannya tidak hanya dihadapkan pada serangan
dari Belanda, tetapi juga kemelut kisah cinta dengan dua orang gadis.
Padahal, ia sudah beristri.
Film yang diproduksi oleh Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini)
ini tidak membingkai Sudarto sebagai pahlawan, melainkan seorang
manusia yang dihadapkan pada keraguan dan ketakutan. Skenario Darah
dan Doa dibuat oleh seorang penyair bernama Sitor Situmorang. Di luar
negeri, film ini lebih dikenal dengan judul Long March atau Blood and Prayer.
3U L T I M A G Z
by Stephani Laurensia
Maret2016
Satelit Palapa A2 Diluncurkan
Satelit Palapa A2 adalah satelit komunikasi milik Indonesia dan
dioperasikan oleh Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel). Satelit
ini diluncurkan pada 10 Maret 1977 dengan menggunakan roket Delta 2914
dan beroperasi di orbit 77 BT sejak 11 Maret 1977 hingga Januari tahun
1988, empat tahun melewati masa operasional yang direncanakan. Satelit
ini dibangun oleh Hughes ini merupakan satu dari dua Satelit Palapa
generasi A dan memiliki desain HS-333.
Awalnya, pemerintah Indonesia memulai program Satelit Palapa A
saat memberikan kontrak terpisah pada Boeing Satellite Systems dari
Amerika serikat. Hal itu untuk menyediakan 10 stasiun yang terdiri dari
sembilan stasiun bumi serta satu stasiun kontrol utama untuk Palapa
A1 dan Palapa A2.
Pembangunan 10 stasiun ini merupakan salah satu pembangunan tercepat
yang dilakukan oleh Boeing, yakni dalam jangka waktu 17 bulan. Satelit
Palapa A2 ini dijadikan sebagai cadangan untuk siap beroperasi, apabila
satelit Palapa A1 gagal atau tidak dapat mengakomodasi permintaan pasar.
Satelit Palapa generasi A ini didesain dan dibangun secara khusus agar
mampu mengonsentrasikan kekuatan sinyalnya pada seluruh wilayah
kepulauan di Indonesia, terutama pulau-pulau utama dan juga negara-
negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand. Satelit
Palapa A2 diluncurkan dari Kennedy Space Center, Tanjung Canaveral,
Amerika Serikat.
Jalan Tol Jagorawi Diresmikan
Jalan tol Jagorawi merupakan jalan tol atau jalan bebas hambatan
pertama di Indonesia. Jagorawi sendiri merupakan singkatan dari Jakarta,
Bogor, dan Ciawi. Tol Jagorawi menghubungkan tiga kota tersebut dan
melintasi Jakarta Timur, Depok, Kabupaten dan Kota Bogor.
Jalan tol yang kurang lebih memiliki panjang 46 kilometer ini mulai
dibangun pada 1973 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto 9 Maret 1978.
Saat diresmikan, hanya ruas Jakarta-Citeureup yang sudah siap dilalui
oleh pengendara roda empat. Biaya yang dihabiskan untuk membangun
jalan tol ini mencapai 350 juga rupiah per kilometer.
Ketika masih dalam tahap pembangunan, status awal tol Jagorawi
hanya jalan penghubung Jakarta-Bogor. Selesai dibangun pada 1978,
pemerintah berencana agar biaya pengoperasian dan pemeliharaan
ruas jalan dapat dilakukan secara mandiri tanpa membebani anggaran
pemerintah. Oleh karena itu, Menteri Pekerjaan Umum pada masa itu
Sutami mengusulkan agar jalan Jakarta-Bogor dijadikan sebagai jalan
tol. Pendanaan berasal dari APBN dan pinjaman luar negeri, sedangkan
pengelolaan diberikan kepada PT Jasa Marga.
Hingga kini ruas tol Jagorawi telah dilebarkan menjadi empat lajur
dari Jakarta hingga Sentul Selatan, tiga lajur dari Sentul Selatan sampai
Bogor, dan dua lajur untuk Bogor hingga Ciawi.
4 U L T I M A G Z
EVENTSCALENDAR
04- 06
Java Jazz Festival 2016
— Maret 2016
5U L T I M A G Z
E V E N T S C A L E N D A R
11 Hari Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)
9 Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1938 10 Hari Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi)
24 Peringatan Bandung Lautan Api
25 Jumat Agung - Wafatnya Yesus Kristus 29 Hari Filateli (Perangko) Indonesia 30 Hari Film Nasional
8 Hari Perempuan Internasional
22 Hari Air Sedunia
6 U L T I M A G Z
7U L T I M A G Z
PRODUK BUDAYA POPULER yang berkembang di masyarakat
Indonesia salah satunya terlahir dari karya berbentuk film. Jika
membandingkan antara jenis film lokal dengan garapan luar
negeri, tidak ada perbedaan yang signifikan. Hanya saja konten
cerita, pemain, dan penggunaan bahasa disuguhkan dengan
cara berbeda, meski shooting mungkin saja dilakukan di lokasi
yang sama.
Dengan demikian, ciri khas film Indonesia tentunya merupakan
sebuah karya yang menggunakan bahasa Indonesia, dibuat, dan
dimainkan oleh orang-orang dalam negeri sendiri.
“Contohnya film Pocong dan Kuntilanak. Inilah dua ikon horor
film Indonesia yang tidak ada di negara lain, bahkan Inggris dan
Amerika,” tutur salah satu pengamat fim, Yan Widjaya sembari
tertawa.
Tak hanya itu, sebagian besar film Indonesia memotret
permasalahan sekaligus menjadi refleksi atas kehidupan
sosial yang terjadi di masyarakat. Misalnya, Tabula Rasa karya
Adriyanto Dewo yang mengisahkan tentang makanan, namun
juga menggambarkan keragaman dan kekayaan budaya Indonesia
Merebaknya Karya sejak ‘Gambar Hidoep’By Christoforus RistiantoIllustration by Yudit Halim
8 U L T I M A G Z
C O V E R S T O R Y
dengan memasukkan nilai-nilai sosial
budaya kuliner dalam film tersebut.
Adapun warna lain dari karya Angga
Dwimas Sasongko dengan judul Cahaya
Dari Timur. Film tersebut mengusung tema
sederhana dan berakar pada daya hidup
lokalitas masyarakat di Indonesia.
Sementara itu, film Indonesia lainnya
mengangkat tema yang beragam, seperti
soal sepak bola di Indonesia bagian Timur
sebagai ruang kepahlawanan dan komunal
hingga katarsis anak muda, novel sastra di
awal kebangkitan, representasi kekerasan
yang sangat banal di kota besar, multikultural
dan nilai humanitas terkait revolusi mental
di kehidupan kota-kota besar Indonesia,
persoalan masyarakat terasing, korupsi,
kepahlawanan nasional, dan lainnya.
Kepekaan terhadap permasalahan di
masyarakat ini pun menjadi ciri khas
yang membedakan film lokal dengan film
luar negeri.
‘GAMBAR HIDOEP’ INDONESIA
Pada masa penjajahan Belanda sekitar
1990-an, masyarakat Indonesia sudah
mengetahui keberadaan film atau yang
lebih dikenal dengan “Gambar Hidoep”
kala itu. Film melayu pertama kali digarap
pada 1926 dengan menghadirkan cerita
tentang Loetoeng Kasaroeng, sebuah kisah
yang diangkat dari legenda Sunda dan
dibuat di Jawa Barat.
Film tersebut diprakarsai oleh Raden Aria
Adipati Wiranatakoesoema V selaku Director
of Photography (DOP) yang juga menjabat
sebagai Bupati Bandung, disutradarai oleh
Jelangkung. Lahirnya jenis atau genre
tersebut rupanya berhasil menghibur
masyarakat. Kehadiran film Petualangan
Sherina dan Ada Apa dengan Cinta? pun telah
mengembalikan penonton film Indonesia
datang ke bioskop.
Hingga saat ini, Indonesia patut berbangga
dengan prestasi para sineas yang telah
membawa karyanya hingga dapat dinikmati
di luar negeri. Adapun film yang pernah
beredar di bioskop Amerika Serikat, seperti
The Raid dan The Raid 2: Brandal.
Kedua film tersebut sempat masuk 11
besar box office mingguan di sana. Selain
sukses secara komersil, film ini juga
menuai kritik lantaran adegan aksinya
yang dikoreografi secara menawan. Film
ini merupakan sejarah bagi Indonesia,
karena sukses di mancanegara hingga
menjadi perbincangan banyak media dan
pengamat film di dunia.
GENRE FILM INDONESIA
Perkembangan dunia film di Indonesia
berbeda-beda sesuai dengan keadaaan
yang ada di masyarakat. Dengan demikian,
beragam genre dalam sebuah film selalu
berjalan dinamis dan mengandung nilai
serta makna tersendiri. Untuk pertama
kali, film Indonesia booming melalui film
Krisis dan Lagi-Lagi Krisis. Kedua film
buatan Usmar Ismail ini menggambarkan
kegalauan masyarakat pada era 1950-an
yang masih relevan hingga saat ini.
Selain itu, Yan menjelaskan bahwa pasca
reformasi ditandai sebagai momentum awal
kebangkitan perfilman nasional. Hal itu
dua sineas asal Belanda, yakni G. Krugers
dan L. Heuveldorp. Film tersebut sukses
ditayangkan selama satu minggu penuh
di dua bioskop kelas satu di Bandung dari
31 Desember 1926 hingga 6 Januari 1927.
Menurut Yan, sejak itulah (1926) film
buatan dalam negeri beredar di bioskop
setiap tahunnya. Kendati demikian, pasang
surut perfilman Indonesia tak terhindarkan.
Pasalnya, perfilman Indonesia mulai
bangkit dan maju sejak 1950. Di tahun
yang sama, film Darah & Doa oleh Usmar
Ismail mulai melakukan syuting perdana,
tepatnya pada 30 Maret 1950. Hingga saat
ini, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari
Film Nasional. Kala itu, Bung Karno pun
memuji Usmar Ismail dan menganggapnya
sebagai sutradara Indonesia sesungguhnya.
Di sisi lain, jumlah film Indonesia
pernah mengalami penurunan yang bisa
dihitung dengan jari, meskipun beberapa
karya pernah beredar hingga mencapai
130 judul dalam tempo satu tahun. Ketika
pasar melemah, para sineas tak tinggal
diam dan selalu berupaya untuk mencari
jalan keluar.
“Saat situasi meredup pada tahun 1970,
produser-sutradara Turino Djunaedy dari
PT Sarinande Film, bikin film drama sex
Bernafas Dalam Lumpur berdasarkan novel
Zaenal Abdi, dibintangi Suzanna dan all
Indonesian actors, yang sukses luar biasa.
Maka bioskop kembali ramai,” kata Yan.
Ketika film Indonesia mengalami
penurunan pada awal XXI, trio Jose
Poernomo, Rizal Mantovani, dan Erwin
Arnada menggarap film horor berjudul
9U L T I M A G Z
Sayangnya, menurut Yan, ragam genre
dan konten cerita film Indonesia tidak
dapat menyaingi film impor, sehingga
tidak menutup kemungkinan terjadinya
perebutan yang ketat untuk memperoleh
ruang tayang di bioskop. Yan memaparkan,
hanya 22% bioskop di Indonesia yang
menayangkan film dari dalam negeri. Akan
tetapi, film lokal tetap harus dibanggakan.
Hal itu dikarenakan kesuksesan film Laskar
Pelangi dan Habibie & Ainun yang berhasil
menjual tiket hampir lima juta ini telah
membuktikan kredibilitas sineas dan
kualitas karya anak bangsa.
EDI T ED BY L A NI D I A N A
C O V E R S T O R Y
dapat dibuktikan dengan munculnya film
musikal Petualangan Sherina (1999) karya
Riri Reza yang sukses memikat keinginan
anak-anak untuk menontonnya.
Selang beberapa tahun, film horor dan
film cinta sukses menjadi penguasa pasar
dengan kehadiran Jelangkung (2001) karya
sutradara Jose Purnomo, Erwin Arnada, dan
Rizal Mantovani serta munculnya Ada Apa
Dengan Cinta? (2001) karya sutradara Rudi
Soedjarwo. AADC? sukses meraih 62.217
penonton dalam kurun waktu tiga hari.
Dua film tersebut menjadi pelopor
perkembangan film-film lainnya dengan
tema dan genre yang sama. Bahkan, hingga
kini film remaja yang mengandung unsur
horor masih laris di pasaran.
Tak hanya itu, genre lainnya yang
memperlihatkan eksistensi film Indonesia
adalah komedi. Sejak dahulu, sambutan
baik selalu datang dari masyarakat saat
menonton film komedi, khususnya bila
dibintangi oleh ikon komedian dari era
Bing Slamet, Ateng, Benyamin S, Warkop
(Dono, Kasino, dan Indro), dan kini para
komika. Namun demikian, cerita drama
tetap mendominasi lantaran menyuguhkan
konten cerita yang menarik dan dekat dengan
masyarakat Indonesia pada umumnya.
Sepanjang masa di mana pun, hampir di seluruh negara, film Hollywood selalu merajai bioskop”
10 U L T I M A G Z
Dunia perfilman di Indonesia pernah
mengalami masa kegelapannya. Pada era
90-an, kualitas buruk dan jumlah produksi
yang rendah membuktikan kemunduran
perfilman nusantara. Faktanya, jumlah
produksi sepanjang 1999 hanya menghasilkan
sepuluh film. Angka tersebut terus menurun
di tahun 2000 hingga 2001 dengan jumlah
enam dan empat film sepanjang tahun.
Selain jumlah produksi yang rendah,
film yang dihasilkan juga dianggap kurang
berkualitas. Salah satu penanda adalah
kurangnya keberanian dan kreativitas
dalam memproduksi film.
Perkembangan dan Potensi Film NusantaraBy Rosa Cindy dan Nathania PessakPhoto by Gustama Pandu
1 1U L T I M A G Z
“Orang cenderung bikin film dengan
tema yang sudah pasti, seperti religi,
poligami, dan lainnya. Itu gak bagus.
Lama-lama orang jadi malas nonton film
Indonesia. Sudah temanya itu-itu saja,
kualitasnya jelek,” tutur sutradara, Joko
Anwar dalam perbincangan di Metro Plus
Siang, Rabu, 27 Januari silam.
Meski demikian, era 2000-an juga
menjadi kebangkitan dunia perfilman
Indonesia. Hal itu ditandai kemunculan
film Petualangan Sherina pada 2000, disusul
dengan Ada Apa Dengan Cinta pada 2002.
Tahun 2008 merupakan puncaknya,
yakni jumlah produksi yang mencapai 34
film dalam 15 tahun terakhir. Di tahun
itu pula, salah satu karya anak bangsa,
Laskar Pelangi mendapatkan penghargaan
SIGNIS Award di Hong Kong International
Film Festival. Tahun berganti tahun, para
sineas muda pun tampil untuk memajukan
perfilman Indonesia.
KEBANGKITAN FILM NUSANTARA
Pada 2015 lalu, Lembaga Sensor Film
mencatat bahwa Indonesia telah memproduksi
127 film. Meskipun masih jauh di bawah
jumlah film impor yang masuk ke Indonesia,
hal ini sudah menjadi bukti adanya upaya
untuk memajukan film nusantara. Juru
bicara Lembaga Sensor Film Rommy Fibri
Herdianto menyatakan, perkembangan
film Indonesia sudah cukup bagus. Hal
ini ditandai dengan penambahan ragam
tema, penguatan alur, serta penyesuaian
terhadap zaman.
Hal serupa juga disampaikan oleh Angga
Dwimas Sasongko. Baginya, perkembangan
dunia perfilman di Indonesia sangat luar
12 U L T I M A G Z
biasa yang dapat terlihat dengan munculnya
hasil karya anak bangsa di sejumlah festival
film asing.
“Tahun lalu hampir di setiap festival
film luar negeri ada film Indonesia. Itu kelas
dunia dan hebatnya, film di sana adalah
hasil garapan anak muda Indonesia,” ujar
sutradara muda Indonesia ini.
Film karya anak bangsa kini sudah semakin
berkualitas di beberapa aspek, baik dari
segi tema, alur, hingga teknis pembuatan.
Namun, itu saja belum cukup karena
harus juga diiringi dengan perkembangan
mindset masyarakat yang justru menjadi
aspek terbesar yang mempengaruhi
popularitas film. Sutradara Filosofi Kopi
ini berpendapat bahwa umur perfilman
di Indonesia masih sangat panjang dan
akan ada banyak peluang yang muncul.
Anak bangsa juga diharapkan mulai lebih
jeli terhadap peluang yang ada.
“Jangan hanya iri dengan perubahan
global, tapi kita juga harus ikut dalam
10
6
4
9
12
21
33
33
53
87
78
77
82
90
106
123
127
155
187
168
182
287
254
288
210
214
214
269
227
201
201
165
207
180
Perbandingan Jumlah Film Lokal dengan Film Impor
Jumlah Penonton Film Lokal dari 2010-2014
Jumlah Film Lokal1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Jumlah Film Impor
Jumlah Film Lokal
2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Penonton (Juta)
8290
105
123 127
16.816.2
15.7 15 15.2
1 3U L T I M A G Z
I N F O I N D O N E S I A
perubahan itu,” kata ayah satu anak ini.
Dengan demikian, akan menjadi sebuah
hal yang lucu ketika kita menilai film
Indonesia berkualitas buruk, namun tidak
menonton dan mengikuti perkembangannya.
KUALITAS BURUK BUKAN PENYEBAB SEPI
PENONTON
Film Indonesia dapat dikatakan kurang laku
di pasaran negeri sendiri. Padahal, belum
tentu kualitasnya buruk. Akan tetapi, hal
yang tidak laku belum tentu jelek, begitu
juga sebaliknya. Hal itu juga berlaku untuk
film asing yang masuk ke Indonesia. Meski
karya-karya mancanegara tersebut laku
di pasaran Indonesia, namun hal ini tidak
selalu membuktikan tingkat kualitasnya.
Kalau diperhatikan, memang ada beberapa
aspek yang dimiliki film asing, tapi tidak
dengan film Indonesia. Film asing rata-
rata memiliki alur yang kuat.
“Saking kuatnya, mau ditinggal buang
air saja sayang rasanya,” gurau Rommy.
Namun, hal ini tidak menggambarkan
bahwa film Indonesia kalah kualitas. Menilik
dari aspek-aspek intrinsik cerita, film
Indonesia juga memiliki berbagai macam
kisah yang dikemas dalam genre horor,
komedi, romantika, drama, dan lain-lain
yang juga dimiliki film luar negeri.
Dari segi kualitas, salah satu kekurangan
film Indonesia yang diakui Rommy adalah
teknologi. Kurangnya kemampuan sumber
daya animator dan teknologi yang mumpuni
menjadi alasan animasi film Indonesia
masih dinilai minim. Meski demikian,
ketertinggalan ini dapat segera disusul,
sehingga seharusnya bukan menjadi
masalah besar.
BELAJAR DARI FILM MANCANEGARA
Ada beberapa hal yang membuat film asing
begitu ‘meledak’ di pasaran. Hal tersebut
adalah kekuatan marketing communication
yang luar biasa. Ketika film Indonesia masih
berusaha untuk menghasilkan produk
yang berkualitas, film asing sudah mampu
mengombinasikan kualitas produknya
dengan promosi yang ‘gila-gilaan’ dan
unik. Hal ini pun diakui oleh Angga. Aspek
ini menjadi pekerjaan rumah yang harus
dipikirkan oleh sejumlah pihak, salah
satunya adalah media.
“Ini sebenarnya juga PR (pekerjaan
rumah) bagi media,. Seperti di negara-
negara lain, film impor tidak begitu laku
karena promosi dari film lokalnya itu
kuat,” ungkapnya.
Kekuatan marketing communication ini
rupanya memiliki dampak yang luar biasa.
Sebut saja, salah satu film asing yang
beberapa bulan lalu sempat digandrungi
pecinta film. Berkat promosi yang kuat, tiket
pemutaran film tersebut sudah laris terjual
satu minggu sebelum pemutaran perdana.
Bahkan, sejumlah produk pendukung seperti
parfum dan lainnya ikutan laris manis.
Tak hanya itu, dukungan dana pun
menjadi aspek penting dalam produksi film,
karena dana yang dibutuhkan untuk bisa
‘meledakkan’ sebuah film terbilang cukup
besar. Hal ini karena dana tidak hanya
digunakan pada produksi film, tapi juga
untuk kegiatan marketing communication.
Film Indonesia masih menggunakan
konsep yang bertolak belakang dengan film
asing. Fokus utama film Indonesia adalah
menyalurkan dana untuk pembuatan film
yang berkualitas. Sebaliknya, film asing
menggunakan dana jauh lebih besar, bahkan
berkali-kali lipatnya untuk segi promosi
dibandingkan pembuatan film.
“Kalau hal tadi diterapkan, tidak ada
yang tidak terkejar oleh perfilman Indonesia
juga,” kata Rommy.
FILM NUSANTARA BERPOTENSI MAKSIMAL
Dari 265 juta jiwa penduduk Indonesia,
sebagian besar memang masih mengagungkan
kualitas film impor. Namun menurut Angga,
respon masyarakat tidak bisa disalahkan.
Suka atau tidaknya masyarakat akan suatu
film, baik atau buruknya respon yang
diberikan, semuanya adalah proporsional.
Ia meminta masyarakat untuk memandang
respon secara holistik, alias menyeluruh.
Bagi Angga sendiri, potensi perfilman
Indonesia berada di titik puncak. Kualitas
film Indonesia terbukti semakin maju
dengan sejumlah penghargaan yang didapat
atas hasil karya anak bangsa di kancah
internasional. Sebut saja di antaranya, film
The Raid: Redemption , The Raid 2: Berandal,
Siti, Merantau, Jalanan, dan semacamnya.
Sayang, kurangnya fasilitas dan rendahnya
infrastruktur belum mampu mewujudkan
potensi tersebut.
“Bahkan 70 persen kotamadya masih
belum memiliki bioskop, sehingga masih
banyak masyarakat Indonesia yang belum
bisa menikmati film lokal maupun luar
negeri,” katanya.
Meski demikian, para sineas muda pun
punya harapan untuk dunia perfilman
Indonesia. “Makin beragam, supaya
kompetisi makin ada. Dan dengan demikian,
masyarakat Indonesia bisa menikmati
lebih banyak jenis film,” harap Angga saat
berbincang-bincang di Metro Plus Siang
bersama Joko Anwar.
EDI T ED BY A L IF GU S T I M A H A R DIK A
14 U L T I M A G Z
1 5U L T I M A G Z
Lebih MandiriSatu Tingkat Lagi
By Agustina Selviana & Christian ManafePhoto by Evelyn Leo
Illustration by Priscilla Jessica
I N F O K A M P U S
MELALUI PROGRAM STUDI FTV (Film & Televisi), Rektor Universitas
Multimedia Nusantara (UMN) menantang mahasiswa agar dapat
menciptakan film yang berbeda. Ninok memercayai bahwa
keberadaan teknologi saat ini dapat membantu mahasiswa dalam
membuat film yang seolah-olah riil, padahal merupakan olahan
komputer. Mengingat industri film di Indonesia yang kembali
hidup pun, ia menghendaki mahasiswa untuk menghasilkan karya
unik yang unggul di genre-nya dengan kreasi masing-masing.
“Teknologi kan bisa membantu. Semoga bisa berkarya dengan
cerita yang bagus, didukung dengan teknologi ICT-nya,” ujar
Ninok memberi pesan.
Program Studi FTV merupakan satu dari empat program studi
baru di UMN yang resmi dibuka pada tahun ajaran 2016/2017. Ninok
mengaku akan konsekuen mempersiapkan hal-hal yang dapat
mendukung kelancaran prodi FTV, seperti memenuhi kebutuhan
laboratorium dan tenaga pengajar atau dosen. Namun untuk
merealisasikan kebutuhan tersebut, pihak kampus membutuhkan
dukungan mahasiswa dengan lebih fokus menjalani studi di UMN.
“Lebih serius lagi belajarnya,” harap Ninok.
16 U L T I M A G Z
Ketua Program Studi FTV Ina Riyanto
menjelaskan bahwa peminatan Cinematography
dan Animasi pada Program Studi DKV akan
dilebur menjadi satu ke dalam prodi FTV.
Penggabungan tersebut dilakukan karena
terdapat unsur bercerita dalam peminatan
Cinematography dan Animasi, serta unsur
gambar yang bergerak, yakni live action pada
Cinematography dan animated untuk Animasi.
“Supaya kalian bisa berkolaborasi lebih
yang nantinya akan menjadi poin plus-plus
bagi yang lulus dari situ,” ujar Ina.
Peminatan prodi FTV terdiri atas beberapa
fokus, di antaranya produksi film, membuat
film baik live action ataupun animation, dan
pembuatan special effect. Kurikulum FTV akan
mengalami beberapa perubahan, seperti
West Art History menjadi World Art History,
sedangkan mata kuliah Drawing Principal
dan Shape and Form Analysis tergabung
menjadi Visual Composition. Penggabungan
tersebut berdampak pada penambahan
Satuan Kredit Semester (SKS), misalnya
Visual Composition yang memiliki lima SKS.
Adapun mata kuliah baru yang akan
diberlakukan untuk membantu kinerja
mahasiswa FTV dalam mengerjakan tugas
atau ujian, yakni Studio dengan total enam
SKS. Untuk Mata Kuliah Umum (MKU),
seperti Bahasa Indonesia, Agama, dan
Pendidikan Kewarganegaraan tidak diajarkan
pada prodi FTV.
Kurikulum tersebut juga akan ditetapkan
untuk mahasiswa angkatan 2014-2015
peminatan Cinematography dan Animasi,
sedangkan mahasiswa angkatan 2010-2013
dengan peminatan yang sama tetap mengikuti
kurikulum DKV. Hal itu dikarenakan mahasiswa
yang telah memasuki tahun keempat sudah
memenuhi 144 SKS sebagai syarat kelulusan.
Dengan demikian, mahasiswa angkatan
2010-2013 diharapkan lulus secepatnya
agar tidak mendapatkan kurikulum FTV.
Salah satu mahasiswa Cinematography
2014 Nanda Agi Andaru menganggap bahwa
perpindahan tersebut tidak menyulitkan
mahasiswa.
“Jujur sih tidak menyusahkan karena
menurut saya jangan melihat dari banyaknya
SKS ataupun mata kuliah. Adanya program
studi ini jadi lebih terfokus ke peminatan,”
ujar Nanda.
SEMANGAT PARA PELOPOR
Pendirian peminatan Cinematography
tidak lepas dari peranan 30 mahasiswa
angkatan 2007. Mereka adalah pelopor yang
mengajukan usulan kepada pihak kampus
agar membangun peminatan Cinematography.
Dalam kesempatan tentang penjelasan FTV
dan transfer yang berlansung di Lecture Hall
Mahasiswa jurusan sinematografi mengisi LH pada salah satu acara yang diadakan oleh komunitas Popsicle.
1 7U L T I M A G Z
(LH) dan Function Hall (FH) pada Kamis (21/1),
Ina menceritakan, usulan 30 mahasiswa
tersebut ditolak. Namun tidak menyerah
begitu saja, mereka mengumpulkan tanda
tangan hingga akhirnya Cinematography
dapat berdiri sampai saat ini.
Terlepas dari semangat para pelopor, Ina
menilai bahwa perubahan ini merupakan
sesuatu yang harus dilakukan agar pendidikan
yang ditawarkan UMN tidak statis dan dapat
berkembang.
“Kami membuat perubahan ini bukan
untuk menyulitkan mahasiswa. Kami sudah
memperhitungkan masak-masak,” jelasnya.
Berdasarkan pertimbangan jumlah
mahasiswa Fakultas Seni dan Desain,
Ina dan tim dosen lainnya merasa bahwa
total lebih dari 2 ribu mahasiswa dari
empat peminatan dan satu prodi membuat
pergerakan cukup sulit dilakukan. Perihal
tenaga pengajar, Ina menjelaskan bahwa
kebutuhan dosen untuk prodi FTV sudah
mencukupi. Saat ini, Fakultas Seni & Desain
memiliki 15 dosen, di antaranya lima dosen
full time dan 10 dosen part time.
“Lebih enak kalau dipecah, tapi semuanya
dikelola oleh fakultas yang sama, Fakultas
Seni dan Desain. Jangan ada yang merasa
satu ditinggalkan dan satu diajak. Jangan
merasa kamu orang lain,” tutur Ina.
Salah satu dosen Fakultas Seni dan
Desain Kemal Hassan mengatakan bahwa
perpindahan mahasiswa Cinematography
ke prodi FTV merupakan sebuah proses
transfer dan bukti bahwa Cinematography
sudah dewasa. Mahasiswa hanya mengalami
peralihan prodi, tetapi tidak pindah peminatan.
“Kamu pindah prodi, berarti dicabut
dari akarnya. Namanya transfer, bukan
konversi. Sudah banyak film mahasiswa yang
masuk festival-festival. Itu menunjukkan
pencapaian yang luar biasa bagi mahasiswa
Cinematography,” ujar Kemal.
SESUAI PROSEDUR
Selain prodi FTV, tiga program studi
baru yang lain, yakni Teknik Fisika, Teknik
Elektro, dan Arsitektur. Saat ditemui pada
2015 lalu, Wakil Rektor Bidang Akademik Hira
Meida menjelaskan bahwa pihak kampus
telah mengikuti prosedur dan peraturan
yang ditentukan oleh Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia (Kemenristek Dikti) tentang
mendirikan program studi baru. Beberapa
persiapan, seperti kurikulum dan fasilitas
pun telah disesuaikan dengan kebutuhan
di tahun pertama.
“Pengajuan proposal (ke Kemenristek
Dikti) sudah diterima, artinya tahun depan
sudah harus dibuka. Kalau punya izin
tapi tidak dibuka, maka bisa ditutup. Kan
tidak mungkin UMN tujuh prodi (program
studi) terus. Kalau dibilang UMN mau cari
keuntungan, ya untung buat sustainable. Tapi
selain itu, harus memenuhi aturan. Kalau
mau jadi universitas harus minimal memiliki
10 prodi, sehingga harus ditambah. Kalau
tidak, status UMN akan diubah,” jelas Hira.
(dari kiri kanan) Dosen-dosen Sinematografi UMN Ina Listyani Riyanto, Kus Sudarsono, dan Kemal Hassan.
EDI T ED BY L A NI D I A N A
I N F O K A M P U S
18 U L T I M A G Z
PADA 6 FEBRUARI 2016 lalu, LINE Official HMFSD UMN
mengumumkan bahwa Ina Listyani Riyanto terpilih menjadi
Ketua Program Studi FTV. Ia dibantu oleh Sekretaris
Program Studi FTV Annita dalam mengemban tugas barunya
sebagai pemimpin.
BAGAIMANA PERSIAPAN PROGRAM STUDI FTV SEJAUH INI?
Sebenarnya sudah siap, akan tetapi Program Studi FTV baru akan
mulai digunakan kurikulumnya pada semester depan, yakni pada
September 2016/2017. Perlu diingat kembali, hanya angkatan
2014, 2015, dan seterusnya yang menggunakan kurikulum FTV,
sedangkan angkatan 2013 ke atas masih tetap menggunakan
kurikulum DKV.
APAKAH ADA SOSIALISASI TERKAIT MATA KULIAH? TERUTAMA KARENA
BANYAK MATA KULIAH BARU YANG MELIPUTI TEORI. PERSIAPAN APA SAJA
YANG DILAKUKAN AGAR MAHASISWA TIDAK SHOCK MENGHADAPI KURIKULUM
BARU INI NANTINYA?
Sosialisasi kami lakukan setiap dalam perkuliahan dan kami
(tim dosen) melakukan ini untuk meghindari adanya shock yang
dialami mahasiswa, jika tiba-tiba ada perubahan kurikulum. Jadi,
By Christian Manafe
Photo by Evelyn Leo
Program Studi FTV (Film & Televisi) secara resmi
akan dibuka pada tahun ajaran 2016/2017. Hal
ini mengharuskan Fakultas Seni dan Desain
(DKV) untuk menggabungkan peminatan
Cinematography dan Animasi menjadi prodi
FTV. Selain itu, babak pemberlakukan kurikulum
baru pun akan segera dimulai.
SUDAH SIAP JALANIPRODI BARU
1 9U L T I M A G Z
kami ingin kenalkan dulu kepada mereka
mengenai mata kuliah apa saja yang akan
mereka hadapi di kurikulum FTV.
BAGAIMANA IBU MELIHAT KESIAPAN MAHASISWA
DENGAN ADANYA PROGRAM STUDI FTV INI?
Mereka siap, melalui pengenalan dan
sosialisasi yang sudah kami lakukan pada
setiap pertemuan perkuliahan.
SAAT INI BERAPA JUMLAH DOSEN DKV SECARA
KESULURUHAN DAN BERAPA YANG AKAN DISIAPKAN
UNTUK PRODI FTV? APAKAH ADA PENAMBAHAN
DOSEN?
Tim dosen DKV sendiri secara keseluruhan
ada 15 orang, lima yang dapat bekerja
full-time dan 10 orang yang hanya paruh
waktu saja. Jadi, jumlah dosen yang akan
mengajar di FTV sudah cukup dan perlu
diingat kembali bahwa yang mendapatkan
program studi FTV hanya angkatan 2014,
2015, dan seterusnya. Setiap tahunnya,
DKV juga selalu kedatangan dosen baru.
PRESTASI TERBESAR APA YANG PERNAH DIRAIH
MAHASISWA CINEMATOGRAPHY?
Untuk yang terbesar, saya agak bingung
karena banyak sekali. Kita melihat film-
film yang dibuat mahasiswa sering masuk
ke dalam festival film, baik di nasional dan
internasional. Kalau di nasional, seperti FFI,
XXI, documentary di Yogyakarta. Kalau untuk
di luar negeri ada di Beijing dan Malaysia.
NILAI APA YANG PALING TERLIHAT DAN TERASA
DI KELUARGA BESAR DKV YANG INGIN TETAP
DIPERTAHANKAN, MESKIPUN ADA PROGRAM
STUDI BARU?
Nilai kekeluargaan DKV saya rasa sangat
kuat sekali karena kami sesama dosen,
setiap bertemu sudah bagaikan teman
sendiri. Tidak hanya berkolaborasi dalam
pekerjaan saja, tetapi kami juga erat secara
pribadi juga.
APA KESAN IBU SELAMA MENGAJAR MAHASISWA
DKV?
Saya sudah punya banyak pengalaman
mengajar kira-kira 30 tahun. Menurut saya,
mahasiswa DKV cukup oke dan motivasinya
sangat tinggi, walaupun ada juga yang tidak.
Tetapi, hampir semua memiliki motivasi
yang tinggi dan ingin bekerja keras.
JIKA MENILAI KEKURANGAN DARI FAKULTAS SENI
DAN DESAIN, APA HAL YANG INGIN DITAMBAH
ATAU DIPERBAIKI?
Kalau soal kekurangan, salah satunya itu
jumlah mahasiswa DKV yang setiap tahunnya
bertambah terus. Akibatnya adalah karena
terlalu banyak masuk, maka banyak juga
mahasiswa yang tidak memiliki motivasi
dan niat yang tinggi. Seperti contoh, banyak
mahasiswa melihat Graphic Design, Animasi
dan Cinema merupakan hal keren dan enteng
karena selalu membawa kamera.
Padahal tidak, karena masih diperlukan
membaca buku, menulis review, membuat
paper dan sebagainya. Sering kali kalau
banyak mahasiswa yang sudah memiliki
mindset bahwa jurusan-jurusan itu enteng
hanya membawa kamera saja, maka tidak
akan maksimal dan tidak niat.
Ina Listyani Riyanto
W A W A N C A R A
EDI T ED BY A NNI SA MEIDI A N A
20 U L T I M A G Z
Menjadi seorang bintang film tak pernah
terlintas dalam benak guru sekolah dasar
ini. Cecep Arif Rahman, pria kelahiran
Garut, 18 Agustus 1976 ini sebelumnya telah
mengabdikan diri pada dunia pendidikan
dan seni bela diri pencak silat. Berasal dari
keluarga yang memiliki riwayat dalam
bidang pendidikan, ia pun berhasil meraih
cita-citanya yang sejak dulu ingin menjadi
seorang guru sekaligus pesilat.
“Saya pemerhati film, dari kecil sudah
senang film action dalam maupun luar
negeri, tapi memang tidak terpikir bahwa
kalau sudah dewasa saya akan bergabung
di film,” ujarnya.
Karir Cecep di dunia perfilman bermula
ketika sutradara asal Inggris, Gareth Evans
mengunjungi perguruan silat Cecep di
Garut, Jawa Barat. Ketika itu, Gareth tengah
dalam penggarapan film Merantau, setelah
menyutradarai film dokumenter tentang
pencak silat. Karya tersebut mengharuskan
ia mengelilingi Sumatera hingga Bali untuk
penelitian.
“Nah, waktu buat film dokumenter itu
juga (Gareth) datang ke perguruan kami
BERSILAT DARI GARUT SAMPAI HOLLYWOOD
By Kezia Maharani SutiknoPhoto by Aditya Bhagas
yang di Garut. Mungkin di sana dia sudah
kasih tanda bahwa nanti kalau dia buat
film, si ini, si ini, si ini akan diajak untuk
ikut dalam filmnya,” ungkapnya.
Sejak pertemuannya dengan Gareth
saat itu, Cecep sudah mendapat tawaran
untuk ikut berakting dalam seri The Raid.
Namun, pria yang akrab disapa Kang
Cep ini belum menyanggupi karena baru
saja diangkat sebagai guru di tempatnya
mengajar saat ini. Setahun berlalu, tawaran
untuk ikut andil dalam sekuel The Raid
pun datang. Kali ini, ajakan datang dari
2 1U L T I M A G Z
S O S O K E K S T E R N A L
salah satu rekannya, Yayan Ruhian atau
yang dikenal dengan panggilan Mad Dog.
Ia menyanggupi kesempatan itu dengan
syarat latihan dilakukan di luar jam sekolah.
“Saya bilang kalau diusahakan latihannya
tiap Jumat, Sabtu, Minggu, saya siap. Lalu,
shooting-nya pas libur tentu lebih siap lagi
dan alhamdulillah bisa dikondisikan seperti
itu,” papar Cecep.
Tiga bulan latihan yang ditempuh pria
beranak satu ini telah menghasilkan sosok
The Assassin, yakni seorang yang menjadi
tangan kanan Bejo, pendiam dan misterius
dalam sekuel The Raid: Berandal. Harus
mendalami peran antagonis rupanya bukan
hal yang sulit bagi pesilat profesional ini.
Menurutnya, setiap orang pasti memiliki
keinginan untuk mengekspresikan sisi baik
dan sisi buruk yang ada dalam diri masing-
masing. Kali ini, ‘sisi gelap’ Cecep dapat
ditunjukkan melalui saluran yang positif
tanpa harus melukai siapa pun.
“Di kehidupan nyata, kita tidak bisa
mengekspresikan hal tersebut. Masa kita
harus mukulin orang, kan enggak enak.
Apalagi saya sebagai guru, enggak mungkin
kalau saya malah begitu,” ujarnya.
Berkah terus mengalir pada pria yang
telah mempelajari pencak silat sejak
berumur delapan tahun ini. Sutradara,
produser, sekaligus penulis skenario
Star Wars: The Force Awakens J. J. Abrams
meminta kepada kerabatnya, Gareth Evans
untuk meminjami beberapa karakter The
Raid dan main dalam film Star Wars. Enam
aktor asal Indonesia pun berhasil tembus
dalam film yang laris di penghujung 2015
itu, salah satunya adalah Cecep. Bersama
dengan Iko Uwais dan Yayan Ruhian, ia
berperan menjadi Crokind Shand, salah
satu anggota Kanjiklub.
“Kita mikir orang lain kan pasti sulit buat
bisa main, walaupun hanya sebagai peran
cameo, tapi mainnya di Star Wars. Itu kalau
kita sengaja casting bisa katanya sampai
beberapa tahap. Kita hanya diundang untuk
main, tentu kita anggap sebagai penghargaan
yang besar sekali,” papar Cecep.
Walaupun masih sibuk dalam dunia
perfilman, pemain film Skakmat ini tak
lantas meninggalkan profesi sebagai guru.
Ia pun masih mengajar mata pelajaran
Bahasa Inggris untuk SMP setiap Senin
dan Selasa hingga saat ini. Sebagai seorang
aktor dan seniman bela diri pencak silat,
pantas saja jika Cecep juga disebut sebagai
pahlawan tanpa tanda jasa. Cita-cita yang
sejak dahulu ingin menjadi seorang guru
dan pesilat pun telah tercapai.
Sosok yang mengidolakan Jet Li, Bruce
Lee, dan Donnie Yen ini berpendapat bahwa
perfilman Indonesia sudah nampak lebih
baik karena kualitas sumber daya manusia
yang mumpuni.
“Dan sepertinya ke depan saya kira
perfilman kita tidak akan kalah dari film
hollywood karena sekarang banyak insan
perfilman kita, baik dari tahun 80-an juga
yang sudah sering terlibat di film luar,”
ujarnya.
Pria yang mencintai film-film action
seperti Si Pitung, film Bruce Lee, dan Bourne
Identity ini pun mengharapkan peran-peran
yang berkaitan dengan pengembangan
bela diri pencak silat, tidak hanya dari
segi pembelajaran dan pendidikan, tetapi
juga hiburan.
“Orang lebih banyak gampang mengenal
silat melalui film daripada bidang yang
lain,” katanya.
CECEP ARIF RAHMAN
Tempat/Tanggal Lahir
• Garut, 18 Agustus 1976
Prestasi
• The Raid 2: Berandal (2012)
• Star Wars: The Force Awakens (2015)
• 3 – The Movie (2015)
• Skakmat (2015)
• Iseng (2016)
• Juara (2016)
EDI T ED BY A NNI SA MEIDI A N A
22 U L T I M A G Z
“Gue yang sebelumnya hanya bisa ngomel
kalau ada tindakan pemerintah yang tidak
gue suka, sekarang dapat dituangkan dalam
bentuk karya. Dalam film kita bercerita dan
dalam cerita itu kita mengkritik sesuatu,”
jelas laki-laki bernama lengkap Wisnu
Dewa Broto ini.
Menurut Wisnu, sinematografi merupakan
bentuk seni yang mengungkapkan semua
elemen-elemen dasar di dalam sebuah frame.
Baginya, dalam sebuah frame memiliki arti
dan maksud tertentu yang ingin disampaikan
kepada penonton.
“Misalnya ada sebuah sapu di dalam
frame, pasti ada konsep tersendiri kenapa
ada sapu di dalam frame itu. Kenapa
WISNU DEWA BROTO
Tempat/Tanggal Lahir
• Jambi, 23 November 1995
Latar Belakang Pendidikan
• SD Attaufiq, Jambi
• SMPN 1 Kota Jambi
• SMA Xaverius 2 Kota Jambi
• Universitas Multimedia Nusantara
Cinematography 2013
Prestasi
• Peraih Angsa Emas di UI Film Festival
melalui film Wong Tjilik
• Pemutaran film Wong Tjilik di Los Angeles
Indonesian Film Festival
• Pemutaran film Wong Tjilik di Semarang
Film Exhibition 2015 (SEFITION)
• Pemutaran film Wong Tjilik di Festival
Film Tangerang
S O S O K I N T E R N A L
MengulikMinat danSuarakanKritik
Walaupun memiliki keahlian dan minat pada bidang editing dan visual effect,
Wisnu justru terpilih menjadi sutradara untuk tugas film pendek berjudul
Wong Tjilik yang berhasil menang di UI Film Festival dan ditayangkan di
Los Angeles Indonesian Film Festival. Melalui karya tersebut, ia menyadari
tujuannya berkecimpung di dunia sinematografi, yaitu menyuarakan kritik.
pergerakan kameranya ke kanan dan bukan
ke kiri, pasti konseptornya punya maksud
dibalik semua keputusan yang dia ambil,”
ungkap mahasiswa Cinematography UMN
angkatan 2013 ini.
Sebagai seorang seniman, ia mengaku
By Valerie DantePhoto by Cindy Gani
Gue yang sebelumnya hanya bisa ngomel kalau ada tindakan
pemerintah yang tidak gue suka, sekarang dapat dituangkan dalam bentuk karya. Dalam film kita bercerita dan dalam cerita itu kita mengkritik sesuatu”
2 3U L T I M A G Z
S O S O K I N T E R N A L
memiliki metode kesenian yang sistematis
dan rapi. Pasalnya, ia sering menulis
kejadian-kejadian menarik secara acak
(random) yang terlihat selama satu minggu.
Catatan tersebut akan direfleksikan dan
dibaca kembali agar dapat menemukan
kejadian sehari-hari yang berpotensi untuk
dikembangkan menjadi sebuah karya.
“Sebenarnya metode kita dalam
berkesenian itu tergantung senyaman
apa kita berekspresi,” lanjutnya.
BERKUTAT DI SINEMATOGRAFI
Keputusan Wisnu untuk masuk ke dunia
sinematografi bukan didasari tanpa alasan.
Dahulu, ketertarikannya pada kamera pun
berhasil menimbulkan rasa penasaran
ketika melihat sang ayah berkutat dengan
sebuah kamera analog.
“Awalnya melihat papa foto-foto dan
minta diajarkan,” ungkapnya.
Tak berhenti di situ, laki-laki yang lahir
dan besar di Jambi ini.juga aktif mengikuti
workshop maupun sesi diskusi bertemakan
fotografi dan tergabung dalam komunitas
fotografi di Jambi. Sejak mengikuti kegiatan
tersebut, ia baru menyadari bakat fotografi
yang tertanam dalam dirinya. Anak bungsu
dari empat bersaudara ini pun mengaku
bahwa menekuni bidang fotografi hanya
dijadikan sebagai sebuah hobi sebelum
menemukan kesenangannya yang baru
di dunia sinematografi.
“Baru setelah masuk Cinematography,
gue merasa kalau kamera itu bukan lagi
dunia gue dan beralih ke dunia perfilman,”
kata Wisnu.
Selain itu, Wisnu yang sejak kecil sering
ikut sang ayah bekerja di kapal pengangkut
kopra (daging buah kelapa yang dikeringkan,
bahan baku minyak kelapa) ini sudah
terbiasa berada di sungai. Ia pun ‘tertular’
oleh ayahnya yang gemar memancing.
“Namanya juga masih kecil jadi pas
lihat papa mancing, penasaran, dan minta
diajarkan. Pernah ikut mancing di sungai
di Nipah Panjang saat naik kapal mau ke
Jambi,” tuturnya.
Ia berpesan kepada siapa pun yang
ingin menggeluti bidang sinematografi
agar memiliki kebebasan untuk berekspresi,
berkarya, dan tak hanya membuat film
sebatas ranah kampus.
“Pikirkan bagaimana karya itu
bisa dihargai oleh masyarakat banyak.
Gantungkan ekspektasi setinggi mungkin,”
pesan Wisnu.
Pikirkan bagaimana karya itu bisa dihargai oleh masyarakat banyak. Gantungkan ekspektasi setinggi mungkin”
EDI T ED BY A NNI SA MEIDI A N A
24 U L T I M A G Z
Film dapat dianalogikan sebagai ingatan
manusia. Lewat rangkaian gambar dan
suara yang terekam dalam film, sebuah
era pun dapat didokumentasikan dengan
baik. Berbicara soal memelihara film ibarat
melestarikan kenangan kolektif. Demikian
pula dengan film-film Indonesia yang akan
membahas mengenai budaya dan identitas
Indonesia kepada generasi penerus. Oleh
karena itu, preservasi film-film lawas
Indonesia patut mendapat perhatian khusus
sebelum menghilang, seiring dengan
redupnya rekam jejak perjalanan bangsa
itu sendiri.
Preservasi film merupakan kegiatan
untuk memelihara, menjaga, dan melindungi
film dengan cara menyimpan ke dalam
bentuk gulungan pita seluloid seperti yang
dilakukan di zaman dahulu. Sebenarnya,
hal ini adalah pilihan tepat, mengingat
umur seluloid yang awet hingga 300 tahun
lamanya. Namun, merawat film seluloid
membutuhkan perhatian ekstra.
Idealnya, film seluloid disimpan dalam
suhu 10oC dan kelembapan ruangan yang
berkisar 40-50%. Jika tidak dirawat dengan
benar, berbagai kerusakan mulai dari
tumbuhnya jamur, pita yang terpelintir,
dan bau asam (vinegar syndrome) dapat
menggerogoti film tersebut, hingga akhirnya
tidak dapat diputar kembali alias tidak
terselamatkan.
Untuk preservasi satu film perlu
melalui beberapa tahapan. Pemeliharaan
terhadap satu film lawas berdurasi 120
menit saja membutuhkan waktu empat
hingga lima hari. Mula-mula, gulungan
pita seluloid dibersihkan dan dicek. Jika
ada sambungan film yang jelek akibat
proses cut saat penyuntingan film, harus
ada perbaikan terlebih dahulu agar tidak
putus saat diputar.
Menjaga Ingatan Lewat Pita
SeluloidBy Kiki Muchtar - Koordinator Yayasan Pusat Film Indonesia
Rewritten by Monica Devi KristiadiPhoto by Pricillia Tania
Tahap berikutnya, film akan diputar di
mesin pemindai khusus dengan kecepatan 8
frame per second (fps), tiga kali lebih lambat
ketimbang kecepatan film aslinya, yakni 24
fps. Selain pemindaian gambar, dilakukan
juga pemindaian suara secara terpisah untuk
digabungkan dan disinkronisasi melalui
komputer sebelum disimpan ke dalam
kaset LTO. Alasan penggunaan kaset LTO
sebagai media penyimpanan adalah harga
kaset yang lebih terjangkau daripada pita
seluloid serta dapat dipakai dalam jangka
waktu panjang dibandingkan hard disk.
Sayangnya, penyimpanan film-film
kuno di Indonesia masih jauh dari kata ideal.
Jika dibandingkan dengan negara-negara
tetangga seperti Thailand dan Vietnam,
gerakan preservasi film Indonesia telah
tertinggal jauh. Salah satu upaya preservasi
di Indonesia adalah menyimpan film lama
-yang berhasil diselamatkan- di Sinematek
O P I N I E K S T E R N A L
2 5U L T I M A G Z
Indonesia. Sinematek Indonesia merupakan
arsip film nasional pertama di Asia Tenggara
yang didirikan pada 20 Oktober 1975.
Dahulu, pemerintah sempat mewajibkan
para sineas untuk menyerahkan salinan film
ke perpustakaan nasional dan Sinematek.
Namun, kesadaran para pembuat film
masih minim dan penegakan peraturan
dari pemerintah pun belum maksimal.
Peluang hilangnya film Indonesia dimulai
sejak proses penyuntingan selesai dan telah
menjadi sebuah karya utuh.
Sebenarnya, cita-cita dari preservasi ini
adalah agar masyarakat dapat menikmati
koleksi film lawas Indonesia yang dapat
digunakan sebagai bahan hiburan, mencari
inspirasi, hingga sarana untuk mempelajari
sejarah dan kebudayaan Indonesia.
Namun sayang, minimnya dukungan
dan dana membuat langkah pelestarian
film tertatih-tatih. Selain itu, kendala
lain yang dihadapi lebih mengarah pada
hal teknis, seperti pengatur suhu dan
kelembapan yang sering rusak, penerangan
yang kurang memadai, dan terbatasnya
dana untuk melakukan pengalihan media
film ke bentuk digital.
Tak hanya itu, kurangnya sarana dan
prasarana juga memberikan dampak. Salah
satunya adalah pemutaran pemutaran koleksi
film (sesuai dengan permintaan) kepada
khalayak umum belum dapat direalisasikan.
Meski demikian, terdapat satu rencana yang
diharapkan dapat mengatasi permasalahan
tersebut. Caranya dengan menciptakan
film-film hasil preservasi ke dalam versi
digital dan dimuat dalam situs
sebagai Museum Film Virtual. Sejatinya,
preservasi harus dilakukan sedini mungkin.
Tak perlu menunggu film mencapai usia
belasan, bahkan puluhan tahun.
Sejak 2011, sekitar 140.000 dolar telah
dikucurkan untuk investasi rencana tersebut.
Konten tertentu mungkin akan dikenakan
biaya, bergantung pada kebijakan pembuat
film. Harapannya adalah masyarakat dapat
streaming film apa pun melalui situs tersebut
suatu saat nanti.
O P I N I E K S T E R N A L
26 U L T I M A G Z
INDIE SEBAGAI KEBEBASAN MENGEKSPLORASI FILM By Yosep Anggi Noen Photo by Angelina RosalinRewritten by Josephine Valencia
2 7U L T I M A G Z
TERM indie bukan berbicara soal siapa
yang memproduksi, namun bagaimana kita
diberi keleluasaan dan kebebasan berekspresi
atau mengungkapkan gagasan untuk film.
Beberapa hal yang dapat mengungkung
kebebasan tersebut salah satunya adalah
uang dan pemikiran bahwa artis terkenal
dapat menjual film dan laku di pasaran.
Oleh karena itu, saya memilih
untuk fokus membuat film indie karena
dapat berekspresi dan membuat cerita apa
pun yang diinginkan. Saya bebas untuk
mengeksplorasi dan menentukan jalan
cerita, serta menemukan cara bertutur yang
baru. Saya pun tidak pernah mengklaim
bahwa saya adalah pembuat film indie. Hal
itu dikarenakan kata indie atau independent
tersebut saya pakai sebagai sebuah spirit
yang tidak perlu dihubung-hubungkan
dengan karya.
Jika berbicara soal film, secara
kuantitas perfilman Indonesia berkembang
pesat. Hal itu terbukti dengan penyebaran
film komersial di bioskop dan film pendek
yang bertebaran di mana-mana berkat
bantuan teknologi. Kemudahan teknologi
ini diharapkan dapat tumbuh berbarengan
dengan niat para pembuat film untuk bisa
mengeksplorasi gagasan dan tutur baru yang
berasal dari penjuru nusantara.
Namun secara kualitas, kadang-kadang
masyarakat yang dimudahkan jalannya
tidak memiliki semangat atau struggling
untuk menggali lebih dalam gagasan-
gagasan konten cerita. Hal tersebut dapat
menimbulkan kesan main-main dalam
membuat film karena hanya mengikuti arus
tren yang sedang masyhur. Persoalan pun
akan muncul ketika film tidak digarap atas
dasar kegelisahan sang sineas.
Selain itu, seorang sineas dituntut
untuk memiliki banyak referensi dengan
cara menonton film, membaca buku, dan
terjun ke masyarakat. Menjadi pembuat
O P I N I I N T E R N A L
film adalah mengalami sesuatu secara
langsung dan mempunyai kedekatan dengan
kehidupan nyata.
Saya selalu mengatakan bahwa
sinema adalah bagaimana kita menemukan
sesuatu. Banyak yang dapat ditemukan,
seperti cara bertutur yang baru ataupun
cerita-cerita yang baru. Sayangnya, sekarang
ini mayoritas film Indonesia menceritakan
tema cinta dan berpusat di Jakarta.
Padahal, Indonesia sangat luas dan
kita juga ingin melihat cerita cinta dari
Aceh atau cerita sedih dari Padang. Oleh
karena itu, ciri-ciri film yang paling baik
adalah memiliki keragaman. Apabila sebuah
komunitas film besar atau ekosistem perfilman
memiliki karya yang bermacam-macam, hal
itu menandakan bahwa ekosistem tersebut
berkembang positif.
Pesan yang ingin disampaikan dalam
film saya jelas berbeda-beda. Setiap film
mengandung pesan tersendiri dan saya selalu
ingin menyampaikan pesan yang penting.
Penting seperti apa? Ketika ingin membuat
pernyataan mengenai penyelewengan dana
yang terjadi di lingkungan saya, maka konten
cerita yang disajikan pun akan berbicara
soal korupsi. Akan tetapi, hal yang paling
utama adalah bagaimana membuat film
yang dapat mengajak para penonton untuk
melakukan refleksi pada diri sendiri, pada
kehidupannya, dan merenung untuk melihat
dunia, melihat kenyataan.
Saya selalu menikmati setiap pengerjaan
film dan tidak menganggap apa pun yang
saya hadapi sebagai halangan. Film, sinema,
adalah hidup saya. Saya akan selalu berusaha
untuk menghidupkan film Indonesia. Terlebih
lagi, yang paling penting adalah film harus
ditonton oleh banyak orang.
28 U L T I M A G Z
Nuansa perkembangan film Indonesia sangat
terasa di awal 2016 ini. Beberapa film lokal
mulai bermunculan dengan kualitas yang tidak
mengecewakan. Dengan demikian, wajar saja
apabila anak muda berbondong-bondong
mendatangi bioskop untuk menikmati karya
para sineas. Tidak sedikit masyarakat Indonesia
yang melontarkan hal tersebut, namun ada juga
yang beranggapan bahwa film Indonesia belum
memiliki mutu yang baik. Namun, bagaimana
kesan mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara
tentang perfilman Indonesia?
FILM NUSANTARA, KATANYA...
Film Indonesia terkadang kurang bagus,
script-nya kurang kreatif, plotnya nge-
bosenin, dan biasa mengandung unsur
sensasional saja.
Melvin Junior, Desain Grafis 2014
Jarang nonton sih film Indonesia. Tapi
kalau ada rekomendasi yang bagus, aku
nonton. Menurut aku, film Indonesia sudah
berkembang dari yang sebelumnya, tapi
masih kurang mendapat apresiasi dari dalam
negeri. Justru film-film yang bagus malah
banyak dapat apresiasi dari luar negeri.
Adhyra RamadianiJurnalistik 2014
By Analuna ManullangPhoto by Angelina Rosalin
2 9U L T I M A G Z
Aku suka nonton film Indonesia, tapi cuma
film yang aku anggap bermutu saja karena
film Indonesia ujung-ujungnya mengandung
unsur seksualitas. Jadi, aku pilih film-film
yang bermutu.
Amanda Natashia Public Relations 2014
Gue lumayan suka nonton film Indonesia.
Film-film yang sekarang sudah mulai bagus,
seperti The Raid dan film karya Raditya Dika.
Film-film aksi Indonesia juga sudah bagus.
Stefan Jivalino Teknik Informatika 2014
Jarang sih nonton, cuma kalau dilihat
sekarang ini film Indonesia sudah mulai
bagus, animasinya sudah bagus, seperti
Battle of Surabaya gitu, kan. Film Indonesia
sekarang genrenya condong ke romansa,
seperti Negeri Van Oranje dan Single.
Victor Raditia Jurnalistik 2014
Aku suka nonton film Indonesia, karena
beberapa di antaranya ada yang bagus.
Film-film sekarang sudah banyak kema-
juannya, sudah lebih berbobot.
Denise Gabriella Public Relations 2014
Aku lumayan suka nonton kalau lagi ada
waktu kosong. Menurut aku, film Indo-
nesia kurang memberikan pesan moral
yang bagus, sih. Cuma sekadar film dengan
efek-efek tertentu dan artis-artis terkenal.
Jadi, kurang ada pesan moralnya.
Agnia Ananda Putri Animasi 2013
Aku suka nonton, tapi kadang-kadang. Film
Indonesia sekarang sudah mulai bagus,
banyak yang berkualitas dan terkenal di
dunia, kayak film A Copy of My Mind .
Amalia Kartika Jurnalistik 2014
C H I T C H A T
30 U L T I M A G Z
Mimpi Laskar Pelangi dalam Balutan Film By Analuna ManullangPhoto by Gustama Pandu
Untuk pertama kali, sang vokalis grup band Nidji, Giring,
membaca buku yang begitu laris dan direkomendasikan
oleh banyak orang. Pukul dua dini hari saat sedang berada
di Denpasar, ia pun menyampaikan keinginannya kepada personil
Nidji yang lain untuk menciptakan sebuah soundtrack bagi film
Laskar Pelangi. Menurutnya, belum lengkap rasanya apabila alur
cerita yang dimainkan oleh para pemain terbaik tidak dilengkapi
dengan musik yang baik juga.
Dua hari setelahnya, Nidji memperoleh keberuntungan saat
menerima panggilan telepon dari penulis skenario Laskar Pelangi
Mira Lesmana. Film Laskar Pelangi diadaptasi dari sebuah novel
yang menceritakan peristiwa kehidupan Andrea Hirata di masa
sekolahnya. Tiga tahun kemudian setelah dirilis pada 2005 lalu,
karya tulis Andrea ini pun berhasil direalisasikan ke dalam
bentuk film dengan judul yang sama dan diproduksi oleh Miles
Films dan Mizan Production.
“Dia (Mira) bilang sedang di Bitung untuk membuat Laskar
Pelangi. Dari situ Mbak Mira langsung tawarin Nidji untuk membuat
soundtrack Laskar Pelangi. Anehnya, Mbak Mira tidak tahu kalau
gue baca bukunya, dan gue juga tidak tahu kalau Mbak Mira lagi
buat film Laskar Pelangi,” ungkap Giring saat ditemui di gedung
Metro TV, Jakarta, Minggu (24/1) lalu.
Setelah berembuk, akhirnya Nidji menerima tawaran Mira dan
segera mulai membuat musik Laskar Pelangi. Surabaya menjadi
tempat penulisan lirik pertama oleh Giring yang terinspirasi dari
angan-angan untuk menulis soundtrack Laskar Pelangi hingga
menjadi kenyataan. Penulisan lagu berjalan begitu lancar, meski
pada bagian reff sempat terhenti. Setelah menunggu satu bulan
lamanya, lirik ‘Menarilah dan terus tertawa, walau dunia tak seindah
surga’ pun tercipta yang diambil dari salah satu cerita hidup
anak-anak Laskar Pelangi.
“Selama sebulan stuck, reff-nya enggak ketemu-ketemu,
selama sebulan stuck, coba-coba reff enggak pernah dapet. Sampai
akhirnya di Makassar, tiba-tiba ingat satu scene di mana mereka
kena getah terus mereka menari, disitulah. Mereka miskin,
mereka ketawa, mereka enggak punya semuanya tapi mereka
tetap menikmati hidup,” tutur Giring.
Solo gitar yang dimainkan oleh Ariel juga menjadi salah satu
bagian kecil yang paling khas dari lagu tersebut. Tentu rasa
bangga dirasakan oleh para personil Nidji ketika lagu dan Laskar
3 1U L T I M A G Z
Pelangi benar-benar menjadi satu kesatuan,
satu nyawa, dan satu jiwa. Lagu ini pun
tak sedikit mengukir prestasi.
“Tidak menyangka bisa senyawa dengan
filmnya. Mulai dari situ, pada akhirnya
Laskar Pelangi adalah lagu yang memiliki
award terbanyak untuk Nidji, seperti Best
Song, Best Soundtrack, Song of The Year,
banyaklah,” ujar Giring.
Selesai merampungkan lirik, akhirnya
pembuatan video klip akan dimulai. Daerah
yang disanggahi sama seperti lokasi
syuting Laskar Pelangi, yaitu Belitung.
Penggarapannya pada 2008 silam tidaklah
mudah, karena dahulu Belitung belum
begitu populer seperti sekarang yang banyak
dikunjungi masyarakat untuk berwisata.
Alhasil, Nidji harus menginap di rumah
warga atau homestay.
“Kalau sekarang ada orang foto terus
bilang ‘ini dia pantai Laskar Pelangi’ rasanya
senang dan bangga. Orang suka menyanyikan
lagu Laskar Pelangi di situ pakai gitar, jadi
bisa menginspirasi orang juga,” ujar Rama.
FILM DALAM NEGERI SEMAKIN BERANI
Ditanyakan soal film Indonesia, Nidji pun
mengaku bangga dan mempunyai harapan
yang besar terhadap film yang baru-baru
ini muncul di layar lebar Indonesia. Dari
segi kualitas dan keberanian, film-film
Indonesia kembali membanggakan tanah air.
“Film Indonesia ditonton cukup banyak
orang, penonton Indonesia ada. Pelan-pelan
penonton film Indonesia akan semakin
banyak, karena kualitasnya sudah semakin
bagus,” jelas Giring yang menggemari film
karya Reza Rahardian.
Senada dengan Giring, menurut Rama, film
lokal tidak kalah saing dengan keberadaan
film luar negeri. Misalnya, Star Wars The
Movie yang dirilis pada bulan Desember
lalu tidak membuat para sineas Indonesia
takut untuk kembali memberikan warna
baru pada industri film. Hal itu terlihat dari
animo besar penonton untuk menyaksikan
film Ngenest dan Single. Penonton film
lokal pun mencapai 500 ribu hingga satu
juta orang.
“Waktu itu antri Star Wars, gue kira
antrian yang panjang, ternyata yang
antriannya panjang malah film Indonesia,”
kata gitaris Nidji ini.
M U S I K
EDI T ED BY L A NI D I A N A
32 U L T I M A G Z
O L A H R A G A
Seperti yang dilansir bbc.co, untuk tiga musim ke depan, harga hak siar seluruh pertandingan Liga Primer Inggris telah terjual sebesar 5,136 miliar Poundsterling atau sekitar 99,4 triliun rupiah. Angka tersebut unggul jauh dari pendapatan film Avatar yang merupakan film dengan pendapatan terbesar sepanjang sejarah Hollywood, yakni 38,6 triliun rupiah”
Sepak Bola Dibalik Sebuah FilmBy Petrus Tomy Wijanarko
Illustation by Ismi Ulfah
Pemain sepak bola asal Portugal, Cristiano Ronaldo baru-baru ini kembali menjadi pusat
perhatian dunia. Kali ini, bukanlah soal penghargaan Ballon D’Or, ataupun rivalitasnya dengan Lionel Messi, melainkan tentang peluncuran film dokumenter terbarunya yang berjudul Ronaldo.
Kehebohan yang terjadi dalam produksi film ini memang tak lepas dari ketenaran dan nama besar Ronaldo. Meski demikian, Ronaldo bukan pesepak bola pertama yang kisah hidupnya dijadikan film dokumenter. Sebelumnya, legenda Prancis, Zinedine Zidane juga mendapat kehormatan serupa dalam film A 21st Century Potrait.
Di Indonesia, film Garuda di Dadaku yang rilis pada 2009 silam juga mendapat perhatian khusus dari masyarakat, terutama penggemar sepak bola. Film garapan Ifa Isfansyah ini tidak hanya bertemakan mimpi seorang bocah untuk bermain sepak bola di jenjang yang tinggi, tetapi juga terdapat pesan moral dibalik film tersebut. Tentunya, betapa berartinya sepak bola di mata sebagian orang.
Lalu, apa yang melandasi seorang pemain sepak bola dan segala kisah dibaliknya layak dituangkan sebagai kisah utama dalam sebuah film?
BISNIS BERNILAI TINGGITidak dapat dipungkiri bahwa
kini sepak bola menjadi salah satu cabang olahraga yang paling digemari
masyarakat dunia. Bagaimana tidak? Selain asyik ketika dimainkan, sepak bola juga begitu menarik untuk disaksikan. Banyak orang yang rela berbondong-bondong mengantre hanya untuk menyaksikan pertandingan sepak bola, baik di stadion, tempat publik, restoran, kafe, dan sebagainya. Apalagi, jika yang bermain adalah tim kesayangan.
Situasi seperti ini nampaknya sesuai dengan pemikiran filsuf asal Italia, Umberto Eco dalam bukunya berjudul ‘Tamasya dalam Hiperealitas’. Eco berpendapat bahwa olahraga semacam sepak bola, kini mengalami pergeseran makna yang cukup signifikan. Awalnya sebagai permainan untuk kepentingan rekreatif dan kesehatan individu, kini berubah menjadi aktivitas permainan untuk ditonton orang lain.
Kenyataan inilah yang perlahan tapi pasti mulai mengubah kultur sepak bola itu sendiri. Sepak bola bukan lagi hanya sekadar olahraga, melainkan sebagai industri yang sangat menjanjikan.
Liga Primer Inggris menjadi contoh konkret akan gemerlap industri sepak bola ini. Pada 2008 lalu, tim papan atas Liga Primer Inggris Manchester City diakuisisi oleh konglomerat asal Arab, Sheikh Mansour.
Bayangkan saja, seperti yang dilansir bbc.co, untuk tiga musim ke depan, harga hak siar seluruh pertandingan Liga Primer Inggris telah terjual sebesar 5,136 miliar Poundsterling atau sekitar 99,4 triliun rupiah. Angka tersebut unggul jauh dari pendapatan film Avatar yang
merupakan film dengan pendapatan terbesar sepanjang sejarah Hollywood, yakni 38,6 triliun rupiah.
Wow, sepak bola ternyata memiliki harga jual yang lebih tinggi ketimbang industri film Hollywood. Wajar pula jikalau salah satu pemain sepak bola paling tenar saat ini, Ronaldo, sampai-sampai dibuatkan film dokumenter oleh sutradara ternama asal Inggris, Anthony Wonke. Selain mendokumentasikan kehidupan pemain asal Portugal tersebut, mungkin alasan penggarapan film Ronaldo adalah uang.
KISAH INSPIRATIF DIBALIK KARIR CEMERLANG
Seiring perkembangan zaman yang begitu pesat, dunia sepak bola juga semakin berkembang menuju ke arah yang menjanjikan. Kemajuan teknologi yang dipakai dalam sepak bola mampu
3 3U L T I M A G Z
O L A H R A G A
Semoga kelak, salah satu kisah pemain Indonesia diabadikan dalam film, seperti Ronaldo.
EDITED BY ALIF GUSTI MAHARDIKA
meminimalisir kesalahan-kesalahan yang terjadi di masa lampau. Apalagi, fasilitas yang berkembang, seperti lapangan, bola, dan sepatu semakin memudahkan setiap orang untuk memainkan olahraga ini.
Akan tetapi, mungkin itu hanya seperti fenomena gunung es yang tampak sebagian di permukaan, namun ada begitu besar hal tak terlihat dibawahnya. Yakinlah, masih banyak diluar sana yang begitu mencintai sepak bola, namun butuh perjuangan yang besar untuk bisa menikmatinya.
Perlu perjuangan yang besar untuk mendapatkan dan memiliki karir cemerlang sebagai pemain sepak bola profesional. Mungkin sekarang kita bisa melihat penyerang AC Milan, Carlos Bacca begitu hebat dengan segala prestasi dan kekayaannya. Bersama klub sebelumnya, yakni Sevilla, Bacca berhasil meraih gelar Liga Eropa. Ia bahkan disegani sebagai salah satu penyerang terbaik di dunia.
Namun, siapa yang tahu jika dahulu kemiskinan sampai mengharuskan Bacca remaja bekerja sebagai kernet bus untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan, jika pesepak bola lain bisa meniti karier sebagai pemain profesional dengan mengikuti akademi sepak bola sedari kecil, pemain asal Kolombia itu hanya lontang-lantung menjadi pesepak bola jalanan hingga berumur 20 tahun. Beruntung, ia kemudian diterima di klub Atletico Junior.
Perjalanan karier yang berliku dan sangat inspiratif seperti inilah yang menjadikan sepak bola menarik untuk diangkat dalam sebuah film. Bend it Like Beckham pada 2002 dan Goal yang terus dibuat hingga seri keempat merupakan contoh film yang menceritakan bagaimana perjuangan untuk menjadi seorang pemain sepak bola profesional.
Di Indonesia sendiri, film Garuda di Dadaku dibuat hingga dua edisi. Film tersebut menggambarkan bagaimana perjuangan seorang bocah dalam mewujudkan impiannya menjadi pemain sepak bola yang hebat.
KEMANUSIAAN DAN KEJADIAN SOSIALSepak bola tak hanya sekadar menang
atau kalah. Sepak bola adalah olahraga yang penuh rasa kemanusiaan dan kejadian sosial yang tak luput dari tangis kesedihan ataupun tawa kebahagiaan. Banyak kejadian sosial yang dipengaruhi sepak bola, bencana, kematian, kehilangan, hingga kebahagiaan.
Memori kelam tragedi Hillsborough yang mewarnai dunia sepak bola pada 1989 silam menjadi salah satu peristiwa kemanusiaan yang begitu miris dan menyedihkan bagi dunia sepak bola. 96 nyawa fans Liverpool F.C. harus melayang akibat sebuah insiden yang terjadi pada pertandingan semifinal FA Cup 1988/1989, kala The Reds bertemu dengan Nottingham Forest di Hillsborough Stadium.
Kejadian miris ini kemudian dikenang oleh sutradara Daniel Gordon dalam sebuah karya film dokumenter berjudul Hillsborough.
Sepak bola bahkan bisa mendamaikan sebuah peperangan. Pemain asal Pantai Gading, Didier Drogba menyebut jika sepak bola menjadi alat pemersatu negaranya dari peperangan. Di Indonesia, fenomena seperti ini juga menjadi salah satu kisah dalam film berjudul Cahaya Dari Timur: Beta Maluku.
Film ini menggambarkan bagaimana sepak bola mempersatukan perpecahan dan mendamaikan peperangan yang terjadi di Ambon.
Begitu banyak film mancanegara yang tidak hanya berpenghasilan tinggi dan hebat dalam pengambilan gambar, namun juga memiliki makna yang dalam, tak terkecuali film bertemakan sepak bola. Indonesia dalam perkembangannya juga telah menciptakan film olahraga, khususnya sepak bola, dengan rating yang cukup tinggi.
Film-film seperti Tabula Rasa, Cahaya Dari Timur: Beta Maluku, Garuda di Dadaku, dan Tendangan dari Langit memiliki rating di atas tujuh dalam situs database film, IMDb.com. Meski belum banyak jumlah, namun akhirnya perfilman Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang signifikan.
Sebagaimana halnya sepak bola, perfilman lokal terus berjuang untuk mencapai dan menikmati puncaknya, meski terseok-seok dan terjatuh berkali-kali. Semoga kelak, salah satu kisah pemain Indonesia diabadikan dalam film, seperti Ronaldo.
34 U L T I M A G Z
A Copy of My Mind merupakan kisah percintaan, film romance yang menco-ba untuk meng-capture Indonesia pada
saat ini. Kita ingin membuat cerita ini dengan latar belakang Indonesia yang sangat realistis dan memasukkan semua elemen-elemen yang sekarang sedang hangat di masyarakat ter-masuk korupsi, politikus yang jahat, dan se-bagainya”
U L T I M A G Z
DEBU DAN ASAP KENDARAAN ITU SUDAH MENJADI
KESEHARIAN YANG DITEMUI SARI (Tara basro), gadis
yang sengaja merantau dua tahun lalu ke Jakarta. Dari
matahari terbit hingga menjelang senja, Sari bekerja sebagai
karyawan di sebuah salon bernama Yelo.
Merasa bosan dengan aktivitasnya, ia memberanikan diri untuk
menjejakkan kaki di salon kecantikan lain agar memiliki penghasilan
yang lebih banyak. Hal itu dirasa dapat mengubah menu makanan Sari
yang tidak melulu mie instan dan tidur di kamar kost sempit setiap hari.
Namun, kepindahan Sari ke salon kecantikan yang lebih bagus malah
terasa lebih membosankan. Ia hanya dipersilakan untuk mengobservasi
kerja para seniornya di sana. Kesal dengan pekerjaan yang demikian
selama dua minggu lebih, Sari meminta untuk melayani pelanggan.
Permintaan pun dikabulkan oleh sang manajer. Sari diminta untuk
menangani pelanggan yang berada di penjara. Sempat bingung dan
dilema, akhirnya ia beranjak ke penjara dan menemui pelanggan yang
merupakan seorang tahanan ‘spesial’ bernama Mirna.
Singkat cerita, Sari mengetahui latar belakang Mirna dan persoalan
yang sebenarnya terjadi dengan menonton sebuah DVD yang diambil
saat melayani Mirna di ‘kamar’ tahanan. Hal ini malah mengancam
hidup Sari karena teror berat dari pihak Mirna yang ingin mendapatkan
kembali bukti kejahatan Mirna di dalam DVD tersebut.
KISAH PERCINTAAN KLASIK NAN MODERN
Saat ditanya soal sosok laki-laki idaman yang dapat menjadi
pasangan hidupnya kelak, dengan polos Sari menjawab tak memiliki
kriteria spesifik. Ia hanya ingin merasa bahagia. Hanya itu saja.
Sebelum kembali ke tempatnya mengadu emosi, tepatnya di jajaran
permukiman kost pinggiran Ibu Kota, ia menyempatkan diri untuk pergi
ke tempat penjualan DVD bajakan. Maklum, itu sudah menjadi hobi bagi
Sari. Namun, kali ini ia harus kecewa karena kualitas DVD. Ia mengeluhkan
teks terjemahan yang ada tidak sesuai atau bahkan terbilang jelek.
REPLIKA KEHIDUPANINDONESIA MASA KINIBy Annisa Meidiana & Lani Diana
Kejadian ini pun mempertemukan Sari dengan pembuat teks
terjemahan DVD bajakan, Alek (Chicco Jerikho). Pertemuan tersebut
merupakan awal dari sebuah cerita cinta di antara Sari dan Alek.
Kehidupan Sari yang menurutnya membosankan, kini menjadi lebih
bervariasi.
Cinta pandangan pertama yang dirasakan Sari dan Alek membuat
film ini terasa begitu klasik. Selama menjalani hidup sebagai sepasang
kekasih, Alek melindungi Sari ketika menemukan bukti kejahatan seorang
public figure negara. Sari pun memberikan banyak perhatian untuk Alek.
Sikap kedua tokoh ini menggambarkan jalinan kasih pasangan yang
dimabuk cinta dan saling komitmen untuk setia.
Film yang berhasil menyabet tiga piala di Festival Film Indonesia
2015 ini bukan hanya menunjukkan kisah percintaan klasik, tapi juga
berkolaborasi dengan kisah percintaan yang berani. Adegan ranjang
antara Sari dan Alek dalam film tersebut menjadi salah satu tantangan
bagi Tara Basro, Chicco Jerikho, bahkan Joko Anwar.
Joko harus membuat A Copy of My Mind lolos sensor dan tayang di
Indonesia dengan cara menyiapkan dua versi film. Versi Indonesia dibuat
tak begitu seksi sehingga audience Indonesia dapat mengonsumsi film
tersebut.
“Kita mencoba untuk cari sponsor, tapi mungkin karena ceritanya
3 5U L T I M A G Z
Post production lama karena ingin totalitas di musik. Musik dibikin se-natural mungkin karena ingin satu challenge di atas dan cer-
ita yang disajikan real. Genre lagu yang dibuat ada lagu metal, dangdut koplo, dan lain-lain, salah satunya ber-judul A Copy of Your Mind”
R E V I E W
yang tidak biasa, jadi sponsor juga takut untuk
memberikan sponsor. Akhirnya, kita harus
ke luar negeri untuk cari dana dan dapat.
Seharusnya A Copy of My Mind lebih booming
di Indonesia ketimbang luar negeri karena
memang dibuat untuk rakyat Indonesia,” jelas
sutradara A Copy of My Mind, Joko Anwar saat
dihubungi Ultimagz, Jumat (19/2) lalu.
POLITIK, KEPENTINGAN, DAN PUBLIK YANG
BUNGKAM
Film A Copy of My Mind tak hanya
menggambarkan kisah percintaan Sari dan
Alek yang berani lewat adegan ranjang, tapi
juga gambaran Indonesia yang terdesak dari
berbagai aspek, mulai dari politik, kepentingan,
hingga publik yang masih bungkam. Salah
satu kepingan DVD yang sengaja diambil Sari
dari kamar tahanan ‘spesial’, Mirna, ternyata
merupakan barang bukti atas kasus korupsi
petinggi negara yang tengah disebut makelar
suap.
“A Copy of My Mind merupakan kisah
percintaan, film romance yang mencoba untuk
meng-capture Indonesia pada saat ini. Kita
ingin membuat cerita ini dengan latar belakang
Indonesia yang sangat realistis dan memasukkan
semua elemen-elemen yang sekarang sedang
hangat di masyarakat termasuk korupsi,
politikus yang jahat, dan sebagainya,” ujar Joko.
Dalam kedipan mata, kehidupan Sari tak
lagi sama seperti dahulu, sebelum ia mengambil
DVD tersebut. Ia mulai diterjang dilema berat
dan dihadapkan pada dua pilihan, yakni
mengembalikan barang bukti kejahatan Mirna
atau tidak. Tak lama kemudian, Sari diteror
oleh orang tak dikenal lewat telepon. Alek yang
merasa cemas pun meminta Sari untuk tinggal
beberapa hari bersamanya.
Saat sedang mengambil barang-barang
milik Sari, Alek hilang dan diculik oleh orang-
orang tak dikenal. Ia dipaksa untuk mengatakan
keberadaan Sari. Hal itu membuat Sari takut
setengah mati, terlebih lagi setelah ia menerima
telepon dari sang penculik yang mengancam
akan membahayakan nyawa Alek kapan pun
sesuai keinginan.
Meski sudah berusaha untuk mencari, Sari
tak mampu lagi melihat Alek. Akhirnya, ia
berkehendak untuk menyebarkan barang bukti
tersebut lewat DVD bajakan sebagai bentuk rasa
kehilangan kekasihnya.
“Politik sudah mencengkeram rakyat. Film
ini dibuat dengan menampilkan dua anak muda
dari kalangan bawah yang menggambarkan
mereka sebagai harapan. Ingin membuat
film yang intimate, menempatkan audience di
tengah-tengah adegan bersama pemain,” kata
Joko.
Film yang telah ditayangkan di beberapa
festival film internasional ini berhasil digarap
selama delapan hari. Namun, proses yang harus
dilewati tentu tak sedikit. Persiapan dilakukan
selama delapan bulan dengan melibatkan 20 crew
dan lima pemain. Totalitas dan kesederhanaan
pun terlihat saat Joko meminta bantuan seorang
komposer, Rama Aba, untuk membuat 76 lagu di
76 titik film A Copy of My Mind.
“Post production lama karena ingin totalitas
di musik. Musik dibikin se-natural mungkin
karena ingin satu challenge di atas dan cerita
yang disajikan real. Genre lagu yang dibuat
ada lagu metal, dangdut koplo, dan lain-lain,
salah satunya berjudul A Copy of Your Mind,”
ungkapnya saat acara diskusi dan screening film
A Copy of My Mind di Lecture Hall UMN pada 15
Februari 2016.
Joko Anwar, Sutradara A Copy of My MindFotografer : Debora Darmawan
Poster Film A Copy of My Mind
EDI T ED BY L A NI D I A N A
36 U L T I M A G Z
SECANGKIRCINTA DI
FILOSOFIKOPI
Illustration by Nadya ChandraStory written by Livani Rizky Putri
3 7U L T I M A G Z
C E R P E N
P ADAHAL, untuk sebuah kafe kecil, kedai ini terlalu ramai dan sumpek. Yah,
ini menurutku saja sih¸sebagai orang yang tergila-gila mencari ketenangan di tengah hiruk-pikuknya keramaian Jakarta. Tetapi entah kenapa, berkali-kali penilaian subjektif itu muncul, berkali-kali pula aku datang ke kedai ini, kedai kopi yang jadi ramai karena based on movie.
Jujur saja, aku tak terlalu suka kopi. Kopi membuat asam lambungku meninggi. Belum lagi, kopi membuat adrenalinku berpacu, jadi menggigil gitu. Namun, kini kopi seakan menjadi sahabat karibku, semenjak putusnya hubunganku dengan Alfi. Yah, kupikir daripada aku jatuh ke dalam perbuatan yang nggak baik, lebih baik aku meluapkan emosiku pada secangkir kopi, bukan?
Dan untuk kesekian kali, aku kembali ke kedai kopi favoritku ini usai pulang kuliah. Biasanya, sang barista sudah mengerti apa yang hendak kupesan ketika aku datang. Secangkir tiwus dengan cita rasanya yang masam untuk rasa sebuah kopi, semasam perasaanku yang tak kunjung berakhir.
Hei! Jangan bayangkan sang barista tersebut adalah Chicco Jerikho atau Rio Dewanto, aku bahkan jarang sekali melihat mereka datang ke sini. Mungkin mereka datang ketika aku sudah pulang.
“Tiwus, tubruk?” Aku hanya mengangguk sambil tersenyum sembari membayar dan kemudian mencari posisi duduk favoritku, pojok kanan kedai menghadap jalan. Tempat yang paling nyaman untuk menyendiri, meski kedai ini tak absen ramai pembeli.
“Atas nama Kak Miranda!” Aku mengambil pesanan Kopi Tiwusku, kemudian kembali berlalu menuju tempat dudukku sebelumnya.
Keramaian dalam kedai ini kerap kali menjadi hiburan untukku. Orang-orang biasanya datang ke kedai ini hanya untuk sekedar menunjukkan citra diri bahwa dirinya eksis, berkunjung ke salah satu kedai kopi terkenal di Jakarta, berfoto, kemudian diposting di media sosial. Jarang aku melihat orang-orang datang untuk benar-benar menikmati secangkir kopi.
Ah, bukan. Bukannya aku sinis dengan mereka. Hanya saja itu benar-benar menjadi sebuah hiburan bagiku. Menarik melihat keceriaan mereka berfoto, terutama di bagian tembok dengan logo ilustrasi cangkir dengan mata tertutup khas kedai ini.
***Berjuang untuk keluar dari
permasalahan hati bukan hal yang gampang. Apalagi Alfi adalah orang yang sudah cukup lama menetap dalam kehidupanku. Menyadari bahwa pada akhirnya aku harus berpisah dengan Alfi juga bukan perkara mudah. Sudah tiga bulan lamanya sejak perpisahanku dengan Alfi, dan sudah tiga bulan lamanya pula aku mampir ke kedai ini hanya untuk melepas emosiku, setiap Rabu. Kupikir, aku baru menyadari sepertinya bukan ketenangan yang kucari, tetapi kebahagiaan. Ya, dengan melihat canda dan tawa pengunjung yang datang.
Atau, biasanya aku menulis di sini, dengan laptop kecil usangku. Laptop turunan dari kakak, yang tak terpakai lagi setelah ia lulus menjadi sarjana Psikologi dua tahun yang lalu.
Kuseruput kopi Tiwusku. Ugh... Panas. Sensasi asam dan panas menyatu di lidah. Agak aneh untukku, but it acceptable so I drink it anyway. Kuseruput lagi. Entah bagaimana aku mendeskripsikannya, rasa asamnya seperti bertahap memenuhi rongga mulutku. From medium to high. Mungkin ini alasan mengapa kopi jenis ini menjadi ‘bintang’ dalam filmnya, dan yang kutahu, tak banyak kafe yang menjual kopi Tiwus seperti di sini. Karena rasanya yang unik itu.
Laptop-ku teranggur di meja. Rasanya malas sekali untuk menulis hari ini, setelah berkutat dengan tugas di kampus tadi. Tapi... Aku tidak sedang membawa buku. Bosan sekali! Akhirnya kuputuskan untuk sekedar iseng mencari informasi di Internet. Sekedar mengecek media sosial, melihat kabar teman-teman SMA yang sudah lama aku tidak berkomunikasi dengan mereka.
Pada akun Facebook salah satu sahabatku, Rini, terdapat foto-foto kami saat SMA. Ah... Betapa culun dan kucelnya kami dulu! Aku tersenyum sendiri melihatnya. Ternyata Rini masih menyimpan foto-foto kami saat SMA. Sudah lama aku tidak mengobrol dengannya. Sejak aku berpacaran dengan Alfi, frekuensi mengobrolku dengan sahabat-sahabatku, termasuk Rini, jadi berkurang.
‘Ah! Lo masih nyimpen foto ini, Rin? Ahahaha culun banget!’
Namun, ku urungkan niat untuk mengeposkan komentarku pada foto itu. Aku merasa nggak enak dengan Rini. Sudah lama menjauh, lalu tiba-tiba mengomentari foto, lewat Facebook lagi. Benar-benar nggak tahu malu.
38 U L T I M A G Z
‘Gara-gara Alfi nih, sama sahabat sendiri aja malu,’ gumamku dalam hati. Giliran sekarang putus, aku nggak punya sahabat dekat siapa-siapa lagi. Ah, kesal! Aku benar-benar kapok deh kalau pacaran yang malah menjauhkanku dengan sahabat seperti itu. Nggak lagi-lagi deh.
Kuseruput kembali kopi Tiwusku. Kini kopinya hangat, nggak se-panas tadi. Tetapi rasa asamnya masih sama, tak hilang.
***“Kamu tuh ngapain sih minum
kopi?” Tiba-tiba aku teringat ucapan Bunda tempo hari. “Anak perempuan itu nggak baik minum kopi. Lebih baik minum teh, bagus buat badanmu juga.”
“Enak kok, Bunda.” jawabku. “Lagian kopi itu baik, kalau nggak diminum berlebihan. Banyak manfaatnya,” sanggahku.
“Apa coba manfaatnya? Terus itu lagi, aduh... Masa anak perempuan sering-sering banget ke warung kopi begitu?”
“Apaan sih... Bundaaa.... Itu kafe, beda sama warung kopi!” ujarku.
Duh, Bunda. Bunda nggak ngerti aja kalau kopi ini yang bikin aku semangat lagi. Lagipula Bunda nggak harus tahu juga kan, betapa sulitnya aku menghadapi masalahku sendiri?
***“Bangku ini, kosong?” ucap
seorang laki-laki yang baru datang
sambil membawa kopi, menanyakan bangku di sebelahku. Perawakannya tinggi, cukup tampan. Sepertinya seumuran denganku.
“Oh iya, kosong.” jawabku sambil melihatnya. Ia tersenyum. Lalu duduk di sebelahku.
Ia melihat kopiku, lalu menatapku.
“Itu Tiwus?” tanyanya. Aku mengangguk.
“Wah, kamu suka Tiwus?” tanyanya kembali.
“Iya. Lo juga?” ucapku.“Saya juga suka Tiwus, tapi hari
ini sedang mood minum Lestari, hehe.” jawabnya. Aku heran, kok hari gini ada laki-laki yang tiba-tiba ngajak ngobrol, tanpa kulihat gelagat ‘modus’ darinya sama sekali.
“Namanya siapa? Saya Adrian.”Aku menatapnya, bingung. Lho
kok tiba-tiba ngajak kenalan?Ia tersenyum, kemudian tertawa.
“Mbaknya mikir saya mau nawarin barang ke mbak ya? Hahaha, nggak kok, mbak. Saya bukan sales-sales yang deketin orang cuma karena ada maunya aja.”
“Hehehe,” cengirku akhirnya. “Gue Miranda. Masnya kerja?”
“Ah, nggak. Masih semester 4 kok.”
“Lha, sama dong!” benar kan, dugaanku. “Kirain udah kerja. Habis rapi banget.”
“Hahaha, nggak kok. Ini malah baru pulang kuliah. Iseng aja
ke sini, pengin ngopi.”“Bukan karena kafenya bekas
lokasi syutingnya?” gurauku. Ia tertawa lagi. Duh, manis. Eh?
“Hahaha, iya itu juga. Mungkin terpengaruh dari filmnya ya,” jawabnya.
Kemudian tiba-tiba obrolan kami mengalir, seperti sudah mengenal lama satu sama lain. Kemudian ia bercerita mengenai pendapatnya tentang Tiwus dan perspektifnya kunilai sebagian besar lahir karena menonton filmnya, Filosofi Kopi.
“Tiwus itu kopi yang sederhana,” ucapnya, “tapi entah kenapa, saya mendapatkan kesan yang dalam kalau minum kopi ini. Waktu pertama minum, asemnya nggak karuan. Saya pikir, ‘ini serius kopi?’. Tapi lama-lama, seiring saya sering datang ke sini dan mesan Tiwus lagi, akhirnya saya nemu feeling untuk menikmati si Tiwus,” jelasnya panjang lebar.
“Kalau kamu, suka Tiwus kenapa?” tanyanya. Aku terdiam.
Kemudian secara tak sengaja, aku menceritakan diriku mengapa datang ke kedai ini dan menikmati Tiwus. Yah... Malah cerita hal pribadi, deh.
Adrian mendengarkan ceritaku dengan seksama. Tanpa menghakimi, ia mendengarkanku dengan baik. Aku merasa nyaman mengobrol dengannya.
“Eh...” ucap Adrian. “Saya nggak bermaksud lho sampai kamu nyeritain masalah pribadi gitu.
C E R P E N
3 9U L T I M A G Z
Maaf ya,” lanjutnya. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
Tak terasa, setelah mengobrol panjang lebar dan membahas hal-hal lainnya, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Aku harus pulang, kalau tidak... Bunda pasti akan mengomel dan omelannya akan bertambah kalau tahu aku datang ke sini.
“Dri, gue pulang dulu ya. Kapan-kapan kita ngobrol lagi.” ucapku
sambil beranjak dari bangku. Adrian diam, namun ketika aku hendak keluar meninggalkannya, ia menarik tanganku.
“Minggu depan, kita ketemu lagi di sini, ya?” katanya sambil tersenyum.
Dengan perlahan ku tinggalkan Adrian. Aku kembali menengok ke belakang untuk melihatnya. Ia masih menatapku dengan senyum yang sama seperti sebelumnya.
C E R P E N
Hmm, kurasa bayangan akan Alfi dalam pikiranku sebentar lagi akan memudar!
SELESAI
40 U L T I M A G Z
KOLABORASI APIK INDONESIA
DAN JEPANGBy Agustina Selviana & Christian K. Yang
Photo by Evelyn Leo
“Konichiwa...” begitulah sapaan dari pembawa acara yang mulai terdengar serta mampu mengalihkan pandangan para pengunjung di Tribeca Park Central Park Mall ke arah panggung. Hal ini pun menandakan Japan Wave Expo 2016 telah dimulai.
Acara dibuka dengan DJ performance yang menyuguhkan remix lagu-lagu Jepang. Tak hanya musik, beragam breakdance juga ditampilkan lengkap dengan kostum Harajuku yang dipakai oleh para penari. Para performance yang hadir pun tak hanya
berasal dari Indonesia, tapi juga dari Jepang.
Di sisi lain, sebanyak 15 merek fashion dipamerkan untuk para penggemar busana ala Jepang. Mulai dari Bobson, Subciety, Olive des Olive, Tokyo Post Exchange, Micoameri, dan 20.000.000 fragments pun menampilkan koleksinya saat fashion show berlangsung.
Merek lain asal Kumamoto bernama Imari juga turut menampilkan busana perempuan tradisional yang kawaii (menggemaskan).
Uniknya, wujud busana tersebut
menggabungkan unsur kebudayaan Jepang dan Indonesia, yakni sebuah kimono modern dengan kain tenun batik khas Indonesia. Pemilik Imari Hirokazu Fukagawa memutuskan untuk menyatukan kedua unsur tersebut dengan alasan, kimono dan batik adalah budaya unggul khas Jepang dan Indonesia.
“Saya ingin memfokuskan produksi pakaian pada jenis kimono tenun yang dipajang di booth Imari karena jenis pakaian ini yang paling banyak diminati masyarakat Indonesia,” ujar Hirokazu.
+
4 1U L T I M A G ZU L T I M A G Z
E V E N T
macam-macam,” kata fashion blogger ini.
Selain Rachel, Japan Wave Expo 2016
turut menghadirkan fashion blogger
bersaudara Jessica Yamada dan Elle
Yamada untuk menjadi pembicara.
Blogger yang memiliki darah Jepang ini
juga mengaku suka terhadap fashion
Jepang yang unik dan berbeda, dilihat
dari gaya berunsur layering atau berlapis.
“Misalnya saja mereka kalau pakai
sepatu high heels sering di-layer pakai
kaos kaki dengan atasan outerwear atau
overall,” ujar Jessica.
Melihat banyak fashion merek Jepang
di Indonesia, Jessica dan Elle berpendapat
bahwa respon masyarakat Indonesia
sangat positif. Keberadaan fashion Jepang
di tengah-tengah masyarakat tersebut
seolah-olah telah menciptakan market
tersendiri bagi para penggemarnya.
“Karena mereka kalau sudah nge-
fans, benar-benar nge-fans banget dan
mereka suka tiru mulai dari gaya rambut,
pakaian, sampai make up, semuanya,”
kata Elle.
Tak hanya membahas busana khas
Jepang, acara ini turut menampilkan
demo make up Jepang ala Mimi Kwok.
Dalam tata rias ala Jepang, Mimi
menekankan pada pemakaian bulu mata
dan softlens dengan diameter yang besar.
Uniknya, wujud busana tersebut menggabungkan
unsur kebudayaan Jepang dan Indonesia, yakni sebuah kimono modern dengan kain tenun batik khas Indonesia.
Kolaborasi antara Indonesia dan
Jepang ini merupakan hasil kerja sama
antara JETRO (Japan External Trade
Organization) dengan SYZYGY99
(PT. Sinar Zygma Sinergi) yang
menggabungkan unsur bisnis, fashion,
serta musik. Acara berlangsung dari
26-28 Februari 2016 dengan rangkaian
kegiatan, seperti fashion show, talkshow,
dan Hyper Wave Festival.
Daiki Kasugahara selaku Presiden
Direktur JETRO Indonesia melihat,
industri fashion saat ini sudah lebih dari
sekadar pemenuhan kebutuhan sandang
manusia. Penyelenggaraan Japan
Wave Expo 2016 pun diharapkan dapat
membuka peluang kolaborasi antara
industri fashion Jepang dan Indonesia.
“Semoga nantinya bisa memajukan
industri fashion yang sekaligus dapat
mendukung kemajuan ekonomi kedua
negara,” katanya.
FASHION UNIK KHAS JEPANG
Bukan rahasia umum lagi, jika model
busana Jepang memiliki keunikan
tersendiri. Salah satu pengisi acara Rachel
mengatakan bahwa keunikan tersebut
berasal dari warna dan potongan baju
yang dipadu-padankan. Ia menjelaskan,
busana Jepang lebih berani meski seolah-
olah nabrak. “Kalau mau coba fashion
Jepang, jangan takut pakai aksesoris
42 U L T I M A G Z
“Pakai bulu mata atas bawah itu
penting dan cukup beri sentuhan
eyeshadow satu warna saja. Selain itu,
enggak perlu pemakaian berlebihan
untuk foundation dan bedak. Untuk bibir
juga cukup sedikit pakai lip gloss,” tutur
Mimi.
PANGGUNG KOLABORASI
Menjelang malam, panggung Hyper
Wave Festival mulai dipenuhi penampilan
penyanyi Indonesia dan Jepang, yakni girl
band Yoshimoto Indonesia (ABC), Amour
Nico, Faint Star, Hiroaki Kato, Rei Narita,
Teenebelle, dan Tulus.
Sebagian penyanyi Jepang pun
terdengar cukup fasih berbicara bahasa
“Semoga nantinya bisa memajukan industri fashionyang sekaligus dapat mendukung kemajuan ekonomi kedua negara,” katanya.
Indonesia. Faint Star juga sempat
mengatakan “Aku cinta Indonesia” dan
menyebutkan beberapa jenis makanan
khas Indonesia, seperti nasi goreng
gila dan nasi uduk. Walaupun belum
menguasai bahasa Indonesia sepenuhnya,
mereka tampak bangga dan excited karena
telah menjadi bagian dari Indonesia.
Kebanggaan para penyanyi asal
Jepang itu turut dirasakan oleh penyanyi
Indonesia, Tulus. Ia memberikan
apresiasi kepada Japan Wave Expo
2016 yang sudah menjadi wadah untuk
mengenal kebudayaan negara lain.
“Acara apa pun yang ada unsur saling
memperkenalkan budaya atau membuat
E V E N T
4 3U L T I M A G Z
Menjelang malam, panggung Hyper Wave Festival mulai dipenuhi penampilan penyanyi Indonesia dan Jepang, yakni girl band Yoshimoto Indonesia (ABC), Amour Nico, Faint Star, Hiroaki Kato, Rei Narita, Teenebelle, dan Tulus.
E V E N T
delapan lagu, di antaranya Jangan Cintai
Aku Apa Adanya, Teman Hidup, Seribu
Tahun Lamanya, dan single terbaru
berjudul Pamit.
Dalam setiap lagu yang diciptakan,
Tulus tidak merasa terpengaruh dengan
musik Jepang. Namun, ia merasa
bahwa terdapat ruang tanpa batas
dalam bermusik, sehingga tidak dapat
menghalangi segala pengaruh yang
mungkin saja terbentuk.
“Buktinya, lagu Sepatu yang saya
tulis dalam bahasa Indonesia, saat
diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang
oke juga,” ungkapnya.
EDI T ED BY L A NI D I A N A
dua kultur atau lebih bersahabat, selalu
menarik, ya,” tutur Tulus.
Di sisi lain, salah satu performance
berdarah Jepang Hiroaki Kato
menyampaikan bahwa kolaborasi antara
musik Indonesia dan Jepang bukan hal
baru. Buktinya adalah lagu Bengawan
Solo yang pernah diterjemahkan ke
dalam bahasa Jepang. Respon positif
pun datang dari masyarakat Jepang yang
menganggap, melodi lagu tersebut cocok
dengan musik khas Jepang.
“Sangat suka lagu Indonesia.
Potensinya sangat besar,” kata Hiroaki.
Acara ditutup dengan penampilan
Tulus. Malam itu, ia menyanyikan total
44 U L T I M A G Z
Mengubah Diri,Tunjukkan Mutu
sebagai MahasiswaBy: Laurensia Lindi Paramastuti – Student Support UMN
Rewritten by: Christian Karnanda Yang
Sejak Agustus 2015, terhitung sudah delapan bulan kita
menjalani tahun ajaran 2015/2016. Ada baiknya kita mel-
akukan refleksi tentang apa yang harus dilakukan, diubah,
diperbarui, ditinggalkan dan diperbaiki, serta dipersiapkan di
tahun ajaran mendatang untuk menjadi mahasiswa yang lebih
berkualitas dan berkompeten.
Pembukaan tiga prodi baru, yakni arsitektur, teknik elek-
tro, dan FTV sekaligus peresmian pembangunan gedung baru
merupakan perubahan dan persiapan yang dilakukan oleh pihak
kampus demi menyambut tahun ajaran 2016/2017.
Maka dari itu, yang diperlukan sekarang adalah dukungan
dari mahasiswa dengan menunjukkan kepedulian dan kom-
petensi sebagai mahasiswa yang berkualitas. Caranya adalah
memiliki sikap dan bertindak selayaknya mahasiswa berkom-
peten, menjadi mahasiswa yang termotivasi, bersemangat, dan
bertanggung jawab.
4 5U L T I M A G ZU L T I M A G Z
S U S I S
Memang sudah cukup banyak, namun belum seluruh ma-
hasiswa memiliki sikap dan mental seperti itu. Jika ditanya
mengapa, kondisi ini bisa saja disebabkan karena mahasiswa
belum menemukan passion dan tujuan untuk masa depan, se-
hingga belum mampu mendorong dan memotivasi diri sendiri.
Alhasil, mereka cenderung apatis dan tidak memprioritaskan
proses pembelajaran di bidang akademik maupun keaktifan di
bidang non-akademik. Dampak yang terjadi adalah mahasis-
wa ini melakukan tindakan-tindakan yang tidak mencermin-
kan mahasiswa berkualitas, seperti menyontek, membo-
los, serta tidak aktif di kegiatan-kegiatan non-akademik.
Motivasi, semangat, dan keinginan untuk belajar turut ber-
peran dalam membentuk mahasiswa yang bermental kuat
dan berkualitas. Diperlukan kesadaran diri sendiri untuk
melakukan perubahan menjadi mahasiswa yang lebih baik.
Kurangnya dukungan, perhatian, dan bimbingan dari orang-
orang terdekat, terutama keluarga dan orangtua pun dapat
membuat mahasiswa kurang memiliki semangat dan motivasi.
Tidak kalah penting, dukungan dari orang-orang sekitar, sep-
erti sahabat dan dosen juga dibutuhkan. Masalah pergaulan
sehari-hari yang berpengaruh negatif juga dapat menye-
babkan performa mahasiswa menurun di dunia perkuliahan.
Kepekaan tidak boleh hanya datang dari dalam diri sendiri,
namun juga dari orang-orang di sekitar mahasiswa. Melihat
mahasiwa yang belum termotivasi dapat membuat orang-orang
sekitar peduli dan melakukan tindakan nyata untuk menghasil-
kan perubahan demi kebaikan. Sebagai sesama mahasiswa, be-
berapa aksi yang dapat dilakukan, di antaranya berusaha men-
jadi teman yang baik untuk mereka yang berkebutuhan khusus,
yang kesulitan dalam belajar, dan yang mempunyai masa-
lah dalam pergaulan. Dengan demikian, mereka dapat mera-
sa lebih tergugah untuk berubah di tahun ajaran berikutnya.
Selain itu, lakukan langkah-langkah yang lebih konk-
ret, seperti membuat kampanye yang bertemakan Care Ter-
hadap Mahasiswa. Aksi ini dapat menjadi bentuk dukungan
dari, dan untuk sesama mahasiswa. Hal ini dapat mengingat-
kan mahasiswa bahwa persiapan tersebut tidak hanya dap-
at dilakukan satu kali, tetapi untuk setiap tahun ajaran baru.
Oleh karena itu, yang harus dipersiapkan para mahasiswa
untuk menyambut tahun ajaran baru tidak hanya hal-hal ber-
sifat materi dan fisik, namun juga perubahan mental dengan
berusaha memiliki lebih banyak semangat, motivasi, serta rasa
tanggung jawab. Hal-hal tersebut akan membentuk mental ma-
hasiswa yang kuat, yang merupakan dasar sebuah keberhasilan.
Tidak perlu terlalu tinggi dan terkesan tidak realistis dalam
memasang tujuan di masa depan. Mahasiswa dapat memu-
lai dengan membuat tujuan-tujuan jangka pendek setelah lu-
lus kuliah kelak. Tujuan yang realistis ini bisa meningkatkan
semangat dan motivasi mahasiswa untuk menjadi lebih baik.
Sumber lain : http://www.berkuliah.com/2014/10/5-tips-motivasi-
semangat-mahasiswa-agar-selalu.html
EDITED BY ALIF GUSTI MAHARDIKA
46 U L T I M A G Z
Ajak Manusiauntuk Lebih Modern
T E K N O L O G I
4 7U L T I M A G Z
Kini berbagai aspek kehidupan
manusia akan terasa lebih modern
berkat kehadiran penerjemah
portabel atau jam tangan pintar.
Selain itu, potret momen-momen
penting pun dapat menggunakan
kamera mungil bertenaga surya.
1. Kendalikan Smartwatch Hanya dengan Gerakan Mata
Jam tangan cerdas alias smartwatch bukanlah hal yang baru di telinga
masyarakat. Sejak kehadirannya pada 90-an, fungsi dan cara pengoperasian
smartwatch telah jauh berkembang pesat. Inovasi yang terus mengalir
dari para produsen, serta para periset teknologi membuat produk jam
tangan cerdas ini seolah tak pernah “mati”.
Dari sekian banyak jam tangan cerdas yang hadir menemani aktivitas
manusia, kini para periset teknologi University of Lancaster tengah
menjalankan proyek untuk mengadaptasi teknologi pendeteksi gerakan
mata (eye tracking) dalam bentuk perangkat lunak (software) agar dapat
mengendalikan smartwatch.
Lantas bagaimana jam tangan cerdas ini bisa mendeteksi gerakan mata
pengguna? Di dalam smartwatch ini akan ditanamkan kamera (in-built)
dengan kualitas tinggi yang sanggup mendeteksi setiap pergerakan mata
penggunanya. Pada saat pengguna melihat ke layar smartwatch, maka
secara tidak langsung pengguna telah menjalankan sejenis pemicu atau
trigger bagi smartwatch untuk menjalankan perintah tertentu.
Intinya adalah gerakan mata yang ditangkap oleh kamera sama dengan
menekan tombol smartwatch secara fisik. Satu layar mungil jam tangan
cerdas sendiri mampu memuat beragam fungsi apik yang bisa diaktifkan
hanya melalui gerakan mata. Hans Gellersen selaku periset proyek belum
menyebutkan kapan proyek ini akan selesai. Namun yang jelas, proyek
ini merupakan gebrakan yang cukup inovatif di bidang teknologi.
Sumber: wired.co.uk
University of Lancaster tengah mengadakan proyek untuk membuat piranti lunak yang berguna dalam pengoperasian smartwatch dengan gerakan mata (Jan,2016)By Elisabeth
48 U L T I M A G Z
T E K N O L O G I
3. Drone Cerdas nan Handal Pelengkap Fotografi
Fotografi kini merupakan hobi yang digemari oleh sebagian
besar masyarakat di dunia. Berbagai macam alat digunakan untuk
mendokumentasikan aneka aktivitas dan momen penting, seperti kamera
digital ataupun kamera ponsel cerdas. Namun, terkadang fotografer
mengalami kendala saat menggunakan kamera ponsel ataupun kamera
digital. Kendala yang dirasakan adalah keterbatasan jangkauan foto atau
sulit mengoperasikan kamera untuk jarak tertentu.
Keterbatasan pun telah menciptakan tantangan bagi sejumlah produsen
dan periset teknologi. Para periset teknologi yang berasal dari Berkeley’s
Robotics Lab dan University of California berhasil menjawab tantangan
tersebut dengan menghadirkan drone cerdas nan handal, Lily Camera.
Lily Camera ialah drone pertama di dunia yang dioperasikan hanya
dengan throw and shoot. Pengguna cukup melemparkan kamera. Setelah
itu, Lily Camera akan mengikuti dan mendokumentasikan aktivitas
pengguna secara otomatis.
Perangkat drone ini termasuk alat yang mudah dibawa dan dibekali
oleh fitur Global Positioning System (GPS), sehingga mampu mengikuti
lokasi pengguna, serta tahan air (waterproof). Fitur GPS pada perangkat ini
lantas tidak dapat mendeteksi adanya hambatan di udara. Jika ditemukan
hambatan di udara, pengguna bisa menghentikan laju drone agar diam
pada satu titik secara manual.
Lily Camera akan dirilis pada musim panas 2016 atau sekitar Juni
2016. Selain itu, harga perangkat drone ini mencapai 799 USD atau sekitar
Rp 11 juta (Rp 11.034.190).
Sumber: petapixel.com, cnbc.com, lily.camera
Drone dengan “throw and shoot” pertama di dunia akan dirilis pada Juni 2016 mendatang.
2. Ili Translating Necklace, Penerjemah Portabel Handal
Bahasa yang berbeda kerap kali menjadi kendala dalam interaksi antar
manusia. Hal ini sangat dirasakan ketika kita berkunjung ke negeri asing
dan tidak mampu memahami bahasa lokal di negara tersebut. Melihat
hal itu, sebuah perusahaan startup yang berasal dari Jepang, Logbar,
memanfaatkan peluang ini sebagai ide bisnis untuk menciptakan sebuah
perangkat penerjemah portabel yang diberi nama Ili.
Ili termasuk perangkat penerjemah pertama di dunia yang dikhususkan
untuk para turis ataupun wisatawan yang berkunjung ke negara asing.
Bentuknya yang cukup kecil dan bisa dikenakan di leher pengguna
membuatnya mudah untuk dibawa berpergian. Selain portabilitas yang
cukup memadai, Ili juga memiliki kelebihan yang lain. Tak seperti
perangkat penerjemah lainnya, Ili tidak membutuhkan koneksi Internet
saat menerjemahkan bahasa serta menyediakan kosakata terjemahan
yang sangat mumpuni untuk bahasa Jepang, Inggris, dan Mandarin.
Untuk menggunakan Ili, pengguna tinggal menekan tombol yang
ada pada perangkat cerdas tersebut, kemudian berbicara. Ili pun akan
menerjemahkan bahasa pengguna ke bahasa tujuan yang diinginkan
secara otomatis. Semua kosakata bahasa disimpan dalam database
perangkat cerdas ini.
Ili dirilis pada Januari 2016 dan telah memperoleh Innovation Awards
untuk kategori Wearable Technologies di ajang teknologi paling bergengsi
di dunia, yakni CES 2016. Saat ini, database Ili baru menyimpan kosakata
untuk tiga bahasa. Inovasi selanjutnya adalah menghadirkan versi kedua
yang dapat menerjemahkan bahasa Perancis, Thailand, dan Korea.
Namun, pihak Logbar belum memberitahukan secara resmi kapan versi
tersebut akan dirilis.
Sumber: wired.com, logbar.jp, businessinsider.co.id, cesweb.org
Perangkat Penerjemah Portabel, Ili, berhasil meraih Innovation Award pada ajang CES 2016, tepatnya 4 Januari lalu di Las Vegas
4 9U L T I M A G Z
T E K N O L O G I
4. Sensorwake, Bangunkan Tidur dengan Aroma Khas
Kini, seseorang dapat bangun di pagi hari tanpa bantuan dering alarm.
Berawal dari ide seorang wiraswasta muda asal Perancis, Guillaume Rolland,
alarm unik yang diberi nama Sensorwake ini mampu membangkitkan
orang dari tidurnya berkat aroma yang khas dengan menebarkan aroma
memikat ke seluruh sudut ruangan dalam waktu tiga menit.
Aroma tersebut dibalut dengan kapsul mungil yang dipasang ke dalam
Sensorwake. Kapsul mungil yang berbentuk seperti pengharum ruangan
(air fresheners) ini mampu menghadirkan varian aroma, seperti permen
stroberi, espresso, pepper mint, cokelat, croissant, dan lain-lain. Aroma
yang disajikan tentunya aman bagi tubuh.
Lalu, bagaimana akurasi Sensorwake dalam membangunkan tidur
seseorang? Pada masa percobaan, Sensorwake telah diuji kepada lebih dari
100 orang. Alhasil, mereka bangun hanya dalam waktu dua menit. Jika
tidak, maka Sensorwake akan berdering seperti alarm pada umumnya.
Penggunaan Sensorwake pun cukup mudah. Pertama-tama atur waktu
alarm, pasang sebuah kapsul, dan Sensorwake akan menebarkan aroma
harum.
Menurut Rolland, tingkat kebahagiaan seseorang ditentukan oleh
beragam faktor, salah satunya bangun di pagi hari tanpa perlu mendengar
kerasnya dering alarm. Perangkat unik ini termasuk dalam kategori 15
penemuan terbaik yang bisa mengubah dunia di acara Google Science Fair
dan dipamerkan dalam ajang teknologi bergengsi dunia, CES 2016.
Rencananya, Sensorwake tersedia di toko-toko retail di Amerika pada
November 2016. Namun, pengguna sudah bisa pre-order alat ini lewat
situs resmi sensorwake.com dengan harga mencapai 109 USD atau sekitar
Rp 1 juta (Rp 1.505.290).
Sumber: cnet.com, sensorwake.com
Kamera merupakan salah satu teman nan setia ketika hendak jalan-
jalan atau travelling. Dengan kamera, kita tidak akan melewatkan satu
momen penting yang berharga. Namun, sering kali daya baterai kamera
habis, sehingga kita harus menunggu pengisian daya terlebih dahulu
agar kamera dapat digunakan lagi. Hal tersebut mendorong perusahaan
Activeon menciptakan sebuah inovasi bernama Activeon Solar X, kamera
berukuran kecil yang mendapat tenaga dari cahaya matahari.
Berkat solar panel yang dipasang di sisi atas badan kamera, pengisian
daya baterai dapat dilakukan di luar ruangan. Pengisian hanya memakan
waktu sekitar 30 menit untuk mengisi daya dari 0 (nol) hingga mencapai
80 persen.
Tidak hanya pengisian baterai yang mudah, portabilitas tinggi serta
kemampuan kamera yang handal pun menjadi poin utama Activeon
Solar X dipamerkan dalam CES 2016. Meskipun berukuran kecil, kamera
ini mampu merekam video dengan resolusi tinggi, yakni 4K UHD (Ultra
High Definition), 2.160 p.
Selain itu, ponsel cerdas milik pengguna juga dapat terhubung dengan
kamera Activeon melalui perangkat lunak khusus Activeon yang saat ini
baru tersedia di dua platform, yakni iOS dan Android. Pihak Activeon juga
menyediakan layanan penyimpanan berbasis cloud, sehingga pengguna
mampu menyimpan lebih banyak data dengan mudah.
Activeon Solar X akan memasuki pasar Amerika pada Maret 2016
dengan kisaran harga 430 USD atau sekitar Rp 5 juta (Rp 5.938.300).
Sumber: cnet.com, engadget.com, activeon.com, geeky-gadget.com
5. Kamera Mungil Bertenaga Solar
Alarm nan unik, SensorWake mampu membangunkan pengguna dengan aroma khas dan dirilis pada November 2016.
Kamera bertenaga solar, Activeon Solar X hadir dalam ajang CES 2016 dan dirilis pada Maret 2016
ED I T ED BY A N N I S A M EID I A N A
50 U L T I M A G Z
SNAPSHOTS
by Evelyn - Hiroaki Kato, ‘Himawari No Yakusoku’.
by Evelyn - Chiharu Collection, a fashion of self-expression.
by Evelyn - Tulus berduet dengan Hiroaki Kato menyanyikan ‘Sepatu’ dalam bahasa Indonesia dan Jepang.
by Evelyn - Tulus menyanyikan single terbarunya, ‘Pamit’.
by Evelyn - Salah satu koleksi terbaru dari label Imari.
by Evelyn - FIG & VAPER.
5 1U L T I M A G Z
by Cindy Gani - Terlihat ekspresi pemain yang sangat menghayati perannya dalam pementasan Khatulistiwa.
by Cindy Gani - Pemain Khatulistiwa meramaikan panggung Function Hall, UMN.by Cindy Gani - Salah satu pemain utama Khatulistiwa yang tampil di Function Hall, UMN.
by Cindy Gani - Pemain utama sedang berakting dalam pementasan Khatulistiwa.
by Cindy Gani - Beberapa pemain yang terlibat dalam pementasan Khatulistiwa.
52 U L T I M A G Z
Cover StoryEfektivitas Perubahan Regulasi Perguruan Tinggi
WawancaraMahasiswa Kritis atau Mahasiswa Krisis Acara?
Info KampusKebijakan Kampus
Musik• Kritik dalam Melodi• Hiroaki Kato
APRIL2016
CORAKKEBIJAKANKAMPUS
5 3U L T I M A G Z
Mau pasang iklan di
Hubungi Dea (08567033009)
ULTIMAGZ .com
UltimagzEdisi #10Maret 2016 :“Film Nusantara”