urinalisis 2

21
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK URINALISIS (Pemeriksaan Kimiawi) OLEH HILARUS SATU SENGA 2443012138 ROS DALIMA SUTRYANI 2443012212 SITI ALIFAH NURLAYLI 2443012213 PUTU MIRAH R. 2443012251 CHINTYA WANDASARI 2443012253

Upload: mirah-artana

Post on 22-Dec-2015

48 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

KK

TRANSCRIPT

Page 1: URINALISIS 2

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

URINALISIS

(Pemeriksaan Kimiawi)

OLEH

HILARUS SATU SENGA 2443012138

ROS DALIMA SUTRYANI 2443012212

SITI ALIFAH NURLAYLI 2443012213

PUTU MIRAH R. 2443012251

CHINTYA WANDASARI 2443012253

GOL/KEL : W/II

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

2015

Page 2: URINALISIS 2

I. TUJUAN :

Mampu menjelaskan dan melaksanakan pemeriksaan kimiawi urine.

II. DASAR TEORI

1. Definisi Urin dan Proses Terbentuknya

Urin merupakan keluaran akhir yang dihasilkan ginjal sebagai akibat kelebihan

urine dari penyaringan unsur-unsur plasma. Urine atau urine merupakan cairan sisa

yang dieksresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses

urinasi. Ekskresi urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam

darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostatis cairan tubuh. Urine

disaring dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya

dibuang keluar tubuh melalui uretra. Proses pembentukan urin di dalam ginjal melalui

tiga tahap yaitu filtrasi (penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan

augmentasi (Frandson, 1992).

Pemeriksaan urin rutin meliputi pemeriksaan kimiawi dan pemeriksaan

sidemen urin. Pemeriksaan kimiawi urin yang terlengkap meliputi pemeriksaan

protein, glukosa, bilirubin, urobilin, berat jenis, pH, leukosit esterase, darah, nitrit dan

keton. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menunjang diagnosis di luar ginjal

seperti kelainan metabolisme karbohidrat, fungsi hati, kelainan ginjal dan saluran

kemih seperti traktus urinarius. Pemeriksaan sidemen urin meliputi pemeriksaan

unsur organik seperti epitel, leukosit, eritrosit, silinder, spermatozoa, parasit, bakteri,

jamur dan unsur anorganik seperti zat amorf, kristal normal dan kristal abnormal.

Tujuan pemeriksaan sedimen ini untuk mengidentifikasi/mendeteksi kelainan ginjal

dan saluran kemih. Misalnya adanya leukosit yang banyak di dalam urin menandakan

adanya infeksi atau radang pada ginjal dan saluran kemih, adanya silinder leukosit

menandakan adanya radang atau infeksi pada ginjal. Selain itu pemeriksaan sidemen

dapat dipakai untuk memantau perjalanan penyakit ginjal dan saluran kemih setelah

pengobatan (Fischbac, 2004).

Page 3: URINALISIS 2

Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urine sangat penting,

karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urine. Selain

urine juga terdapat mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang bekerja sama

dalam mempertahankan homeostasis ini. Fungsi utama urine adalah untuk membuang

zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum

menganggap urine sebagai zat yang “kotor”. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan

urine tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga

urinenya pun akan mengandung bakteri. Namun jika urine berasal dari ginjal dan

saluran kencing yang sehat, maka urin yang dikeluarkan urin normal. Secara medis

urine sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar dari tubuh.

Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri akan

mengkontaminasi urine dan mengubah zat-zat di dalam urine dan menghasilkan bau

yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea (Ningsih, 2012).

2. Karakteristik Urine

Secara umum urine berwarna kuning. Urin yang didiamkan agak lama akan

berwarna kuning keruh. Urine berbau khas yaitu berbau amoniak. pH urin berkisar

4,8 – 7,5 dan akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein serta urin

akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi sayuran. Berat jenis urine yakni 1,002 –

1,035 g/ml (Uliyah, 2008).

Komposisi urine terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut. Didalam

urine terkandung bermacam-macam zat, antara lain :

Zat sisa pembongkaran protein seperti urea, asam ureat, dan amoniak

Zat warna empedu yang memberikan warna kuning pada urine

Garam terutama NaCl dan zat-zat yang berlebihan dikonsumsi, misalnya vitamin

C, dan obat-obatan serta juga kelebihan zat yang diproduksi sendiri oleh tubuh

misalnya hormone (Ethel, 2003)

Urine yang normal tidak mengandung protein dan glukosa. Jika urine

mengandung protein berarti telah terjadi kerusakan ginjal pada bagian glomerulus.

Jika urin mengandung gula, berarti tubulus ginjal tidak menyerap kembali gula

dengan sempurna. Hal ini dapat diakibatkan oleh kerusakan tubulus ginjal. Dapat pula

Page 4: URINALISIS 2

karena kadar gula dalam darah terlalu tinggi atau melebihi batas normal sehingga

tubulus ginjal tidak dapat menyerap kembali semua gula yang ada pada filtrat

glomerulus (Scanlon, 2000).

Kadar gula yang tinggi diakibatkan oleh proses pengubahan gula menjadi

glikogen terlambat, karena produksi hormone insulin terhambat. Orang yang

demikian menderita penyakit kencing manis (diabetes militus). Zat warna makan juga

juga dikeluakan melalui ginjal dan sering memberi warna pada urine. Bahan

pengawet atau pewarna membuat ginjal bekerja keras sehingga dapat merusak ginjal.

Adanya insektisida pada makanan karena pencemaran atau terlalu banyak

mengkonsumsi obat-obatan juga dapat merusak ginjal (Scanlon, 2000).

3. Sifat – Sifat Urine

Volume urine normal orang dewasa 600 – 25000 ml/ hari. Jumlah ini tergantung

pada masukan air, suhu luar, makanan dan keadaan mental/ fisik individu, produk

akhir nitrogen dan kopi, teh serta alkohol mempunyai efek diuretic.

Berat jenis berkisar antara 1,003 – 1,030

Reaksi urine biasanya asam dengan pH kurang dari 6(berkisar 4,7 – 8). Bila

masukan protein tinggi, urine menjadi asam sebab fosfor dan sulfat berlebihan

dari hasil metabolisme protein.

Warna urine normal adalah kuning pucat atau ambar. Pigmen utamanya urokrom,

sedikit urobilin dan hematopofirin. Pada keadaan demam, urine berwarna kuning

tua atau kecoklatan. Pada penyakit hati pigmen empedu mewarnai urine menjadi

hijau, coklat atau kuning tua. Darah (hemoglobin) memberi warna seperti asap

sampai merah pada urine.

Urine segar beraroma sesuai dengan zat – zat yang dimakannya (Wulangi &

Kartolo, 1990).

III. ALAT DAN BAHAN

Page 5: URINALISIS 2

Alat :

Bahan : Urine sesaat, asam asetat 6%, Fehling A, Fehling B, ammonium sulfat

jenuh, Na nitroprusid, NH4OH, BaCl2 10%, Larutan Fouchet, Reagen

Schlessinger, amoniak encer, Tinc. Iodii spirituosa.

III. PROSEDUR KERJA

1. PEMERIKSAAN SEMI KUANTITATIF (PROTEIN REBUS)

2. TES GLUKOSA PADA URINE

3mL urin yang telah disaring/dipusingkan

Bakar sampai

mendidih

Tetesi 2-3 tetes asam asetat 6%

Bakar lagi sampai

mendidih dan baca hasilnya

2ml

Tidak ada perubahan

warna

Didihkan dan Baca Hasilnya

Tabung Reaksi

Beaker Gelas Gelas Ukur Kaca Arloji

Pipet Tetes Sinar UV

Page 6: URINALISIS 2

3. TES UNTUK BADAN KETON (KETON BODIES)

4. PEMERIKSAAN BILIRUBIN

2ml

1mL urine 2mL Fehling A 2mL

Fehling B

2mL urin + 2mL

larutan Ammonium sulfat

jenuh

2-3 tetes Lar. Na-nitropusid

jenuh dan baru

Tambahkan NH4OH pekat hati-hati lewat dinding tabung

Terbentuk 2 lapisan

Saring dengan kertas saring

Endapan ditambahkan 1-

2tetes Lar. Fouchet

Page 7: URINALISIS 2

IV. DATA HASIL PRAKTIKUM

No Parameter Kondisi Keterangan

Urine P Urine Sampel

Saring dengan kertas saring

Filtrat ditanbahkan tinc. Iodii spirituosa

Page 8: URINALISIS 2

1 PH - -

2 Protein - (++++)

terlihat gumpalan-gumpalan

besar = 0,5 g%

Metode:

Protein Rebus

3 Glukosa - (++++)

merah jingga sampai merah

bata

Metode Fehling

4 Badan Keton - (+)

Terbentuk cincin ungu pada

batas 2 lapisan

Metode: Tes Rothera

5 Bilirubin - (+) endapan berwarna hijau Metode : Harrison

6 Urobilin - (+) terdapat warna hijau Metode :

Schlessinger

Gambar Hasil Praktikum :

V. PEMBAHASAN

Page 9: URINALISIS 2

Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan

diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis

penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan

tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.

Ginjal mempunyai kemampuan memilih dan menahan zat-zat esensial pada saat

mengekskresikan produk akhir metabolisme dan kelebihan zat dari makanan. Maka

untuk mengetahui fungsi ginjal diantaranya dapat dilkakukan dengan cara skrining

pada urin dengan metode urinalisis. Pada urinalisis, banyak metode yang dapat

digunakan untuk mendeteksi zat-zat yang terkandung di dalam urin. Analisis urin

sebagai uji pendahuluan  meliputi analisis fisik, analisis kimiawi dan analisis secara

mikroskopik.

Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan analisis urin secara kimiawi

menggunakan berbagai metode untuk beberapa jenis pemeriksaan seperti periksa

protein, glukosa, badan keton, urobilin, bilirubin. Seperti diketahui bahwa analisa urin

secara kimiawi diantaranya uji pH, protein, glukosa, bilirubin, urobilin, urobilinogen,

dan badan keton.

PH

pH urine normal berkisar antara 4,8-7,5 (sekitar 6,0). Pemeriksaan pH urine

segar dapat memberi petunjuk kearah infeksi saluran kemih. Infeksi oleh E. coli

biasanya menghasilkan urine asam, sedangkan infeksi oleh Proteus yang merombak

ureum menjadi amoniak menyebabkan urine menjadi basa. Namun, tergantung pada

status asam-basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang

hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun

dan menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urin pagi hari (bangun tidur)

adalah yang lebih asam. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan

asam-basa juga dapat mempengaruhi pH urin. Berikut ini adalah keadaan-keadaan

yang dapat mempengaruhi pH urin :

a. pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih

(Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi

alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.

Page 10: URINALISIS 2

b. pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis

sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau

metabolik memicu pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi

pengasaman.

Protein

Sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus

ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Normal ekskresi protein biasanya tidak

melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan

sebagai proteinuria. Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan

ekskresi albumin merupakan pertanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang

disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Proteinuria

positif perlu dipertimbangkan untuk analisis kuantitatif protein dengan menggunakan

sampel urine tampung 24 jam. Jumlah proteinuria dalam 24 jam digunakan sebagai

indikator untuk menilai tingkat keparahan ginjal.

Pada praktikum kali ini percobaan analisa protein dilakukan menggunakan

metode protein rebus (pemeriksaan semi kuantitatif) dimana prinsipnya yaitu protein

dalam keadaan suasana asam lemah dipanaskan akan terjadi denaturasi lalu

mengendap. Selain itu syarat dari uji protein rebus ini yakni sampel urin harus sudah

disaring atau disentrifugasi 1500-2000 rpm selama 5 menit. Hasil uji protein ini yakni

terlihatnya gumpalan-gumpalan besar (0,5g%) dalam urin yang artinya ada endapan

membentuk gumpalan-gumpalan besar dan bisa diindikasikan urin mengandung

protein.

Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan glomerulus

dan atau gangguan reabsorbsi tubulus ginjal. Pengukuran proteinuria dapat dipakai

untuk membedakan antara penderita yang memiliki risiko tinggi menderita penyakit

ginjal kronik yang asimptomatik dengan yang sehat. Proteinuria yang persistent

biasanya menunjukkan adanya kerusakan ginjal.

Glukosa

Page 11: URINALISIS 2

Pemeriksaan glukosa dalam urin berdasarkan pada glukosa oksidase yang akan

menguraikan glukosa menjadi asam glukonat dan hidrogen peroksida. Kemudian

hidrogen peroksida ini dengan adanya peroksidase akan mengkatalisis reaksi antara

kalium iodida dengan hidrogen proksidase menghasilkan H2O. Adapun uji glukosa

normal adalah negatif (<50 mg/dl).

Seperti yang diketahui bahwa tes glukosa pada urin dilakukan dengan reaaksi

reduksi dan enzimatik. Reaksi reduksi meliputi reaksi fehling, benedict, dan clinitest.

Pada praktikum kali ini, analisa glukosa dilakukan menggunakan metode fehling

(semi kuantitatif) dimana prinsipnya adalah dalam suasana alkalis, glukosa mereduksi

cupri menjadi cupro yaitu Cu2O↓ (mengendap dengan warna merah bata). Intensitas

warna yang terbentuk menunjukkan jumlah glukosa dalam sampel urin. Dari

percobaan diperoleh hasil warna merah jingga sampai merah bata (++++). Oleh

karena itu dapat disimpulkan bahwa sampel urin mengandung glukosa.

Badan Keton

Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam aseotasetat, dan asam

β-hidroksibutirat, yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang

berlebihan. Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk

menghasilkan energi yang disebabkan oleh : gangguan metabolisme karbohidrat

(misalnya diabetes mellitus yang tidak terkontrol), kurangnya asupan karbohidrat

(kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak – rendah karbohidrat), gangguan

absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau gangguan mobilisasi glukosa,

sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar.

Pada percobaan kali ini, uji badan keton dilakukan dengan metode rothera

dengan syarat urin harus segar karen aseton mudah menguap. Dari hasil yang

diperoleh ditemukan cincin ungu pada batas 2 lapisan yang berarti positif adanya

badan keton dalam sampel urin.

Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga

dapat menghabiskan cadangan basa (misalnya bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan

menyebabkan asidosis. Pada ketoasidosis diabetik, keton serum meningkat hingga

Page 12: URINALISIS 2

mencapai lebih dari 50 mg/dl. Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat

diekskresikan ke dalam urin. Ketonuria (keton dalam urin) terjadi akibat ketosis. Uji

keton positif dapat dijumpai pada : Asidosis diabetik (ketoasidosis), kelaparan atau

malnutrisi, diet rendah karbohidrat, berpuasa, muntah yang berat, pingsan akibat

panas, kematian janin.

Urobilinogen

Sejumlah besar urobilinogen berkurang di feses, sejumlah besar kembali ke

hati melalui aliran darah; di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu, dan

kira-kira sejumlah 1% diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin. Ekskresi urobilinogen

ke dalam urine kira-kira 1-4 mg/24jam. Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam

urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen

dalam saluran gastrointestinal yang melebihi batas kemampuan hepar untuk

melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin

berlebihan, kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis

hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus,

mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit.

Pemeriksaan urobilinogen dalam urin berdasarkan reaksi antara urobilinogen

dengan reagen Ehrlich (paradimethyl amino benzal dehiyde). Warna yang timbul

sesuai dengan peningkatan kadar urobilinogen dalam urin. Urin yang terlalu alkalis

menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih tinggi, sedangkan urin yang terlalu asam

menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih rendah dari seharusnya. *Pada praktikum

kali ini pemeriksaan terhadap urobilinogen tidak dilakukan.

Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari

hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu

sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel

membuat bilirubin tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah

harus diikatkan kepada albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati. Di dalam

Page 13: URINALISIS 2

hati, hepatosit melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat

sehingga bersifat larut air.

Bilirubin terkonjugasi masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke usus.

Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang melalui

feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin)

yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur

dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu

dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung. Jadi bila dalam urine

ditemukan adanya peningkatan kadar bilirubin yang berlebih, dapat diduga pasien

tersebut menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran

empedu.

Pada praktikum kali ini analisa bilirubun dilakukan dengan metode harrison

dimana prinsipnya bilirubin mereduksi FeCl3 (dalam reagen fouchet) menjadi

senyawa yang berwarna hijau yang sebelumnya bilirubin dalam urin diendapkan

dengan larutan BaCl2. Kadar bilirubin dalam urin normal adalah 0,02 mg/dL. Apabila

kadar bilirubin terkonjugasi dalam darah normal maka dalam urin tidak terdeteksi.

Dari percobaan diperoleh hasil bahwa sampel urin mengandung bilirubin dimana urin

berflouresensi hijau yang artinya positif.

Urobilin

Pada percobaan berikutnya dilakukan analisa menggunakan metode schlessinger

dimana metode ini untuk memeriksa urobilin dalam sampel urin. Prinsip metode ini

yakni urobilin bereaksi dengan Zink Acetate dalam larutan ammoniak membentuk

garam Zink yang memberikan fluorescensi hijau. Dari hasil percobaan diketahui

bahwa sampel urin mengandung urobilin dimana sampel urin berflourescensi hijau

(hasil pengamatan dibawah sinar UV).

Page 14: URINALISIS 2

VI. KESIMPULAN

Dari hasil pemeriksaan disimpulkan bahwa pada sampel urin yang dianalisa

mengandung protein, glukosa, badan keton, urobilin, bilirubin, dan urobilinogen.

Salah satu organ tubuh yang rentan bermasalah dan perlu perhatian khusus adalah

ginjal

Makanan, penggunaan obat-obatan, olahraga, dan gaya hidup dapat berpengaruh

terhadap pengeluaran urin.

Evaluasi skrining terhadap fungsi ginjal dapat dilakukan dengan cara urinalisis

menggunakan berbagai metode dengan berbagai jenis reagen

Page 15: URINALISIS 2

DAFTAR PUSTAKA

Ethel, S.2003. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula.EGC:Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Fischbach F, Dunning MB. Urine studies. In: Fischbach F, editor. A manual of laboratory and diagnostic tests. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi Keempat. Gadjah Mada. University Press: Yogyakarta

Ningsih, Suti.2012.ProsesPembentukanUrin.Tersediadi: http://sutiningsih2/2012/12/proses_pembentukan_urin

Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders. 2000. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Uliyah, Musrifatul. 2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik. Salemba Medika. Jakarta.

Wulangi, Kartolo. 1990. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. ITB Press. Bandung.