distribusi zakat bagi non muslim pada bazis...
Post on 17-Sep-2018
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DISTRIBUSI ZAKAT BAGI NON MUSLIM PADA BAZIS DKI JAKARTA
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
PANGIDOAN NASUTION
NIM. 1110043100011
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
i
DISTRIBUSI ZAKAT BAGI NON MUSLIM PADA BAZIS DKI JAKARTA
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
PANGIDOAN NASUTION
NIM. 1110043100011
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
v
ABSTRAK
Pangidoan Nasution. NIM 1110043100011. DISTRIBUSI ZAKAT BAGI
NON MUSLIM PADA BAZIS DKI JAKARTA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.
Jurusan Perbandingan Mazhab Fikih, Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
1437 H/ 2016 M. ix + 75 halaman + 7 lampiran
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan distribusi zakat pada
Badan Amil Zakat (BAZ) khususnya distribusi zakat bagi non muslim, yang
kemudian dianalisa melalui perspektif hukum Islam. Pada penelitian ini Badan Amil
Zakat, Infak dan Sedekah (BAZIS) Provinsi DKI Jakarta yang menjadi objek
penelitian. Penulis ingin mengetahui pelaksanaan distribusi zakat pada Bazis DKI
Jakarta, khususnya dalam distribusi zakat bagi non muslim yang kemudian dianalisa
melalui perspektif hukum Islam. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah
dapat mengetahui apakah Bazis DKI Jakarta pernah dan memperbolehkan penyaluran
zakat kepada non muslim, dan kemudian dapat mengetahui apakah dalam hukum
Islam distribusi zakat bagi non muslim ini diperbolehkan atau pun tidak.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan
melaksanakan wawancara langsung kepada objek penelitian dalam hal ini Bazis DKI
Jakarta dan juga studi kepustakaan, dimana hasil wawancara dianalis yang kemudian
diuraikan. Metode pengumpulan data dilakukan berdasarkan hasil wawancara seputar
pengelolaan distribusi zakat, khususnya distribusi zakat bagi non muslim pada Bazis
DKI Jakarta. Pengumpulan data juga dilakukan melalui Studi Kepustakaan guna
memperoleh buku-buku, referensi dan dokumen-dokumen yang relevan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bazis DKI Jakarta pernah dan
memperbolehkan distribusi zakat bagi non muslim, sedangkan di dalam hukum Islam
pendistrubusian terhadap non muslim yang diharapkan keislamannya diperbolehkan
dan sah dengan acuan mengelompokkannya ke dalam golongan mualaf.
Kata kunci: Distribusi Zakat Non Muslim, Bazis DKI Jakarta, Hukum Islam
Pembimbing : 1- Dr. H. Fuad Thohari, M. Ag
2- Nur Rohim Yunus, LLM
Daftar Pustaka : Tahun 1972 s.d Tahun 2016
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah serta pertolongan-Nya
akhirnya dengan penuh kesabaran penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat
dan Salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, sebagai teladan dan tokoh inspiratif
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memperoleh gelar sarjana
strata satu di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentunya tidak luput dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah memberikan perubahan di Kampus tercinta ini, semoga
bermanfaat bagi negara Indonesia dan juga Seluruh Penjuru Dunia.
2. Bapak Dr. Asep Saepuddin Jahar MA, Selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu siap memberikan
motivasi kepada setiap mahasiswa di Fakultas Syariah dan Hukum
3. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, MSi, selaku Ketua Program Studi
Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang senantiasa memberikan dorongan kepada
mahasiswa untuk selalu giat dalam mengikuti perkuliahan.
4. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag, Sebagai Pembimbing Akademik
yang selalu mengingatkan dan mengarahkan penulis semasa mengikuti
perkuliahan hingga akhirnya menyelesaikan penulisan skripsi ini.
vii
5. Bapak Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag dan Bapak Nur Rohim Yunus, LLM.
Selaku Pembimbing I dan II, yang dengan sabar dan penuh tanggung jawab
dalam membimbing atau mengarahkan proses penyusunan skripsi.
6. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan ilmunya dengan penuh kesabaran serta memberikan
berbagai pengalaman yang sangat berharga bagi penulis.
7. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis
dalam memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan
8. Segenap Pimpinan BAZIS Provinsi DKI Jakarta beserta stafnya, yang telah
membantu penulis memberikan informasi yang sangat berharga dalam
penyelesaian penulisan skripsi.
9. Narasumber Ahli Bapak Prof. Dr. Zainuddin Ali, MA., Bapak Dr. A.
Sudirman Abbas dan Bapak Dr. KH. A. Muhaimin Zen, M.Ag yang telah
bersedia diwawancarai guna mendapatkan keterangan pendapat ahli
berkenaan dengan penelitian penulis.
10. Orang Tua tercinta Ayahanda Syahruddin dan Ibunda Saryani, Adik-adikku
tersayang, juga kepada seluruh keluarga besar yang telah memberikan kasih
sayang serta doa restunya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
11. Untuk sahabat-sahabat di KNPI, HMI, HIPEMARI JAKARTA,
IPEMAROHIL JAKARTA, yang telah berbagi pengalaman berorganisasi dan
sebagai tempat diskusi dalam membantu penyelesaian penulisan skripsi ini
viii
12. Untuk teman seperjuangan dalam penulisan skripsi (Ahmad Khairul Umam,
Aqid Muttaqin, Imam Mufakkir, Encef Thurmudzy, Muhtadin Khairuddin,
Fika, dan Lusy) yang selalu bersama dan saling bertukar informasi
13. Untuk teman-teman kos ku (Muhammad Husin, Hendra Setiawan, Sofyan Al-
Bustami) yang selalu memberikan motivasi kepada penulis
14. Untuk Sri Rejeki, terima kasih selalu setia memberikan perhatian, semangat
dan dukungan kepada penulis, hingga penyelesaian skripsi ini.
15. Semua pihak yang telah berjasa dalam proses penulisan skripsi ini, yang tak
dapat penulis sebutkan namanya satu persatu namun tidak mengurangi
sedikitpun rasa terima kasih dari penulis,
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan semua pihak yang memerlukannya. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa
skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehubungan dengan berbagai keterbatasan
kemampuan penulis, baik kemampuan akademik maupun dalam kemampuan teknik
penulisan. Sehubungan dengan itu, penulis sangat berharap kritik membangun, saran
ataupun masukan dari pembaca
Jakart 10 Juni 2016
Pangidoan Nasution
1110043100011
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ....................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASYAH ........................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xi
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 7
D. Review Studi Terdahulu ................................................................. 8
E. Metode Penelitian ........................................................................... 10
F. Sistematika Penelitian ..................................................................... 12
BAB II : TINJAUAN TEORITIS TENTANG DISTRIBUSI ZAKAT .......... 14
A. Teori Distribusi ................................................................................. 14
B. Zakat .................................................................................................. 17
x
BAB III : DISTRIBUSI ZAKAT BAGI NON MUSLIM PADA BAZIS
DKI JAKARTA ..................................................................................... 35
A. Profil Umum Bazis DKI Jakarta ....................................................... 35
B. Praktek Distribusi Zakat Bagi Non Muslim Pada Bazis DKI
Jakarta ............................................................................................... 44
BAB IV : DISTRIBUSI ZAKAT BAGI NON PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM ..................................................................................................... 51
A. Mualaf Dalam Hukum Islam .............................................................. 51
B. Analisis Distribusi Zakat Bagi Non Muslim Pada Bazis DKI
Jakarta ................................................................................................ 62
BAB V : PENUTUP ............................................................................................ 69
A. Kesimpulan ....................................................................................... 69
B. Saran .................................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 72
LAMPIRAN
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Penunjukan Dosen Pembimbing
Lampiran 2 : Surat Keterangan Penelitian dari BAZIS DKI Jakarta
Lampiran 3 : Struktur Organisasi Bazis DKI Jakarta
Lampiran 4 : Hasil Wawancara dengan BAZIS DKI Jakarta
Lampiran 5 : Hasil Wawancara dengan Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-
Undangan Majelis Ulama Indonesia
Lampiran 6 : Hasil Wawancara Ahli Qawaid Fikih Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7 : Hasil Wawancara Ahli Fikih Zakat Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan Tuhan dengan berbagai bentuk dan rupa, beragam
masalah juga jalan penyelesaiannya, keselarasan antara laki-laki dan perempuan,
kaya dan miskin, tua maupun muda tiada satupun yang mampu bertahan hidup
sendiri sehingga secara naluriah, manusia bergerak dengan sendirinya untuk
saling berinteraksi. Islam mengajarkan penganutnya berakhlak mulia, tolong –
menolong kepada sesama, memberi dan merima dengan ikhlas tanpa membedakan
suku, ras, golongan maupun agama.
Mahmud Syaltut mendefenisikan Islam sebagai agama yang mengatur
hubungan manusia dengan pencipta-Nya, manusia dengan sesama manusia, dan
manusia dengan alam lingkungannya, diwahyukan oleh Allah Swt, kepada Nabi
Muhammad Saw, untuk diajarkan dan disampaikan kepada manusia.1 Nabi
Muhammad Saw telah memberikan tauladan bagi ummatnya beribadah yang baik,
berprilaku mulia, serta bagaimana menciptakan kepedulian kepada sesama,
bahkan sebagai seorang muslim yang mampu diwajibkan memberi bantuan
kepada yang membutuhkan lewat perintah menunaikan zakat.
Dinamakan zakat karena di dalamnya terdapat harapan akan adanya
keberkahan, kesucian jiwa, dan berkembang kebaikan. Zakat ditujukan Al-Qur’an
sebagai pernyataan yang jelas akan kebenaran dan kesucian iman. Sebagai
muzakki jangan sampai pemberian zakat disalah niatkan apalagi dengan berharap
1 Ahmad Rajali, Masa Depan Hukum Bisnis Islam di Indonesia; Telaah Kritis Berdasarkan
Metode Ijtihad Yusuf Al-Qardawi, (Yogyakarta; LKiS Yogyakarta, 2013), h. 51
2
pujian diantara manusia, setiap amalan dapat mengikuti niat yang melakukannya
dan segala maksud dan tujuan dalam mengerjakan hukum, haruslah
memperhatikan syara’ baik dalam ibadah, maupun muamalah.2
Zakat sebagai kewajiban bagi umat Islam telah ditetapkan dalam Al-
Qur’an, sunah nabi, dan ijma ulama. Zakat merupakan salah satu rukun Islam
yang selalu disebut sejajar dengan salat.3 Zakat bagi umat Islam, khususnya di
Indonesia dan bahkan juga di dunia, sudah diyakini sebagai bagian pokok ajaran
Islam yang harus ditunaikan.4
Zakat memiliki dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Pertama, pihak
penerima zakat (mustahik) yang berhak mendapat bagian dari dana/harta zakat.
Kedua, pembayar zakat (muzakki) yaitu orang-orang yang memiliki harta benda
sesuai dengan ketentuan peraturan zakat yang dikeluarkan berdasarkan dengan
jumlah kekayaan (nisab) serta lamanya kepemilikan harta (haul).5
Golongan yang berhak menerima zakat ada delapan kelompok, yaitu: fakir,
miskin, amil, muallaf, riqab, orang yang berutang (gharim), orang yang berjuang
di jalan Allah (Sabilillah), dan orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil)
sebagaimana disebutkan dalam surat at-Taubah ayat 60. Ini menunjukkan zakat
2 T.M Hasbi Ash Shidieqy, Falsafah Hukum Islam (Jakarta; Bulan Bintang, 1975), h. 249
3 Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’iy, Ekonomi Zakat Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan
Syariah, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2006), h.16
4 Hafidhuddin didin, dkk, The Power Of Zakat; Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia
Tenggara (Malang; UIN-Malang Press, 2008), h. 3
5 Mustolih Siradj, Jalan Panjang Legislasi Syariat Zakat di Indonesia; studi terhadap Undang-
undang nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Jurnal Bimas Islam, Vol. 7 no. 3, tahun
2014, h. 411
3
merupakan sumber dana potensial dalam program pengentasan kemiskinan dan
pemberdayaan ekonomi masyarakat level bawah.6
Setiap Muslim dalam posisi apa pun harus memiliki komitmen moral
untuk memperjuangkan nasib orang-orang miskin (mustad’afin). Tidak boleh
kemiskinan dibiarkan merajalela di tengah umat dan bangsa karena akan
menyebabkan dekatnya orang dengan kekufuran.7 Strategi utama penanggulangan
kemiskinan adalah (1) upaya untuk memenuhi kebutuhan bagi masyarakat yang
miskin akibat dampak krisis ekonomi, dan (2) upaya pemberdayaan agar memiliki
kemampuan usaha bagi masyarakat yang mengalami kemiskinan struktural.8
Perintah zakat merupakan ajaran yang berimplikasi langsung terhadap
ajaran sosial.9 Di tengah problematika pertumbuhan perekonomian, zakat muncul
menjadi instrument yang solutif dan sustainable. Zakat sebagai instrument
pembangunan perekonomian dan pengentasan kemiskinan umat di daerah,
memiliki banyak keunggulan dibandingkan instrument fiskal konvensional yang
kini telah ada.10
Problem kemanusiaan yang semakin mengental menuntut pengetahuan
yang dapat menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Salah
6 Lili Bariadi, dkk, Zakat & Wirausaha (Jakarta; Centre for Enterpreunership Development,
2005), h. 1
7 Zakat sebagai pilar budaya bangsa; Zakat dan Peran Pemimpin, Majalah Zakat (Baznas;
Edisi Mei-Juni 2014), h. 6
8 Multifiah, “Pengaruh Zakat, Infak, Shadaqah, (ZIS) terhadap kesejahteraan Rumah Tangga
Miskin”, Jurnal Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences), Vol. 21 no. 1(Februari 2009), h. 2
9 Hasbi Al-Furqon, 125 Masalah Zakat, (Solo: Tiga Serangkai, 2008), h. 10
10 Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern,
(Jakarta:Paradigma & AQSA Publishing, 2007), h. 192
4
satunya adalah memberikan ”roh” atau semangat keberagaman pada manajemen
yang digunakan dalam berbagai instansi pemerintah maupun swasta, organisasi,
lembaga, perusahaan maupun individu dalam mengelola kehidupan agar lebih
baik dan maju.11
Indonesia sebagaimana negara-negara lain tidak dapat melepaskan dirinya
dari peran serta agama dalam mengelola negara begitu juga sebaliknya.12
Jika
prinsip utama Islam diletakkan sebagai bagian dari kerangka makro, yakni
institusi sosial sebagai proses kebudayaan, maka pertama-tama yang perlu
disadari adalah institusi sosial tidak mungkin mengisolasikan diri dari
perkembangan dan transformasi sosial, kultural, maupun struktural.13
Di Negara Kesatuan Republik Indonesia, ketentuan mengenai zakat diatur
dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Lahirnya Undang-Undang ini, berawal dari niat baik untuk memperbaiki praktik
pengelolaan zakat di Indonesia yang sebelumnya diatur oleh Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999. UU Pengelolaan Zakat ini mendorong ke arah
modernisasi dan maksimalisasi kemanfaatan zakat, sekaligus melakukan kontrol
terhadap akuntabilitas lembaga amil zakat.14
Sebagai organisasi pengelola zakat haruslah mengedepankan keadilan dan
kemanusiaan, agar tercapai tujuan dari dibentuknya lembaga ini. Pada prinsipnya
11
Kamaludin, dkk, Etika Manajemen Islam, (Bandung; Pustaka Setia, 2010), h. 18-19
12
Feri Amsari, “Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Pemenuhan Tujuan Hukum dalam kasus
sekte al-Qiyadah”, Jurnal Yudisal, no. 2 (Agustus 2010), h. 98
13
Said Agil Husin Al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, (Jakarta; Penamadani,
2004), h. 201
14
Menjaga Tradisi Filantropi Islam, Majalah Konstitusi No. 81 (Mahkamah Konstitusi;
November 2013), h. 3
5
semua yang dibentuk oleh Pemerintah bertujuan untuk mensejahterakan
masyarakat namun sering kali implikasinya tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan
Keadilan dan Kemanusiaan itu termasuk ungkapan yang ada dan diterima
oleh semua agama, bahkan menjadi doktrin fundamental dari agama-agama
tersebut, meskipun demikian sering terjadi perbedaan dalam pemaknaan
persepsinya dan juga pemberian visi, sesuai dengan prinsip-prinsip teologisnya.
Secara umum pengertian adil mencakup pengertian : tidak berat sebelah, berpihak
kepada kebenaran obyektif, tidak sewenang-wenang. Cakupan makna ini menjadi
ajaran setiap agama, menjadi paradigma dakwahnya, menjadi rujukan hubungan
sosialnya.15
Hukum berkembang sesuai dengan kondisi yang ada sehingga tidak boleh
sesuatu terlewatkan dalam hukum agar tepat dalam mengambil keputusan. Terkait
mengenai persoalan zakat yang ada saat ini dimana setelah disahkannya UU
Pengelolaan Zakat, maka semua yang terkandung di dalamnya menjadi satu
kesatuan baik Muzakki, Mustahik, maupun Organisasi Pengelola Zakat.
Bazis DKI Jakarta merupakan Badan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
dalam urusan pengelolaan zakat. yang memiliki kewenangan menerima,
mengelola, mendistribusikan dan mendayagunakan Zakat ummat Islam yang
khususnya tinggal di daerah DKI Jakarta. Layaknya sebuah aturan tentunya
mengatur ketentuan mengenai sistem atau pun prosedur yang harus dipenuhi oleh
muzakki maupun mustahik agar proses pengelolaan dan pendistribusian dapat
15
Hasan Muhammad Tholchah, Islam dalam Persfektif Sosio Cultural, (Jakarta; Lantabora
Press, 2000), h. 247
6
terlaksana. Muncul pertanyaan dapatkah Bazis DKI Jakarta mendistribusikan
zakat bagi non muslim yang dikelompokkan dalam asnap muallaf.
Imam Syafi’i berkata, “Siapa pun tidak diperbolehkan membagikan zakat
tanpa mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, hal itu jika kedelapan
kelompok mustahiq itu ada, karena hanya kelompok mustahiq yang ada yang
memperoleh bagian zakat.”16
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat
permasalahan tersebut kedalam tulisan (skripsi) dengan judul: “Distribusi Zakat
bagi Non Muslim pada BAZIS DKI Jakarta Perspektif Hukum Islam.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar masalah dalam penelitian skripsi ini tidak meluas dan dapat menjaga
kemungkinan penyimpangan yang terjadi, maka penulis hanya membatasi
pembahasan ini dalam ruang lingkup mengenai Non Muslim sebagai penerima
zakat pada Bazis DKI Jakarta analisa perspektif hukum Islam.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, agar penelitian lebih terarah dan
spesifik maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana pendistribusian zakat pada Bazis DKI Jakarta?
b. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap zakat bagi non Muslim?
c. Bagaimana penerapan zakat bagi non Muslim pada Bazis DKI Jakarta?
16
Syaikh Ahmad Musthafa al-Farran, Tafsir al-Imam asy-Syafi’i Jilid 2, Penerjemah;Arya
N.A, Dkk (Jakarta Timur: Almahira, 2008), Cet. 1 H. 642
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dengan mengacu pada permasalahan diatas maka hasil penelitian
bertujuan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui Pendistribusian zakat pada Bazis DKI Jakarta.
b. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap Zakat bagi Non
Muslim.
c. Untuk mengetahui penerapan zakat bagi non muslim pada Bazis DKI
Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa ditimbulkan dari penelitian ini, penulis ingin
agar penelitian ini bisa memberikan manfaat:
a. Untuk menambah wawasan tingkat pemahaman dan pengetahuan bagi
penulis sendiri khususnya, dan bagi para praktisi maupun akademisi
pada umumnya dalam memahami pengelolaan Zakat yang dikelola
oleh lembaga pemerintah.
b. Sebagai khazanah ilmu pengetahuan untuk menambah referensi terkait
dengan penerima dan pemberi Zakat.
c. Menjadi masukan dan saran bagi para praktisi, akademisi dalam
penelitian selanjutnya sehingga bisa menjadi perbandingan bagi
penelitian yang lain.
8
D. Review Studi Terdahulu
Bedasarkan telaah yang sudah dilakukan terhadap beberapa sumber
kepustakaan, penulis melihat bahwa apa yang merupakan masalah pokok
penelitian ini tampaknya sangat penting dan prospektif, diantara penelitian-
penelitian yang terdahulu antara lain:
1. Alfianah Nuraini Putri (106046101593) “Pendistribusian dana bantuan
BAZIS dan hubungannnya dengan peningkatan prestasi belajar siswa
SLTA di wilayah Jakarta Utara”, Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas
Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011.
Dalam penelitian ini dibahas tentang prosedur pendistribusian dana BAZIS
yang telah dihimpun dari masyarakat kepada para siswa/I serta membahas
juga tentang dana BAZIS yang telah didistribusikan kepada para siswa
yang kurang mampu namun berprestasi apakah berdampak pada
peningkatan prestasi belajar siswa atau malah sebaliknya.
2. Nur Laeli Nafsah (204046102962) “strategi efektifitas penyaluran zakat
pada dompet peduli ummat darut tauhid (cabang jakarta selatan), Jurusan
Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta 2009.
Dalam penelitian ini dibahas strategi efektifitas penyaluran zakat pada
DPU-DT program-program penyaluran yang harus dilakukan sesuai
dengan syar’i yaitu terbagi menjadi 8 asnaf, yang diutamakan kepada fakir
miskin. Program diutamakan kepada program pemberdayaan dan sebagian
kecil untuk program santunan. Maka strategi ini membuahkan hasil yang
9
menguntungkan baik dari muzakki maupun mustahik dan LAZ-pun
mendapatkan hasil dari program yang dimilikinya hingga berkurangnya
mustahik.
3. Muhammad Nurhadi (204046102949) “pemberdayaan mustahik melalui
zakat produktif (studi kasus pada LAZ Al-Azhar peduli umat), Jurusan
Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta 2009.
Dalam penelitian ini dibahas mengenai memberdayagunakan mustahik
yang dilakukan oleh LAZ Al-Azhar peduli umat adalah dengan
diberdayakannya pesantren-pesantren yang masih kesulitan dalam
menutupi biaya operasionalnya. Salah satu bentuk program zakat produktif
Al-Azhar peduli ummat adalah dengan melakukan pemberian dana hibah
kepada pesantren untuk diberdayakan sesuai dengan potensi yang dimiliki
oleh pesantren tersebut.
4. Dewi Mayang Sari (106046101606) “Kajian strategi fundraising bazis
provinsi DKI Jakarta terhadap peningkatan pengelolaan dana ZIS”,
Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2010.
Dalam penelitian ini yang dibahas adalah tentang strategi pengembangan
OPZ yang dilakukan PKPU
Sedangkan yang membedakan penelitian saya dengan penelitian-penelitian
sebelumnya adalah:
10
1. Objek penelitian adalah mustahik Muallaf Bazis DKI Jakarta syarat
dan kategorinya
2. Penelitian melakukan kajian terhadap aturan yang berlaku pada Bazis
DKI Jakarta tentang mustahik Muallaf.
3. Pokok kajian terhadap non muslim sebagai penerima zakat pada Bazis
DKI Jakarta ditinjau dari Perspektif Hukum Islam
E. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Menurut Mardalis: “Penelitian deskriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku, didalamnya terdapat upaya
mendeskripsikan, mencatat analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang
sekarang ini terjadi atau ada”. Dengan kata lain, penelitian deskriptif bertujuan
untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat
kaitan antara variabel-variabel yang diteliti. Variabel ini tidak menguji hipotesa
atau tidak menggunakan hipotesa melainkan hanya mendeskripsikan informasi
apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.17
Sedangkan penelitian
kualitatif menurut Bogdan dan Tailor seperti yang dikutip oleh Lexy J. Maleong
yaitu sebagai “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”.18
17
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.
25.
18
Lexy J Maleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000),
Cet. Ke-11, h. 3.
11
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan, antara lain:
a. Data primer, yaitu data yang sengaja penulis kumpulkan secara langsung
dari kitab tafsir, kitab hadis dan buku fikih. Pengumpulan data yang
dilakukan yakni dengan melakukan studi kepustakaan.
b. Data sekunder, yaitu data pustaka yang dihimpun dari sejumlah buku-
buku, jurnal-jurnal, surat kabar, media internet, dan sumber bacaan
lainnya yang ada kaitannya dengan pembahasan skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Studi Kepustakaan (Library Research), yakni dengan mengkaji data-data
yang diperoleh dari buku-buku, bahan referensi, artikel, brosur dan bahan
bacaan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.
b. Studi Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dokumentasi yang berkaitan
dengan penerimaan dan pendistribusian BAZIS DKI Jakarta.
4. Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu
menggunakan data secara verbal dan kualifikasi bersifat teoritis. Pengelolaan
data kualitatif dilakukan dengan mengedit data kemudian mengkategorikan
data sesuai dengan masalah/tema yang sedang dibahas
5. Metode Analisa
Metode analisa dalam penelitian ini menggunakan analisis isi dengan
mendeskripsikan teori-teori yang ada kemudian disesuaikan dengan
12
kenyataan yang ada dan analisis wacana dengan memberikan pernyataan
peneliti dari gejala dan masalah yang ada.
6. Teknik Penulisan Skripsi
Dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman kepada kaidah-kaidah
penulisan karya ilmiah pada buku pedoman penulisan skripsi, yang
diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2012.
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN, Bab ini menjelaskan seputar latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, review
studi terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG DISTRIBUSI ZAKAT, Memuat
tentang Teori Distibusi, yang tersusun dalam sub bagian; Distribusi Pendapatan
dan Distribusi Kekayaan. Membahas juga tentang Zakat yang meliputi sub bagian;
Pengertian Zakat, Dasar Hukum Zakat, Jenis-jenis Zakat, Syarat-syarat dan Rukun
Zakat, serta Mustahik Zakat.
BAB III TINJAUAN UMUM DISTRIBUSI ZAKAT BAGI NON MUSLIM
PADA BAZIS DKI JAKARTA Memuat mengenai Profil Bazis DKI Jakarta,
Asnap Zakat pada BAZIS DKI Jakarta, membahas juga terkait Praktek Distribusi
Zakat Bagi Non Muslim pada Bazis DKI Jakarta.
13
BAB IV ANALISIS DISTRIBUSI ZAKAT BAGI NON MUSLIM PADA BAZIS
DKI JAKARTA, yang berisi tentang Non Muslim sebagai penerima Zakat Pada
BAZIS DKI Jakarta dalam pandangan hukum Islam
BAB V PENUTUP, yang terdiri dari dua sub yaitu kesimpulan dan saran
14
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
TENTANG DISTRIBUSI ZAKAT
A. Teori Distribusi
Distribusi adalah klasifikasi pembayaran berupa sewa, upah, bunga modal
dan laba, berhubungan langsung dengan tugas yang dilaksanakan oleh tenaga
kerja, dan pemberi kerja.1 Distribusi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa
orang atau ke beberapa tempat.2 Secara konvensional distribusi berarti proses
penyimpanan dan penyaluran produk kepada pelanggan.3
Menurut Afzalurrahman, “konsep distribusi memiliki maksud lebih luas,
yaitu peningkatan dan pembagian bagi hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan
dapat ditingkatkan sehingga kekayaan yang ada melimpah dengan merata dan
tidak hanya beredar di antara golongan tertentu saja”. Sementara itu, Anas Zarqa
mengemukakan bahwa defenisi distribusi itu adalah “suatu transfer dari
pendapatan kekayaan antara individu dengan cara pertukaran (melalui Pasar) atau
dengan cara lain, seperti warisan, sedekah, wakaf, dan zakat”.4
M. Abdul Mannan mengungkapkan bahwa teori ekonomi modern
mengenai distribusi merupakan teori menetapkan harga jasa produksi, sehingga
1 Richard G. Lipsey dan peter O. Steiner, Pengantar Ilmu Ekonomi (Jakarta: PT. Bina
Aksara,1985), h. 247
2 Kamus besar bahasa indonesia online, http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php
, diakses pada tanggal 16/02/2016 pukul 15:43
3 Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam; sejarah, teori, dan konsep (Jakarta; Sinar
Grafika, 2013), h.185
4 Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam; sejarah, teori, dan konsep h.185-186
15
masalah distribusi persorangan, dapat dipecahkan dengan cara sebaik-baiknya,
setelah terlebih dahulu diteliti masalah kepemilikan serta faktor-faktor produksi5
Distribusi secara teori dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu
distribusi pendapatan dan distribusi kekayaan.
1. Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan terdiri dari dua kata, yaitu distribusi dan
pendapatan. Menurut KBBI, distribusi bermakna pembagian, penyaluran, dan
pengiriman, sedangkan pendapatan artinya adalah hasil kerja usaha, maupun
pencarian. Dapat disimpulkan bahwa distribusi pendapatan adalah usaha
penyaluran dan pembagian hasil kerja usaha, niaga, ataupun jasa dengan
berupa uang atau harta kepada setiap anggota masyarakat.
Distribusi pendapatan dapat terbagi menjadi dua, yaitu yang bersumber
dari tanah (sewa) dan bersumber dari tenaga kerja (upah).6
a. Sewa
Afzalurrahman mengemukakan mengenai sewa ada pemikir yang
menganggap sistem bagi hasil sebagai sesuatu yang tidak sah atau haram.
Pendapat ini didasarkan atas hadis Rasulullah yang menyatakan bahwa
Rasulullah melarang penyerahan tanah dengan persewaan dan pembagian
hasil dengan mengambil hasil tanah.7 Alasan larangan sewa tersebut
5 M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta; PT Dana Bhakti Wakaf,
1995), h. 113 6 Hasanudin, Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: FDK Press, 2008), h. 126
7 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, jilid 2 (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,
1995), h. 279
16
didasarkan adanya indikasi bahwa penggarap tanah akan di eksploitasi
semata- mata untuk kepentingan pemilik tanah sehingga hal ini di larang.8
Menurut Mannan terkait sewa usaha produktif diperlukan dalam
proses menciptakan nilai secara bersama karena pemilik modal dan
pengusaha ikut berperan aktif dalam produksi barang atau jasa.
Pengambilan sewa harus di dasarkan pada prinsip “tidak menganiaya atau
dianiaya”. Hal tersebut juga dijelaskan pada surat Al Baqaroh: 279.
) 272: 2/البقرة)
Artinya: “Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang
dari Allah dan Rasulnya, tetapi jika kamu bertaubat, maka kamu berhak
atas pokok hartamu, kamu tidak berbuat dzalim (merugikan) dan tidak di
dzalimi atau dirugikan.”
b. Upah
Upah adalah harga yang dibayarkan kepada pekerja atas jasanya,
tenaga kerja diberikan imbalan atas jasanya. Dengan kata lain, upah adalah
harga dari tenaga yang dibayar atas jasanya dalam produksi.9 Sedangkan
tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi.
Ketentuan yang menjamin diperlakukannya tenaga kerja secara
manusiawi, diantaranya yaitu:10
1) Hubungan antara musta’jir dan ajir adalah hubungan persaudaraan
yang manusiawi secara menyeluruh.
8 M Abdul Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Prakktek, h.56
9 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, jilid 2, h. 361
10
Hasanudin, Sistem Ekonomi Islam, h. 130-131
17
2) Beban kerja dan lingkungan yang melingkupinya harus
memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan.
3) Tingkat upah minimum hendaknya mencukupi pemenuhan
kebutuhan dasar dari para tenaga kerja.
2. Distribusi Kekayaan
Di dalam Islam, distribusi kekayaan dapat mengambil beberapa bentuk
seperti zakat, infak, sedakah, wakaf, warisan, hibah, wasiat, qurban dan
aqiqah,11
Untuk mencapai pemerataan pendapatan kepada masyarakat secara
obyektif, Islam menekankan perlunya membagi kekayaan kepada masyarakat
melalui kewajiban membayar zakat, mengeluarkan infak, serta adanya hukum
waris dan wasiat serta hibah. Aturan ini diberlakukan agar tidak terjadi
konsentrasi harta pada sebagian kecil golongan saja. Hal ini berarti pula agar
tidak terjadi monopoli dan mendukung distribusi kekayaan serta memberikan
latihan moral tentang pembelanjaan harta secara benar.
B. Zakat
1. Pengertian Zakat
Zakat menurut bahasa artinya berkembang (an-namaau), juga pensucian
(thahir). Sedangkan menurut istilah syara’, zakat memiliki dua makna tersebut
yaitu berkembang dan pensucian. Karena dengan mengeluarkan zakat menjadi
sebab timbulnya berkah dan bersihnya pada harta.12
11
Hasanudin, Sistem Ekonomi Islam, h. 134
12
M. Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h.
222
18
Kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zakᾶ yang berarti berkah,
tumbuh, bersih dan, baik.13
zakat juga dapat diartikan kebersihan atau kesucian,14
berkembang, bertambah. Orang Arab mengatakan zakᾶ az-zar’u ketika az-Zar’u
(tanaman) itu berkembang dan bertambah,15
karena zakat berkaitan dengan harta
yang berkembang seperti perdagangan dan pertanian.16
Kata zakat berasal dari
zakᾶ yang artinya “tumbuh, berkah, bersih dan baik”.17
Zakat secara Terminologi (istilah) adalah menyisihkan sebagian harta
benda atau bahan makanan dengan kadar tertentu, untuk diberikan kepada yang
berhak menerima, terutama fakir miskin. Kewajiban tersebut dilakukan setahun
sekali atau pada saat panen18
. Selain itu ada istilah sedekah dan infak, sebagian
ulama fikih mengatakan bahwa sedekah wajib dinamakan zakat, sedangkan
sedekah sunnah dinamakan infak. Sebagian yang lain mengatakan infak wajib
dinamakan zakat, sedang infak sunnah dinamakan sedekah.19
Ulama Malikiyah memberikan definisi bahwa zakat adalah mengeluarkan
sebagian tertentu dari harta tertentu yang telah sampai nisab kepada orang yang
berhak menerima. Tidak jauh berbeda dengan Hanafiyah yang menurutnya zakat
adalah pemberian hak kepemilikan atas sebagian harta tertentu dari harta tertentu
13
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat (Bogor; Pustaka Litera AntarNusa, 1996), h. 34
14
Nawawi Rambe, Fiqh Islam (Jakarta, Duta Pahala, 1994), h. 203
15
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 164
16 Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafizh, Fathul Baari Syarah; Shahih Bukhari,
Penerjemah, Amiruddin Lc, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2004), H. 7
17 Ibrahim Anis dkk, Mu’jȃm al-Wȃsit I, (Mesir. dȃr al-Mȃ’ȃrif, 1972), h. 396.
18
Nawawi Rambe, Fiqh Islam, h. 203
19
Lili Bariadi, dkk, Zakat & Wirausaha (Jakarta; Pustaka Amri, 2005), h. 4
19
kepada orang tertentu yang telah ditentukan syariat. Sedangkan Ulama Syafi’iyah
memberikan pengertian bahwa zakat adalah nama barang yang dikeluarkan untuk
harta atau badan (diri manusia untuk zakat fitrah) kepada pihak tertentu.
sementara zakat menurut Hanabilah adalah hak yang wajib pada harta tertentu
kepada kelompok tertentu pada waktu tertentu.20
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 pada Pasal 1
disebutkan bahwa zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim
atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai
dengan syariat Islam.
Zakat sebagai dalil keimanan orang yang melakukannya.21
Sehingga tidak
sempurna Islam seorang muslim bila menolak maupun menghindari kewajiban
zakat.
…...( 11: 2/التوبه)
Artinya: “maka jika mereka bertaubat, mendirikan salat dan menunaikan zakat,
Maka (mereka itu) adalah saudaramu seagama”. (QS. at-taubah: 11)
Agama lahir sebagai sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia
menuju arah yang lebih baik. Karena itu dapat dimaknai zakat sebagai sistem
hukum yang diturunkan agar manusia tumbuh sebagai muslim yang kaffah.22
Zakat adalah salah satu rukun Islam, bahkan merupakan rukun
kemasyarakatan yang paling tampak di antara semua rukun-rukun Islam sebab di
20
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu, h. 165
21
Muhammad Nawawi, Pribadi Muslim; terjemah Tanqihul Qoul, Penerjemah Ali Hasan
Umar (Semarang: PT. Karya Toha Putra, t.th), h. 106
22
Angga Marzuki dan Ibnu Qomar, Arah Baru Kebijakan Publik: Studi Kasus Pemberdayaan
Zakat Jurnal Bimas Islam, Vol.8. No.4 tahun 2015 h. 741
20
dalam zakat terdapat hak orang banyak yang terpikul pada pundak individu.23
Selain sebagai salah satu rukun Islam, zakat juga mengandung hikmah kepedulian
terhadap sesama yang menunjukkan kerendahan hati dan kecintaan sosial, dimana
manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan saling membutuhkan antara satu
dengan yang lainnya.
Tujuan utama zakat adalah membantu orang yang miskin dan melarat
sehingga tidak ada seorang pun yang menderita dalam suatu Negara. Zakat
dikumpulkan dari orang kaya kemudian dibelanjakan untuk orang miskin,24
agar
mencegah terjadinya ketimpangan materi (ekonomi), maupun ketimpangan
dibidang lain (politik dan budaya).25
Dengan cara ini Islam menjaga harta di
dalam masyarakat agar tetap pada sirkulasi dan tidak terkonsentrasi di tangan
segelintir orang saja. Prinsip dasar Islam ini dinyatakan dengan pernyataan
sebagai berikut:26
( 7: 92/ الحشر)
Artinya: “apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk
Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di
antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul
23
Al-Assal Muhammad, dkk,Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam (Bandung: Pustaka
Setia, 1999), h.109
24
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, jilid 2, h. 109-110
25
Hasanudin, Sistem Ekonomi Islam, h. 135
26
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, h. 250
21
kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras
hukumannya.” (QS. al-Hasyr: 7)
2. Dasar Hukum Zakat
Distribusi Zakat adalah penyaluran atau pembagian harta dari yang
berkecukupan (muzakki) kepada penerima zakat (mustahik). Aturan yang
ditetapkan dalam Islam pasti memiliki dasar ataupun landasan yang berkekuatan
hukum tetap, termasuk zakat yang telah diatur dan ditetapkan dengan jelas.
Berikut ini dasar umum tentang zakat:
Firman Allah SWT:
.... ) البقرة
/2 :267)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. al-Baqarah: 267)
Firman Allah SWT:
) 277: 2/البقرة)
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan
mendirikan salat, serta mengeluarkan zakat, mereka itu memperoleh ganjaran
(pahala) di sisi Allah. Mereka tidak akan merasa takut dan tidak akan berduka
cita.” (QS al-Baqarah: 277)
Firman Allah SWT:
….. ….. ( 77: 4/ النساء)
Artinya:“Dan dirikanlah salat, dan tunaikanlah zakat” (QS. An-Nisa: 77)
22
Firman Allah SWT:
( 101: 2/التوبه)
Artinya: “Ambillah dari sebagian harta mereka sedekah (zakat) untuk
membersihkan diri dan menghapuskan kesalahannya.” (QS. At-Taubah: 103)
Hadis Nabi Saw:
لم على خ س ب ن : قال رس و ل هللا صلى هللا علي ه وسلم : قال ر م ع ن اب عن شهادة أن لإله إل هللا وأن : ا لس (رواه البخاري)م مدا رس و ل هللا وإقام الصلة وإي تاء الزكاة وحج ال ب ي ت والصو م رمضان
Artinya: “Ibnu Umar berkata, Rasulullah Saw. bersabda, Islam dibangun di atas
lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, mengeluarkan zakat,
mengerjakan haji ke baitullah, dan berpuasa pada bulan ramadhan”.
(HR. Bukhari)27
3. Jenis-jenis Zakat
Zakat dapat dibedakan dalam dua kelompok besar28
yaitu zakat fitrah dan
zakat mal (harta/kekayaan)
a. Zakat Fitrah
Zakat fitrah merupakan zakat jiwa (zakah al-nafs), yaitu kewajiban
berzakat bagi setiap individu baik orang yang sudah dewasa maupun belum
dewasa.29
Secara harfiah, zakat fitrah (zakat al-fithri) berarti zakat berbuka puasa,
sedangkan menurut istilah, zakat fitrah ialah zakat yang wajib atas setiap Muslim
27
M. Nashiruddin al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Penerjemah As’ad Yasin, Elly Latifa
(Jakarta: Gema Insani Press, 2003) h. 24
28
Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 77
29
Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, h. 78
23
yang mampu, menyerahkan satu gantang bahan makanan pokok kepada yang
berhak menerimanya, setahun sekali sebelum pelaksanaan shalat ‘Idul Fitri.30
ن ا م اع ص من ت ر أو صاعا ر ط ف ال اة ك ز م ل س و ه ي ل ع ى هللا ل ص هللا ل و س ر ض ر ف : ال ا ق م ه ن ع هللا ى ض ر ر م ع ن ب ا ن ع و و ن ل او ر ك الذ و ر ال و د ب ع ى ال ل ع ي ع ش لمي ل إ اس الن ج و ر خ ل ب ى ق د ؤ ت ن ا أ ب ر م أ سى والصغي وا لكبي من ال م س
31(متفق عليه) .ة ل الص
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Umar semoga Allah meridhoi keduanya dia
berkata; “Telah diwajibkan oleh Rasulullah Saw, zakat fitrah sebanyak satu sha’
(gantang) kurma atau satu sha’ gandum bagi budak, merdeka, laki-laki dan
perempuan, anak-anak dan dewasa dari setiap orang Islam. Diperintahkan untuk
menunaikan zakat tersebut sebelum orang-orang keluar untuk salat (‘Idul Fitri).”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda:
ة م ع ط و ث ف الر و و غ الل ن م م ائ لص ل ة ر ه ط ر ط ف ال اة ك ملسو هيلع هللا ىلص ز هللا ل و س ر ض ر ف : وعن اب ن عباس رضى هللا عن ه ما قال اك س م ل ل رواه أبو ) ت اق د الص ن م ة ق د ص ى ه ف ة ل الص د ع ا ب اه د ا ن م و ة ل و ب ق م اة ك ز ى ه ف ة ل الص ل ب ا ق اه د ا ن م ف ، ي
32(داود وابن ماجه وصححه الاكم
Artinya: diriwayatkan dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoi keduanya dia
berkata; “Rasulullah SAW, telah mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan
orang yang berpuasa dari segala perkataan keji dan sia-sia, serta untuk memberi
makanan pada orang-orang miskin. Siapa yang menunaikannya sebelum salat
(“Idul Fitri) menjadilah ia zakat yang diterima dan siapa yang menunaikannya
sesudah salat menjadilah ia suatu sedekah biasa.” (HR. Abu Daud dan Ibn
Majah)
Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an:
. ( 14 -19: 77/األعلى)
Artinya: “Sungguh beruntung orang yang telah membayar zakat serta menyebut
nama Tuhannya, lalu dia salat.” (QS. Al-A’la: 14-15)
30
Nawawi Rambe, Fiqh Islam, h. 214-215
31
Muhammad, Subulussalam; Juz II (Bandung: Maktabah Dahlan, t.th), h. 137
32
Muhammad, Subulussalam; Juz II. h. 139
24
Jumhur ulama sepakat bahwa zakat fitrah adalah wajib. Hanafiyah
memperjelas bahwa zakat fitrah itu wajib, bukan fardhu, berdasarkan kaidahnya
yang membedakan antara fardhu dengan wajib, dimana fardhu adalah sesuatu
yang ditetapkan berdasarkan dalil qathi’i sedangkan wajib adalah segala sesuatu
yang ditetapkan berdasarkan dalil zanni. Efek dari perbedaan ini adalah bahwa
orang yang mengingkari fardhu, berakibat kufur, sedangkan orang yang
mengingkari wajib, berakibat tidak kufur.33
Zakat fitrah selain sebagai kewajiban bagi setiap muslim juga sebagai
Fungsi Ibadah, Fungsi membersihkan orang yang berpuasa dari ucapan dan
perbuatan yang tidak bermafaat dan Fungsi Memberikan kecukupan kepada
orang-orang miskin pada hari raya fitri. Zakat fitrah dibayarkan sesuai dengan
kebutuhan pokok di suatu masyarakat, Di Indonesia, zakat fitrah diukur dengan
timbangan beras sebanyak 2,5 kilogram.34
b. Zakat Mal
Zakat mal adalah zakat kekayaan.35
Kekayaan (amwal) merupakan bentuk
jamak dari kata mal, dan mal bagi orang arab adalah “segala sesuatu yang
diinginkan sekali oleh manusia menyimpan dan memilikinya”. Ibnu Asyr
mengatakan, “Kekayaan pada mulanya berarti emas dan perak, tetapi kemudian
berubah pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan dimiliki.”36
33
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 922
34
Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, h. 78
35
Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, h. 80
36
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 123
25
Menurut Hanafiyyah kekayaan adalah segala yang dapat dipunyai dan
diambil manfaatnya, Adakalanya juga tidak dapat dimanfaatkan tetapi mungkin
dimiliki dan diambil manfaatnya, namun sebaliknya sesuatu yang tidak mungkin
dipunyai tetapi dapat diambil manfaatnya, seperti cahaya, dan panas matahari,
tidaklah termasuk kekayaan. Sedangkan menurut Syafi’i, Maliki, dan Hanbali,
manfaat itu termasuk kekayaan, menurut mereka yang penting bukanlah dapat
dipunyai sendiri tetapi dipunyai dengan menguasai sumbernya. Para ahli hukum
positif berpegang pada prinsip manfaat adalah kekayaan.37
Di Indonesia telah ditetapkan harta yang dikenakan zakat kekayaan
adalah:38
Emas, perak dan logam mulia, Uang dan surat berharga, Perniagaan,
Pertanian, perkebunan dan kehutanan, Peternakan dan Perikanan, Pertambangan,
Perindustrian, Pendapatan dan jasa yang terakhir Rikaz
4. Syarat dan Rukun Zakat
a. Syarat Wajib Zakat
Ulama Islam sepakat bahwa zakat hanya diwajibkan kepada Muslim
dewasa yang waras, merdeka, dan memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu
dengan syarat-syarat tertentu, yaitu:
1) Milik Penuh39
Pemilikan penuh adalah istilah yang terdiri dari dua kata,
pemilikan dan penuhnya pemilikan itu. Pemilikan menurut terminologi
adalah infinitif yang berarti “menguasai dan dapat dipergunakan”.
37
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 123-124
38 Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
39
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 127
26
Milik Penuh Menurut ulama Hanafi, hartanya harus dimiliki di
tangan. Ulama Maliki berpendapat, seseorang harus mempunyai hak
bertindak dalam harta yang dimilikinya. Sedangkan menurut Ulama
Syafi’i dan Hanbali, harta itu berada di tangannya dan dipergunakan
sesuai keinginannya dan mendapat buahnya serta tidak berkaitan
dengan hak orang lain.40
2) Berkembang41
Berkembang (nama’) secara terminologi berarti “bertambah”.
dan menurut pengertian ini dapat dikelompokkan menjadi dua,
bertambah secara konkrit dan bertambah tidak secara konkrit.
Bertambah secara konkrit adalah bertambah akibat pembiakan,
perdagangan dan sejenisnya, sedangkan bertambah tidak secara konkrit
adalah kekayaan itu berpotensi berkembang baik berada di tangannya
maupun di tangan orang lain
3) Cukup Senisab42
Tidak wajib zakat atas orang yang tidak memiliki nisab.43
Para
ulama sepakat bahwa cukup nisab pada selain zakat pertanian
merupakan syarat wajib zakat. Abu Hanifah berpendapat bahwa
banyak ataupun sedikit hasil yang tumbuh dari tanah harus dikeluarkan
40
Thaha Abdullah, Hak Fakir Miskin (Dar El Fikr; Beirut-Lebanon, 1987), h. 31
41
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 138
42
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 149
43
Thaha Abdullah, Hak Fakir Miskin, h. 33
27
zakatnya sepuluh persen. Sedangkan menurut jumhur ulama nisab
merupakan ketentuan yang mewajibkan zakat pada seluruh kekayaan.
4) Bebas dari Hutang44
Jumhur ulama berpendapat bahwa hutang merupakan
penghalang wajib zakat, atau dapat mengurangi ketentuan wajibnya
dalam kasus kekayaan tersimpan seperti uang dan harta benda dagang.
Tetapi kekayaan yang kelihatan, seperti ternak dan pertanian, ulama
fikih berbeda pendapat meskipun pada dasarnya sulit membedakan
kekayaan tersimpan dan kekayaan yang kelihatan.
5) Berlalu Setahun45
Berlalu setahun ataupun telah sampai haul pemilikan harta
yang berada di tangan si pemilik sudah berlalu masanya dua belas
bulan Qamariyah. Persyaratan setahun itu hanya buat ternak, uang, dan
harta benda dagang, yaitu yang dapat dimasukkan ke dalam istilah
“zakat modal”. Tetapi hasil pertanian, buah-buahan dan harta karun
tidaklah dipersyaratkan satu tahun dan semuanya itu dapat dimasukkan
ke dalam istilah “zakat pendapatan”.
b. Rukun Zakat
Zakat mal (harta) yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang
telah diatur dalam ketentuan hukum Islam kemudian harus memenuhi ketetapan
rukun zakat yaitu:
44
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 155
45
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 161
28
1) Niat
Perbuatan itu sah hanya dengan niat. Zakat berbeda dengan
membayar utang, karena membayar utang itu bukan ibadah. Utang itu
gugur dengan sebab menggugurkan mustahiknya; berbeda dengan
zakat, tidak ada seorang pun yang berhak menggugurkan zakat dari
orang yang wajib kepadanya.46
Jumhur ulama sepakat niat adalah
wajib dalam zakat dan ibadah-ibadah lainnya.47
2) Harta yang diberikan adalah harta zakat
Yang dimaksud dengan harta zakat adalah harta yang
memenuhi unsur syarat-syarat zakat. Sehingga tidak sah zakat bila
tidak memenuhi ketentuan tersebut.
3) Harta diberikan kepada Asnaf Zakat
Zakat adalah pemberian wajib dalam harta kepada yang berhak
dengan menyerahkan kepada mustahik zakat atau pun wakilnya
dengan memutuskan manfaat dari pemiliknya.
5. Mustahik Zakat
Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.48
Adapun mustahik
zakat telah disebutkan secara jelas di dalam Al-Qur’an sebagaimana ayat berikut:
( 60: 2/التوبه)
46
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 781-782
47
Thaha Abdullah, Hak Fakir Miskin, h. 38
48
Pasal 1Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
29
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
miskin, pengurus zakat (amil), orang-orang yang dibujuk hatinya (muallaf),
budak yang telah dijanjikan akan dimerdekakan, orang yang berhutang, untuk
jalan Allah (fi sabilillah), dan untuk orang dalam perjalanan yang kehabisan
belanja (ibnu sabil), itulah sebagai suatu ketetapan dari Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS At-Taubah: 60)
a. Fakir
Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan tidak mempunyai
mata pencaharian dan dialami terus-menerus atau dalam beberapa waktu saja, baik
ia minta-minta (kepada orang lain) atau tidak minta-minta49
.
Firman Allah swt:
) 271: 2/البقرة)
Artinya: “(Berikanlah zakat) kepada orang-orang fakir, yaitu orang-orang yang
terikat di jalan Allah, mereka tidak dapat berusaha mencari nafkah. Orang yang
tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-
minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta
kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 273)
b. Miskin
Miskin (jamak, masakin) adalah orang yang mempunyai harta atau
mempunyai mata pencaharian tapi tidak mencukupi kebutuhannya sehari-hari,
baik ia minta-minta atau tidak minta-minta50
49
Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan kitab Al Umm/ Imam Syafi’i
Abu Abdullah Muhammad bin Idris; penerjemah Mohammad Yasir Abd Mutholib (Jakarta;
Pustaka Azzam, 2004), h. 500
50
Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan kitab Al Umm/ Imam Syafi’i
Abu Abdullah Muhammad bin Idris; penerjemah Mohammad Yasir Abd Mutholib, h. 500
30
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw, bersabda:
ري رة كي : رضي هللا عن ه أن رس و ل هللا صلى علي ه وسلم قال عن أب ه الذي يط و ف على اف و الط بذا لي س ال مس رتن فالناس رة والتم متان والتم د غن ي غ ني ه : هللا؟ قال ل و س ر ي ي ك س م ا ال م ف : واال ق . ت ر ده اللق مة واللق الذي لي
(رواه مسلم) .أ ي ش الناس ل أ س ي ولي ف طن له ف ي تصدق عاي ه ول
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
orang miskin itu bukanlah orang yang berkeliling untuk meminta-minta kepada
orang lain, lalu dia mendapat sesuap atau dua suap makanan, atau satu atau dua
butir kurma, para sahabat bertanya, lalu siapakah orang miskin itu ya
Rasulullah? Beliau menjawab; yaitu, orang yang tidak mempunyai kekayaan yang
bisa mencukupinya. Namun dia tidak menampakkan kekurangan agar diberi
sedekah, dan tidak meminta-minta sedikit pun kepada orang lain. (HR. Muslim)51
c. Amil
Amil (jamak, amilin) adalah orang yang ditugasi (oleh penguasa) untuk
menarik zakat dari orang yang berhak membayar zakat, Amil bisa terdiri dari
orang miskin atau pun kaya hukumnya sama apabila bertugas menarik zakat.52
و ا، أ ه ي ل ع ل ام ع ل : ة س م ل ل ، إ ن غ ل ة ق د الص ل ت ل : هللا ملسو هيلع هللا ىلص ل و س ر ال ق : ال ق ه ن ع هللا ى ض ى ر ر د ال د ي ع س ب أ ن ع اخد وأبو رواه. )ن غ ا ل ه ن ى م د ه أ ا ف ه ن ا م ه ي ل ع ق د ص ت ي ك س م و أ هللا ل ي ب س ف از غ و ، أ م ار غ و ، أ ه ال ا ب اه ر ت ش ا ل ج ر
53(داود وابن ماجه وصححه الاكم وأعل ابلرسال
Artinya: Diriwayatkan dari Sa’id Al-Hudri r.a. dia berkata bahwa Rasulullah
SAW telah bersabda:“Tidak halal sedekah bagi orang kaya kecuali dalam lima
hal. Pertama, karena menjadi amil. Kedua, orang kaya yang membeli barang
sedekah dengan hartanya. Ketiga, yang berutang. Keempat, orang kaya yang
berperang di jalan Allah. Kelima, seorang miskin yang menerima sedekah dari
orang kaya, lalu ia menghadiahkan kembali kepada orang kaya itu pula.” (HR.
Ahmad, Abu Daud dan Ibn Majah)
Amil berperan menghubungkan antara pihak Muzakki dengan Mustahik.
Sebagai perantara keuangan Amil dituntut menerapkan azas trust (kepercayaan),
51
M. Nashiruddin al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, h. 274
52
Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan kitab Al Umm/ Imam Syafi’i
Abu Abdullah Muhammad bin Idris; penerjemah Mohammad Yasir Abd Mutholib, h. 500
53
Muhammad bin Ismail, Subulussalam; Juz II. h. 145
31
azaz kepercayaan menjadi syarat mutlak yang harus dibangun.54
Syarat bagi
seorang anggota amil antara lain: muslim, baligh, berakhlak mulia, jujur, taat dan
saleh, serta menguasai hukum zakat.
Amil bertugas mengatur organisasi dan administrasi zakat masyarakat,
meliputi: 1) Mengumpulkan zakat, petugasnya disebut Jubah atau Su’ah atau
Hasyarah. 2) Mendaftar dan mencatat para wajib zakat (muzakki) dan yang
berhak menerima zakat (mustahiq). Petugas bidang ini disebut Katabah atau
Hasabah: 3) Membagi-bagikan, petugasnya disebut Qasamah . 4) Menyimpan dan
memelihara, petugasnya disebut hazanah atau hafadzah.55
d. Muallaf
Muallaf adalah orang yang diharapkan dapat dilunakkan hatinya atau
dihidupkan simpatinya kepada Islam atau dikokohkan imannya atau dihindarkan
usaha-usaha jahatnya terhadap Islam. Jadi, golongan ini bisa terdiri dari orang-
orang yang baru masuk Islam atau bahkan yang masih belum masuk Islam.56
Muallaf itu bermacam-macam, yaitu, pertama Orang kafir yang bisa
diharap masuk Islam. Oleh Nabi Saw mereka diberi zakat agar hati mereka lunak
dan terdorong masuk Islam, kedua Orang kafir yang dikhawatirkan akan
membahayakan agama dan umat Islam. Mereka diberi zakat agar jangan
54 Mila Sartika, Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq
pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta, Jurnal Ekonomi Islam; La_Riba, No. 1 (Juli 2008) h. 81
55
Nawawi Rambe, Fiqh Islam, h. 220
56
Nawawi Rambe, Fiqh Islam, h. 221
32
menimbulkan bahaya, ketiga Orang Islam yang masih dha’if ke-Islamannya.
Mereka pun patut diberi agar ke-Islamannya makin teguh. 57
Dalam sebuah hadis diriwayatkan:
ن اب ان و ف ص و ب ر ح ن اب ان ي ف س اب ا م ل س و ه ي ل ع ى هللا ل ص هللا ل و س ى ر ط ع ا :ال ق ه ن ع هللا ي ض ر ج ي د خ ن ب ع اف ر ن ع . ك ل ذ ن و د اس د ر م ن ب اس ب ى ع ط ع أ و .ل ب ال ن م ة ئ ام م ه ن م ان س ن ا ل ك س اب ح ن اب ع ر ق ال و ن ص ح ن اب ة ن ي ي ع و ة ي م ا ب د ي ب ع ال ب ه ن و ب ه ن ل ع ت أ : اس د ر م ن ب اس ب ع ال ق ف ف اس د ر م ان ق و ف ي س اب ح ل و ر د ب ان ا ك م ف اع ر ق ال و ة ن ي ي ع ي ا
.فأت له رس و ل هللا صلى هللا علي ه وسلم مائة : ل ي ر فع قال م و لي ا ض ف ت ن م ا و م ه ن م ئ ر ام ن و د ت ن ا ك م و ع م ج ل58(رواه مسلم)
Artinya: “Diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij r.a berkata: Rasulullah pernah
memberikan kepada Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umayyah, Uyainah bin
Hishn, dan al-Aqra bin Habis masing-masing seratus ekor unta, sedangkan Abbas
bin Mirdas beliau beri kurang dari 100 ekor, maka Abbas bin Mirdas
mengatakan, “Apakah kau berikan perolehanku dan perolehan Ubaid antara
Uyainah dan al-Aqra’? Badr dan Habis keduanya tidak mengungguli Mirdas di
tengah masyarakat Aku pun tidak lebih rendah dari keduanya, dan orang yang
kau rendahkan hari ini tidak akan terangkat. Kata Rafi’.” Maka Rasulullah
melengkapkan 100 ekor unta bagi Abbas bin Mirdas (HR. Muslim)
e. Budak
Perbudakan telah ada pada masa pra Islam dan sisa-sisanya masih terdapat
ketika Islam diturunkan. Sejak itu Islam berusaha menghapuskannya dengan
berbagai cara, antara lain dengan zakat.59
Allah telah memerintahkan kepada
kuam Muslimin untuk memberi kesempatan pada hamba-hambanya yang
berkelakuan baik untuk memerdekakan diri, Dalam Al-Quran jelas disebutkan:
) 11: 24/النور)
57
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqhul Mar’ah Al-Muslimah: Fiqih Wanita, Penerjemah
Anshori Umar (Semarang: CV Asy-Syifa’, t.th), h. 212
58
M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, h. 251
59
Nawawi Rambe, Fiqh Islam, h. 221
33
Artinya: “Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian,
hendaklah kamu membuat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada
kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta yang
dikaruniakanNya kepadamu.” (QS. an-Nur: 33)
f. Ghorim
Ghorim (orang yang terlilit utang) ada dua macam, pertama orang yang
berutang untuk kemaslahatan dan kebaikan dirinya dan tidak dipakai untuk
keperluan maksiat kemudian ia tidak mampu membayar utang tersebut. Kedua,
adalah orang yang berutang untuk menanggung hidup orang lain atau untuk
memperbaiki keadaan keluarga dan kerabatnya dengan cara yang ma’ruf.60
g. Sabilillah
Sabilillah secara harfiah berarti jalan atau cara yang dapat menyampaikan
manusia kepada Allah. Jangkauannya sangat luas meliputi berbagai bidang
perjuangan dan amal ibadah, baik segi agama, pendidikan, ilmu pengetahuan,
budaya, kesenian, keamanan, dan pertahanan, usaha kebaikan untuk kemaslahatan
kaum Muslimin, serta upaya yang dapat menambah kekuatan dan kejayaan agama
dan negara termasuk dalam kandungan fi sabilillah.61
) 262: 2/البقرة)
Artinya: “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian
mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka
memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 262)
60
Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan kitab Al Umm/ Imam Syafi’i
Abu Abdullah Muhammad bin Idris; penerjemah Mohammad Yasir Abd Mutholib, h. 501
61
Nawawi Rambe, Fiqh Islam, h. 222
34
h. Ibnu Sabil
Secara Harfiah, ibnu sabil diartikan anak jalan. Maksudnya, musafir atau
orang yang sedang dalam perjalanan dan kehabisan bekal sehingga menemui
kesulitan untuk kembali ke tempatnya semula.62
Orang yang bepergian melintasi
berbagai negeri tidak memiliki bekal dalam perjalanannya maka berhak menerima
zakat sekedar untuk memenuhi kebutuhannya hingga sampai di negerinya
walaupun dia memiliki harta. Hukum ini berlaku pula terhadap orang yang
merencanakan perjalanan sedang dia tidak memiliki bekal, maka dia dapat diberi
dari harta zakat untuk memnuhi biaya pergi dan pulangnya.63
62
Nawawi Rambe, Fiqh Islam, h. 223
63
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib, Ar-Rifai, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Ibnu Katsir
Penerjemah, Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) Cet. 1., Jilid 2, h. 624
35
BAB III
DISTRIBUSI ZAKAT BAGI NON MUSLIM
PADA BAZIS DKI JAKARTA
A. PROFIL UMUM BAZIS DKI JAKARTA
1. Sejarah Pendirian1
Bazis DKI Jakarta merupakan sebuah badan pengelola zakat resmi yang
dibentuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Badan ini berdiri secara resmi pada
tahun 1968 sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
(ketika itu dijabat oleh Ali Sadikin) No. Cb. 14/8/18/68 tertanggal 5 Desember
1968 Tentang Pembentukan Badan Amil Zakat, berdasarkan syariat Islam dalam
wilayah DKI Jakarta.
Pada tanggal 24 September 1968, sebelas ulama berkumpul di Jakarta
yang terdiri dari: Prof. Dr. Hamka, KH. Ahmad Azhari, KH. Moh. Syukri
Ghazali, Moh. Sodry, KH. Taufiqurrahman, KH. Moh. Soleh Su’aidi, M. Ali Al
Hamidy, Mukhtar Luthfy, KH. A. Malik Ahmad, Abdul Kadir, dan KH. M.A.
Zawawy. Pertemuan ini menghasilkan rekomendasi, yaitu:
a. Perlunya pengelola zakat dengan sistem administrasi dan tata usaha yang
baik sehingga bisa dipertanggungjawabkan pengumpulan dan
pendayagunaannya kepada masyarakat.
b. Bahwa zakat merupakan potensi umat yang sangat besar yang belum
dilaksanakan secara maksimal. Karenanya, diperlukan efektivitas
1 http://bazisdki.go.id/page/index/profil-bazis diakses pada tanggal 16 April 2016 pukul 19.32
36
pengumpulan zakat sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
pembangunan.
Melihat peran zakat yang sangat strategis, maka pada acara Isra’ Mi’raj di
Istana Negara, Presiden Soeharto ketika itu menyerukan secara langsung
pelaksanaan zakat untuk menunjang pembangunan. Pada saat yang sama, ia juga
menyatakan kesediannya untuk menjadi amil tingkat nasional.
Sebagai tindak lanjut dari seruan itu, Presiden Soeharto mengeluarkan
Surat Perintah No. 07/POIN/10/1968 tanggal 31 Oktober 1968 kepada Mayjen
Alamsyah Ratu Prawiranegara, Kol. Inf. Drs. Azwar Hamid, dan Kol. Inf. Ali
Afandi untuk membantu Presiden dalam proses administrasi dan tata usaha
penerimaan zakat secara nasional.
Untuk lebih memperkuat hal tersebut, Presiden mengeluarakan Surat
Edaran No. B. 133/PRES/11/1968 yang menyerukan kepada pejabat/instansi
untuk membantu dan berusaha ke arah terlaksananya seruan presiden dalam
wilayah atau lingkup kerja masing-masing. Seruan Presiden ini kemudian
ditindaklanjuti oleh Gubernur Prov. DKI Jakarta, Ali Sadikin dengan
mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur No. Cb. 14/8/18/68 tertanggal 5
Desember 1968 Tentang Pembentukan Badan Amil Zakat, berdasarkan syariat
Islam dalam wilayah DKI Jakarta. Akhirnya, BAZ Prov. DKI Jakarta secara resmi
berdiri.
Sejak berdirinya BAZIS tahun 1968, perkembangan zakat masih dirasakan
belum optimal. Hal ini dilihat dari hasil pengumpulan yang secara kuantitas
maupun kualitas masih sangat kecil dibandingkan dari potensi zakat yang sangat
37
besar, khusunya di DKI Jakarta. Untuk memperluas sasaran operasional dan
karena semakin kompleknya permasalahan zakat di Jakarta, maka pada tahun
1973 Gubernur Prov. DKI Jakarta melalui Surat Keputusan No. D.III/B/14/6/73
tertanggal 22 Desember 1973 menyempurnakan BAZ ini menjadi Badan Amil
Zakat dan Infak/Sedekah yang kini popular dengan sebutan BAZIS.
2. Dasar Hukum
Realitas perkembangan produksi maupun distribusi zakat yang tiap tahun
makin meningkat hal ini didukung dengan ketentuan hukum yang telah ditetapkan
di Indonesia. Adapun ketentuan Bazis DKI Jakarta didasarkan pada dasar hukum
berikut:
a. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 sebagai penganti Undang-undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
b. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Zakat.
d. Instruksi Menteri Agama No. 16 Tahun 1968 tentang Pembinaan Zakat
dan Infak/Sedekah.
e. Instruksi Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 1991
dan Nomor 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat dan
Infak/Sedekah.
f. SK Gub Nomor D.III/B/14/6/73 tentang penyempurnaan BAZ menjadi
BAZIS DKI Jakarta.
38
g. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 120 Tahun 2002 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja BAZIS Provinsi DKI Jakarta.
h. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2002 Tentang
Pola Pengelolaan Zakat, Infak dan Sedekah di Provinsi DKI Jakarta.
i. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 26 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Zakat, Infak dan Sedekah Badan
Amil Zakat, Infak dan Sedekah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
j. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 51 Tahun 2006 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pengumpulan dan Pendayagunaan Zakat, Infak dan
Sedekah Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
3. Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 120
tahun 2002 tentang Organisasi dan tata Kerja Badan Amil Zakat, Infak dan
Sedekah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, BAZIS mempunyai
Kedudukan, Tugas dan Fungsi sebagai berikut :
a. Kedudukan :
1) BAZIS adalah lembaga Non Struktural Pemerintah Daerah di bidang
Pengumpulan dan Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah
2) BAZIS adalah institusi publik yang terdiri dari unsur Pemerintah
Daerah dan masyarakat
39
3) BAZIS dipimpin oleh seorang Kepala, berada di bawah koordinasi
Biro Dikmental Setda Provinsi DKI Jakarta dan bertanggung jawab
kepada Gubernur
4) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZIS dikoordinasikan
oleh Asisten Kesejahteraan Rakyat
b. Tugas :
1) BAZIS mempunyai tugas menyelenggarakan pengumpulan dan
pendayagunaan zakat, Infak dan Sedekah sesuai dengan fungsi dan
tujuannya
2) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZIS bersifat obyektif dan terbuka
c. Fungsi :
1) Penyusunan program kerja
2) Pengumpulan segala macam Zakat, Infak dan Sedekah dari masyarakat
termasuk pegawai di wilayah Provinsi DKI Jakarta
3) Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah sesuai dengan ketentuan
hukumnya
4) Penyuluhan kepada masyarakat dalam upaya peningkatan kesadaran
menunaikan ibadah Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS).
5) Pembinaan pemanfaatan Zakat, Infak dan Sedekah agar lebih produktif
dan terarah
6) Koordinasi, bimbingan dan pengawasan kegiatan pengumpulan Zakat,
Infak dan Sedekah yang dilaksanakan oleh pelaksana pengumpulan
BAZIS
40
7) Penyelenggaraan kerjasama dengan Badan Amil Zakat, Infak dan
Sedekah dan lembaga amil zakat yang lain
8) Pengendalian atas pelaksanaan pengumpulan dan pendayagunaan
Zakat, Infak dan Sedekah
9) Pengurusan fungsi-fungsi ketatausahaan, perlengkapan,
kerumahtanggaan dan sumber daya manusia
4. Struktur Organisasi Bazis DKI Jakarta
Dalam bentuk diagram struktur Bazis DKI Jakarta dapat digambarkan
sebagai berikut:
5. Distribusi Pendayagunaan Zakat Bazis DKI Jakarta
( 06: 9/التوبه)
41
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
miskin, pengurus zakat (amil), orang-orang yang dibujuk hatinya (Mualaf), budak
yang telah dijanjikan akan dimerdekakan, orang yang berhutang, untuk jalan
Allah (fi sabilillah), dan untuk orang dalam perjalanan yang kehabisan belanja
(ibnu sabil), itulah sebagai suatu ketetapan dari Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS At-Taubah: 60)
Dana zakat pada Bazis DKI Jakarta didistribusikan kepada asnap yang
telah disebutkan pada ayat di atas kecuali asnap Riqab, hal ini dikarenakan
menurut Bazis DKI Jakarta keberadaan budak pada masa sekarang sudah tidak
ada lagi, sehingga tidak ada lagi budak yang harus dimerdekakan.
Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa penguasa boleh
mengkhususkan penerimaan zakat kepada satu golongan atau lebih apabila situasi
dan kondisinya menuntut demikian. Sedangkan menurut Imam Syafi’i zakat tidak
boleh diberikan kepada golongan tertentu, namun harus diberikan kepada delapan
golongan secara menyeluruh. Perbedaan pendapat disebabkan adanya
pertentangan pemahaman antara lafal dan makna. Dari segi lafal dipahami bahwa
zakat dibagikan kepada delapan golongan tersebut secara menyeluruh namun bila
dari segi makna dipahami bahwa zakat diberikan kepada yang membutuhkan,
sedangkan penyebutan delapan golongan dalam ayat al-Qur’an hanya untuk
membedakan jenis golongan, bukan mengharuskan agar diberi semuanya.2
Dalam pendistribusian dana Zakat, BAZIS Provinsi DKI Jakarta telah
memiliki garis-garis besar haluan pendayagunaan, atau biasa disebut dengan icon
Pendayagunan Dana ZIS yang disusun dalam bentuk skema sebagai berikut:
2 Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid; Analisa Fiqih Para Mujtahid, Penerjemah, Drs Imam
Ghazali Said, MA & Drs. Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani, 2007) H. 611-612
42
Pada tahun 2015 realisasi distribusi pendayagunaan zakat pada Bazis DKI
Jakarta mencapai Rp. 40.987.067.800,-3 dengan pembagian Fakir miskin
mendapat sebesar 66,97%, Sabilillah sebesar 31,95 %,
Mualaf/Gharimin/Ibnussabil sebesar 1,08 %, sedangkan untuk bagian Riqab 0%.
Adapun realisasinya sebagai berikut:
a. Fakir Miskin
1) Bantuan Biaya Penunjang Pendidikan
Beasiswa ini diperuntukan tingkat SD/MI, SLTP/MTS,
SLTA/MA, S1 yang tergolong dhuafa ditandai dengan surat keterangan
tidak mampu dari kelurahan.
3 Bazis DKI Jakarta, Laporan Kegiatan Bazis Provinsi DKI Jakarta tahun 2015,h. 25
66.97%
31.95%
1.08%
Pendistribusian Zakat T.A 2015
Fakir Miskin
Sabilillah
Mualaf/Gharimin/Ibnusabil
Riqab
43
a) Beasiswa SD/MI sebanyak 13.125 orang
b) Beasiswa SLTP/MTS sebanyak 10.675 orang
c) Beasiswa SLTA/MA Tahun Ajaran 2015/2015 semester genap
periode Januari s.d Juni sebanyak 2.270 orang dan tahun Ajaran
2015/2013 semester ganjil periode Juli s.d Desember sebanyak
2.555 orang
d) Beasiswa S1 Tahun Ajaran 2015/2015 semester genap periode
Januari s.d Juni sebanyak 1.420 orang dan tahun Ajaran
2015/2013 semester ganjil periode Juli s.d Desember sebanyak
1.535 orang
e) Beasiswa santri sebanyak 30 orang
f) Bantuan guru PAUD sebanyak 250 orang
g) Pondok Dhuafa sebanyak 50 orang
2) Bantuan Untuk Meringankan Beban Hidup
Santunan anak yatim, santunan dhuafa, biaya tunggakan sekolah,
bantuan biaya berobat, bencana alam, renovasi rumah dhuafa, dan
santunan jama’ah haji yang meninggal. Jumlah penerima bantuan
sebanyak 7.552 orang.
b. Bantuan untuk Fi sabilillah
1) Pendidikan Kader Ulama (PKU), Pendidikan Dasar Ulama (PDU) dan
Pendidikan Kader Muballigh (PKM) sebanyak 280 orang.
2) Bantuan penulisan tesis dan disertasi untuk S2 dan S3 sebanyak 52
orang.
44
3) Bantuan kesejahteraan untuk guru ngaji/merbot dan guru honorer
madrasah sebanyak 14.135 orang.
4) Kegiatan Majelis Ta’lim sebanyak 112 kegiatan, .
5) Kegiatan syiar Islam sebanyak 1.249 kegiatan.
6) Renovasi tempat ibadah sebanyak 111 tempat ibadah.
c. Bantuan untuk Mualaf, Gharimin, dan Ibnu Sabil
Pendayagunaan dana zakat pada asnaf Mualaf, gharimin, dan ibnu sabil
adalah bantuan karitas yang bersifat konsumtif. Jumlah penerima bantuan
sebanyak 255 orang.
B. PRAKTEK DISTRIBUSI ZAKAT BAGI NON MUSLIM PADA BAZIS DKI
JAKARTA
1. Klasifikasi Non Muslim
Non Muslim adalah orang yang menganut agama selain Islam. Non
muslim disebut juga orang kafir karena tidak mau mengakui Islam dan
mengingkari kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Di dalam Syariat
Islam orang kafir dapat diklasifikasikan kepada golongan Musta’man, Mu’ahad,
Dzimmy dan Harby.
Kafir Musta’man, adalah orang kafir yang mendapatkan jaminan
keamanan dari seluruh atau sebagian kaum muslimin, dapat juga dikatakan orang
kafir yang masuk ke negara kaum muslimin (dengan maksud) bukan untuk
menetap pada negara itu.
45
Artinya: “dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta
perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar
firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. demikian
itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At-Taubah: 6)
Selanjutnya kafir Mu’ahad, yakni orang kafir yang telah sepakat dengan
kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati.
Orang kafir seperti ini tidak boleh diperangi sepanjang mereka menjalankan
kesepakatan yang telah dibuat.
Artinya: “bagaimana bisa ada Perjanjian (aman) dari sisi Allah dan RasulNya
dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah
Mengadakan Perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidilharaam? Maka selama
mereka Berlaku Lurus terhadapmu, hendaklah kamu Berlaku Lurus (pula)
terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.”
(QS. At-Taubah: 7)
Kemudian kafir Dzimmy, yakni orang kafir yang membayar jizyah (upeti)
yang dipungut sebagai imbalan bolehnya tinggal di negeri kaum muslimin. Orang
kafir seperti ini tidak boleh diperangi selama mereka masih mentaati peraturan-
peraturan yang dikenakan kepada mereka.
46
Artinya: “perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak
(pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang
diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang
benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada
mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam
Keadaan tunduk.” (QS At-Taubah: 29)
Imam yang empat. Az Zuhry dan Ibnu Syubrumah membolehkan
memberikan zakat kepada Ahli dzimmah. Menurut mazhab Abu Hanifah boleh
kita memberikan zakat fitrah dan kaffarat kepada orang dzimmi.4
Terakhir kafir Harby, yakni kafir yang selain tiga jenis di atas orang kafir
jenis inilah yang disyariatkan untuk diperangi dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam syariat Islam. Mereka diperangi karena tidak mematuhi dan
cenderung melanggar perjanjian
Dari klasifikasi non muslim yang telah disebutkan di atas dapat dipahami
bahwa Islam telah mengatur bagaimana seorang muslim menyikapi keberadaan
orang-orang yang bukan beragama Islam. Tidak semua kafir diperangi dan di
bunuh namun ada berbagai ketentuan yang harus dipenuhi. Tidak terkecuali pula
persoalan zakat yang dalam praktek hukumnya terus berkembang. Dalam
masyarakat seperti sekarang ini hubungan antar para pemeluk agama yang
berbeda-beda tidak bisa dihindarkan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik
maupun budaya.5
Berkenaan dengan non muslim Bazis DKI Jakarta bahkan pernah
mendistribusikan zakat kepada yang bukan beragama Islam, dengan alasan
4 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam, (Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2001) Cet. 2, h. 143
5 A. Toto Suryana Af, Pendidikan Agama Islam , (Untuk Perguruan Tinggi), (Bandung, Tiga
Mutiara, 1996), h. 166
47
pemberian ini diharapkan mampu menggugah hati yang menerima dan bersedia
masuk agama Islam. Pendistribusian zakat bagi non muslim ini dikelompokkan
dalam asnap mualaf, besarnya + 1.08% dari total keseluruhan dana zakat.
2. Asnap Mualaf Pada Bazis DKI Jakarta
Mualaf merupakan bagian dari kelompok penerima zakat sebagaimana
asnaf zakat yang telah disebutkan di dalam Al-Qur’an. Bagi Bazis DKI Jakarta
mualaf dapat dikategorikan menjadi 2 unsur yaitu:
a. Orang yang baru masuk Islam
b. Non Muslim yang diharapkan keislamannya.6
Kedua unsur tersebut merupakan bagian yang masuk dalam kategori
mualaf dan dapat menjadi mustahik zakat di Bazis DKI Jakarta.
Agar tepat sasaran Bazis DKI Jakarta telah menyiapkan strategi dalam
pendistribusian zakat bagi mualaf yaitu:
a. Pelaksanaan seleksi yang baik dan efektif
b. Pembinaan SDM Mualaf
c. Mengurangi bantuan karitatif
Pada proses seleksi, Bazis DKI Jakarta melaksanakan tahapan, pertama,
seleksi berkas; dimana Mualaf yang ingin mendapatkan dana zakat harus
melengkapi berkas diantaranya; Surat permohonan bantuan, dokumen identitas
diri, selanjutnya surat keterangan Mualaf (baru masuk Islam).
6 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Fitrian Kadir. Bidang Pendayagunaan Bazis DKI
Jakarta, Jakarta, 18 April 2016
48
Kedua, Wawancara. Bagi Mualaf yang ingin meminta dana zakat akan
diwawancarai oleh Bazis DKI Jakarta seputar berkas yang telah diajukan, dana
yang dibutuhkan maupun pemanfaatan dana zakat yang akan diberikan.
Ketiga, bila diperlukan Bazis DKI Jakarta akan melakukan survey atau
pun observasi terhadap keterangan yang telah diberikan Mualaf yang
bersangkutan. Bazis DKI Jakarta dapat memberikan bantuan di luar ketentuan
tersebut dengan meninjau, dan mempertimbangkan pemanfaatan bantuan yang
diberikan.
Bazis DKI Jakarta tidak melakukan pendataan terhadap Mualaf sehingga
pendataan hanya dilaksanakan bagi Mualaf yang datang ke kantor Bazis saja,
Bazis DKI Jakarta melakukan langkah-langkah yang diantaranya melaksanakan
kerjasama dengan pihak ketiga yang fokus pada pembinaan Mualaf. dalam
membina Mualaf bazis DKI Jakarta fokus kepada pembinaan agama (peningkatan
aqidah Islam dan kualitas Ibadah) selanjutnya pembinaan dalam bidang ekonomi
dan kemandirian,
Bantuan yang bersifat karitatif atau bantuan yang bersifat langsung tunai
telah dikurangi Bazis DKI Jakarta karena pada masa saat ini tidak efektif, dinilai
kurang mendidik dan membuka peluang untuk berbohong. Sehingga bantuan yang
bersifat riil lebih dimaksimalkan, misalnya, bantuan peralatan ibadah, buku
tuntunan agama.
3. Batas Waktu Mualaf Bazis DKI Jakarta
Bazis DKI Jakarta tidak membedakan apakah Mualaf tersebut kaya atau
pun miskin, dalam artian meskipun Mualaf tersebut mampu kemudian meminta
49
dana zakat pada Bazis DKI Jakarta maka dapat saja diberikan, namun sejauh ini
dalam data bazis DKI Jakarta belum terdapat Mualaf yang kaya meminta dana
zakat, umumnya Mualaf yang datang dari golongan tidak mampu.
Namun Bazis DKI Jakarta memiliki ketentuan batasan waktu terhadap
mustahik Mualaf yaitu <3 tahun, artinya bahwa Mualaf yang ingin mendapatkan
dana zakat dari Bazis DKI Jakarta tidak boleh melebihi 3 tahun tertanggal sejak
Surat Keterangan Mualaf dikeluarkan.7
Bazis DKI Jakarta memberikan bantuan zakat kepada Mualaf melalui
beberapa cara yaitu; Bantuan langsung tunai/karitatif, dan pembinaan skill
ekonomi (usaha). Terhadap Mualaf selama 3 tahun tersebut Bazis DKI Jakarta
hanya memberikan sekali saja dalam setahun.
4. Distribusi zakat bagi Mualaf
BAZIS Provinsi DKI Jakarta sebagai Badan Amil Zakat, Infak/ Sedekah
milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, adalah sebuah bentuk wujud responbilitas
bagi warga masyarakat DKI Jakarta dalam bidang pengumpulan dan penyaluran
ZIS. BAZIS diharapkan mampu menjadi problem solving (pemecah masalah)
dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat membantu Pemerintah dalam hal
mengurangi beban kemiskinan, kebodohan dan masalah sosial lainnya serta
berorientasi pada peningkatan harkat dan martabat kaum dhuafa.
Oleh karena itu, BAZIS Provinsi DKI Jakarta dituntut untuk dapat
memberikan kontribusi terhadap masyarakat Ibukota dalam meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraannya melalui penyaluran dan pemberdayaan ZIS. Selain
7 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Fitrian Kadir. Jakarta, 18 April 2016
50
itu, BAZIS diharapkan dapat membantu dan mendukung program pemerintah
DKI Jakarta yakni 5 tertib yaitu; Tertib Sampah, Tertip Hunian, Tertip Lalu
Lintas, Tertib Kaki Lima/berdagang PKL, Tertip Menyampaikan Aspirasi.
Hal ini mempengaruhi kebijakan Bazis DKI Jakarta dalam menyikapi
persoalan kekinian sehingga rata-rata pengalokasian dana didistribusikan bagi
masyarakat fakir miskin, yang kemudian menyebabkan bantuan bagi mustahik
Mualaf relatif kecil.
Bagi mustahik Mualaf Bazis DKI Jakarta pada masa saat ini hanya
mendistribusikan bantuan dalam bentuk Perlengkapan Ibadah, Bantuan untuk
belajar agama Islam dan juga Pembinaan skill usaha Mualaf.
Terkait pendistribusian atau pun pendayagunaan zakat kepada Mualaf ada
beberapa faktor yang menjadi kendala Bazis DKI Jakarta. Pertama, kebijakan
atau pun aturan yang berlaku saat ini hanya memperkenankan Bazis DKI Jakarta
untuk mendistribusikan dana zakat saja, sementara pembinaan dilakukan dengan
kerjasama pihak ketiga. Kendala Kedua yang dialami Bazis DKI Jakarta adalah
banyaknya Mualaf yang tidak jujur.
51
BAB IV
DISTRIBUSI ZAKAT BAGI NON MUSLIM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Mualaf Dalam Hukum Islam
1. Muallaf Dalam Pandangan Imam Mazhab
a. Menurut Mazhab Hanafi
Muallaf terbagi kepada tiga golongan, pertama, orang kafir yang
Rasulullah saw berikan kepada mereka harta agar masuk kedalam Islam,
kedua, kelompok yang diberikan harta untuk meredam kejahatan, ketiga,
orang yang baru masuk Islam namun Iman mereka masih lemah maka
tujuan diberikan zakat itu adalah untuk menguatkan keimanan mereka.1
b. Menurut Mazhab Maliki
Muallaf adalah orang kafir yang diberikan harta agar mau masuk
agama Islam dan yang baru masuk Islam. Zakat diberikan agar kuat
hatinya menyukai agama Islam. Nabi saw. pernah memberi zakat kepada
orang-orang mualaf dari kalangan kaum Muslimin dan kaum kafir2
c. Menurut Mazhab Syafi’i
Muallaf (baru memeluk Islam) ialah orang yang tidak beragama,
atau beragama selain Islam, kemudian masuk Islam, tetapi hati mereka
1 Muhammad Amin Ibnu Abidin, Roddu al-Mukhtar ‘ala durri al-mukhtar, Syarh Tanwirul
Absor Hasyiyah Ibnu Abidin, (t.t: Maktabah Ilmiah, t.th) Juz 2, h. 60
2 Wahbah as-Zuhaili, al-Fiqhul Islam Wa Adillatuhu 3, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani,
dkk; (Jakarta: Gema Insani, 2011) Cet. 1., H. 283
52
masih lemah, 3 Zakat bagi mualaf juga diberikan kepada pembesar yang
tidak beragama Islam, tetapi menjadi sahabat pemimpin Islam. Agar hati
mereka tertarik masuk Islam, mereka dapat diberikan zakat. Kemudian
orang kafir yang anti-Islam untuk mencegah kejahatan mereka terhadap
umat Islam, maka boleh diberikan zakat, Sekalipun mereka itu pemimpin
orang kafir4
Dapat dibedakan mualaf bagi Syafi’iyah terdiri dari dua macam,
pertama, mualaf Islam yang berjihad bersama kaum muslimin sehingga
dapat memperkuat barisan Islam. Kedua, mualaf non muslim dimana
Rasulullah SAW pernah memberi (bagian zakat atau ghanimah) kepada
Shafwan bin Umayyah sebelum ia masuk Islam, Setelah pemberian itu
Shafwan bin Umayyah masuk Islam bersama kaumnya dari suku Quraisy.5
d. Menurut Mazhab Hanbali
Orang kafir yang mempunyai pengaruh, sedangkan ia ada harapan
masuk Islam, ditakuti kejahatannya, orang Islam yang ada harapan
imannya akan bertambah teguh, atau ada harapan orang lain akan masuk
Islam karena pengaruhnya.6
3 Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i; Buku 1: Ibadah, (Bandung, CV
Pustaka Setia, 2005) Cet. 2., H. 227
4 Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i; Buku 1: Ibadah, Cet. 2., H. 227
5 Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan kitab Al Umm/ Imam Syafi’i
Abu Abdullah Muhammad bin Idris; penerjemah Mohammad Yasir Abd Mutholib (Jakarta;
Pustaka Azzam, 2004) H. 521-522
6 Imam ‘Alauddin al-Mardawi, al-Insof fi Ma’rifati arrojih mina alkhilaf, Tahqiq: Abi
Abdillah Muhammad Hasan Muhammad Hasan Ismail as-Syafi’i, (Beirut Libanon: Darul Kutub
Ilmiah, 1997) Cet. 1., Juz 3., h. 205
53
2. Mualaf Dalam Pandangan Ahli Tafsir
a. Menurut Pendapat Muhammad Nasib Ar-Rifa’i (Tafsir Ibnu Kasir)7
Mualaf adalah orang yang dibujuk hatinya diberikan zakat supaya
masuk agama Islam sebagaimana Nabi saw. memberi kepada Sofwan bin
Umayah. Golongan mualaf lainnya ialah orang yang diberi zakat supaya
Islamnya bagus dan hatinya kokoh sebagaimana Nabi memberikan seratus
unta dalam Peristiwa Hunain kepada sekelompok orang yang menjadi
teman dan pemuka kaum ‘yang membebaskan diri’.
b. Menurut Pendapat Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-
Suyuti, (Tafsir Jalalain)
Mualaf adalah yang dibujuk hatinya supaya mau masuk Islam, atau
untuk memantapkan keislaman mereka, atau supaya mau masuk Islam
orang-orang yang semisal dengannya, atau supaya mereka melindungi
kaum muslim. Mualaf itu bermacam jenisnya; menurut pendapat Imam
Syafi’i, jenis Mualaf yang pertama dan yang terakhir pada masa sekarang
(zamannya Imam Syafi’i) tidak berhak lagi mendapatkan bagiannya
karena Islam telah kuat, berbeda dengan dua jenis Mualaf yang lainnya,
maka keduanya masih berhak untuk diberi bagian. Demikianlah menurut
pendapat yang sahih.8 Mualaf yang dibujuk hatinya adalah mereka yang
hatinya terpikat kepada Islam namun belum berhak mendapatkan
7 Muhammad Nasib, Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: ringkasan ibnu katsir, Penerjemah,
Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) Cet. 1., Jilid 2, H. 622
8 Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain
berikut Asbabun Nuzul Jilid 1, Penerjemah Bahrun Abubakar (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2009) cet. 9 H. 744
54
pertolongan. Tujuannya adalah memperbaiki hubungan dengan dirinya dan
keluarganya, seperti Abu Sufyan bin Harb, Uyainah bin Badr, Al-Aqra bin
Habis, dan pembesar kabilah yang seperti mereka.9
c. Menurut Pendapat Syaikh Imam Al Qurthubi (Tafsir Al Qurthubi)10
Distribusi zakat bagi mualaf diperuntukkan bagi orang-orang yang
keimanannya belum kuat menghujam di dalam hati kecuali dengan
pemberian tersebut. Seakan-akan pemberian ini adalah satu bentuk jihad,
agar mereka bersedia memantapkan keimanan dalam hati mereka. Mualaf
terbagi kepada tiga golongan, yaitu:
1) Mereka yang bersedia masuk islam dengan memperlihatkan bukti yang
nyata
2) Mereka yang bersedia masuk Islam dengan menggunakan sedikit
kekerasan
3) Mereka yang bersedia masuk Islam dengan kemurahan hati.
Seorang pemimpin Islam yang cerdas tentu akan mempergunakan
cara-cara yang tepat untuk berinteraksi dengan setiap bentuk kemusyrikan,
pemberian zakat agar orang-orang tersebut terlepas dari kekufuran dan
menghilangkan kemusyrikan yang ada dalam hati mereka higga ke akar-
akarnya.
9 Abu Jafar Muhammad, bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari;Jilid 12, Penerjemah
Abdul Somad,dkk (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008) H. 887
10
Syaikh Imam, Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, penerjemah, Budi Rosyadi, dkk, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008) Jilid 8 H. 435
55
d. Menurut Pendapat Al Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-
Syaukani (Tafsir Fathul Qadir)11
Mualaf yaitu orang yang baru memeluk Islam, orang kafir yang
dibujuk hatinya oleh Nabi SAW agar memeluk Islam yang mana mereka
itu tidak memeluk Islam dengan paksaan dan tidak pula dengan pedang
tapi dengan pemberian, kemudian orang yang memeluk Islam karena
terbawa-bawa namun keislamannya tidak bagus, selanjutnya adalah orang-
orang yang memeluk Islam dari kalangan yahudi dan nasrani, dan terakhir
mualaf adalah para pemuka kaum musyrikin yang mempunyai pengikut.
Bagian mualaf tetap ada pasca wafatnya Nabi, karena bisa jadi imam
memerlukan untuk membujuk kalangan tertentu agar memeluk Islam.
Adapun Umar menyatakan sudah tidak ada, karena ia melihat telah
kuatnya Islam saat itu. Yunus menuturkan, “Aku tanyakan itu kepada Az-
Zuhri, ia pun berkata, “Aku tidak tahu penghapusan itu.”
3. Mualaf Dalam Pandangan Ulama Fikih Kontemporer
a. Menurut Pendapat Wahbah Az-Zuhaili
Mualaf adalah orang yang lemah keislamannya, diberi zakat agar
keislamannya menjadi kuat. Mualaf ada 2 golongan terdiri dari kaum kafir
dan kaum muslimin.
Mualaf kafir ada dua golongan, yaitu, yang masih bisa diharapkan
kebaikannya dan yang dikhawatirkan kejelekanya. Sebagaimana
diriwayatkan bahwa Nabi pernah memberi zakat kepada golongan kaum
11 Al Imam Muhammad, bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir,
Penerjemah, Amir Hamzah Fachruddin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010) Jilid 4, H. 723-724
56
kafir agar hati mereka luluh dan mau memeluk agama Islam, diantaranya
Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umayyah, Uyainah bin Hishn, Aqra’
bin Jabis, dan Abbas bin Mardas, masing-masing 100 ekor unta.12
Sedangkan mualaf Muslimin ada 4 golongan yaitu:
1) Orang Islam yang lemah keislamannya diberi zakat agar kuat
Islamnya.
2) Orang Muslim yang terpandang dimasyarakatnya yang dengan
memberinya diharapkan orang-orang yang sederajat dengannya ikut
masuk Islam. Nabi saw. pernah memberi Zabarqan bin Badr dan Adi
bin Hatim, karena mereka adalah orang terpandang di masyarakatnya.
3) Orang Islam yang bertempat tinggal di perbatasan wilayah Islam yang
bersebelahan dengan wilayah kaum kafir, agar ia menjaga dari bahaya
ancaman perang orang-orang kafir.
4) Orang Islam yang menghidupkan syiar zakat di suatu kaum yang sulit
dikirimkan utusan kepada mereka, sekalipun mereka tidak enggan
membayar zakat. Abu Bakar pernah memberi Adi bin Hatim ketika dia
datang kepadanya, dengan membawa zakat dirinya dan zakat
kaumnya, ditahun banyak orang Islam yang murtad.13
b. Menurut Pendapat Yusuf Qardawi
Golongan mualaf adalah, mereka yang diharapkan kecenderungan
hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, terhalang niat
12
Wahbah as-Zuhaili, al-Fiqhul Islam Wa Adillatuhu 3, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani,
dkk; Cet. 1., H. 283
13
Wahbah as-Zuhaili, al-Fiqhul Islam Wa adillatuhu 3, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani,
dkk; Cet. 1., H. 284
57
jahatnya terhadap Islam, atau ada harapan mereka akan membela dan
menolong kaum Muslimin dari musuh. Kelompok mualaf terbagi ke dalam
golongan Muslim maupun yang bukan Muslim.14
Pertama, golongan yang diharapkan keislamannya atau keislaman
kelompok serta keluarganya, seperti halnya Shafwan bin Umayyah yang
pada waktu futuh Makkah diberikan kebebasan/keamanan oleh Rasulullah
saw. dan diberi kesempatan untuk memikirkan dirinya selama empat bulan
berdasarkan perintah Nabi. Lantas ia menghilang, lalu hadir kembali dan
kemudian ia turut berperang bersama kaum Muslimin dalam perang
Hunain, yang ketika itu ia masih belum lagi menjadi Muslim.
Kedua, golongan orang yang dikuatirkan kelakuan jahatnya.
Mereka ini dimasukkan ke dalam kelompok mustahik zakat, dengan
harapan dapat mencegah kejahatannya. Dalam riwayat Ibnu Abbas
dikatakan, bahwa ada suatu kaum datang kepada Nabi saw. yang apabila
mereka diberi bagian dari zakat, mereka memuji Islam dengan
menyatakan: “Inilah agama yang baik!” Akan tetapi apabila mereka tidak
diberi, mereka mencelanya.
Ketiga, golongan orang yang baru masuk Islam, mereka perlu
diberi santunan agar bertambah mantap keyakinannya terhadap Islam, Az-
Zuhri pernah ditanya tentang siapa yang termasuk golongan Mualaf ini,
dan dia menjawab: “Yahudi atau Nasrani yang masuk Islam.” Ia ditanya
14
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat (Bogor; Pustaka Litera AntarNusa, 1996), H. 563
58
lagi: “Walaupun keadaannya kaya?” Ia menjawab: “Ya, walaupun
keadaannya kaya.”
Keempat, pemimpin dan tokoh masyarakat yang telah memeluk
Islam yang mempunyai sahabat-sahabat orang kafir. Dengan memberi
mereka bagian zakat, diharapkan dapat menarik simpati mereka untuk
memeluk Islam. Mereka beralasan, bahwa Abu Bakar pernah member
zakat kepada Adi bin Hatim dan Zibriqan bin Badr, padahal keduanya
Muslim yang taat, akan tetapi mereka berdua mempunyai posisi terhormat
di kalangan masyarakatnya.
Kelima, pemimpin dan tokoh kaum Muslimin yang berpengaruh di
kalangan kaumnya, akan tetapi imannya masih lemah. Mereka diberi
bagian dari zakat dengan harapan imannya menjadi tetap dan kuat,
kemudian memberikan dorongan semangat berijtihad dan kegiatan lain,
sebagaimana kelompok semacam ini pernah diberi oleh Rasulullah saw.
dengan pemberian yang sempurna dari ghanimah Hawazin. Mereka adalah
sebagian penduduk Makkah yang dibebaskan yang telah memeluk Islam.
Di antara mereka ada yang munafik, ada yang imannya masih lemah dan
sebagai akibat dari pemberian itu sebagian besar dari mereka kemudian
menjadi kuat dan baik Islamnya.
Keenam, kaum Muslimin yang bertempat tinggal di benteng-
benteng dan daerah perbatasan dengan musuh. Mereka diberi dengan
harapan dapat mempertahankan diri dan membela kaum Muslimin lainnya
yang tinggal jauh dari benteng itu, dari serbuan musuh.
59
Ketujuh, kaum Muslimin yang membutuhkan zakat untuk
mengurus zakat orang yang tidak mau mengeluarkan, kecuali dengan
paksaan seperti dengan diperangi. Dalam hal ini mereka diberi zakat untuk
memperlunak hati mereka, bagi penguasa, merupakan tindakan memilih di
antara dua hal yang paling ringan madharatnya dan kemaslahatannya.
c. Menurut Pendapat Sayyid Sabiq
Mualaf adalah orang yang dilunakkan hatinya agar tertarik masuk
agama Islam karena keimanan mereka belum mantap, atau untuk
menghindari petaka yang mungkin mereka lakukan terhadap kaum
Muslimin, atau mengambil keuntungan yang mungkin dimanfaatkan untuk
kepentingan mereka. Mualaf terbagi ke dalam dua golongan, yaitu Mualaf
Muslim dan Mualaf Kafir15
Golongan Muslim yang perlu dilunakkan hatinya dengan memberi
zakat terdiri dari empat kriteria:
Pertama, golongan yang terdiri dari para tokoh dan pemimpin
kaum Muslimin, mereka mempunyai hubungan erat dengan tokoh-tokoh
kafir. Dengan memberinya zakat diharapkan mereka akan masuk Islam.
Contohnya, sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar ra. Ketika
memberikan zakat kepada Adi bin Hatim dan Zibarqan bin Badar, karena
kedudukan dan pengaruh mereka berdua di kalangan kaumnya, meskipun
keislaman mereka tidak perlu diperdebatkan lagi.
15
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 2. Penerjemah Khairul Amru Harahap, dkk (Jakarta; Cakrawala
Publishing, 2012) Cet. 3 h. 145
60
Kedua, para tokoh kaum Muslimin yang memiliki tingkat
keimanan yang lemah tetapi disegani oleh masyarakat mereka, dengan
memberikan zakat kepadanya, diharapkan dapat menambah keyakinannya,
menguatkan imannya, dan dapat memberi nasihat kepada rakyatnya agar
ikut serta dalam berjihad dan berbagai aktivitas keislaman yang lain.
Misalnya, orang-orang yang diberi hadiah dari hasil rampasan (ghanimah)
perang Hawazin oleh Rasulullah. Mereka adalah sebagian dari penduduk
Mekah yang telah masuk Islam dan dibebaskan oleh Rasulullah. Namun,
di antara mereka ada yang masih munafik dan memiliki keimanan yang
lemah. Tetapi setelah itu, keimanan mereka semakin kuat.
Ketiga, kaum Muslimin yang menjaga benteng pertahanan yang
berbatasan dengan Negara musuh. Mereka berhak menerima zakat dengan
harapan mereka mempertahankan kaum Muslimin dari serangan musuh
secara tiba-tiba.
Keempat, kelompok kaum Muslimin yang ditugaskan untuk
mengambil zakat dari orang-orang yang tidak enggan menyerahkannya,
kecuali dengan pengaruh dan wibawa mereka. Maka, untuk menghindari
peperangan dan kekerasan, kelompok kaum Muslimin tersebut dibujuk
supaya dapat membantu pemerintah dalam soal pemungutan zakat.
Dengan cara demikian, bahaya yang lebih besar yaitu peperangan, dapat
dielakkan melalui alternatif lebih ringan dan mengutamakan kemaslahatan
dengan memberikan mereka bagian zakat.
61
Mualaf kafir yang perlu dilunakkan hatinya dengan harta zakat
terdiri dari dua golongan, yaitu:
Pertama, orang yang bisa diharapkan memeluk Islam dengan
perantara pemberian zakat, sebagaimana yang pernah terjadi pada Shafwan
bin Umayyah yang telah diberi jaminan keamanan oleh Rasulullah ketika
penaklukan Mekah dan diberi tempo selama empat bulan untuk berfikir
dan menentukan pilihan sendiri. Setelah itu, dia pergi dan begitu kembali
dia ikut serta dalam perang Hunain bersama kaum Muslimin, sebelum
menyatakan keislamannya. Ketika hendak pergi ke Hunain, Rasulullah
sempat meminjam senjata darinya dan beliau memberinya unta dalam
jumlah yang cukup banyak lengkap dengan bawaannya yang berada di
suatu lembah. Shafwan bin Umayyah pun berkata, “ini adalah pemberian
dari orang yang tidak pernah takut terhadap kemiskinan”. Dia juga
berkata, “demi Allah, Rasulullah telah memberiku harta yang sangat
banyak, padahal beliau adalah orang yang paling aku benci. Tetapi beliau
terus memberiku hingga akhirnya dia menjadi orang yang paling aku
cintai.”
Kedua, orang kafir yang dikhawatirkan akan berbuat jahat hingga
dengan memberikan zakat kepadanya kekhawatiran tersebut dapat
dihindarkan. Jika diberi mereka memuji agama Islam, namun jika tidak
diberi, mereka mencela dan mencaci Islam. Di antara mereka yang berhati
busuk seperti ini adalah Abu Sufyan bin Harb, Aqra’ bin Habis dan
62
Uyainah bin Hishn. Rasulullah memberi hadiah kepada mereka masing-
masing sebanyak seratus ekor unta.
B. Analisis Distribusi Zakat Bagi Non Muslim Pada Bazis DKI Jakarta
Zakat diambil secara vertikal jika telah mencapai nisab, yaitu sebagai
ketetapan dengan batasan minimal wajibnya zakat dikeluarkan. Begitu juga
dengan barang dikeluarkan pada barang yang wajib dikeluarkan zakat, kelebihan
harta yang dimiliki disesuaikan dengan ketetapan yang ditentukan oleh para ahli
fikih.
Sedangkan pembagian zakat dilakukan secara horizontal atau merata
kepada kelompok yang berhak menerima zakat, yaitu delapan asnap yang
disebutkan dalam surat at-Taubah ayat 60. Pengambilan harta zakat tidak ada
batasan maksimal pembagiannya dilakukan secara horizontal dan merata kepada
yang berhak sehingga keseimbangan terwujud secara terus menerus paling sedikit
unsur pembagian kepada delapan asnap yang menjadi batasan diberikannya harta
zakat.16
Bazis DKI Jakarta memperbolehkan dan bahkan pernah mendistribusikan
zakat kepada non muslim, pendistribusian ini berdasarkan penafsiran surat at-
Taubah ayat 60 yang menyebutkan mualaf dapat diberikan zakat. Mualaf sendiri
bagi Bazis DKI Jakarta terbagi kepada 2 golongan yaitu, orang yang baru masuk
Islam dan non muslim yang diharapkan keislamannya.
Sudirman Abbas menilai pernahnya Bazis DKI Jakarta memberikan zakat
kepada non muslim tidak berarti selamanya dapat diberikan. Dasar mualaf yang
16
Abdul Al-Hamid Mahmud, Al-Ba’ly, Ekonomi Zakat: Sebuah Kajian Moneter dan
Keuangan Syariah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 25
63
dimaksud Bazis DKI Jakarta tentu dalam kapasitas dapat dipertanggungjawabkan
secara agama. Atas dasar peristiwa tersebut maka Bazis DKI Jakarta perlu
memberikan penjelasan substantif alasan diberikannya zakat kepada non
muslim.17
Menurut Sudirman Abbas makna kata pemberian bisa bermakna luas
termasuk dalam kapasitas pemberian zakat kepada non muslim. Jika yang
dimaksud Bazis DKI Jakarta adalah pendistribusian zakat maka haruslah merujuk
kepada nash (Al-Quran dan Sunnah). Distribusi zakat telah jelas diisyaratkan
dalam surat at-Taubah ayat 60 maka tidak bisa zakat diberikan kepada golongan
di luar asnap. Mualaf yang disebutkan dalam ayat tersebut merujuk pada
penjelasan mayoritas ulama yang menyebutkan mualaf adalah orang yang baru
masuk Islam dan keimanananya masih lemah.
Zainuddin Ali berpendapat zakat bersumber dari orang Islam maka harus
dikembalikan kepada Islam. Distribusi zakat bagi non muslim tidak sah karena
bertentangan dengan surat at-Taubah ayat 60 dan kondisi masyarakat Indonesia.
Menurutnya di Indonesia masih terdapat orang muslim putus sekolah karena
persoalan dana sehingga wajib diberikan zakat.18
Sedangkan menurut Muhaimin Zen mualaf adalah orang yang masih
lemah niatnya dalam Islam. Mualaf terbagi kepada dua golongan,19
pertama,
17
Wawancara Pribadi dengan Sudirman Abbas. Dosen Qawaid Fikih UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Tangerang Selatan, 01 Juni 2016 Pukul 15.00 WIB
18
Wawancara Pribadi dengan Zainuddin Ali, Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-
undangan Majelis Ulama Indonesia, Tangerang Selatan 01 Juni 2016 Pukul 13.00 WIB
19
Wawancara Pribadi dengan Muhaimin Zen, Dosen Fikih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Tangerang Selatan 02 Juni 2016 Pukul 13.30 WIB
64
mualaf muslim yakni golongan yang masih lemah keislamannya diberi zakat agar
Islamnya semakin kuat, kemudian golongan tokoh dalam kelompoknya diberi
zakat agar kaumnya masuk Islam, selanjutnya golongan yang tempat tinggalnya
berdekatan dengan orang-orang kafir, diberi zakat agar terhindar dari kejahatan
orang-orang kafir dan terakhir golongan yang mengumpulkan zakat kaumnya
diberi zakat sebagaimana Abu Bakar memberi Adi bin Hatim ketika ia membawa
zakatnya sendiri dan zakat kaumnya pada masa penolakan zakat.
Kedua, Mualaf Non Muslim yang dapat dikelompokkan dalam golongan
yang diharapkan kebaikannya dan yang ditakutkan kejahatannya. Nabi pernah
memberi orang-orang kafir Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umayah, Abbas
bin Mardas yang masing-masing diberikan seratus ekor unta dengan tujuan agar
masuk Islam.
Menurut Aidh Qarny Allah tidak melarang untuk menghormati orang kafir
yang tidak memerangi Islam dan orang kafir yang tidak mengusir muslim dari
negeri Islam. Bergaullah secara adil dan baik karena Allah SWT menyukai orang
yang adil. Menurutnya ada perbedaan sikap dalam bergaul dengan orang kafir
antara mereka yang memerangi Islam dan yang tidak memerangi Islam. Allah
SWT, melarang menghormati orang kafir yang memerangi Islam, yang mengusir
Islam dari negerinya dan bekerja sama dengan para penyembah berhala untuk
menyerang Islam. Janganlah mengajak berdamai dan bersikap lunak, karena siapa
yang menyukai mereka dan berhubungan mesra dengan mereka, maka dia
termasuk orang yang zalim. Sebab dia meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya20
20
Aidh Qarny, Tafsir Muyassar, Juz, 24-30, (Jakarta: Qisthi Press, 2008), h. 328
65
Orang kafir yang menentang agama Allah tidak boleh diberi zakat. Sebab,
menurut syariat Islam mereka ini adalah orang-orang murtad yang tidak boleh
dikasihi, ditolong, dan dibantu dengan harta. Dilihat dari segi akidah mereka
merupakan musuh bagi ide-ide Islam, musuh bagi juru dakwah Islam, dan musuh
bagi orang yang hendak melaksanakan hukum Islam, memberi mereka
dikhawatirkan akan menjadi bumerang bagi umat Islam.21
Memberikan zakat kepada non muslim pada permulaan Islam disebabkan
sedikitnya kaum Muslimin dan sekarang Allah telah memuliakan Islam dan kaum
Muslimin. Khalifah Umar tidak memberikan zakat kepada orang kafir, yang
kemudian memunculkan perbedaan pendapat ulama terkait pendistribusian zakat
bagi mualaf pasca wafatnya Nabi. Dalam mazhab Hanafiyah dan Malikiyah
mualaf sudah tidak berlaku lagi lagi sebab Islam sudah menyebar ke penjuru
dunia dan Allah telah memuliakan Islam. Namun menurut Jumhur Ulama bagian
mualaf masih berlaku dan tidak dinasakh, tetap diberikan sesuai kebutuhan, tidak
memberikannya Khalifah Umar, Utsman dan Ali karena tidak perlunya
memberikan zakat kepada mualaf pada masa kekhalifahannya namun tidak
menggugurkan bagiannya.22
Menurut Sudirman Abbas kebijakan Umar bin
Khattab bersifat kasuistik atau dalam istilah ijtihad disebut dengan ijtihad tadbiqi
bukan ijtihad istinbati.23
21
Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer 1 (Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm 383
22
Wawancara Pribadi dengan Muhaimin Zen, Tangerang Selatan 02 Juni 2016
23
Wawancara Pribadi dengan Sudirman Abbas. Tangerang Selatan, 01 Juni 2016
66
Tujuan pengelolaan zakat adalah untuk meningkatkan keadilan,
kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan dalam rangka
meningkatkan daya guna dan hasil guna. Zakat harus dikelola secara melembaga
sesuai dengan syariah Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum,
terintegrasi, dan akuntabilitas, sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat.
Menurut Zainuddin Ali di Indonesia mualaf wajib diberikan zakat, mulai
dari masuk Islam sampai dengan kuat pemahaman dan imannya dengan Islam.
Mualaf adalah orang yang baru masuk Islam dan menjadi miskin karena terputus
hubungan dengan keluarganya karena ia masuk Islam, sehingga perlu mendapat
santunan pendidikan dan pengajaran agar tetap beragama Islam dan meningkat
pemahamannya.24
Al-Quran telah menyebutkan bahwa ada golongan orang yang suka
mencela dan menghina bila tidak diberikan zakat, serta siapa saja golongan
mustahik zakat yang dimuat dalam Al-Quran pada ayat berikut:
24
Wawancara Pribadi dengan Zainuddin Ali, Tangerang Selatan 01 Juni 2016
67
Artinya: “dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi)
zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan
jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka
menjadi marah. Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang
diberikan Allah dan RasulNya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah
bagi Kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian
(pula) Rasul-Nya, Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berharap
kepada Allah," (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-
Taubah: 58-60)
Mustahik zakat yang disebutkan di dalam Al-Quran menempatkan mualaf
sebagai penerima zakat, Mualaf yang dibujuk hatinya merupakan salah satu asnaf
zakat, namun penjelasan ulama tentang mualaf perlu diuraikan sehingga dasar
mengenai non muslim menerima zakat dengan mengelompokkannya ke dalam
asnaf mualaf pada Bazis DKI Jakarta dapat diteliti apakah telah sesuai dan
diperbolehkan dalam syariat hukum Islam atau tidak.
Melihat indikasi yang telah diuraikan di atas, Penulis berkesimpulan
bahwa distribusi zakat bagi non muslim khususnya yang dilakukan oleh Bazis
DKI Jakarta sepanjang diatur dengan mekanisme atau ketentuan yang baik maka
hukumnya sah dan boleh saja, karena telah sesuai dengan pendapat imam mazhab
(Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hanbali) dan pendapat ulama tafsir sebagaimana
disebutkan dalam kitab Tafsir Ibnu Kasir, Tafsir Jalalin, Tafsir al-Qurthubi dan
Tafsir Fathul Qadir. Ulama fikih kontemporer yakni Wahbah az-Zuhaili, Yusuf
Qardaqi, dan Sayyid Sabiq juga berpendapat bahwa zakat bagi non muslim
diperbolehkan. Berkenaan dengan bagian Mualaf non Muslim telah dihapus sejak
masa sahabat, menurut Penulis pada masa saat itu diperlukan kepastian dan
68
ketegasan sikap terhadap orang-orang yang hanya ingin mengambil keuntungan
dari dana zakat. Di Indonesia Aspek kelembagaan pengelola zakat menjadi hal
krusial, pembayar zakat akan menyalurkan zakat kepada lembaga yang
dipercayainya dan dianggap tepat penyalurannya. Aspek kepercayaan inilah yang
kemudian tidak bisa “dibeli” paksa, termasuk oleh peraturan sekalipun. Oleh
karena itu, fungsi Pemerintah sebagai regulator (pembentuk peraturan) perlu
memiliki pandangan bahwa pengelolaan zakat harus partisipatif, bukan semata-
mata urusan Pemerintah. Peran Pemerintah tidak perlu selalu dalam
bentuk serving (melayani), namun dalam hal pengelolaan zakat ini minimal
melakukan empowering (pemberdayaan).
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan dan penjelasan tentang distribusi zakat bagi non muslim
perspektif hukum Islam ada beberapa kesimpulan yang dapat Penulis uraikan
yakni, sebagai berikut:
1. Badan Amil Zakat Infak dan Sedekah (BAZIS) Provinsi Daerah Khusus
Ibukota (DKI) Jakarta mendistribusikan zakat kepada asnap zakat
sebagaimana yang telah diatur dalam surat at-Taubah ayat 60 kecuali riqab
(memerdekakan budak), hal ini dikarenakan keberadaan budak pada masa sekarang
sudah tidak ada lagi, sehingga tidak ada budak yang harus dimerdekakan. Mekanisme
pendistribusian dana Zakat pada BAZIS Provinsi DKI Jakarta memiliki garis-garis
besar haluan pendayagunaan atau disebut dengan icon pendayagunan dana ZIS yaitu,
Jakarta bertakwa, Jakarta Cerdas, Jakarta Mandiri, Jakarta Peduli, Jakarta sadar zakat
yang masing-masing memiliki program dengan tujuan utama garis-garis besar haluan
pendayagunaan zakat Bazis DKI Jakarta adalah untuk Jakarta Sejahtera.
2. Dalam Hukum Islam pada dasarnya segala bentuk distribusi zakat bagi asnaf
zakat, termasuk asnaf mualaf (yang dilembutkan hatinya) adalah boleh
(mubah) kecuali jika ditentukan lain oleh suatu dalil, baik al-Qur'an maupun
hadis. Begitu juga dengan distribusi zakat bagi non muslim dalam upaya
melembutkan hatinya dan dapat diharapkan keislamannya adalah boleh saja,
karena ada dalil al-Qur’an mau pun hadis yang menentukan kebolehannya.
Para ulama juga memperbolehkan distribusi zakat bagi non muslim meskipun
pendistribusiannya harus memenuhi syarat dan kriteria. Keempat Imam
70
Mazhab (Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hanbali) dan Ulama Tafsir Ibnu Kasir,
Tafsir Jalalin, Tafsir al-Qurthubi dan Tafsir Fathul Qadir serta Ulama fikih
kontemporer yakni Wahbah az-Zuhaili, Yusuf Qardaqi, dan Sayyid Sabiq juga
sepakat bahwa pendistribusian zakat bagi non muslim dengan
mengelompokkannya ke dalam asnaf mualaf diperbolehkan. Pendistribusian
zakat bagi non muslim juga tidak melanggar prinsip-prinsip fikih zakat
diantaranya, dilakukan atas dasar asnaf yang dilembutkan hatinya (mualaf).
Pendistribusian zakat bagi non muslim untuk mendapatkan penilaian positif
dari non muslim terhadap Islam dan diharapkan keislamannya. Sebagaimana
yang dilakukan Bazis DKI Jakarta terhadap golongan mualaf yang
memasukkan non muslim sebagai kelompok dari asnaf mualaf.
3. Bazis DKI Jakarta memperbolehkan zakat bagi non muslim dengan harapan
zakat yang diberikan dapat melembutkan hati non muslim agar berkeinginan
dan bersedia masuk agama Islam. Pendistribusian zakat bagi non muslim pada
Bazis DKI Jakarta didasari dengan penafsiran surat-At-taubah ayat 60 yang
memuat tentang asnap mualaf (dilembutkan hatinya). Bazis DKI Jakarta
menyimpulkan bahwa mualaf adalah orang yang baru masuk agama Islam dan
non muslim yang diharapkan keislamannya, maka atas dasar penafsiran
tersebut maka Bazis DKI Jakarta memperbolehkan zakat bagi non muslim
dengan menggolongkannya ke dalam asnap mualaf.
B. Saran-Saran
Sebagai akhir dari uraian ini, ada beberapa hal yang perlu penulis
sampaikan sebagai saran-saran dan masukan kepada;
71
1. Pemerintah, lewat Bazis DKI Jakarta agar lebih memperhatikan juga mustahik
mualaf yang mendapatkan pembagian yang sedikit padahal Islam perlu
menjaga marwahnya di hadapan agama lain, sehingga distribusi bagi mualaf
perlu ditingkatkan. Kemudian mualaf dalam arti kekinian harus dipublikasikan
atau pun disosialisasikan secara intens agar masyarakat luas mengetahui untuk
itu perlu dibuat aturan tetap terhadap mualaf khususnya non muslim yang
dapat menerima dan tidak dapat memperoleh distribusi zakat.
2. Kepada Majelis Ulama Indonesia, agar menetapkan fatwa khusus yang
menyangkut mualaf muslim mau pun non muslim agar masyarakat tidak keliru
bilamana sewaktu-waktu terdapat pendistribusian zakat bagi non muslim.
Khususnya di Indonesia apakah penerapan mualaf non muslim ini masih
diperlukan pada masa saat ini merupakan pokok persoalan yang perlu
dirumuskan bersama.
3. Kepada Akademisi, agar melakukan penelitian lebih lanjut terhadap mualaf
muslim mau pun non muslim secara eksplisit agar dapat dijadikan referensi
bagi masyarakat Indonesia dalam mengelola dan mendistribusikan zakat
khususnya kepada mualaf muslim dan mualaf non muslim
Akhirnya penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat,
minimal untuk diri penulis sendiri. Senantiasa penulis juga membuka diri terhadap
kritik dan saran dari semua pihak, untuk dan demi mendekati atau mencapai
kesempurnaan.
72
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, (Semarang; Toha Putra, 1989)
Abdullah Thaha. Hak Fakir Miskin (Dar El Fikr; Beirut-Lebanon, 1987)
Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’iy, Ekonomi Zakat Sebuah Kajian Moneter dan
Keuangan Syariah, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2006)
Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Imam Syafi’i. Ringkasan kitab Al Umm/
Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris; penerjemah Mohammad
Yasir Abd Mutholib (Jakarta; Pustaka Azzam, 2004)
Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi
Modern, (Jakarta:Paradigma & AQSA Publishing, 2007)
Anis Ibrahim, dkk. Mu’jȃm al-Wȃsit I, (Mesir. dȃr al-Mȃ’ȃrif, 1972)
Ash Shidieqy T.M Hasbi, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta; Bulan Bintang, 1975)
Bariadi lili, Zen Muhammad, Hudri M, Zakat & Wirausaha , (Jakarta; Centre for
Enterpreunership Development, 2005)
Bazis DKI Jakarta, Laporan Kegiatan Bazis Provinsi DKI Jakarta tahun 2015
Djamil Fathurrahman. Hukum Ekonomi Islam; sejarah, teori, dan konsep
(Jakarta; Sinar Grafika, 2013)
Hafidhuddin didin, dkk, The Power Of Zakat; Studi Perbandingan Pengelolaan
Zakat Asia Tenggara, (Malang; UIN-Malang Press, 2008)
Hasanudin. Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: FDK Press, 2008)
Hasan Muhammad Tholchah, Islam dalam perspektif sosio cultural, (Jakarta;
Lantabora Press, 2000)
Hasbi Al-Furqon, 125 Masalah Zakat, (Solo: Tiga Serangkai, 2008)
Hasbi ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad, Hukum-hukum Fiqh Islam, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2001) Cet. 2
Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah; Shahih Bukhari,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2004)
73
Imam Jalaluddin As-Suyuti, Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Terjemahan Tafsir
Jalalain berikut Asbabun Nuzul Jilid 1, Penerjemah Bahrun Abubakar
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009)
Ismail, Muhammad bin. Subulussalam; Juz II (Bandung: Maktabah Dahlan, t.th)
Jamal, Ibrahim Muhammad. Fiqhul Mar’ah Al-Muslimah: Fiqih Wanita,
Penerjemah Anshori Umar (Semarang: CV Asy-Syifa’, t.th)
Kamaludin, Undang Ahmad, dan Alfan, Muhammad, Etika Manajemen Islam,
(Bandung; Pustaka Setia, 2010)
Lipsey, Richard G. dan Steiner, peter O. Pengantar Ilmu Ekonomi (Jakarta: PT.
Bina Aksara,1985)
Lexy J Maleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2000), Cet. Ke-11
Mannan, M. Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta; PT Dana
Bhakti Wakaf, 1995)
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara,
2002) Muhammad Al-Assal, dkk. Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam (Bandung:
Pustaka Setia, 1999)
Muhammad bin Ali bin Muhammad, Al Imam, Asy-Syaukani, Tafsir Fathul
Qadir, Penerjemah, Amir Hamzah Fachruddin, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2010)
Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Abu Jafar, Tafsir Ath-Thabari;Jilid 12,
Penerjemah Abdul Somad,dkk (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008)
Munawar, Said Agil Husin, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, (Jakarta;
Penamadani, 2004)
Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2006)
Musthafa al-Farran Syaikh Ahmad, Tafsir al-Imam asy-Syafi’i Jilid 2, (Jakarta
Timur: Almahira, 2008) Cet. 1
Nawawi Muhammad, Pribadi Muslim; terjemah Tanqihul Qoul, Penerjemah Ali
Hasan Umar (Semarang: PT. Karya Toha Putra, t.th)
74
Rahman Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam, jilid 2 (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1995)
Rajali Ahmad, Masa Depan Hukum Bisnis Islam di Indonesia; Telaah Kritis
Berdasarkan Metode Ijtihad Yusuf Al-Qardawi, (Yogyakarta; LKiS
Yogyakarta, 2013)
Rambe Nawawi. Fiqh Islam (Jakarta, Duta Pahala, 1994)
Rifa’i, Muhammad Nasib, Kemudahan dari Allah: ringkasan ibnu katsir,
Penerjemah, Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press, 1999)
Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid; Analisa Fiqih Para Mujtahid, Penerjemah,
Imam Ghazali Said & Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani, 2007)
Sholahuddin M. Asas-asas Ekonomi Islam (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2007)
Syaikh As-Sayyid Sabiq, Paduan Zakat Menurut Al-Qu’an dan Sunah,
(Bogor:Pustaka Ibnu Katsir, 2005)
Suryana Af, A. Toto, Pendidikan Agama Islam , (Untuk Perguruan Tinggi),
(Bandung, Tiga Mutiara, 1996)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat
Qardawi Yusuf, Fatwa-fatwa kontemporer 1 (Jakarta: Gema Insani, 1995)
Qardawi Yusuf. Hukum Zakat (Bogor; Pustaka Litera AntarNusa, 1996)
Qarny, Aidh, Tafsir Muyassar, Juz, 24-30, (Jakarta: Qisthi Press, 2008)
Qurthubi, Syaikh Imam, Tafsir Al Qurthubi, penerjemah, Budi Rosyadi, dkk,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008)
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Fitrian Kadir, Jakarta 18 April 2016
Wawancara Pribadi dengan Muhaimin Zen, Tangerang Selatan 02 Juni 2016
Wawancara Pribadi dengan Zainuddin Ali, Tangerang Selatan 01 Juni 2016
Wawancara Pribadi dengan Sudirman Abbas, Tangerang Selatan, 01 Juni 2016
Zainal Abidin, Ibnu Mas’ud, Fiqih Madzhab Syafi’i; Buku 1: Ibadah, (Bandung,
CV Pustaka Setia, 2005)
75
Zuhaili Wahbah. Fiqih Islam Wa adillatuhu (Jakarta: Gema Insani, 2011)
Jurnal:
Feri Amsari, “Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Pemenuhan Tujuan Hukum
dalam kasus sekte al-Qiyadah”, Jurnal Yudisal, no. 2 (Agustus 2010) h.
93-108
Marzuki Angga dan Qomar Ibnu, Arah Baru Kebijakan Publik: Studi Kasus
Pemberdayaan Zakat Jurnal Bimas Islam, Vol.8. No.4 tahun 2015 h. 709-
746
Multifiah, “Pengaruh Zakat, Infak, Shadaqah, (ZIS) terhadap kesejahteraan
Rumah Tangga Miskin”, Jurnal Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences), Vol.
21 no. 1(Februari 2009) h. 1-9
Sartika Mila. Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan
Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta, Jurnal Ekonomi
Islam; La_Riba, No. 1 (Juli 2008) h. 75-89
Siradj Mustolih, Jalan Panjang Legislasi Syariat Zakat di Indonesia; studi terhadap
Undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Jurnal
Bimas Islam, Vol. 7 no. 3, tahun 2014, h. 409-448
Majalah:
Zakat sebagai pilar budaya bangsa; Zakat dan Peran Pemimpin, Majalah Zakat
(Baznas; Edisi Mei-Juni 2014) h. 6-7
Menjaga Tradisi Filantropi Islam, Majalah Konstitusi No. 81 (Mahkamah
Konstitusi; November 2013) h. 3
Internet:
Bazis DKI Jakarta http://bazisdki.go.id/page/index/profil-bazis diakses pada
tanggal 16 April 2016
Kamus besar bahasa indonesia
online, http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php, diakses pada
tanggal 16 Februari 2016
top related