pemurnian dan karakterisasi enzim selulase dari bakteri...
Post on 13-Feb-2018
244 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI ENZIM SELULASE DARI
BAKTERI YANG DIISOLASI DARI LIMBAH RUMPUT LAUT
ISNA RAHMADINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pemurnian dan Karakterisasi
Enzim Selulase dari Bakteri yang Diisolasi dari Limbah Rumput Laut adalah
karya saya sendiri yang merupakan bagian dari penelitian kelompok peneliti
Bioteknologi BBP4BKP tahun anggaran 2010/2011 dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2012
Isna Rahmadini
NIM P051090191
ABSTRACT
ISNA RAHMADINI. Purification and Characterization of Cellulase Enzyme from
Bacteria Isolated from Seaweed Waste. Under direction of NISA RACHMANIA
MUBARIK and EKOWATI CHASANAH.
Seaweedwasteis a sourceof bacteria thatcanproduce cellulaseenzyme.
PMP0126yisolateis one collection isolateof the Research and Development Center
for Marine and Fisheries Product Proecessing and Biotechnology Agency for
Marine and Fisheries Research and Development Ministry of Marine Affairs and
Fisheries obtainedfromseaweed wastefrom Pameungpeukarea, Garut, West Java.
The aims this research were to purify, characterize the cellulase enzyme, and
identify the bacteria producing the enzyme using 16S-rRNA. PMP
0126yisolatewasa Gram-negativeshortrodshape bacteria. Based on
thesequencingof the 16S-rRNA genfrom 1282base pairPMP0126y isolate
had96%similaritywith Chryseobacteriumindologenesstrain McR-1. Theisolate had
1.9 cellulolytic index onCarboxymethyl Cellulose(CMC) agar medium. The
highestcellulaseactivityobtained onthe thirdday offermentation timewith
acellulaseactivityof0.108U/mLandspecificactivityof0.120U/mg.
Initialpurificationof cellulasebyultrafiltrationproducedactivityof0.112U/mL.
Purificationthe enzyme byanionexchange chromatographyproducedthe
highestpeak of proteininthefraction no. 48withcellulaseactivityof0.154U/mLat
37.3mMNaCl.Optimumactivity ofthe cellulaseenzymeafterultrafiltrationwaspH
5and300C,while optimumactivity ofthe cellulaseenzymebyanionexchange
chromatographywaspH 5and400C. At 30
0C, the enzymeremainedstableup
to4hourincubation.Theactivity ofthe cellulasewasincreasedbyaddition ofCaCl2ions
by 53%anddecreased bythe additionof ZnCl2 ions by 78%. Thecellulase showed
the highest activity i.e. 0.149U/mL using treated seaweed wasteGlacilariasp. as
substrate. Using SDS-PAGE and zimogram analysis, the molecular weight of the
cellulase was estimated to be 39 kDa, 30 kDa, and 14 kDa.
Keywords:cellulase,characterization,purification, seaweedwaste.
RINGKASAN
ISNA RAHMADINI. Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Selulase dari Bakteri
yang Diisolasi dari Limbah Rumput Laut. Dibimbing oleh Nisa Rachmania
Mubarik dan Ekowati Chasanah.
Limbah pengolahan rumput laut merupakan salah satu sumber bakteri
yang dapat menghasilkan enzim selulase. Industri pengolahan agar-agar dari
rumput laut Glacilaria sp. di daerah Pemeungpeuk Garut, Jawa Barat merupakan
sumber isolat PMP 0126y yang mampu menghasilkan enzim selulase. Isolat ini
merupakan koleksi BBP4BKP yang dapat tumbuh baik pada suhu 37 0C. Hasil
pewarnaan Gram isolat PMP 0126y bersifat Gram negatif dengan bentuk batang
pendek. Berdasarkan hasil sekuensing gen penyandi16S-rRNA dari 1282 pasang
basa, isolat PMP 0126y memiliki kemiripan sebesar 96% dengan bakteri
Chryseobacterium indologenes galur McR-1.
Uji kualitatif dilakukan dengan mengukur indeks selulolitik yang
dihasilkan oleh bakteri pada media agar-agar yang mengandung Carboxymethyl
Cellulose (CMC). Indeks selulolitik yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y pada
media agar-agar CMC 1% sebesar 1,9 pada hari kelima dengan suhu inkubasi
37 0C. Uji kuantitatif yang dilakukan terhadap selulase yang dihasilkan oleh isolat
PMP 0126y menghasilkan aktivitas selulase tertinggi pada hari ketiga produksi
dengan aktivitas selulase sebesar 0,108 U/ml dan aktivitas spesifik sebesar
0,120 U/ml.
Enzim selulase dipekatkan dengan melakukan pengendapan amonium
sulfat dan ultrafiltrasi. Persentase amonium sulfat yang terbaik dihasilkan pada
50% amonium sulfat dengan aktivitas selulase yang diperoleh sebesar 0,072 U/ml
dan aktvitas spesifik 0,128 U/mg pada endapan. Pemekatan dengan ultrafiltasi
menghasilkan aktivitas selulase sebesar 0,112 U/ml dan aktivitas spesifik
0,136 U/mg. Pemurnian selanjutnya dilakukan dengan kromatografi penukar
anion (KPA) yang menghasilkan puncak tertinggi pada fraksi ke-48 dengan
aktivitas selulase sebesar 0,154 U/ml ketika dielusi dengan NaCl sebesar
37,3 mM. Pra pemurnian enzim selulase dengan ultrafiltrasi menghasilkan
rendemen sebesar 17,5% dengan tingkat kemurnian 15,82 kali. Enzim hasil
pemurnian dengan KPA menghasilkan rendemen sebesar 19,6% dengan tingkat
kemurnian sebesar 15,08 kali. Hasil SDS-PAGE dan zimogram menunjukkan ada
tiga protein enzim selulase dari isolat PMP 0126y pada berat molekul yaitu
39 kDa, 30 kDa, dan 14 kDa.
Aktivitas optimum enzim selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi tertinggi
pada bufer sitrat fosfat pH 5 dan suhu 30 0C. Enzim tetap stabil selama 4 jam
inkubasi pada suhu 30 0C. Aktivitas relatif tertinggi enzim selulase meningkat
dengan penambahan logam CaCl2 sebesar 53% dan menurun pada penambahan
logam ZnCl2 sebesar 78%. Aktivitas enzim selulase tertinggi pada substrat limbah
pengolahan rumput laut Pameungpeuk yang telah didelignifikasi dengan
NaOH 6% sebesar 0,149 U/ml.
PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI ENZIM SELULASE DARI
BAKTERI YANG DIISOLASI DARI LIMBAH RUMPUT LAUT
ISNA RAHMADINI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program StudiBioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S.
Judul Penelitian : Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Selulase dari Bakteri
yang Diisolasi dari Limbah Rumput Laut
Nama : Isna Rahmadini
NIM : P051090191
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si.
Ketua
Dr. Ekowati Chasanah, M.Sc.
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Bioteknologi
Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.
Tanggal Ujian : 16 April 2012 Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lahat pada tanggal 19 April 1988 dari Ayah H. Hardi
Bustanuddin dan Ibu Hj. Muchlisa. Penulis merupakan anak kelima dari lima
bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Lahat dan masuk seleksi
PBUD di Universitas Riau pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan (THP)
dan berhasil menyelesaikan kuliah pada tahun 2009. Pada tahun yang sama,
penulis melanjutkan sekolah dan masuk ke dalam Mayor Multidisiplin, Program
Studi Bioteknologi, IPB.
Penulis melaksanakan penelitian di Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
(BBP4BKP) dan berhasil menyelesaikan penelitian dengan judul tesis Pemurnian
dan Karakterisasi Enzim Selulase dari Bakteri yang Diisolasi dari Limbah Rumput
Laut.
PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2011 ini ialah
enzim selulase, dengan judul Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Selulase dari
Bakteri yang Diisolasi dari Limbah Rumput Laut.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada
Ibu Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si. selaku ketua komisi pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan perhatian penuh dalam penulisan tesis. Ucapan
terima kasih dan penghargaan yang tinggi juga kepada Ibu Dr. Ekowati Chasanah,
M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan penelitian dan bimbingan selama penelitian,
serta kepada Ibu Ir. Yusro Nuri Fawzya, M.Si. yang telah banyak memberikan
saran dan bimbingan selama penelitian. Tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih banyak kepada Ibu Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S. sebagai penguji ujian
tesis dan Bapak Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA. sebagai ketua Program Studi
Bioteknologi yang telah memberikan saran dan masukan terhadap penulisan demi
kesempurnaan tesis ini. Di samping itu, penulis menyampaikan terima kasih
kepada Balai Besar Penelitian Pengembangan Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP) yang telah membiayai dan
memberikan segala fasilitas kepada penulis untuk melakukan penelitian di
Laboratorium Bioteknologi dan Mikrobiologi BBP4BKP Petamburan, Jakarta
Pusat.
Ucapan terima kasih yang sangat mendalam kepada Papa tersayang H.
Hardi Bustanuddin dan Mama tersayang Hj. Muchlisa atas doa dan kasih sayang
tulus yang tidak hentinya kepada penulis. Kepada saudaraku Uni Neci, Uni Neva,
Uni Nani, Kakak Aden, dan semua kakak ipar serta seluruh keponakanku yang
telah memberikan semangat dan doa kepada penulis selama kuliah sehingga dapat
menyelesaikan sekolah di Institut Pertanian Bogor. Rasa terima kasih kepada
rekan-rekan di Laboratorium Bioteknologi BBP4BKP (Mbak Asri, Mbak Maya,
Mbak Ayu, Mbak Dewi, Mas Gintung, Bu Ifah, Bu Devi, Bu Dewi) yang telah
membantu selama penelitian di BBP4BKP. Teman-teman seperjuangan di
Program Studi Bioteknologi Angkatan 2009 dan Jurusan THP, serta semua alumni
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau yang sedang sekolah di
IPB atas persahabatan, dorongan, semangat, dan bantuan dalam penyelesaian tesis
ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan dengan
balasan yang sempurna. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2012
Isna Rahmadini
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii
PENDAHULUAN
Latar belakang. ....................................................................................... 1
Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
Manfaat Penelitian .................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Selulosa ................................................................................................... 5
Rumput Laut ........................................................................................... 6
Enzim Selulase........................................................................................ 7
Mikroorganisme Penghasil Enzim Selulase ........................................... 12
Pemekatan Enzim ................................................................................... 13
Kromatografi Kolom............................................................................... 15
Elektroforesis .......................................................................................... 19
Identifikasi Mikroorganisme dengan 16S-rRNA .................................... 20
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat .................................................................................. 23
Bahan dan Alat Penelitian....................................................................... 23
Peremajaan Isolat PMP 0126y ................................................................ 24
Pengamatan Morfologi Isolat PMP 0126y.............................................. 24
Identifikasi Bakteri secara Molekuler ..................................................... 24
Uji Kualitatif Enzim Selulase ................................................................. 26
Penentuan Waktu Optimum Produksi Enzim Selulase ........................... 27
Produksi Enzim Kasar Selulase .............................................................. 28
Pemurnian Enzim Selulase ..................................................................... 29
Analisis Elektroforesis SDS-PAGE dan Zimogram ............................... 30
Pengukuran Kadar Protein ...................................................................... 32
Karakterisasi Enzim Selulase .................................................................. 32
HASIL
Identifikasi Isolat PMP 0126y ................................................................ 35
Pertumbuhan dan Produksi Enzim Selulase ........................................... 37
Pemurnian Enzim Selulase ..................................................................... 40
Analisis Berat Molekul Enzim Selulase Menggunakan SDS-
PAGE dan Zimogram ............................................................................. 42
Karakterisasi Enzim Selulase ................................................................. 44
PEMBAHASAN
Identifikasi Isolat PMP 0126y ................................................................ 49
Pertumbuhan dan Produksi Enzim Selulase ........................................... 50
Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Selulase ........................................ 51
SIMPULAN ..................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61
LAMPIRAN ..................................................................................................... 71
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi kimia rumput laut ................................................................... 7
2 Hidrolisis berbagai substrat oleh enzim selulase ...................................... 9
3 Substrat selulosa berdasarkan kelarutan air dan jenis enzim selulase ...... 10
4 Metode kromatografi untuk fraksinasi protein ......................................... 15
5 Teknik kromatografi yang digunakan pada pemurnian selulase .............. 16
6 Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk sepasang gel ................... 30
7 Aktivitas selulase hasil ultrafiltrasi ........................................................... 41
8 Hasil uji aktivitas selulase PMP 0126y pada beberapa tahap
pemurnian .................................................................................................. 42
9 Pemurnian dan karakterisasi selulase dari berbagai jenis bakteri ............... 54
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur serat selulosa ........................................................................... 5
2 Struktur selulosa teratur (kristalin) dan kurang teratur (amorphous) ... 6
3 Pemecahan selulosa menjadi glukosa oleh enzim selulase .................. 8
4 Klasifikasi enzim selulase.................................................................... 9
5 Mekanisme degradasi selulosa ............................................................ 11
6 Pemurnian enzim dengan kromatografi penukar ion ........................... 17
7 Isolat PMP 0126y ................................................................................ 35
8 Pewarnaan Gram isolat PMP 0126y dengan perbesaran 1000 x ......... 35
9 Hasil amplifikasi dari gen penyandi 16S-rRNA isolat PMP 0126y . 36
10 Sebagian sekuen DNA penyandi 16S-rRNA isolat PMP 0126y
dari(arah 5’-3’)..................................................................................... 36
11 Pohon filogenetik isolat PMP 0126y ................................................... 37
12 Zona bening isolat PMP 0126y ........................................................... 38
13 Kurva pertumbuhan isolat PMP 0126y................................................ 38
14 Kurva aktivitas selulase, aktivitas spesifik, dan jumlah sel
bakteri PMP 0126y .............................................................................. 39
15 Kurva aktivitas selulase, aktivitas spesifik, dan jumlah sel
bakteri PMP 0126y pada media glukosa 0,1% .................................... 39
16 Aktivitas spesifik dari pengendapan amonium selulase
dengan amonium sulfat ....................................................................... 40
17 Profil elusi enzim selulase pada kromatografi DEAE penukar
ionmenggunakan matriks Sepharose ................................................... 41
18 Hasil elektroforesis SDS-PAGE enzim ultrafiltrasi dan
fraksi pemurnian kromatografi penukar anion dan ilustrasi
pita-pita protein selulase PMP 0126y .................................................. 43
19 Hasil zimogram PMP 0126y pada gel akrilamida yang
mengandung CMC 0,1% dan ilustrasi pita yang terbentuk dalam
zimogram ............................................................................................. 44
20 Pengaruh pH terhadap aktivitas selulase PMP 0126y hasil
ultrafiltrasi............................................................................................ 45
21 Pengaruh pH terhadap aktivitas selulase PMP 0126y hasil
kromatografi penukar anion ................................................................. 45
22 Suhu optimum aktivitas selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi
dan kromatografi penukar anion .......................................................... 46
23 Pengaruh suhu dan waktu inkubasi terhadap aktivitas
selulase PMP 0126y ............................................................................. 46
24 Substrat spesifik enzim selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi ........... 47
25 Aktivitas relatif selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi pada
penambahan logam 5 mM dan 10 mM .............................................. 48
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Prosedur pembuatan media dan reagen yang digunakan dalam
penelitian .............................................................................................. 73
2 Kurva standar glukosa .......................................................................... 77
3 Kurva standar bovin serum albumin (BSA) ......................................... 78
4 Kurva hubungan log sel dan kerapatan optis dan jumlah sel isolat
PMP 0126y selama 27 jam pengamatan ............................................... 79
5 Hasil uji aktivitas selulase isolat PMP 0126y ....................................... 80
6 Prosedur delignifikasi limbah rumput laut dengan NaOH dan H2SO4
oleh BBP4BKP ............................................................................................................................. 82
7 Gambar metafile hasil sekuensing isolat PMP 0126y (primer f) .......... 83
8 Gambar metafile hasil sekuensing isolat PMP 0126y (primer r) .......... 85
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan industri berbasis hayati termasuk hayati laut dengan
memanfaatkan senyawa biologi seperti enzim yang berasal dari mikroorganisme
seperti bakteri dan kapang saat ini terus ditingkatkan di berbagai negara. Telah
banyak peneliti yang mengisolasi bakteri baru dan memanfaatkan senyawa
metabolit bakteri tersebut. Salah satu sumber yang dapat dimanfaatkan pada
sektor Kelautan dan Perikanan yaitu limbah hasil pengolahan rumput laut.
Mengingat bahwa 75% wilayah Indonesia terdiri atas perairan laut, maka berbagai
jenis rumput laut telah banyak dimanfaatkan untuk produk pangan seperti agar-
agar maupun karagenan. Pengolahan agar-agar memanfaatkan rumput laut jenis
Glacilaria sp., sedangkan karagenan menggunakan rumput laut jenis Eucheuma
sp. Berbagai industri rumput laut akan menghasilkan limbah sekitar 65-70% dari
bahan baku segar yang masuk dan diolah (Kim et al. 2008).
Peningkatan pengolahan rumput laut Glacilaria sp. untuk diolah menjadi
agar-agar tentu saja akan meningkatkan jumlah limbah rumput laut sehingga akan
menjadi masalah pencemaran karena limbah tersebut mengandung selulosa yang
sulit larut dalam air. Limbah rumput laut Glacilaria sp. mengandung selulosa
sebanyak 15-25% (Kim et al. 2008). Salah satu alternatif pemanfaatan yang dapat
dilakukan ialah dengan memanfaatkan bakteri asal limbah rumput laut tersebut.
Bakteri yang hidup pada limbah ini diduga dapat menghasilkan enzim yang dapat
menguraikan limbah selulosa menjadi sumber nutrisi untuk pertumbuhannya.
Enzim yang dihasilkan oleh bakteri tersebut dapat menghidrolisis limbah selulosa
menjadi glukosa, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan untuk
fermentasi dalam memproduksi bioetanol. Pemanfaatan limbah selulosa dan
bakteri penghasil enzim penghidrolisis selulosa dapat memberikan peluang pada
pengembangan bioenergi dari bahan hayati laut.
Enzim selulase adalah suatu sistem enzim yang terdiri atas tiga tipe enzim
utama yaitu kompleks endo-β-1,4-glukanase (CMCase, Cx selulase endoselulase,
atau carboxymethyl cellulase), kompleks ekso-β-1,4-glukanase (aviselase,
selobiohidrolase, C1 selulase), dan β-1,4-glukosidase atau selobiase (Crueger &
2
Crueger 1984). Ketiga enzim ini bekerja secara sinergis mendegradasi selulosa
dan melepaskan gula reduksi (selobiosa dan glukosa) sebagai produk akhirnya
(Deng & Tabatabai 1994). Enzim selulase akan memutuskan ikatan glikosidik β-
1,4 di dalam selulosa yang memiliki ikatan β-1,4-glikosidik pada polimer
glukosanya (Jeong et al. 2004) sehingga menjadi gula sederhana turunannya.
Proses hidrolisis selulosa dapat dilakukan dengan menggunakan asam dan
suhu tinggi. Proses ini relatif mahal karena kebutuhan energi yang besar serta
dapat mengakibatkan degradasi produk monosakarida yang dihasilkan sehingga
produk yang akan dihasilkan rendah. Riyanti (2008) juga melaporkan efisiensi
proses hidrolisis dengan asam masih rendah karena proses yang dilakukan cukup
panjang dan membutuhkan banyak tahap. Kekurangan lain dari proses ini antara
lain penanganan limbah asam yang tidak mudah. Baru pada tahun 1980-an, mulai
dikembangkan hidrolisis selulosa dengan menggunakan enzim selulase (Coral et
al. 2002). Hidrolisis secara enzimatik akan berjalan spesifik dan efisien sehingga
produk yang akan dihasilkan lebih tinggi dan menghasilkan produk monosakarida
dengan biaya produksi rendah.
Pemanfaatan mikrob dalam menghasilkan enzim selulase akan menjadi
alternatif yang akan terus dikembangkan karena produksi enzim dari mikrob
memiliki beberapa keuntungan. Jika dibandingkan dengan sel hewan maupun
tumbuhan, sel mikrob relatif mudah ditumbuhkan, relatif lebih singkat kecepatan
pertumbuhannya, skala produksi sel besar dan lebih mudah ditingkatkan, biaya
produksi relatif rendah disebabkan waktu yang dibutuhkan untuk produksi enzim
lebih singkat, dan kondisi selama produksi tidak tergantung musim (Poernomo &
Djoko 2003). Beberapa contoh bakteri penghasil enzim selulase, yaitu Bacillus
amyoliquefaciens DL-3 (Jung et al. 2008), B. pumilus EB3 (Arifin 2006), B.
flexus (Trivedi et al. 2011), B. licheniformis C108 (Aygan et al. 2011),
Cellulomonas biazotea (Rajoka & Malik 1997), C. flavigena (Ponce & Torre
2001), Streptomyces sp. galur J2 (Jaradat et al. 2008), S. ruber (El-Sersy et al.
2010), Pseudomonas sp (Gautam et al. 2010), P. fluorescens sub sp. cellulosa
(Shimada et al. 1994). Beberapa isolat bakteri penghasil enzim selulase untuk
bioetanol yaitu Escherichia coli KO11 (Jong et al. 2011), Zymomonas mobilis
3
NRRL-B-14023 (Ruanglek et al. 2006), Z. mobilis ATCC 10988 (Tanaka et al.
1999).
Selain dalam bidang industri, pemanfaatan enzim selulase dari bakteri
dapat memberikan solusi dalam masalah pencemaran yakni mengurangi jumlah
limbah selulosa, salah satunya dari industri pengolahan agar-agar dan karagenan,
dan mendapatkan produk bernilai tambah dari pemanfaatan limbah rumput laut
tersebut. Balai Besar Penelitian Pengembangan Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan Perikanan (BBP4BKP) telah melakukan eksplorasi mikrob
dari rumput laut termasuk limbah pengolahan rumput laut. Beberapa isolat bakteri
yang memiliki aktivitas selulase ekstraseluler yaitu isolat PMP 0126y berhasil
diisolasi dari limbah pengolahan agar-agar rumput laut Glacilaria sp. dari daerah
Pameungpeuk, Garut Jawa Barat (Munifah et al. 2011).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi, melakukan pemurnian
parsial, dan mengkarakterisasi enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP
0126y penghasil enzim selulase dari limbah pengolahan rumput laut Glacilaria
sp., serta melakukan identifikasi secara molekuler bakteri tersebut.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai
bakteri penghasil enzim selulase dari limbah rumput laut dan enzim yang
dihasilkan nantinya diharapkan dapat diaplikasikan dalam proses produksi
bioetanol berbahan dasar limbah rumput laut.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Selulosa
Selulosa merupakan polimer karbohidrat terbanyak yang terdapat di alam
(Han & Chen 2007). Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel
tumbuhan bersama-sama dengan hemiselulosa dan pektin. Komposisi selulosa
dalam tumbuhan dapat mencapai 40-50% dari massa tumbuhan sehingga selulosa
merupakan biopolimer terbarukan yang paling berlimpah di alam (Milala et al.
2005). Classen (1999) menambahkan bahwa diperkirakan 50% dari biomassa
tumbuhan berupa selulosa dan jumlahnya sekitar 50 milyar ton. Selulosa
merupakan polimer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan β-1,4-D-glukosidik
(Gambar 1).
Gambar 1 Struktur serat selulosa (Beguin & Aubert 1994).
Polimer glukosa tersusun secara paralel dan berikatan silang membentuk
struktur kristalin yang disebut mikrofibril. Panjang mikrofibril ini bervariasi dari
2.000-15.000 unit glukosa, tergantung organismenya. Bentuk mikrofibril selulosa
ditentukan oleh kompleks geometri sintase dan lingkungan lokal. Pada tumbuhan,
unit mikrofibril mempunyai jumlah sekitar 3-4 unit dan terdiri atas sekitar 36
rantai selulosa dan seringkali dikemas dalam bentuk lebih besar (Doblin et al.
2002).
Mikrofibril pada selulosa memiliki orientasi beragam, tersusun secara
pararel, dan setiap molekul glukosa dapat berotasi hingga 1800 (Beguin & Aubert
1994; Brown 1996). Mikrofibril ini pada tempat-tempat tertentu memiliki struktur
yang teratur (crystalin) dan pada tempat-tempat tertentu memiliki struktur yang
5
kurang teratur (amorphous). Struktur amorphous terjadi karena proses kristalisasi
yang berlangsung secara tidak sempurna pada mikrofibril yang terbentuk (Gambar
2). Dimensi serat selulosa dan proporsi dari bagian kristalin dan amorf sangat
tergantung pada keadaan alaminya (Linder & Teeri 1997). Setiap serat selulosa
tersusun oleh kira-kira 3.000 molekul glukosa dan berat molekulnya diperkirakan
mencapai 500.000 (Hardjo et al. 1984).
Gambar 2 Struktur selulosa teratur (kristalin) dan kurang teratur (amorphous)
(Beguin & Aubert 1994).
Secara alamiah molekul selulosa tersusun dalam fibril yang terdiri atas
beberapa molekul glukosa yang dihubungkan dengan ikatan hidrogen yang kuat
mengakibatkan dapat tahan terhadap tarikan tinggi. Fibril-fibril ini membentuk
struktur kristal yang dibungkus oleh lignin, oleh karena itu sumber selulosa dari
tumbuh-tumbuhan sulit sekali dihidrolisis secara langsung oleh katalis asam.
Molekul selulosa berbentuk lurus dan tidak pernah bercabang, serta gugus
hidroksilnya bebas membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil molekul
selulosa lainnya yang terletak sejajar (paralel) dengannya (Beguin & Aubert
1994).
Rumput Laut
Selulosa juga diproduksi oleh tanaman laut yaitu rumput laut (Linder &
Teeri 1997). Rumput laut merupakan makroalga laut yang dapat digolongkan ke
dalam alga merah, alga hijau, dan alga coklat. Rumput laut tidak memiliki daun,
batang, dan akar sejati. Akan tetapi, bagian tubuhnya disebut dengan talus, dapat
berupa filamen, lembaran tipis berdaun banyak, persegi dengan kulit keras, dan
lumut raksasa. Uji proksimat yang dilakukan pada ampas rumput laut kering
6
didapatkan presentase masing-masing komponen kadar air sebesar 11.28%, kadar
abu 36,05%, kadar lemak 0,42%, kadar protein 1,86%, kadar serat kasar 8,96%
dan karbohidrat 41,43% (Harvey 2009).
Jenis rumput laut yang telah banyak dimanfaatkan berasal dari marga
Euchema, Gelidium, Gracilaria, Hypnea, dan Sargassum. Selain itu, terdapat
jenis lainnya seperti Caulerpa dan Dictosphaeria masih dimanfaatkan dalam skala
kecil untuk konsumsi lokal (Atmadja et al. 1996). Beberapa jenis rumput laut
memiliki komposisi kandungan selulosa maupun kandungan senyawa kimia
lainnya yang berbeda. Berikut ini komposisi kimia dari beberapa jenis rumput laut
(Tabel 1).
Tabel 1 Komposisi kimia rumput laut (Kim et al. 2008)
Jenis alga Selulosa
(%)
Galaktan (%) Karbo-
hidrat (%)
Protein
(%)
Lipid
(%)
Alga merah
Gelidium amansii,
marocco
Gelidium amansii, joju
Glacilaria
E. cottonii
16,8
23
19,7
7,1
55,2
56,4
54,4
43,4
72,0
79,4
74,1
50,5
21,1
11,8
11
4,9
6,9
8,8
14,9
44,6
Alga hijau
Codium fragile
10,9
47,8
58,7
34,7
6,6
Alga coklat
Undaria pinattinda
Laminaria japonica
2,4
6,7
38,7
40,0
41,1
46,7
24,2
12,2
34,7
38,1
Rumput laut Glacilaria sp. banyak dimanfaatkan dalam industri
pengolahan agar-agar. Limbah industri agar-agar yang dihasilkan mengandung
selulosa sebesar 15-25% (Kim et al. 2008). Selain itu, limbah agar-agar Glacilaria
sp. merupakan salah satu sumber bakteri yang berpotensi menghasilkan enzim
selulase. Pemanfaatan limbah agar-agar dan enzim selulase dari bakteri tersebut
memegang peranaan yang sangat penting dalam pengembangan bioenergi.
Enzim Selulase
Enzim selulase atau enzim yang dikenal dengan nama sistematik β-1,4
glukan-4-glukano hidrolase adalah enzim yang dapat menghidrolisis selulosa
dengan memutus ikatan glikosidik β-1,4 dalam selulosa, selodektrin, selobiosa,
dan turunan selulosa lainnya menjadi gula sederhana atau glukosa. Sistem
7
pemecahan selulosa menjadi glukosa terdiri atas tiga jenis enzim selulase yaitu
endo-β-1,4-glukanase, ekso-β-1,4-glukanase, dan β-glukosidase. Endo-β-1,4-
glukanase menyerang bagian tengah rantai secara random, ekso-β-1,4-glukanase
(selobiohidrolase) memecah unit-unit disakarida (selobiosa) dari ujung rantai, dan
β-glukosidase memecah selobiosa menjadi glukosa (Da silva et al. 2005) (Gambar
3).
Gambar 3 Pemecahan selulosa menjadi glukosa oleh enzim selulase.
Menurut Enari (1983) (Tabel 2) demikian pula Prescott dan Dunns (1981)
(Gambar 4) mengelompokkan enzim utama selulase berdasarkan kespesifikan
substrat masing-masing enzim yaitu :
1. Endo-β-1,4-glukanase (β-1,4-D-glukan-4-glukanohidrolase, EC 3.2.1.4)
menghidrolisis ikatan glikosidik β-1,4 secara acak. Enzim ini dapat
bereaksi dengan selulosa kristal tetapi kurang aktif. Enzim ini secara
umum dikenal sebagai CMC-ase atau selulase Cx.
2. β -1,4-D-glukan selobiohidrolase (EC.3.2.1.91) atau secara umum dikenal
dengan selulase C1, menyerang ujung rantai selulosa non pereduksi dan
membebaskan selobiosa.
8
3. β-1,4-D-glukan glukohidrolase (EC.3.2.1.74) menyerang ujung rantai
selulosa non pereduksi dan membebaskan glukosa. Enzim ini
menghidrolisis selulosa yang telah dilunakkan dengan asam fosfat, selo-
oligosakarida dan CMC.
4. β-1,4-glikosidase (β-1,4-D-glukosida glukohidrolase, EC 3.2.1.21)
menghidrolisis selobiosa dan rantai pendek selo-oligosakarida yang
menghasilkan glukosa. Enzim ini tidak dapat memecah selulosa dan
selodekstrin.
Gambar 4 Klasifikasi enzim selulase (Prescott & Dunns 1981).
Tabel 2 Hidrolisis berbagai substrat oleh enzim selulase (Enari 1983)
Jenis Enzim
selulolitik
Substrat
Selulosa
kristalin
CMC Selulosa
amorf
Selotetraosa Selobiosa
Endoglukanase - + + + -
Selobiohidrolase + - + + -
β- Glukosidase - - - + +
Berdasarkan kelarutannya, selulosa dapat dibagi menjadi dua katagori
yaitu substrat yang larut dalam air dan substrat yang tidak dapat larut dalam air
beserta enzim selulase yang menghidrolisis substrat tersebut (Tabel 3).
Enzim
selulase
β-1,4
glukanase
β-1,4-glukan
glukohidrolase
β-1,4-glukan
selobiohidrolase
(=C1 selulase)
Endo-β-1,4-glukanase
(=Cx-selulase)
Ekso-β-
1,4,
glukanase
β-1,4 glukosidase
9
Tabel 3 Substrat selulosa berdasarkan kelarutan air dan jenis enzim selulase
(Zhang et al. 2006)
Substrat Selulosa Enzim Selulase
Larut dalam air
- Rantai pendek (derajat polimerisasi rendah)
Silodekstrin
Radio-labeled selodekstrin
- Turunan silodekstrin
β-methyllumberlliferil oligosakarida
p-nitrofenol oligosakarida
- Turunan selulosa dengan rantai panjang
Carboxymethylecellulose (CMC)
Dye CMC
Tidak larut dalam air
- Selulosa kristalin
Katun, selulosa mikrokristalin (Avisel),
selulosa bakteri
- Selulosa Amorf – PASC
- Dyed Selulosa
- Kromogenik dan turunan fluoreforik
Trinitrofenil-karboksimetilselulase
(TNP-CMC)
- Flurant Selulosa
- α-selulosa
Endo, ekso, BG
Endo, ekso, BG
Endo, ekso, BG
Endo, ekso, BG
Endo
Endo
Total,endo, ekso
Total, endo.ekso
Total, endo
Endo
Endo, total
Total
Endo ; endoglukanase, Ekso ; eksoglukanase, BG ; glukosidase, Total ; ketiga tipe
enzim selulase.
Perbedaan antara masing-masing enzim selulase terletak pada kespesifikan
struktur di sekeliling substrat. Perbedaan kespesifikan dari enzim endoglukanase
dan selobiohidrolase bersifat tidak mutlak karena kedua enzim tersebut dapat
menghidrolisis ikatan β-1,4 glukosida dari selulosa amorf. Penentuan aktivitas
enzim selulase akan sulit apabila filtrat yang akan diukur aktivitas enzimnya
merupakan campuran dari berbagai enzim selulase. Enzim-enzim ini tidak hanya
dapat menghidrolisis substrat yang sama tetapi juga dapat bekerja secara sinergis
memecah substrat yang sama, sehingga menyebabkan aktivitas yang diukur
dipengaruhi oleh proporsi dari masing-masing enzim yang ada (Enari 1983).
Aktivitas enzim endoglukanase pada umumnya dapat diuji dengan substrat
CMC (Carboxymethyl cellulose) sehingga enzim endoglukanase juga disebut
dengan istilah CMCase, sedangkan aktivitas enzim selobiohidrolase atau
10
eksoglukanase seringkali diuji dengan substrat avisel sehingga enzim
eksoglukanase disebut dengan aviselase (Zhang et al. 2006).
Tahapan hidrolisis selulosa tergantung kepada struktur selulosa, interaksi
antara enzim selulase dengan serat selulosa, mekanisme hidrolisis enzim tersebut
di alam dan inhibitor yang terbentuk. Fase adsorbsi dan pembentukan kompleks
enzim substrat adalah fase kritis di dalam hidrolisis selulosa. Glukosa dan
selobiosa adalah inhibitor enzim dalam menghidrolisis selulosa. Selobiosa
menghambat enzim selobiohidrolase dan glukosa menghambat enzim
penghidrolisis selobiosa yaitu β-glukosidase pada kompleks enzim selulase.
Selobiosa mempunyai potensi lebih kuat menjadi inhibitor dibandingkan dengan
glukosa (Coughlan 1985). Laju hidrolisis enzim selulase ditentukan oleh struktur
substrat (Mandels 1985). Struktur kristal lebih sulit dihidrolisis dibandingkan
dengan struktur amorf maka hidrolisis dilakukan oleh enzim endoselulase atau
endoglukanase (Coughlan 1985) (Gambar 5).
Gambar 5 Mekanisme degradasi selulosa (Beguin & Aubert 1994).
Aktivitas enzim selulase dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
derajat keasaman (pH), suhu, dan senyawa penghambat. Aktivitas enzim
dipengaruhi oleh pH karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah
dipengaruhi oleh pH sehingga apabila terjadi perubahan pH maka akan
menyebabkan denaturasi enzim dan menghilangkan aktivitas enzim. Suhu
memiliki peranan yang sangat penting dalam reaksi enzimatik. Ketika suhu
11
bertambah sampai suhu optimum, kecepatan reaksi enzim naik karena energi
kinetik bertambah. Bertambahnya energi kinetik enzim akan mempercepat gerak
vibrasi, translasi, dan rotasi baik enzim maupun substrat. Hal ini akan
memperbesar peluang enzim dan substrat bereaksi. Ketika suhu lebih tinggi dari
suhu optimum, protein enzim berubah konformasi sehingga gugus reaktif
terhambat. Perubahan konformasi ini dapat menyebabkan enzim terdenaturasi.
Substrat juga dapat berubah konformasinya pada suhu yang tidak sesuai, sehingga
substrat tidak dapat masuk ke dalam sisi aktif enzim (Ottaway 1984).
Selain pH dan suhu, faktor lain yang mempengaruhi aktivitas selulase
yaitu adanya senyawa penghambat berupa ion logam. Penghambatan tersebut
dapat dinetralkan dengan menambahkan sistein sehingga aktivitas enzim dapat
berlangsung kembali (Kulp 1975). Beberapa senyawa logam dan senyawa lainnya
yang dapat menghambat aktivitas selulase ialah Hg2+
, Ag2+
, dan Cu2+
(Deng &
Tabatai 1994; Oikawa et al. 1994), glukanolakton (Kulp 1975), surfaktan,
senyawa pengkelat khususnya Sodium Dodecyl Sulphate (SDS), Ethylene
Diamine Tetraacetyc Acid (EDTA) (Oikawa et al. 1994), laktat dalam konsentrasi
agak rendah (Chesson 1987), dan etanol serta alkohol lainnya (Ooshima et al.
1985). Senyawa penghambat tersebut dapat menekan seluruh kecepatan hidrolisis
dengan menghambat adsorbsi eksoglukanase dan endoglukanase pada selulosa,
dan menghambat aksi sinergis eksoglukanase dan endoglukanase yang bekerja
pada permukaan selulosa.
Mikroorganisme Penghasil Enzim Selulase
Mikroorganisme didefinisikan sebagai organisme yang berukuran sangat
kecil (biasanya kurang dari 1 milimeter) sehingga untuk mengamatinya
diperlukan bantuan mikroskop atau alat pembesar. Mikroorganisme dapat berupa
sel tunggal atau kelompok sel yang mempunyai kemampuan untuk mengatur
proses hidupnya tanpa bergantung sel lainnya. Mikroorganisme terdiri atas
bakteri, virus, dan cendawan (fungi) yang masing-masing memiliki perbedaan
karakteristik secara morfologi, ekologi, dan fisiologi. Bakteri merupakan sel
prokariot dengan rRNA bakteri yang dihubungkan oleh ikatan ester dan membran
lipid yang merupakan diasil gliserol dieter (Madigan et al. 2000).
12
Beberapa contoh genus bakteri yang diketahui mempunyai aktivitas
selulolitik ialah Acetobacter, Bacillus, Clostridium, Cellulomonas, Pseudomonas,
Cytophaga, Sarcina, dan Vibrio, sedangkan contoh genus cendawan yang
mempunyai aktivitas selulolitik ialah Bulgaria, Chaetomium, Helotium, Coriolus,
Phanerochaete, Poria, Schizophyllum, Serpula, Aspergillus, Cladosporium,
Fusarium, Geotrichum, Myrothecium, Paecilomyces, Penicillium, dan
Trichoderma (Rao 1994). Beberapa jenis organisme juga dapat menghasilkan
enzim selulase seperti rayap (Watanabe & Tokuda 2001), remis (Xu et al. 2000),
dan arabidopsis.
Di alam, degradasi selulosa kebanyakan dilakukan oleh mikroorganisme
aerobik. Mikroorganisme aerobik menghasilkan enzim selulase nonkompleks
yang terdiri atas endoglukanase, eksoglukanase, dan glukosidase yang bekerja
secara sinergis untuk menghidrolisis selulosa. Mikroorganisme anaerobik
menghasilkan enzim selulase kompleks yang disebut selulosom (Doi et al. 2003;
Bayer et al. 2004). Meskipun mikroorganisme anaerobik hanya menyumbang
sekitar 5-10% dari biodegradasi total selulosa di alam, namun peranannya sangat
penting karena bertanggung jawab terhadap degradasi daerah anoksik pada danau,
laut, dan saluran pencernaan hewan pemamah biak maupun rayap, yang tidak
dapat dilakukan oleh mikroorganisme aerobik (Zhang et al. 2006).
Pemekatan Enzim
Pada tahap awal pemurnian enzim biasanya dilakukan klarifikasi dan
pengendapan protein enzim. Klarifikasi berfungsi memisahkan larutan enzim dari
partikel-partikel yang tidak larut, misalnya debris sel dan partikel substrat.
Klarifikasi dapat dilakukan dengan penyaringan atau sentrifugasi. Pemekatan
protein enzim merupakan tahap awal dari prosedur pemurnian enzim sebelum
tahap pemurnian berikutnya atau dapat pula digunakan untuk keperluan analisis
enzim. Pemekatan protein enzim berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi
protein enzim, mereduksi volume larutan enzim, dan memisahkan protein enzim
dengan protein pengotor yang lain (Harris 1989).
Pemekatan protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu analitik dan
preparatif (penyiapan). Metode analitik menggunakan pengendapan asam
(misalnya asam trikloroasetat), pengendapan organik (misalnya aseton atau
13
etanol), dan imunopresipitasi yang dapat menyebabkan denaturasi protein.
Pemekatan protein dengan metode preparatif tetap mempertahankan aktivitas
protein misalnya dengan menggunakan pengendapan garam, pengendapan dengan
pelarut organik, pengendapan dengan polimer organik, ultrafiltrasi, liofilisasi, dan
dialisis (Harris 1989).
Metode pengendapan protein yang biasa dilakukan dalam pengendapan
selulase ialah dengan menggunakan amonium sulfat (Jung et al. 2008) dan
ultrafiltrasi (Arifin 2006). Amonium sulfat merupakan garam yang paling sering
digunakan untuk mengendapkan protein karena memiliki daya larut tinggi di
dalam air, relatif tidak mahal, dan kestabilan protein di dalam larutan amonium
sulfat (2M- 3M) tahan bertahun-tahun (Scopes 1987).
Prinsip pengendapan dengan garam berdasarkan pada kelarutan protein
yang berinteraksi polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam,
dan daya tolak menolak protein yang bermuatan sama. Kelarutan protein (pada pH
dan suhu tertentu) meningkat pada kenaikan konsentrasi garam (salting in).
Kenaikan kelarutan protein akan meningkatkan kekuatan ion larutan. Pada
penambahan garam dengan konsentrasi tertentu menyebabkan kelarutan protein
menurun (salting out). Molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin
banyak yang menyebabkan penarikan selubung air yang mengelilingi permukaan
protein. Peristiwa ini mengakibatkan protein saling berinteraksi, beragregasi, dan
kemudian mengendap (Harris 1989; Scopes 1987).
Garam berlebih yang terdapat di dalam larutan enzim setelah tahap
fraksinasi dapat dihilangkan dengan cara dialisis. Pada tahap dialisis, protein
ditempatkan di dalam kantung (membran) semipermeabel yang direndam di
dalam larutan bufer tertentu. Molekul yang berukuran kecil akan ke luar melalui
membran, dan molekul yang berukuran besar akan tertahan di dalam membran
dialisis. Ukuran pori kantung dialisis yang terbuat dari bahan selulosa asetat
berdiameter 1-20 nm. Ukuran ini menunjukkan berat molekul minimum yang
dapat tertahan di dalam membran. Selain dengan dialisis, penghilangan garam
dapat dilakukan dengan filtrasi gel. Metode ini biasanya diterapkan untuk sampel
yang sedikit, yaitu tidak melampaui 25-30% volume kolom untuk mendapatkan
resolusi yang memadai antara protein dan garam. Matriks filtrasi gel memiliki
14
pori yang berukuran kecil, misalnya Sephadex G-25 buatan Phamacia.
Kekurangan metode ini adalah terjadi pengenceran sampel protein (Harris 1989).
Ultrafiltrasi merupakan suatu metode untuk mengkonsentrasikan protein
dengan menekan cairan larutan protein enzim supaya tertahan di dalam membran.
Ukuran cairan yang akan ditahan (retentat) dan yang dikeluarkan (permeat) sesuai
dengan ukuran membran yang digunakan. Prinsip pemisahan dengan ultrafiltrasi
adalah pemisahan komponen berdasarkan berat molekul (Bollag & Edelstein
1991). Pemisahan komponen ini terjadi karena adanya membran ultrafiltrasi.
Membran ultrafiltrasi berfungsi sebagai penghalang (barrier) tipis yang sangat
selektif di antara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen tertentu dan
menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui
membran (Mulder 1996). Proses membran ultrafiltrasi merupakan upaya
pemisahan dengan membran yang menggunakan gaya dorong beda tekanan yang
dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi pori membran (Malleviale 1996).
Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom pada prinsipnya yaitu pengaliran suatu cairan melalui
kolom yang mengandung bahan pengisi dan substanta yang ingin dipisahkan
menjadi beberapa komponen dengan adanya perbedaan terhadap daya ikat bahan
pengisi (Tabel 4).
Tabel 4 Metode kromatografi untuk fraksinasi protein (Ersson et al. 1998)
Sifat Protein Jenis Kromatografi
Ukuran dan bentuk Filtrasi gel
Muatan neto dan distribusi grup
bermuatan
Penukar ion
Titik isoelektris Kromatofokusing
Hidrofobisitas Interaksi hidrofobik dan fase balik
Pengikatan logam Afinitas ion logam terimobilisasi
Kandungan tiol yang terbuka Kovalen
Afinitas biospesifik terhadap ligan,
inhibitor, reseptor, antibodi, dsb
Afinitas
Teknik kromatografi kolom banyak digunakan dalam bioteknologi untuk
mengamati tingkat kemurnian dan stabilitas protein (Neville 1998). Beberapa
peneliti melakukan pemurnian enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dengan
berbagai teknik kromatografi kolom (Tabel 5).
15
Tabel 5 Teknik kromatografi yang digunakan pada pemurnian selulase
Selulase Metode Kromatografi Sumber
Endoglukanase dari
Sinorhizobium fredii
Penukar ion, interaksi
hidrofobisitas
Po et al. (2004)
Endoglukanase dari
Mucor circinelloides
Gel filtrasi Saha (2003)
Endoglukanase dari
Bacillus sp
Penukar ion, gel filtrasi Mawadza et al. (2000)
Endoglukanase dari
Bacillus sp
Penukar ion Singh et al. (2004)
Endoglukanase dari
Pseudomonas fluorescens
Penukar ion, gel filtrasi Bakare et al. (2005)
Endoglukanase dari
Bacillus sp
Penukar ion Ji et al. (2005)
Endoglukanase dari
Bacillus pumilus
Gel filtrasi, penukar ion Christakopoulus et al.
(1999)
Kromatografi penukar ion memanfaatkan perbedaan afinitas antara
molekul bermuatan di dalam larutan dengan senyawa yang tidak reaktif yang
bermuatan berlawanan sebagai pengisi kolom (Scopes 1987). Kromatografi
penukar ion memisahkan protein berdasarkan muatan bersih protein dan kekuatan
relatif dari muatan bersih protein tersebut. Kromatografi penukar ion memerlukan
fase diam yang biasanya merupakan polimer terhidratasi yang bersifat tidak larut
seperti selulosa, dekstran dan agarosa. Gugus penukar ion diimobilisasikan pada
matriks. Beberapa gugus penukar anion yaitu aminoetil (AE-), kuaternari
aminoetil (QAE-), dan dietilaminoetil (DEAE-). Gugus penukar kation yaitu
sulfopropil (SP-), metil sulfonat dan karboksimetil (CM-). Penukar ion lemah
seperti DEAE- (penukar anion lemah) dan CM- (penukar kation lemah) hanya
dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada rentang pH sempit dan kehilangan
muatannya pada pH tertentu. Gugus penukar anion lemah DEAE- terionisasi
sempurna di bawah pH 6,0 dan akan kehilangan muatannya pada pH 9,0,
sedangkan gugus penukar kation lemah CM- akan kehilangan muatannya di
bawah pH 4,5. Penukar ion kuat dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada
rentang pH yang luas. Gugus penukar ion QAE- (penukar anion kuat) dan SP-
(penukar kation kuat) dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada rentang pH
1-10 (Coligan et al. 2003).
16
Kolom untuk kromatografi penukar ion biasanya tidak panjang dan
memiliki diameter lebih besar dari pada kolom untuk filtrasi gel. Banyaknya
sampel yang dimasukkan umumnya sekitar 10-20% dari kapasitas kolom.
Pembilasan dengan gradien konsentrasi NaCl yang linier baik digunakan untuk
memisahkan molekul-molekul yang memiliki perbedaan muatan bersih yang tidak
terlalu besar sedangkan gradien NaCl bertahap baik digunakan untuk memisahkan
molekul-molekul yang memiliki perbedaan muatan bersih yang besar.
Pada dasarnya prinsip kromatografi penukar ion adalah ion bermuatan
bebas dipertukarkan dengan ion yang memiliki tipe muatan yang sama. Protein
yang bermuatan negatif dapat ditukar dengan ion klorida. Awalnya gugus
fungsional matriks yang bermuatan negatif mengikat ion dari bufer (misalnya
Na+). Pada saat sampel dimasukkan ke dalam kolom, maka protein yang
bermuatan positif akan menggantikan ion Na+
sedangkan protein yang bermuatan
negatif atau netral tidak akan terikat. Protein yang tidak terikat dibilas dengan
menggunakan bufer (biasanya dengan konsentrasi 10-50 mM). Selanjutnya ikatan
protein yang terikat gugus fungsional matriks akan terlepas setelah dibilas dengan
bufer yang mengandung NaCl atau KCl secara linier atau bertahap sehingga
protein yang memiliki ikatan lemah dengan matriks akan lepas terlebih dahulu
dan diikuti oleh protein yang memiliki ikatan lebih kuat (Gambar 6).
Gambar 6 Pemurnian enzim dengan kromatografi pertukar ion
(http://voh.chem.ucla.edu/vohtar/winter99/153L/lec1.html).
17
Pemilihan penukar ion tergantung pada muatan protein target. Muatan
bersih protein tergantung pada pH yaitu protein akan bermuatan positif dengan
menurunkan pH dan bermuatan negatif dengan menaikkan pH. Pada saat
menentukan pH untuk kromatografi, kestabilan protein target pada pH yang
dipilih perlu dijaga. Apabila protein stabil pada pH di atas titik isoelektriknya (pI)
maka digunakan penukar anion (positif), tetapi bila protein stabil pada pH di
bawah pI nya maka digunakan penukar kation (negatif). Jika protein stabil pada
rentang 1 unit di atas dan di bawah pI maka kedua penukar ion dapat digunakan.
Matriks yang mengikat gugus fungsional menentukan sifat aliran, ion yang dapat
diikat, kestabilan mekanik dan kimia. Ada 3 kelompok matriks yang biasanya
digunakan, yaitu: 1) polistiren, poliakrilik atau polifenol; 2) selulosa; dan 3)
dekstran (Sephadex) atau agarosa (Sepharose). Matriks polistiren dan polifenolik
lebih sering digunakan untuk memisahkan molekul-molekul kecil seperti asam-
asam amino, peptida kecil, nukleotida, nukleotida siklik, asam-asam organik.
Matriks selulosa biasanya digunakan untuk memisahkan protein (termasuk
enzim), polisakarida dan asam nukleat. Matriks DEAE-selulosa, CM-selulosa dan
fosfoselulosa paling sering digunakan. Matriks polidekstran dan agarosa
(misalnya DEAE-Sephadex, CM-Sephadex) digunakan untuk memisahkan
protein, hormon, tRNA dan polisakarida (Scopes 1987).
Pemilihan penukar ion kuat atau lemah tergantung pada pH molekul
target. Molekul yang memerlukan pH sangat rendah atau sangat tinggi untuk
dapat berionisasi atau apabila molekul stabil pada pH ekstrem maka penukar ion
kuat harus digunakan. Penukar ion lemah akan memberikan hasil pemisahan yang
lebih baik untuk protein-protein yang memiliki muatan bersih yang berdekatan.
Keuntungan kromatografi penukar ion diantaranya adalah tidak merusak protein
yang dimurnikan dan pada umumnya memiliki kapasitas pengikatan yang tinggi.
Kelemahannya adalah protein-protein yang memiliki distribusi gugus bermuatan
pada permukaannya atau memiliki pI yang sama atau mirip akan sulit dipisahkan
dengan cara kromatografi penukar ion. Selain itu larutan enzim hasil kromatografi
penukar ion mengandung kadar garam cukup tinggi yang harus dihilangkan untuk
proses pemurnian selanjutnya (Scopes 1987).
18
Elektroforesis
Elektroforesis adalah suatu proses perpindahan partikel-partikel bermuatan
atau suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi suatu campuran berdasarkan atas
pergerakan partikel koloid yang bermuatan di bawah pengaruh medan listrik
(Suhartono 1989). Elektoforesis dengan menggunakan gel polakrilamida sodium
dodesil sulfat (SDS-PAGE) merupakan teknik elektroforesis gel yang
menggunakan poliakrilamida untuk memisahkan protein yang bermuatan
berdasarkan berat molekulnya. Penentuan berat molekul yang menyusun enzim
selulase dianalisis dengan menggunakan metode SDS-PAGE (Sodium dodecyl
sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis). Pada metode ini digunakan 2 gel
yaitu gel penahan (stacking gel) dan gel pemisah (separating gel). Gel akrilamida
diperoleh dengan cara polimerisasi akrilamida dengan sejumlah crosslinking
agent metilen bis akrilamida dan amonium persulfat (APS) sebagai katalisator.
Radikal bebas yang terbentuk dari pelarutan amonium persulfat dalam air akan
bereaksi dengan akrilamida membentuk akrilamida aktif yang dapat bereaksi satu
dengan yang lain membentuk polimer (Janson & Ryden 1998).
Ada beberapa jenis elektroforesis, yaitu elektroforesis kertas,
elektroforesis selulosa asetat/nitrat dan elektroforesis gel. Elektroforesis gel
berguna untuk pemisahan protein, sedangkan dua jenis lainnya berguna untuk
memisahkan molekul yang lebih kecil. Matriks gel dapat berupa pati, agarosa atau
poliakrilamida. Saat ini gel poliakrilamida lebih sering digunakan. Matriks ini
disusun oleh akrilamida dan N,N’-metilen-bis-akrilamida yang berpolimerisasi
dengan bantuan katalisator amonium persulfat dan N,N,N’,N’tetrametilen diamin
(TEMED). Elektroforesis gel dengan SDS digunakan untuk meneliti jumlah dan
ukuran rantai protein atau rantai subunit protein. SDS merupakan detergen lemah
anionik yang akan memutuskan ikatan di antara subunit penyusun dan membentuk
kompleks yang bermuatan negatif sehingga pergerakan protein dalam medan
listrik hanya berdasarkan pada ukuran molekul sedangkan β-merkaptoetanol
digunakan untuk mereduksi ikatan disulfida pada protein. Protein yang berukuran
kecil akan bergerak lebih cepat dibandingkan yang berukuran besar (Copeland
1994).
19
Elektroforesis protein dapat dilakukan dengan proses denaturasi (SDS-
PAGE) dan nondenaturasi (Native-PAGE). Mekanisme pada SDS-PAGE
dijelaskan bahwa protein akan bereaksi dengan SDS yang merupakan detergen
anionik membentuk kompleks yang bermuatan negatif. Protein akan terdenaturasi
dan terlarut membentuk kompleks berikatan dengan SDS yang berbentuk elips
atau batang yang ukurannya sebanding dengan berat molekul protein. Protein
dalam bentuk kompleks yang bermuatan negatif ini akan dapat terpisahkan
berdasarkan muatan dan ukurannya secara elektroforesis di dalam matriks gel
poliakrilamida (Smith 1984).
Berbeda dengan SDS-PAGE, pada gel pemisah disisipi substrat yang akan
dihidrolisis oleh enzim selama masa inkubasi yang disebut sebagai zimogram.
Elektroforesis zimogram memisahkan protein terlarut yang tidak mengendap atau
beragregasi selama elektroforesis. Pada elektroforesis gel yang terdenaturasi,
seperti pada SDS-PAGE, molekul-molekul protein yang telah terpisah dengan
elektroforesis dapat kehilangan aktivitas biologi dan biokimianya, tetapi pada
elektroforesis zimogram aktivitas tersebut masih bertahan (Dunn 1989). Enzim
dipisahkan dalam gel denaturasi (SDS), namun dalam kondisi tidak tereduksi.
SDS dilepaskan dengan penambahan larutan renaturasi (misalnya detergen Triton
X-100) dan kembali terjadi pelipatan protein. Kemudian gel diwarnai dengan
pewarna yang sesuai dengan enzim yang diujikan. Metode zimogram bersifat
mudah, sensitif, dan kuantitatif dalam menganalisis aktivitas enzim (Kleiner &
Stetler-Stevenson 1994; Leber & Balkwil 1997).
Berat molekul protein dapat ditetapkan dengan menggunakan protein
standar yang telah diketahui berat molekulnya dan memperbandingkan nilai Rf
(mobilitas relatif) yang diperoleh. Pita pada gel dapat divisualisasi dengan
pewarnaan, misalnya menggunakan pewarna coomasie blue atau pewarna perak
nitrat (Suhartono 1989).
Identifikasi Mikroorganisme dengan 16S-rRNA
Madigan et al. (2000) menyatakan bahwa pada bakteri atau prokariot
memiliki tiga macam ribosom RNA (rRNA) yaitu 23S-rRNA (2900 unit
nukleotida), 16S-rRNA (1500 nukleotida) dan 5S-rRNA (sekitar 120 nukleotida).
Gen penyandi 16S-rRNA mempunyai daerah sekuen yang konservatif yang dapat
20
digunakan untuk menduga hubungan kekerabatan secara alami antara spesies yang
mempunyai kekerabatan dekat sehingga sangat menguntungkan untuk analisis
filogenetik bakteri di tingkat famili, genus, spesies, maupun subspesies. (Chen et
al. 2000). Woese (1987) menambahkan bahwa molekul 16S-rRNA paling banyak
digunakan sebagai target asam nukleat untuk mendeteksi dan mengidentifikasi
bakteri yang belum pernah terdeteksi sebelumnya. Sekuen variabel berevolusi
pada laju yang berbeda sehingga memberikan cukup informasi untuk menentukan
kedekatan atau jauhnya hubungan filogenetik suatu organisme (Woese 1987).
Madigan et al. (2000) menyatakan sekuen gen penyandi 16S-rRNA
digunakan untuk menentukan pohon filogenetik dari keragaman makhluk hidup di
bumi. Kekerabatan evolusi antar spesies dalam keseluruhan sistem biologi
diperlukan parameter yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) terdapat
pada semua makhluk hidup, 2) fungsinya identik, 3) dapat dibandingkan secara
obyektif, dan 4) parameter tersebut berubah sesuai dengan jarak evolusinya
sehingga dapat dijadikan sebagai kronometer evolusi yang handal.
Analisis molekuler dengan sekuen gen penyandi 16S-rRNA pada
prinsipnya meliputi ekstraksi DNA total, amplifikasi gen penyandi 16S-rRNA,
penentuan sekuen klon yang mengandung gen 16S-rRNA dan analisis
perbandingan sekuen yang telah diketahui dalam database (Madigan et al. 2000).
21
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2011 sampai Februari 2012 di
Laboratorium Bioteknologi, Balai Besar Penelitian Pengembangan Pengolahan
Produk dan Bioteknologi Kelautan Perikanan (BBP4BKP), Jakarta.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain ialah isolat PMP
0126y koleksi dari BBP4BKP hasil isolasi dari limbah pengolahan rumput laut
Glacilaria sp. dari daerah Pameungpeuk Jawa Barat. Beberapa bahan kimia yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu agar-agar nutrien (NA), kaldu nutrien (NB),
Carboxymethyl Cellulose (CMC), MgSO4.7H2O, K2HPO4, FeSO4
.7H2O,
CaCl2.2H2O, ekstrak khamir, NH4NO3, KH2PO4, glukosa. Bahan kimia lain yang
digunakan antara lain yaitu bovin serum albumin (BSA) standar, sodium tartarat,
asam dinitrosalisilat (DNS), bufer sitrat-fosfat, bufer asetat, bufer tris-HCl, NaCl,
etanol, merah kongo, sodium dodesil sulfat (SDS), Triton X-100, glysin, dan
membran ultrafiltrasi yaitu polyetersulfon (Model UFP-10-E-4MA, dengan area
permukaan 420 cm2 dan tipe membran sebesar 10.000 NMWC (Nominal
Molecular Weigth Cutoff)) (GE Healthcare Bio-Sciences Corp), matriks DEAE
SepharoseTM
Fast Flow (Amersham Bioscience, Upsalla Sweden).
Alat yang akan digunakan antara lain : laminar/transfer box (Labconco),
jarum tanam bulat (ose), jarum tanam tajam, marker OHP permanen, penggaris,
gunting, pematik api mekanik, cawan petri steril, tabung reaksi, tabung
erlenmeyer, gelas beaker, gelas ukur, pembakar spritus, botol alkohol, spatel
Drygalski, Colony counter (Chiltern), spektrofotometer UV (Spectronic ®
20
Genesys TM
), sentrifugasi mikro suhu rendah (Beckman Coulter TM
Microfuge ®
22 R Centrifuge), timbangan analitik (Mettler Toledo Model : ML204/02 Type
New Classic MF), timbangan digital (Mettler PE 360 Deltra Range®), pemanas air
kompor listrik (Maspion), vorteks (Thermolyne maxi mix plus), tabung mikro,
autoklaf (Hirayama Tokyo Japan), oven (Sanyo), inkubator (GallenKamp),
inkubator statis/goyang (Shel Lab), mikropipet 10 mL, 1 mL, 200 µL, dan 20 µL
(NICHIRYO Tokyo Japan), lemari pendingin, PCR (Gen Amp PCR System 9700
22
Applied Biosystem dan BIOMETRA Tprofesional Thermoclyne), Microspin (FV-
2400), piranti elektroforesis SDS-PAGE (Amersham Bioscience, Swedia), piranti
elektroforesis DNA (Portsmouth NH, USA), batang pengaduk, Akta Purifier
(Amersham Biosciences UPC-900, Upsalla Sweden), Blok panas (Biometra),
Ultrafiltrasi (Watson Marlow).
Peremajaan Isolat PMP 0126y
Peremajaan isolat PMP 0126y dilakukan dengan menumbuhkan isolat
bakteri pada media agar-agar nutrien (NA). Bakteri tersebut diinkubasi di dalam
inkubator selama 1 x 24 jam pada suhu 37 0C (Munifah et al. 2011). Kemudian,
dilanjutkan dengan pengamatan secara morfologi bakteri yaitu pewarnaan Gram.
Pengamatan Morfologi Isolat PMP 0126y
Morfologi isolat PMP 0126y diamati dengan melakukan pewarnaan Gram
yang dilihat dengan menggunakan mikroskop. Pewarnaan Gram dilakukan dengan
cara memfiksasi bakteri pada kaca objek gelas dengan menggunakan larutan
KH2PO4 (Lampiran 1) sebanyak 3 tetes di atas api bunsen. Preparat olesan bakteri
yang telah difiksasi panas digenangi pewarna ungu kristal violet selama 1 menit,
dibilas dengan air, dan ditiriskan. Olesan digenangi iodium Gram selama 1 menit
dan dicuci dengan 95% etanol (decoloration solution) selama 30 detik sampai
pewarna ungu kristal pada preparat tidak terbilas lagi dan dicuci dengan akuades
sampai warna olesan menjadi bening. Olesan digenangi kembali dengan larutan
safranin selama 1 menit, dibilas dengan akuades, dan ditiriskan sampai kering.
Bakteri yang telah diwarnai diamati dengan mikroskop medan terang pada
perbesaran 1000-2000 x (Cappucino & Sherman 1983). Hasil pewarnaan Gram
isolat PMP 0126y difoto menggunakan kamera mikroskop (Olympus DP12) yang
dikerjakan di laboratorium Mikrobiologi, BBP4BKP.
Identifikasi Bakteri secara Molekuler
Identifikasi isolat bakteri secara molekuler dilakukan berdasarkan sekuen
gen penyandi 16S-rRNA (Suwanto et al. 2000). Identifikasi isolat dilakukan
dengan menentukan sekuen gen penyandi 16S-rRNA melalui PCR dan
membandingkannya dengan data sekuen yang tersedia di Gene Bank. Tahap-tahap
23
analisis isolasi bakteri secara molekuler meliputi a) isolasi DNA total, b)
amplifikasi gen penyandi 16S-rRNA dengan PCR, c) verifikasi dengan
elektroforesis gel agarosa, d) ekstraksi DNA dari agarosa, e) cycle sequencing, f)
purifikasi hasil PCR, dan g) sequencing hasil PCR.
Isolasi DNA Total (Maniatis et al. 1989). Isolasi DNA total dilakukan
dengan menggunakan kit Genomic DNA Purification (Fermentas Life
Biosciences, EU). Isolat bakteri dikulturkan pada media kaldu nutrien selama
12-14 jam. Sebanyak 1,5 mL kultur dimasukkan ke dalam tabung mikro dan
disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 9000 x g. Supernatan dibuang
dan ditambahkan kultur lagi berulang-ulang sampai diperoleh pelet dalam jumlah
yang cukup. Ke dalam pelet ditambahkan 200 µL bufer TE dan 50 µL lisozim
(10 mg dalam 167 ml), dibolak-balik dan diinkubasi selama semalam pada suhu
37 0C. Selanjutnya ke dalam tabung mikro ditambahkan 200 µL bufer lisis,
diinkubasi pada suhu 65 0C selama 10 menit (setiap 3 menit dilakukan
inversi/tabung dibolak-balik). Kemudian ditambahkan 600 µL kloroform,
diinversi perlahan sampai terbentuk dua fase yaitu fase atas dan fase bawah.
Selanjutnya disentrifugasi pada suhu 4 0C dengan kecepatan 13.000 x g selama
10 menit. Saat sedang dilakukan sentrifugasi, disiapkan larutan pengendapan
dengan mencampurkan 80 µL larutan pengendapan dengan 720 µL air distilasi.
Setelah sentrifugasi selesai dilanjutkan dengan mengambil fase atas/fase cair
(aqueous phase) perlahan-lahan dan dimasukkan ke dalam larutan pengendapan.
Pada saat dimasukkan ke dalam larutan pengendapan akan terlihat benang-benang
DNA dan didiamkan selama 2 menit pada suhu ruang.
Setelah itu, dilakukan sentrifugasi pada suhu 4 0C dengan kecepatan
13.000 x g selama 10 menit. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang dan DNA yang
mengendap ditambahkan dengan 100 µL NaCl dan dikocok kuat dengan vortex.
Selanjutnya ditambahkan 300 µL etanol absolut (100%) dan diinkubasi pada suhu
4 0C selama 20 menit. Kemudian disentrifugasi pada suhu 4
0C dengan kecepatan
13.000 x g selama 10 menit. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang dan DNA yang
mengendap ditambahkan dengan etanol 70% dan disentrifugasi kembali pada
suhu 4 0C dengan kecepatan 13.000 x g selama 10 menit. Supernatan dibuang dan
24
DNA yang mengendap dikeringkan sebelum diresuspensi dengan bufer TE untuk
penyimpanan di dalam lemari es suhu 4 0C.
Amplifikasi Gen Penyandi 16S-rRNA dengan PCR (Suwanto et al.
2000). DNA template diamplifikasi dengan PCR menggunakan dua primer
universal spesifik untuk bakteri yaitu 63f (5’-CAGGCCTAACACAGGCAAGTC)
dan 1387r (5’-GGGCGGWGTGTACAAGGC) (Marchesi et al. 1998). Ke dalam
tabung mikro steril dimasukkan 18 µL ddH2O; 1,0 µL primer 63f; 1,0 µL primer
1387r; dan 25 µL Taq polymerase, kemudian dimasukkan ke dalam PCR. Kondisi
PCR terdiri atas tahap: pre-PCR (95 0C, 5 menit), denaturasi (95
0C, 1 menit),
annealing atau pelekatan primer (56 0C, 1 menit 15 detik), elongasi atau
pemanjangan primer (72 0C, 1 menit 30 detik), post-PCR (72
0C, 7 menit), dan
penyimpanan/pendinginan (4 0C). Proses PCR tersebut dilakukan sebanyak 30
siklus. Hasil PCR kemudian divisualisasi dengan elektroforesis 1% gel agarosa.
Proses selanjutnya yaitu ekstraksi DNA dari agarosa, analisis sekuen
parsial gen penyandi 16S-rRNA, dan sequencing hasil PCR dilakukan oleh 1st
base, Singapura. Data sekuen DNA yang telah diperoleh dibandingkan dengan
data sekuen di Gene Bank untuk menentukan pohon filogenetiknya. Analisis
klaster dilakukan dengan menggunakan program dari National Center
Biotechnology Information (NCBI) (Van de Peer & De Watcher 1993), sedangkan
pembuatan pohon filogenetik menggunakan program Clustal X2 dan NJ-plot.
Uji Kualitatif Enzim Selulase
Uji aktivitas selulolitik dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Uji
kualitatif dilakukan dengan metode pewarnaan merah kongo 0,1%. Isolat PMP
0126y ditotolkan pada media agar-agar CMC (Lampiran 1). Bakteri diinkubasi
selama 5 hari pada suhu 37 0C. Kemudian dilakukan uji aktivitas bakteri dengan
menambahkan merah kongo 0,1% sebanyak 15 mL dan didiamkan selama
30-60 menit. Setelah itu dibilas sebanyak 2-3 kali dengan 15 mL NaCl 1 M dan
didiamkan selama 15 menit. Diameter zona bening dan diameter koloni yang
terbentuk diukur. Uji aktivitas selulase dilihat dari indeks selulase yang terbentuk.
Indeks selulase merupakan nisbah antara diameter zona bening dengan diameter
koloni. Semakin besar indeks selulolitik yang dihasilkan maka semakin besar
enzim yang dihasilkan oleh isolat bakteri tersebut. Indeks selulolitik atau indeks
25
aktivitas selulase (IAS) diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Kader & Omar 1998):
Indeks selulolitik =
Penentuan Waktu Optimum Produksi Enzim Selulase
Penentuan waktu optimum produksi enzim selulase diawali dengan
penentuan waktu penuangan inokulum. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui
waktu pertumbuhan eksponensial bakteri pada inokulum yang akan digunakan.
Penentuan waktu inokulum dilakukan dengan mengkultur 2 lup isolat di dalam
10 mL kaldu nutrien dan diinkubasi selama 12-14 jam, kemudian dituang ke
dalam 50 mL media cair CMC. Kultur diinkubasi pada suhu 30 0C di dalam
penangas goyang dengan kecepatan agitasi 150 rpm. Pengambilan sampel
dilakukan selama 27 jam inkubasi dengan rentang waktu sampling 3 jam untuk
diukur nilai Optical Density (OD) pada panjang gelombang 600 nm. Setelah itu,
dibuat kurva pertumbuhan bakteri untuk menentukan waktu yang terbaik pada
penuangan inokulum pada media produksi. Selanjutnya, dilakukan penghitungan
jumlah koloni total pada cawan (TPC) untuk memperkirakan jumlah sel bakteri
pada setiap nilai OD yang dihasilkan.
Setelah waktu penuangan inokulum ke dalam media produksi diketahui,
dilanjutkan dengan penentuan waktu optimum aktivitas enzim selulase. Sebanyak
5 mL kaldu nutrien yang telah mengandung biakan sel diinokulasikan ke dalam
25 mL media inokulum yang mengandung glukosa 0,1%. Inokulum tersebut
dituang ke dalam 250 mL media produksi tanpa glukosa (sebanyak 10% dari
media produksi). Waktu penuangan inokulum dilihat dari waktu pertumbuhan
eksponensial bakteri (fase pertumbuhan logaritmik) yang telah diketahui dari
kurva pertumbuhan bakteri. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari selama
6 hari waktu inkubasi dilakukan.
Supernatan yang dihasilkan kemudian diuji aktivitas enzimnya dengan
menggunakan metode Miller yang dimodifikasi berdasarkan absorbansi
maksimum larutan pereaksi (Wood & Saddler 1988). Larutan sampel
disentrifugasi pada suhu 4 0C dengan kecepatan 9000 x g selama 10 menit.
Sebanyak 1,8 mL substrat (selulosa 1%) yang dilarutkan dalam 0,1 M bufer sitrat
26
fosfat pH 5, kemudian ditambah dengan 0,2 mL enzim selulase, dikocok kuat
dengan vortex, selanjutnya diinkubasi selama 30 menit pada suhu 30 0C, dan
reaksi enzim dihentikan dengan pendidihan pada suhu 100 0C selama 15 menit.
Setelah itu, diambil sebanyak 1 mL dari campuran reaksi dan ditambah dengan
1 mL DNS, dididihkan pada suhu 100 0C selama 15 menit. Setelah larutan dingin
absorbansi diukur pada λ 575 nm. Perlakuan kontrol dan blanko dilakukan secara
bersamaan dengan metode dan tahapan yang sama. Pada kontrol, enzim yang akan
direaksikan dengan substrat telah diinaktivasi terlebih dahulu dengan
memanaskan enzim selama 15 menit dalam air mendidih. Pada blanko, larutan
enzim diganti dengan akuades untuk direaksikan dengan substrat. Aktivitas enzim
diukur pada setiap pengambilan sampel yang dilakukan sehingga dapat diketahui
waktu optimum produksi enzim selulase.
Aktivitas selulase dinyatakan dalam satuan internasional yaitu U/mL. Satu
unit merupakan jumlah enzim yang dibutuhkan untuk memecah 1 µmol selulosa
menjadi gula pereduksi per menit pada kondisi pengujian. Kadar glukosa yang
dihasilkan dari hidrolisis selulosa dengan enzim selulase berdasarkan nilai
absorbansi pada λ 575 nm.
Absorbansi = ((As - Ab) - (Ak - Ab))
Nilai absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan yang diperoleh dari kurva standar glukosa (Lampiran 2). Kemudian,
aktivitas selulase dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Irawan et al. 2008)
yang dimodifikasi.
Aktivitas selulase (U/mL) =
Keterangan : As = Absorbansi sampel
Ab = Absorbansi blanko
Ak = Absorbansi kontrol
V = volume enzim (0,2 mL)
t = waktu inkubasi (30 menit)
BM = Berat molekul glukosa (180 Dalton)
Produksi Enzim Kasar Selulase
Produksi enzim selulase dilakukan berdasarkan prosedur dan waktu
inkubasi yang telah diketahui aktivitas selulase tertinggi pada kurva aktivitas
27
selulase yang dihasilkan. Media pertumbuhan produksi diinkubasi pada suhu
30 0C di dalam penangas goyang dengan kecepatan agitasi 150 rpm, kemudian
enzim selulase dipanen selama waktu produksi tertinggi yang telah didapatkan
sebelumnya.
Kultur sel pada media produksi yang mengandung enzim selulase
ekstraseluler disentrifugasi pada kecepatan 10.000 x g selama 15 menit untuk
memisahkan larutan enzim dengan pelet bakteri. Supernatan hasil sentrifugasi
kemudian disimpan pada suhu 10 0C sebagai enzim ekstrak kasar.
Pemurnian Enzim Selulase
Pemurnian awal enzim dilakukan dengan melakukan pemekatan enzim
menggunakan ultrafiltrasi dan pengendapan amonium sulfat. Pemekatan enzim
ekstrak kasar dengan ultrafiltrasi pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan alat ultrafiltrasi dan membran filtrasi. Enzim ekstrak kasar
dimasukkan ke dalam tabung dan kecepatan pompa ultrafiltrasi sebesar
200-250 rpm. Pemekatan enzim dilakukan sampai 10 kali pemekatan, sehingga
pada akhirnya akan menghasilkan enzim hasil ultrafiltrasi dan filtrat yang keluar
dari membran filtrasi.
Pengendapan enzim kasar selulase dengan amonium sulfat dilakukan
dengan menambahkan amonium sulfat ke dalam 20 mL enzim kasar selulase pada
beberapa tingkat konsentrasi yaitu 30-90% dengan selang konsentrasi 10%
kemudian diaduk perlahan dengan pengaduk magnetik pada suhu dingin selama
30 menit sampai semua amonium sulfat larut. Sebelum hasil endapan
disentrifugasi, campuran enzim dan amonium sulfat pada berbagai konsentrasi
didiamkan di dalam lemari pendingin suhu 4 0C selama semalam. Hal ini
dilakukan agar amonium sulfat yang diberikan pada enzim dapat mengendapkan
semua enzim selulase. Kemudian hasil pengendapan disentrifugasi dengan
kecepatan 9000 x g pada suhu 4 0C selama 15 menit. Endapan yang dihasilkan
dipisahkan dengan supernatan, kemudian endapan ditambah dengan bufer sitrat
fosfat 0,05 M pH 5 sebanyak dua kali volume pelet yang dihasilkan (Rosenberg
1996). Endapan enzim dengan amonium sulfat ini akan dihitung aktivitas enzim
selulase, kadar protein, dan diukur volume enzim hasil pemurnian. Selanjutnya
28
dipilih salah satu metode pemekatan berdasarkan hasil uji aktivitas selulase
tertinggi.
Enzim hasil pemekatan dimurnikan dengan menggunakan Akta Purifier.
Proses purifikasi dengan kromatografi yang dilakukan tergolong ke dalam
kromatografi penukar anion (KPA) dengan menggunakan kolom (40 cm, diameter
50 mm). Matriks DEAE SepharoseTM
Fast Flow sebagai fase diamnya, dan bufer
Tris-HCl 0,05 M pH 8 dengan gradien konsentrasi 1 M NaCl dalam Tris-HCl
0,05 M pH 8 sebagai fase geraknya. Matriks sepharose merupakan cross-linked
agarosa 6% berbentuk bola berukuran 45-165 µm, dapat bekerja pada suhu
4-40 0C dan stabil pada pH 2-14 (GE Healthcare). Kecepatan alir eluen
1 mL/menit. Volume selulase yang dimurnikan sebanyak 4 mL. Volume fraksi
yang ditampung masing-masing sebanyak 5 mL. Serapan setiap fraksi yang
ditampung diukur oleh alat spektrofotometer (mAu) yang terdapat pada alat Akta
Purifier. Hasil pemurnian dengan Akta Purifier selanjutnya diuji aktivitas enzim
selulasenya.
Analisis Elektroforesis SDS-PAGE dan Zimogram
Elektroforesis protein dilakukan dengan dua metode yaitu elektroforesis
SDS-PAGE dan Zimogram. Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan 10%
poliakrilamida sebagai gel pemisah dan 4% poliakrilamida sebagai gel pengumpul
atau penahan (Tabel 6).
Tabel 6 Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk sepasang gel
Komposisi 10% Gel Pemisah 4% Gel
Penahan (mL) SDS (mL) Zimogram (mL)
Akuades 3,4 2,4 3,05
Substrat CMC - 1 -
1,5 M Bufer Tris-HCl pH 8,8 2,5 2,5 -
0,5 M bufer Tris-HCl pH 6,8 - - 1,25
10% SDS 0,1 0,1 0,05
30% akrilamida/bis 4 4 0,65
10% Amonium Persulfat 0,05 0,05 0,05
TEMED (N,N,N’,N’-
tetrametilen-etilendiamin 0,025 0,025 0,025
Sebelum dimasukkan ke dalam sumur, sebanyak 20 µL sampel dan 1 µL
standar protein masing-masing dicampur dengan 5X bufer sampel (Lampiran 1)
29
dalam tabung mikro. Sampel protein yang telah dicampur dengan bufer sampel
dipanaskan di dalam blok panas selama 5-7 menit, kecuali pada sampel untuk
zimogram tidak dipanaskan. Kemudian sebanyak 20 µL campuran tersebut
dimasukkan ke dalam sumur pada gel penahan menggunakan mikropipet 10 µL.
Setelah gel dipasang dalam piranti elektroforesis, sebayak 300-400 mL 1X bufer
elektroforesis (Lampiran 1) dituangkan pada tempatnya.
Proses elektroforesis berlangsung selama 2 jam pada tegangan 100 volt
dan 50 mA di dalam piranti elektroforesis (Amersham Bioscience, Swedia).
Setelah selesai, gel dilepas dan jarak migrasi diukur dari batas atas gel pemisah.
Gel SDS-PAGE kemudian direndam dalam larutan pewarna perak nitrat
berdasarkan protokol kit Fermentas dengan berbagai tahapan perendaman dengan
berbagai larutan yaitu larutan peluntur gel 1 dan 2, larutan sensitizer, larutan
pewarna, larutan pencuci gel, dan larutan akhir (Lampiran 1). Setelah itu, pita
protein hasil elektroforesis terlihat dan difoto.
Pada gel elektroforesis untuk zimogram, gel kemudian direnaturasi dengan
merendam gel di dalam 2,5% Triton X-100 selama satu jam sambil digoyang
konstan. Gel ditiriskan dan direndam dalam 0,05 M bufer sitrat fosfat pH 5 selama
1,5-2 jam sambil digoyang perlahan dalam inkubator goyang pada suhu 30 0C.
Kemudian gel diwarnai dengan 0,1% kongo merah selama 30 menit, selanjutnya
direndam dengan 1 M NaCl selama 15 menit (perendaman dilakukan sebanyak
tiga kali). Zona bening di sekitar pita yang terbentuk dibandingkan dengan
penanda berat molekul sehingga dapat diketahui berat molekul enzim selulase
yang dapat menghidrolisis substrat CMC pada gel akrilamida.
Perkiraan berat molekul relatif ditentukan dengan membandingkan migrasi
pita protein dengan pita standar penanda massa molekul relatif berberat molekul
rendah (14,4-97 kDa, GE) dan molekul tinggi (53-220 kDa, GE). Standar protein
berat molekul rendah terdiri atas Fosforilase b (otot kelinci) 97 kDa, albumin
(serum bovin) 66 kDa, ovalbumin (putih telur) 45 kDa, karbonat anhidrase
(eritrosit bovin) 30 kDa, tripsin inhibitor (kedelai) 20,1 kDa, dan α-laktalbumin
(susu bovin) 14,4 kDa. Standar berat molekul tinggi terdiri atas miosin (otot
kelinci) 212 kDa, α-2-makroglobulin (plasma bovin) 170 kDa, β-galaktosidase
30
(E. Coli) 116 kDa, transferin (manusia) 76 kDa, dan glutamat dehidrogenase
(hati bovin) 53 kDa.
Pengukuran Kadar Protein
Pengukuran kadar protein bertujuan untuk mengukur kandungan protein
yang terdapat dalam enzim selulase yang dihasilkan menggunakan metode
Bradford (1976). Sebanyak 20 µL enzim direaksikan dengan 1,0 mL Coomassie
Brilliant Blue G-250 kemudian dikocok kuat dengan vortex. Absorbansi dibaca
pada λ 595 nm. Blanko menggunakan 20 µL air distilasi yang direaksikan dengan
1,0 mL Coomassie Brilliant Blue G-250. Standar protein menggunakan bovine
serum albumin (BSA) pada kisaran 0,1-1,0 mg protein/mL dari 2 mg/mL larutan
stok BSA. Pengujian mikro dalam mengukur kadar protein menggunakan BSA
pada kisaran 0,01-0,1 mg protein/mL.
Karakterisasi Enzim Selulase
pH Optimum. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim diuji dengan
menambahkan 0,2 mL enzim yang direaksikan dengan 1,8 mL substrat. Substrat
dibuat dengan mencampurkan 1,8 g CMC ke dalam bufer dengan berbagai
tingkatan pH 3-9, antara lain yaitu 0,05 M bufer asetat (3, 4, 5), 0,05 M bufer
sitrat fosfat (5, 6, 7), dan 0,05 M bufer tris-HCl (7, 8, 9). Masing-masing enzim
diinkubasi pada suhu 30 0C selama 30 menit. Aktivitas enzim selulase diukur
sesuai dengan prosedur pengujian sebelumnya.
Suhu Optimum. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim dilakukan
dengan mereaksikan 0,2 mL enzim dengan 1,8 mL substrat di mana substrat
dibuat dengan mencampurkan 1,8 g CMC dalam bufer pH optimum. Enzim yang
telah dicampurkan dengan substrat kemudian diinkubasi pada tingkatan suhu
antara 30 0C sampai dengan 90
0C dengan selang 10
0C selama 30 menit waktu
inkubasi. Aktivitas enzim selulase diukur sesuai dengan prosedur pengujian
sebelumnya.
Kestabilan Suhu. Pengukuran kestabilan suhu enzim dilakukan dengan
menginkubasi enzim selulase selama 15, 30, 45, 60, 90, 120, dan 240 menit pada
tiga variasi suhu yaitu 30 0C, 40
0C, 50
0C. Kestabilan enzim dilihat dari besarnya
persentase penurunan aktivitas relatif dari aktivitas relatif tertinggi (100%) yaitu
31
pada suhu dan pH optimumnya dikondisi pengujian sebelumnya (Jung et al.
2008).
Substrat Spesifik. Pengujian aktivitas selulase pada berbagai substrat
dilakukan dengan CMC teknis, CMC murni, avisel, kertas Whatman filter paper
No. 1, limbah rumput laut pengolahan agar-agar PT. Agarindo yang
didelignifikasi dengan NaOH 6%, Limbah rumput laut pengolahan agar-agar
Pemeungpeuk yang didelignifikasi dengan 4 dan 6% NaOH serta 1% H2SO4,
limbah pengolahan alginat dari rumput laut Sargassum sp. yang dilarutkan dalam
bufer pH optimum dan diinkubasi pada suhu optimum selama 30 menit.
Kestabilan Enzim pada Ion Logam dan Bahan Aditif. Kestabilan enzim
pada bahan aditif yang diberikan antara lain yaitu ion logam KCl, NaCl
(monovalen), CaCl2.2H2O, MgCl2
. 6 H2O, ZnCl2 (divalen), FeCl3 (trivalen),
senyawa pengkelat logam EDTA yang ditambahkan sebanyak 5 mM dan 10 mM
(Jung et al. 2008). Campuran enzim dengan ion logam diinkubasi pada pH dan
suhu optimum enzim.
Reaksi enzim pada pengujian pH, suhu, substrat spesifik, serta kestabilan
pada ion logam dan bahan aditif serta kestabilan suhu dihentikan dengan
menambahkan 1 mL DNS, kemudian dipanaskan pada air mendidih selama
15 menit. Absorbansi diukur menggunakan spektofotometer pada λ 575 nm.
32
HASIL
Identifikasi Isolat PMP 0126y
Isolat PMP 0126y merupakan isolat koleksi BBP4BKP yang diisolasi dari
limbah hasil pengolahan rumput laut Glacilaria sp. menjadi agar-agar di daerah
Pemeungpeuk, Jawa Barat. Isolat PMP 0126y dapat tumbuh baik pada media
agar-agar nutrien dan tergolong pada bakteri mesofilik karena tumbuh pada suhu
37 0C.
Isolat PMP 0126y diidentifikasi secara langsung dengan melihat morfologi
koloni bakteri (Gambar 7). Ciri morfologi yang dimiliki oleh isolat PMP 0126y
yaitu warna koloni kuning jingga, bundar, mengkilat. Berdasarkan hasil
pewarnaan Gram menggunakan mikroskop (Olympus DP12) dengan perbesaran
1000 x, isolat PMP 0126y tergolong dalam bakteri Gram negatif berbentuk batang
pendek (Gambar 8).
Gambar 7 Isolat PMP 0126y. Gambar 8 Pewarnaan Gram isolat
PMP 0126y dengan
perbesaran 1000 x.
Analisis gen penyandi 16S-rRNA isolat PMP 0126y dilakukan dengan
proses amplifikasi dengan PCR (GeneAMP PCR System 9700, Applied
Biosystem) menggunakan sekuen komplemen DNA genom isolat PMP 0126y
yang digandakan dengan primer 63f dan 1387r. Gen penyandi 16S-rRNA dari
isolat PMP 0126y yang berhasil diamplifikasi dengan PCR sebesar ±1282 pasang
basa (Gambar 9). Hasil analisis sekuen parsial DNA penyandi 16S-rRNA isolat
PMP 0126y sebanyak 1282 pasang basa dari arah 5’-3’ (Gambar 10).
33
Gambar 9 Hasil amplifikasi dari gen penyandi 16S-rRNA isolat PMP 0126y.
1 GAGAGCGGCG TACGGGTGCG GAACACGTGT GCAACCTGCC TTTATCTGGG
51 GGATAGCCTT TCGAAAGGAA GATTAATACC CCATAATATA TTGAATGGCA
101 TCATTTGATA TTGAAAACTC CGGTGGATAG AGATGGGCAC GCGCAAGATT
151 AGATAGTTGG TGAGGTAACG GCTCACCAAG TCAGCGATCT TTAGGGGGCC
201 TGAGAGGGTG ATCCCCCACA YTGGTAMTTG AGACAMGGRC CCAGAMTYCT
251 TACGGGAGGG CAGCCAGTGA AGGAATATTT GGACAATGGG GTGAGAGCCT
301 TGATCCCAGC CATCCCGGCG TGAAAGGACG ACGGCCCTTA TGGGTTGTAA
351 ACTTYTTTTT GTATAGGGGA TAAACCTACC CTCGTGAGGG TAGCTGAAGG
401 TACTATACGA ATAAGCACCG GCTAACTCCG TGCCAGCAGC CGCGGTAATA
451 CGGAGGGTGC AAGCGTTATC CGGATTTATT GGGTTTAAAG GGTCCGTAGG
501 CTGATTTGTA AGTCAGTGGT GAAATCTCAC AGCTTAACTG TGAAACTGCC
551 ATTGATACTG CAAGTCTTGA GTGTTGTTGA AGTAGCTGGA ATAAGTAGTG
601 TAGCGGTGAA ATGCATAGAT ATTACTTAGA ACACCAATTG CGAAGGCAGG
651 TTACTAAGCA ACAACTGACG CTGATGGACG AAAGCGTGGG GAGCGAACAG
701 GATTAGATAC CCTGGTAGTC CACGCCGTAA ACGATGCTAA CTCGTTTTTG
751 GGCTTTTGGG TTCAGAGACT AAGCGAAAGT GATAAGTTAG CCACCTGGGG
801 AGTACGAACG CAAGTTTGAA ACTCAAAGGA ATTGACGGGG GCCCGCACAA
851 GCGGTGGATT ATGTGGTTTA ATTCGATGAT ACGCGAGGAA CCTTACCAAG
901 GCTTAAATGG GGAAATGACA GGCTTAGAAA ATAGGCTTTT CTTCGGACAT
951 TTTTCAAGGT GCTGCATGGT TGTCGTCAGC TCSTGCCCGT GAGGTGTTAA
1001 GGTTAAGTCC TTGCAACGAA GCGCAACCCC TTGTCACTAR TTTGCCATCA
1051 TTTAAKTTGG GGGACTCTAG TKARAACTGC CTACSCCAAG TARARARGAA
1101 AAGKTGGGGA TRAMGTCAAA TCATCACGGC CCTTACGCCT TGGGCCACAC
1151 ACGTAATACA ATGGCCGGTA CAGAGGGCAG CTACACTGCG AAGTGATGCA
1201 AATCTCGAAA GCCGGTCTCA GTTCGGATTG GAGTCTGCAA CTCGACTCTA
1251 TGAAGCTGGA ATCGCTAGTA ATCGCGCATC AG
Gambar 10 Sebagian sekuen DNA penyandi 16S-rRNA isolat PMP 0126y dari
(arah 5’-3’).
Sekuen komplemen DNA penyandi 16S-rRNA isolat PMP 0126y
dianalisis dengan program FASTA dari koleksi Genebank National Center
Biotechnology Information (NCBI). Berdasarkan analisis sekuen DNA tersebut,
isolat PMP 0126y memiliki kemiripan sebesar 96% dari 1282 nukleotida yang
M + - PMP 0126Y
1282 bp
bp
34
overlapped (bertumpang tindih) dengan 1234 nukleotida dengan bakteri
Chryseobacterium indologenes galur McR-1 (Gambar 11).
Gambar 11 Pohon filogenetik isolat PMP 0126y.
Pertumbuhan dan Produksi Enzim Selulase
Isolat PMP 0126y ditumbuhkan pada media agar-agar yang mengandung
1% CMC membentuk zona bening pada uji kualitatif yang dilakukan (Gambar
12). Zona bening yang dihasilkan menunjukkan adanya enzim selulase
ekstraseluler yang dikeluarkan oleh isolat PMP 0126y. Indeks selulolitik isolat
PMP 0126y sebesar 1,9 pada inkubasi hari kelima dengan pH media 6 dan suhu
37 0C.
35
Gambar 12 Zona bening isolat PMP 0126y.
Isolat PMP 0126y merupakan bakteri aerob yang membutuhkan oksigen
untuk pertumbuhannya. Pada saat dilakukan optimasi produksi enzim, isolat ini
ditumbuhkan pada suhu 30 0C dengan kecepatan agitasi 150 rpm. Pertumbuhan
bakteri dilihat dari nilai kerapatan optis yang dihasilkan pada setiap jam
pengukuran yaitu setiap 3 jam pada panjang gelombang 600 nm (Lampiran 4).
Isolat PMP 0126y mulai mengalami peningkatan pertumbuhan bakteri
(fase eksponensial) pada 6-12 jam inkubasi dengan jumlah sel yang tertinggi
dihasilkan sebesar 9,7 log10 CFU/mL. Selanjutnya pada jam ke-12 sampai jam ke-
21, jumlah sel yang dihasilkan konstan yaitu 9,7 log10 CFU/mL. Pada jam ke-24
sampai jam ke-27 isolat PMP 0126y terjadi penurunan menjadi 8,9 log10 CFU/mL
(Gambar 13).
Gambar 13 Kurva pertumbuhan isolat PMP 0126y.
Kurva pertumbuhan isolat PMP 0126y yang dihasilkan menjadi dasar
waktu penuangan inokulum yang terbaik yaitu saat isolat berumur 6-9 jam.
Diperkirakan bahwa kultur isolat yang akan dituang ke dalam media produksi
sekitar 9,4-9,5 Log sel10/mL. Selanjutnya, optimasi produksi enzim selulase
dilihat dengan mengukur aktivitas selulase yang dihasilkan selama waktu
inkubasi/fermentasi. Pada akhirnya diperoleh aktivitas enzim selulase yang
tertinggi selama enam hari pengamatan yaitu pada hari ketiga inkubasi (Lampiran
36
5), dengan aktivitas selulase sebesar 0,108 U/mL dan aktivitas spesifik
0,120 U/mg serta kadar protein sebesar 0,895 mg/mL. Kadar glukosa yang
dihasilkan pada saat itu sebesar 0,117 mg/L. Fase pertumbuhan eksponensial
bakteri pada media produksi pada hari pertama dan kedua sebesar 9,1 log10
CFU/mL dan jumlah sel terus stabil sampai hari keempat dan semakin menurun
sampai hari keenam dengan jumlah sel bakteri sebesar 8,9 Log10 CFU/mL
(Gambar 14, Lampiran 5).
Gambar 14 Kurva aktivitas selulase, aktivitas spesifik, dan jumlah sel bakteri
PMP 0126y.
Produksi selulase oleh isolat PMP 0126y pada media yang mengandung
glukosa 0,1% menunjukkan aktivitas selulase tertinggi dihasilkan pada hari ketiga
inkubasi (Gambar 15, Lampiran 5) sama seperti pada media produksi yang tidak
mengandung glukosa (Gambar 14).
Gambar 15 Kurva aktivitas selulase, aktivitas spesifik, dan jumlah sel bakteri
PMP 0126y pada media yang mengandung glukosa 0,1%.
37
Penambahan glukosa sebanyak 0,1% pada media produksi menghasilkan
jumlah sel sebesar 9,4 log10 CFU/mL, sedangkan jumlah sel tertinggi pada media
produksi tanpa glukosa hanya 9,1 log10 CFU/mL. Aktivitas selulase yang tertinggi
pada hari ketiga sebesar 0,070 U/mL dan aktivitas spesifik 0,116 U/mg dengan
kadar protein sebesar 0,606 mg/mL pada media produksi yang mengandung
glukosa 0,1%.
Pemurnian Enzim Selulase
Enzim selulase diproduksi selama 3 hari yang menunjukkan waktu
produksi tertinggi, kemudian dimurnikan dengan melakukan pemekatan enzim
melalui dua cara pemekatan yaitu pengendapan amonium sulfat dan ultrafiltrasi.
Persen kadar amonium sulfat yang menghasilkan aktivitas selulase tertinggi
diperoleh pada 50% kejenuhan amonium sulfat. Aktivitas selulase yang dihasilkan
sebesar 0,072 U/mL dan aktivitas spesifik sebesar 0,128 U/mg pada endapan,
sedangkan pada supernatan dihasilkan aktivitas selulase sebesar 0,068 U/mL dan
aktivitas spesifik sebesar 0,105 U/mg. Selulase tanpa penambahan amonium sulfat
(kontrol) memiliki aktivitas sebesar 0,064 U/mL dan aktivitas spesifik
0,075 U/mg (Gambar 16, Lampiran 5).
Gambar 16 Aktivitas spesifik dari pengendapan selulase dengan amonium sulfat.
Selain melakukan pemekatan enzim dengan amonium sulfat, pemekatan
enzim juga dilakukan dengan ultrafiltrasi. Aktivitas selulase yang diperoleh pada
ultrafiltrasi 10 kali pemekatan (10.000 NMWC) sebesar 0,112 U/mL pada hasil
ultrafiltrasi (retentat), dan 0,059 U/mL pada filtrat yang keluar dari alat
38
ultrafiltrasi (permeat). Aktivitas selulase tanpa pemekatan dengan ultrafiltrasi
(kontrol) menghasilkan aktivitas sebesar 0,069 U/mL (Tabel 7).
Tabel 7 Aktivitas selulase hasil ultrafiltrasi
Enzim
selulase
Kadar
glukosa
(mg/L)
Aktivitas
selulase (U/mL)
Kadar protein
(mg/mL)
Aktivitas
spesifik
(U/mg)
Ultrafiltrasi
Retentat 0,121 0,112 0,822 0,136
Permeat
Kontrol
0,064
0,069
0,059
0,064
0,598
0,750
0,099
0,086
Hasil ultrafiltrasi kemudian dimurnikan dengan menggunakan
kromatografi penukar anion menggunakan alat Akta Purifier. Dari 75 fraksi hasil
kromatografi penukar anion, puncak tertinggi dihasilkan oleh fraksi ke-48 pada
konsentrasi NaCl sebesar 37,3 mM (Gambar 17). Hasil uji aktivitas selulase fraksi
ke-48 sebesar 0,154 U/mL dan aktivitas spesifik sebesar 1,301 U/mg. Aktivitas
selulase pada fraksi ke-51 sebesar 0,147 U/mL dan aktivitas spesifik sebesar
1,591 U/mg.
No Fraksi
Gambar 17 Profil elusi enzim selulase pada kromatografi DEAE penukar ion
menggunakan matriks Sepharose.
Hasil uji aktivitas selulase yang dilakukan, memperlihatkan bahwa fraksi
yang membentuk fraksi puncak (fraksi 46-55) dapat menghasilkan aktivitas
mA
U
1 M
NaCl (0,5 M)
0,0 M
46
6
55
6
48
6 51
6
39
selulase (Lampiran 5). Selulase dari fraksi ke-48 dan 51 digabung dan diukur
aktivitasnya sebesar 0,143 U/mL dengan aktivitas spesifik sebesar 1,361 U/mg.
Gabungan fraksi ke-46 sampai fraksi ke-55 (tanpa fraksi 48 & 51) menghasilkan
aktivitas selulase sebesar 0,157 U/ml dengan aktivitas spesifik sebesar
1,297 U/mg.
Hasil pengukuran tingkat kemurnian enzim selulase yang dihasilkan oleh
ultrafiltrasi sebesar 1,58 kali dibandingkan ekstrak kasar, dan tingkat kemurnian
enzim hasil penukar anion (fraksi 48 & 51, fraksi 46-55) secara berturut-turut
sebesar 15,82 dan 15,08 kali (Tabel 8).
Tabel 8 Hasil uji aktivitas selulase PMP 0126y pada beberapa tahap pemurnian
Tahap
pemur-
nian
Volu
me
(ml)
Aktivi-
tas
selulase
(U/mL)
Aktivi-
tas total
(unit)
Konsen-
trasi
protein
(mg/mL)
Protein
total
(mg)
Aktivi-
tas spe-
sifik
(U/mg)
Ren-
de
men
(%)
Ting-
kat
Kemur-
Nian
Ekstrak
kasar 500 0,064 32,0 0,750 375 0,086 100 1,000
Ultrafil-
trasi 50 0,112 5,6 0,822 41,1 0,136 17,5 1,581
Penukar
anion
(fraksi
48 & 51)
10 0,143 1,43 0,105 0,840 1,361 4,47 15,825
Penukar
anion
(46-55)
40 0,157 6,28 0,121 4,84 1,297 19,6 15,081
Analisis Berat Molekul Enzim Selulase Menggunakan SDS-PAGE dan
Zimogram
Pada setiap tahap pemurnian, selulase dari isolat PMP 0126y dianalisis
jumlah pita protein dan berat molekulnya dengan SDS-PAGE (Gambar 18), dan
zimogram dengan menggunakan substrat CMC 0,1% (Gambar 19). Pita protein
enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y hasil pemekatan
ultrafiltrasi, dengan pewarnaan perak nitrat didapatkan sebanyak 13 pita dengan
berat molekul masing-masing sebesar : 84, 59, 55, 44, 39, 34, 30, 25, 21, 20, 17,
16, 14 kDa. Setelah dilakukan pemurnian ke dalam kolom dengan matriks
Sepharose, pita protein yang dihasilkan sebanyak 5 pita dengan berat molekul
masing-masing pita yaitu 75, 55, 39, 25, 19 kDa.
40
Gambar 18 Hasil elekroforesis SDS-PAGE enzim ultrafiltrasi dan fraksi
pemurnian kromatografi penukar anion (kiri) dan ilustrasi berat
molekul protein selulase PMP 0126y (kanan). Keterangan:
A: Penanda berat protein rendah, B: Ultrafiltrasi, C: Fraksi 47, D:
Fraksi 48, E: Fraksi 49.
Selain SDS-PAGE, analisis zimogram juga dilakukan untuk mengetahui
berat molekul protein enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y.
Hasil zimogram ditandai dengan terbentuknya zona bening pada gel yang
menunjukkan adanya aktivitas selulase pada gel akrilamida yang mengandung
0,1% CMC. Hasil optimasi waktu inkubasi gel memperlihatkan waktu terbaik
yaitu 60 menit dengan menggunakan bufer sitrat fosfat pH 5 yang didahului
dengan perlakuan renaturasi menggunakan larutan 2,5% Triton X-100 selama
1 jam. Hasil zimogram enzim hasil pemekatan (ultrafiltrasi) menunjukkan ada tiga
molekul protein yang memiliki aktivitas selulolitik pada gel dengan masing-
masing berat molekul yaitu 39, 30, 14 kDa yang dihitung berdasarkan mobilitas
relatif terhadap standar protein (Gambar 19).
41
Gambar 19 Hasil zimogram PMP 0126y pada gel akrilamida mengandung CMC
0,1% (kiri) dan ilustrasi pita yang terbentuk dalam zimogram (kanan).
Keterangan: M: Marker protein rendah A : Enzim hasil ultrafiltrasi,
B : Fraksi KPA (Fraksi 48 & 51).
Ketiga pita protein yang dapat diukur ditunjukkan pada enzim selulase
hasil ultrafiltrasi. Enzim hasil pemurnian dengan kromatografi penukar anion
(gabungan fraksi 48 & 51) tidak dapat terdeteksi. Jumlah enzim yang terlalu
sedikit pada selulase hasil pemurnian kromatografi diduga menjadi penyebab
sehingga zona bening tidak terlihat pada gel dan hanya terlihat pada enzim hasil
ultrafiltrasi.
Karakterisasi Enzim Selulase
pH Optimum. Aktivitas selulase enzim hasil ultrafiltrasi tertinggi
didapatkan pada bufer sitrat fosfat pH 5 dengan nilai aktivitas selulase sebesar
0,088 U/mL (Gambar 20), sedangkan aktivitas tertinggi enzim selulase hasil
pemurnian dengan kromatografi penukar anion (KPA) didapatkan pada bufer dan
pH yang sama yaitu pH 5 dengan aktivitas selulase sebesar 0,142 U/ml (Gambar
21).
42
Gambar 20 Pengaruh pH terhadap aktivitas selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi.
Pengukuran dilakukan pada suhu 30 0C.
Gambar 21 Pengaruh pH terhadap aktivitas selulase PMP 0126y hasil
kromatografi penukar anion. Pengukuran dilakukan pada suhu
30 0C.
Suhu Optimum. Aktivitas selulase tertinggi yang dihasilkan oleh isolat
PMP 0126y pada enzim hasil ultrafiltrasi didapatkan pada suhu 30 0C dengan nilai
aktivitas sebesar 0,086 U/mL, sedangkan suhu optimum enzim hasil kromatografi
penukar anion ialah suhu 40 0C dengan aktivitas sebesar 0,145 U/mL (Gambar
22).
43
Gambar 22 Suhu optimum aktivitas selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi dan
kromatografi penukar anion. Pengukuran dilakukan pada bufer sitrat
fosfat pH 5.
Hasil uji stabilitas pada variasi suhu 30, 40, 50 0C yang diperlakukan pada
enzim selulase PMP 0126y memperlihatkan bahwa enzim selulase relatif stabil
pada ketiga suhu tersebut. Sampai dengan 240 jam waktu inkubasi enzim, tidak
terjadi penurunan aktivitas relatif enzim masih di atas 50% dari aktivitas relatif
optimum (Gambar 23).
Gambar 23 Pengaruh suhu dan waktu inkubasi terhadap aktivitas selulase PMP
0126y. Pengukuran dilakukan pada bufer sitrat fosfat pH 5 dan suhu
30 0C, 40
0C, 50
0C.
Substrat Spesifik. Pengujian aktivitas enzim selulase hasil ultrafiltasi
pada berbagai substrat menunjukkan aktivitas tertinggi pada substrat limbah
rumput laut Glacilaria sp. dari pengolahan agar-agar Pameungpeuk yang telah
(0C)
Waktu inkubasi enzim (menit)
44
didelignifikasi dengan NaOH 6% (Lampiran 6), dengan aktivitas selulase sebesar
0,149 U/mL, diikuti aktivitas selulase pada limbah rumput laut dari pengolahan
agar-agar PT. Agarindo sebesar 0,133 U/mL (Gambar 24).
Gambar 24 Substrat spesifik enzim selulase isolat PMP 0126y hasil ultrafiltrasi.
Pengukuran dilakukan pada bufer sitrat fosfat pH 5 dan suhu 30 0C.
Keterangan : a) CMC murni, b) CMC teknis, c) Avisel, d) kertas
Whatman No.1 e) limbah agar-agar PT Agarindo NaOH 6%, f) limbah
Alginat, g) limbah agar-agar Pameungpeuk NaOH 4%, h) limbah
agar-agar Pameungpeuk NaOH 6%, dan i) limbah agar-agar
Pameungpeuk H2SO4 1%.
Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Selulase. Beberapa ion logam
ditambahkan pada reaksi uji aktivitas selulase isolat PMP 0126y untuk
mengetahui pengaruh ion logam terhadap aktivitas selulase. Pada konsentrasi
5 mM logam dapat meningkatkan aktivitas relatif secara berturut-turut menjadi
153% pada CaCl2 dan 129% pada MgCl2 dari aktivitas relatif optimum (100%)
enzim selulase tanpa penambahan logam. Akan tetapi, pada konsentrasi 10 mM,
logam KCl dan FeCl3 dapat meningkatkan aktivitas relatif secara berturut-turut
menjadi 109% dan 111%. Penurunan aktivitas relatif sebanyak 50% terjadi pada
penambahan logam ZnCl2 10 mM yaitu sebesar 78% dengan aktivitas relatif yang
tersisa sebesar 22% (Gambar 25, Lampiran 4).
45
Gambar 25 Aktivitas relatif selulase isolat PMP 0126y hasil ultrafiltrasi pada
penambahan logam 5 mM dan 10 mM. Pengukuran dilakukan pada
bufer sitrat fosfat pH 5 dan suhu 30 0C.
Pada penambahan senyawa pengkelat logam seperti EDTA dapat
menurunkan aktivitas relatif selulase PMP 0126y sebesar 19% pada konsentrasi
5 mM dan 34% pada konsentrasi 10 mM. Penambahan senyawa pengkelat logam
dengan CaCl2 5 mM menurunkan aktivitas relatif sebesar 53% dengan aktivitas
relatif yang tersisa sebesar 47%.
MgCl2 FeCl3 CaCl2 ZnCl2
46
PEMBAHASAN
Identifikasi Isolat PMP 0126y
Isolat PMP 0126y merupakan salah satu isolat koleksi BBP4BKP yang
diisolasi dari limbah rumput laut (Munifah et al. 2011). Hasil analisis sekuen
DNA menunjukkan bahwa sebanyak 1282 pasang basa DNA isolat PMP 0126y
memiliki kemiripan sebesar 96% dengan bakteri Chryseobacterium indologenes
galur McR-1.
Berdasarkan laporan yang dikutip dari Health Protection Agency dalam
National Collection of Type Culture (NCTC) bakteri Chryseobacterium
indologenes rentan terhadap kalium sianida, secara aerob dapat menghidrolisis
kasein, dan bakteri ini dapat menghasilkan enzim gelatinase. Selain itu, bakteri ini
dapat menghidrolisis pati (Graevenitz dalam Murray et al. 1995), dan dapat
menghasilkan enzim mananase (Rattanasuk & Cairns 2009).
Genus Chryseobacterium termasuk ke dalam famili Flavobacteriaceae
(Calderon et al. 2011). Karakter bakteri genus Chryseobacterium berbentuk
batang dengan sisi yang sejajar dan ujung bulat, berukuran 0,5 x 1,0-3,0 µm,
endospora tidak terbentuk, sel bakteri bersifat Gram negatif, nonmotil, aerobik,
oksidase positif, katalase positif, menghasilkan pigmen yang berwarna kuning
terang sampai jingga. Pada umumnya Flavobacterium terdapat di tanah dan air
(Murray et al. 1995). Selain itu, ditemukan pula pada daging, susu, dan makanan
lainnya, serta pernah ditemukan di lingkungan rumah sakit dan material klinis
manusia (Holt 1994).
Bakteri Chryseobacterium indologenes atau nama lainnya Flavobacterium
indolegenes merupakan bakteri aerob yang hidup pada suhu pertumbuhan 37 0C di
media kaldu nutrien. Koloni bakteri ini berbentuk bulat cembung, permukaan
koloni berwarna kuning mengkilat dan licin, Gram negatif, dan secara
mikroskopis berbentuk batang pendek. Bakteri ini pernah diisolasi dari manusia
yaitu pada bedah trakea pada tahun 1958 (Yabuuchi et al. 1983). Genus
Flavobacterium adalah salah satu genus yang penting dalam degradasi
polisakarida. Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk mengisolasi bakteri
47
pendegradasi selulosa asetat diketahui bahwa 3 dari 35 galur yang berhasil
diisolasi dari genus Flavobacterium (Yang et al. 1985).
Pertumbuhan dan Produksi Enzim Selulase
Uji kualitatif selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y ditandai
dengan terbentuknya zona bening di sekitar zona koloni pada media agar-agar
yang mengandung selulosa. Teather dan Wood (1982), melakukan penapisan
secara cepat mikrob selulolitik dengan cara pengukuran indeks zona bening. Luas
zona bening yang dihasilkan bergantung pada konsentrasi CMC dan agar-agar
yang digunakan. Semakin banyak CMC dan agar-agar yang diberikan maka akan
menyebabkan pori-pori mengecil sehingga enzim selulase yang disekresikan lebih
sulit melewati pori-pori tersebut dan mengakibatkan terhambatnya proses
degradasi (Hankin & Anagnostakis 1997). Zverlova et al. (2003) menyatakan
bahwa diameter zona bening umumnya berukuran lebih besar dibandingkan
dengan diameter koloni, karena enzim selulase disekresikan ke lingkungan
sekitarnya oleh bakteri pendegradasi selulosa.
Pada media kultur produksi enzim, isolat PMP 0126y mulai memasuki
fase eksponensial/logaritmik selama 6-12 jam waktu inkubasi. Fase logaritmik
merupakan tahapan fase pertumbuhan bakteri yang berlangsung sangat cepat
karena terjadi penggandaan sel bakteri secara cepat (Madigan et al. 2009),
sehingga bakteri yang berada dalam fase ini baik sekali untuk dijadikan inokulum.
Selanjutnya pada jam ke-12 sampai jam ke-21 inkubasi isolat PMP 0126y
mengalami fase stasioner yaitu jumlah bakteri yang hidup sebanding dengan
bakteri yang mati. Pada fase ini terjadi pengurangan nutrien esensial dalam media
dan terjadi akumulasi bahan-bahan terbuang pada media pertumbuhan (Madigan
et al. 2009). Selanjutnya pada jam ke-24 sampai jam ke-27 isolat PMP 0126y
mengalami fase kematian yaitu bakteri tidak dapat mengalami pertumbuhan
kembali.
Laju pertumbuhan bakteri pada fase logaritmik (antara 6-9 jam waktu
inkubasi) digunakan sebagai penentuan waktu terbaik untuk penuangan media
inokulum ke media produksi. Hal ini dilakukan agar isolat tidak membutuhkan
waktu lama untuk fase adaptasi di dalam media produksi sehingga diharapkan
48
produksi enzim selulase pada media produksi lebih cepat. Isolat PMP 0126y
mengalami pertumbuhan eksponensial pada media produksi pada hari pertama
dan kedua, dan pada hari ketiga terjadi penurunan jumlah sel bakteri. Hal ini
diduga sumber karbon pada media mulai berkurang atau habis sehingga isolat
PMP 0126y mulai memanfaatkan CMC sebagai sumber karbon dengan enzim
selulase yang dihasilkannya sehingga diperoleh aktivitas selulase tertinggi pada
hari ketiga inkubasi.
Glukosa merupakan salah satu nutrisi dalam pertumbuhan bakteri sebagai
sumber karbon. Penggunaan glukosa dalam jumlah kecil untuk memproduksi
enzim selulase berfungsi sebagai sumber energi bagi isolat untuk menunjang
pertumbuhannya sehingga dapat beraktivitas lebih baik dalam menghidrolisis
selulosa amorf maupun kristal (Fikrinda et al. 2001). Akan tetapi, penambahan
glukosa sebanyak 0,1% pada media produksi ternyata tidak memberikan
peningkatan aktivitas selulase. Adanya glukosa yang memberikan nutrisi
tambahan selain ekstrak khamir menyebabkan jumlah sel isolat PMP 0126y
menjadi lebih banyak dan tetap stabil pertumbuhannya sampai hari ketiga dan
mulai mengalami penurunan pada hari keempat. Jumlah sel isolat PMP 0126y
yang tumbuh lebih banyak pada media produksi yang ditambah glukosa 0,1%
mencapai 9,4 log10 sel/mL. Madigan et al. (2009) menyatakan bahwa glukosa
yang ditambahkan menyebabkan bakteri akan tumbuh lebih cepat jika
dibandingkan media tanpa adanya glukosa.
Aktivitas selulase tidak meningkat dengan penambahan glukosa 0,1%,
sedangkan pada kadar glukosa yang lebih tinggi (1% atau lebih) dapat
menghambat pembentukan selulase (Purwadaria 1998; Rickard et al. 1989).
Selama ada glukosa pada media, maka enzim selulase belum dapat disintesis oleh
bakteri. Sintesis berbagai enzim yang berperan dalam proses katabolisme pada
umumnya direpresi bila sel ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa
(Madigan et al. 2009).
Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Selulase
Produksi enzim selulase untuk pemurnian menggunakan media produksi
tanpa penambahan glukosa. Pemurnian enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat
PMP 0126y diawali dengan melakukan pemekatan enzim yang bertujuan untuk
49
memekatkan enzim selulase yang dihasilkan. Pemekatan enzim dilakukan dengan
metode preparatif yaitu pengendapan dengan amonium sulfat dan ultrafiltrasi.
Persentase amonium sulfat yang dapat mengkonsentrasikan enzim selulase yang
dihasilkan oleh isolat PMP 0126y secara maksimal yaitu sebesar 50% dengan
aktivitas spesifik sebesar 0,128 U/mg, lebih tinggi jika dibandingkan dengan
aktivitas spesifik enzim selulase kasar sebelum dikonsentrasikan yaitu sebesar
0,075 U/mg. Pengendapan selulase dengan amonium sulfat juga dilakukan oleh
Jung et al. (2008) yang melaporkan bahwa 70% amonium sulfat dapat
meningkatkan aktivitas spesifik selulase yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus
amyoliquefaciens DL-3 sebesar 533,4 U/mg dari aktivitas spesifik ekstrak kasar
sebesar 292,1 U/mg dan tingkat kemurnian sebesar 2,3 kali dari enzim ekstrak
kasar. Akan tetapi, aktivitas enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP
0126y pada 50% amonium sulfat pada supernatan menghasilkan aktivitas selulase
sebesar 0,068 U/mL. Aktivitas selulase ini hampir sama besar dengan aktivitas
selulase pada endapan yaitu sebesar 0,072 U/mL. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa pengendapan amonium sulfat ternyata tidak cocok untuk memekatkan
enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y. Selain itu, pengendapan
amonium sulfat pada enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat ini dapat
membentuk gel dan gumpalan setelah sentrifugasi yang diduga berasal dari CMC.
Berdasarkan beberapa kelemahan ini, maka pemekatan enzim selanjutnya
dilakukan dengan cara ultrafiltrasi.
Pemekatan enzim selulase PMP 0126y dilakukan dengan menggunakan
membran ultrafiltrasi berukuran 10.000 NMWC (10.000 Dalton). Hasil pemisahan
supernatan dengan membran ultrafiltrasi menghasilkan retentat dan permeat.
Permeat merupakan protein yang dapat melewati membran dan berukuran lebih
kecil dari 10.000 Dalton, sedangkan retentat adalah protein yang berukuran Iebih
besar dari 10.000 Dalton sehingga tidak dapat melewati membran. Enzim selulase
isolat PMP 0126y dalam retentat yang berukuran lebih dari 10.000 Dalton dapat
dipisahkan. Hasil ultrafiltrasi yang dilakukan memberikan peningkatan pada
jumlah protein enzim selulase yaitu menjadi 0,822 mg/mL dari 0,750 mg/mL. Hal
ini diduga bahwa enzim selulase dari isolat PMP 0126y memiliki bobot molekul
protein di atas 10.000 Dalton. Aktivitas spesifik selulase pada retentat meningkat
50
sebesar 0,136 U/mg dari aktivitas spesifik pada permeat sebesar 0,099 U/mg dan
aktivitas spesifik enzim sebelum dipekatkan yaitu sebesar 0,086 U/mg.
Peningkatan aktivitas spesifik enzim selulase melalui pemekatan dengan
ultrafiltrasi juga dilaporkan oleh Arifin (2006) yang menunjukkan aktivitas
spesifik selulase meningkat dari 2,31 U/mg menjadi 2,84 U/mg dengan
ultrafiltrasi (Arifin 2006). Selain selulase, proses pemurnian dan pemisahan enzim
dengan ultrafiltrasi juga dilakukan pada enzim α-amilase dari bakteri Bacillus
sterothermophilus sebanyak 10 kali pemekatan yang dapat meningkatkan aktivitas
spesifik menjadi 6,68 U/mg dari 2,86 U/mg (Lestari et al. 2000).
Pemurnian enzim selulase dari isolat PMP 0126y setelah ultrafiltrasi
dilakukan dengan kromatografi penukar anion dengan kolom Sepharose
menggunakan bufer 0,05 M Tris-HCl pH 8 dan protein target dielusi dengan 1 M
NaCl. Puncak tertinggi dihasilkan oleh fraksi ke-48 pada konsentrasi NaCl
sebesar 37,3 mM. Aktivitas spesifik selulase hasil kromatografi penukar ion pada
enzim selulase dari Bacillus amyoliquefaciens DL-3 meningkat menjadi
1772,3 U/mg dari hasil pengendapan amonium sulfat sebesar 533,4 U/mg (Jung et
al. 2008). Pada kromatografi penukar anion yang dilakukan oleh Arifin (2006)
diperoleh aktivitas spesifik sebesar 1,91 U/mg dari hasil ultrafiltrasi sebesar
2,84 U/mg. Pada penelitian ini, pemurnian parsial dengan kromatografi kolom
penukar anion yang dilakukan berhasil meningkatkan kemurnian sebesar 15 kali
dari enzim selulase ekstrak kasar. Jung et al. (2008) melaporkan bahwa perolehan
enzim selulase hasil kromatografi penukar ion dari Bacillus amyoliquefaciens
DL-3 sebesar 15,0% dengan tingkat kemurnian sebesar 9,0.
Enzim selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi dan pemurnian kolom
penukar anion memperlihatkan aktivitas optimum yang cenderung asam yaitu
pada bufer sitrat fosfat 0,05 mM pH 5. Salah satu contoh bakteri yang memiliki
pH optimum ekstrem asam ialah Clostridium acetobutylicum dengan pH optimum
4,6 (Allcock & Woods 1981). Kisaran pH untuk selulase tergolong luas, Bacillus
sp. galur N-4 menghasilkan selulase yang aktif pada rentang pH 5-10 (Horikhosi
1999).
Enzim selulase hasil pemekatan dengan ultrafiltrasi bekerja optimal pada
suhu 30 0C, sedangkan hasil pemurnian kolom penukar anion memperlihatkan
51
aktivitas optimum pada suhu 40 0C. Adanya perbedaan pada suhu optimum antara
enzim kasar (ultrafiltrasi) dengan enzim hasil pemurnian parsial (kromatografi)
disebabkan karena diduga enzim hasil kromatografi penukar anion kehilangan
senyawa seperti logam, kotoran, dan garam yang memelihara konformasi enzim
(Irawadi 1991). Hal ini menyebabkan enzim akan spesifik menghidrolisis substrat,
sehingga suhu optimum yang dihasilkan pada enzim hasil kromatografi penukar
anion lebih tinggi yaitu 40 0C.
Karakterisasi selulase hasil pemurnian isolat PMP 0126y dan beberapa
jenis bakteri yang telah dilakukan oleh sejumlah peneliti disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Pemurnian dan karakterisasi selulase dari berbagai jenis bakteri
Bakteri Teknik
Kromatografi
Suhu
(0C)
pH
Berat
molekul
(kDa)
Pustaka
Bacillus
amyoliquefaciens
DL-3
Penukar ion 50 7 53 Jung et al.
(2008)
Bacillus pumilus Penukar anion 60 6 30-65 Arifin (2006)
Pseudomonas
fluorescens
Penukar ion
dan gel filtrasi
35 6,5-7 26-36 Bakare et al.
(2005)
Bacillus pumilus Gel filtrasi dan
penukar ion
60 7-8 67 Christako-
poulus et al.
(1999)
Bacillus sp. PDV Penukar ion 60 5 33 Sharma et al.
(1990)
Bacillus
spaerichus JS1
Penukar ion 60 8 42 Singh et al
(2004)
Bacillus
amyoliquefaciens
MTCC610
Penukar anion
DEAE
45 7 - Selvanku-
mar et al.
(2011)
Bacillus pumilus Gel filtrasi 60 6,5-7 80 &170 Kotchoni et
al. (2006)
Bacillus
circulans
Penukar ion 50 4,5 82 Kim & Kim
(1995)
Bacillus sp. Penukar anion 40 5-9 103-130 Yoshimatsu
et al. (1990)
Bacillus galur
M-9
Penukar anion
DEAE
60 5 54 Bajaj et al.
(2009)
Bacillus
licheniformes
Pengendapan
amonium
65 6 37-43 Bischoff et
al. (2006)
Bacillus galur
CH43 & HR68
Gel filtrasi &
Penukar ion
65
&70
5-6,5 40 Mawadza et
al. (2000)
PMP 0126y Penukar anion 40 5 14, 30, 39 Penelitian ini
52
Aktivitas enzim selulase isolat PMP 0126y menurun pada suhu di atas
suhu optimum disebabkan oleh terputusnya ikatan sekunder enzim karena
besarnya energi kinetika dari molekul enzim sehingga mengakibatkan hilangnya
struktur sekunder dan tersier dari enzim, disertai dengan hilangnya aktivitas enzim
(Suhartono 1989). Selain itu, turunnya aktivitas enzim akibat panas menyebabkan
putusnya sebagian besar ikatan yang kurang kuat pada struktur protein enzim.
Penurunan aktivitas selulase pada suhu di bawah suhu optimum disebabkan oleh
rendahnya afinitas antara enzim dengan sumber karbon atau rendahnya kecepatan
awal pemutusan kompleks enzim dengan sumber karbon (Irawadi 1991). Bakteri
Chryseobacterium indologenes yang diduga sama dengan isolat PMP 0126y
menghasilkan aktivitas tertinggi enzim mananase pada suhu 30 0C (Rattanasuk &
Cairns 2009).
Di antara substrat yang digunakan, aktivitas selulase yang dihasilkan oleh
isolat PMP 0126y tertinggi dihasilkan pada substrat limbah rumput laut Glacilaria
sp. dari Pameungpeuk yang didelignifikasi dengan NaOH 6%. Aktivitas selulase
yang cukup tinggi pada limbah rumput laut hasil pengolahan agar-agar ini diduga
karena telah dilakukan perlakuan awal terhadap limbah yaitu dengan melakukan
delignifikasi dengan basa NaOH 6% (w/w) baik pada pengolahan limbah agar-
agar dari daerah Pameungpeuk maupun dari PT. Agarindo. Pada kedua limbah
rumput laut tersebut diduga masih mengandung lignin. Lignin membungkus dan
mengikat selulosa secara fisik sehingga menghalangi enzim selulase bekerja
maksimal pada substrat (Meryandini et al. 2009), sehingga perlu dilakukan
delignifikasi. Proses delignifikasi merupakan suatu proses dalam menghilangkan
lignin dari liginiselulosa yang dilakukan dengan menggunakan bahan kimia asam
atau basa (Ahmed et al. 2001). Perlakuan awal dengan asam pekat H2SO4 1%
(v/w) tidak menghasilkan hasil yang sebaik pada substrat limbah dengan
perlakuan basa NaOH. Berdasarkan aktivitas selulase yang dihasilkan oleh isolat
PMP 0126y dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan awal terbaik atau
delignifikasi terhadap limbah selulosa dari pengolahan agar-agar rumput laut
Glacilaria sp. dengan menggunakan basa NAOH 6%.
Enzim selulase dari isolat PMP 0126y dapat tergolong sebagai
endoglukanase karena dapat menghidrolisis dengan baik substrat selulosa CMC
53
murni dan CMC teknis. Aktivitas enzim selulase pada CMC murni lebih besar
yaitu sebesar 0,118 U/mL dibandingkan dengan aktivitas selulase pada CMC
teknis sebesar 0,073 U/mL. Substrat CMC merupakan substrat selulosa murni
yang berbentuk amorphous sehingga aktivitas enzim selulase pada substrat CMC
merupakan aktivitas enzim endo-1,4-β-glukanase karena enzim bekerja pada
rantai dalam CMC menghasilkan oligosakarida atau rantai selulosa yang lebih
pendek (Lynd et al. 2002). Hampir semua mikroorganisme selulolitik mampu
menghidrolisis CMC (Goto et al. 1992), dengan kata lain bahwa hampir semua
mikroorganisme dapat menghasilkan enzim endoselulase yang sangat aktif
mendegradasi derivat selulosa seperti CMC (Mattinen 1998). Hidrolisis terhadap
selulosa amorf (CMC) dilakukan secara acak oleh enzim CMC-ase yang
memutuskan ikatan β-1,4-glukosidase dari bagian dalam reaksi (Enari 1983).
Selain itu, enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y dapat
juga tergolong ke dalam enzim selobiohidrolase karena dapat menghasilkan
aktivitas selulase yang cukup tinggi pada media avisel dengan aktivitas selulase
sebesar 0,103 U/mL. Substrat selulosa untuk selobiohidrolase antara lain katun,
avisel, dan selulosa amorf (Fogarty 1983). Selobiohidrolase juga dapat
menghidrolisis mikrokristalin yaitu substrat selulosa yang berbentuk kristalin
(Kim & Kim 1995). Hal ini menunjukkan bahwa enzim selulase yang dihasilkan
oleh isolat PMP 0126y memiliki aktivitas enzim ekso-1,4-β-glukanase yang
memotong ujung rantai oligosakarida menjadi selobiosa, yaitu dua molekul
glukosa yang berikatan secara β-1,4-glikosidik (Kim & Kim 1995). Mulcahy
(1996) menambahkan bahwa bakteri pendegradasi selulosa baik aerob atau
anaerob cenderung untuk mendegradasi selulosa kristalin dan biasanya degradasi
enzim dilakukan lebih dari satu enzim selulase.
Aktivitas relatif selulase tertinggi terjadi pada penambahan logam CaCl2
5 mM yang dapat meningkatkan sebesar 53% dari aktivitas relatif optimum tanpa
penambahan logam. Peningkatan aktivitas relatif selulase menjadi 109,3% dengan
penambahan ion logam CaCl2 juga dilaporkan oleh Jung et al. (2008) dan
Kotchoni et al. (2006), aktivitas relatif meningkat sebesar 20% pada 5 mM CaCl2
dan 18% pada ion MgCl2. Ion Ca2+
merupakan modelator positif yang
menyebabkan perubahan konformasi sisi katalitik enzim, yang akan
54
mempermudah interaksi antara enzim dengan substrat sehingga meningkatkan
aktivitas katalitik enzim (Scopes 1987). Penambahan senyawa pengkelat logam
seperti EDTA tidak menurunkan aktivitas relatif sebesar 50%, akan tetapi pada
penambahan EDTA dengan logam CaCl2 5 mM yang menghasilkan aktivitas
relatif selulase tertinggi dapat menurunkan aktivitas relatif selulase sebanyak 53%
dari aktivitas relatif pada penambahan logam CaCl2 5 mM. Hal ini karena
senyawa EDTA merupakan senyawa pengkhelat logam yang menyebabkan
penurunan aktivitas katalitik enzim. Penghambatan EDTA maupun ion logam
terhadap selulase dengan cara membuat kompleks dengan substrat, bereaksi
dengan gugus aktif protein dari enzim, atau bereaksi dengan kompleks substrat
enzim (Deng & Tabatai 1994).
Dari zimogram menunjukkan ada tiga molekul protein yang memiliki
aktivitas selulolitik pada gel dengan berat molekul yaitu 39, 30, 14 kDa. Imam
et al. (1993) melaporkan enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri yang
diisolasi dari cacing kapal laut memiliki berat molekul sebesar 63 kDa dengan
menggunakan bufer renaturasi 0,1 M 2-[N-Morpholino] ethane-sulfonic acid
(MES) pH 5,8 selama 15 menit. Berat molekul protein selulase sebesar 37-43 kDa
dari enzim selulase yang dihasilkan oleh beberapa bakteri penghasil selulase
antara lain bakteri Bacillus circulans (Hakamada et al. 2002) dan Bacillus sp.
KSM-330 (Ozaki & Ito 1991). Berat molekul sebesar 61-78 kDa ditunjukkan oleh
enzim selulase dari Bacillus sp. AC-1 (Li et al. 2006) dan Bacillus sp. KSM-522
(Okoshi et al. 1990).
Isolat PMP 0126y merupakan isolat yang mampu menghasilkan enzim
ekstraseluler selulase tertinggi pada limbah agar-agar Pameungpeuk dengan
delignifikasi NaOH 6% sehingga dapat dimanfaatkan dalam mengolah limbah
pengolahan rumput laut. Enzim yang diperoleh dapat diaplikasikan pada limbah
rumput laut tersebut menjadi produk gula pereduksi. Gula pereduksi seperti
glukosa sebagai hasil penguraian limbah selulosa dari rumput laut mempunyai
prospek bioteknologi yang besar, karena glukosa tersebut dapat dikembangkan ke
arah industri bioetanol (Gilbert & Hazlewood 1993). Beberapa penelitian
pemanfaatan limbah rumput laut menjadi bioetanol sudah dilakukan oleh Ge et al.
(2011) dan John et al. (2011).
55
SIMPULAN
Isolat PMP 0126y merupakan bakteri yang diisolasi dari limbah
pengolahan agar-agar dari rumput laut Glacilaria sp. dari daerah Pameungpeuk,
Garut, Jawa Barat. Isolat ini tumbuh pada suhu 30 0C, bersifat Gram negatif
berbentuk batang pendek. Berdasarkan hasil sekuensing gen penyandi 16S-rRNA
dari isolat PMP 0126y sebanyak 1282 pasang basa diperoleh kemiripan sebesar
96% dengan bakteri Chryseobacterium indologenes galur McR-1.
Uji kualitatif terhadap isolat PMP 0126y menghasilkan indeks selulolitik
sebesar 1,9 pada suhu inkubasi 37 0C selama 5 hari waktu inkubasi. Pada uji
kuantitatif, aktivitas selulase tertinggi dihasilkan pada hari ketiga dengan aktivitas
selulase sebesar 0,108 U/mL dan aktivitas spesifik sebesar 0,120 U/mg. Enzim
selulase dipekatkan dengan ultrafiltrasi pada 10 kali pemekatan (10.000 NMWC)
menghasilkan aktivitas selulase sebesar 0,112 U/mL. Pemurnian enzim dengan
kromatografi penukar anion DEAE menghasilkan puncak tertinggi pada fraksi
ke-48 dengan aktivitas selulase sebesar 0,154 U/mL. Terdapat 3 pita selulase
dengan perkiraan berat molekul yaitu 39 kDa, 30 kDa, dan 14 kDa.
Enzim selulase kasar dari PMP 0126y memiliki aktivitas optimum pada
pH 5 dan suhu inkubasi 30 0C, sedangkan enzim hasil kromatografi penukar anion
memiliki aktivitas optimum pada suhu 40 0C dan pH yang sama. Enzim relatif
stabil terhadap inkubasi pada suhu 30 0C selama 4 jam. Pengujian substrat
selulosa dari limbah rumput laut Pameungpeuk dengan NaOH 6%, merupakan
substrat terbaik yang menghasilkan aktivitas tertinggi yaitu 0,149 U/ml.
Penambahan logam 5 mM CaCl2 menyebabkan aktivitas relatif meningkat sebesar
53%, sedangkan penambahan ZnCl2 10 mM menurunkan aktivitas relatif
sebanyak 78% dari aktivitas optimum.
56
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed Z, Banu H, Rahman M, Akhter FM, Haque MS. 2001. Microbial activity
on the degradation lignocellulosic polysaccharides. J Biol Sci 1: 993-997.
Allcock ER, Woods DR. 1981. Cellulase enzyme from Clostridium
acetobutylicum. J Appl Environ Microbiol 41:539.
Arifin H. 2006. Bacterial cellulase from a local isolate Bacillus pumilus EB3
[tesis]. Kuala Lumpur: Universitas Putra Malaysia.
Atmadja WS, Kadi A, Sulistijo, Rachmaniar. 1996. Pengenalan Jenis-jenis
Rumput Laut Indonesia. Jakarta: PUSLITBANG Oseanologi LIPI.
Aygan A, Karcioglu L, Arikan B. 2011. Alkaline thermostable and halophilic
endoglucanase from Bacillus licheniformis C108. Afric J Biotechnol 10:
789-796.
Bajaj KB, Pangotra H, Wani MA, Sharma P, Sharma A. 2009. Partial purification
and characterization of a highly thermostable and pH stable
endoglucanase from a newly isolated Bacillus strain M-9. Indian J Chem
Technol 16: 382-387.
Bakare MK, Adewale IO, Ajayi A, Shonukan OO. 2005. Purification and
characterization of cellulase from the wild-type and two improved
mutants of Pseudomonas fluorescens. Afric J Biotech 4: 898-904.
Bayer EA, Belaich JP, Shoham Y, Lamed R. 2004. The cellulosomes:
multienzyme machines for degradation of plant cell wall polysaccharides.
Annu Rev Microbiol 58:521-54.
Beguin P, Aubert JP. 1994. The biological degradation of cellulose. FEMS
Microbiol Rev 13:25-28.
Bischoff KM, Rooney AP, Li XL, Liu S, Hughes SR. 2006. Purification and
characterization of a family 5 endoglucanase from a moderately
thermophilic strain of Bacillus licheniformis. J Biotechnol Lett 28:1761-
1765.
Bollag MD, Edelstein SJ. 1991. Protein Methode. New York: Wiley-Liss.
Bradford MM. 1976. A Rapid and sensitive methode for the quantitation of
micogram quantitaties of protein in utilizing the principle of protein-dye
Binding. J Anal Biochem 72: 248-254.
Brown MR. 1996. The biosynthesis of cellulose. J Macromol Sci-Pure App Chem
33:1345-1373
57
Calderon G et al. 2011. Chryseobacterium indologenes infection in a newborn: a
case report. J Medical 5:10.
Cappucino JG, Sherman N. 1983. Microbiology: A Laboratory Manual. Wesley:
Addison.
Chen J, Banks D, Jarret RL, Chang CJ, Smith BJ. 2000. Use of 16S-rRNA
sequences as signature characters to identify Xylella fastidiosa. Curr. J
Microbiol 40:29-33
Chesson A. 1987. Supplementary enzymes to improve the utilization of pig and
poultry diets. Di dalam Haresign dan Cole DA, editor. Advances in Animal
Nutrition. London: Recent. hlm 71-89.
Christakopoulus P et al. 1999. Purification and mode of action of an alkali-
resistant endo-1,4-β-glucanase from Bacillus pumilus. Arch Biochem
Biophys 361:61-66.
Classen PAM. 1999. Utilization of biomassa for the supply of energy carrier.
Appl Microbiol Biotechnol 52:741-755.
Coligan JE, Dunn BM, Speicher DW, Wingfield PT. 2003. Short Protocol in
Protein Science: A Compendium of Methods from Current Protocols in
Protein Science. New York: John Wiley & Sons Inc.
Copeland RA. 1994. Electrophoretic and Chromatographic Method for Assesing
Protein Purity. Di dalam: Methods for Protein Analysis: A Practical Guide
to Laboratory Protocols. New York: Chapman and Hall.
Coral G, Arikan B, Nisa UM, Guvenmez H. 2002. Some properties of crude
carboxylmethyl cellulase of Aspergillus niger Z10 wild-type strain. Turk J
Biol 26:209-213.
Coughlan MP. 1985. The properties of fungal and bacterial cellulases with
comment on their production and application. Biotechnol Gen Eng Rev
3:39-109.
Crueger W, Crueger A. 1984. Biotechnology. Di dalam: Brock TD, editor. A
Textbook of Industrial Microbiology. Sunderland: Minuaer Associates.
hlm 267-276.
Da Silva R, E.S. Lago, C.W. Merheb, M.M. Machione, Y.K. Park, E. Gomes.
2005. Production of xylanase and CMCase on solid state fermentation in
different residues by Thermoascus auranticus miehe. Braz J Microbiol
36:235-241.
Deng SP, Tabatabai MA. 1994. Cellulase activity of soils. Soil Biol Biochem
26:1347-1354.
58
Doblin MS, Kurek I, Jacob WD, Delmer DP. 2002. Cellulose biosynthesis in
plants: from genes to rosettes. Plant Cell Physiol 43:1407-1420.
Doi RH, Kosugi A, Murashima K, Tamaru Y, Han SO. 2003. Cellulosomes from
mesophilic bacteria. J Bacteriol 185:5907-5914.
Dunn MJ. 1989. Electrophorethic analysis methods. Di dalam ELV. Harris ELV.
Angal S, editor. Protein Purification Methods. A Practical Approach.
Oxford: IRL Press. Hlm 18-40.
El-Sersy NA, Elnaby HA, Abou-Elela GM, Ibrahim HAH, El-Toukhy NMK.
2010. Optimization, economization and characterization of cellulase
produced by marine Streptomyces ruber. Afric J Biotechnol 9: 6355-6364.
Enari TM. 1983. Microbial Cellulases. Di dalam W.M Fogarty, editor. Microbial
Enzymes and Biotechnology. New York: Applied Science Publisher.
Ersson B, Ryden L, Janson JC. 1998. Introduction to protein purification. Di
dalam Janson JC dan Ryden L, edisi ke-2. Protein Purification: Principle,
High Resolution, Mehods and Application. New York: John Wiley and
Sons, Inc Publication. hlm 1-40.
Fikrinda, Anas I, Purwadaria T, Santosa DA. 2001. Identifikasi ekstremozim
selulase isolat bakteri dari ekosistem air hitam. Hayati 8: 5-10.
Fogarty MW. 1983. Microbial Enzymes and Biotechnology. London: Applied
Science Publisher.
Gautam SP, Bundela PS, Pandey AK, Jamaluddin, Awasthi MK, Sarsaiya S.
2010. Cellulase production by Pseudomonas sp. isolated from municipal
solid waste compost. Int J Acad Res 2: 330-333.
Ge LL, Wang P, Mou H. 2011. Study on saccharification technique of seaweed
waste for the transformation of ethanol. J Renew Energy 36: 84-89.
Gilbert HJ, Hazlewood. 1993. Bacterial cellulases and xylanases. J Gen Microbiol
139: 187-194.
Goto MK, Furukawa, Hayashida S. 1992. An avicel-affinity site in an avicel-
digesting exocellulase from a Trichoderma viride mutant. Biosci Biotec
Biochem 56: 1523-1528.
Hakamada Y et al. 2002. Enzymatic properties, crystallization, and deduced
amino acid sequence of an alkaline endoglucanase from Bacillus circulans.
J Biochim Biophy Acta 1570:174-180.
Han YJ, Chen HZ. 2007. Synergism between corn stover protein and cellulose. J
Enzyme Microbiol Technol 41:638-645.
59
Hankin L, Anagnostakis SL. 1997. Solid media containing
carboxymethylcellulose to detect Cx cellulase activity of microorganisms.
J Gen Microbiol 98: 109-115.
Hardjo S, Indrasti NS, Baytacut T. 1984. Biokonversi Pemanfaatan Limbah
Industri Pertanian. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB.
Harris ELV. 1989. Purification strategy. Di dalam: Harris ELV & Angal S, editor.
Protein Purification Methods: A Practical Approach. New York: IRL
Press.
Harvey F. 2009. Produksi bioetanol dari limbah karegenan [skripsi] Bogor: Insitut
Pertanian Bogor.
Holt JG. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Ed ke-9.
Baltimore: Williams and Wilkins.
Horikhosi K. 1999. Enzim selulase dari Bacillus sp. galur N-4. J Microbiol Molec
Biol Rev 64:735.
Imam SH, Greene RV, Hockridge ME. 1993. Zymographic analyses of
carboxymethylcelulases secreted by the bacterium from wood-boring
marine shipworms. J Biotech Techniq 8:579-584.
Irawadi TT. 1991. Produksi enzim ekstraselular (selulase dan xylanase) dari
Neurospora sitophila pada substrat limbah padat kelapa sawit [disertasi].
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Irawan B, Sutihat, Sumardi. 2008. Uji aktivitas selulase dan lipase pada
mikrofungi selama proses dekomposisi limbah cair kelapa sawit dengan
pengujian kultur murni. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat. Lampung: Universitas Lampung. hlm
284-291.
Jaradat Z, Dawagreh A, Ababneh Q, Saadoun I. 2008. Influence of culture
condition on cellulase production by Streptomyces sp. (strain J2). Jordan J
Biol Sci 1: 141-146.
Janson JC, Ryden I. 1998. Protein Purification: Principles, High Resolution
Methods and Applications. Ed ke-2. New York: John Wiley & Sons.
Jeong KH et al. 2004. Utilization. Compost Sci 12:242.
John RP, Anisha GS, Nampoothiri KM, Pandey A. 2011. Micro and macroalgal
biomass : a renewable source for bioethanol. J Biores Technol 102: 186-
193.
60
Ji YK, Sung HH, Jeong HH. 2005. Purification and characterization of an alkaline
cellulase from a newly isolated alkalophilic Bacillus sp. HSH-810. Biotech
Let 27: 313-316.
Jong NK, Li H, Jung K, Nam HC, Cheon PL. 2011. Ethanol production from
marine algal hydrolysates using Escherichia coli KO11. J Biores Technol
102: 7466-7499.
Jung LY et al. 2008. Purification and characterization of cellulase produced by
Bacillus amyoliquefaciens DL-3 utilizing rice hull. J Biores Technol
99:378-386.
Kader AJ, Omar O. 1998. Isolation of cellulolytic fungi from Sayap-Kinabalu
Park, Sabah. Serawak. J Biodiversity Bio-Conserv (ARBEC): 1-6.
Kim CH, Kim DS. 1995. Purification and specificity of specific endo-β-D-
glucanase (Avicelase II) resembling exo-cellobiohydrolase from Bacillus
circulans. Enzyme Microbial Technol 17: 248-254.
Kim GS, Myung KS, Kim YJ, Oh KK, Kim JS, Ryu HJ, Kim KH. 2008. Methode
of Producing Biofuel Using Sea Algae. Seoul: World Intelectual Property
Organization.
Kleiner DE, Stetler-Stevenson WG. 1994. Quantitative zymography: detection of
picogram quantities of gelatinases. Anal Biochem 218:325-329.
Kotchoni SO, Gachomo EW, Omafuvbe BO, Shonukan OO. 2006. Purification
and biochemical characterization of carboxymethyl cellulase (CMCase)
from a catabolite repression intensive mutant of Bacillus pumilus. Inter J
Agri Biol 8: 286-292.
Kulp K. 1975. Carbohydrases. Di dalam Reed G. Editor. Enzymes and
Processing. New York: Academic Press.
Leber TM, Balkwill FR. 1997. Zymography: a single-step staining method for
quantitation of proteolytic activity on substrat gel. Anal Biochem 249:24-
28.
Lestari P, Richana N, Murdiyatmo U. 2000. Pemurnian α-amilase Bacillus
stearothermophilus dengan membran ultrafiltrasi. J Mikrobiol Indo 1: 10-
14.
Li YH, Ding M, Wang J, Xu GJ, Zhao F. 2006. A novel thermoacidophilic
endoglucanase, Ba-EGA, from a new cellulose-degrading bacterium,
Bacillus sp. AC-1. J Appl Microbiol Biotechnol 70:430-436.
Linder M & Teeri T. 1997. The role and function of cellulose-binding domains. J
Biotech 57:15-28.
61
Lynd LR, Paul JW, Willem H, Isak SP. 2002. Microbiol molecul. Bio Reviewers
66:506.
Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2000. Brock Biology of Microorganisms.
London: Prentice-Hall International (UK) Limited. hlm 991.
Madigan MT, Martinko JM, Dunlap PV, Clark DP. 2009. Brock Biology of
Microorganisms. Ed ke-12. San Francisco : Pearson Benjamin Cummings.
Malleviale J. 1996. Water treatment membran processes, Di dalam : Awwa
Lyonnaise des Eaux. Water Research Commision of South Africa. New
York : Mc Graw Hill.
Mandels M. 1985. Application of cellulases. Biochem Society Trans 13:414-416.
Maniatis T, Sambrook J, Fritsch EF. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory
Manual. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Marchesi JR et al. 1998. Design and evaluation of useful bacterium-specific PCR
primers that amplify genes coding for bacterial 16S-rRNA. Appl Environ
Microbiol 64:795-799.
Mattinen ML. 1998. Structural and functional studies of fungal cellulose binding
domain by NMR spectroscopy [disertasi]. Turku: University of Helsinki.
Mawadza C, Hatti KR, Zvauya R, Mattiasson B. 2000. Purification and
characterization of cellulases produced by two Bacillus strains. J
Biotechnol 83:177-187.
Meryandini A et al. 2009. Isolasi bakteri selulotik dan karakterisasi enzimnya.
Makara Sains 13:33-38.
Milala MA, Shugaba A, Gidado A, Ene AC Wafar JA. 2005. Studies on the use of
agricultural wastes for cellulase enzyme production by Aspegillus niger.
Res J Agric Bio Sci 1:325-328.
Mulcahy. 1996. An investigation of cellulose Binding Domain in non-cellulose
binding domain in non-cellulolytic enzymes. Limerick: Final Year Project
University of Limerick.
Mulder M. 1996. Basic Principles of Membrane Processes. Netherland: Kluwer
Academic Publisher.
Munifah I, Chasanah E, Fawzya YN. 2011. Screening of cellulolytic bacteria from
Indonesia’s marine environment. Di dalam: Prosiding Seminar ISISM
(International Seminar of Indonesian Society for Microbiology); Bogor, 26
Juni 2011. Bogor: Perhimpunan Mikrobiologi Cabang Bogor.
62
Murray PR, Pfaller MA, Tenover FC, Yolken RH. 1995. Manual of Clinical
Microbiology. Ed ke-6. Washington DC: American Society for
Microbiology Press.
Neville B. 1998. Reserved-phase HPLC. Di dalam: Rapley R, Walker JM, editor.
Molecular Biomethods Handbook. Totowa: Humana Pr. hlm 479-489.
Oikawa T, Takagi M, Ameyama MA. 1994. Detection of carboxymethyl cellulase
activity in Acetobacter xylinum KU-1. Biosci Biotech Biochem 58: 2102-
2103.
Okoshi H, Ozaki K, Shikata S, Oshino K, Kawai S, Ito S. 1990. Purification and
characterization of multiple carboxymethyl cellulases from Bacillus sp.
KSM-522. J Agri Biol Chem 54: 83-89.
Ooshima H, Sakata H, dan Harano Y. 1985. Simultaneous saccharification and
fermentation of cellulose: Effect of ethanol on enzymatic saccarification of
cellulose. Biotechnol Bioeng 27: 389-397.
Ottaway JH, Apps DK. 1984. Biochemistry. Ed ke-4. Cambridge: ELBS.
Ozaki K, Ito S. 1991. Purification and properties of an acid endo-1,4-β-glucanase
from Bacillus sp. KSM-330. J Gen Microbiol 37:41-48.
Po JC, Tao CW, Yao TC, dan Lian PL. 2004. Purification and characterization of
carboxymethyl cellulase from Sinorhizobium fredii. Bull Acad Sin 45: 111-
118.
Poernomo AT, Djoko DA. 2003. Uji aktivitas enzim proteolitik ekstrak kasar
Bacillus subtilis FNCC 0059 hasil fermentasi curah. Majal Farmasi 3:103-
107.
Ponce TN, Torre MDL. 2001. Regulation of cellulases and xylanases from a
depressed mutant of Cellulomonas flavigena growing on sugar-cane
bagasse in continuous culture. J Biores Technol 78: 285-291.
Prescott SC, Dunns CG. 1981. Industrial Microbiology. Eastport: AV1 Pub
Connecticut.
Purwadaria MBT. 1998. Purification and characterisation of a Cellulomonas
cellulase complex [disertasi]. New South Wales: University of New South
Wales.
Rajoka MI, Malik KA. 1997. Cellulase production by Cellulomonas biazotea
cultured in media containing different cellulosic substrates. J Biores
Technol 59:21-27.
63
Rao NSS. 1994. Soil Microorganisms and Plant Growth. London: Oxford and
IBM Publishing Co.
Rattanasuk S, Cairns MK. 2009. Chryseobacterium indologenes, novel mananase-
producing bacteria. J Sci Technol 31: 395-399.
Rickard PAD, Ghani BA, Lucas RJ, Dunn NW. 1989. Kinetic properties and
contribution to cellulose saccharification of a cloned Pseudomonas β-
glucosidase. Aust J Biotechnol 31:43-49.
Riyanti EI. 2008. Biomassa sebagai bahan baku Bioetanol. Bogor: Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rosenberg Ian M. 1996. Protein Analysis and Purification Benchtop Techniques.
Boston: Birkhauser.
Ruanglek V, Maneewatthana D, Tripetchkul S. 2006. Evaluation of Thai agro-
industrial wastes for bio-ethanol production by Zymomonas mobilis.
Process Biochem 41: 1432-1437.
Saha BC. 2003. Production, purification, and properties of endoglucanase from a
mewly isolated strain of Mucor circinelloides. Proc Biochem 39: 1871-
1876.
Scopes RK. 1987. Protein Purification and Practice. Ed ke-2. New York:
Springer Verlag.
Selvankumar T, Govarthanan M, Govindaraju M. 2011. Endoglucanase
production by Bacillus amyoliquefaciens using coffe pulp as substrate in
solid state fermentation. Inter J Pharma Bio Sci 2: 355-362.
Sharma P, Gupta JK, Vadehra DV, Dube DK. 1990. Purification and properties of
Bacillus sp. PDV endoglucanase. Enzyme Microbiol Technol 12:132-137.
Shimada K. Karita S, Sakka K, Obmiya K. 1994. Cellulase, xylanase and their
genes from bacteria. Di dalam: Murooka & lmanaka T, editor.
Recombinant Microbes for Industrial and Agricultural Applications. New
York: Marcel Dekker. hlm. 395-429.
Smith BJ. 1984. SDS Polyacrilamide Gel Electrophoresis of Protein. Di dalam:
Walker JM, editor. Proteins Methods in Molecular Biology. Volume ke-1.
Clifton: Humana Pr. hlm 41-55.
Singh J, Batra N, Sobti RC. 2004. Purification and characterization of alkaline
cellulase produced by a novel isolate Bacillus sphaericus JS1. J Indust
Microbiol Biotechnol 31: 51-56.
64
Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: IPB. hlm 71-75.
Suwanto, Yogiana, Suryanto D, Tan I, Puspitasari E. 2000. Selectes Protocols
Training Course on Advances in Molecular Biology Techniques to Asses
Microbial Diversity. Bogor: SEAMEO-BIOTROP. hlm 22-31.
Tanaka K, Hilary ZD, Ishizaki A. 1999. Investigation of the utility of pineapple
juice and and pineapple waste material as low-cost substrate for ethanol
fermentation by Zymomonas mobilis. J Bioscie Bioeng 87: 642-646.
Teather RM, Wood PJ. 1982. Use of congo red polysaccharide interactions in
enumeration and characterization of cellulolytic bacteria from the bovine
rumen. Appl Environ Microbiol 43:777-780.
Trivedi N, Gupta V, Kumar M, Kumari P, Reddy CRK, Jha B. 2011. An alkali-
halotolerant cellulase from Bacillus flexus isolated from green seaweed
Ulva lactuca. Carbohyd Polym 83: 891-897.
Van de Peer Y, De Watcher. 1993. TREECON : a software package for the
construction and drawing of evolutionary trees. Comput Applic Biosci
9:177-182.
Watanabe H, Tokuda G. 2001. Animal cellulases. Cell Mol Life Sci 58:1167-1178.
Wood TM, Saddler JN. 1988. Increasing the availability of cellulose in biomass
materials. Di dalam Wood WA and Kellog JA, editor. Methode in
Enzymology Cellulose and Hemicellulose. Volume ke-160. New York:
Academic press. hlm 3-11.
Woese CR. 1987. Bacterial evolution. J Microbiol Rev 51: 221-271.
Xu B, Hellman U, Ersson B, Janson JC. 2000. Purification, characterization and
amino-acid sequence analysis of a thermostable, low molecular mass
endobeta-1,4-glucanase from blue mussel, Mytilus edulis. Eur J Biochem
267:4970-4977.
Yang VC, Linhardt RJ, Bernstein H, Cooney CL, Langer R. 1985. Purification
and characterization of heparinase from Flavobacterium heparinum. J Biol
Chem. 260: 1849-1857.
Yabuuchi E, Hashimoto Y, Ezaki T, Ido Y, Takeuchi N. 1983. Genotypic and
phenotypic difeerentiation of Flavobacterium indologenes. J Microbiol
Immunol 34:73-76.
Yoshimatsu T et al. 1990. Purification and characterization of alkaline endo-1,4,β-
glucanases from alkalophilic Bacillus sp. KSM-635. J Gen Microbiol 136:
1973-1979.
65
Zhang YHP, Himmel ME, Mielenz JR. 2006. Outlook for cellulase improvement:
screening and selection strategies. Biotechnol Adv 24:452-481.
Zverlova VV, Holl W, and Schwarz H. 2003. Enzymes for digestion of cellulose
and other polysaccharides in the gut of longhorn beetle larvae, Rhagium
inquisitor L. (Col., Cerambycidae). Inter Biodet Biodeg. 51:175–179.
66
LAMPIRAN
67
Lampiran 1 Prosedur pembuatan media dan reagen yang digunakan dalam
penelitian
Media kultur cair dan padat bakteri PMP 0126y
Pembuatan media kultur cair bakteri yang mengandung CMC dilakukan
dengan melarutkan 1% CMC di dalam air yang terus dipanaskan dan diaduk
sampai larutan menjadi homogen. Kemudian sebanyak 0,02% MgSO4.7H2O;
0,03% NH4NO3; 0,05% K2HPO4; 0,1% KH2PO4; 0,002% FeSO4.7H2O; 0,004%
CaCl2.2H2O; 0,2% ekstrak khamir dilarutkan dalam larutan CMC yang sudah
homogen. Pada media inokulum, ditambahkan sebanyak 0,1% glukosa.
Sedangkan pada media produksi tidak ditambahkan glukosa.
Pembuatan media kultur padat CMC dibuat dengan perlakuan yang sama
dengan media kultur cair. Akan tetapi, media kultur padat ditambahkan sebanyak
1,5% agar-agar bakto. Kemudian media disterilisasi menggunakan autoklaf pada
suhu 121 0C selama 15 menit.
Merah Kongo 0,1%
Sebanyak 1 g reagen merah kongo dilarutkan dalam 100 mL air distilasi.
Larutan ini harus disimpan dalam botol gelap dan sebaiknya dalam keadaan segar
setiap kali akan dilakukan uji kualitatif.
Reagen DNS
Sebanyak 1% NaOH dilarutkan dalam air distilasi, kemudian ditambahkan
sebanyak 1% DNS, 18,2% Na K Tartarat (sodium tartarat), 0,2% Fenol, 0,05%
Na2SO4. Semua bahan dilarutkan dalam air distilasi dan disimpan dalam botol
gelap pada suhu 4 0C.
Larutan stok KH2PO4 (SNI 01-2332-3-2006)
Sebanyak 34 g KH2PO4 ditambahkan ke dalam 500 ml akuades. pH diatur
7,2 dengan 1 N NaOH dan larutan ditepatkan sebanyak 1 L dengan ditambah
akuades. Sterilisasi selama 15 menit pada suhu 121 0C. Larutan disimpan dalam
lemari pendingin.
68
Pereaksi Bradford (Bradford 1976)
Sebanyak 175 mg Coomassie Briliant Blue G250 (C.L. 42655) dilarutkan
dalam 50 mL etanol 95% dan 100 mL asam ortofosfat 88% untuk larutan stok
Bradford. Pada larutan bufer pereaksi Bradford 100 mL dibuat dengan
mencampurkan sebanyak 6 mL larutan stok Bradford dengan 6 mL asam fosfat, 3
mL etanol, dan 90,4 mL air distilasi. Kemudian, campuran pereaksi disaring
dengan menggunakan kertas saring dan disimpan dalam botol gelap pada suhu
ruang atau dingin.
Gel Agarosa
Sebanyak 0,25 g dilarutkan dalam 25 mL bufer TBE 1x. Kemudian
dipanaskan dalam oven pada suhu 50 0C selama 2 menit.
Elektroforesis gel poliakrilamida, SDS 30% (29%, 1%)
Sebanyak 14,5 g akrilamida (Acrylamide) dan 0,5 g bis akrilamida (N, N’-
Methylenebisacrylamide) dilarutkan dalam 50 mL air distilasi (30%). Kemudian,
larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan disiman dalam botol
gelap pada suhu 4 0C.
1,5 M Bufer Tris-HCl pH 8,8
Sebanyak 9,1 g Tris basa dilarutkan di dalam 50 mL air distilasi,
kemudian pH diatur hingga menjadi 8,8 dengan menggunakan HCl 1 N. Larutan
disimpan pada suhu 4 0C.
0,5 M Tris-HCl pH 6,8
Sebanyak 5,85 g Tris basa dilarutkan dalam 100 mL air distilasi,
kemudian pH diatur dengan menggunakan HCl 1 N hingga menjadi 6,8. Larutan
disimpan pada suhu 4 0C.
10% SDS
Sebanyak 0,1 g SDS dilarutkan dalam 1 mL air distilasi. Larutan ini
disimpan dalam suhu 4 0C. Larutan ini harus dibuat segar setiap minggunya.
10% Amonium Persulfat (APS)
Sebanyak 20 mg dilarutkan dalam 0,2 mL air distilasi (dalam 1 mL
mengandung 0,1 g APS). Larutan ini harus dibuat segar setiap kali akan
69
digunakan. Tidak dianjurkan untuk menggunakan APS yang sudah dibuat sehari
sebelumnya.
5X Bufer Sampel SDS dan Zimogram
Bufer sampel SDS-PAGE dibuat dengan mencampurkan sebanyak 0,6 mL
1 M Tris-Cl pH 6,8 dengan 5 ml 50% gliserol, 2 ml 10% SDS, 0,5 ml
β-mercaptoethanol, 1 ml 1% bromophenol blue dan 0,9 ml H2O. Untuk bufer
sampel Zimogram tanpa penambahan 10% SDS, dan β-mercaptoethanol yaitu
sebanyak 1,2 ml 1 M Tris-Cl (pH 6,8) ditambah dengan 5 ml 50% gliserol, 0,5 ml
bromophenol blue, dan 1,4 ml H2O.
1X Bufer Elektroforesis SDS
Sebanyak 3 g Tris, 14,4 g glysin, dan 1 g SDS dilarutkan dalam 1 L air
distilasi kemudian pH diatur menjadi 8,3. Larutan bufer ini dapat digunakan
sampai 10 kali elektroforesis SDS-PAGE dan dapat disimpan dalam suhu ruang
(Bollag & Edelstein 1991)
Larutan Pewarna Gel (Kit Pewarna Silver) Fermentas
a. Larutan peluntur gel 1 (gel fixing)
Sebanyak 25 mL etanol absolut dicampur dengan 20 mL air distilasi dan
ditambah dengan 5 mL asam asetat glasial.
b. Larutan peluntur gel 2 (gel fixing)
Sebanyak 30 mL etanol absolut dicampur dengan 70 mL air distilasi.
c. Larutan sensitizer
Sebanyak 200 µL konsentrat sensitizer dilarutkan dalam 50 mL air
distilasi.
d. Larutan pewarna
Sebanyak 2 mL bahan reaksi pewarna ditambahkan 50 air distilasi,
kemudian saat akan digunakan baru ditambah dengan 27 µL larutan
formaldehida.
70
e. Larutan pencuci gel
Sebanyak 10 µL konsentrat sensitizer dicampur dengan 5 ml larutan
pencuci, dan 50 mL air distilasi. Kemudian, ditambah dengan 13,5 µL
larutan formaldehida saat larutan ini akan digunakan.
f. Larutan akhir
Sebanyak 4 ml larutan akhir (Stop solution) ditambah dengan 46 ml air
distilasi.
71
Lampiran 2 Kurva standar glukosa
Kurva standar glukosa dibuat dengan pembuatan larutan standar glukosa
0,1% dengan berbagai konsentrasi (0-100 ppm). Sebanyak 1 mL substrat glukosa
0,1% dalam akuades steril dengan berbagai konsentrasi ditambah dengan 1 mL
DNS pada masing-masing tabung reaksi. Setiap larutan kemudian diinkubasi di
dalam air mendidih selama 15 menit dan absorbansi diukur pada λ 575 nm.
Konsentrasi glukosa (mg/L) Absorbansi
0 0,000
20 0,142
40 0,534
60 0,994
80 1,397
100 1,765
72
Lampiran 3 Kurva standar bovin serum albumin (BSA)
Konsentrasi BSA (mg/mL) Absorbansi λ595
0 0
0,1 0,033
0,2 0,046
0,3 0,057
0,4 0,080
0,5 0,097
0,6 0,115
0,7 0,140
0,8 0,152
0,9 0,166
1 0,171
73
Lampiran 4 Kurva hubungan log sel dan kerapatan optis dan jumlah sel isolat
PMP 0126y selama 27 jam pengamatan
Pengenceran OD Jumlah sel Log10
1:1 1,190 2950000000 9,47
1:2 0,783 1475000000 9,17
1:4 0,441 737500000 8,87
1:8 0,249 368750000 8,57
1:16 0,143 184375000 8,27
1:32 0,088 92187500 7,96
Jumlah sel (Log10 CFU/mL) isolat PMP 0126y selama 27 jam pengamatan
Waktu sampling (jam) OD Log10 CFU/mL
0 0,141 8,3
3 0,450 8,7
6 0,991 9,4
9 1,123 9,5
12 1,251 9,7
15 1,271 9,7
18 1,252 9,7
21 1,263 9,7
24 1,091 9,5
27 0,605 8,9
74
Lampiran 5 Hasil uji aktivitas selulase isolat PMP 0126y
Hasil uji aktivitas selulase pada media produksi selama 6 hari pengamatan
Hari
Konsentrasi
glukosa
(mg/L)
Aktivitas
selulase
(U/mL)
Jumlah sel
(Log10
CFU/mL)
Konsentrasi
protein
(mg/mL)
Aktivitas Spesifik
(U/mg)
0 0,069 0,064 8,7 1,193 0,053
1 0,071 0,065 9,1 0,875 0,074
2 0,079 0,073 9,1 0,927 0,079
3 0,117 0,108 9,1 0,895 0,120
4 0,076 0,070 9,1 1,070 0,066
5 0,075 0,069 9,0 1,052 0,066
6 0,068 0,063 8,9 1,030 0,061
Hasil uji aktivitas selulase pada media produksi mengandung glukosa 0,1% setiap
hari pengamatan
Hari
Konsentrasi
glukosa
(mg/mL)
Aktivitas
selulase
(U/mL)
Jumlah sel
(Log10
CFU/mL)
Kadar
Protein
(mg/mL)
Aktivitas spesifik
(U/mg)
0 0,070 0,065 8,4 1,024 0,063
1 0,070 0,065 9,4 1,010 0,065
2 0,071 0,066 9,4 0,860 0,077
3 0,076 0,070 9,4 0,606 0,116
4 0,068 0,063 9,3 1,119 0,056
5 0,064 0,059 9,2 1,235 0,048
6 0,054 0,050 8,9 1,241 0,040
Aktivitas unit, aktivitas spesifik endapan dan supernatan pada berbagai persen
kelarutan amonium sulfat
Persen kelarutan
amonium sulfat
(%)
Aktivitas selulase (U/mL)
Aktivitas spesifik (U/mg)
Endapan Supernatan Endapan Supernatan
Kontrol 0,064 0,075
30 0,069 0,059 0,092 0,106
40 0,069 0,065 0,117 0,085
50 0,072 0,068 0,128 0,105
60 0,071 0,064 0,079 0,077
70 0,066 0,065 0,062 0,090
80 0,064 0,065 0,047 0,056
90 0,064 0,062 0,047 0,054
75
Hasil uji aktivitas selulase hasil pemurnian kolom DEAE
Fraksi
Konsentrasi
glukosa
(mg/mL)
Aktivitas
selulase (U/mL)
Kadar protein
(mg/mL)
Aktivitas spesifik
(U/mg)
46 0,064 0,127 0,124 1,024
47 0,064 0,127 0,087 1,468
48 0,077 0,154 0,118 1,301
49 0,064 0,127 0,107 1,190
50 0,064 0,128 0,144 0,888
51 0,073 0,147 0,092 1,591
52 0,070 0,141 0,133 1,062
53 0,066 0,131 0,130 1,009
54 0,061 0,121 0,130 0,933
55 0,068 0,137 0,115 1,187
Aktivitas relatif selulase pada penambahan logam 5 mM dan 10 mM
Ion logam Aktivitas relatif (%)
5 mM 10 mM
Kontrol 100
KCl 99 109
NaCl 80 80
MgCl2 129 74
FeCl3 83 111
CaCl2 153 82
ZnCl2 71 22
EDTA 81 66
Aktivitas selulase pada 5 mM dan 10 mM pada aktivitas selulase
Ion logam Aktivitas selulase (U/mL)
pada 5 mM
Aktivitas selulase (U/mL)
pada 10 mM
Kontrol 0,090
KCl 0,089 0,098
NaCl 0,072 0,072
MgCl2 0,116 0,067
FeCl3 0,075 0,100
CaCl2 0,138 0,074
ZnCl2 0,064 0,020
EDTA 0,073 0,059
76
Lampiran 6 Prosedur delignifikasi limbah rumput laut dengan NaOH dan H2SO4
oleh BBP4BKP
limbah rumput laut digerus sampai halus
ditambah NaOH (w/w) 4 dan 6%, dan H2SO4 1% (w/v)
diautoklaf selama 20 menit pada suhu 121 0C
disaring
dikeringkan di dalam oven sampai kadar air ± 10%
77
BIOTRACEBioEdit version 7.0.5.3 (10/28/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_672451_Isna_16SF.ab1
�
672451_Isna_16SF
Lane 13
Signal G:110 A:191 T:231 C:195
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2201 to 18200
Page 1 of 2
8/24/2011
Spacing: 15.3345308303833
G GGGGGGAA
10
ACTTT CG GGG
20
ACTT G AGAGC
30
GGCGTACGGG
40
TGCGGAACAC
50
GTGTGCAACC
60
TGCCTTTATC
70
TGGGGGATAG
80
CC TTTCGAAA
90
GGAAGATTAA
100
TACCCCATAA
110
TATATTGAAT
120
GGCATCAT TT
130
GATATTGAAA
140
ACTCCGG T
GG
150
ATAGAGATGG
160
GCACGCGCAA
170
GATTAGATAG
180
TTGGTGAGGT
190
AACGGCTCAC
200
CAAG TCAGCG
210
ATCTTTAGGG
220
GGCCTG AGAG
230
GGTGATCCCC
240
CACACTGGTA
250
CTGAG ACACG
260
G ACCAGACTC
270
CTACGGGAGG
280
CAGCAGTG AG
290
GAAT
ATTGGA
300
CAATGGGTGA
310
GAGCCTGATC
320
CAGCCATCCC
330
GCGTGAAGGA
340
CGACGGCCCT
350
ATGGGTTGTA
360
AACTTCTTTT
370
GTATAGGGAT
380
AAACCTACCC
390
TCGTGAGGGT
400
AGCTGAAGGT
410
ACTATACGAA
420
TAAGCACCGG
430
CTAACTCCGT
440
GCCA
GCAGCC
450
GCGGTAATAC
460
GGAGGGTGCA
470
AGCGTTATCC
480
GGATTTATTG
490
GGTTTAAAGG
500
GTCCGTAGGC
510
TGATTTGTAA
520
GTCAGTGGTG
530
AAATCTCACA
540
GCTTAACTGT
550
GAAACTGCCA
560
TTGATACTGC
570
AAGTCTTGAG
580
TGTTGTTGAA
590
GTAG
CTGGAA
600
TAAGTAGTGT
610
AGCGGTGAAA
620
TGCATAGATA
630
TTACTTAGAA
640
CACCAATTGC
650
GAAGGCAGGT
660
TACTAAGCAA
670
CAACTGACGC
680
TGATGGACGA
690
AAGCGTGGGG
700
AGCGAACAGG
710
ATTAGATACC
720
CTGGTAGTCC
730
ACGCCGTAAA
740
CG
78
BIOTRACEBioEdit version 7.0.5.3 (10/28/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_672451_Isna_16SF.ab1
�
672451_Isna_16SF
Lane 13
Signal G:110 A:191 T:231 C:195
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2201 to 18200
Page 2 of 2
8/24/2011
Spacing: 15.3345308303833
ATGCTAAC
750
TCGTTTTTGG
760
GCTTTTGGGT
770
TCAGAGACTA
780
AGCGAAAGTG
790
ATAAGTTAGC
800
CACCTGG GGA
810
GTACGAACGC
820
AAGTT TGAAA
830
CTCAAAGGAA
840
TTGACGGGGG
850
CCCGCACAAG
860
CGGTGGATTA
870
TGTGGTTTAA
880
TTCGA
TGATA
890
CGCGAGGAAC
900
CTT ACCAAGG
910
CTTAAATGGG
920
GAAATGAC AG
930
GCTT AGAAAA
940
TAGGCTT TT C
950
TTC GGACATT
960
TTTCAAGGTG
970
CTGCATGG TT
980
GTC GTCAGCT
990
CCTGCCCGTG
1000
AGGTGTTAAG
1010
GTTAAGTCCT
1020
T GCAACGAAG
1030
CGCAACCCCT
1040
TGTCACTAA T
1050
TTGCCATCAT
1060
TT AATTTGGG
1070
GGACTCTAGT
1080
T AAAACTGCC
1090
T ACCCCAA GT
1100
A AAAAAGAAA
1110
AGTT GGGGAT
1120
AAA
79
BIOTRACEBioEdit version 7.0.5.3 (10/28/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_672450_Isna_16SR.ab1
672450_Isna_16SR
Lane 15
Signal G:126 A:146 T:183 C:157
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2200 to 18281
Page 1 of 2
8/24/2011
Spacing: 15.2945175170898
N GGGGGCAA
10
ACCG CG CCAT
20
G G CT G ATGCG
30
CGATTACTAG
40
CGATTCCAGC
50
T TCATAG AGT
60
CGAGTTGCAG
70
ACTCCAATCC
80
GAACTG AG AC
90
CGG C TTTCGA
100
GATTTGCATC
110
AC TTCGCAG T
120
G TAGC TGCCC
130
TC TG TACCGG
140
CCAT TG
TATT
150
ACGTG TG TGG
160
CCCAAGGCG T
170
AAGGGCCG TG
180
ATG ATTTGAC
190
GTCATCCCCA
200
CC TTCCTCTC
210
TACTTGCGTA
220
GGCAGTCTCA
230
CTAG AGTCCC
240
CAACTTAATG
250
ATGGCAACTA
260
G TGACAGGGG
270
TTGCGCTCGT
280
TGCAGGACTT
290
AACCTAACAC
300
CTCACGGCAC
310
GAGCTGACGA
320
CAACCATGCA
330
GCACCTTG AA
340
AAATGTCCGA
350
AGAAAAGCCT
360
ATTTCTAAGC
370
CTGTCATTTC
380
CCATTTAAGC
390
CTTGGTAAGG
400
TTCCTCGCGT
410
ATCATCGAAT
420
TAAACCACAT
430
AATCCACCGC
440
TTGTGCGGGC
450
CCCCGTCAAT
460
TCCTTTGAGT
470
TTCAAACTTG
480
CGTTCGTACT
490
CCCCAGGTGG
500
CTAACTTATC
510
ACTTTCGCTT
520
AGTCTCTGAA
530
CCCAAAAGCC
540
CAAAAACGAG
550
TTAGCATCGT
560
TTACGGCGTG
570
GACTACCAGG
580
GTATCTAATC
590
CTGTTCGCTC
600
CCCACGCTTT
610
CGTCCATCAG
620
CGTCAGTTGT
630
TGCTTAGTAA
640
CCTGCCTTCG
650
CAATTGGTGT
660
TCTAAGTAAT
670
ATCTATGCAT
680
TTCACCGCTA
690
CACTACTTAT
700
TCCAGCTACT
710
TCAACAACAC
720
TCAAGACTTG
730
CAGT ATCA
80
BIOTRACEBioEdit version 7.0.5.3 (10/28/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_672450_Isna_16SR.ab1
672450_Isna_16SR
Lane 15
Signal G:126 A:146 T:183 C:157
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2200 to 18281
Page 2 of 2
8/24/2011
Spacing: 15.2945175170898
AT
740
GGCAGTTTCA
750
CAGTT AAGCT
760
GTGAGATTTC
770
ACCACTGACT
780
TACAAATCAG
790
CCTACGGACC
800
CTTTAAACCC
810
AATAAATCC G
820
GAT AAC GCTT
830
GCACCCTCCG
840
TATTACCGCG
850
GCTGCTGGCA
860
CG GAGTT AG C
870
CGGTGCTT AT
880
TCGTATAGTA
890
CCTT CAGCTA
900
CCCT CACGA G
910
GGTAGGTTT A
920
TCCCCTATAC
930
AAAAA AAAGT
940
TT ACAACCC A
950
TAA GGG CCGT
960
CGTCCTTTCA
970
CGCCGGGATG
980
GCTGGGATCA
990
AGGCT CTCAC
1000
CCCATTGTCC
1010
AAATATTCCT
1020
TCAC
TGGCTG
1030
CCCTCCCGT A
1040
AGAATTCTGG
1050
G CCC TTGT CT
1060
CAA TTACCAA
1070
TT TTN
81
82
top related