word konjungtivitis vernal
DESCRIPTION
OpthalmologyTRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
- Nama : An.A
- Umur : 9 tahun
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Pekerjaan : Pelajar
- Alamat : Salaman, Magelang
- Tanggal periksa : 26 mei 2015
II. ANAMNESIS
- Keluhan Utama: Mata kanan dan kiri terasa gatal dan kemerahan sejak 1
minggu yang lalu.
- Riwayat Penyakit Sekarang: Awalnya mata menjadi gatal dan merah
sepulang pasien bermain bola di lapangan siang hari. Gatal terus terjadi
sehingga pasien mengucek matanya dan mata menjadi semakin merah. 1
bulan yang lalu pasien juga mengalami keluhan yang sama, setelah
bermain diluar rumah mata menjadi berair, merah, rasa mengganjal dan
gatal namun tidak nyeri lalu pasien dibawa ke puskesmas dan diberikan
obat anti radang sehingga keluhan membaik namun 1 minggu terakhir
kambuh kembali. Pasien membenarkan ada alergi telur. Di keluarga pasien
ayahnya saat kecil juga mengalami hal serupa. Pasien menyangkal ada
penurunan penglihatan dan menyangkal ada rasa silau.
- Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat sakit serupa 1 bulan yang lalu (+)
Riwayat alergi telur (+)
- Riwayat Penyakit Keluarga: Ayahnya semasa kecil memiliki keluhan
serupa (+)
- Riwayat Sosial Ekonomi : Cukup
1
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis
- Status Gizi : Baik
- Tanda Vital :
Tekanan Darah 120/70 mmHg,
Nadi: 88 x/menit,
Suhu: 36,5 °C,
Laju pernapasan: 24 x/menit
- Head to toe : dalam batas normal
B. Status Lokalis
2
Oculus Dexter Oculus Sinister
C. Status Ophtalmicus
No Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister
1. Visus 6/6 Tidak dilakukan koreksi
6/6 Tidak dilakukan koreksi
2. Gerak bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. Palpebra Superior
Edema (-) (-)
Hematoma (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Entropian (-) (-)
Ektropion (-) (-)
4. Palpebra Inferior
Edema (-) (-)
Hematoma (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
5. Konjungtiva
Hiperemi (+) (+)
Injeksi Konjungtiva (+) ringan (+) ringan
Injeksi Siliar (-) (-)
Sekret (+) mukoid, lengket (+) mukoid, lengket
Cobble stone (-) (-)
Trantas dot (+) (+)
6. Kornea
3
Permukaan Jernih Jernih
Edema (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Keratic precipitates (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Sikatriks (-) (-)
7. COA
Kedalaman Normal Normal
Isi (Hifema/Hipopion) (-) (-)
8. Iris
Shadow test (-) (-)
9. Pupil
Diameter ± 2 mm ± 2 mm
Refleks pupil langsung (+) (+)
Refleks pupil tidak langsung
(+) (+)
Sinekia (-) (-)
10. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
11. Korpus vitreum
Kejernihan Jernih Jernih
12. Fundus Refleks Cemerlang Cemerlang
13. Funduskopi:
Papil
Vasa
Fokus 0
Batas tegas, warna jingga
AVR 2:3, mikroaneorisma (- )
Fokus 0Batas tegas, warna jingga
AVR 2:3, mikroaneorisma (- ) neovaskularisasi (-)
4
Makula
Retina
neovaskularisasi (-)
Cemerlang, Edema macula (-)Perdarahan retina (-) neovaskularisasi (-) , cotton woll patch (-), ablasio retina (-)
Cemerlang, Edema macula (-)Perdarahan retina (-) neovaskularisasi (-) , cotton woll patch (-), ablasio retina (-)
13 TIO Palpasi normal Palpasi normal
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Kerokan Konjungtiva
V. DIAGNOSIS BANDING
a) Konjungtivitis Vernal
Dipertahankan karena dari anamnesis didapatkan mata merah, gatal,
nerocos, rasa ganjel seperti ada pasir yang kabuh sejak 1 bulan yang lalu
setelah bermain bola. Tidak ada penglihatan yang kabur. Pemeriksaan fisik
didapatkan visus normal, Injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva (+), terdapat
tanda trantas dot pada limbus mata kanan dan kiri.
b) Konjungtivitis Atopi
Disingkirkan karena tidak ditemukan nyeri, fotofobia dan terasa panas
c) Konjungtivitis folikularis kronis
Disingkirkan karena tanda khusus berupa benjolan kecil berwarna
kemerahan pada lipatan retrotarsal, pemeriksaan histology berupa sel
limfoid.
d) Trakoma Stadium 2
Disingkirkan karena disebabkan Chlamydia trachomatis, tidak ditemukan
adanya pannus
e) Litiasis
5
Disingkirkan karena tidak disebabkan oleh alergi, tandanya terdapat titik-
titik putih kekuningan di bawah konjungtiva palpebral atau konjungtiva
forniks
VI. DIAGNOSIS
ODS Konjungtivitis Vernal tipe Limbal
VII. TERAPI
- Medikamentosa
Topikal : Conver 2% (Kandungan: kromolin sodium) 3x1 tetes perhari
ODS. Nama dagang: Cendo Conver
Oral : Tidak ada
Parenteral : Tidak ada
Operatif : Tidak ada
- Non medikamentosa : Kompres dingin 3 kali sehari selama 10 menit.
VIII. EDUKASI
Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter
Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa
serbukan
Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi kontak
dengan allergen di udara terbuka
Kompres dingin didaerah mata
Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan karena telah
terbukti dapat merangsang pelepasan mediator sel Mast.
Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga
berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen
Memindahkan pasien ke iklim dingin yang disebut juga climate therapy.
IX. KOMPLIKASI
Keratitis epitel
Ulkus kornea superfisial
X. PROGNOSIS
6
VOD VOS
Quo ad visam Ad Bonam Ad Bonam
Quo ad sanam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
Quo ad vitam Ad Bonam Ad Bonam
Quo ad kosmeticam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
XI. RUJUKAN
Tidak dilakukan rujukan ke bagian ilmu penyakit lain
BAB II
7
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi & Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan
dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel
kornea limbus.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel
goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar
dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva
Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :
8
Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel
epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di
dekat limbus, di atas karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada
tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.
Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan
untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel
basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus
dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :
Lapisan adenoid (superficial)
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat
dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum.
Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3
bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus
bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
Lapisan fibrosa (profundus)
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang
konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur
dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian
besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah.
Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.
2.2 Definisi Konjungtivitis Vernal
Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan
berulang (recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit
ini juga dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan “konjungtivitis musiman”
atau “konjungtivitis musim kemarau”. Sering terdapat pada musim panas di
negeri dengan empat musim, atau sepanjang tahun di negeri tropis (panas).
9
2.3 Etiologi dan Predisposisi
Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang
mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang
kuat alergi.
Mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama.
Biasanya pada laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun. Penderita
konjungtivitis vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung
sari rumput-rumputan.
Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:
Tipe I : Reaksi Anafilaksis
Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam
hal ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya
histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.
Tipe II : reaksi sitotoksik
Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini IgE dan
IgM dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga dapat
mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat
menurut Smolin (1986), reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi
jenis ini.
Tipe III : reaksi imun kompleks
Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk
kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang
dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya
terjadi pada pembuluh darah kecil. Pengejawantahannya di kornea dapat berupa
keratitis herpes simpleks, keratitis karena bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan
jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada keratitis Herpes simpleks.
Tipe IV : Reaksi tipe lambat
Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah
antibodi (imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah
limfosit T atau dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T
lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator
10
(limfokin) yang jumpai pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, kerato -
konjungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan keratitis diskiformis.
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang
menyertai meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan
perasaan seolah ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyulitkan,
muncul berulang, dan sangat mengganggu aktivitas penderita sehingga
menyebabkan ia tidak dapat beraktivitas normal.
Keluhan Utama: Gatal
- Pasien umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat. Keluhan gatal ini
menurun pada musim dingin.
Ptosis
- Terjadi ptosis bilateral, terkadang yang satu lebih ringan dibandingkan
yang lain. Ptosis terjadi karena infiltrasi ciairan ke dalam sel-sel konjungtiva
palpebral dan infiltrasi sel-sel limfosit plasma, eosinophil, juga adanya
degenerasi hyaline pada stroma konjungtiva.
Kelainan pada palpebral
- Terutama mengenai konjungtiva palpebral superior. Konjungtiva
tarsalis pucat, putih keabu-abuan disertai papil-papil yang besar (papil
raksasa). Inilah yang disebut “cobble stone appearance” Susunan papil ini
rapat dari samping tampak menonjol. Seringkali dikacaukan dengan trakoma.
Di permukaannya terkadang seperti ada lapisan susu, terdiri dari secret yang
mukoid. Papil ini permukaannya rata dengan kapiler di tengahnya. Terkadang
konjungtiva palpebra menjadi hiperemi, bila terkena infeksi sekunder.
Horner Trantas dots
- Gambaran seperti renda pada limbus, dimana konjungtiva bulbi
menebal, berwarna putih susu, kemerah-merahan, seperti lilin. Merupakan
penumpukan eosinophil dan merupakan hal yang patognomosis pada
konjungtivitis vernal yang berlangsung selama fase aktif.
Kelainan di kornea
11
- Dapat berupa pungtata epithelial keratopati. Keratitis epithelial difus
khas ini sering dijumpai. Kadang-kadang didapatkan ulkus kornea yang
berbentuk bulat lonjong vertical pada superfisial sentral atau parasentral, yang
dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang ringan. Kadang juga
didapatkan pannus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea, sering
berupa mikropannus namun panus besar jarang dijumpai. Penyakit ini mungkin
juga disertai keratokonus. Kelainan di kornea ini tidak membutuhkan
pengobatan khusus, karena tidak satupun lesi korneabini berespon baik
terhadap terapi standard.
Terdapat dua bentuk klinik, yaitu :
Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.
Terdapat pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret
yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan
kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini
tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan
dengan kapiler ditengahnya.
Gambar 2. Konjungtivitis vernal bentuk palpebral
Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat
membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan
degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea,
terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.
12
Gambar 3. Konjungtivitis vernal bentuk limbal
2.5 Patofisiologi
Pada bentuk palpebral, jaringan epitel membesar pada beberapa area
dan menular ke area lainnya. Kadangkala, eosinofil (warna kemerahan) tampak
kuat di antara sel-sel jaringan epitel. Perubahan yang menonjol dan parah
terjadi pada substansi propria (jaringan urat). Pada tahap awal jaringan
terinfiltrasi dengan limfosit, sel plasma, eosinofil, dan basofil. Sejalan dengan
perkembangan penyakit, semakin banyak sel yang berakumulasi dan kolagen
baru terbentuk, sehingga menghasilkan bongkol-bongkol besar pada jaringan
yang timbul dari lempeng tarsal. Terkait dengan perubahan-perubahan tersebut
adalah adanya pembentukan pembuluh darah baru dalam jumlah yang banyak.
Peningkatan jumlah kolagen berlangsung cepat dan menyolok.
Pada bentuk limbal terdapat perubahan yang sama, yaitu:
perkembangbiakan jaringan ikat, peningkatan jumlah kolagen, dan infiltrasi sel
plasma, limfosit, eosinofil dan basofil ke dalam stroma. Penggunaan jaringan
yang dilapisi plastik yang ditampilkan melalui mikroskopi cahaya dan elektron
dapat memungkinkan beberapa observasi tambahan. Basofil sebagai ciri tetap
dari penyakit ini, tampak dalam jaringan epitel sebagaimana juga pada
substansi propria. Walaupun sebagian besar sel merupakan komponen normal
dari substansi propia, namun tidak terdapat jaringan epitel konjungtiva normal.
Walaupun karakteristik klinis dan patologi konjungtivitis vernal telah
digambarkan secara luas, namun patogenesis spesifik masih belum dikenali.
13
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat
banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Pada pemeriksaan darah
ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.
Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian besar sel yang secara rutin
tampak dalam jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik adalah
menggunakan glutaraldehyde, lapisan plastik, dan ditampilkan pada media
sehingga dapat memungkinkan untuk menghitung jumlah sel ukuran 1
berdasarkan jenis dan lokasinya. Jumlah rata-rata sel per kubik milimeter tidak
melampaui jumlah normal. Diperkirakan bahwa peradangan sel secara
maksimum seringkali berada dalam kondisi konjungtiva normal. Jadi, untuk
mengakomodasi lebih banyak sel dalam proses peradangan konjungtivitis
vernal, maka jaringan akan membesar dengan cara peningkatan jumlah kolagen
dan pembuluh darah.
Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien
konjungtivitis vernal yang terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua dari
empat pasien mengandung spesimen IgA-, IgG-, dan IgE- secara berlebih yang
akhirnya membentuk sel plasma. Sel-sel tersebut tidak ditemukan pada
konjungtiva normal dari dua pasien lainnya.
Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum 11
pasien konjungtivitis vernal dan 10 subjek kontrol telah menemukan bahwa
terdapat korelasi yang signifikan antara air mata dengan level kandungan
serum pada kedua mata. Kandungan IgE pada air mata diperkirakan muncul
dari serum kedua mata, kandungan IgE dalam serum (1031ng/ml) dan pada air
mata (130ng/ml) dari pasien konjungtivitis vernal melebihi kandungan IgE
dalam serum (201ng/ml) dan pada air mata (61ng/ml) dari orang normal.
Butiran antibodi IgE secara spesifik ditemukan pada air mata lebih banyak
daripada butiran antibodi pada serum. Selain itu, terdapat 18 dari 30 pasien
yang memiliki level antibodi IgG yang signifikan yang menjadi butiran pada
air matanya. Orang normal tidak memiliki jenis antibodi ini pada air matanya
maupun serumnya. Hasil pengamatan ini menyimpulkan bahwa baik IgE- dan
IgG- akan menjadi perantara mekanisme imun yang terlibat dalam patogenesis
14
konjungtivitis vernal, dimana sistesis lokal antibodi terjadi pada jaringan
permukaan mata. Kondisi ini ditemukan negatif pada orang-orang yang
memiliki alergi udara, tetapi pada penderita konjungtivitis vernal lebih banyak
berhubungan dengan antibodi IgG dan mekanisme lainnya daripada antibodi
IgE.
Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien konjungtivitis
vernal (38ng/ml) secara signifikan lebih tinggi daripada kandungan histamin
air mata pada 13 orang normal (10ng/ml, P<0.05). Hal ini sejalan dengan
pengamatan menggunakan mikroskopi elektron yang diperkirakan menemukan
tujuh kali lipat lebih banyak sel mastosit dalam substantia propia daripada
dengan pengamatan yang menggunakan mikroskopi cahaya. Sejumlah besar sel
mastosit ini terdapat pada air mata dengan level histamin yang lebih tinggi.
Kikisan konjungtiva pada daerah-daerah yang terinfeksi menunjukkan
adanya banyak eosinofil dan butiran eosinofilik. Ditemukan lebih dari dua
eosinofil tiap pembesaran 25x dengan sifat khas penyakit (pathognomonic)
konjungtivitis vernal. Tidak ditemukan adanya akumulasi eosinofil pada daerah
permukaan lain pada level ini.
2.7 Diferensial Diagnosis
f) Konjungtivitis Vernal
Dipertahankan karena dari anamnesis didapatkan mata merah, gatal,
nerocos, rasa ganjel seperti ada pasir yang kabuh sejak 1 bulan yang lalu
setelah bermain bola. Tidak ada penglihatan yang kabur. Pemeriksaan fisik
didapatkan visus normal, Injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva (+), terdapat
tanda trantas dot pada limbus mata kanan dan kiri.
g) Konjungtivitis Atopi
Disingkirkan karena tidak ditemukan nyeri, fotofobia dan terasa panas.
h) Konjungtivitis folikularis kronis
Disingkirkan karena tanda khusus berupa benjolan kecil berwarna
kemerahan pada lipatan retrotarsal, pemeriksaan histology berupa sel
limfoid.
i) Trakoma Stadium 2
15
Disingkirkan karena disebabkan Chlamydia trachomatis, tidak ditemukan
adanya pannus
j) Litiasis
Disingkirkan karena tidak disebabkan oleh alergi, tandanya terdapat titik-
titik putih kekuningan di bawah konjungtiva palpebral atau konjungtiva
forniks
2.8 Komplikasi
Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral
atau parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks
yang ringan. Penyakit ini juga dapat menyebabkan penglihatan menurun.
Kadang-kadang didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan
kornea. Perjalanan penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering
menimbulkan kekambuhan terutama di musim panas.
2.9 Penatalaksanaan
Biasanya penyakit ini akan sembuh sendiri. Tetapi medikasi yang
dipakai terhadap gejala hanya memberikan hasil jangka pendek, karena dapat
berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. Penggunaan steroid
berkepanjangan ini harus dihindari karena bisa terjadi infeksi virus, katarak,
hingga ulkus kornea oportunistik.
Farmakologi
Oleh karena dasarnya alergi, diberi larutan kortikosteroid, yang pada
stadium akut diberikan setiap 2 jam 2 tetes atau dalam bentuk salep mata.
Steroid topical atau sistemik yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit
mempengaruhi penyakit kornea ini dan efek sampingnya (glaucoma, katarak,
ulkus kornea dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan. Sekali penderita
memakai kortikosteroid dan merasa keluhannya membaik maka akan
cenderung memakai kortikosteroid terus-menerus. Sebaiknya kortikosteroid
local diberikan 2 jam selama 4 hari untuk selanjutnya digantikan dengan obat
lain. Kalau ada kelainan kornea, jangan diberikan kortiksteroid lokal, kalau
perlu dapat diberikan secara sistemik, disamping ditambah dengan sulfat
16
atropine 0,5% 3 kali sehari 1 tetes. Cromolyn topical adalah agen profilaktik
yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor, kromolin topical
dapat mengurangi pemakaian steroid. Kompres dingin selama 10 menit
beberapa kali sehari dapat mengurangi keluhan. Jika pengobatan tidak ada hasil
dapat diberikan radiasi atau dilakukan pengangkatan giant papil.
Non Farmakologi
Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter
Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa
serbukan
Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi kontak
dengan allergen di udara terbuka
Kompres dingin didaerah mata
Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan karena telah
terbukti dapat merangsang pelepasan mediator sel Mast.
Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga
berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen
Memindahkan pasien ke iklim dingin yang disebut juga climate therapy.
2.10 Prognosis
Kondisi ini dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan semakin
memburuk selama musim-musim tertentu.
BAB III
KESIMPULAN
Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan
berulang (recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit
17
ini juga dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan “konjungtivitis musiman”
atau “konjungtivitis musim kemarau”.
Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang
mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat alergi pada
keluarga.
Terdapat dua bentuk penyakit ini, yaitu: palpebral dan limbal, yang
perbedaan utamanya terletak pada lokasi. Bentuk palpebra, terutama mengenai
konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar (cobble
stone) yang diliputi sekret yang mukoid. Bentuk limbal, hipertrofi papil pada
limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan
Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian
epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak
eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Dapat menimbulkan keratitis epitel
atau ulkus kornea superfisial sentral atau parasentral, yang dapat diikuti dengan
pembentukan jaringan sikatriks yang ringan. Juga kadang-kadang didapatkan
panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea. Perjalanan penyakitnya
sangat menahun, bertahun-tahun. Penyakit ini sering menimbulkan
kekambuhan terutama di musim panas.
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi obat
kompres dingin, natrium karbonat dan obat vasokonstriktor. Kelainan kornea
dan konjungtiva dapat diobati dengan natrium cromolyn topikal. Bila terdapat
tukak maka diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai dengan
sikloplegik. Lebih baik penderita pindah ke tempat beriklim sejuk dan lembab.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta Prof. Dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: FK
UI;2008, hal 3, 133-134
18
2. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi
Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika,2000,hal 5-6, 115
3. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Mansjoer Arif. Jilid I. Ed.3.
Jakarta: Media Aesculapius,2000, hal 54
4. Wijana S.D, Nana Dr. Ilmu Penyakit Mata. Ed. rev. Cet.6. Jakarta:
Abadi Tegal, hal 54
19