neurorsaugm.files.wordpress.com · web view2019. 5. 4. · 2 bulan sebelum masuk rumah sakit...
TRANSCRIPT
REFLEKSI KASUS
“Brain Tumor”
Dosen Pembimbing :
dr. Fajar Maskuri, M. Sc, Sp. S
Disusun oleh :
Bunga Citta Nirmala
15/381811/KU/18123
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT,
DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019i
DESKRIPSI KASUS
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. WJ
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Tgl lahir : 7 Oktober 1993
d. Alamat : Blimbingan, Tambakrejo, Tempel
e. Agama : Islam
f. No RM : 12-25-XX
g. Tanggal Masuk : 22 April 2019
2. Anamnesis
Hasil anamnesis diperoleh dari pasien (autoanamnesis) dan keluarga pasien
(alloanamnesis).
a. Keluhan Utama
Nyeri kepala
b. Riwayat Penyakit Sekarang
2 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mulai mengeluhkan sakit kepala.
Awalnya sakit kepala hilang timbul, kemudian lebih sering muncul, menetap >30
menit, rasanya seperti di tusuk-tusuk dan terlokalisir di bagian depan - belakang
sisi kanan yang disertai mual dan muntah. Sakit kepala akan memburuk apabila
pasien berubah posisi atau bergerak dan dirasakan memberat pada malam hari
sehingga sulit tidur. Dalam sehari pasien bisa muntah >10x yang berisi makanan
dan minuman. Pasien sempat mengalami kejang hingga akhirnya di bawa ke RSA.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Asthma : (-)
Hipertensi : (-)
Diabetes mellitus : (-)
2
Penyakit jantung : (-)
Penyakit paru : (-)
Alergi : (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Asthma : (-)
Hipertensi : (-)
Diabetes mellitus : (-)
Penyakit jantung : (-)
Penyakit paru : (-)
Alergi : (-)
3. Review Anamnesis Sistem
a. Cerebrospinal : Nyeri kepala bagian depan dan belakang kanan (+),
kelemahan anggota gerak (-), wajah merot (-), bicara pelo (-), kesemutan/baal (-)
b. Toraks : Sesak napas (-), batuk (-), Hipertensi (-), sakit jantung
(-),
nyeri dada (-)
c. Abdomen : mual, muntah (+)
d. Integumen : tidak ada keluhan
e. Ginjal & sal. Kemih : tidak ada keluhan
f. Urogenital : BAK normal, tidak ada keluhan
4. Resume Anamnesis
Perempuan usia 25 tahun dibawa ke IGD RSA UGM dengan keluhan sakit kepala
disertai mual muntah sejak 2 bulan SMRS. Nyeri dirasakan di sisi kanan
kepala, seperti ditusuk-tusuk, dan menetap >30 menit. Sakit kepala akan
memburuk apabila pasien berubah posisi dan memberat pada malam hari sehingga
sulit tidur. Pasien sempat mengalami kejang hingga akhirnya di bawa ke RSA.
5. Diagnosis Sementara
Diagnosis Klinis : Nyeri kepala
Diagnosis Topis : Intrakranial
Diagnosis Etiologi : Susp brain abcess dd brain tumor
6. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : lemah, tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis, E4V5M6
Tanda vital
- Tekanan Darah : 100/70 mmHg, posisi tiduran, lengan kanan, cuff dewasa
- Nadi : 92 x/min, cukup, kuat, simetris
- Laju pernapasan : 20 x/min, reguler, thoracoabdominal
- Suhu : 36.7 °C, axilla
- NPS : 7
b. Pemeriksaan kepala – leher
• Kepala : normocephal, trauma (-)
• Leher : lnn. tidak teraba
• Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil anisokor
(5mm/3mm), edema pupil (-/-), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil
indirek (+/+), reflek kornea (+/+), ptosis (-)
• Telinga : sekret (-/-), nyeri mastoid (-/-)
• Hidung : sekret (-/-), septum deviasi (-/-)
• Mulut : bibir sianosis (-), atrofi papil lidah (-), lidah deviasi (-)
c. Pemeriksaan Paru
• Inspeksi : simetris (+), retraksi (-), massa (-)
• Palpasi : nyeri tekan (-/-), pengembangan dada simetris,
fremitus taktil normal
• Perkusi : sonor pada semua lapang paru
• Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-), wheezing (-/-)
d. Pemeriksaan Jantung
• Inspeksi : ictus cordis tidak tampak di SIC 5 LMCS
• Palpasi : ictus cordis teraba di SIC 5 LMCS
• Perkusi : cardiomegali (-)
• Auskultasi : SI-S2 regular, bising (-), gallop (-)
e. Pemeriksaan Abdomen
• Inspeksi : datar, sejajar dinding dada, lesi kulit (-)
• Auskultasi : Bising usus normal (+)
• Perkusi : timpani di semua kuadran abdomen
• Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
f. Pemeriksaan Ekstremitas
Sianosis (-/-), akral hangat (+/+), CRT <2 detik
g. Status Psikiatri
• Tingkah Laku : Normoaktif
• Perasaan Hati : Disforik
• Orientasi O/W/T/S : baik
• Daya Ingat : baik
h. Status Neurobehaviour
• Gerakan Abnormal : Tidak ada
• Cara berjalan : Tidak dinilai
i. Pemeriksaan Nervus Kranialis
Saraf Kranialis Kanan Kiri
N. I Olfaktorius
Daya Penghidu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. II Optikus
Daya Penglihatan
Lapang Penglihatan
Melihat Warna
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
N. III Okulomotorius
Ptosis
Gerakan mata ke medial
Gerakan mata ke atas
Gerakan mata ke bawah
Nistagmus
Eksoftalmus
Enoftalmus
Pupil
- Besar
- Bentuk
Refleks terhadap sinar
langsung/tidak langsung
Melihat ganda
(-)
Normal
Normal
Normal
(-)
(-)
(-)
5 mm
Bulat, anisokor, sentral
(+)
(-)
(-)
Normal
Normal
Normal
(-)
(-)
(-)
3 mm
Bulat, anisokor, sentral
(+)
(-)
N. IV Trokhlearis
Pergerakan mata
(ke bawah-lateral)
Strabismus konvergen
Normal
(-)
Normal
(-)
N. V Trigeminus
Sensibilitas muka Normal Normal
Refleks kornea
Trismus
Membuka mulut
Menggigit
Refleks bersin
(+)
(-)
Normal
Normal
Tidak dilakukan
(+)
(-)
Normal
Normal
Tidak dilakukan
N. VI Abducen
Gerakan mata ke lateral
Strabismus konvergen
Normal
(-)
Normal
(-)
N. VII Fascialis
Sulcus nasolabialis
Kedipan mata
Sudut mulut
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Meringis
Mengembungkan pipi
Daya kecap 2/3 anterior
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Tidak dilakukan
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Tidak dilakukan
N.VIII Vestibulokoklearis
Detik arloji
Suara Berisik
Weber
Rinne
Swabach
Tidak dilakukan
(+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
(+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N. IX Glossofaringeus
Daya kecap 1/3 belakang
Refleks muntah
Arcus pharynx
Tersedak
Sengau
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Simetris
Tidak dilakukan
(-)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Simetris
Tidak dilakukan
(-)
N. X Vagus
Arcus pharynx
Menelan
Berbicara
Simetris, uvula di tengah
Normal, tidak tersedak
Normal
N. XI Accecorius
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
Trofi otot bahu
Sikap bahu
Normal
Normal
Eutrofi
Simetris
Normal
Normal
Eutrofi
Simetris
N. XII Hypoglossus
Sikap lidah
Artikulasi
Menjulurkan lidah
Tremor lidah
Fasikulasi
Trofi otot lidah
Deviasi (-)
Normal
Lateralisasi (-)
(-)
(-)
(-)
Deviasi (-)
Normal
Lateralisasi (-)
(-)
(-)
(-)
Ekstremitas :
Gerak
Bebas Bebas
Bebas Bebas
Kekuatan
5 5
5 5
Tonus
N N
N N
Clonus -/-
Refleks Fisiologis
Refleks Biceps Normal Normal
Refleks Triceps Normal Normal
Refleks Patella Normal Normal
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer -
Rosollimo - -
Hoffmann - -
Tromner - -
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negatif
Kernig sign : negatif
Brudzinski I : negatif
Brudzinski II : negatif
Brudzinski III : Tidak dilakukan
Brudzinski IV : Tidak dilakukan
j. Sensorik : dalam batas normal
k. Fungsi Luhur
• Fungsi Luhur : normal
• Fungsi Vegetatif : BAK dan BAB normal
7. Resume Pemeriksaan Fisik
• Kesadaran : compos mentis
• TD : 100/70 mmHg
• RR : 20x/min, reguler
• Nadi : 92x/min, cukup, teratur, kuat
• Suhu : 36,7˚C, axilla
• Kulit : ruam (-), trauma (-)
• Kepala
o Mata : CA (-/-), SI (-/-)
o Hidung : dbn
o Mulut : dbn
o Leher : pembesaran lnn ttb
• Paru : ves (+/+) RBB (-/-) whz (-/-)
• Jantung : S1 S2 regular, bising jantung (-)
• Abdomen : bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), teraba massa (-)
• Ekstremitas : WPK <2”, akral hangat
• Defisit n. cranialis : pupil anisokor
• Refleks fisiologis : dbn (+2)
• Refleks patologis : -
• Refleks meningeal : -
8. Pemeriksaan Penunjang
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 13,3 g/dl 11.5 - 16.5 g/dl
Leukosit 10,4 ribu 4 - 11 ribu/ul
Eritrosit 5,7 juta 3,8 - 5,8 juta/ul
Hematokrit 40,4 % 37 - 47%
Trombosit 281 ribu 150 - 450 ribu
MCHC 32,9 g/dl 30 – 35 g/dl
MCH 23,4 pg 27 – 32 pg
MCV 71,2 fl 76 – 98 fl
Elektrolit dan Kimia Klinik
Natrium 138 mmol/L 135 - 145 mmol/L
Kalium 3,1 mmol/L 3,5 - 5,1 mmol/L
Kloride 102 mmol/L 95 - 115 mmol/L
Glukosa sewaktu 112 mg/dL 60 – 199 mg/dL
Kreatinin 0,49 mg/dL 0,5 - 1,1 mg/dL
Ureum 9,4 mg/dL 10,7 - 42,8 mg/dL
MSCT
Dilakukan MSCT tanggal 22 April 2019, kepala dengan kontras.
Potongan axial, coronal, sagittal tanpa dan dengan injeksi kontras iv
Hasil :
• Tak tampak soft tissue swelling extracranial
• Spn normodens
• Tampak lesi isodens-hypodens, batas tegas, bentuk membulat +, kalsifikasi +,
di lobus parietal dextra, menyempitkan ventrikel lateralis dextra dan ventrikel
3, post kontrast tampak rim enhancement, lesi menyeberang midline, ventrikel
lateralis sinistra tampak lebar. Tampak edema vasogenik di sekitar lesi.
Tampak deviasi midline ke sinistra
Kesan :
Mengarah brain tumor curiga glioblastoma multiforme
9. Diagnosis
• Diagnosis Klinis : Cephalgia berat, pupil anisokor
• Diagnosis Topis : Lobus parietal dextra
• Diagnosis Etiologi : Susp brain tumor glioblastoma multiforme
10. Penatalaksanaan
IGD Bangsal
• O2 canule
• Inj. Dexamethasone 5mg/ml
• Inf. Manitol 20% 250ml
• Inj. Ranitidine 25 mg/ml
• Inj. Metoclopramide HCL
10mg/2ml
• Inj ceftriaxone 2 gr/12 jam
• Paracetamol 6 x 500 mg
• Topamax 2 x 50 mg
• Inj. dexamethasone 2 amp/8 jam
• Inf. manitol 125 mg/6 jam to/24 jam
• Inj. omeprazole 1 amp/12 jam
• Inj. ondansetron 4 mg/2 ml
• Inj. diazepam 10 mg/2ml k/p kejang
11. Planning
• Head elevasi 30
• Tirah baring
• Edukasi keluarga mengenai penyakitnya
• Rujuk ke bedah saraf
12. Prognosis
• Death : Dubia ad malam
• Disease : Dubia ad malam
• Dissability : Dubia ad bonam
• Discomfort : Dubia ad bonam
• Dissatisfaction : Dubia ad bonam
• Distutition : Dubia ad bonam
BAB II
PEMBAHASAN
A. NYERI KEPALA
Nyeri kepala merupakan salah satu gejala yang paling sering dikeluhkan oleh
pasien saat datang ke dokter. Hampir 90% gejala nyeri kepala yang dikeluhkan tidak
membahayakan. Meskipun demikian, dokter tetap harus bisa membedakan antara
nyeri kepala yang tidak membahayakan dengan nyeri kepala yang mengancam
nyawa.
Nyeri kepala adalah adanya nyeri atau ketidaknyamanan yang muncul dari
struktur yang sensitif terhadap nyeri di kepala. Struktur ini melingkupi struktur
ekstrakranial seperti kulit, otot, dan pembuluh darah di kepala dan leher, mukosa
sinus, dan struktur gigi; struktur intrakranial meliputi arteri di sekitar circulus of
Willis, sinus venosus intrakranial, bagian dari dura, meninges, dan saraf kranialis.
Menurut kriteria IHS yang diadopsi oleh PERDOSSI, nyeri kepala dibedakan
menjadi nyeri kepala primer dan sekunder. 90% nyeri kepala masuk dalam kategori
nyeri kepala primer, 10% sisanya masuk dalam kategori nyeri kepala sekunder.
Disebut nyeri kepala primer apabila tidak ditemukan adanya kerusakan struktural
maupun metabolik yang mendasari nyeri kepala. Disebut nyeri kepala sekunder
apabila nyeri kepala didasari oleh adanya kerusakan struktural atau sistemik.
Klasifikasi nyeri kepala menurut International Headache Society (IHS) tahun 2018
1. Primary headaches
•Migraine
•Tension-type headache
•Trigeminal autonomic cephalalgia
•Other primary headache disorder
2. Secondary headache
•Headache attributed to trauma or injury to the head and/or neck
•Headache attributed to cranial and/or cervical vascular disorder
•Headache attributed to non-vascular intracranial disorder
•Headache attributed to a substance or its withdrawal
•Headache attributed to infection
•Headache attributed to disorder of homeostasis
•Headache or facial pain attributed to disorder of the cranium, neck, eyes, ears,
nose, sinuses, teeth, mouth or other facial or cervical structure
•Headache attributed to psychiatric disorder
3. Painful Cranial Neuropathies, Other Facial Pain and Other Headaches
•Painful lesions of the cranial nerves and other facial pain
•Other headache disorders
Anamnesis merupakan langkah pertama dalam manajemen nyeri kepala. Peran
anamnesis memegang posisi penting dikarenakan pada kondisi tertentu hasil
pemeriksaan fisik dan neurologis pada pasien dengan nyeri kepala ditemukan normal.
Beberapa anamnesis untuk nyeri kepala yang dapat di tanyakan pada pasien :
1. History (Riwayat)
Tujuan penggalian riwayat nyeri kepala adalah untuk memberikan pandangan
yang komprehensif tentang nyeri kepala pasien dan mengetahui komorbiditas
yang terkait atau masalah yang mungkin mempengaruhi diagnosis dan planning
perawatan. Riwayat juga penting untuk membedakan jenis nyeri kepala, nyeri
kepala primer atau nyeri kepala sekunder.
2. Site (Tempat)
Lokasi dan sisi nyeri kepala dapat mengarahkan dokter pada diagnosis tertentu.
Nyeri kepala dengan serangan berulang dan terkunci pada satu sisi mungkin juga
merupakan gejala akibat penyakit organik yang mendasari.
3. Origin (Tempat Asal)
4. Character (Khas)
5. Radiation (Penjalaran)
6. Associated Symptoms (kumpulan gejala yang terkait)
Muntah merupakan gejala yang patognomonik pada pada peningkatan tekanan
intracranial. Gangguan visual sesaat yang disertai dengan gangguan ketajaman
visual progresif (dengan atau tanpa gangguan lapang pandang atau papil edema)
dapat terjadi pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial.
7. Timing (Waktu)
Nyeri kepala primer dengan durasi hitungan jam sampai hari mengarah pada
nyeri kepala migren dan tension-type headaches, pada migren yaitu selama 4-72
jam dan pada TTH selama setengah jam sampai 7 hari.
8. Exacerbating & Relieving (Hal yang Memperparah dan Memperingan)
9. Severity (Derajat Keparahan/ Intensitas)
Pasien diminta menunjuk skala dia antara skala 1 sampai 10. Skala 1 mewakili
rasa nyeri yang hampir tidak terasa nyeri, dan 10 sebagai nyeri yang paling hebat.
10. State of Health Between Attacks (Kondisi Kesehatan di Antara Serangan)
Red Flags
Red flags adalah tanda bahaya atau kondisi yang harus diwaspadai. Beberapa hal
yang terkategori sebagai red flags pada kasus nyeri kepala adalah
1. Systemic Symptoms Systemic symptoms (simptom sistemik)
Yang merupakan tanda bahaya pada kasus nyeri kepala antara lain: demam, kaku
leher, penurunan berat badan, ruam, menggigil, berkeringat di malam hari.
Kemungkinan diagnosis nyeri kepala yang disertai dengan simptom sistemik bisa
bermacam-macam, antara lain meningoensefa-litis, gangguan vaskuler, arteritis,
atau penyebab sekunder yang lain.
2. Secondary Headache Risk Factors
Beberapa penyakit seperti HIV, kanker, meningitis, tumor metastasis, dan
gangguan intra kranial lain dapat mengakibatkan terjadinya nyeri kepala. Nyeri
kepala karena adanya gangguan struktural seperti HIV, kanker, meningitis, tumor
metastasis, dan gangguan intra kranial lain terkategori dalam nyeri kepala
sekunder. Bila didapatkan kasus nyeri kepala pada orang dengan penyakit-
penyakit yang berisiko untuk terjadi nyeri kepala maka nyeri kepala ini masuk
dalam secondary headache risk factors.
3. Seizures
Kejang bisa diakibatkan oleh penyakit yang mendasari. Penyakit yang mendasari
terjadinya kejang bermacam-macam, misalnya: tumor, vaskular, trauma kepala,
dll.
4. Neurologic Symptoms or Abnormal Signs
Simptom neurologis atau tanda abnormal adalah: kebingungan, gangguan
kewaspadaan, penurunan kesadaran, atau adanya tanda-tanda fokal. Apabila
didapatkan nyeri kepala dengan simptom neurologis atau tanda abnormal maka
kemungkinan diagnosisnya adalah diseksi servikal, stroke, SDH, EDH, apopleksi
pituitari, abses, thrombosis vena, tumor, AVM, meningitis karsinomatosa/
infeksiosa, hipertensi intrakranial.
5. Onset
Onset yang harus diwaspadai sebagai tanda bahaya (red flags) adalah: nyeri
kepala yang datang secara tiba-tiba, yang bersifat mendadak, yang baru pertama
kali muncul, atau yang dipicu oleh manuver valsava atau perubahan posisi.
Apabila disertai onset tersebut maka diagnosis yang mungkin adalah: SAH,
AVM, tumor primer, tumor metastasis, SAH, ICH, abses, meningitis, thrombosis
vena, hipertensi intrakranial, dll. Onset dan perjalanan nyeri kepala dari waktu ke
waktu memiliki implikasi diagnostik dan terapeutik. Nyeri kepala dengan onset
cepat berhubungan dengan nyeri kepala klaster, sindrom SUNCT, dan trigeminal
neuralgia. Nyeri kepala dengan onset mendadak mengarah pada dugaan adanya
mekanisme vaskular yang mendasari seperti perdarahan subarachnoid. Onset
nyeri kepala akibat gangguan oftalmologik dan infeksi juga mendadak. Biasanya,
pemeriksaan fisik dapat membantu dalam membedakan kondisi yang serius.
Nyeri kepala lain meskipun onsetnya dahsyat, bisa jadi prognosisnya jinak.
Contohnya adalah nyeri kepala yang berhubungan dengan aktivitas seksual,
batuk, dan mengejan.
6. Older
Usia tua pada kasus nyeri kepala merupakan tanda bahaya (red flags). Nyeri
kepala yang dimulai setelah usia 50 tahun mungkin disebabkan oleh kondisi
serius, seperti: giant cell arteritis, lesi massa, atau penyakit serebrovaskular.
Nyeri kepala atau nyeri wajah pada usia lanjut bisa diakibatkan oleh obat-obatan,
penyakit sistemik, postherpetic neuralgia (PHN), trigeminal neuralgia, atau
gangguan pada kepala, leher, mata, telinga, atau hidung. Untuk itu, pemeriksaan
tambahan dilakukan saat nyeri kepala muncul pada pasien usia tua baru dengan
onset baru, terdapat perubahan pola nyeri kepala dibandingkan dengan yang
sudah ada, atau pemeriksaan fisik didapatkan kelainan. Pada keadaan ini, MRI
kepala dan laju endap darah diperlukan untuk membantu mengidentifikasi atau
mengeksklusi gangguan struktural dan giant cell arteritis.
7. Progression of Headache
Nyeri kepala yang semakin lama semakin memberat (progresif) merupakan tanda
bahaya (red flags). Pemberatan pada nyeri kepala bisa dilihat dari adanya
perubahan frekuensi serangan, tingkat keparahan, atau gambaran klinis. Apabila
ada nyeri kepala yang semakin lama semakin memberat (progresif) maka perlu
mencurigai bahwa nyeri kepala yang terjadi bukan nyeri kepala primer. Nyeri
kepala yang terjadi tersebut mungkin disertai kelainan yang mendasari, seperti:
perdarahan sub dural (SDH), tumor, atau Medication Overuse Headache (MOH).
Apabila nyeri kepala progresif terjadi dalam hitungan minggu atau bulan maka
kecurigaan mengarah pada: peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK),
Medication Overuse Headache (MOH), atau penyakit sistemik. Apabila nyeri
kepala progresif terjadi subakut maka kemungkinan penyebabnya adalah:
Idiopathic Intracranial Hypertension (IIH), Sub Dural Hemorrhage (SDH)
bilateral, lesi obstruktif midline, atau sindroma meningitis kronik.
8. Positional Change
Perubahan posisi yang memperburuk nyeri kepala misalnya adalah: berdiri tegak
atau berbaring.
9. Papil edema
Nyeri kepala yang disertai dengan adanya papil edema maka perlu dicurigai akan
adanya penyebab sekunder yang mendasari nyeri kepala, misalnya: tumor, IIH,
meningitis, atau ensefalitis.
10. Precipitated Factors
Faktor pencetus nyeri kepala misalnya: batuk, tenaga, aktivitas seksual, manuver
valsava, atau tidur). Nyeri kepala yang diperberat oleh batuk, tenaga, aktivitas
seksual, maneuver valsava, atau tidur tumor curiga akan Arterio Venous
Malformation (AVM), Sub Arachnoid Hemorrhage (SAH), atau penyakit
vaskuler.
B. BRAIN TUMOR
Tumor otak adalah sekelompok tumor yang timbul dalam sistem saraf pusat baik
primer maupun metastasis. Tumor otak primer adalah sel-sel tumor berasal dari
jaringan otak itu sendiri, sedangkan tumor otak sekunder adalah sel-sel tumor berasal
dari organ-organ lain.
Epidemiologi
Berdasarkan data-data dari Central Brain Tumor Registry of the United State
(CBTRUS) dari tahun 2007-2011, meningioma merupakan tumor tersering (>35%)
dari seluruh tumor otak primer usia dewasa diikuti glioblastoma (16%). Namun, di
Departemen Neurologi RSUPN Cipto Mangunkusumo, selama tahun 2011-2015
didapatkan rerata pasien 48 tahun (usia 18-74) dengan proporsi perempuan lebih
banyak dibandingkan laki-laki (55,6% vs 44,4%). Mayoritas tumor primer adalah
astrositoma (47%) diikuti meningioma (26%).
Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi WHO tahun 2007, tumor otak di golongkan menurut temuan
histopatologis.
Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul pada pasien dengan kanker otak tergantung dari lokasi dan
tingkat pertumbuhan tumor. Gejala yang sering ditemukan adalah sakit kepala
(23,5%); kejang (21,3%); kelemahan unilateral (7,1%); gangguan ekspresif bahasa
(5,8%); gangguan penglihatan (3,2%); confusion (4,5%); unilateral numbness (2,3%);
gangguan kepribadian (1,6%); diplopia (0,3%); dan gejala lainnya (24,2%), seperti
anosmia, apraksia, keterlambatan kognitif, kantuk, disfagia, halusinasi, kehilangan
ingatan, mual dan muntah, nyeri, dan leher kaku.
Diagnostik
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Keluhan yang timbul dapat berupa sakit kepala, mual, penurunan nafsu makan,
muntah proyektil, kejang, defisit neurologik (penglihatan ganda, strabismus,
gangguan keseimbangan, kelumpuhan ekstremitas gerak, dsb), perubahan
kepribadian, mood, mental, atau penurunan fungsi kognitif. Pemeriksaan fisik yang
perlu dilakukan mencakup pemeriksaan status generalis dan lokalis, serta
pemeriksaan neurooftalmologi. Kanker otak melibatkan struktur yang dapat
mendestruksi jaras pengllihatan dan gerakan bola mata, baik secara langsung maupun
tidak langsung, sehingga beberapa kanker otak dapat memiliki manifestasi
neurooftalmologi yang khas seperti tumor regio sella, tumor regio pineal, tumor fossa
posterior, dan tumor basis kranii. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan
neurooftalmologi terutama untuk menjelaskan kesesuaian gangguan klinis dengan
fungsional kanker otak. Pemeriksaan ini juga berguna untukmengevaluasi pre- dan
post tindakan (operasi, radioterapi dan kemoterapi) pada tumor-tumor tersebut.
Pemeriksaan Fungsi Luhur
Gangguan kognitif dapat merupakan soft sign, gejala awal pada kanker otak,
khususnya pada tumor glioma derajat rendah, limfoma, atau metastasis. Fungsi
kognitif juga dapat mengalami gangguan baik melalui mekanisme langsung akibat
destruksi jaras kognitif oleh kanker otak, maupun mekanisme tidak langsung akibat
terapi, seperti operasi, kemoterapi, atau radioterapi. Oleh karena itu, pemeriksaan
fungsi luhur berguna untuk menjelaskan kesesuaian gangguan klinis dengan
fungsional kanker otak, serta mengevaluasi pre- dan post tindakan (operasi,
radioterapi dan kemoterapi). Bagi keluarga, penilaian fungsi luhur akan sangat
membantu dalam merawat pasien dan melakukan pendekatan berdasarkan hendaya
yang ada.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium terutama dilakukan untuk melihat keadaan umum pasien
dan kesiapannya untuk terapi yang akan dijalani (bedah, radiasi, ataupun kemoterapi).
Pemeriksaan yang perlu dilakukan, yaitu: darah lengkap, hemostasis, LDH, fungsi
hati dan ginjal, gula darah, serologi hepatitis B dan C, dan elektrolit lengkap.
Pemeriksaan radiologis yang perlu dilakukan antara lain CT scan dengan kontras;
MRI dengan kontras, MRS, dan DWI; serta PET CT (atas indikasi). Pemeriksaan
radiologi standar adalah CT scan dan MRI dengan kontras. CT scan berguna untuk
melihat adanya tumor pada langkah awal penegakkan diagnosis dan sangat baik untuk
melihat kalsifikasi, lesi erosi/destruksi pada tulang tengkorak. MRI dapat melihat
gambaran jaringan lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk tumor
infratentorial, namun mempunyai keterbatasan dalam hal menilai kalsifikasi.
Pemeriksaan fungsional MRI seperti MRS sangat baik untuk menentukan daerah
nekrosis dengan tumor yang masih viabel sehingga baik digunakan sebagai penuntun
biopsi serta untuk menyingkirkan diagnosis banding, demikian juga pemeriksaan
DWI. Pemeriksaan positron emission tomography (PET) dapat berguna pascaterapi
untuk membedakan antara tumor yang rekuren dan jaringan nekrosis akibat radiasi.
Pemeriksaan sitologi dan flowcytometry cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis limfoma pada susunan saraf pusat, kecurigaan metastasis
leptomeningeal, atau penyebaran kraniospinal seperti ependymoma.
Tatalaksana
Tatalaksana Penurunan Tekanan Intrakranial
Pasien dengan kanker otak sering datang dalam keadaan neuroemergency akibat
peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini terutama diakibatkan oleh efek desak ruang
dari edema peritumoral atau edema difus, selain oleh ukuran massa yang besar atau
ventrikulomegali karena obstruksi oleh massa tersebut. Edema serebri dapat
disebabkan oleh efek tumor maupun terkait terapi, seperti pasca operasi atau
radioterapi. Gejala yang muncul dapat berupa nyeri kepala, mual dan muntah,
perburukan gejala neurologis, dan penurunan kesadaran. Pemberian kortikosteroid
sangat efektif untuk mengurangi edema serebri dan memperbaiki gejala yang
disebabkan oleh edema serebri, yang efeknya sudah dapat terlihat dalam 24-36 jam.
Agen yang direkomendasikan adalah deksametason dengan dosis bolus intravena 10
mg dilanjutkan dosis rumatan 16-20mg/hari intravena lalu tappering off 2-16 mg
(dalam dosis terbagi) bergantung pada klinis. Mannitol tidak dianjurkan diberikan
karena dapat memperburuk edema, kecuali bersamaan dengan deksamethason pada
situasi yang berat, seperti pascaoperasi. Efek samping pemberian steroid yakni
gangguan toleransi glukosa, stressulcer, miopati, perubahan mood, peningkatan nafsu
makan, Cushingoid dan sebagainya. Sebagian besar dari efek samping tersebut
bersifat reversibel apabila steroid dihentikan. Selain efek samping, hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian steroid yakni interaksi obat. Kadar antikonvulsan
serum dapat dipengaruhi oleh deksametason seperti fenitoin dan karbamazepin,
sehingga membutuhkan monitoring. Pemberian deksametason dapat diturunkan
secara bertahap, sebesar 25- 50% dari dosis awal tiap 3-5 hari, tergantung dari klinis
pasien. Pada pasien kanker otak metastasis yang sedang menjalani radioterapi,
pemberian deksametason bisa diperpanjang hingga 7 hari.
Kejang
Epilepsi merupakan kelainan yang sering ditemukan pada pasien kanker otak. Tiga
puluh persen pasien akan mengalami kejang sebagai manifestasi awal. Bentuk
bangkitan yang paling sering pada pasien ini adalah bangkitan fokal dengan atau
tanpa perubahan menjadi umum sekunder. Oleh karena tingginya tingkat rekurensi,
maka seluruh pasien kanker otak yang mengalami kejang harus diberikan
antikonvulsan. Pemilihan antikonvulsan ditentukan berdasarkan pertimbangan dari
profil efek samping, interaksi obat dan biaya. Obat antikonvulsan yang sering
diberikan seperti fenitoin dan karbamazepin kurang dianjurkan karena dapat
berinteraksi dengan obat-obatan, seperti deksamethason dan kemoterapi. Alternatif
lain mencakup levetiracetam, sodium valproat, lamotrigin, klobazam, topiramat, atau
okskarbazepin. Levetiracetam lebih dianjurkan (Level A) dan memiliki profil efek
samping yang lebih baik dengan dosis antara 20-40 mg/kgBB, serta dapat digunakan
pasca operasi kraniotomi.
Pembedahan
Operasi pada kanker otak dapat bertujuan untuk menegakkan diagnosis yang tepat,
menurunkan tekanan intrakranial, mengurangi kecacatan, dan meningkatkan
efektifitas terapi lain. Reseksi tumor pada umumnya direkomendasikan untuk hampir
seluruh jenis kanker otak yang operabel. Kanker otak yang terletak jauh di dalam
dapat diterapi dengan tindakan bedah kecuali apabila tindakan bedah tidak
memungkinkan (keadaan umum buruk, toleransi operasi rendah). Teknik operasi
meliputi membuka sebagian tulang tengkorak dan selaput otak pada lokasi tumor.
Tumor diangkat sebanyak mungkin kemudian sampel jaringan dikirim ke ahli
patologi anatomi untuk diperiksa jenis tumor.
Radioterapi
Radioterapi memiliki banyak peranan pada berbagai jenis kanker otak. Radioterapi
diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel, sebagai adjuvan pasca operasi,
atau pada kasus rekuren yang sebelumnya telah dilakukan tindakan operasi.
Kemoterapi
Kemoterapi menggunakan obat untuk membunuh sel kanker. Obat kemoterapi dapat
diambil secara oral atau disuntikkan ke pembuluh darah sehingga mereka memasuki
aliran darah dan melakukan perjalanan ke seluruh tubuh untuk menghancurkan sel
kanker. Namun, mereka juga bisa merusak sel sehat dan bisa menyebabkan efek
samping seperti muntah, pusing, rambut rontok, kelelahan dan infeksi.
Prognosis
Five-year survival rate untuk tumor otak primer adalah 33,4%
• 100% untuk astrositoma pilosit,
• 58% untuk astrositoma tingkat rendah,
• 11% untuk astrositoma anaplastik, dan
• 1,2% untuk glioblastoma.
Glioblastoma Multiforme
Glioblastoma merupakan tumor otak primer ganas yang paling sering terjadi
pada orang dewasa. Tumor ini berasal dari sel glia astrocyte. Tumor otak yang berasal
dari astrocytes, ada 4 grade
Grade 1 : pilocytic astrocytoma
Grade 2 : diffuse or low grade astrocytoma
Grade 3 : anaplastic astrocytoma
Grade 4 : glioblastoma
Tipe glioblastoma
• Primary : tampakan tumornya sudah glioblastoma, pertumbuhannya sangat
cepat (bisa <3 bulan)
• Secondary : tumbuh dari lower grade tumor (i.e grade 2 diffuse astrocytomas
or grade 3 anaplastic astrocytomas)
Etiologi
• Unknown
• Faktor genetik
Lokasi Tumor
Beberapa penelitian menyebutkan kebanyakan glioblastoma dapat ditemukan di
• frontal (40%)
• temporal (29%)
• parietal (14%)
• occipital (3%)
Manifestasi Klinis
Tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat
• nyeri kepala
• defisit neurologis
• mual muntah
• gangguan kognitif
Terapi
Prognosis
Dengan standar terapi yang ada, median survival untuk dewasa 11-15 bulan. Ada
beberapa faktor yang dapat memperbaiki prognosis, antara lain terdiagnosis sebelum
usia 50 tahun, dan tumor dapat diangkat semua.
REFERENSI
Aans.org. (2019). Brain Tumors - Classifications, Symptoms, Diagnosis and
Treatments. [online] Available at:
https://www.aans.org/en/Patients/Neurosurgical-Conditions-and-Treatments/
Brain-Tumors [Accessed 26 April 2019].
Comelli, I., Lippi, G., Campana, V., Servadei, F. and Cervellin, G. (2017). Clinical
presentation and epidemiology of brain tumors firstly diagnosed in adults in the
Emergency Department: a 10-year, single center retrospective study. Annals of
Translational Medicine, 5(13), pp.269-269.
Davis, M. (2016). Glioblastoma: Overview of Disease and Treatment. Clin J Oncol
Nurs, 20(5), pp.S2-S8.
Grosberg BM, Friedman BW, Solomon S. (2013). Approach to the Patient with
Headache. Hong Kong, Wiley Blackwell: p.16-25.
Headache Classification Committee of the International Headache Society (IHS).
(2018). The International Classification of Headache Disorders, 3rd edition.
38(1), pp.1-211.
Herholz, K., Langen, K., Schiepers, C. and Mountz, J. (2012). Brain Tumors.
Seminars in Nuclear Medicine, 42(6), pp.356-370.
Jeffrey, B. and Kennedy, B. (2018). Glioblastoma Multiforme: Practice Essentials,
Background, Pathophysiology. [online] Emedicine.medscape.com. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/283252-overview [Accessed 25 Apr.
2019].
Kelompok Studi Nyeri Kepala PERDOSSI. (2013). Diagnostik dan Penatalaksanaan
Nyeri Kepala. Airlangga University Press : p.1-44.
Perkins, A. And Liu, G. (2016). Primary Brain Tumors in Adults: Diagnosis and
Treatment. Am Fam Physician, 93(3), pp.211-219.
Renindra, A., Soenarya, M., Andriani, R., Aninditha, T., Munandar, A. and
Tadjoedin, H. (2017). PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN TUMOR OTAK. [ebook] KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA, pp.8-24. Available at:
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKOtak.pdf [Accessed 27 Apr. 2019].