1 buku materi pentaloka 25-26 nov di unmer pasuruan
DESCRIPTION
HukumTRANSCRIPT
TEMA
“ Meningkatkan Peran dan Profesionalisme Dosen Pendidikan Kewarganegaraan yang Berbasis Karakter Bangsa untuk
Mencegah Disintegrasi Bangsa ”
UNIVERSITAS MERDEKA PASURUANJl. Ir. H. Juanda No. 68 Telp. (0343) 421783 Fax. (0343) 413619 Pasuruan 67129
PENATARAN DAN LOKAKARYADOSEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
TAHUN 2010
SAMBUTAN PANGLIMA KODAM V/ BRAWIJAYA
Pasuruan, 25 November 2010Panglima Kodam V/ Brawijaya,
Gatot NurmantyoMayor Jendral TNI
i
KATA PENGANTAR
Berbekal Surat Perintah Panglima Kodam V/Brawijaya Nomor: Sprin/ 1392/ IX/ 2010
tentang rencana dan penyelenggaraan Pentaloka Dosdikwar Daerah Jawa Timur TA 2010
yang dilaksanakan pada tanggal 25-26 November 2010 bertempat di Universitas Merdeka
Pasuruan dengan jumlah peserta 70 orang Dosen Kewarganegaraan PTN/PTS se Jatim
plus peserta khusus 6 orang tokoh masyarakat dari Ormas NU dan Muhammadiyah serta
MUI di kota dan kabupaten Pasuruan. Kami selaku Pembantu Pelaksana Teknis kegiatan
tersebut mengucapkan rasa syukur atas limpahan amanat dan berusaha secara maksimal
terlaksananya kegiatan pentaloka dosdikwar secara baik dan memenuhi harapan semua
pihak.
Buku materi Pentaloka Dosdikwar TA 2010 disusun guna sebagai sarana untuk
memudahkan peserta dalam mengikuti kegiatan pentaloka dosdikwar dilangsungkan.
Buku ini berisi sambutan Pangdam V/ Brawijaya, Kata pengantar Rektor Unmer
Pasuruan, Jadwal Kegiatan, Materi Pentaloka dan beberapa lampiran terkait kegiatan
tersebut.
Adapun Pelaksanaan Pentaloka Dosdikwar TA 2010 diharapkan dapat menjadi
pemicu bagi pengembangan pembinaan berkelanjutan terhadap seluruh Dosen
Pendidikan Kewarganegaraan sehingga mampu menanamkan nilai-nilai bela negara
dalam proses belajar mengajar sesuai dengan perkembangan dinamika kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya pentaloka dosdikwar
kami sampaikan ucapan terima kasih. Semoga buku ini dapat memenuhi fungsinya dan
bermanfaat ditangan saudara.
Pasuruan, 25 November 2010Rektor,
Prof. Dr. Misranto, S.H., M.Hum.NIP. 195608231990031001
ii
DAFTAR ISI
HalamanSambutan Pangdam V/ Brawijaya ............................................................................ i
Kata Pengantar .......................................................................................................... ii
Daftar Isi .................................................................................................................... iii
Jadwal Kegiatan Pentaloka .................................................................................... iv
MATERI I : Membangun Kesadaran Bela Negara Dalam Upaya Mencegah Disintegrasi Bangsa di Era Global disampaikan oleh Danrindam V/ Brawijaya (Kolonel Inf Suparno) .................................................... 1
MATERI II : Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Pada Pendidikan Karakter disampaikan oleh Ketua ADPK Pusat (Mayor TNI Purn. Drs. H. Warsito, S.H., M.M.) ............................................................ 11
MATERI III : Aktualisasi Peran Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membangun Karakter Bangsa disampaikan oleh Rektor Unmer Pasuruan (Prof. Dr. Misranto, S.H., M.Hum.) .................................. 21
LAMPIRAN 1. Daftar Nama Peserta Pentaloka Dosdikwar TA. 2010 Jawa Timur.
LAMPIRAN 2. Denah Lokasi Kegiatan Pentaloka Dosdikwar TA. 2010 Jawa Timur.
iii
Jadwal Kegiatan Pentaloka Dosdikwar Tahun 2010Jawa Timur
Unmer PasuruanNo Waktu Uraian Kegiatan
Hari Kamis, 25 November 2010
1) 12.00 - 12.05 WIB Pembukaan
2) 12.05 – 12.30 WIB Sambutan Ketua Panitia
3) 12.30 – 13.00 WIB Sambutan Pangdam V/ Brawijaya dilanjutkan dengan Pernyataan
4) 13.00 – 14.00 WIB Istirahat Sholat & Makan (Ishoma)
5) 14.00 – 14.45 WIB Pengarahan Dirjen Pothan Kemhan RI
6) 14.45 – 15.45 WIB Materi “Pendidikan kewarganegaraan berbasis pada pendidikan berkarakter” oleh Ketua ADPK pusat (Mayor TNI Purn. Drs. H. Warsito, S.H., M.M.)
7) 15.45 – 16.45 WIB Materi “Membangun kesadaran bela Negara dalam upaya mencegah disintegrasi bangsa di era global” oleh Danrindam V/Brawijaya (Kolonel Inf Suparno)
8) 16.45 – 18.45 WIB Ishoma
9) 18.45 – 20.00 WIB Materi ”Aktualisasi peran dosen pendidikan kewarganegaraan dalam membangun karakter bangsa” oleh Rektor Unmer Pasuruan (Prof. Dr. Misranto, S.H., M.Hum.)
10) 20.00 – WIB Istirahat malam
Hari Jum’at, 26 November 2010
1) 08.00 - 09.30 WIB Diskusi Kelompok
2) 09.30 – 10.30 WIB Pelaporan Hasil Diskusi Kelompok
3) 10.30 – 11.00 WIB Penutupan oleh Ketua ADPK pusat (Mayjen TNI Purn. Drs. H. Warsito, S.H., M.M.)
4) 11.00 WIB – selesai IshomaKeterangan:
1. Jadwal Sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi tanpa mengubah maksud dari kegiatan pentaloka.
2. Peserta dimohon mengikuti kegiatan pentaloka dari awal hingga akhir.
iv
Membangun Kesadaran Bela Negara
Dalam Upaya Mencegah Disintegrasi Bangsa di Era Global
oleh: Kolonel Inf Suparno NRP 30423
(Danrindam V/ Brawijaya)
Indonesia sebagai negara yang memiliki ribuan pulau (Archipelagic State) dengan
keanekaragaman ras, agama, bahasa, suku bangsa dan adat istiadat, menempatkan
Indonesia sebagai negara besar di dunia dengan tingkat multikultural yang tinggi. Kondisi
faktual ini merupakan potensi kekayaan yang sangat besar sebagai modal dasar
pembangunan namun disisi lain mengandung juga potensi konflik sosial yang jika tidak
dikelola dengan baik dapat mengancam keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa.
Ancaman disintegrasi bangsa sekarang ini sudah berkembang sedemikian kuat. Hal ini
ditandai dengan berbagai konflik yang muncul di beberapa daerah seperti Poso, Maluku,
Papua dan konflik-konflik sosial lainnya yang awalnya karena faktor psikologis
ketidakadilan ekonomi dibungkus menjadi disharmoni SARA.
Demikian juga dengan diberlakukannya otonomi daerah dan perkembangan
demokratisasi yang belum matang cenderung menumbuhkan sikap fanatisme kedaerahan
sempit dan mengarah pada sikap kolektif yang tidak produktif untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan tertentu yang pada akhirnya menimbulkan
konflik sosial bernuansa SARA. Disamping itu tuntutan pemekaran wilayah menjadi trend
baru di daerah tanpa mempertimbangkan kemampuan daerah tersebut sehingga muncul
konflik vertikal antara daerah dan pusat. Kondisi nyata ini tentunya menjadi ancaman
yang kompleks bagi terciptanya integrasi bangsa ditambah lagi dengan pengaruh
lingkungan global dan regional yang mampu mengubah dan menggeser tata nilai dan tata
laku sosial budaya masyarakat Indonesia.
Melihat kondisi tersebut diatas dan untuk mencegah penyebaran virus pola
pandang primordial berkembang menjadi “program” yang dapat memecah keutuhan NKRI
maka diperlukan kesatuan pandangan bagi Bangsa Indonesia bahwa saatnya melakukan
upaya nyata yang terintegrasi, terorganisir, terencana secara sistematis dan terukur,
untuk memantapkan kembali kesadaran bela negara dan nilai‐nilai kebangsaan yang
sudah semakin terkikis, disertai dengan semangat optimisme dan kesadaran penuh
bahwa kita perlu mengangkat kembali nilai-nilai kebangsaan yang terkandung didalam
konsensus dasar nasional, yaitu falsafah bangsa Pancasila, Undang‐Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semboyan bangsa Bhinneka Tunggal Ika, serta
1
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia demi meneguhkan kembali jati diri bangsa
dan menjaga keutuhan Bangsa Indonesia.
Dalam rangka membangun nilai-nilai bela negara, sangat penting untuk
menyamakan pandangan tentang landasan pemikiran pentingnya membangun
kesadaran bela negara khususnya terkait dengan kondisi lingkungan strategis yang
menjadi potensi ancaman negara, persepsi tentang bela negara serta landasan hukum
pelaksanaannya. Landasan pemikiran tentang pentingnya pembangunan bela negara ke
depan berpijak pada kesadaran bahwa dalam kehidupan bernegara aspek pertahanan
merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara.
Tanpa mampu mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar negeri dan/atau dari
dalam negeri, suatu negara tidak akan dapat mempertahankan keberadaannya. Pada era
globalisasi ini telah terjadi sebuah perubahan paradigma ancaman terhadap
kelangsungan hidup negara. Ancaman yang semula bersifat fisik/militer konvensional,
yang juga harus dihadapi dengan kekuatan fisik (hard power), kini telah berkembang
menjadi multidimensional (fisik dan non fisik) dengan dominasi ancaman yang bersifat
non fisik (nir militer), serta dapat berasal dari luar dan dari dalam negeri. Sebuah bentuk
peperangan baru yang bersifat maya dan diperkuat dengan memanfaatkan
perkembangan pesat teknologi informasi. Kecenderungan tersebut tentunya
mempengaruhi karakteristik ancaman dengan munculnya isu-isu keamanan baru
beraspek maya yang dikenal dengan cyber-war dan the brain war, perang daya cipta
dalam percaturan ekonomi serta teknologi dan ilmu pengetahuan. Searah dengan itu,
perang juga diawali dengan merubah paradigma berpikir dan selanjutnya dapat
berdampak pada aspek lainnya dengan memanfaatkan kelemahan dan celah rentannya
kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat berpengaruh pada memudarnya energi
kolektif bangsa bahkan dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Dampaknya adalah timbulnya perang informasi, ekonomi, budaya, politik bahkan perang
ideologi. Disinilah peranan smart power sebagai upaya untuk memperkuat soft power
suatu negara menjadi sangat penting dan mengemuka dalam menghadapi ancaman
perang modern ini. Kekuatan tersebut adalah berupa kualitas SDM yang memiliki
kemampuan intelektual yang baik dan dilandasi dengan kesadaran bela negara sebagai
upaya dalam menjamin eksistensi dan kelangsungan hidup NKRI. Adapun kriteria atau
ciri SDM/warga negara yang memiliki kesadaran bela negara adalah mereka yang
bersikap dan bertindak senantiasa berorientasi pada nilai-nilai kenegaraan dengan
mengembangkan lima nilai dasar bela negara yaitu cinta tanah air, sadar berbangsa dan
2
bernegara, yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa
dan negara, serta memiliki kesiapan psikis dan fisik untuk melakukan upaya bela negara.
Terkait dengan kesadaran bela negara, masih sering kita temui bahwa
kecenderungan sebagian masyarakat masih saja mempersepsikan bahwa bela negara
hanya menjadi urusan TNI. Kesalahan interpretasi dalam memahami sebuah
konsep/kebijakan seringkali menjadi salah satu kendala bagi dikeluarkannya bahkan
terlaksananya sebuah kebijakan. Hal yang sama bisa saja terjadi dalam memaknai bela
negara. Pada dasarnya kesadaran membela negara adalah sebuah keniscayaan dan
konsekuensi logis sebagai warga negara yang berhubungan dengan sesuatu yang harus
dibela dari negara yakni segala permasalahan yang menyangkut kedaulatan negara,
keutuhan wilayah dan keselamatan bangsanya serta hak dan kewajiban untuk membela
atau melindungi negaranya dari segala macam bentuk ancaman, tantangan, hambatan
dan gangguan.
Dengan demikian pengertian bela negara diformulasikan sebagai ”sikap dan dan
perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara selain sebagai kewajiban
dasar manusia juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan
dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian
kepada negara dan bangsa. Selanjutnya nilai-nilai bela negara tersebut harus diwujudkan
dalam tindakan nyata. Nilai-nilai bela negara apabila diterapkan akan berimplikasi pada
daya penangkalan (deterrence effect) terhadap bangsa lain yang ingin menghancurkan
atau menyerang negara.
Hak dan kewajiban warga negara dalam upaya bela negara memiliki landasan
hukum kuat yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab X tentang Warga Negara
dan Penduduk, pasal 27 ayat (3) menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Dalam batang tubuh UUD 1945,
pengaturan hak dan kewajiban tersebut ditempatkan pada Bab Warga Negara dan
Penduduk, yang mengandung makna bahwa pembelaan negara mengandung asas
demokrasi dimana setiap warga negara dengan tidak memandang suku, agama, ras,
gender maupun kepentingan golongan, memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam
upaya pembelaan negara. Di sisi lain bahwa pembelaan negara tidak hanya
diperuntukkan untuk kepentingan pertahanan keamanan saja, akan tetapi untuk
kepentingan semua aspek kehidupan.
3
Berikutnya adalah Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi
Manusia, perihal bela negara diatur pada Bab IV tentang Kewajiban Dasar Manusia, pasal
68 bahwa “setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan”. Lebih lanjut, perihal bela negara juga diatur
dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Bab III tentang
Penyelenggaraan Pertahanan Negara, pasal 9 bahwa “Setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan
pertahanan negara.
Mengacu pada dasar tersebut di atas, dapat dipahami bahwa keikutsertaan dalam
upaya bela negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan setiap warga negara.
Sehingga tidak seorangpun warga negara boleh dihindarkan dari kewajiban ikut serta
dalam pembelaan negara kecuali ditentukan dengan Undang-Undang. Pengaturan hak
dan kewajiban warga negara dalam bela negara ini masih diperkuat lagi dengan lahirnya
Keputusan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2006 tentang Penetapan tanggal 19 Desember
sebagai Hari Bela Negara.
Dalam implementasinya sikap dan perilaku bela negara merupakan sebuah
kesadaran yang tidak bersifat taken for granted (seketika terwujud), akan tetapi
merupakan sesuatu yang harus diupayakan terus menerus dan berkelanjutan (never
ending procces) untuk menyesuaikan dengan tuntutan perubahan jaman. Karena bangsa
yang tidak mampu merespon perkembangan jaman, lambat laun bangsa itu akan
kehilangan identitas nasionalnya. Bangsa yang kehilangan jati dirinya niscaya akan
menjadi budak bangsa lain. Bangsa tersebut akan terpinggir dari parameter peradaban
sejarah dan selanjutnya kemungkinan bangsa itu akan punah. Hal seperti ini bukanlah
yang kita harapkan, karena sebagai bangsa yang pernah berjuang mati-matian untuk
kemerdekaan Indonesia, sudah pasti tidak akan pernah rela menjadi bangsa yang terjajah
kembali atau bahkan menjadi musnah. Oleh karena itu peningkatan kesadaran bela
negara sebagai bagian dari upaya membangun kesadaran bela negara merupakan salah
satu upaya pembangunan karakter bangsa dalam menjaga dan mempertahankan
kedaulatan dan keutuhan wilayah serta kelangsungan hidup bangsa dan negara
Indonesia serta merupakan long life education bagi bangsa Indonesia. Selama bangsa
dan negara Kesatuan Republik Indonesia ini masih kita inginkan keberadaannya maka
selama itu pula pembinaan kesadaran bela negara tetap dibutuhkan bagi Bangsa
Indonesia. Apabila hal tersebut telah menjadi kesadaran setiap warga negara Indonesia,
maka integrasi bangsa terjaga, kedaulatan dan keutuhan wilayah terjamin, kemandirian
dan kesejahteraan bangsa dapat terbangun, sehingga bangsa Indonesia mampu
4
mewujudkan kehidupannya sejajar dan sederajat dengan bangsa lain serta mampu
berkompetisi di kancah global dengan prinsip “think globally but act locally”.
Dalam rangka pembentukan watak, karakter dan jati diri bangsa, kiranya upaya
membangun kesadaran dan aktualisasi nilai-nilai bela negara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan hal yang penting dan mendesak
untuk dikedepankan. Nilai-nilai bela negara hendaknya menjadi landasan sikap dan
perilaku sekaligus menjadi kultur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsepsi
bela negara tidak hanya sekedar rumusan ide yang berfungsi sebagai slogan atau jargon
belaka, melainkan harus dituangkan, dimaknai dan diimplementasikan dalam interaksi
sosial di masyarakat. Hendaknya disadari pula bahwa pembangunan watak (character
building) merupakan suatu runtutan perubahan yang tanpa henti (never ending process),
sebuah upaya yang harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan.
Dengan demikian, sebagai wujud upaya turut menjamin kelangsungan hidup
bangsa dan negara khususnya menghadapi kompleksitas ancaman nir militer di era
global ini, maka pertahanan negara tidak cukup didekati dari aspek militer semata.
Pendekatan pertahanan negara ke depan memerlukan pendekatan secara nirmiliter yang
terpadu dengan pendekatan secara militer sehingga pembangunan pertahanan militer
dan nirmiliter harus dilaksanakan secara bersama-sama sehingga menghasilkan suatu
kekuatan dan kemampuan pertahanan negara yang memiliki efek penangkalan dalam
menjaga eksistensi dan keutuhan NKRI. Disamping itu kesadaran setiap warga negara
dalam bela negara menjadi hal yang sangat penting mengingat kesadaran bela negara
merupakan soft power bagi bangsa dan negara sekaligus dapat menjadi bargaining
position bangsa dan negara di mata dunia. Dalam rangka pembangunan kesadaran bela
negara sebagai upaya mencegah disintegrasi bangsa maka penting terlebih dahulu untuk
memahami spektrum dan karakteristik ancaman yang mungkin timbul sehingga adanya
kesamaam pandangan tentang bentuk, macam serta perkembangan lingkungan strategis
yang dapat mengancam kedaulatan negara serta ditentukannya langkah-langkah
antisipatif yang cepat, tepat dan efektif khususnya dalam pembangunan kesadaran bela
negara.
Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang karakteristik ancaman
disintegrasi bangsa perlu diketahui bahwa bangsa Indonesia memiliki potensi
disintegrasi sangat besar, hal ini dapat dilihat dari banyaknya permasalahan kompleks
yang terjadi dan apabila tidak dicari solusi pemecahannya akan berdampak pada
meningkatnya eskalasi konflik menjadi upaya memisahkan diri dari NKRI. Kondisi ini
5
dipengaruhi pula dengan menurunnya rasa nasionalisme yang ada didalam masyarakat
dan dapat berkembang menjadi konflik yang berkepanjangan yang akhirnya mengarah
kepada disintegrasi bangsa, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan yang
bijaksana untuk mencegah dan menanggulanginya sampai pada akar permasalahannya
maka akan menjadi bom waktu yang berbahaya bagi keutuhan negara di masa
mendatang. Beberapa ancaman integrasi dapat bersumber dari lingkungan strategis baik
global, regional maupun nasional.
Pertama, Perkembangan Global; Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, khususnya di bidang komunikasi, transportasi dan informasi, telah merubah
tatanan kehidupan masyarakat dunia. Batas‐batas pergaulan antar masyarakat dunia
menjadi semakin tak terbatas (borderless), batas antar negara seakan‐akan menjadi
“kabur” dan informasi dapat dengan cepat merebak ke seluruh dunia serta seluruh lapisan
masyarakat. Pada tataran hubungan antar bangsa telah terjadi perubahan yang cukup
fundamental, yang ditandai dengan perubahan suasana lingkungan strategis yakni
dengan adanya perkembangan tata nilai universal yang tidak bisa ditawar‐tawar seperti
Demokratisasi, Hak Asasi Manusia dan Lingkungan Hidup, juga adanya ancaman faham
radikalisme dan terorisme. Perubahan yang sama juga terjadi pada bidang sosial
budaya,Iptek, Ideologi, Politik, Ekonomi dan Pertahanan Keamanan yang tidak mungkin
untuk dihindari.
Sejalan dengan perkembangan tersebut, kecenderungan lain yang mungkin
berkembang adalah pergeseran pertumbuhan ekonomi dari kawasan Amerika dan Eropa
yang telah mengalami titik jenuh ke wilayah Asia. Perkembangan tersebut akan
menimbulkan implikasi pada seluruh aspek kehidupan yang pada akhirnya akan
mempengaruhi sistem nilai bangsa‐bangsa yang ada di Asia termasuk Indonesia.
Sebagai negara yang memiliki letak di posisi strategis dengan jumlah penduduk yang
cukup besar dan sumber kekayaan alam yang masih banyak, Indonesia termasuk salah
satu negara didunia yang menjadi sasaran ideologi-ideologi besar dunia, oleh sebab itu
apabila Indonesia tidak waspada terhadap pengaruh tersebut dapat berkembang menjadi
masalah bangsa yang pada akhirnya akan mendorong pada kehancuran negara.
Disamping masalah ideologi tersebut, arus globalisasi juga mendorong demokratisasi
yang cukup kuat. Nilai demokrasi yang dirasakan cukup berkembang adalah kebebasan,
keadilan dan kesetaraan. Akan tetapi karena globalisasi sangat didominasi oleh negara‐
negara barat yang dimotori oleh negara yang memiliki faham liberalisme, nilai kebebasan
sangat menonjol sebagai konsekuensi dari ideologi leberal yang lebih mengedepankan
nilai kebebasan individu. Sehubungan dengan itu dengan alasan demokrasi dan demi
6
keadilan, dibeberapa negara didunia telah muncul dan berkembang ide separatisme yang
kadang‐kadang punya kaitan atau benang merah dengan negara tertentu didunia yang
memiliki ideologi liberal.
Isu lain yang sedang melanda dunia adalah isu ekonomi khususnya terkait dengan
krisis energi, krisis pangan dan krisis keuangan global. Krisis ekonomi dunia diperkirakan
akan berdampak negatif terhadap perekonomian disemua negara didunia. Krisis
keuangan dunia yang diperkirakan masih terus berlanjut akan mempengaruhi
perkembangan industri yang langsung akan menimbulkan permasalahan disektor lainnya
seperti bahan baku dan tenaga kerja. Kondisi tersebut akan menurunkan daya beli
masyarakat khususnya yang berpenghasilan rendah. Hal ini dapat memicu ketimpangan
psikologis khususnya mengenai perasaan keadilan dan kelayakan penghidupan dan
dapat memicu ketidakpuasan, konflik dan kerawanan sosial.
Dari kondisi tersebut diatas secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi perikehidupan masyarakat Indonesia yang dapat menjadi ancaman
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia apabila perubahan lingkungan strategis
ini tidak diikuti perkembangannya dan diantisipasi dengan jalan keluar yang tepat.
Kedua, Perkembangan Regional; Globalisasi yang terus berkembang akan
mempengaruhi kondisi regional. Salah satu respon yang muncul adalah penguatan
regional diberbagai bidang seperti yang terjadi di kawasan Asia Tenggara. Negara‐negara
yang tergabung dalam Piagam ASEAN masing-masing mengharapkan dapat memperoleh
manfaat untuk memajukan negaranya melalui pelaksanaan Piagam ASEAN maka
hubungan antar negara anggota termasuk hubungan masyarakatnya akan semakin
berkembang dan terbuka luas diberbagai aspek kehidupan terutama dibidang ekonomi
dan sosial budaya. Interaksi kehidupan masyarakat akan semakin kuat sehingga akan
terjadi perubahan kultur sesuai intensitas kehidupan dimana pengaruh negara‐negara
yang lebih maju akan lebih kuat. Sejalan dengan perkembangan tersebut maka mobilitas
masyarakat akan semakin tinggi sehingga batas‐batas negara anggota akan semakin
kabur. Dalam kondisi semacam ini akan sangat mungkin terjadi kegiatan‐kegiatan yang
bersifat ilegal yang dilakukan oleh oknum/kelompok tertentu untuk tujuan tertentu
sehingga dapat merugikan bangsa dan negara.
Ketiga, Kondisi Nasional; Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di
dunia yang didiami oleh lebih dari 300 suku bangsa membentuk kondisi yang sangat
majemuk. Kondisi yang heterogen tersebut berimplikasi pula terhadap kategorisasi isu-isu
7
keamanan sesuai dengan besarannya untuk dikelompokkan dalam isu keamanan yang
berskala nasional, provinsial atau lokal. Situasi dan kondisi nasional yang berkembang,
disamping dipengaruhi oleh perkembangan secara global maupun regional, pada
kenyataannya nampak pada segenap aspek/gatra kehidupan bangsa, baik dalam gatra
alamiah maupun gatra sosial. Dari Aspek Geografi; Indonesia yang terletak pada posisi
silang dunia merupakan letak yang sangat strategis untuk kepentingan lalu lintas
perekonomian dunia selain itu juga memiliki berbagai permasalahan yang sangat rawan
terhadap timbulnya disintegrasi bangsa. Dari ribuan pulau yang dihubungkan oleh laut
memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan kondisi alamnya yang juga sangat
berbeda-beda pula menyebabkan munculnya kerawanan sosial yang disebabkan oleh
perbedaan daerah misalnya daerah yang kaya akan sumber kekayaan alamnya dengan
daerah yang kering tidak memiliki kekayaan alam dimana sumber kehidupan sehari-hari
hanya disubsidi dari pemerintah dan daerah lain atau tergantung dari daerah lain. Daerah
yang berpotensi untuk memisahkan diri adalah daerah yang paling jauh dari ibu kota, atau
daerah yang besar pengaruhnya dari negara tetangga atau daerah perbatasan, daerah
yang mempunyai pengaruh global yang besar, seperti daerah wisata, atau daerah yang
memiliki kakayaan alam yang berlimpah.
Kemudian Aspek Demografi; Jumlah penduduk yang besar, penyebaran yang
tidak merata, sempitnya lahan pertanian, kualitas SDM yang rendah berkurangnya
lapangan pekerjaan, telah mengakibatkan semakin tingginya tingkat kemiskinan karena
rendahnya tingkat pendapatan, ditambah lagi mutu pendidikan yang masih rendah
menyebabkan sulitnya kemampuan bersaing dan dapat dengan mudah dipengaruhi oleh
tokoh elit politik/intelektual untuk mendukung kepentingan pribadi atau golongan.
Dilihat dari Aspek Kekayaan Alam; Kekayaan alam Indonesia yang melimpah
baik hayati maupun non hayati akan tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi negara
Industri, walaupun belum secara keseluruhan dapat digali dan di kembangkan secara
optimal namun potensi ini perlu didayagunakan dan dipelihara sebaik-baiknya untuk
kepentingan pemberdayaan masyarakat dalam peran sertanya secara berkeadilan guna
mendukung kepentingan perekonomian nasional. Kekayaan alam Indonesia yang sangat
beragam dan berlimpah dan penyebarannya yang tidak merata dapat menyebabkan
kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa, karena hal ini meliputi hal-hal seperti
pengelolaan, pembagian hasil, pembinaan apabila terjadi kerusakan akibat dari
pengelolaan.
8
Dari Aspek Ideologi; Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia
dalam penghayatan dan pengamalannya masih belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-
nilai dasar Pancasila, bahkan saat ini sering diperdebatkan. Ideologi Pancasila
cenderung tergugah dengan adanya kelompok-kelompok tertentu yang mengedepankan
faham liberal atau kebebasan tanpa batas, demikian pula faham keagamaan yang bersifat
ekstrim baik kiri maupun kanan. Gerakan-gerakan kelompok radikal merupakan salah
satu ancaman nyata. Motif yang melatarbelakangi gerakan-gerakan tersebut dapat
berupa dalih agama, etnik, atau kepentingan rakyat. Pada saat ini masih terdapat anasir-
anasir radikalisme yang menggunakan atribut keagamaan berusaha mendirikan negara
dengan ideologi lain. Apabila kondisi ini tidak ditangani dengan bijaksana pada akhirnya
dapat menimbulkan kemungkinan disintegrasi bangsa.
Ditinjau dari Aspek Politik; Ancaman berdimensi politik dapat bersumber dari luar
negeri maupun dari dalam negeri. Dari luar negeri, ancaman berdimensi politik dilakukan
oleh suatu negara dengan melakukan tekanan politik terhadap Indonesia. Intimidasi,
provokasi, atau blokade politik merupakan bentuk-bentuk ancaman nirmiliter berdimensi
politik yang sering kali digunakan oleh pihak-pihak lain untuk menekan negara lain.
Ancaman berdimensi politik yang berasal dari luar dapat dilakukan oleh aktor negara dan
aktor yang bukan negara dengan menggunakan isu-isu global sebagai kendaraan untuk
menyerang atau menekan Indonesia. Pelaksanaan penegakan HAM, demokratisasi,
penanganan lingkungan hidup, serta penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan
akuntabel selalu menjadi komoditas politik bagi masyarakat internasional untuk
mengintervensi suatu negara.
Ancaman yang berdimensi politik yang bersumber dari dalam negeri dapat berupa
penggunaan kekuatan berupa mobilisasi massa untuk menumbangkan suatu
pemerintahan yang berkuasa, atau menggalang kekuatan politik untuk melemahkan
kekuasaan pemerintah. Ancaman separatisme juga merupakan bentuk ancaman politik
yang timbul di dalam negeri. Hal lain yang juga menonjol adalah timbulnya penguatan
identitas lokal sebagai respons masyarakat dalam menyikapi pemberlakuan Otonomi
Daerah. Penguatan identitas lokal banyak dimunculkan dalam kemasan isu putra daerah,
hak adat, dan hak ulayat. Kondisi yang berkembang seperti ini sangat kontraproduktif
dengan prinsip bangsa Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Penguatan identitas lokal
yang tidak terkelola dengan baik berpotensi menyulut konflik horizontal yang berdimensi
suku, agama, ras dan antargolongan, serta antar kepentingan.
9
Selanjutnya dari Aspek Ekonomi; Ekonomi tidak saja menjadi alat stabilitas
dalam negeri, tetapi juga merupakan salah satu alat penentu posisi tawar setiap negara
dalam hubungan antarnegara atau pergaulan internasional. Negara-negara dengan
kondisi perekonomian yang lemah sering menghadapi kesulitan dalam berhubungan
dengan negara lain yang posisi ekonominya lebih kuat. Ekonomi yang kuat biasanya
diikuti pula dengan politik dan militer yang kuat. Ancaman berdimensi ekonomi berpotensi
menghancurkan pertahanan sebuah negara. Pada dasarnya ancaman berdimensi
ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. Dalam konteks
Indonesia, ancaman internal dapat berupa inflasi dan pengangguran yang tinggi,
infrastruktur yang tidak memadai, penetapan sistem ekonomi yang belum jelas,
ketimpangan distribusi pendapatan dan ekonomi biaya tinggi, sedangkan secara
eksternal, dapat berbentuk indikator kinerja ekonomi yang buruk, daya saing rendah,
ketidaksiapan menghadapi era globalisasi, dan tingkat dependensi yang cukup tinggi
terhadap asing.
Dari tinjauan Aspek Sosial Budaya; Ancaman yang berdimensi sosial budaya
dapat dibedakan atas ancaman dari dalam, dan ancaman dari luar. Ancaman dari dalam
didorong oleh isu-isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakadilan. Isu
tersebut menjadi titik pangkal timbulnya permasalahan, seperti separatisme, terorisme,
kekerasan yang melekat-berurat berakar, dan bencana akibat perbuatan manusia. Isu
tersebut lama kelamaan menjadi “kuman penyakit” yang mengancam persatuan dan
kesatuan bangsa, nasionalisme, dan patriotisme. Watak kekerasan yang melekat dan
berurat berakar berkembang, seperti api dalam sekam di kalangan masyarakat yang
menjadi pendorong konflik-konflik antar masyarakat atau konflik vertikal antara
pemerintah pusat dan daerah. Pertumbuhan penduduk yang terus berlangsung telah
mengakibatkan daya dukung dan kondisi lingkungan hidup yang terus menurun.
Bersamaan dengan itu merebaknya wabah penyakit pandemi, seperti flu burung, demam
berdarah, HIV/AIDS, dan malaria merupakan tantangan serius yang dihadapi di masa
datang.
Ancaman dari luar timbul bersamaan dengan dinamika yang terjadi dalam format
globalisasi dengan penetrasi nilai-nilai budaya dari luar negeri sulit dibendung yang
mempengaruhi nilai-nilai di Indonesia. Kemajuan teknologi informasi mengakibatkan
dunia menjadi kampung global yang interaksi antar masyarakat berlangsung dalam waktu
yang aktual. Yang terjadi tidak hanya transfer informasi, tetapi juga transformasi dan
sublimasi nilai-nilai luar secara serta merta dan sulit dikontrol. Sebagai akibatnya, terjadi
benturan peradaban, lambat-laun nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa semakin
10
terdesak oleh nilai-nilai individualisme. Fenomena lain yang juga terjadi adalah konflik
berdimensi vertikal antara pemerintah pusat dan daerah, disamping konflik horizontal
yang berdimensi etnoreligius masih menunjukkan potensi yang patut diperhitungkan.
Bentuk-bentuk ancaman sosial budaya tersebut apabila tidak dapat ditangani secara tepat
dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Kemudian yang terakhir dari Aspek Pertahanan dan Keamanan; Bentuk
ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi bersifat multi
dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, hal ini seiring
dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi dan
komunikasi. Demikian pula sarana dan prasarana pendukung didalam pengamanan
bentuk ancaman yang bersifat multi dimensional yang bersumber dari permasalahan
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya. Adanya ketidaksamaan persepsi tentang
ancaman pertahanan dan keamanan ini dapat menimbulkan ketidakefektifan penanganan
ancaman yang muncul sehingga cenderung dapat mengganggu stabilitas nasional.
Dari uraian di atas nampak bahwa spektrum bahaya yang akan dihadapi bangsa
di masa depan bersifat komprehensif (Comprehensive Security Threat). Disamping
bahaya militeristik antar negara yang disebut bahaya simetrik, juga berkembang bahaya
asimetrik aktor‐aktor non‐negara terhadap “human security” baik yang bersifat bencana
alam baik natural maupun “man mad” seperti “global warming”; bahaya sosial ekonomi
berupa kemiskinan, pengangguran, penyakit menular, gobalisasi yang tak terkendali
sehingga menimbulkan “global injustice”, kerusakan lingkungan hidup juga bahaya sosial
politik dalam bentuk terorisme, radikalisme, perasaan ketidakadilan, konflik horizontal,
separatisme, kejahatan transnasional terorganisasi dan sebagainya. Kondisi ini
dipengaruhi pula dengan menurunnya rasa nasionalisme yang ada didalam masyarakat
sehingga semakin memperberat usaha-usaha pemerintah dalam rangka menumbuhkan
kesadaran bela negara. Dengan demikian urgensi internalisasi nilai-nilai bela negara
menjadi sangat vital dan mendesak harus dilakukan dengan lebih kuat, intensif dan
komprehensif.
Terkait dengan uraian diatas maka bagaimana konsep bela negara yang harus
dipahami serta nilai-nilai apa yang harus dibangun perlu dijelaskan lebih lanjut. Konsep
bela negara dapat diartikan secara fisik dan non-fisik, secara fisik dengan mengangkat
senjata menghadapi serangan atau agresi musuh, secara non-fisik dapat didefinisikan
sebagai segala upaya untuk mempertahankan negara dengan cara meningkatkan rasa
nasionalisme, yakni kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan
11
terhadap tanah air, serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara. Bela
negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.
Kementerian Pertahanan mengembangkan lima nilai dasar bela negara, yaitu cinta tanah
air, sadar berbangsa dan bernegara, yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela
berkorban untuk bangsa dan negara, serta memiliki kesiapan psikis dan fisik untuk
melakukan upaya bela negara. Selanjutnya nilai-nilai bela negara inilah yang harus
diwujudkan dalam tindakan nyata. Nilai-nilai bela negara apabila diterapkan akan
berimplikasi pada daya penangkalan (deterrence effect) terhadap bangsa lain yang ingin
menghancurkan atau menyerang negara kita ataupun ancaman yang datang dari dalam
negeri. Implementasi nilai dasar tersebut antara lain, Pertama, Cinta tanah air, yang
penjabarannya adalah menjadi warga Negara Indonesia yang bangga sebagai bangsa
Indonesia, yang mana memiliki rasa percaya diri, tanggung jawab, dan kemandirian moral
serta keberanan moral. Selain itu seorang warga negara dapat memberikan kontribusi
pada kemajuan bangsa dan negara disegala aspek kehidupan sesuai dengan
kemampuan, profesi serta jangkauan kewenangannya serta seorang warga negara harus
mengenal, memahami dan mencintai wilayah nasional dengan cara menjaga nama baik
bangsa dan negara, menjaga tanah dan pekarangan serta seluruh ruang wilayah
Indonesia.
Kedua, Memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara, yaitu warga negara yang
mampu menjalankan hidup dan mampu berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, dengan ciri-ciri mencintai persatuan dan kesatuan, dimulai dari
lingkungan yang terkecil, yakni keluarga, kemudian lingkungan sekitar tempat tinggal
(RT/RW), kelurahan, camat, kabupaten/kota, provinsi hingga negara, menjaga nilai-nilai
budaya bangsa, taat pada aturan hukum, dan berbagai norma yang telah disepakati
bersama, seperti norma sopan santun, norma hukum dan norma moral, mengakui,
menghargai dan menghormati bendera merah putih, Lambang negara dan lagu
kebangsaan Indonesia Raya, menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan mengutamakan kepentingan bangsa diatas
kepentingan pribadi, keluarga & golongan.
Ketiga, Yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara, yang memiliki beberapa
makna, diantaranya memahami nilai-nilai dalam Pancasila disertai dengan melaksanakan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, menjadikan Pancasila sebagai
pemersatu bangsa dan negara atau dapat dijadikan kerangka acuan dalam interaksi dan
12
komunikasi serta landasan bertindak, Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara RI,
dalam hal ini nilai-nilai Pancasila sebagai sumber inspirasi dan pedoman dalam menata
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Keempat, Rela berkorban untuk bangsa dan negara, yang memiliki makna dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita dituntut untuk rela berkorban,
baik itu pikiran, waktu, tenaga, dan bahkan nyawa sekalipun. Rela berkorban untuk
bangsa dan negara, bukanlah tindakan yang sia-sia, sebab dengan rela berkorban, berarti
akan menyangkut harkat dan martabat diri pribadi. Ini mengandung arti dengan
berkorban untuk orang lain, terlebih lagi untuk bangsa dan negara akan menjadikan diri
kita orang yang dipercaya, dengan catatan apa yang kita lakukan harus dapat
dipertanggung jawabkan dan direncanakan dengan matang, bukan asal berkorban atau
berkorban secara asal-asalan.
Kelima, Memiliki kemampuan awal bela negara. Kemampuan awal disini
menyangkut kemampuan psikis (jiwa) atau kemampuan warga negara untuk bersikap dan
berprilaku disiplin, ulet, kerja keras, percaya akan kemampuan diri (kemandirian moral
dan keberanian moral), tahan uji dan pantang menyerah. Jika warga negara tidak
memiliki kemampuan psikis, sulit bagi sebuah bangsa untuk mencapai cita-cita dan tujuan
nasional, bahkan mungkin akan membawa kepada jurang kehancuran. Dan selanjutnya
adalah kemampuan fisik, dimana setiap warga negara harus sehat, tangkas, memiliki
tubuh yang proporsional sehingga akan mendukung kondisi kejiwaan (psikis).
Apabila ditelaah, dapat ditemukan bahwa nilai‐nilai bela negara ini adalah nilai-
nilai kebangsaan yang mengacu pada konsensus dasar bangsa yang unsur‐unsurnya
terdiri dari falsafah bangsa Pancasila, konstitusi negara Undang‐Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
semboyan bangsa Bhinneka Tunggal Ika, dengan tetap menjaga keseimbangan antara
moralitas institusional/kelembagaan negara, moralitas sosial yang menyangkut
kepentingan umum dan masyarakat (social morality) dan moralitas sipil (civil morality)
serta moralitas global (global morality). Dengan demikian nilai-nilai bela negara inilah
yang sebenarnya menjadi tonggak dan landasan ketahanan nasional Indonesia. Sehingga
mengingat nilai strategis pemantapan nilai‐nilai bela negara inilah maka
pembangunannya harus dilaksanakan secara teratur, terarah dan berkesinambungan di
lintas profesi, multi sektoral, lintas budaya dan agama.
13
Setelah adanya pemahaman pada tingkat kognitif tentang konsep dan nilai yang
dikembangkan, implementasi pembangunan nilai-nilai bela negara tersebut harus
dijabarkan dalam bentuk upaya yang nyata. Dari uraian diatas kita sudah memiliki
pemahaman bahwa kesadaran bela negara merupakan satu hal yang esensial dan harus
dimiliki oleh setiap warga negara, sebagai wujud penunaian hak dan kewajibannya dalam
upaya bela negara. Kesadaran ini menjadi modal sekaligus kekuatan bangsa dalam
rangka menjaga keutuhan, kedaulatan serta kelangsungan hidup bangsa dan negara
Indonesia. Harus disadari pula bahwa integrasi pada dasarnya merupakan proses
panjang dan sulit, yang artinya bahwa integrasi merupakan suatu proses
berkesinambungan, berdasarkan suatu keberhasilan menuju keberhasilan berikutnya.
Berkaitan dengan kedua hal tersebut, maka pembinaan kesadaran bela negara
merupakan sebuah upaya untuk mewujudkan warga negara Indonesia yang
mengerti,menghayati serta yakin untuk menunaikan hak dan kewajibannya dalam upaya
bela negara, merupakan upaya yang harus terus menerus dilakukan guna menjaga
keutuhan dan kelangsungan hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal
yang pokok dan utama dalam rangka pembangunan kesadaran bela negara ini adalah
harus adanya kesamaan persepsi terlebih dahulu tentang arti penting bela negara
secara nasional sehingga implementasi nilai‐nilai bela negara tumbuh sebagai kesadaran
internal dan kewajiban personal sebagai warga negara dan memahami bahwa hal
tersebut bermuara kepada keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara. Membangun
kesamaan persepsi ini bukanlah hal yang mudah dan dapat dilakukan secara instan
karena terkait dengan pola pikir dan pengalaman yang dimiliki individu, diperlukan proses
waktu yang terintegrasikan dengan metode-metode pendekatan yang komprehensif dan
sesuai dengan perkembangan pola pikir masyarakat . Penyamaan persepsi ini terkait
dengan visi, hakikat, tujuan dan sasaran dari bela negara. Pemahaman ini tidak hanya
disampaikan pada ranah pengetahuan saja tetapi harus masuk pada ranah penghayatan
dan aktualisasi. Sebagai pionernya adalah dapat dimulai secara institusional (instansi
pemerintah/swasta) atau membentuk lembaga nasional dengan menyiapkan payung
hukum kuat. Metode yang digunakan harus mampu mewadahi gaya/kebiasaan hidup
masyarakat dan disesuaikan dengan perkembangan pola pikir masyarakat sesuai
komunitasnya.
Kemudian dalam penyelenggaraan pembangunan kesadaran bela negara harus
sebagai sebuah gerakan nasional yang serius, teratur, terarah dan berkesinambungan
meliputi semua aspek kehidupan masyarakat dan dilaksanakan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, partai politik, swasta maupun masyarakat. Pemerintah, mengatur
14
dan mengembangkan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemantapan nilai‐nilai
bela negara; Pemerintah Daerah menyelenggarakan pemantapan nilai‐nilai bela negara
sesuai kebijakan dan peraturan per undang‐undangan yang berlaku; Partai politik dan
swasta menyelenggarakan pemantapan nilai‐nilai bela negara dengan bantuan teknis dari
pemerintah sesuai dengan yang telah diatur dalam peraturan perundang‐undangan;
Masyarakat membentuk asosiasi atau lembaga penyelenggaraan pemantapan nilai‐nilai
bela negara dalam organisasi yang dibentuk sendiri oleh masyarakat selama tidak
bertentangan dengan peraturan perundang‐undangan yang berlaku dan diatur dalam
peraturan perundang‐undangan yang lebih rendah. Selanjutnya pemantapan nilai‐nilai
bela negara wajib diikuti oleh setiap warga negara disesuaikan dengan tingkat pendidikan
dan pemahaman serta situasi yang melingkupi warga negara serta dalam
pelaksanaannya harus tetap mengacu pada kebijakan pemerintah dibidang pemantapan
nilai‐nilai bela negara, sedangkan dalam pelaksanaan teknisnya diatur oleh peraturan
sesuai bidang fungsinya. Dengan ditetapkannya pembangunan bela negara sebagai
gerakan nasional, maka pelaksanaannya dapat berlangsung dalam berbagai jalur pada
pendidikan formal, non formal, pendidikan dan pelatihan kedinasan/swasta, organisasi
kemasyarakatan/ partai politik, keluarga maupun kegiatan pendidikan melalui dunia
maya/media internet.
Pembangunan nilai‐nilai bela negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pembinaan sumber daya manusia Indonesia yang juga menjadi bagian dari sistem
pendidikan nasional. Sehingga dalam rangka penyelarasan pengelolaan pemantapan
nilai‐nilai bela negara, perlu ditetapkan kebijakan umum dan nasional yang berlandaskan
kebijakan dan strategi pembinaan sumber daya manusia Indonesia yang dijabarkan oleh
lingkup departemen/instansi sampai dengan unsur-unsur pemerintah daerah. Dalam
pelaksanaannya sangat diperlukan partisipasi seluruh elemen masyarakat sehingga dapat
berperan aktif untuk menyumbangkan berbagai pemikiran sesuai dengan perkembangan
yang terjadi di dalam masyarakat selama tidak bertentangan dengan peraturan
perundang‐undangan yang berlaku.
Dalam rangka mendapatkan hasil yang optimal dan berkesinambungan dalam
pembangunan nilai‐nilai bela negara perlu regenerasi secara terus menerus. Dalam
peralihan generasi ini tidak dapat terjadi secara alamiah, tetapi harus melalui rekayasa
sosial yang demokratis dan dialogis. Dalam hal ini peranan pendidikan sebagai
lembaga penanaman kemampuan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan
perilaku (affeksi, behavior) yang akan mewarnai peradaban dan keluarga sebagai ikatan
15
yang mengandung “chemistry” kultural yang erat karena ikatan darah sangat strategis.
Dunia pendidikan dan keluarga harus dibebaskan dari pemasungan (karantina) peserta
didik dan anggota keluarga dari persoalan‐persoalan dasar bangsa yang riil. Dalam iklim
yang masih sangat paternalistik nampaknya keteladanan para pendidik dan orang tua
dalam pemantapan nilai‐nilai bela negara sangat signifikan, dalam interaksi yang
demokratis dan dialogis sehingga akan sangat berpengaruh terhadap sikap anak‐anak
sebagai generasi penerus bangsa terhadap makna nilai‐nilai bela negara.
Pembangunan nilai-nilai bela negara sebagai sebuah program pembangunan
sumber daya manusia agar dapat terlaksana secara berlanjut dan berkesinambungan,
maka perlu juga dukungan moral, politis dan anggaran yang memadai dalam rangka
penyelenggaraanya baik dari anggaran negara maupun dibukanya kesempatan
partisipasi masyarakat.
Akhirnya hal yang mendasar dan krusial dalam pembangunan nilai-nilai bela
negara adalah bagaimana membangun kesadaran pribadi diri kita mulai dari lingkungan
keluarga, lingkungan kerja/instansi maupun dalam masyarakat. Kesadaran dan
keteladanan yang kuat dan positif dari setiap individu warga negara akan memiliki efek
pengaruh kuat dan simultan kepada lingkungan jika dilaksanakan oleh setiap warga
negara sesuai fungsi, tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
Sebagai kesimpulan dari bahasan ide membangun kesadaran bela negara dalam
upaya mencegah disintegrasi bangsa berangkat dari pemahaman bahwa dalam era
global ini ancaman terhadap keutuhan bangsa Indonesia bersifat multidimensional dan
kompleks seiring dengan kondisi lingkungan strategis global, regional dan nasional.
Dengan demikian penanaman nilai-nilai bela negara seperti cinta tanah air, sadar
berbangsa dan bernegara, yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban
untuk bangsa dan negara serta kesiapan psikis dan fisik untuk melakukan upaya bela
negara bagi setiap warga negara memiliki urgensi yang tinggi bagi keutuhan dan
kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga pembangunan nilai-nilai bela
negara ini harus senantiasa diupayakan secara nasional, meliputi segala aspek
kehidupan, setiap komponen bangsa dan dilaksanakan secara konsisten dan
berkesinambungan.
Demi berhasilnya pembangunan kesadaran bela negara ini diperlukan kerjasama
semua komponen bangsa mulai dari menyamakan persepsi, menjadikan sebagai gerakan
nasional sehingga dapat dilaksanakan dalam berbagai jalur, komitmen dari penentu dan
16
pelaksana kebijakan dalam memberikan dukungan moril dan anggaran termasuk payung
hukum yang kuat serta diperlukannya rekayasa sosial yang berkesinambungan dalam
rangka regenerasi nilai-nilai bela negara dan komitmen dari setiap individu warga negara
untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa dan Negara Indonesia sesuai fungsi dan
tugasnya.
Demikian makalah tentang membangun kesadaran bela negara dalam upaya
mencegah disintegrasi bangsa di era global, semoga dapat bermanfaat bagi para peserta
penataran.
Selesai.
Daftar Pustaka
Amirul Isnaini, Mayor Jenderal TNI, Mencegah Keinginan Beberapa Daerah Untuk Memisahkan Diri Tegak Utuhnya NKRI, Jakarta, Lemhannas 2001.
Bennet, Christine, “Comprehensive Multikultural Education : Theory and Practice”, edisi kedua, Allyn and Bacon‐London‐Sydney‐Torornto, 1990.
Darmodiharjo, Darji, “ Cita Negara Integralistik Indonesia Dalam UUD 1945”, BP‐ 7
Departemen Pertahanan RI, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, Jakarta, 2008.
Departemen Pertahanan RI, Doktrin Pertahanan Negara, Jakarta, 2007.
Departemen Pertahanan RI, Kesadaran Bela Negara Menjadi Soft Power Indonesia Menghadapi Ancaman Nir Militer dalam http://www.buletindephan.go.id edisi Selasa, 09 Februari 2010
Departemen Pertahanan RI, Postur Pertahanan Negara, Jakarta, 2007.
Departemen Pertahanan RI, Strategi Pertahanan Negara, Jakarta, 2007.
Dirjen Pothan Dephan, Buku Petunjuk Penyelenggaraan Pembinaan Kesadaran Bela Negara, Skep/56/XII/2004, tanggal 7 Desember 2004.
Hasil Panyek Puslitbang Strahan TA 2002/2003, Pengembangan Strategi Pertahanan Untuk Menanggulangi Kemungkinan Disintegrasi Bangsa Dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional.
HB. Amiruddin Maulana, Drs, SH, Msi. “Menjaga Kepentingan Nasional Melalui Pelaksanaan Otonomi Daerah Guna Mencegah Terjadinya Disintegrasi Bangsa”, Jakarta, Lemhannas, 2001.
Ketetapan MPR Nomor : V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. Jakarta, 2000.
Lemhanas RI, Naskah Akademik ; Pedoman Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan, Jakarta, 2009.
Perpustakaan Universitas Indonesia, Pembinaan kesadaran bela negara sebagai salah satu upaya mencegah disintegrasi bangsa (studi kasus di Provinsi Nanggroe
17
Aceh Darussalam); Abstrak Tesis S2 oleh Endang Purwaningsih dalam http://www.lontar.ui.ac.id// opac/themes/libri2/detail.jsp?id=88471&lokasi=lokal
Sekretariat Jenderal MPR RI. Undang‐undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam satu naskah.
Sekretariat Negara RI. Undang-Undang RI Nomor. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta, 2004.
Sekretariat Negara RI. Undang-Undang RI Nomor. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah . Jakarta, 1999.
Sekretariat Negara RI. Undang-Undang RI Nomor. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara . Jakarta, 2002.
Sekretariat Negara RI. Undang-Undang RI Nomor. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Jakarta, 2004.
Tim ICCE UIN Jakarta, “Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) : Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani”, Jakarta, Praneda Media, 2003.
Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Undang‐undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
18
Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Pada Pendidikan Karakteroleh: Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Warsito, S.H., M.M.
(Ketua ADPK Pusat)
PENDAHULUAN
Krisis multidimensi yang melanda Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Bahkan kondisi Bangsa dan
Negara kita saat ini terasa semakin menghawatirkan. Terutama dari sisi nasionalisme,
bahkan cenderung kepada dis-integrasi. Kondisi ini tidak lepas dari pengaruh globalisasi
atau pengaruh dari perkembangan lingkungan strategik baik secara internasional,
regional maupun nasional. Dalam upaya mengatasi kondisi tersebut, hendaknya bertolak
dari bagaimana kita memberikan pemahaman kehidupan berbangsa dan bernegara.
Upaya ini tidak lepas dari bagaimana kita memberikan pendidikan kewarganegaraan
kepada generasi muda (pemuda – pelajar – mahasiswa). Didalam upaya kita memberikan
pendidikan kewarganegaraan sudah barang tentu kita berlandaskan pada Pancasila
sebagai Ideologi Negara dan Undang-undang Dasar 1945 yang menjadi dasar dalam
upaya menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Disamping itu Pendidikan
Kewarganegaraan juga harus dilandasi oleh Pendidikan Moral Bangsa atau Pendidikan
Karakter.
PERAN PENDIDIKAN TINGGI
Peran Pendidikan Tinggi dalam membangun sikap dan moral bangsa sudah diawali
dari sebelum terbentuknya negara ini. Munculnya intelektual muda lulusan perguruan
tinggi pada jamannya. Dr. Wahidin Soedirohusodo, Dr. Soetomo, Dr. Tjipto
Mangunkusumo, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan ratusan intelektual muda lainnya
mengawali kesadaran kebangsaan Indonesia adalah lebih embrional dan genial serta
nyata dalam menampilkan peran Pendidikan Tinggi tersebut. Kesadaran itulah yang
melahirkan Indonesia dan ke-Indonesia-an yang merdeka.
Dihadapkan pada kondisi, pada era global yang senantiasa berkembang dengan
mewarisi semangat dan pemikiran serta perjuangan para intelektual muda pendahulu kita
tersebut maka Pendidikan Tinggi mengemban peran sangat penting dan mulia dalam
upaya memberikan pemahaman tentang makna kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sesuai dengan UU. RI. Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
PendidikanTinggi berperan :
19
a. Menyapkan mahasiswa menjadi warganegara beriman dan berakhlak, memiliki
kemampuan akademik dan intelektual dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi
dan /atau seni, yang memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu mengembangkan
potensi dirinya menjadi manusia produktif bagi kehidupan pribadi, masyarakat,
bangsa dan umat manusia.
b. Mengembangkan, menyebarluaskan dan menerapkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan /atau seni untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan daya
saing bangsa serta memperkaya budaya.
c. Mendorong perubahan dan pembaharuan masyarakat sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan /atau seni.
Keluaran dari peran atau fungsi Pendidikan Tinggi adalah 2 (dua) kualitas
kemampuan mahasiswa calon pemimpin masa depan, yakni kualitas intelektual dan
kualitas wawasan kebangsaan. Aspek kualitas intelektual memberikan landasan kuat
dalam konsepsinya membangun bangsa. Sedangkan aspek kualitas wawasan
kebangsaan memberikan arah dan haluan kemempuan intelektual dalam mencapai tujuan
nasional. Untuk dapat menghasilkan keluaran tersebut kepada mahasiswa disamping
diberikan bekal ilmu pengetahuan, teknologi dan /atau seni juga harus diberikan bekal
tentang wawasan kebangsaan.
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Berbicara tentang pendidikan kewarganegaraan tidak dapat dilepaskan dari
paradigma kewarganegaraan dan tidak bisa berangkat dari makna warga negara (citizen).
Sesuai dengan konsep liberal, dimana konsep kewarganegaraan pada umumnya
dipahami dalam konteks legal formal. Warga Negara memahami dirinya sebagai pribadi-
pribadi dan sebagai pihak yang otonom dalam suatu ikatan yang berdaulat (sovereign
compact). Namun bila dikaitkan dengan pengertian warga negara NKRI, kita lebih tepat
berbicara kewarganegaraan dalam pengertian citizen yang bermakna warga negara yang
memiliki jiwa dan semangat public (dalam kaitan dengan kepentingan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara), sebagai strategi kebijakan politik negara bangsa.
Dalam variasi pemahaman kewarganegaraan paling tidak dapat di-elaborasikan
menjadi 3 (tiga) pengertian sebagai berikut :
a. Kewarganegaraan adalah pemberdayaan masyarakat /warga negara dalam
keterlibatannya /keikutsertaannya atau partisipasi aktif dalam menata kehidupan
komunitas politik, kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
20
b. Kewarganegaraan sebagai dimensi pemenuhan hak sosial budaya (basic right
sufficiency) termasuk hak rasa aman, sebagai suatu ikatan yang berdaulat
(sovereign compact).
c. Kewarganegaraan dikaitkan dengan upaya pencegahan /perbaikan terhadap
terjadinya berbagai konflik berdasarkan perbedaan kelas atau pluralism.
Dari elaborasi 3 (tiga) pengertian kewarganegaraan tersebut diatas bila kita kaitkan
dengan pendidikan kewarganegaraan dapat dipahami bahwa :
a. Pendidikan kewarganegaraan adalah bagian dari proses upaya membangun
cara hidup multikultural untuk meningkatkan wawasan kebangsaan, yang pada
gilirannya akan menumbuhkan kesadaran bela dalam rangka memperkokoh
ketahanan nasional. Jadi dalam hal ini pendidikan kewarganegaraan adalah
penanaman nilai cara hidup /pola sikap dan perilaku normatif atas keragaman
sosial budaya (multikulturisme) ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, dalam rangka membentuk kekenyalan, ketahanan
(resilience) mental bangsa dalam menghadapi benturan konflik ipoleksosbud.
b. Pendidikan Kewarganegaraan adalah penanaman pola sikap dan perilaku
normative bagi seluruh warga negara untuk memiliki kepedulian terhadap
kehidupan politiknya (kehidupan bermasyakat, berbangsa dan bernegara).
Pendidiakn Kewarganegaraan dalam hal ini merupakan upaya pembentukan
moral dan kepribadian kebangsaan bagi anak bangsa dan warga negaranya untuk
memiliki rasa kebangsaan dan mencintai tanah air (kesadaran bela negara).
LANDASAN YURIDIS DAN PEMAHAMAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
a. UUD 1945 Bab X pasal 27 ayat (3) mengamanatkan tentang hak dan
kewajiban setiap warga negara dalam upaya bela negara. Resultante dari ayat
tersebut adalah pasal 30 Bab XII UUD 1945 yang berisi hak dan kewajiban
warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan. Penjabaran dari
usaha pertahanan dan keamanan tersebut yang dikaitkan dengan Pendidikan
Kewarganegaraan dituangkan dalam UU. RI. Nomor 3 tahun 2003 tentang
“Pertahanan Negara” pasal 9 menyatakan :
Ayat (1) : Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela
negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan
negara.
Ayat (2) : Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan melalui :
a. Pendidikan Kewarganegaraan
21
b. Pelatihan Dasar Kemiliteran secara wajib
c. Pengabdian sebagai prajurit TNI secara wajib atau sukarela
d. Pengabdian sesuai dengan profesi
Dengan demikian melaksanakan pendidikan kewarganegaraan pada
hakikatnya adalah suatu upaya bela Negara.
b. UUD 1945 Bab XIII pasal 31 ayat (1) mengamanatkan setiap warga berhak
mendapat pendidikan. Penjabaran dari hak mendapat pendidikan bagi setiap
warga negara yang berkaitan dengan Pendidikan Kewarganegaraan
dituangkan dalam UU. RI. Nomor 20 tahun 2003 tentang “Sistem Pendidikan
Nasional” pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan :
“Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu kurikulum wajib bagi
pendidikan dasar sampai pendidika tinggi”. Dimana dalam penjelasannya
disebutkan “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk
peserta didik /warga negara menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan
dan cinta tanah air”.
Meskipun secara tersurat terdapat perbedaan atau dipahami berbeda, namun
sesungguhnya secara tersirat keduanya mengandung makna dan tujuan yang sama.
Pendidikan Kewarganegaraan dengan konsepsi bela negara (UU.RI. Nomor 3 tahun
2003) dan Pendidikan Kewarganegaraan dengan konsepsi rasa kebangsaan dan rasa
cinta tanah air (UU.RI. Nomor 20 tahun 2003), secara tersurat berbeda, namun
perbedaan tersebut hanyalah perbedaan pemahaman. Dibalik yang tersurat kedua
pemahaman tersebut bermuara pada makna dan tujuan yang luhur. Ibarat dua sisi mata
uang yang tidak dapat dipisahkan. Bila warga negara memiliki rasa kebangsaan dan rasa
cinta tanah air, maka secara ikhlas dan tulus akan memenuhi hak dan kewajibannya
dalam upaya bela negara. Sebaliknya warga negara yang ikhlas dan tulus dalam
melaksanakan hak dan kewajibannya dalam bela negara tentu memiliki rasa kebangsaan
dan cinta kepada tanah airnya.
TUJUAN DAN KOMPETENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DI PERGURUAN TINGGI
Pendidikan Kewarganegaraansecara longitudunal (Pendidikan dasar – Menengah –
Tinggi) secara kognitif telah dilakukan dan dapat dipahami oleh peserta didik. Namun dari
segi domain afektif dan psikomotorik dalam kenyataannya masih dianggap kurang. Bila
dikaitkan dengan kompetensi tertentu dalam setiap mata pelajaran/ kuliah, bahwa
pendidikan kewarganegaraan belum mengacu pada kompetensi.
22
Pendidikan Kewarganegaraan baik dengan pemahaman untuk menumbuhkan
kesadaran bela negara maupun utuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan rasa cinta
tanah air, sangat tepat bil amencapai domain kognitif (meningkatkan pengetahuan), dan
domain afektif (menumbuhkan) jiwa, semangat dan kepekaan terhadap kesadaran upaya
Bela Negara. Untuk sampai pada domain psikomotorik (ketrampilan fungsional) perlu
dikaji lebih mendalam.
Sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas
Noomr: 38/DIKTI/Kep/2002, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan dan
kompetensi sebagai berikut :
→ Tujuan : agar mahasiswa :
a. Memiliki motivasi menguasai materi Pendidikan Kewarganegaraan
b. Mampu mengkaitkan dan mengimplementasikan dalam peranan dan kedudukan
serta kepentingannya sebagai individu, anggota keluarga/ masyarakat dan warga
negara yang terdidik.
c. Memiliki tekad dan kesediaan dalam mewujudkan kaidah-kaidah nilai berbangsa
dan bernegara untuk menciptakan masyarakat madani.
→ Dengan kompetensi :
Menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis serta berpandangan luas
dalam mengantarkan mahasiswa selaku warga negara memiliki :
a. Wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara, cinta tanah air
b. Wawasan kebangsaan untuk kesadaran berbangsa dan mempunyai ketahanan
nasional
c. Pola fikir, pola sikap yang komprehensip serta integral pada seluruh aspek
kehidupan nasional.
PENDIDIKAN KARAKTER
Karakter dalam bahasa Inggris adalah character. Menurut “The Contemporary
English – indonesian Dictionary” – Drs. Peter Salim – Revised, Fourth Edition, 1989.
Character dapat diartikan antara lain : sifat, perilaku, watak, ciri-ciri. Sedangkan menurut
H. Kabul Santoso dkk dalam bukunya “Pembangunan Moral Bangsa” (PT. Java Pustaka
Media Utama, Surabaya, 2005) dinyatakan bahwa moral dapat diberikan pengertian
antara lain sebagai sifat, karakter, kesadaran, keyakinan. Dengan demikian bila kita
berbicara Pendidikan Karakter pada hakikatnya adalah Pendidikan Moral. Kita masih
ingat pada beberapa waktu yang lalu ada matapelajaran PMP (Pendidikan Moral
Pancasila) di tingkat SD (sekolah dasar) maupun di sekolah menengah. Kita juga masih
ingat pernah ada matapelajaran Budi Pekerti.
23
Setiap bangsa sebagai suatu kolektivitas sebagimana halnya individu pasti memiliki
jiwa, moral, dan watak atau karakter. Jiwa, moral, watak atau karakter tersebut tumbuh
dan berkembang sesuai dengan perkembangan waktu. Kondisi moral dari waktu ke waktu
mengalami perubahan dan perkembangan yang berbeda-beda.
Perbincangan tentang Pendidikan Moral atau Pendidikan Karekter menjadi bagian
dari kajian filsafat etika. Dewasa ini kajian filsafat etika tentang perilaku atau karakter
manusia kurang diminati oleh masyarakat dan lembaga pendidikan, karena matapelajaran
atau matakuliah tentang etika jarang bahkan tidak ada dalam dunia pendidikan.
Kehidupan masyarakat semakin terbuka, liberal dan pragmatis sehingga muncul
pandangan bahwa kajian etika tidak terlalu relevan bagi pendidikan. Yang dianggap jauh
lebih penting adalah ilmu-ilmu yan praktis dan yang mampu menjawab kepantingan
pasar. Kendatipun telah terjadi perkembangan yang demikian, masyarakat dan bangsa
Indonesia sebaiknya atau seharusnya masih memerlukan Pendidikan Moral ataupun
Pendidikan Karakter.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, terjadi beberapa fenomena dari bangsa
Indonesia yang pada gilirannya mencuatnya perilaku atau karakter negatif dari sebagian
anggota masyarakat yang cukup mengkhawatirkan. Bahkan kita prihatin dengan
perjalanan bangsa Indonesia ke depan. Fenomena tersebut tidak lepas dari krisis
multidimensi yang belum menunjukkan tanda-tanda berakhir. Ditambah lagi dengan
dampak negatif dari globalisasi.
Tampaknya, karakter masyarakat Indonesia yang santun dalam berperilaku,
musyawarah mufakat dalam penyelesaian masalah, kearifan lokal (local wisdom) yang
kaya dengan pluralitas, toleransi telah berubah wujud menjadi hegemoni kelompok-
kelompok baru yang saling mengalahkan (K.H. Didin Hofidhudin, Republika, 25 April
2010). Kondisi ini sudah barang tentu dapat memicu timbulnya dis-integrasi.
Kita patut bertanya secara kritis, apakah pendidika telah kehilangan sebagian dari
fungsi utamanya ? Inikah hasil dari proses pendidikan yang seharusnya menjadi alat
transformasi nilai-nilai luhur peradaban ? Perlu diwaspadai bahwa pendidikan kita telah
tereduksi menjadi alat yang secara mekanik hanya menciptakan anak didik yang pintar
menguasai bahan ajar untuk sekedar lulus ujian atau wisuda menjadi sarjana.
Padahal sebagimana telah kita sadari bahwa pendidikan merupakan proses yang
paling bertanggung jawab dalam melahirkan warga negara yang memiliki karakter kuat
dalam membangun peradaban tinggi dan unggul serta mempunyai daya saing tinggi.
Karakter bangsa yang kuat merupakan modal dari pendidikan yang baik.
Ketika mayoritas karakter bangsa yang kuat, positif dan tangguh, peradaban yang
tinggi dapat dibangun dengan baik dan sukses. Sebaliknya, jika mayoritas karakter
24
bangsa negatif dan lemah, itu mengakibatkan peradaban yang dibangunpun menjadi
lemah (Aan Hasanah, 2009).
Realitas perilaku masyarakat di atas (meskipun dalam kuantitas belum menjadi
fenomena mayoritas) tampaknya sangat kontradiktif dengan rumusan tujuan pendidikan
nasional sebagaimana ditegaskan dalam UU No.20 tahun 2003 pasal 3, “Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi yang ber-iman dan
ber-taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Upaya memperbaiki sistem pendidikan (termasuk di dalamnya Pendidikan
Kewarganegaraan) merupakan suatu kebutuhan mutlak. Praktek pendidikan baik dalam
proses pembelajaran maupun evaluasi yang hanya menekankan aspek kognitif (hanya
pengetahuan), harus segera diperbaiki ke arah yang lebih menyatukan dengan aspek
afektif (sikap) dan aspek psikomotorik (keterampilan fungsional). Khusus aspek
psikomotorik ditinjau dari sudut agama adalah keterampilan beramal shaleh.
Demikian pula integrasi nilai-nilai agama pada seluruh batang tubuh dan materi
pelajaran harus segera diwujudkan. Tidak ada lagi pemisah antara pendidikan agama
pada satu sisi dengan pendidikan umum pada sisi lainnya, meskipun materi ajarannya
dapat dibedakan atau dipisahkan. Misalnya ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan
fenomena alam bertujuan untuk melahirkan kesadaran Tauhid (keimanan) kepada Allah
SWT sekaligus kesadaran sosial untuk memberikan yang terbaik bagi kehidupan
masyarakat. Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 164: “Sesungguhnya, dalam
penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di
laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia
sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda ke-Esa-an dan
kebesaran Allah bagi kaum yang memikirkan”.
Disamping implementasi (penerapan) seperti tersebut diatas, contoh dan suri
tauladan yang baik dalam seluruh bidang kehidupan merupakan hal yang penting dan
menentukan dalam upaya pembangunan karakter (baca: pendidikan karakter).
Keberhasialan Rasulullah SAW dalam membangun karakter umat dan bangsa saat itu
disebabkan dari ketauladanannya. Hal ini membuat orang tidak hanya melihat dan
mendengar ucapannya, tetapi melihat secara nyata perilaku keseharian Rasulullah SAW.
Oleh karena itu, setiap kita harus menjadi tauladan bagi lingkungan masing-masing.
25
Orang tua menjadi tauldan bagi anaknya, guru atau dosen menjadi tauladan bagi murid
atau mahasiswanya dan pemimpin menjadi tauladan bagi masyarakatnya.
Bila hal tersebut dilakukan secara bersama-sama dengan penuh rasa tanggung
jawab dan kesadaran yang tinggi, Insya Allah karakter bangsa akan dapat dibangun
dengan lebih baik dan komprehensip.
PENUTUP
Pendidikan Kewarganegaraan yang diselenggarakan selama ini secara umum telah
sesuai dengan upaya menumbuhkan kesadaran dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pendidikan Kewarganegaraan secara yuridis telah diamanatkan dalam
Undang-undang Dasar 1945 dengan penjabarannya pada Undang-undang terkait.
Dengan demikian Pendidikan Kewarganegaraan mutlak harus terlaksana dengan baik.
Terlebih lagi di dalam menghadapi pengaruh globalisasi dan perkembangan lingkungan
strategi yang dapat melunturkan rasa nasionalisme pada generasi muda/ mahasiswa.
Untuk dapat mencapai tujuan dan kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan maka
dalam pelaksanaannya perlu dilandasi dengan Pendidikan Karakter. Pendidikan Karakter
adalah Pendidikan Moral yang dilandasi dengan nilai-nilai luhur Pancasila serta tidak
lepas dari pemahaman nilai-nilai religi serta ketauladanan.
26
Aktualisasi Peran Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membangun Karakter Bangsa oleh: Prof. Dr. Misranto, S.H., M.Hum.
(Rektor Unmer Pasuruan)
A. Pendahuluan
Di Perguruan Tinggi, seorang dosen memegang peran sangat penting bagi
kemajuan institusinya. Hal ini telah lama disadari oleh dosen itu sendiri. Kesadaran ini
ditunjukkan oleh upaya-upaya pribadi untuk manjadikan dirinya memiliki kompetensi
dan kepakaran yang sesuai dengan minat dan bidang yang ditekuni. Aktualisasi
seorang dosen dengan jati dirinya sendiri akan dapat mengembangkan
kepakarannya menjadi tinggi. Di sisi yang lain Karso Mulyo mengatakan dalam dunia
pendidikan masih ada kalangan pendidik yang menyatakan bahwa keberhasilan
pendidikan hanya diukur dari tercapainya target akademis mahasiswa. Karena itu
wajar jika sebagian mereka ada yang mengajar hanya dengan orientasi bahwa
mahasiswa harus mendapatkan nilai akademis setinggi-tingginya jika ingin dianggap
telah berhasil. Belum terfikirkan bagaimana proses pembelajaran membawa siswa
kepada sosok generasi bangsa yang tidak sekedar memiliki pengetahuan, tetapi juga
memilki moral yang mencerminkan nilai-nilai luhur yang tertanam dalam benak
mahasiswa. Seiring dengan era globalisasi dan kemajuan dunia informasi, bangsa
Indonesia tengah dilanda krisis nilai-nilai luhur yang menyebabkan martabat bangsa
Indonesia dinilai rendah oleh bangsa lain. Oleh karena itu, karakter bangsa Indonesia
saat ini perlu dibangun kembali.
Membangun kembali jati diri Bangsa akibat perubahan dan globalisasi yang
pegang peranan penting, adalah Karakter dan hasrat untuk berubah dan faham akan
globalisasi. Jangan sampai perubahan dan pengaruh globalisasi justru merobek-
robek, dan menghancurkan jati diri Bangsa yang tidak lain adalah Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Ini yang harus kita pahami sehingga Negara dan
bangsa Indonesia justru berkembang dan selamat dari perubahan dan globalisasi itu
sendiri.
Yang menjadi permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang ini
dengan tidak mengurangi arti pentingnya ekonomi, politik, social, budaya, hokum,
termasuk didalamnya globalisasi sekalipun, justru terletak pada factor manusianya,
dalam hal ini adalah Bangsa Indonesia itu sendiri.
Pertanyaan yang kemudian muncul sekarang, adalah mengapa, ada apa
dengan masyarakat dan bangsa Indonesia sekarang ini. ?
27
Siapa yang harus disalahkan, apa masyarakatnya yang sedang sakit, atau
perubahan dan pengaruh globalisasi yang salah. Untuk itu maka anak bangsa
Indonesia harus mau perubahan dan mampu menghadapi globalisasi yang menjadi
bola liar merambah anak-anak, generasi muda, orang tua, kakek dan nenek-nenek
dari kota sampai pelosok desa diseluruh masyarakat dan bangsa Indonesia harus
kembali ke fitrohnya dengan mengenali dirinya sendiri, dengan menemukan kembali
jati dirinya, lalu membangun jati dirinya yang berarti membangun karakternya dan
secara bersama membangun karakter bangsa, sehingga dapat dibangkitkan kembali
jati diri bangsa yang tidak lain adalah Pancasila.
Merujuk pada pepatah “when character is lost, everything is lost”, kondisi
masyarakat dan bangsa yang pada saat ini dalam keadaan cenderung rusak
karakternya dan kalau berkelanjutan menjadi hilang, maka masyarakat dan bangsa
yang kehilangan karakternya akan terhapus dari muka bumi. Untuk itu saya secara
pribadi dan mewakili lembaga dan masyarakat benar-benar mengajak seluruh
masyarakat dan bangsa untuk melalui intropeksi menemukan kembali jati dirinya lalu
membangun karakternya untuk secara bersama dapat terhindar dari dampak
perubahan dan globalisasi atau hal-hal yang tidak kita ingainkan, yang akan bisa
terjadi pada masyarakat dan bangsa ini, yaitu terhapus dari muka bumi. Mari kita
bangkit dari keterpurukan dan siap menjadi bangsa dan Negara yang kembali
terhormat, bermartabat, maju, jaya, damai, adil dan sejahtera. Ada pepatah “ bila
harta kita hilang, sebenarnya tidak ada yang hilang, bila kesehatan kita yang hilang
ada sesuatu yang hilang, tetapi bila karakter kita hilang, kita akan kehilangan segala-
galanya.”
B. Kondisi Masyarsakat, Bangsa Indonesia sekarang ini.
Kita tahu, dan merasakan bahwa masyarakat dang bangsa Indonesia terkait
perubahan dan globalisasi sekarang kok tidak sewajarnya, apa masyarakatnya
sedang sakit tidak seperti dulu-dulu, terkenal dengan masyarakat dan bangsa yang
percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, andap, asor, sopan-santun,
gotong-royong, asah-asuh-asih, toleransi, memegang teguh prinsip, penuh didikasi
yang luhur, bermartabat sehingga disebut sebagai Orang Timur.
Pada dasarnya perubahan seperti yang kita ketahui, adalah dunia akan terus
berubah, tidak ada yang kekal, yang kekal adalah perubahan itu sendiri artinya
bahwa yang pasti perubahan itu selalu ada tinggal kita untuk memahami dan
mengaktualisasikan perubahan itu sendiri. Bagi yang tidak mampu memahami,
28
menyesuaikan dan mengaktualisasikan perubahan itu maka akan tertinggal atau
terlindas oleh perubahan itu sendiri.
Karakter sudah sering disebutkan dan dipahami arti harfiahnya oleh orang
banyak, namun pada kenyataannya masih banyak di antara kita yang
mengabaikannya (neglect). Karakter itu pertu dengan sengaja dibangun, dibentuk,
ditempa, dan dikembangkan serta dimantapkan. dalam membangun karakter sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, baik tingkungan kecil di dalam rumah, di dalam
masyarakat, dan selanjutnya meluas di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
bahkan di dalam kehidupan secara global.
Kondisi bangsa dipengaruhi oteh lingkungan strategis, baik yang bersifat
nasional, regional, maupun internasional. Kondisi bangsa saat ini dapat dipaparkan
sebagai berikut: keadaan bangsa lndonesia sejak tahun 1997/1998 dilanda krisis
multidimensi yang dampaknya sedang kita alami hingga saat ini dan tak kunjung
selesai. Berawal dari adanya krisis moneter ekonomi, potitik, hukum, kepercayaan,
kepemimpinan, dan yang sangat fatal adalah adanya krisis akhlak dan moral yang
mempunyai dampak berkelanjutan sampai hari ini. Krisis yang semula merupakan
krisis identitas menjadi lebih dalam karena menyangkut masalah hati nurani yang
mencerminkan adanya krisis karakter' terlebih lagi adanya krisis yang berkaitan
dengan jati diri.
C. Akar Permasalahan
Berlanjutnya keterpurukan menunjukkan betapa seriusnya masalah yang kita
hadapi saat ini. Untuk itu, harus dicari akar permasalahannya. Akar permasalahan
dari krisis multi dimensi memang berawal dari munculnya faktor eksternal, tetapi
justru yang lebih menentukan keadaan bangsa berawal dari faktor internal dimana
masalah ideologi, politik, ekonomi, sosial/budaya, dan pertahanan keamanan,
semuanya penting tetapi bermasalah. Dan sumber utama atau akar
permasalahannya justru ada pada faktor manusia itu sendiri, manusia lndonesia.
Jika akar permasalahan adalah manusianya, perlu didalami tentang manusia
pada umumnya dan manusia lndonesia pada khususnya. Jika hal ini tidak dilakukan,
setiap pemecahan masatah akan mempunyai nilai semu, sementara, tambal sulam,
bahkan ad-hoc belaka, yang tentunya akan mengakibatkan bertanjutnya
keterpurukan. Sebenarnya, manusia lndonesia tidak kalah cerdas dengan bangsa
lain. Kita tidak bermasalah dengan lQ atau otak kita, yang menjadi masalah justru
adalah yang berkaitan dengan hati nurani yang mencerminkan karakter dan jati
dirinya.
29
Penampilan manusia lndonesia yang cukup banyak ditemukan adalah sosok
yang tidak tulus ikhlas (tidak sincere), tidak bersungguh-sungguh, senang yang
semu, senang berbasa-basi, bahkan sempat melanggengkan budaya ABS (Asal
Bapak Senang). Kesemuanya ini sangat merusak karakter individu dan mempunyai
implikasi pada rusaknya karakter individu dan penampilan semacam ini dalam satu
kata disebut penampilan memakai kedok atau topeng. Dalam kinerja hal itu
ditampilkan dengan sikap-sikap: tidak bisa dipegang kata-katanya, tidak bisa
dipegang janjinya, mengelak dari tanggung iawab, saling menyalahkan serta saling
hujat atau dengan kata lain tidak ada satunya kata dan perbuatan. Penampilan
kinerja semacam ini menunjukkan manusia Indonesia, redup, pudar atau bahkan
"kehilangan" jati dirinya yang memberi implikasi pada rusaknya karakter bangsa.
Karakter bangsa lndonesia yang selama ini kita kenal ramah tamah, gotong royong,
sopan santun, sekarang berubah dengan penampilan yang nyaris disamakan dengan
penampilan yang arogan, cenderung menampilkan kekerasan yang berujung anarkis.
Sebetulnya, banyak orang lndonesia yang masih baik, tetapi yang baik tertutup
oleh sosok orang-orang yang menampilkan perilaku tidak terpuji. Untuk itu, dalam
mengupas tema. Membangun Kembali Jati Diri Bangsa, khususnya melalui
membangun jati diri sebagai pribadi, kita akan mendalami bersama arti dan peran
penting karakter yang selama ini telah kita abaikan (neglect).
Kondisi bangsa seperti diutarakan di atas secara tidak langsung atau bahkan
secara langsung mempunyai dampak pada kondisi ketahanan bangsa kita atau yang
sering kita kenal sebagai ketahananan nasional lndonesia. Kita ketahui bahwa
ketahanan bangsa atau ketahanan nasional lndonesia ditumbuh kembangkan
mengacu pada suatu konsepsi yang disebut konsepsi ketahanan nasional lndonesia.
Konsepsi ini merupakan suatu tuntunan yang bersifat makro, topdown, dan
digunakan sebagai acuan pembuatan policy antara lain datam rangka mewujudkan
pembangunan nasional.
Konsepsi ini mengacu kepada Pancasila, UUD'45, dan Wawasan Kebangsaan
yang dituangkan sebagai Wawasan Nusantara. Konsepsi ini mengatur bagaimana
memanfaatkan segenap aspek kehidupan nasional yang terdiri atas delapan aspek
kehidupan nasional atau delapan gatra (astagatra), yang terdiri atas tiga gatra
(trigatra) dan lima gatra (pancagatra). Trigatra yang bersifat retatif statis, yaitu
geografi, kekayaan alam, dan kependudukan. Dan pancagatra yang bersifat dinamis,
yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Kedelapan
aspek ini diwujudkan dalam 5 bidang ketahanan, yaitu ketahanan bidang ideologi,
ketahanan bidang politik, ketahanan bidang ekonomi, ketahanan bidang sosial
30
budaya serta ketahanan bidang pertahanan dan keamanan. Kelima bidang
ketahanan ini memadu menjadi suatu ketahanan yang kita sebut kondisi ketahanan
nasional lndonesia, yang diharapkan mencerminkan ketabahan dan keuletan kita
sebagai bangsa, dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan dan dan
keamanan sehingga mampu menghadapi menghadapi segenap bentuk ancaman,
tantangan, hambatan, dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari luar.
Sesuai dengan penjelasan'mengenai kondisi bangsa yang diutarakan di atas,
secara objektif "terpuruk" juga dirasakan dalam kondisi yang berkaitan dengan
ketahanan kita sebagai bangsa, kondisi yang adalah "hasil" dari konsepsi ketahanan
nasional lndonesia yang sebetulnya sangat baik, bersifat makro, dan topdown ini
ternyata memertukan adanya suatu subsistem yang mendampinginya untuk
mewujudkan pembinaan ketahanan yang justru menggunakan pendekatan bottom up
atau dari bawah ke atas. Datam hal ini diperlukan adanya pembinaan yang berawal
dari ketahanan pribadi, ketahanan keluarga, ketahanan lingkungan, ketahanan
daerah, dan bermuara pada ketahanan nasional lndonesia. Kita bisa gambarkan
pembinaan ketahanan secara bottom up itu dalam bentuk segitiga, yang ternyata
ketahanan pribadi dan ketahanan keluarga akan menjadi tumpuan ketahanan
PEMBINAAN KETAHANANNASIONAL
WILAYAH
LINGKUNGAN
KELUARGA
PRIBADI
PEMBINAAN KETAHANAN
SECARA BOTTOM UP
Ketahanan Pribadi dan Ketahanan Keluarga sebagai Tumpuan Ketahanan Nasional
31
Sesuai apa yang diutarakan di atas tentang kondisi bangsa, dapat ditambahkan
bahwa berdasarkan pada pengamatan ternyata ketahanan ketuarga kita memang
menunjukkan banyak keluarga yang belum dapat menampilkan adanya ketahanan
keluarga yang kita harapkan. Hal ini tentunya sangat berkaitan erat dengan masalah
ketahanan pribadi yang mempunyai hubungan timbal balik secara erat dengan
ketahanan keluarga. Yang dimaksud ketahanan pribadi adalah kondisi seorang yang
tampil berjati diri, berkarakter, dan memiliki kompetensi sesuai bidang yang ditekuni.
Di atas telah kita sepakati bahwa kompetensi sebetutnya tidak terlalu menjadi
masalah, justru yang bisa kita temukan sebagai masalah yang ada adalah masalah
jati diri dan karakter.
Untuk mengatasi masalah secara efektif dan efisien, maka lebih dahulu kita
memerlukan penyamaan persepsi tentang apa yang kita maksudkan dengan jati diri,
karakter, dan hubungannya dengan membangun karakter bangsa, wujudkan jati diri
bangsa, dan mencanangkan wawasan kebangsaan kita.
D. Jati diri
Untuk memahami jati diri kita berpegang pada konsep jati diri yang
mendasarkan pada kesadaran tentang esensi keberadaan kita sebagai seorang
manusia.
Jati diri berasal dari bahasa jawa: Sejatining diri yang berarti adalah siapa diri
kita sesungguhnya' hakikat atau fitrah manusia, juga disebut nur llahi yang berisikan
sifat-sifat dasar manusia yang murni dari Tuhan yang berisikan percikan-percikan
sifai itahiah datam batas kemampuan insani yang dibawa sejak lahir. Hal ini tentunya
merupakan potensi yang dapat memancar dan ditumbuhkembangkan selama
persyaratannya dipenuhi' Persyaratan tersebut adalah hati yang bersih dan sehat.
Dan hati adalah tempat berseminya jati diri. Jika hati kotor dan penuh penyakit, akan
terjadi sumbatan sehingga jati diri tidak dapat memancar apalagi
ditumbuhkembangkan (yang menghasilkan penampilan tidak tulus ikhlas, tidak
sungguh-sungguh, senang semu, dan sebagainya seperti diutarakan dalam akar
permasalahan).
Pada pengembangannya, jati diri merupakan totatitas penampilan atau
kepribadian seseorang yang akan mencerminkan secara utuh pemikiran, sikap, dan
perilakunya. Seorang yang berjati diri bisa menampilkan siapa dirinya yang
sesungguhnya tanpa menggunakan kedok/topeng dan mampu secara segar dan
tegar tampil dengan keadaan yang sebenarnya sebagai sinergi antara jati diri,
karakter, dan kepribadiannya. Dengan kata lain, orang yang berjati diri akan mampu
32
memadukan antara cipta (olah pikir/the head), karsa (kehendak dan karyalthe hand),
dan rasa (olah hati / the heart). Sementara orang lndonesia sekarang baru mampu
menampilkan cipta dan karsanya, sedangkan unsur rasa belum ditampilkan padahal
di dalamnya justru terdapat karakter maupun jati diri seseorang.
E. Karakter
Karakter memang sutit didefinisikan, tetapi tebih mudah dipahami melalui
uraian-uraian (describe) berisikan pengertian. Berikut beberapa pengertian karakter
yang saling isi-mengisi dan memperjelas pemahaman kita tentang arti karakter.
Menurut Sigmund Freud :
- Character is a striving system which underly behaviour-"
Karakter dapat diartikan sebagai kumpulan tata nilai yang mewujud dalam suatu
sistem daya juang yang melandasi pemikiran, sikap, dan Perilaku.
Menurut Drs. Hanna Diumhana Bastaman, M. Psi :
Karakter merupakan aktualisasi potensi dari dalam dan internalisasi nilai-nilai moral
dari luar menjadi bagian kepribadiannya.
Menurut H. Soemarno Soedarsono:
Karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan,
pengalaman, percobaan, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan, dipadukan dengan
nilai-nilai dari dalam diri manusio menjadi semacam nilai intrinsik yang mewujud
dalam sistem daya juang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku kita.
Menurut DR. Nani Nurrachman:
Karakter adalah sistem dayo iuang yang menggunakan nilai-nilai moral yang terpatri
dalam diri kita yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku.
Menurut Prof . Dr. H.M. Quroish Shihab:
Himpunan pengalaman, pendidikan, dan lain-lain yang menumbuhkan kemampuan di
dalam diri kita, sebagai alat ukir sisi paling dalam hati manusia yang mewuiudkan
baik pemikiran, sikap, dan perilaku termasuk akhlak mulia dan budi Pekerti.
Menurut Prof , Dr. Conny R. Semiawan:
Karakter adalah keseluruhan kehidupan psikis seseorang hasil interaksi antara fakor-
faktor endogin dan faktor eksogin atau pengalaman seluruh pengaruh lingkungan.
33
Pengertian karakter dalam agama lslam lebih dikenal dengan istilah akhlak , Seperti
yang dikatakan lmam Al-Ghazali:
Akhlak dalah sifat yang tertanam/menghujam di dalam jiwa dan dengan sifat itu
seseorang akan secara spontan dapat dengan mudah memancarkan sikap,
tindakan, dan perbuatan.
Pengertian karakter datam Webster New Ward Dictionary adalah distinctive trait
(sikap yang jelas), distinctive quality (kualitas yang tinggi), moral strength (kekuatan
moral), the pattern of behavior found in an individual or group (pola perilaku yang
ditemukan dalam individu maupun kelompok).
Kamus Bahasa lndonesia belum memasukkan kata karakter, yang ada adalah kata
"watak" yang diartikan sebagai sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap
pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat.
Dari beberapa pengertian di atas, kita pahami bahwa karakter harus diwujudkan
melalui nilai-nilai moral yang dipatrikan untuk menjadi semacam nilai intrinsik dalam
diri kita dan terewujud dalam suatu sistem daya juang yang akan melandasi
pemikiran sikap dan perilaku kita. Karakter tentu tidak datang dengan sendirinya,
melainkan harus kita bentuk, kita tumbuh kembangkan, dan kita bangun secara sadar
dan sengaja.
Keterkaitan antara jati diri, karakter, dan pemikiran serta peritaku sebagai suatu
proses dapat digambarkan sebagai berikut: Berawal dari jati diri yang merupakan
fitrah manusia, yang mengandung sifat-sifat dasar yang diberikan oleh Tuhan dan
merupakan potensi yang dapat memancar dan ditumbuh kembangkan, jati diri yang
merupakan potensi itu diibaratkan sebagai sebuah batu permata yang belum
terbentuk, yang perlu dipotong, diasah, dan digosok untuk dapat memancar sebagai
permata yang bersinar.
Memotong, mengasah, dan menggosok adalah wujud dari pembangunan
karakter' Perpaduan antara pengaruh lingkungan yang merupakan internatisasi nitai-
nitai moral dari luar dan aktuatisasi nilai-nilai dari dalam (potensi jati diri) akan
menghasitkan karakter atau batu permata yang bersinar secara cemerlang. Karakter
inilah yang akan metandasi pemikiran sikap dan perilaku kita yang dapat
menghasilkan tampilnya perilaku seperti budi pekerti ataupun akhlak mulia maupun
penampilan bermoral yang memiliki daya juang untuk mencapai suatu tujuan yang
mulia.
34
Dengan demikian, tampilan-tampilan yang akan dilahirkan bergantung pada
pemilikan karakter seseorang, di mana seorang yang berkarakter berarti
memanfaatkan nilai-nilai moral yang dimiliki dan melalui daya juang ditampilkan atau
dipancarkan sehingga mampu mewujudkan suatu tindakan yang nyata. Dari
pemahaman ini, seorang yang baik saja belum tentu berkarakter, tetapi seorang yang
berkarakter pastitah orang yang baik' (Catatan: pengertian berkarakter disini tentunya
yang dimaksud adalah karakter yang kuat, dan baik yang dimaksud dengan yang
tidak berkarakter adalah orang yang berkarakter lemah dan buruk)
Contoh :
Seorang berkarakter tidak akan membudayakan budaya ABS karena ini akan
menjadikan dia seorang yang yes man. Seorang yang berkarakter akan mempunyai
keberanian menyampaikan pendapatnya secara baik, tegar, tapi santun. Dalam
kaitan contoh ini seorang pemimpin yang berkarakter tidak akan mau dikelilingi
orang-orang yes man karena seorang pemimpin memerlukan masukan yang tajam
dan benar untuk menjadikan keputusan yang diambil tepat
Jadi, seorang yang berkarakter tidak cukup hanya sebagai seorang yang baik
semata-mata, tetapi orang berkarakter adalah orang yang baik dan sekaligus mampu
menggunakan nilai baik tersebut melalui suatu daya juang mencapai tujuan yang
dicanangkan.
Kalau karakter tidak kita bangun, rongga yang ada sebagai tempat landasan
sikap dan perilaku, besar kemungkinan akan diisi olehhawa nafsu bahkan mungkin
setan yang merajalela dipertanyakan apakah itu yang sekarang sedang terjadi di
negara kita ?
35
F. Jati Diri Manusia
Jati diri manusia merupakan sesuatu yang terberi (given) dari Tuhan pada
waktu ketahiran dan merupakan fitrah manusia. Berbeda dengan jati diri suatu
bangsa yang merupakan tampilan dari adanya suatu bangsa. Padahal suatu bangsa
lahir dari pilihan sekumpulan individu yang mengelompok dan bersepaham untuk
mendirikan suatu bangsa. Kelahiran bangsa lndonesia berawal ketika The Founding
Fathers kita mencanangkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, dengan mengubah
identitas ke-KAMI-an menjadi ke-KITA-an sebagai suatu bangsa lndonesia. Jati diri
bangsa adalah suatu pitihan, dan jati diri bangsa lndonesia merupakan pencerminan
atau tampilan Jati diri bangsa lndonesia. Karakter bangsa merupakan akumutasi atau
sinergi dari karakter individu anak bangsa yang berproses seterus-menerus yang
mengelompok menjadi bangsa Indonesia. Karakter bangsa akan ditampitkan sebagai
nilai-nilai luhur yang digali dari khasanah lbu pertiwi dan mencerminkan tata nilai
kehidupan nyata anak bangsa oleh founding fathers dan dirumuskan datam suatu
tata nilai yang kita kenal sebagai Pancasila. Dengan demikian, jati diri bangsa
lndonesia adalah Pancasila.
VISUALISASI PROSES MEWUJUDKAN KARAKTER YANG MELANDASI PEMIKIRAN, SIKAP DAN PERILAKU
KAR
AKTER
PEMIKIRAN, SIKAP & PERILAKUJATI DIRI
PENGARUH LINGKUNGAN
PENGARUH LINGKUNGAN
FITRAH MANUSIA
36
Disamping itu, jati diri bangsa tampil datam tiga fungsi, yaitu :
1. Penanda keberadaan atau eksistensinya (Bangsa yang :tiak mempunyai jati diri
tidak akan eksis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara).
2. Pencerminan kondisi bangsa yang menampitkan kematangan jiwa, daya juang,
dan kekuatan bangsa (lni akan tercermin dalam kondisi bangsa pada umumnya
dan kondisi ketahanan bangsa pada khususnya).
3. Pembeda dengan bangsa lain di dunia (Di sinilah harus tampak makna Pancasila
sebagai yang harus bisa kita banggakan dan unggulkan, yang merupakan
pembeda dari bangsa-bangsa lain di dunia).
G. Empat Koridor Pembangunan Karakter
Bicara mengenai tata nilai, pada kondisi dewasa ini kita selalu mendewakan
masalah uang, materi, dan masalah duniawi sehingga timbul situasi menyedihkan
yang seakan-akan menggambarkan bahwa semua di lndonesia bisa dibeli. Kita bisa
membeli apa saja, termasuk pangkat, jabatan, kedudukan, gelar kesarjanaan, dan
lain-lain. Untuk itu, disampaikan kata bijak tentang karakter yang ketiga. Antonin
Scatia (seorang hakim tinggi di Amerika) mengatakan bahwa:
'The only thing in the world not for sale is character."
Yang artinya: Satu-satunya yang tidak dapat dibeli di muka bumi ini adalah karakter.
Kalau karakter itu tidak dapat kita beli, padahal sangat penting dan diperlukan
datam menentukan arah dan tujuan hidup kita, kita harus menumbuh
kembangkannya sendiri melalui pendidikan, pengataman, percobaan, pengorbanan,
dan pengaruh tingkungan. Semuanya dilandasi dengan kesadaran dan kemauan kuat
untuk mengembangkannya. Ada suatu jargon dalam character building yang
mengatakan: Character building is a never ending process. Yang artinya: Sejak
berada di datam kandungan ibu sampai akhirnya kita meninggal semestinya kita
selalu melakukan pembangunan karakter.
Kalau kita amati kondisi nyata yang ada di lndonesia, maka kita dapat
pertanyakan apakah selama ini kita mengabaikan (negtect) atau bahkan tidak
menyadari bahwa karakter itu perlu dibangun, dibentuk, ditempa, dikembangkan, dan
dimantapkan. Dalam pembangunan karakter, paling tidak ada empat koridor yang
perlu dilakukan, Yaitu:
1 lnternatisasi tata nilai
2 Menyadari mana yang boleh dan mana yang tidak boleh (The does and the
don'ts)
37
3. Membentuk kebiasaan (habit forming), dan
4. Menjadi Tetadan (Role model) sebagai pribadi berkarakter.
H. Penutup
Setelah kita membicarakan dan memahami tentang jati diri, karakter, jati diri
bangsa, dan wawasan kebangsaan, semua itu tidak akan terwujud jika kita tidak
mulai mencanangkan hasrat untuk berubah. Dalam mewujudkan hasrat untuk
berubah tentunya kita harus mutai dari diri kita sendiri, kita harus menemukan
mengenali diri sendiri sebagai cara terbaik untuk introspeksi, lalu membangun jati diri
melalui membangun karakter.
Membangun karakter dapat kita lakukan dengan mengawali dari diri kita sendiri,
lalu keluarga kita, dan seterusnya yang berseifat bottom up, yang bermuara pada
diwujudkannya bangsa yang berkarakter kuat sehingga kondisi ketahanan nasional
yang kokoh, kuat, dan tangguh dapat diwujudkan. langkah ini akan berhasil tetapi
dalam ,jangka waktu yang sangat lama. Untuk itu, langkah ini perlu dibarengi dengan
langkah top down yang dilakukan melalui keteladanan dan adanya kebijaksanaan
pemerintah yang mengatur tentang pembangunan karakter.
INTERNALISASI
M
E
N
Y
A
D
A
R
I
M
E
M
B
E
N
T
U
K
M
E
N
J
A
D
I
TATA NILAI MANA YANG BOLEH & TIDAK
KEBIASAAN TELADAN
4 KORIDOR PEMBANGUNAN KARAKTER
38
LAMPIRAN 1.
Daftar Nama Peserta Pentaloka Dosdikwar TA. 2010 Jawa Timur
25 & 26 November 2010 di Unmer Pasuruan
NO PERGURUAN TINGGI NAMA PESERTA
1 Universitas Merdeka Madiun Suwito Sugiyanto, S.H., M.Hum.
2 Universitas Merdeka Madiun Heri Purnomo, S.E.
3 Universitas Merdeka Madiun Drs. Bambang S., M.Si.
4 Universitas Merdeka Madiun Ir. Djoko Setyo, M.M
5 IKIP PGRI Madiun Drs. H. Saiman, M.M.
6 Univ. Widya Mandala Madiun Drs. A. Sumarno, M.Sc.
7 STIE Nganjuk Sugeng Takarianto, S.E., S.H., M.Hum.
8 Universitas Islam Kadiri Kediri Drs. Ir. H. Abu Talkah, M.M.
9 Universitas Darul Ulum Jombang Mustain M., S.H., M.Hum.
10 Univ. Mayjen Sungkono Mojokerto R. Zainal Abidin, S.H.
11 IKIP PGRI Tuban Drs. Djoko Aprianto, M.Pd.
12 Unisda Lamongan Dody Eko Wijayanto, S.H., M.Hum.
13 STITAF Lamongan Drs. H. Malik Dwi, M.Ag.
14 STAI Sunan Giri Bojonegoro Drs. H. Karno Hasan, M.M.
15 Universitas Muhamadyah Malang Drs. H. M. Mansur Ibrahim
16 Universitas Muhamadyah Malang Drs. Moh. Syahri, M.Si.
17 Universitas Muhamadyah Malang Drs. Nurhadi M.Si.
18 Universitas Brawijaya Malang Ir. M. Rasyid Fadholi, M.Si.
19 Universitas Negeri Malang Rusdianto Umar, S.H., M.Hum.
20 ITN Malang Ir. Tiong Iskandar, M.T.
21 STIE Malang Kucecwara Drs. Heder Tuakia
22 Universitas Merdeka Malang Drs. Abdul Manap W., M.M.
23 Universitas Merdeka Malang Eko Agus Susilo, S.Sos., M.Si.
24 Universitas Merdeka Malang Ir. Budi Utomo, M.T.
25 Universitas Merdeka Malang Drs. H. Sukadi, M.Si.
26 Universitas Islam Malang Drs. Nur Huda, M.M.
27 Untag Banyuwangi Dwi Wulandari, S.E.
28 Untag Banyuwangi Sugihartoyo, S.H., M.H.
29 Unej Jember Drs. Hartono Djulianto, M.Si.
30 Unej Jember Kasim Sembiring, S.H., M.Si.
31 Unej Jember Achmad Taufik, S.S., M.Pd.
32 Unej Jember Ainul Azizah, S.H., M.H.
33 Unej Jember Drs. Sumarjono, M.Si.
34 STAIN Jember Drs. H. Sukarno, M.Si.
35 STAIN Jember Drs. Hartono Djulian, M.Si.
36 STISIP Jember Ir. Sumardi
37 Universitas Bondowoso Drs. R. Mashadi
NO PERGURUAN TINGGI NAMA PESERTA
39
38 Universitas Merdeka Pasuruan Prof. Dr. Misranto, S.H., M.Hum.
39 UIN Malang Drs. Nurdin Samaun, M.Ag.
40 STIE Indosakti Malang Suci Rahayu, M.Si.
41 Unibo Bondowoso DR. H. Masnadi
42 STIH Lumajang Mustain, S.Ag., M.Hum.
43 Universitas Airlangga Surabaya Drs. E.M. Agus Subekti, M.Kes., M.Psi.
44 STIESIA Surabaya Suprapti, S.H., M.Hum.
45 STIESIA Surabaya Kol. Purn. Sudiro Gunawan
46 STIKOM Surabaya Kol. Purn. Drs. Abdul Halimsyah
47 ITATS Surabaya Kol. Purn. Ir. Suhartono D.
48 ITATS Surabaya Ir. Kurniadi
49 UHT Surabaya Kol. Purn. Drs. Hindrajit, M.Si.
50 UHT Surabaya M. Choirul Huda, S.H., M.H.
51 Univ. Widia Mandala Surabaya Drs. Yulios F. Nagel S.Th., M.M.
52 Univ. Putra Bangsa Surabaya Drs. Imam Heru Wiyono
53 Univ. Wijaya Kusuma Surabaya Drs. Heru Pragolo, S.H.
54 Unesa Surabaya Drs. Heru Siswanto, M.Si.
55 Unesa Surabaya Drs. Slamet Ritadi, M.Si.
56 IAIN Sunan Ampel Surabaya Drs. Eko Taranggono, M.Pd.
57 UBHARA Surabaya Letkol. Purn. Soenardjono, M.Pd.
58 UPN Veteran Jatim Surabaya Mayjen. Purn. Drs. H. Warsito, S.H., M.M.
59 UPN Veteran Jatim Surabaya DR. Lukman Arif, M.Si.
60 UPN Veteran Jatim Surabaya DR. Syarif Imam Hidayat, M.P.
61 UPN Veteran Jatim Surabaya Mayor. Purn. Drs. Eko P., S.E., M.M.
62 UPN Veteran Jatim Surabaya Ir. Sigit Dwi Nugroho, M.Pkn.
63 UPN Veteran Jatim Surabaya Ir. Mulyanto, M.Pkn.
64 UPN Veteran Jatim Surabaya Drs. Imam Ghozali, M.M.
65 UPN Veteran Jatim Surabaya Ir. Sutoyo M.P.
66 Univ. Kristen Petra Surabaya Dr. J. Hendy, S.H.
67 Univ. Yos Sudarso Surabaya Letkol. Purn. Ir. Warsono
68 Universitas Gresik Drs. Abdul Majid
69 Unesa Gresik Drs. Heru Siswanto, M.Si.
70 Unesa Gresik Drs. Beny H.
71 Majelis Ulama Indonesia Kota Pasuruan
72 Majelis Ulama Indonesia Kab. Pasuruan
73 Nahdatul Ulama Kota Pasuruan
74 Nahdatul Ulama Kabupaten Pasuruan
75 Muhammadiyah Kota Pasuruan
76 Muhammadiyah Kabupaten Pasuruan
40
LAMPIRAN 2.