3. bab i,ii,iii

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neuropati Diabetik adalah adanya gejala dan / atau tanda dari disfungsi saraf dari penderita diabetes tanpa adanya penyebab lain selain diabetes mellitus setelah dilakukan eksklusi penyebab lain. Orang dengan diabetes akan mengalami kerusakan saraf pada seluruh tubuh dari waktu ke waktu. Pada beberapa orang dengan kerusakan saraf tidak memiliki gejala, sedangkan pada sebagian lainnya mungkin memiliki gejala awal seperti nyeri, kesemutan, atau mati rasa di tangan, lengan, tungkai, dan kaki. Masalah saraf dapat terjadi pada semua sistem organ, termasuk saluran pencernaan, jantung, dan organ seks. 1 Prevalensi neuropati diabetik dalam berbagai literature sangat bervariasi. Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa 10 – 20 % pasien saat ditegakkan DM telah mengalami neuropati. Prevalensi 1

Upload: vidi-indrawan

Post on 10-Dec-2015

33 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ND

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Neuropati Diabetik adalah adanya gejala dan / atau tanda dari disfungsi

saraf dari penderita diabetes tanpa adanya penyebab lain selain diabetes mellitus

setelah dilakukan eksklusi penyebab lain. Orang dengan diabetes akan mengalami

kerusakan saraf pada seluruh tubuh dari waktu ke waktu. Pada beberapa orang

dengan kerusakan saraf tidak memiliki gejala, sedangkan pada sebagian lainnya

mungkin memiliki gejala awal seperti nyeri, kesemutan, atau mati rasa di tangan,

lengan, tungkai, dan kaki. Masalah saraf dapat terjadi pada semua sistem organ,

termasuk saluran pencernaan, jantung, dan organ seks.1

Prevalensi neuropati diabetik dalam berbagai literature sangat bervariasi.

Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa 10 – 20 % pasien saat

ditegakkan DM telah mengalami neuropati. Prevalensi neuropati diabetik ini akan

meningkat sejalan dengan lamanya penyakit ini dan tingginya hiperglikemia.

Diperkirakan setelah menderita diabetes selama 25 tahun, prevalensi neuropati

diabetik akan meningkat 50%. Kemungkinan terjadinya neuropati diabetik pada

kedua jenis kelamin sama. United Kingdom Propective Diabetes Study (UKPDS)

pada tahun 1998 menemukan kejadian neuropati diabetik meningkat pada usia tua

dan ternyata 50% penderita berusia lebih dari 60 tahun.1

Neuropati diabetik dapat diklasifikasikan sebagai neuropati diabetik

perifer, neuropati diabetik otonom, neuropati diabetik proksimal, dan neuropati

1

diabetik fokal. Masing-masing mempengaruhi berbagai bagian tubuh dengan

berbagai manifestasi klinis.2

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Neuropati diabetik adalah kerusakan saraf yang disebabkan oleh diabetes

mellitus. Terdapat tiga kelompok berbeda dari saraf yang dapat dipengaruhi oleh

neuropati diabetik: saraf sensoris, yang memungkinkan orang untuk merasakan

sakit, temperature dan sensasi lainnya; saraf motorik, yang mengendalikan otot-

otot dan memberi kekuatan serta tonus; saraf autonom, yang memungkinkan

tubuh melakukan fungsi yang tidak disadari, misalkan saja berkeringat.3

Hiperglikemi merupakan asal-usul kerusakan saraf, dan studi terbaru

menunjukkan bahwa bahkan gangguan minimal dalam glukosa darah pada orang

dengan gangguan toleransi glukosa (IGT) dapat menyebabkan pengembangan

kerusakan serabut saraf kecil dan nyeri neuropatik.4,5

Gambar 2.1 Perbedaan saraf normal dan kerusakan saraf akibat neuropati diabetic

2.2. Etiologi

Penyebab neuropati diabetik mungkin berbeda untuk setiap klasifikasinya.

Para peneliti sedang mempelajari bagaimana hiperglikemi yang terlalu lama

3

menyebabkan kerusakan saraf. Kerusakan saraf terjadi mungkin karena kombinasi

dari faktor-faktor:1

1. Faktor metabolik, seperti hiperglikemi, lama menderita diabetes, kadar

lemak darah yang abnormal, dan kemungkinan rendahnya kadar

insulin.

2. Faktor neurovascular, menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang

membawa oksigen dan nutrisi ke saraf.

3. Faktor autoimun, yang menyebabkan peradangan pada saraf.

4. Cedera mekanik pada saraf, seperti carpal tunnel syndrome.

5. Genetik, yang meningkatkan kerentanan terhadap penyakit saraf.

6. Faktor gaya hidup, seperti merokok atau penggunaan alkohol.

2.3. Epidemiologi

Neuropati Diabetik paling sering terjadi pada yang berumur lebih dari 50

tahun, lebih jarang pada yang berumur kurang dari 30 tahun dan sangat jarang

ditemukan pada anak-anak. Dyck et al mempelajari diabetes di Rochester,

Minnesota dan menemukan bahwa 54% tipe 1 (insulin-dependent) dan 45% tipe 2

(noninsulin-dependent) mengalami polineuropati.1,19

Neuropati muncul pada 7,5% pasien yang didiagnosis dengan DM. Lebih

dari setengahnya adalah distal simetris polineuropati. Tidak ada predileksi ras

yang khusus untuk diabetik neuropati. Tetapi orang yang berkulit hitam lebih

4

besar untuk terjadi komplikasi sekunder dari neuropati diabetik, seperti amputasi

dari extremitas bawah dibandingkan orang berkulit putih. DM mengenai baik pria

maupun wanita sama jumlahnya. Walaupun, pasien pria dengan tipe 2 diabetes

dapat terkena polineuropati lebih awal dibandingkan wanita. Neuropati diabetik

biasanya lebih sering terjadi pada orang tua.3

Neuropati simtomatik telah diakui pada individu dengan IGT dan diabetes

yang baru didiagnosa. Sumner et al. melakukan tes toleransi glukosa oral pada 73

dari 97 pasien yang dirujuk ke tiga klinik neuromuskuler dengan asal neuropati

tidak diketahui. Hasil tes abnormal untuk 41 (56 %) orang, dengan 15 dan 26

memenuhi kriteria untuk diabetes dan IGT. Prevalensi nyeri neuropatik tidak

berbeda secara signifikan antara pasien dengan IGT (76,9 %) dan pasien dengan

diabetes (93,3 % , P = 0,1) . Studi elektrofisiologi (amplitudo saraf sural dan

kecepatan konduksi dan peroneal amplitudo mendalam) dan biopsi kulit untuk

menentukan serabut saraf intraepidermal (IENF) kepadatan menunjukkan

neuropati kurang parah pada individu dengan IGT, dimana terutama berdampak

pada serat kecil.

2.4. Faktor Risiko

Faktor risiko yang tidak dapat dirubah untuk komplikasi mikrovaskuler,

termasuk neuropati diabetik adalah, usia tua, genetik, lamanya menderita diabetes

mellitus, dan tinggi badan. Orang yang lebih tinggi dianggap lebih rentan

mengalami neuropati diabetik karena mereka memiliki nervus perifer yang lebih

panjang. Sejak laki-laki cenderung lebih tinggi dibandingkan perempuan, tidak

5

mengherankan bila laki-laki lebih sering mengalami neuropati diabetik

dibandingkan perempuan.6

Faktor risiko yang dapat dirubah untuk neuropati diabetik termasuk

hiperglikemi, hipertensi, dyslipidemia, merokok, dan konsumsi alkohol dalam

jumlah banyak.6 The European Diabetes Prospective Complications Study, sebuah

studi prospective multicenter, melaporkan bahwa berkembanganya neuropati

diabetik sangat berkorelasi dengan lamanya menderita diabetes dan kadar HbA1c.

Secara statistic, faktor risiko lain yang dilaporkan berpotensi dapat dirubah adalah

kadar kolesterol total, LDL-kolesterol dan trigliserida, indeks massa tubuh,

riwayat merokok, hipertensi, adanya mikroalbuminuria dan penyakit

kardiovaskuler.6

2.5. Klasifikasi

Menurut NIDDK, neuropati diabetik dibagi menjadi:1

1. Neuropati Perifer

Neuropati perifer, disebut juga neuropati simetris distal

atau sensorimotor neuropati, kerusakan saraf di lengan

dan kaki. Telapak aki dan tungkai cenderung akan

terpengaruh sebelum tangan dan lengan. Banyak orang

dengan diabetes memiliki tanda-tanda neuropati yang

dokter bisa diketahui tetapi tidak merasakan gejala itu

sendiri.

2. Neuropati otonom

6

Neuropati otonom mempengaruhi saraf yang

mengendalikan jantung, mengatur tekanan darah, dan

control kadar glukosa darah. Neuropati otonom juga

mempengaruhi organ-organ internal lainnya,

menyebabkan masalah dengan pencernaan, fungsi

pernapasan, buang air kecil, respon seksual, dan visi.

Selain itu, sistem yang mengembalikan kadar glukosa

darah normal setelah episode hipoglikemik mungkin akan

terpengaruh, mengakibatkan hilangnya gejala peringatan

hipoglikemia.

3. Neuropati Proksimal

Neuropati proksimal, kadang-kadang disebut pleksus lumbosakral

neuropati, neuropati femoral, atau amyotrophy diabetes, dimulai dengan rasa sakit

di paha, pinggul, bokong, atau kaki, biasanya pada satu sisi tubuh. Jenis neuropati

lebih sering terjadi pada orang-orang dengan diabetes tipe 2 dan pada lansia

dengan diabetes. Neuropati proksimal menyebabkan kelemahan pada kaki dan

ketidakmampuan untuk pergi dari posisi duduk ke posisi berdiri tanpa bantuan.

Pengobatan untuk kelemahan atau nyeri biasanya diperlukan. Panjang periode

pemulihan bervariasi, tergantung pada jenis kerusakan saraf.

4. Neuropati Fokal

Neuropati fokal muncul tiba-tiba dan mempengaruhi saraf tertentu, paling

sering di kepala, badan, atau kaki. Neuropati Focal menyakitkan dan tak terduga

7

dan terjadi paling sering pada lansia dengan diabetes. Namun, ia cenderung

membaik dengan sendirinya selama beberapa minggu atau bulan dan tidak

menyebabkan kerusakan jangka panjang.

Boulton et al membagi tiga klasifikasi sistem untuk diabetik neuropati, yaitu:7

1. Sensoris

a. Acute sensory

b. Chronic sensorimotor

2. Autonomic

a. Kardiovaskuler

b. Gastrointestinal

c. Genitourinary

d. Other

3. Proximal motor (amyotrophy).

Terdapat pula klasifikasi menurut Said, yaitu klasifikasi campuran dari

temuan klinis dan anatomi yaitu:7

1. Length-dependent diabetik polyneuropathy

a. Distal symmetrical sensory polyneuropathy

b. Large fiber neuropathy

8

c. Painful symmetrical polyneuropathy

d. Autonomic neuropathies

2. Focal and multifocal neuropathies

a. Cranial neuropathies

b. Limb neuropathies

c. Proximal DN of the lower limbs

d. Truncal neuropathies

3. Nondiabetik neuropathies yang sering terjadi pada penderita diabetes.

a. Pressure palsies

b. Acquired inflammatory demyelinating polyneuropathy

Kemudian menurut Thomas et al, klasifikasi diabetik neuropathy dibagi menjadi:7

1. Rapidly reversible

a. Hyperglycemic neuropathy

2. Generalized symmetrical polyneuropathies

a. Sensorimotor (kronik)

b. Acute sensory

c. Autonomic

9

3. Focal and multifocal neuropathies.

a. Cranial

b. Thoracolumbal radiculoneuropathy

c. Focal limb

d. Proximal motor (amyotrophy)

4. Superimposed chronic inflammatory demyelinating neuropathy

Menurut Veves et al, neuropati diabetik secara manifestasi klinisnya dibagi

menjadi:

1. Painful

2. Painless

2.6. Patofisiologi

Banyak teori yang dikemukan oleh para ahli tentang patofisiologi

terjadinya neuropati diabetik, namun semuanya sampai sekarang belum diketahui

sepenuhnya. Faktor-faktor etiologi neuropati diabetik diduga adalah vaskular,

berkenaan dengan metabolisme, neurotrofik dan imunologik. Studi terbaru

menunjukkan adanya kecenderungan suatu multifaktorial patogenesis yang terjadi

pada neuropati diabetik.8 Beberapa teori yang diterima adalah :

2.6.1. Teori vaskular (iskemia-hipoksia)

10

Pada pasien neuropati diabetik dapat terjadi penurunan aliran darah ke

endoneurium yang disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat

hiperglikemia. Biopsi nervus suralis pada pasien neuropati diabetik ditemukan

adanya penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasi sel endotelial dan

pembuluh darah, yang kesemuanya dapat menyebabkan iskemia. Iskemia juga

dapat menyebabkan terganggunya transport aksonal, aktifitas Na+/K+ ATPase

yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson.9,10

2.6.2 Teori Metabolik

2.6.2.1. Jalur Polyol

Teori jalur polyol berperan dalam beberapa perubahan dengan metabolism

ini. Pada status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa intraseluler di

fosforilasi ke glukosa -6- phosphate oleh hexokinase, hanya sebagian kecil dari

glukosa masuk jalur polyol . Pada kondisi-kondisi hiperglikemia , hexokinase

yang disaturasi, maka akan terjadi influks glukosa ke dalam jalur polyol. Aldose

reduktase yang secara normal mempunyai fungsi mengurangi aldehid beracun di

dalam sel ke dalam alkohol non aktif , tetapi ketika konsentrasi glukosa di dalam

sel menjadi terlalu tinggi, aldose reduktase juga mengurangi glukosa ke dalam

jalur sorbitol, yang mana kemudian dioksidasi menjadi fruktosa.10,11,12,13 Dalam

proses mengurangi glukosa intraseluler tinggi ke sorbitol, aldose reduktase

mengkonsumsi co-faktor NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphat

hydrolase). NADPH adalah co-faktor yang penting untuk memperbaharui

intracelluler critical anti oxidant, dan pegurangan glutathione. Dengan

mengurangi jumlah glutathione, jalur polyol meningkatkan kepekaan stress

11

oksidatif intraseluler. Stres oksidatif berperan utama di dalam patogenesis

neuropati diabetik perifer.10,14,15 Ada bukti peningkatan oksigen radikal bebas dan

peningkatan beberapa penanda stres oksidatif seperti malondialdehide dan lipid

hydroksiperoksida pada penderita neuropati diabetik.13 Indikator kuat untuk

membuktikan bagaimana peran stres oksidatif dalam neuropati diabetik,

dibuktikan oleh beberapa penelitian mengenai penggunaan antioksidan baik pada

binatang percobaan maupun pada pasien.19

Gambar 2.2. Jalur Polyol

Sorbitol sesudah dioksidasi sorbitol dehydrogenase menjadi fruktosa,

mengalami degradasi secara perlahan dan tidak cukup menebus ke membran sel.

Akumulasi sorbitol intraseluler mengakibatkan perubahan osmotik yang

berpotensi ke arah kerusakan sel. Adanya peningkatan osmolalitas intraseluler,

dalam kaitan aliran glukosa kedalam jalur polyol dan akumulasi sorbitol, sebagai

12

akibatnya akan terjadi kompensasi pengurangan endoneural osmolit taurine dan

mioinositol untuk memelihara keseimbangan osmotik. Metabolit intraseluler,

seperti mioinositol menjadi berkurang dan mendorong ke arah kerusakan sel

saraf.10,13,17 Pada percobaan binatang penurunan mioinositol berkaitan dengan

penurunan aktivitas Na+/K+ ATPase dan memperlambat velositas konduksi

saraf.11,12

2.6.2.2. Teori Advanced Glycation End Product (AGEs)

Peningkatan glukosa intraseluler menyebabkan pembentukan advanced

glycosilation products (AGEs) melalui glikosilasi nonenzymatik pada protein

seluler. Glikosilasi dan protein jaringan menyebabkan pembentukan AGEs.

Glikosilasi non enzimatik ini merupakan hasil interaksi glukosa dengan kelompok

amino pada protein. Pada hiperglikemia kronis beberapa kelebihan glukosa

berkombinasi dengan asam amino pada sirkulasi atau protein jaringan. Proses ini

pada awalnya membentuk produk glikosilasi awal yang reversibel dan selanjutnya

membentuk AGEs yang ireversibel. Konsentrasi AGEs meningkat pada penderita

DM. Pada endotel mikrovaskular manusia, AGEs menghambat produksi

prostasiklin dan menginduksi PAI-1(Plasminogen Activator Inhibitor-1) dan

akibatnya terjadi agregasi trombosit dan stabilisasi fibrin, memudahkan trombosis.

Mikrotrombus yang dirangsang oleh AGEs berakibat hipoksia lokal dan

meningkatkan angiogenesis dan akhirnya mikroangiopati.11,13

2.6.2.3. Jalur Aktivasi Protein Kinase C

Aktivasi Protein Kinase C (PKC) juga berperan dalam patogenesis

neuropati perifer diabetik. Hiperglikemia didalam sel meningkatkan sintesis atau

13

pembentukan diacylglyserol (DAG) dan selanjutnya peningkatan Protein kinase

C.15,20 Protein kinase juga diaktifkan oleh stres oksidatif dan advanced

glycosilation products (AGEs).12,15

Aktivasi protein kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas

vaskular, gangguan sintesis nitric oxyde (NOS) dan perubahan aliran darah.

Ketika PKC diaktifkan oleh hiperglikemia intraseluler, mempunyai efek pada

beberapa ekspresi genetik. Vasodilator yang memproduksi endothelial nitric

oxyde synthase (eNOS) berkurang, sedangkan vasokonstriktor endothelin-1 (ET-

1) akan meningkat. Transformasi Growth Faktor β (TGF- β) dan plasminogen

inhibitor -1 (PAI-1) juga meningkat. Dalam endothelial sel, PKC juga

mengaktifkan nuclear faktor kB (NFkB), suatu faktor transkripsi yang dirinya

sendiri mengaktifkan banyak gen proinflamasi di dalam pembuluh darah.10,15

2.6.3. Teori Nerve Growth Faktor (NGF)

Faktor neurotrophic penting untuk pemeliharaan, pengembangan, dan

regenerasi unsur-unsur yang responsif dari saraf. Neurotrophic faktor (NF) sangat

penting untuk saraf dalam mempertahankan perkembangan dan respon regenerasi.

Nerve Growth Faktor (NGF) berupa protein yang memberi dukungan besar

terhadap kehidupan serabut saraf dan neuron simpatis. Telah banyak dilakukan

penelitian mengenai adanya faktor pertumbuhan saraf, yaitu suatu protein yang

berperan pada ketahanan hidup neuron sensorik serabut kecil dan neuron simpatik

sistem saraf perifer . Beberapa penelitian pada binatang menunjukkan adanya

defisiensi neurotropik sehingga menurunkan proses regenerasi saraf dan

mengganggu pemeliharaan saraf. Pada banyak kasus, defisit yang paling awal,

14

melibatkan serabut saraf yang kecil. Pada pasien dengan DM terjadi penurunan

NGF sehingga transport aksonal yang retrograde (dari organ target menuju badan

sel) terganggu. Penurunan kadar NGF pada kulit pasien DM berkorelasi positif

dengan adanya gejala awal small fibers sensory neuropathy.8

2.6.4. Gamma Linolenic Acid

Penelitian mengenai peran Gamma Linolenic Acid (GLA) pada neuropati

diabetik masih belum begitu jelas, tetapi pada penelitian terjadi penurunan kada

GLA pada penderita neuropati diabetik sehingga pada pemberian GLA 480mg

terjadi perbaikan sensasi suhu, kekuatan otot, reflek tendon.10

2.7. Manifestasi Klinik

Gejala tergantung dari tipe neuropati dan tergantung dari saraf mana yang

terkena. Gejala biasanya tidak terlalu kelihatan pada awalnya, dan biasanya gejala

karena kerusakan saraf baru terlihat beberapa tahun kemudian. Gejala dapat

meliputi sistem saraf sensorik, motorik dan otonom. Pada beberapa orang dengan

neuropati fokal, onset nyerinya dapat tiba-tiba dan berat.3 Gejala neuropati perifer

antara lain :1

Rasa tebal atau kurang merasakan nyeri atau suhu

Rasa seperti kesemutan, seperti terbakar atau seperti ditusuk-tusuk

Nyeri yang tajam terasa di jari kaki, kaki, tungkai, tangan, lengan dan

jari tangan

Kehilangan keseimbangan dan koordinasi

15

Mengecilnya otot-otot kaki dan tangan

Rasa tebal, kesemutan atau nyeri di telapak kaki, kaki, tangan, telapak

tangan dan jari-jari

Gangguan pencernaan seperti mual, muntah

Masalah miksi (inkontinensia urin)

Disfungsi ereksi

Disesthesia (penurunan atau hilangnya sensibilitas ke tubuh)

2.8. Pemeriksaan

Pemeriksaan pada neuropati diabetik yaitu pemeriksaan fisik, dimana

diperiksa tekanan darah, denyut jantung, kekuatan otot, refleks, dan raba halus.

Pemeriksaan kaki yang komprehensif yaitu dengan cara memeriksa kulit, apakah

ada luka atau tidak.1

2.8.1. Pemeriksaan penunjang :1

a. Pemeriksaan Laboratorium

Periksa laboratorium untuk mengetahui apakah gula darah dan HbA1c

pada diabetes tidak terkontrol dengan baik atau yang belum diketahui.3

16

b. Pemeriksaan Imaging

CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternative untuk

menyingkirkan lesi kompresi dan keadaan patologis lain di kanalis

spinalis pada radikulopleksopati lumbosakral dan neuropati

torakoabdominal.

MRI digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intracranial,

lesi kompresi dan infark pada kelumpuhan n.okulomotorius

c. Elektromiografi (EMG)

Kecepatan Hantaran Saraf (KHS) motorik dimonitor dengan amplitude

dari CMAP (Componed Muscle Action Potensials) atau diukur kecepatan

hantar saraf motoriknya. Kelainan hantar saraf menggambarkan

kehilangan serabut saraf yang bermielin yang berdiameter besar dan

biasanya tungkai lebih sering terkena dibandingkan lengan. Hal ini

mencerminkan degenerasi serabut saraf berdiameter besar, yang

tergantung dari panjangnya saraf.1

Kecepatan Hantaran Saraf motorik tak boleh menurun lebih dari 50%

dibandingkan dengan nilai rata-rata normal. Kelainan pada kecepatan

hantar sensorimotorik dapat ditemukan pada pasien diabetes, walaupun

secara klinis belum ada gejala polineuropati distal simetris. Abnormalitas

(KHS) umumnya ditemukan di saraf sensorik (N.suralis, N.peroneus dan

N.medianus).13,14

17

EMG menunjukkan bagaimana respons otot terhadap signal elektris yang

ditransmisi oleh saraf dan ini dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan

KHS. Pemeriksaan EMG pada otot-otot distal pada ekstremitas bawah

menunjukkan adanya denervasi dalam bentuk PSW (positive sharp waves)

dan fibrilasi (spontaneous discharges). Perubahan re-inervasi seperti unit

potensial yang mempunyai amplitude tinggi, duration yang panjang

mencerminkan adanya suatu gangguan yang kronis. Kelainan pada otot-

otot paraspinal dengan pemeriksaan dengan jarum menunjukkan

spontaneous discharges, yang ditemukan secara bilateral dan menunjukkan

suatu poliradikulopati.1

2.9. Pencegahan

1. Pemeriksaan berkala untuk glukosa darah

2. Pengendalian Glukosa Darah

Hal yang pertama dapat dilakukan adalah pengendalian glukosa darah dan

monitor HbA1c ssecara berkala dan dijaga kadar HbA1c agar dipertahankan

dibawah 7%. Di samping itu pengendalian faktor metabolik lain seperti

hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu

dilakukan.19

3. Diet dan olahraga teratur

2.10. Penatalaksanaan

2.10.1. Non medikamentosa

a. Foot Hygiene

18

Penderita neuropati harus memperhatikan dan merawat kakinya dengan

seksama. Hilangnya perasaan di kaki, bila ada lecet dan luka yang tidak

diketahui dapat menjadi suatu ulkus atau mengalami infeksi. Gangguan dalam

sirkulasi darah juga akan meningkatkan resiko terjadinya ulkus pada kaki.1,15

Karena hal itu, perawatan kaki harus dilakukan secara benar dan hati-hati untuk

mencegah terjadinya amputasi. Caranya adalah :1

- Kaki harus dibersihkan setiap hari dengan menggunakan air hangat.

Harus dihindari pembasahan kaki yang berlebihan dan harus

menggunakan handuk yang lembut dan kaki dikeringkan secara hati-hati

terutama diantara jari-jari kaki.

- Kaki dan jari kaki harus diperiksa setiap hari dengan mencari apakah ada

luka, kemerahan, pembengkakan.

- Harus selalu memakai sepatu atau sandal untuk melindungi kaki jangan

sampai luka dan kulit harus dicegah agar jangan sampai terjadi iritasi.

- Pemakaian sepatu yang cocok dan harus diperhatikan bagian dalamnya

agar supaya tidak ada ujung-ujungnya yang tajam dan dapat melukai

kaki.

b. Diet agar mencapai berat badan ideal

c. Fisioterapi

19

- TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) adalah stimulasi

listrik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri, yang digunakan

frekuensi rendah untuk menyembuhkan kaku, mobilisasi,

menghilangkan nyeri neuropatik, menurunkan edema dan memperbaiki

ulkus pada kaki.

- Program exercise, dapat mencegah terjadinya kontraktur, spasme otot

dan atrofi otot. Dapat melakukan olahraga seperti berenang dan sepeda.

2.10.2. Medikamentosa

Pengobatan sebaiknya diberikan untuk memperbaiki neuropati atau

berlanjutnya komplikasi dari DM. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah

kontrol glikemik dimana dengan upaya menurunkan gula darah ke level yang

normal untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut; diperlukan monitoring gula

darah, pengaturan diet dan exercise. Kontrol gula darah yang ketat bisa

menurunkan resiko neuropati 60% dalam 5 tahun.19

Terapi kausatif :

Aldose reduktase inhibitor

olongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan

sorbitol dan fruktosa, dengan cara memblok pemecahan glukosa yang spesifik

melalui jalur poliol. Diberikan tolrestat 200 mg/hari.20

Asam alfa lipoik (ALA) dan Asam gamma lipolenik (GLA)

Merupakan zat antioksidan yang sangat kuat. Dapat meningkatkan fungsi

endotel vaskuler. ALA merupakan antioksidan enzimatik yang penting yaitu

glutation yang berfungsi juga sebagai antihiperglikemik sehingga dapat

20

menurunkan glukosa sampai 50% bila diberikan dalam dosis 1200 mg iv per

hari. ALA juga dapat menurunkan glycosylated hemoglobin melalui penurunan

gula darah. GLA 480 mg atau 360 mg.20

Imunoglobulin (IVIg)

Intravena immunoglobulin adalah kumpulan plasma donor yang digunakan

untuk penyakit autoimun. IVIg merupakan immunoglobulin yang berasal dari

darah donor dengan titer antibodi yang tinggi terhadap antigen tertentu seperti

virus dan toksin. Diharapkan kumpulan berbagai antibodi ini memiliki efek

netralisasi terhadap system imun pasien. IVIg dosis besar (2g/kgBB) terbukti

efektif untuk berbagai keadaan penyakit imun. Efek immunomoduler IVIg

adalah inhibisi complement deposition dan neutralisasi sitokin. Tersedia dalam

larutan 5 dan 10% dan bubuk 2,5 g, 5 g, 10 g dan 12 g untuk injeksi. Efek

samping yang dapat timbul adalah mialgia, takikardi, sakit kepala, nausea dan

hipotensi.21

Terapi yang dapat diberikan untuk mengurangi nyeri yaitu :

NSAID

Menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat

menjadi PGG2 menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2

isoform disebut COX-1 dan COX-2. Berfungsi sebagai antiinflamasi. Obat

yang diberkan berupa ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200 mg 2x/hari. Efek

samping yang

sering adalah tukak lambung yang kadang disertai anemia karena perdarahan

lambung.20,21

21

Antidepresan Trisiklik (TCA)

Anti-depresan memiliki efek memblok reuptake dari serotonin dan

norepinefrin di SSP, sehingga meningkatkan aktifitas dari system modulasi

nyeri endogen. Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama

mampu memodulasi transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE). Anti

depresan trisiklik menghambat pengambilan kembali serotonin (5-HT) dan

noradrenalin oleh reseptor presineptik. Disamping itu, anti depresan trisiklik

juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT (autoreseptor), sehingga secara

keseluruhan mampu meningkatkan konsentrasi 5-HT dicelah sinaptik.

Hambatan reuptake norepinefrin juga meningkatkan konsentrasi norepinefrin

dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik

menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi

aktivitas adenilsiklasi. Sehingga akan menyebabkan nyeri berkurang.

TCA meliputi imipiramine, amitriptilin, dan nortriptilin. Obat-obatan

ini efektif untuk menurukan nyeri tetapi dapat menimbulkan efek samping

berupa dose-dependent. Salah satu efek samping TCA yaitu bersifat toksik.

Ditandai dengan hiperpireksia, hipertensi, konvulsi dan koma. Pada keracunan

dapat menimbulkan gangguan konduksi jantung dan aritmia. Pada dosis yang

rendah dapat digunakan untuk neuropati, keracunan jarang untuk dosis rendah.

Yang lebih sering digunakan adalah amitriptilin. Amitriptilin tersedia dalam

bentuk tablet 10 mg dan 25 mg, dan dalam bentuk larutan suntik 100

mg/10mL. Dosis permulaan 75 mg sehari.20,21

Serotonin-norepinefrin reuptake inhibitors (SSNRI)

22

SSNRI yaitu duloxetine disetujui untuk pengobatan neuropati diabetik, dan

juga venlafaxine juga dapat digunakan. Dengan menargetan serotonin dan

norepinefrin, obat ini dapat mengobati nyeri yang timbul karena neuropati

diabetik dan juga mengobati depresi jika ada. Duloxetine diindikasikan untuk

penanganan nyeri neuropatik yang berhubungan dengan ND, walaupun

mekanisme kerjanya dalam mengurangi nyeri belum sepenuhnya dipahami.

Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuannya untuk meningkatkan

aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada sistem saraf pusat, duloxetine

umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dosis yang dianjurkan yaitu

duloxetine diberikan sekali sehari dengan dosis 60 mg, walaupun pada dosis

120 mg/hari menunjukkan keamanan dan keefektifannya.20,21

Antiepileptic drugs (AED)

Pemanjangan dari saraf C nosiseptor dapat menyebabkan pengeluaran

glutamate yang bekerja pada reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) di

medulla spinalis. Aktivasi dari reseptor NMDA menyebabkan neuron pada

medulla spinalis menjadi lebih responsive, yang mengakibatkan sensitisasi

sentral. Pengaktifan itu dapat mengakibatkan sel merespon terhadap nyeri.

Maka dari itu, anti epilepsy dapat digunakan untuk menghilangkan nyeri pada

neuropati karena salah satu kerja antiepilepsi adalah penurunan ekstimasi

glutamate melalui blok reseptor NMDA.20,21

AED, khususnya gabapentin dan pregabalin adalah first line

pengobatan pada neuropati. Gabapentin dibandingkan amitriptilin dari segi

efek dan efek samping lebih minimal. Efek samping yang dapat muncul adalah

23

sedasi.20 Gabapentin merupakan suatu analog GABA yang berperan dalam

metabolism GABA. Gabapentin menghambat degradasi GABA, yaitu dengan

mempengaruhi re- uptake. Dosis gabapentin (dewasa dan anak > 12 tahun)

adalah 900-1800 mg/hari. Efek sampingnya berupa ataxia, pusing, sakit kepala,

somnolen dan tremor.20,21

Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk ND

dan juga PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin diyakini sama dengan

gabapentin. Pregabalin, memblok Ca2+ masuk pada ujung saraf dan

mengurangi pelepasan neurotransmitter. Pada penderita ND yang nyeri, dosis

maksimum yang direkomendasikan dari pregabalin adalah 100 mg tiga kali

sehari (300mg/hari). Pada pasien dengan creatinin clearance ≥ 60 ml/min,

dosis seharusnya mulai pada 50 mg tiga kali sehari (150mg/hari) dan dapat

ditingkatkan hingga 300mg/hari dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan

daya toleransi dari penderita.20,21

Obat anti-epilepsy (AED) memiliki kemampuan mengurangi

eksitabilitas membran dan menekan terjadinya impuls saraf abnormal pada

neuron. Hal ini terutama berperan menekan proses yang terjadi pada

sensitisasi, sehingga sering digunakan pada nyeri neuropatik.20,21

Terapi tambahan :

Metilkobalamin

Merupakan satu-satunya derivate aktif dari vitamin B12 yang mempunyai efek

merangsang proteosintesis sel-sel Schwann dan dengan jalan transmetilasi

dapat menyebabkan mielogenesis dan regenerasi akson saraf dan memperbaiki

24

transmisi sinaps. Mempromosi sintesa fosfatidilkolin yang memperbaiki

aktivitas Na-K-ATPase. Dengan jalan transmetilasi dapat menyebabkan

mielogenesis dan menstimulasi regenerasi akson saraf dan memperbaiki

transmisi pada saraf. Dosis 3x250 ug metilkobalamin.20,21

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

25

Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM

dengan prevalensi dan manifestasi klinis amat bervariasi. Dari 4 faktor

(metabolik, vaskular, imun dan NGF) yang berperan pada mekanisme

patogenik ND, hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen faktor

metabolik merupakan dasar utama patofisiologi ND.

Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan ND pada pasien

DM, yang penting ialah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan

perawatan kaki sebaik-baiknya. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya

bersifat simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat yang bekerja sesuai

mekanisme yang mendasari keluhan tersebut. Pendekatan non farmakologis

termasuk edukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan total sulit bisa

dicapai.

26