3. bab i-iii

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan perdarahan uterus abnormal merupakan suatu penyakit, dimana salah satunya adalah Perdarahan Uterus Disfungsional (Disfungsional Uterine Bleeding). Perdarahan uterus disfungsional merupakan suatu perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dimana terjadi perdarahan abnormal di dalam atau di luar siklus haid oleh karena gangguan mekanisme kerja poros hipotalamus hipofisis-ovarium-endometrium. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Klasifikasi jenis endometrium yaitu jenis sekresi atau nonsekresi sangat penting dalam hal menentukan apakah perdarahan yang terjadi jenis ovulatoar atau anovulatoar.

Upload: queenbby-anna

Post on 23-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 3. Bab I-III

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan perdarahan uterus abnormal merupakan suatu penyakit, dimana

salah satunya adalah Perdarahan Uterus Disfungsional (Disfungsional Uterine

Bleeding). Perdarahan uterus disfungsional merupakan suatu perdarahan dari

uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dimana terjadi

perdarahan abnormal di dalam atau di luar siklus haid oleh karena gangguan

mekanisme kerja poros hipotalamus hipofisis-ovarium-endometrium.

Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche

dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa

permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Klasifikasi jenis endometrium yaitu

jenis sekresi atau nonsekresi sangat penting dalam hal menentukan apakah

perdarahan yang terjadi jenis ovulatoar atau anovulatoar.

Adapun gambaran terjadinya perdarahan uterus disfungsional antara lain

perdarahan sering terjadi setiap waktu dalam siklus haid. Perdarahan dapat

bersifat sedikit-sedikit, terus-menerus atau banyak dan berulang-ulang dan

biasanya tidak teratur. Penyebab perdarahan uterus disfungsional sulit diketahui

dengan pasti tapi biasanya dijumpai pada sindroma polikistik ovarii, obesitas,

imaturitas dari poros hipotalamik-hipofisis-ovarium, misalnya pada masa

menarche, serta ganguan stres bisa mengakibatkan manifestasi penyakit ini.

1

Page 2: 3. Bab I-III

2

Penanganan atau penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional sangat

komplek, jadi sebelum memulai terapi harus disingkirkan kemungkinan kelainan

organik. Adapun tujuan penatalaksaan perdarahan uterus disfungsional adalah

menghentikan perdarahan serta memperbaiki keadaan umum penderita. Terapi

yang dapat diberikan antara lain kuretase pada panderita yang sudah menikah,

tetapi pada penderita yang belum menikah biasanya diberikan terapi secara

hormonal yaitu dengan pemberian estrogen, progesteron, maupun pil kombinasi.

Adapun tujuan pemberian hormonal progesteron adalah untuk memberikan

keseimbangan pengaruh pemberian estrogen. Dan pemberian pil kombinasi

bertujuan merubah endometrium menjadi reaksi pseudodesidual.

1.2 Tujuan

Referat ini dibuat untuk beberapa tujuan, antara lain:

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Kebidanan

dan Penyakit Kandungan RSUD DR. RM. Djoelham

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang Perdarahan Uterus

Disfungsional.

Page 3: 3. Bab I-III

3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam

hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak,

sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi

menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual

bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor

koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium dan gangguan ovulasi

merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus

disfungsional (PUD).

Perdarahan uterus abnormal termasuk di dalamnya adalah perdarahan

menstruasi abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan,

penyakit sistemik, atau kanker. Diagnosis dan manajemen dari perdarahan uterus

abnormal saat ini menjadi sesuatu yang sulit dalam bidang ginekologi. Pasien

mungkin tidak bisa melokalisir sumber perdarahan berasal dari vagina, uretra,

atau rektum. Pada wanita menyusui, komplikasi kehamilan harus selalu

dipikirkan, dan perlu diingat adanya dua keadaan sangat mungkin terjadi secara

bersamaan (misal mioma uteri dan kanker leher rahim).

3

Page 4: 3. Bab I-III

4

Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7 pola:

a. Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan

memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi

dapat menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang

‘gushing’ dan ‘open-faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim.

Mioma submukosa, komplikasi kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia

endometrium, tumor ganas, dan perdarahan disfungsional adalah penyebab

tersering dari menoragia.

b. Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit, dan

terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis himen

atau serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s

Syndrome) dapat menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan

histerogram dan histeroskopi. Pasien yang menjalani kontrasepsi oral

terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat dipastikan ini tidak apa-apa.

c. Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang terjadi pada

waktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di

tengah-tengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan

memantau suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium,

dan karsinoma serviks adalah penyebab yang patologis.

Page 5: 3. Bab I-III

5

d. Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini

biasanya berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada

siklus menstruasi.

e. Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang

iregular. Jumlah dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang

menyebabkan perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan

menometroragia. Onset yang tiba-tiba dari episode perdarahan dapat

mengindikasikan adanya keganasan atau komplikasi dari kehamilan.

f. Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari.

Amenorea didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan.

Volume perdarahan biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan

anovulasi, baik itu dari faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus)

ataupun faktor sistemik (penurunan berat badan yang terlalu banyak).

Tumor yang mengekskresikan estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih

dahulu, sebelum menjadi pola yang lain.

g. Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda dari

kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain

dari perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi, polip serviks,

infeksi serviks atau vagina (Tichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan

sitologi negatif tidak menyingkirkan diagnosis kanker serviks invasif,

kolposkopi dan biopsi sangat dianjurkan untuk dilakukan.

Page 6: 3. Bab I-III

6

2.2 Etiologi

a. Sebab-sebab organik

Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:

- Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada

porsio uteri, karsinoma servisis uteri

- Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang

berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma,

subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri

- Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba

- Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.

b. Sebab-sebab fungsional

Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab

organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat

terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini

lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium.

Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan

disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya

dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa

pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang

diperlukan perawatan di rumah sakit.

Page 7: 3. Bab I-III

7

2.3 Patologi

Schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada

uterus dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan

perdarahan yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi

folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus

luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen

yang berlebihan dan terus menerus. Penjelasan ini masih dapat diterima untuk

sebagian besar kasus-kasus perdarahan disfungsional.

Gambar. 2.1 Siklus Menstruasi Wanita

Page 8: 3. Bab I-III

8

Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional

dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yakni

endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris, dengan

endometrium jenis nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian

endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi

penting artinya, karena dengan dengan demikian dapat dibedakan perdarahan

yang anovulatoar dan yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik

karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang

berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda.

Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal

dari faktor-faktor neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang

mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedangkan perdarahan anovulatoar

biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin.

2.4 Gelaja Klinik

a. Perdarahan Ovulatoar

Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional

dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk

menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa

mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid

tidak dikenali lagi, maka kadang kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat

menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium

tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai

etiologinya:

Page 9: 3. Bab I-III

9

- Korpus luteum persistens

dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan

ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik

karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan

banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persistens dapat pula

menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding).

Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada

waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan.

Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe

nonsekresi.

- Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,

menoragia, atau polimenore. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron

disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil

biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran

endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.

- Apopleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya

pembuluh darah dalam uterus.

- Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam

mekanisme pembekuan darah.

Page 10: 3. Bab I-III

10

b. Perdarahan anovulatoar

Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium.

Dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul perdarahan

yang kadang-kadang bersifat siklik, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.

Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dangan jumlah folikel yang pada

suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum

mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium

di bawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula

proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran

itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat diambil

kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar.

Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam

kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada

masa pubertas dan pada masa pramenopause. Pada masa pubertas sesudah

menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya

proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing

Factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa

pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar.

Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada

harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi

ovulatoar, pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause

dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan

ada tidaknya tumor ganas.

Page 11: 3. Bab I-III

11

Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan

penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang

menahun, tumor-tumor ovarium, dan sebagainya. Akan tetapi, di samping itu,

terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-

penyakit tersebut diatas. Dalam hal ini stress yang dialami dalam kehidupan

sehari-hari, baik di dalam maupun di luar pekerjaan, kejadian-kejadian yang

mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian dalam

keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain, dapat

menyebabkan perdarahan anovulatoar. Biasanya kelainan dalam perdarahan ini

hanya untuk sementara waktu saja.

2.5 Diagnosis

Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu

ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului siklus yang pendek

atau oleh oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit,

sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainya. Pada pemeriksaan umum

perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah kemungkinan penyakit

metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun, dan lain-lain. Kecurigaan

terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk

melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan. Pada

pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik,

yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan

terganggu).

Page 12: 3. Bab I-III

12

Dalam hubungan dengan pemeriksaan ini, perlu diketahui bahwa di negeri

kita keluarga sangat keberatan dilakukan pemeriksaan dalam pada wanita yang

belum kawin, meskipun kadang-kadang hal itu tidak dapat dihindarkan. Dalam hal

ini dapat dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan menggunakan

anestesia umum. Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak perlu

dilakukan kerokan guna pembuatan diagnosis. Pada wanita berumur antara 20 dan

40 tahun kemungkinan besar ialah kehamilan terganggu, polip, mioma

submukosum, dan sebagainya. Di sini kerokan diadakan setelah dapat diketahui

benar bahwa tindakan tersebut tidak mengganggu kehamilan yang memberi

harapan untuk diselamatkan. Pada wanita dalam pramenopause dorongan untuk

melakukan kerokan ialah untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas.

2.6 Penanganan

Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat

banyak: dalam hal ini penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi darah.

Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari

uterus dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu

dapat dipengaruhi dengan hormon steroid.

Dapat diberikan:

a. Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan

perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara intramuskulus dipropionas

estradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg.

Kekurangan dari terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan

akan timbul lagi.

Page 13: 3. Bab I-III

13

b. Progesteron: pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan

fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian progesteron mengimbangi

pengaruh estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas

hidroksiprogesteron 125 mg, secara intramuskular, atau dapat diberikan per os

sehari norethindrone 15 mg atau asetas medroksi-progesterone (Provera)10 mg,

yang dapat diulangi. Terapi ini berguna pada wanita dalam masa pubertas.

Androgen mempunyai efek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh

hiperplasia endometrium. Terapi ini tidak dapat diselenggarakan terlalu lama

mengingat bahaya virilisasi. Dapat diberikan proprionas testosteron 50 mg

intramuskulus yang dapat diulangi 6 jam kemudian.

Pemberian metiltestosteron per os kurang cepat efeknya. Kecuali pada

wanita dalam masa pubertas, terapi yang paling baik ialah dilatasi dan kerokan.

Tindakan ini penting, baik untuk terapi maupun diagnosis. Dengan terapi ini

banyak kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada penyakit metabolik,

penyakit endokrin, penyakit darah, dan lain-lain yang menjadi sebab

perdarahan, tentulah penyakit itu harus ditangani. Apabila setelah dilakukan

kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi, dapat diusahakan terapi

hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian besar

perdarahan disfungsional disebabkan oleh hiperestrinisme.

Page 14: 3. Bab I-III

14

Pemberian progesteron saja berguna apabila produksi estrogen secara

endogen cukup. Dalam hubungan dengan hal-hal tersebut di atas, pemberian

estrogen dan progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan; untuk keperluan

ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai hari

ke-5 perdarahan terus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan progesteron untuk 7

hari, mulai hari ke-21 siklus haid. Androgen dapat berguna pula dalam terapi

terhadap perdarahan disfungsional yang berulang.

Terapi per os umumnya lebih dianjurkan dari pada terapi suntikan.

Dapat diberikan metiltestosteron 5 mg sehari; dalil dalam terapi androgen ialah

pemberian dosis yang sekecil-kecilnya dan sependek mungkin. Terapi dengan

klomifen, yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada perdarahan

anovulatoar, umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini lebih

tepat pada infertilitas dengan siklus anovulatoar sebagai sebab.

Sebagai tindakan yang terakhir pada wanita dengan perdarahan

disfungsional terusmenerus (walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa

kali, dan yang sudah mempunyai anak cukup) ialah histerektomi.

2.7 Prognosis

Prognosis pada pasien ini adalah dubius ad bonam, karena kemungkinan

keganasan kecil sekali, dan ada harapan bahwa lambat-laun siklus haid menjadi

normal.

Page 15: 3. Bab I-III

15

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan

Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan dari uterus yang tidak

ada hubungannya dengan sebab organik. Perdarahan disfungsional dapat

terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini

lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium.

Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan

disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun.

Pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional biasanya sangat

banyak, dalam hal ini penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi

darah. Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal

dari uterus dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu

dapat dipengaruhi dengan hormon steroid lalu dapat diberikan terapi hormonal

seperti estrogen atau progesteron.

15