3 bab i ii

Upload: arifdianperdana

Post on 29-Oct-2015

305 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

46

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangFraktur atau patah tulang merupakan masalah yang sangat menarik perhatian masyarakat. Banyak kejadian yang tidak terduga yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur, baik itu fraktur tertutup maupun fraktur terbuka. Terjadinya kecelakaan secara tiba-tiba yang menyebabkan fraktur seringkali membuat orang panik dan tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan. Ini disebabkan tidak adanya kesiapan dan kurangnya pengetahuan terhadap fraktur tersebut. Seringkali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat, mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia. Contohnya ada seseorang yang mengalami fraktur. Tetapi, karena kurangnya pengetahuan dalam penanganan pertolongan pertama terhadap fraktur, ia pergi ke dukun pijat karena mungkin ia menganggap bahwa gejala fraktur mirip dengan gejala orang yang terkilir, Kecelakaan lalu lintas juga dapat menyebabkan kecacatan pada korban, salah satunya fraktur humerus. Olehnya itu, kita harus mengetahui paling tidak bagaimana penanganan pada korban fraktur. Penanganan pada fraktur memerlukan pengetahuan mengenai anatomi, fisiologi, patofisiologi tulang normal, dan kelainan yang terjadi pada pasien dengan fraktur humerus. (Depkes RI, 2011).Pada kelompok usia muda umumnya Fraktur lebih sering terjadi karena trauma, sekitar umur 45 tahun kebawah dan sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan baik fraktur karena olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan. World Health Organication (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2011 di Indonesia didapatkan sekitar 8 juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Hasil survey tim Depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur mengalami kematian, 45% mengalami cacat fisik, 15% mengalami stress psikologis karena cemas dan bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik.Data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur pada tahun 2011 menunjukan prevalensi kasus fraktur humerus cukup tinggi yaitu 71,14%. Sedangkan dari hasil pengambilan data di RSUD Gambiran Kediri khususnya di ruang Flamboyan, didapatkan pada. tahun 2010 ada 41 korban, tahun 2011 ada 56 korban, dan pada tahun 2012 ada 64 korban. Dalam 3 tahun terakhir ada 161 pasien yang mengalami fraktur humerus, dimana hasil dari data tersebut diketahui bahwa rata-rata penderita fraktur humerus adalah laki-laki yang berusia 15 - 45 tahun.Fraktur humerus perlu ditangani dengan penanganan yang cepat dan tepat serta. menggunakan prinsip sterilisasi. Hal tersebut dimungkinkan karena pada fraktur humerus dapat menyebabkan komplikasi sindrom compertemen, kondisi fraktur humerus juga bisa berakibat infeksi.Seringkali dijumpai bahwa fraktur humerus menyebabkan kecacatan permanen karena penanganan yang kurang tepat, lingkungan yang kurang mendukung, dan kurangnya pengetahuan. Penanganan pada pasien dengan fraktur humerus itu sendiri adalah rekogenisi, reduksi, retensi (imobilisasi fraktur), rehabilitasi; penatalaksanaan konservatif, imobilisasi dengan bidai eksterna, dan penatalaksanaan pembedahan. Selain itu, penyembuhan pada fraktur humerus secara keperawatan dapat dilakukan dengan mengobservasi keadaan luka pasien, merawat luka pasien secara berkala.Berdasarkan dari semua uraian yang ada di atas penulis tertarik untuk melakukan studi kasus pada pasien dengan fraktur humerusB. Tujuan Penulisan1. Tujuan UmumPenulisan studi kasus ini ditujukan untuk mengaplilkasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur humerus.2. Tujuan KhususMahasiswa mampu melakukan :a) Pengkajian dan analisa data prioritas pasien untuk kasus fraktur humerus.b) Merumuskan diagnosa keperawatan dari kasus fraktur humerus.c) Melakukan rencana asuhan keperawatan untuk kasus fraktur humerus.d) Menyusun implementasi kasus fraktur humerus.e) Mengevaluasi proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada kasus fraktur humerus.C. Manfaat Penulisan1. Bagi PasienDapat membantu proses kesembuhan dan memberikan pengetahuan perawatan bagi pasien dengan kasus fraktur humerus.2. Bagi PenulisDapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan secara umum dan khusus tentang kasus fraktur humerus.3. Bagi Institusi PendidikanHasil studi kasus ini dapat di manfaatkan sebagai informasi dan pengetahuan tentang kasus fraktur humerus.4. Bagi Profesi KeperawatanSebagai sumbangan teoritis maupun aplikatif bagi profesi keperawatan dalam asuhan keperawatan pada kasus fraktur humerus.D. Pengumpulan DataTehnik Pengambilan Data :1. Dengan metakukan wawancara yaitu, melakukan pengkajian pada pasien atau keluarga.2. Dengan observasi langsung keadaan umum pasien saat pengkajian.3. Dengan studi dokumentasi rekam medis berupa hasil-hasil pemeriksaan dan dokumentasi pasien selama di rawat di rumah sakit sampai saat pengkajian dilakukan.E. Tempat dan WaktuTempat: RSUD Gambiran Ruang FlamboyanWaktu: 03-Juli-2013F. Sistematika PenulisanBAB I: Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, pengampulan data, dan sistematika penulisan.BAB II: Tinjauan pustaka, yang terdiri dari tinjauan teori dan tinjauan asuhan keperawatan.BAB III: Tinjauan kasus asuhan keperawatan, yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan (intervensi), tindakan keperawatan (implementasi), dan evaluasi hasil tindakan keperawatan.BAB IV: Pembahasan, yang terdiri dari persamaan dan perbedaan antara kasus yang nyata dengan tinjauan pustaka.BAB V : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB IITINAJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Fraktur Humerus1. PengertianFraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2002) atau setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. (Reeves C.J, Roux G & Lockhart R, 2001).Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus. (Mansjoer, Arif, 2000).Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung. (Sjamsuhidayat 2004)2. Etiologi,a) Trauma langsungTrauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang, hal tersebut akan menyebabkan fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat comminuted dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

b) Trauma tidak langsungApabila trauma di hantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak langsung, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula.Pada keadaan ini jaringan lunak tetap utuh.c) Fraktur yang terjadi ketika tekanan atau tahanan yang menimpa tulang lebih besar dari pada daya tahan tulang.d) Keadaan kelainan patologik adalah trauma yang terjadi seperti kondisi defisiensi vitamin D, Osteoporosise) Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang.f) Usia penderita,g) Kelenturan tulang dan jenis tulang.

(Muttaqin, 2008).3. Patofisiologia) Fase haematom1) Dalain 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom.2) Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat.3) Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi.b) Fase proliferasi sel1) Terjadi 1-5 hari setelah injury.2) Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitav fraktur.3) Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang.4) Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujung fraktur.c) Fase pembentukan callus :1) Dalam 6-10 hari setelah fraktur jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus.2) Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus.3) Callas menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi normal.4) Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur.d) Fase ossification :1) Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garani kalsium dan bersatu di ujung tulang.2) Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan berakhir pads bagian tengah.3) Proses ini terjadi selama 3-10 minggu.e) Fase consolidasi dan Remodelling :1) Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast.(Marlyn E. Doenges, 2009)4. Manifestasi Klinisa) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema.b) Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah.c) Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat, diatas dan dibawah tempat fraktur.d) Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.f) Peningkatan temperatur local.g) Kehilangan fungsi.5. Proses penyembuhan tulangKetika tulang mengalami cedera, fiagmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut, namun secara alamiah tulang akan mengalami regenerasi sendiri. Tahapan penyembuhan tulang terdiri atas 5 tahap yaitu (Lukman dan Ningsih, Nurna. 2009 8).

a) Tahap inflamasiTahap inflamasi berlangsung beberapa hal dan akan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Saat tulang mengalami cedera, terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan pembentukan hematoma di tempat tulang yang patah. Ujung fragmen tulang mengalami devitilisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan di invasi oleh makrofag (sel darah putih besar), yang akan membersihkan daerah tersebut, Pada saat itu terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri.b) Tahap proliferasi selKira-kira lima hari hematoma, akan mengalami organisasi, terbentuknya benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblas dan osteoblas. Fibroblas dan osteoblas akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang, tetapi gerakan berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukan petensial elektronegatif.

c) Tahap pembentukan kalusHari ke 10 hingga sebelum minggu ke-7. Aktivitas osteoblas-osteoblas muncul, hingga terbentuk kalus.d) Tahap penulangan kalus (osifikasi)Pembentukan kalus mulai mengalami pendangan dalam dua sampai tiga minggu pada tulang yang patah, melalui proses penulangan endokondral. Patah tulang panjang prang dewasa, normal penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-tenar telah bersatu dengan keras.e) Tahap menjadi tulang dewasa (Remc deliag)Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baruke susunan struktural sebelumnya.6. Pemeriksaan Diagnostika) Pemeriksaan Rontge n menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma, dan jenis fraktur.b) Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI : memperlihatkan tingkat keparahan fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.c) Arteriograrn : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskular.d) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma). Peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma.e) Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.f) Profil koagulasi : perubahan dapat terJadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple atau cedera hati.7) Penatalaksanaan Medisa) Prinsip penanganan fraktur (Muttaqin, 2008;81)1) RekogenisiPrinsip utama adalah mengetahui dan memlai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.2) ReduksiReduksi fraktur adalah mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoarthritis dikemudian hari. Reduksi fraktur apabila perlu. Pada fraktur intra-artikulas diperlukan reduksi anatomis, sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal, dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas. Serta perubahan oseoartritis dikemuadian hari.

3) Retensi (imobilisasi fraktur)Adalah metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama masa penyembuhan dengan cara imobilisasi.4) RehabilitasiAdalah mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin. Program rehabilitasi dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh keadaan pasien pada fungsinya agar aktivitas dapat dilakukan kembali.b) Penatalaksanaan menurut (Muttaqin. 2008) ada 2 yaitu1) Penatalaksanaan konservatif.(a) Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.(b) Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya menggunakan gips, atau dengan macam-macam bidai dari plastik atau metal.(c) Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.(d) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.2) Penatalaksanaan pembedahan.Penatalasanaan ini sangat penting diketahui oleh perawat, jika ada keputusan bahwa pasien diindikasikan untuk menjalani pembedahan, perawat mulai berperan dalam asuhan keperawatan tersebut.(a) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire.(b) Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang yaitu :(1) Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau Reduksi terbuka dengan Fiksasi Internal.ORIF akan merigimobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukan paku, sekrup atau pen kedalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang pada fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi pada orang tua.

(2) Open Reduction and External Fixation (OREF) atau Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Eksternal,Tindakan ini merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal dapat menggunakan konselosascrew atau dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan jenis lainnya seperti gips.3) Komplikasi(a) Syok hipovolemik atau traumatik yang terjadi karena perdarahan dan kehilangan cairan ekstra sel kejaringan yang rusak,(b) Sindrome emboli lemak (terjadi dalam 24 sampai 72 jam setelah cedera). Berasal dari sumsum tulang karena perubahan tekanan dalam tulang yang fraktur mendorong molekul-molekul lemak dari sumsum tulang masuk ke sistem sirkulasi darah ataupun karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi styes.(c) Sindrom Kompartemen terjadi karena perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Hal Ini bisa diakibatkan karena :

(1) Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang terlalu menjerat.(2) Peningkatan isi kompartemen otot karena edema.(KID). (Brunner dan Suddarth, 2008)

KecelakaanTrauma OsteoporosisUsia Penderita Kelenturan dan jenis tulang FRAKTUR Merusak jaringan lunak disekitar fraktur Pre Op Open Fraktur Close Fraktur Kontak dengan dunia luar Gangguan VaskularisasiPergerakan fragmen tulang Resti Infeksi Gangguan rasa nyaman (nyeri)Gangguan mobilitas fisik Terjadinya bengkak Menyebabkan denyut nadi menurun dan paralisis nyeri hebatVaskularisasi disekitar daerah fraktur menurun Terjadinya iskemiaKontraktur Jaringan tulang nekronis Resiko Infeksi Gangguan mobilitas fisik Operasi (Post Op)Adanya Luka Pemasangan platKetakutan pada kondisi Cemas Kurang Informasi Kurang Pengetahuan Terputusnya kontinuitas jaringan Gangguan rasa nyaman (nyeri)Kelemahan Defisit perawatan diri Pathway Fraktur humerus

Keterangan :: Menyebabkan: Diangnosa keperawatanResiko infeksiPatahan primer & skunder tidak adekuatGangguan mobilisasi

B. Konsep Nyeri1. PengertianNyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddart, 2008). Nyeri adalah kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam Skala atau tingkatannya.2. Fisiologi nyeriBagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga derajat mana nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara sistem algesia tubuh dan tranmisi sistem saraf Berta interpretasi stimulus. (Iqbal dan Chayatin, 2008).3. NosisepsiNosisepsi merupakan proses fisiologis terkait dengan. nyeri. Ada 4 fase yaknia) Transauksi.Stimulus atau rangsangan yang membahayakan (misalnya, bahan kimia, suhu), memicu pelepasan mediator biokimia (misalnya, prostaglandin, bradikinin, histamin, substansi P) yang mensensitisasi nosiseptor.

b) TranmisiNyeri merambat dari serabut saraf perifer ke medula spinalis. Tranmisi nyeri dari medula spinalis menuju batang otak dan talamus melalui spinothalamic tract (STT). Sinyal diteruskan ke korteks sensorik somatik tempat nyeri diersepsikan. Impuls yang ditranmisikan melalui STT mengaktifkan respon otonomi dan limbik.c) PersepsiIndividu mulai menyadari adanya nyeri.d) Modulasi (sistem desenden)Neuron dibatang otak mengirimkan sinyal kembali ke medula spinalis. Serabut desenden melepaskan substansi seperti opioid, serotonin, norepi-nefrin yang menghambat impuls asenden yang membahayakan di dorsal medula spinalis.4. Jenis dan bentuk nyeria) Jenis nyeri1) Nyeri perifer.Ada 3 macam :(a) Nyeri superfisial, vakni rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa.(b) Nyeri viseral, yakni nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor nyeri di rongga abdomen ,kranium, thoraks.

(c) Nyeri alih, yakni nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.

2) Nyeri sentral: Nyeri yang timbul akibat stimulasi pada medula spinalis, batang otak dan talamus.3) Nyeri psikogenikNyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya . nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita sendiri.b) Bentuk nyeri1) Nyeri akut : Nyeri biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. Gejalanya mendadak, biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui.2) Nyeri kronis : Nyeri ini berlangsung lebih dari 6 bulan. Sumber nyeri bisa diketahui atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya sudah tidak dapat disembuhkan.5. Sifat nyeria) Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi.b) Nyeri bersifat individual.c) Nyeri tidak dapat dinilai secara objektifd) Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan pasien.

e) Hanya pasien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya.f) Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis.g) Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan.h) Nyeri mengawali ketidakmampuani) Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan managemen nyeri tidak optimal.6. Pengalaman nyeriPengalaman nyeri di pengaruhi oleha) Arti nyeri bagi seseorangb) Persepsi nyeri individuc) Toleransi nyerid) Reaksi individu terhadap nyeri7. Faktor yang mempengaruhi toleransi nyeria) Alkoholb) Obat-obgtanc) Panasd) Marahe) Nyeri yang kronisf) Gesekan atau garukang) Pengalihan perhatianh) Kepercayaan yang kuat8. Skala nyeria) 0: Tidak nyerib) 1-3: Nyeri ringanc) 4-6: Nyeri sedangd) 7-9:Sangat nyeri masih dapat dikontrol dengan aktivitas yangbiasa dilakukan.e) 10:Sangat nyeri dan tidak dapat di control

9. Asuhan keperawatan pasien yang mengalami nyeria) Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama yaitu:1) Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari pasien.2) Observasi langsung pada respon perilaku dan fisiologis pasien.P: Provoking atau pemicu yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeriQ : Quality atau kualitas nyeri (misalnya, tumpul atau tajam)R : Region atau daerah yaitu daerah perjalanan kedaerah lainS : Severity yaitu intensitas nyeriT : Time atau waktu yaitu serangan, lamanya nyeri

C. Tinjauan Asuhan Keperawatan Fraktur Humeru1. PengkajianPengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah pasien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:a) Pengumpulan Data1) Anamnesa(a) Identitas PasienMeliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, suku, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.(b) Keluhan UtamaPada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dari lamanya, serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:(1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri.

(2) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk-nusuk.(3) Region radiation, relief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.(4) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan Skala nyeri atau pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.(5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.(c) Riwayat Penyakit SekarangPengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan. sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap pasien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.

(d) Riwayat Penyakit DahuluPada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit - penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget's yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.(e) Riwayat Penyakit KeluargaPenyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.(f) Riwayat PsikososialMerupakan respons emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

(g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup SehatPada kasus fraktur akan timbul ketidakkuatan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga melipuil kebiasaan hidup pasien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolism kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbanganrya dan apakah pasien melakukan olahraga atau tidak.(2) Pola Nutrisi dan MetabolismePada pasien fraktur hares mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan schari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi pasien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi. yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor, predisposisi masalah muskuluskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas pasien.(3) Pola EliminasiUntuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feces pada pola eliminasi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.(4) Pola Tidur dan IstirahatSemua pasien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur pasien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.(5) Pola AktivitasKarena timbulnya nyeri, terjadi keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan pasien menjadi berkurang dan kebutuhan pasien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas pasien terutama pekerjaan pasien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.

(6) Pola Hubungan dan PeranPasien akan kehilangan peran dalani keluarga dan dalam masyarakat. Karena pasien. harus menjalani rawat inap.(7) Pola Persepsi dan Konsep DiriDampak yang timbul pada pasien fraktur yaitu timbul ketidakkuatan akan kecacatan akibat fraktumya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).(8) Pola Sensori dan KognitifPada pasien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur,(9) Pola Reproduksi SeksualDampak pada pasien fraktur yaitu, pasien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami pasien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.

(10) Pola Penanggulangan StresPada pasien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakkuatan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh pasien bisa tidak efektif.(11) Pola Tata Nilai dan KeyakinanUntuk pasien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak pasien.b) Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik di bagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat. Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.1) Gambaran Umum(a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tandatanda, seperti:(b) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan pasien.(c) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.(d) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.(e) Secara sistem BI sampai B6(1) B I (Breathing)Pada pemeriksaan sistem pernapasan, didapatkan bahwa klien fraktur humerus tidak mengalami kelainan pernapasan.(2) B2 (Blood)Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat, iktus teraba, auskullasi suara S I dan S2 tunggal, tidak ada, mur-mur.(3) B3 (Brain)(a) Kepala(b) Tidak ada gangguan yaitu normal, simetris, tidak ada penonjolan dan tidak ada sakit kepala.(c) LeherTidak ada gangguan, simetris, tidak ada penonjolan dan refleksi menelan ada.(d) WajahWajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang lain tidak ada perubahan fungsi dan bentuk simetris, tidak ada lesi dan edema.(e) MataTidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis.(f) TelingaTes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.(g) HidungTidak ada defoimitas, tidak ada pernapasan cuping(h) hidung. Mulut dan FaringTidak ada pembesaran tonsil., gusi tidak terjadi pendarahan, mukosa mulut tidak pucat.(4) B4 (Bladder)Kaji urine yang meliputi warna, jumah dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Tetapi biasanya tidak mengalami gangguan.(5) B5 (Bowel)Inspeksi abdomen bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi turgor kulit baik, tidak ada defans muskular dan hepar teraba. Perkusi suara timpani ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi peristaltik uses normal kurang lebih I0x/menit.

(6) B6 (Bone)Adanya fraktur humerus akan mengalami secara lokal, baik fungsi motorik, sensorik maupun peredaran darah.2) Keadaan LokalHarus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:(a) Look (inspeksi)Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:(1) Cictriks jaringan parut baik yang alami maupun buatan (seperti bekas operasi).(2) Cape au lait spot (birth mark).(3) Fistulae.(4) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.(5) Benjolan, pembengkakan, atau, cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).(6) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)(b) Feel (palpasi)Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun pasien. Yang perlu dicatat adalah :(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema terutama disekitar persendian.(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).Otot tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak.(c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakar yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.c) Pemeriksaan Diagnostik(1) Pemeriksaan RadiologiSebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah "pencitraan" menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan - proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi urituk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya reposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:(a) Bayangan jaringan lunak.(b) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.(c) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.(d) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti.(a) Tomografi : Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasikan. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.(b) Myelografi : Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.(c) Arthrografi : Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena trauma.(d) Computed : Tomografi-Scanning Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.(2) Pemeriksaan Laboratorium(a) Kalsium. Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.(b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.(c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.(3) Pemeriksaan lain-lain(a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.(b) Biopsi tulang dan otot : pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih di indikasikan bila terjadi infeksi.(c) Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.(d) Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.(e) Indium Imaging :pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.(f) MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fluktuasi,

2. Diagnosa KeperawatanPre operasi :a) Nyeri berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, edema, dan cedera neuromuskuler.b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, adanya alat imobilisasi (misal bidai, traksi, gips).c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya nekrosis jaringan tulang dan kontak langsung, dengan dunia luar.Post operasia) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.b) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.c) Cemas berhubungan dengan ketakutan pada kondisi.d) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/ mengingat, salah interpretasi informasi.3. IntervensiPre operasia) Nyeri berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, edema, dan cedera neuromuskuler.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam,diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.Hasil yang diharapkan :(1) Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang.(2) Menggunalcan berbagai pendekatan untuk mengurangi nyeri.(3) Kadang menggunakan obat per oral untuk mengontrol ketidaknyamanan.(4) Meninggikan ekstremitas untuk mengontrol pembengkakan dan ketidaknyamanan.(5) Bergerak dengan lebih nyaman.Intervensi(1) Lakukan pengkajlan nyeri meliputi skala, intensitas, dan jenis nyeri.Rasional Untuk mengetahui karakteristik nyeri agar dapat menentukan diagnosa selanjutnya.(2) Kaji adanya oedema, hematom, dan spasme otot.Rasional.Adanya oedema, hematom dan spasme ototmenunjukan adanya penyebab nyeri.(3) Tinggikan ekstremitas yang sakit.Rasional: Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi oedema dan mengurangi nyeri.(4) Berikan kompres dingin (es).Rasional : Menurunkan oedema dan pembentukan hematom.(5) Ajarkan pasien teknik relaksasi, seperti distraksi, dan imajinasi terpimpin.Rasional: Mengurangi nyeri secara non farmakologis.(6) Laporkan kepada tim medis bila nyeri tidak terkontrol.Rasional : Agar dapat menentukan terapi yang tepat(7) Berikan obat-obatan analgesik sesuai order.Rasional : Pemberian rutin mempertahankan kadar analgesik darah secara adekuat, mencegah fluktuasi dalam menghilangkan nyeri,b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, adanya alat imobilisasi (misal bidai, traksi, gigs).Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 Jam,diharapkan mobilisasi fisik terpenuhi.Hasil yang diharapkan:(1) Pasien memaksimalkan mobilitas dalam batas terapeutik.(2) Meminta bantuan bila bergerak.(3) Meninggikan ekstremitas yang bengkak setelah bergeser.(4) Menggunakan alat imobilisasi sesuai petunjuk.(5) Mematuhi pembatasan pembebanan sesuai anjuranIntervensi :(1) Bantu pasien menggerakan bagian cedera dengan tetap memberikan sokongan yang adekuat.Rasional : Agar dapat membantu mobilitas secara bertahap(2) Ekstremitas ditinggikan dan disokong dengan bantal.Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangioedema dan mengurangi nyeri(3) Nyeri dikontrol dengan bidai dan memberikan obat anti nyeri sebelum digerakkan.Rasional : Mengurangi nyeri sebelum latihan mobilitas(4) Ajarkan pasien menggunakan alat bantu gerak (tongkat, walker, kursi roda) dan anjurkan pasien untuk latihan.Rasional : Alat bantu gerak membantu keseimbangan diri untuk latihan mobilisasi.c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya nekrosis jaringan tulang dan kontak langsung dengan dunia luar.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam,diharapkan infeksi tidak terjadi.Hasil yang diharapkan :(1) Tidak terjadi infeksi(2) Luka tampak keringIntervensi(1) Kaji respon pasien terhadap pemberian antibioticRasional : Untuk menentukan antibiotic yang tepat untuk pasien(2) Pantau tanda-tanda vitalRasional : Peningkatan suhu tubuh di atas normal menunjukkan adanya tanda -tanda infeksi(3) Pantau luka operasi dan cairan yang keluar dari lukaRasional : Adanya cairan yang keluar dari luka menunjukkan adanya tanda infeksi dari luka.(4) Pantau adanya infeksi pada saluran kemihRasional : Retensi urine wring tedadi setelah pembedahan.Post operasia) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontiunitas jaringanTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24jam, diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilangHasil yang diharapkan(1) Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang.(2) Menggunakan berbagai pendekatan untuk mengurangi nyeri.(3) Kadang menggunakan obat per oral untuk mengontrol ketidaknyamanan.(4) Meninggikan ekstremitas untuk mengontrol pembengkakan dan ketidaknyamanan.(5) Bergerak dengan lebih nyaman.

Intervensi :(1) Lakukan pengkajian nyeri meliputi skala, intensitas, dan jenis nyeri.Rasional: Untuk mengetahui karakteristik nyeri agar dapat menentukan diagnosa selanjutnya.(2) Kaji adanya oedema, hematom, dan spasme otot.Rasional: Adanya oedema, hematom dan spasme otot menunjukkan adanya penyebab nyeri(3) Tinggikan ekstremitas yang sakit.RasionalMeningkatkan aliran balik vena dan mengurangi oedema dan mengurangi nyeri.(4) Berikan kompres dingin (es).Rasional:Menurunkan oedema dan pembentakan hematom.(5) Ajarkan pusien teknik relaksasi, seperti distraksi, dan imajinasi terpimpin.Rasional:Mengurangi nyeri secara non farmakologis.(6) Laporkan kepada tim medis bila nyeri tidak terkontrol.Rasional: Agar dapat menentukan terapi yang tepat(7) Berikan obat-obatan analgesik sesuai order.Rasional : Mempertahankan kadar analgesik darah secara adekuat, mencegah fluktuasi dalam menghilangkan nyeri.b) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam,diharapkan perawatan diri pasien dapat teratasi.Kriteria hasil(1) Pasien dapat menunjukkan perubahan gaga hidup untukkebutuhan merawat diri(2) Pasien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuannya(3) Mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantuIntervensi(1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-3 untuk melakukan ADL.Rasional : Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.(2) Hindari apa yang tidak dapat dilakukan pasien dan bantu pasien kalau perluRasional : Pasien dalam keadaan cemas dan tergantung hal inidilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri pasien.(3) Rencanakan tindakan untuk penurunan pergerakan pada sisi yang sakit seperti tempatkan makanan dan peralatan dekat dengan pasien.

Rasional : Pasien akan lebih mudah mengambil peralatan yang diperlukan karena lebih dekat dengan lengan yang sehat(4) Identifikasi Kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.Rasional : Meningkatkan latihan dan menolong mencegahkonstipasic) Cemas berhubungan dengan ketakutan pada kondisi.Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam,diharapkan cemas berkurang.Kriteria hasil(1) Pasien tidak gelisah(2) Pasien tenang(3) Pasien merasa aman dan nyamanIntervensi(1) Kaji tingkat kecemasan pasienRasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien sehingga memudahkan dalam pemberian Askep.(2) Berikan motivasi pada pasien dan keluarga. Tentang Pentingnya persiapan fisik Pentingnya persiapan mental Pentingnya persiapan alat-alat yang diperlukanRasional : Mengurangi kegelisahan dan kecemasan(3) Obsevasi tanda-tanda vitalRasional : Mengetahui keadaan umum pasien(4) Jelaskan pada pasien tentang penyakitnyaRasional : Agar pasien mengerti dan memahami tentang penyakitnya(5) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian terapiRasional : Melakukan fungsi interdependent.d) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/ mengingat, salah interpretasi informasi.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Ix24 jam, diharapkan pasien mengerti tentang kondisi, efek prosedur, dan proses pengobatan.Kriteria hasil(1) Melakukan prosedur yang dilakukan dan menjelaskan alas andari suatu tindakan.(2) Memulai perubahan gaya hidup yang di perlukan dan ikut serta dalam perawatan.Intervensi(1) Kaji tingkat kemampuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya.Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya.(2) Berikan penjelasan pada pada pasien tentang penyakitnya dankondisinya sekarangRasional : dengan mengetahui penyakitnya dan kondisinya sekarang pasien dari keluarganya merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.(3) Anjurkan pasien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanannya.Rasional : Diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.(4) Berikan penjelasan pada pasien tentang perawatan lukaRasional : menambah pengetahuan dan pembelajaran pasien tentang perawatan luka.(5) Minta keluarga kembali mengulangi materi yang telah diberikan. Rasional: menambah pengetahuan dan pembelajaran bagi pasien tentang perawatan luka.1