tugas parotitis
Post on 02-Feb-2016
26 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada anak-anak yang pada 30-40
% kasusnya merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh
virus. Infeksi terjadi pada anak-anak kurang dari 15 tahun sebelum
penyebaran imunisasi. Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung,
percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin. Sekarang penyakit ini
sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga menimbulkan epidemi
secara umum. Pada umumnya parotitis epidemika dianggap kurang menular
jika dibanding dengan morbili atau varicela, karena banyak infeksi parotitis
epidemika cenderung tidak jelas secara klinis.(1)
Dalam perjalanannya parotitis epidemika dapat menimbulkan
komplikasi walaupun jarang terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa:
Meningoencepalitis, artritis, pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis,
mastitis, dan ketulian.(1,2,3,4,5,6)
Insidensi parototis epidemika dengan ketulian adalah 1 : 15.000.(1)
Meningitis yang terjadi berupa Meningitis aseptik. Insidensi dari parotitis
Meningoencephalitis sekitar 250/100.000 kasus. Sekitar 10% dari kasus ini
penderitanya berumur kurang dari 20 tahun. Angka rata-tata kematian
akibat parotitis Meningoencephalitis adalah 2%.(2) Kelainan pada mata
akibat komplikasi parotitis dapat berupa neutitis opticus, dacryoadenitis,
uveokeratitis, scleritis dan trombosis vena central retina(1, 2) Gangguan
pendengaran akibat paroitis epidemika biasanya unilateral, namun dapat
pula bilateral. Gangguan ini seringkali bersifat permanen.(2,4).
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Parotitis epidemika ialah penyakit virus akut yang biasanya menyerang
kelenjar ludah terutama kelenjar parotis (sekitar 60% kasus). Gejala khas
yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotitis. Pada saluran
kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran
dan penyumbatan saluran. Menyerang pada anak dibawah usia 15 tahun
(sekitar 85% kasus).(2,3,4,5,6)
II.2 Etiologi
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari group
paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza,
measles, dan virus newcastle disease.(2) Ukuran dari partikel
paramyxovirus sebesar 90 – 300 mµ. Virus ini mempunyai dua komponen
yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble)
yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari
hemaglutinin permukaan (2)
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat
bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur
pada suhu <4 ºC, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet
selama 30 detik.(3)
II.3 Epidemiologi
2
Parotitis merupakan penyakit endemik pada populasi penduduk urban.
Virus menyebar melalui kontak langsung, air ludah, muntah yang bercampur
dengan saliva, dan urin. Epidemi tampaknya terkait dengan tidak adanya
imunisasi, bukan pada menyusutnya imunitas.(2) Parotitis merupakan
penyakit endemik pada komunitas besar, dan menjadi endemik setiap kurang
lebih 7 tahun. Relatif jarang terjadi epidemi, terbatas pada kelompok yang
berhubungan erat , yang hidup dalam rumah, perkemahan, barak-barak
tentara, atau sekolah. Ada penurunan insiden sejak pengenalan vaksin
parotitis epidemika pada tahun 1968.(3)
Dalam setahun, parotitis banyak terjadi pada musim dingin. Golongan
umur yang terkena 5 – 15 tahun. Juga ditemukan pada usia dibawah 30
tahun. Parotitis kadang juga terjadi pada usia dibawah 4 tahun dan diatas 40
tahun. Namun meskipun demikian, pada daerah yang terisolasi atau daerah
yang tidak ada sejarah pernah endemik parotitis ditemukan kejadian parotitis
pada usia dibawah 1 tahun sebesar 17% dan umur 3 – 4 tahun sebesar 70% -
80%. Gender juga berpengaruh terhadap angka kejadian parotitis. Laki-laki
lebih sering terkena parotitis dibandingkan perempuan.(3)
II.4 Patogenesis
Masa inkubasi 15 sampai 21 hari kemudian virus berreplikasi di dalam
traktus respiratorius atas dan nodus limfatikus servikalis, dari sini virus
menyebar melalui aliran darah ke organ-organ lain, termasuk selaput otak,
3
gonad, pankreas, payudara, thyroidea, jantung, hati, ginjal, dan saraf otak.
(1,2,3,4,7)
Setelah masuk melalui saluran respirasi, virus mulai melakukan
multiplikasi atau memperbanyak diri dalam sel epithel saluran nafas. Virus
kemudian menuju ke banyak jaringan serta menuju kekelenjar ludah dan
parotis.(2,3,7)
Bila testis terkena maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis sel
epitel tubuli seminiferus. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi
dan nekrosis jaringan.(6)
Adenitis kelenjar liur merupakan manifestasi dari viremia awal.
Viruria biasanya terjadi, dan disertai oleh gangguan ginjal.(7)
II.5 Manifestasi klinik
Masa inkubasi berkisar antara 14 - 24 hari, dengan puncak pada 17 -
18 hari dan rata-rata selama 18 hari. Batasan paling lama untuk masa
inkubasi yaitu 8 sampi 30 hari. Pada anak, manifestasi prodormal jarang
tetapi mungkin bersama dengan demam, nyeri otot (terutama pada leher),
nyeri kepala, anorexia, dan malaise. (1,2,3,4,5,6,8)
Suhu tubuh biasanya naik sampai 38,5 – 39,5 C, kemudian timbul
pembengkakan kelenjar parotitis yang mula-mula unilateral tetapi kemudian
bilateral.(2,4). Pembengkakan tersebut terasa nyeri baik spontan maupun
pada perabaan, terlebih-lebih jika penderita makan atau minum sesuatu yang
4
asam, ini merupakan gejala khas untuk penyakit parotitis epidemika. Ciri
khas lain adalah kelenjar parotitis membengkak sampai kebelakang (6,7,8).
Pembengkakan dapat terjadi dengan cepat biasanya puncaknya pada 1-
3 hari dan pembengkakan menghilang dalam satu minggu setelah
pembengkakan maksimal. Pembengkakan jaringan mendorong lobus telinga
keatas dan keluar dari sudut mandibula tidak lagi dapat dilihat. Kulit diatas
kelenjar yang membengakak tidak hangat atau eritem, berlawanan dengan
tanda yang ditemukan pada parotitis bakteri. Pembengkakan perlahan-lahan
menghilang dalam 8-10 hari. Satu kelenjar parotis biasanya membengkak
sehari atau dua hari sebelum yang lain, tetapi lazimnya pembengkakan
terbatas pada satu kelenjar (1,2,3,4,5,6,7,8)
II.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan keluhan yaitu demam, nafsu makan turun,
sakit kepala, muntah, sakit waktu menelan dan nyeri otot. Kadang
dengan keluhan pembengkakan pada bagian pipi yang terasa nyeri baik
spontan maupun dengan perabaan , terlebih bila penderita makan atau
minum sesuatu yang asam.(1,2,3,4,5,6,7,8)
2. Klinik
1. Panas ringan sampai tinggi (38,5 – 39,5)°C
2. Keluhan nyeri didaerah parotis satu atau dikedua belah fihak disertai
pembesaran
5
3. Keluhan nyeri otot terutama leher, sakit kepala, muntah, anoreksia
dan rasa malas.
4. Kontak dengan penderita kurang lebih 2-3 minggu sebelumnya (masa
inkubasi 14-24 hari).
5. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum anak bervariasi dari tampak
aktif sampai sakit berat.
6. Pembengkakan parotis (daerah zygoma; belakang mandibula di depan
mastoid) (5,6)
2. Laboratorium
a. Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya
leukopenia ringan dengan limfositosis relatif, namun komplikasi
sering menimbulkan leukositosis polimorfonuklear tingkat sedang
(2,6,7,8)
b. Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan
pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang
lebih 2 minggu.(2,6,8)
c. Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk
menunjukan adanya infeksi virus, yaitu:
» Hemaglutination inhibition (HI) test
6
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset
cepat dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika
perbedaan titer spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka
kemungkinannya parotitis.(3)
» Neutralization (NT) test
Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk
biakan fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah
terjadi hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah
terjadinya hemadsorpsi dinyatakan oleh titer antibodi parotitis
epidemika. Uji netralisasi asam serum adalah metode yang paling
dapat dipercaya untuk menemukan imunitas tetapi tidak praktis dan
tidak mahal.(2,6,8)
» Complement – Fixation (CF) test
Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan
jumlah respon antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi
diagnosa infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap
antigen V mencapai titer puncak dalam 1 bulan dan menetap
selama 6 bulan berikutnya dan kemudian menurun secara lambat 2
tahun sampai suatu jumlah yang rendah dan tetap ada.
Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis standar apapun
menunjukan infeksi yang baru terjadi. Antibodi terhadap antigen S
timbul cepat, sering mencapai maksimum dalam satu minggu
setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai 12 minggu.(8)
7
d. Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus
dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin,
likuor serebrospinal atau darah.(6)
Biakan dinyatakan positif jika terdapat hemardsorpsi dalam biakan
yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada pada biakan yang diberi
serum hiperimun.(6)
II.7 Komplikasi
1. Meningoensepalitis
Dapat terjadi sebelum dan sesudah atau tanpa pembengkakan kelenjar
parotis. Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan,
yang kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh
yang tinggi (hiperpireksia).(6)
Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada anak-anak
Insiden yang sebenarnya sukar diperkirakan karena infeksi subklinis
sistem syaraf sentral.
Manifestasi klinis terjadi pada lebih dari 10% penderita patogenesis
meningoensefalitis parotitis diuraikan sebagai berikut:
a. Infeksi primer neuron : parotitis sering muncul bersamaan atau
menyertai encephalitis
b. Ensefalitis pasca infeksi dengan demielinasi. Ensefalitis menyertai
parotitis pada sekitar 10 hari.
8
Meningoencepalitis parotitis secara klinis tidak dapat dibedakan dengan
meningitis sebab lain, ada kekakuan leher sedang, tetapi pemeriksaan
lain biasanya normal. Pemeriksaan pungsi lumbal menunjukan tekanan
yang meninggi, pemeriksaan Nonne dan Pandy positif, jumlah sel
terutama limfosit meningkat, kadar protein meninggi, glukosa dan
Cairan cerebrospinal baisanya berisi sel kurang dari 500 sel/mm³
walaupun kadang-kadang jumlah sel dapat melebihi 2.000. Selnya
hampir selalu limfosit, berbeda dengan meningitis aseptik enterovirus
dimana leukosit polimorfonuklear sering mendominasi pada awal
penyakit.(2,6)
2. Ketulian
Tulisaraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun insidensinya
rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral,
kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen. (2,4)
3. Orkitis
Komplikasi dari parotitis dapat berupa orkitis yang dapat terjadi pada
masa setelah puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil
mual, nyeri perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis.
Testis paling sering terinfeksi dengan atau tanpa epidedimitis. Bila testis
terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil. Orkitis biasanya
menyertai parotitis dalam 8 hari setelah parotitis. Keadaan ini dapat
berlangsung dalam 3 – 14 hari.(1) Testis yang terkena menjadi nyeri dan
bengkak dan kulit sekitarnya bengkak dan merah. Rata-rata lamanya 4
9
hari. Sekitar 30-40% testis yang terkena menjadi atrofi. Gangguan
fertilitas diperkirakan sekitar 13%. Tetapi infertilitas absolut jarang
terjadi.(2,4,6).
4. Ooforitis
Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada
penderita wanita pasca pubertas. (1,2,4)
5. Pankreatitis
Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba pada parotitis.
Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan pusing, mual, muntah,
demam tinggi, menggigil, lesu, merupakan tanda adanya pankreatitis
akibat mumps. Manifestasi klinisnya sering menyerupai gejala-gejala
gastroenteritis sehingga kadang diagnosis dikelirukan dengan
gastroenteritis.(1,2,4)
Pankreatitis ringan dan asimptomatik mungkin terdapat lebih sering
(sampai 40% kasus), terjadi pada akhir minggu pertama.(5)
6. Nefritis
Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan
viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-
anak belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari
sesudah parotitis.(2)
Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat sembuh sempurna
tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.(4)
7. Tiroiditis
10
Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus dapat
terjadi pada umur sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan
perkembangan selanjutnya antibodi antitiroid pada penderita.(2)
8. Miokarditis
Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi
ringan miokardium mungkin lebih sering dari pada yang diketahui.(2)
Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 5 – 10 hari pada parotitis..
Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen S-
T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi,
pembesaran jantung dan bising sistolik.(3,7)
9. Artritis
Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan
pembengkakan dan kemerahan sendi biasanya penyembuhannya
sempurna.(2)
Manifestasi lain yang jarang tapi menarik pada parotitis adalah
poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1
sampai 2 minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena
adalah sendi besar khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1
sampai 12 minggu dan sembuh sempurna.(7)
10. Kelainan pada mata
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri,
biasanya bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optik (papillitis)
dengan gejala-gejala bervariasi dari kehilangan pengelihatan sampai
11
kekaburan ringan dengan penyembuhan dalam 10 – 20 hari;
uveokeratitis, biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata,
kehilangan penglihatan cepat dan penyembuhan dalam 20 hari; skleritis,
tenonitis, dengan akibat eksoftalmus ; trombosis vena sentral.(2)
11. Embriopati parotitis
Tidak terdapat bukti yang kuat bahwa infeksi ibu menciderai janin,
kemungkinan hubungan endokardial fibroelastosis belum ditegakkan.
Parotitis pada awal kehamilan kemungkinan dapat terjadi abortus.(2,7)
II.8 Diagnosis Banding
1. Parotitis yang disebabkan oleh infeksi HIV, influenza, parainfluenza 1
dan 3 dan sitomegalovirus.(2)
2. Pembesaran kelenjar parotis asimptomatik
Disebabkan oleh kelainan metabolik dan nutrisi seperti diabetes mellitus,
kwasiorkor, malnutrisi, obesitas dan sirosis.(3)
3. Pembesaran kelenjar parotis simptomatik
Pembesaran kelenjar parotis akibat operasi.(3)
4. Parotitis supuratif
Disebabkan oleh bakteri dan ditemukan pus yang keluar dari duktus
kelenjar. Penyebabnya dari otitis media atau mastoiditis.(2,3)
5. Parotitis berulang
Suatu keadaan yang sebabnya belum diketahui, tapi mungkin bersifat
alergi yang sering berulang dan mempunyai sialogram khas.(2)
12
6. Kalkulus salivarus
Menyumbat saluran parotis atau lebih sering saluran sub mandibularis,
menyebabkan pembengkakan intermitten.(1,2)
7. Limfo sarkoma atau tumor parotis.(2)
8. Adenitis servikal
disebabkan oleh streptokokus, difteria bullneck, mononukleosis
infeksiosa, cat-scrach disease, angina ludwig dan selulitis kanalis
auditorius eksterna. (2,7)
9. Reaksi obat
Obat sulfonamid atau yodium organik bisa menimbulkan pembengkakan
parotid dan kelenjar salivaria lain disertai nyeri tekan.(5) Parotitis
iodium, biasanya terjadi setelah prosedur seperti urografi intravena.
Obat antihipertensi seperti guanetidin dapat menyebabkan
pembengkakan parotis.(7)
10. Sindroma Sjorgen
Merupakan inflamasi kronik parotis dan kelenjar liur lainnya yang
seringkali disertai dengan atrofi kelenjar lakrimalis dan paling sering
terjadi pada wanita pascamenopause.(7)
II.9 Tatalaksana
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang
sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu.(1) Tidak ada
13
terapi spesifik bagi infeksi virus “Mumps” oleh karena itu pengobatan
parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif.(2,5)
1. Penderita rawat jalan.(5)
Penderita baru dapat dirawat jalan bila : tidak ada komplikasi, keadaan
umum cukup baik.
a. Istirahat yang cukup
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Medikamentosa
Analgetik-antipiretik bila perlu
- metampiron : anak > 6 bulan 250 – 500 mg/hari maksimum 2 g/hari
- parasetamol : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
2. Penderita rawat inap.(5)
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala
hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi
a. Diit lunak, cair dan TKTP
b. Analgetik-antipiretik
c. Penanganan komplikasi tergantung jenis komplikasinya.(5)
3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi
a. Encephalitis
- simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk
mengurangi sakit kepala.(1)
b. Orkhitis
- istrahat yang cukup
14
- pemberian analgetik
- sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg /kg/24 jam, peroral,
selama 2-4 hari.(1,4,6,8)
c. Pankreatitis dan ooporitis
- Simptomatik saja.(1)
II.10 Pencegahan
Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara
imunisasi pasif dan imunisasi aktif.
1. Pasif
Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis
atau mengurangi komplikasi.(2,3)
2. Aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis
epidemika yang hidup tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-merck,
sharp and dohme) diberikan subkutan pada anak berumur 15 bulan.
Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi lain dan tidak
menyebabkan ekskresi virus dan tidak menular. Menyebabkan
imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama vaksin campak dan
rubella.(4,6)
Pemberian vaksinasi dengan virus “mumps”, sangat efektif dalam
menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi “mumps” pada
individu yang seronegatif sebelum vaksinasi dan telah memberikan proteksi
15
15 sampai 95 %. Proteksi yang baik sekurang-kurangnya selama 12 tahun
dan tidak mengganggu vaksin terhadap morbili, rubella, dan poliomielitis
atau vaksinasi variola yang diberikan serentak.(8)
Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi
maternal; Individu dengan riwayat hipersensitivitas terhadap komponen
vaksin; demam akut; selama kehamilan; leukimia dan keganasan; limfoma;
sedang diberi obat-obat imunosupresif, alkilasi dan anti metabolit; sedang
mendapat radiasi.(8)
Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan
setelah pemaparan, tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan vaksin
“Mumps” dalam situasi ini.(8)
II.11 Prognosis
Parotitis merupakan penyakit self-limited, dapat sembuh sendiri. Prognosis
parotitis adalah baik, dapat sembuh spontan dan komplit serta jarang
berlanjut menjadi kronis.(1,3,4,6) Sterilitas karena orkhitis jarang terjadi.(4)
16
BAB III
KESIMPULAN
Parotitis epidemika merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan
paramyxovirus dengan tanda khas pembengkakan kelenjar parotis yang disertai
nyeri yang kadang mengenai kelenjar gonad, pankreas dan organ lain, Penyakit
ini dapat dicegah secara pasif dengan pemberian gamaglobulin atau secara aktif
dengan vaksinasi.
Gejala klinis dimulai dengan masa tunas 14 sampai 24 hari, dengan
stadium prodromal 1 sampai 2 hari dengan gejala, demam, anoreksia, sakit kepala,
muntah dan nyeri otot. Kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotis yang
mula-mula unilateral tetapi kemudian dapat bilateral. Pembengkakan terasa nyeri
baik spontan maupun pada perabaan. Terlebih-lebih jika penderita makan atau
minum sesuatu yang asam, ini merupakan gejala yang khas untuk parotitis
epidemika.
Diagnosis ini ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi parotitis
epidemika pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium tidak spesifik
sehingga tidak bisa dijadikan patokan bila gejala fisik tidak jelas maka diagnosis
didasarkan atas pemeriksaan serologis, amilase dan virologi.
Penatalaksanaan penyakit ini bersifat simptomatik dan suportif, karena
tidak ada terapi spesifik untuk infeksi virus “mumps”. Prognosis baik, kematian
yang terjadi akibat parotitis epidemika sangat jarang terjadi, sterilitas dan ketulian
yang permanen juga sangat jarang terjadi.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. D’Brun, Fulginiti, Kempe, Silver : Current Pediatric, Diagnosis and
Treatment, Ed.IX, 1988, 817-818.
2. Adam A. Rosenberg, David W. Kaplan, Gerald B. Merenstein, Mumps
(Epidemic Parotitis), dalam Handbook Of Pediatrics, Edisi XVI,Colorado,
1991, hal: 442-444.
3. Maldonado Yvonne, Parotitis Epidemika (Gondong, Mumps), dalam Ilmu
Kesehatan Anak Nelson, 1999, Edisi XV, EGC, Jakarta, hal : 1074-1076.
4. Franklin H. Top, SR., Paul F. Wehrle, Mumps, dalam Communicable and
infectious Disease, Edisi IX, The C.V.Mosby company, 1972, hal: 427-
434.
5. Komite Medis RSUP Dr. Sardjito dan FK UGM Yogyakarta, Parotitis
Epidemika, dalam Standar Pelayanan Medis, Edisi II, Komite Medis
RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta, 1999, hal : 62-64.
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Parotitis Epidemika, dalam
Ilmu Kesehatan Anak, Edisi VI, infomedika, Jakarta 2000, hal: 629-632.
7. Suprohaita, Arif Mansjoer, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan,
Parotitis Epidemika, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II,
Media Aesculapius FK UI, Jakarta, 2000, hal: 418-419.
8. C.George Ray, Parotitis Epidemika, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Harrison, Edisi XIII,EGC, Jakarta, 1999, hal : 935-938.
18
top related