analisis implementasi kebijakan program keluarga harapan ... · mengurangi kemiskinan dan...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

i
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM
KELUARGA HARAPAN TERHADAP PENINGKATAN
KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA
(Kasus Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor
Provinsi Jawa Barat)
Oleh:
SRI LINDAWATI
I34070054
DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

ii
ABSTRACT
SRI LINDAWATI. ANALYSIS THE IMPLEMENTATION OF PROGRAM
KELUARGA HARAPAN POLICY ON THE IMPROVEMENT OF HEALTH
QUALITY AND FAMILY EDUCATION. Study Case in Tegal Village Kemang
Sub-District Bogor Regency West Java Province. (Supervised by
SAHARUDDIN)
Poverty is a situation where a person or household is facing difficulties to
fulfill its basic needs, while its supportive environment is lack in contribute the
opportunity to improve the welfare continually or even out of the vulnerability. In
order to handle the problems in poverty, government issued “Program Keluarga
Harapan” that aims to eliminate the poverty by health quality and “RTSM”
education improvement with the recipient’s criteria who has kid about 0-15 years
and/or pregnant women/childbed and present on the choosen location.
This research is maintained in Tegal Village Kemang Sub-District Bogor
Regency. The background of site selection because this area has the most number
of RTSM in Kemang Sub-District about 611 RTSM. The objective of this research
is willing to observe the result of PKH, covering about target accuracy, role of
village government in the process of RTSM selection, funding allocation form and
observe how well that the mothers improve health and family education quality.
The research is maintained using quantitative and qualitative approach with
sampling frame about 90 respondent in amount that were classified based on
PKH fund received.
The result of this reasearch shows that PKH fund is distributed on low
RTSM about 76% and 34% for medium RTSM, while for the allocation of fund
PKH is olny about 42 RTSM using this fund accurately, but about 48 another
RTSM use fund not accurately for needs outside health and family education. The
result of the analysis also shows that there is significant relation between PKH
fund with mother’s effort to improve family health quality, and there is also
significant relation between mentoring PKH with mother’s effort to improve
family education.
Keyword: Poverty, PKH, policy, RTSM

iii
RINGKASAN
SRI LINDAWATI. Analisis Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan
terhadap Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pendidikan Keluarga (Kasus Desa
Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat). Dibawah
Bimbingan SAHARUDDIN.
Kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang atau rumah tangga
mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuah dasar, sementara lingkungan
pendukungnya kurang memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan
secata berkesinambungan atau keluar dari kerentanan (Cahyat dkk, 2007).
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program yang memberikan bantuan
tunai kepada RTSM yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-
15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih, dimana
penerima bantuannya adalah ibu. Kolaborasi antara Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen
Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan
lnformatika, dan Badan Pusat Statistik. Tujuan utama dari PKH adalah untuk
mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan
RTSM.
Masing-masing aktor memiliki peran masing-masing, dalam hal ini
pemerintah desa memang secara struktural tidak tercantum dalam struktur
organisasi PKH sehingga kelemahannya kurang begitu terlibat pelaksanaan PKH
secara keseluruhan sedangkan pemerintah desa adalah insitusi yang paling dekat
dengan masyarakat sehingga minimal mereka memiliki informasi tentang kondisi
masyarakat di desanya. Hasil analisis berdasarkan “empat tepat kebijakan”
menjelaskan bahwa secara tepat kebijakan menunjukkan bahwa program ini
dibuat untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kondisi kesehatan dan
pendidikan keluarga. Secara tepat pelaksana, program ini belum mampu
melibatkan keterlibatan aktor di luar pemerintah, misalnya swasta dan masyarakat
sendiri. Tepat target, guna melihat ketepatan sasaran/target PKH, dilakukan
klasifikasi terhadap RTSM penerima PKH menjadi 5 indikator kemiskinan, yaitu

iv
pendapatan rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, tanggungan keluarga,
kepemilikan aset, dan status rumah. Lima indikator ini diambil dari hasil
penyederhanaan terhadap 14 indikator kemiskinan menurut BPS. Proses
pemilihan RTSM penerima PKH dilakukan dari analisis data yang didapatkan dari
90 responden di Desa Tegal Kecamatan Kemang yang menunjukkan bahwa dana
PKH disalurkan kepada RTSM rendah sebesar 76% dan 34% untuk RTSM
sedang. Sementara tepat lingkungan, berkaitan penerimaan publik dari penerima
program ini, yaitu pemerintah desa dan individu. Disinilah PKH memiliki
kelemahan karena kurang bisa melibatkan pemerintah desa dan para tokoh sebagai
opinion leader guna menunjang keberhasilan program ini.
Dalam hal pengalokasian dana PKH, umumnya dana PKH yang
didapatkan masyarakat banyak digunakan untuk keperluan sandang dan pangan
keluarga sehingga tercatat sebanyak 48 RTSM menggunakan dana PKH secara
tidak tepat dan sebanyak 42 RTSM menggunakan dana PKH untuk keperluan
kesehatan dan pendidikan keluarga. Di sisi lain, untuk mengukur upaya ibu
meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga, maka dilakukan uji
statistika yang menunjukkan adanya perbedaan hubungan antara PKH dengan
upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga. Ternyata
yang berhubungan dan bernilai signifikan adalah dana PKH dengan upaya ibu
meningkatkan kualitas kesehatan keluarga dan partisipasi pendampingan PKH
dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga. Sementara, tidak
ada hubungan antara dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas
pendidikan keluarga dan tidak ada hubungan partisipasi pendampingan PKH
dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga.
Melihat hal ini, maka diperlukan adanya bentuk pemberdayaan terhadap
RTSM penerima bantuan dengan melihat karakteristik rumah tangga, karena
setiap rumah tangga pasti memiliki ciri dan kebutuhan yang berbeda sehingga
disinilah peran institusi lokal yang perlu dilibatkan, misalnya peran pemerintah
desa dan para opinion leader yang mampu menggerakan masyarakat melalui
pemberdayaan.

v
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM
KELUARGA HARAPAN TERHADAP PENINGKATAN
KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA
(Kasus Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)
Oleh:
Sri Lindawati
I34070054
SKRIPSI
Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

vi
LEMBAR PENGESAHAN
DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:
Nama : Sri Lindawati
NIM : I34070054
Judul : Analisis Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan terhadap
Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pendidikan Keluarga (Kasus Desa
Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan KPM 499 pada Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Saharuddin, MS
NIP. 19641203 199303 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Pengesahan: ___________________

vii
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KELUARGA
HARAPAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS KESEHATAN DAN
PENDIDIKAN KELUARGA (KASUS DESA TEGAL KECAMATAN
KEMANG KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT)”. INI
BENAR-BENAR HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR
AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI
INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN
PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA
BERSEDIA BERTANGGUNGJAWAB ATAS PERNYATAAN INI.
Bogor, Desember 2011
Sri Lindawati
NIM. I34070054

viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan H.Royadi
dan Hj. Siti Saodah, dilahirkan di Tangerang pada tanggal 1 September 1989.
Sejak kecil tinggal di Tangerang tepatnya di Desa Balaraja dan menimba ilmu di
sana hingga Sekolah Menengah Atas. Riwayat pendidikan penulis, yaitu TK Islam
Nurul Huda, SDN Kadaung II Balaraja, SMPN I Balaraja, dan SMAN I Balaraja.
Penulis kemudian melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor dengan mayor
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti studi dari tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP),
Sekolah Menengah Atas (SMA), penulis sempat menjabat sebagai Ketua OSIS
dan aktif di beberapa organisasi ekstrakulikuler sekolah, misalnya PMR dan
PASKIBRA. Saat di perguruan tinggi, penulis aktif di kegiatan organisasi
diantaranya pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis menjabat Dewan
Pengurus Asrama A1 Asrama Putri TPB IPB dan pengurus Ikatan Keluarga
Muslim TPB (IKMT) tahun 2007-2008. Pengalaman organisasi yang pernah
diikuti selama 2008-2010 adalah anggota Multimedia LDK Al- Hurriyyah,
anggota Politik, Advokasi, dan Kajian Strategi BEM FEMA, Kepala Departemen
Sosial dan Lingkungan BEM FEMA, terakhir sebagai Sekretaris Kementerian
Kebijakan Kampus BEM KM IPB 2010/2011dan tergabung dalam Forum
Perempuan BEM seluruh Indonesia (FP BEM SI).
Penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan skala kampus dan nasional,
misalnya pernah menjadi Ketua Divisi Acara Masa Perkenalan Fakultas Ekologi
Manusia tahun 2009, Ketua Divisi Acara Conference of Human Ecology Student
of Indonesia (COHESI) tahun 2009 dan sebagai Ketua Divisi Acara Indonesian
Ecology Expo (INDEX) 2010. Penulis juga pernah mendapatkan Juara 2
Kompetisi Pemberdayaan Masyarakat se Bogor dan 5 besar dalam karya tulis
dengan judul “Kajian Pangan Transgenik dalam Perspektif Islam”. Saat ini,
penulis juga aktif sebagai asisten Pendidikan Agama Islam (2009-2011), pernah
menjadi asisten mata kuliah Sosiologi Pedesaan (2010-2011) dan Dasar-Dasar
Komunikasi (2010-2011).

ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala
nikmatNya memberi kelapangan, kemudahan, dan kesabaran kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Implementasi Kebijakan
Program Keluarga Harapan terhadap Peningkatan Kualitas Kesehatan dan
Pendidikan Keluarga (Kasus Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten
Bogor Provinsi Jawa Barat)”.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tingginya angka kemiskinan di
Indonesia, khususnya rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan dan
pendidikan. Dalam mengatasi permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan
Program Keluarga Harapan (PKH) yang ditujukkan bagi Rumah Tangga Sangat
Miskin (RTSM) yang memenuhi persyaratan. Skripsi ini akan memaparkan
bagaimana hasil pelaksanaan PKH yang meliputi peran dan hubungan diantara
aktor yang terlibat juga keterkaitannya dengan peningkatan kualitas ibu dalam
bidang kesehatan dan pendidikan serta dijelaskan implementasi PKH sebagai
sebuah kebijakan penanggulangan kemiskinan. Pemilihan lokasi penelitian di
Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor yang merupakan desa dengan
RTSM terbanyak penerima PKH di Kecamatan Kemang sehingga dirasa cukup
representatif untuk mencermikan implementasi kebijakan PKH ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga hasil goresan ilmiah ini dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, khususnya
terkait pelaksanaan PKH sehingga mampu mencapai tujuan yang diharapkan.
Bogor, Desember 2011
Penulis

x
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala
nikmatNya memberi kelapangan, kemudahan, dan kesabaran kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Program
Keluarga Harapan terhadap Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pendidikan
Keluarga (Kasus Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa
Barat)”. Shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada teladan terbaik di
muka bumi, Rasulullah SAW beserta keluarga dan para sahabat.
Penulis juga akan menyampaikan ucapan terima kasih kepada beberapa
pihak yang telah membantu penulis dari mulai tahap pembuatan proposal
penelitian, penelitian di lapangan, pengolahan data hingga penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Saharuddin M.S sebagai dosen pembimbing yang selalu membimbing
dan memberikan arahan dengan sabar kepada penulis mulai dari studi pustaka
hingga skripsi ini.
2. Ibu Ekawati S Wahyuni dan Bapak Iman K. Nawiredja sebagai dosen penguji
yang telah memberi saran dan kritik membangun kepada penulis dalam
perbaikan skripsi.
3. Keluarga tercinta, Bapak H. Royadi dan Ibu Hj. Siti Saodah sebagai motivasi
terbesar penulis dalam mengerjakan skripsi ini, selalu memahami, mendoakan
agar penulis sukses menjadi sarjana yang membanggakan kedua orang tua
serta kepada kedua kakak penulis Ida Farida dan Anugerah Eka Pria.
4. Dr. Pudji Muljono sebagai dosen pembimbing akademik penulis yang selalu
siap menerima kehadiran penulis terkait urusan akademik dan beasiswa
selama kuliah di IPB.
5. Mba Evi dan Bapak Erik sebagai pendamping PKH di Desa Tegal yang telah
mengantarkan penulis berkeliling desa untuk menemui responden juga Ibu
Nunung dan Bapak Kosim sebagai ketua kelompok PKH Desa Tegal yang
juga bersedia menemani dan menerima penulis repotkan untuk
mengumpulkan ketua kelompok dalam melakukan pendataan.

xi
6. Dinas Sosial Kabupaten Bogor dan UPPKH Kabupaten Bogor, Bapak Dian
Mulyadianta beserta pengurus UPPKH Kabupaten Bogor yang telah
memberikan informasi dan arahan bagi penulis dalam menentukan lokasi
penelitian.
7. Teman-teman yang telah membantu penulis dalam proses penelitian juga
penyusunan skripsi ini, Aminia Novriani, Dedek Apriani, Diah Irma
Ayuningtyas, Sitta Azmi Farchany, Risma Junita, Siti Halimatusadiah,
Sekarsari Hutami Wijaya, Filda Nuria, Retno Kartikawati dan Mery
Purnamasarie.
8. “The Cyrcle Sky” yang selalu ada mendengarkan cerita penulis setiap pekan,
Sri Handayani, Rodiah Rumata, Latifah Hanum, Nida, Ade Kiki Zakia, dan
Maslichah Azzuhro juga Mba Lubnah sebagai guru terbaik penulis disaat
sedang membutuhkan motivasi dan semangat.
9. Rekan-rekan seperjuangan di BEM KM IPB 2010/2011 terutama
Kementerian Kebijakan Kampus BEM KM IPB juga Sahabat Al Fatih, Al
Banna yang tetap ikhlas berjuang menyelasaikan amanahnya walaupun sudah
tingkat akhir.
10. Sahabat-sahabat SKPM 44, serta teman-teman di luar Departemen SKPM
lainnya (al-iffah) yang telah memberikan pengalaman baru dan semangat
kepada penulis.
11. Segala pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Desember 2011
Sri Lindawati
NIM. I34070054

xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………………….. xv
DAFTAR GAMBAR………………………………………..... xvi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………. xvii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………..... 4
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………... 6
1.4 Kegunaan Penelitian……………………………………………….. 6
BAB II PENDEKATAN TEORITIS……………………….. 8
2.1 Tinjauan Pustaka…………………………………..………………. 8
2.1.1 Konteks dan Ruang Lingkup Kebijakan Publik…………........ 8
2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik……………..………………... 9
2.1.3 Kemiskinan Rumah Tangga………………………………….. 11
2.1.4 Program Penanggulangan Masalah Kemiskinan……….…….. 14
2.1.5 Program Keluarga Harapan sebagai Program Penanggulang
Kemiskinan…………………………………………………… 15
2.1.5.1 Latar Belakang Program Keluarga Harapan………..... 15
2.1.5.2 Fokus Program Keluarga Harapan…………………... 17
2.1.5.3 Stakeholders Program Keluarga Harapan…………..... 19
2.1.6 Kualitas Sumberdaya Manusia: Kesehatan dan Pendidikan…. 19
2.2 Kerangka Pemikiran……………………………………………….. 21
2.3 Hipotesis Penelitian………………………………………………... 24
2.4 Definisi Operasional……………………………………………….. 24
BAB III PENDEKATAN LAPANG……………………….. 30
3.1 Lokasi dan Waktu………………………………………………… 30
3.2 Pendekatan Penelitian…………………………………………….. 30
3.3 Teknik Pemilihan Informan dan Responden…………………....... 31
3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data……………………….. 31
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data……………………………. 33
BAB IV GAMBARAN UMUM…………………………….. 35
4.1 Kondisi Geografis………………………………………………… 35

xiii
4.2 Kondisi Ekonomi…………………………………………………. 36
4.3 Kondisi Sosial………………………………………..…................ 38
BAB V HASIL PROGRAM KELUARGA HARAPAN
5.1 Proses Pemilihan RTSM Penerima PKH…………………………… 42
5.1.1 Program Keluarga Harapan sebagai Kebijakan Publik……….. 42
5.1.2 Keterlibatan Aktor dalam Pemilihan RTSM Penerima PKH…. 43
5.1.2.1 Pendamping PKH Desa Tegal Kecamatan Kemang…. 44
5.1.2.2 Badan Pusat Statistika Kabupaten Bogor…………….. 47
5.1.2.3 Dinas Sosial Kabupaten Bogor………………………. 49
5.1.2.4 UPPKH Kabupaten Bogor…………………………… 50
5.1.2.5 Hubungan antara Aktor………………………………. 51
5.1.3 Keterlibatan Pemerintah Desa dalam Pelaksanaan Program
Keluarga Harapan…………………………………………….. 52
5.1.4 Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan………… 54
5.1.5 Klasifikasi RTSM Penerima PKH……………………………. 57
5.2 Alokasi Dana PKH………………………………………………….. 63
5.2.1 Program Keluarga Harapan sebagai Program Penanggulangan
Kemiskinan…………………………………………………… 63
5.2.2 Pengunaan Dana PKH oleh RTSM…………………………… 64
BAB VI UPAYA IBU MENINGKATKAN KUALITAS
KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA 66
6.1 Penguatan Kapasitas Rumah Tangga Penerima PKH………………. 66
6.2 Hubungan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas
Kesehatan Keluarga………………………………………………… 68
6.2.1 Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan
Kualitas Kesehatan Keluarga…………………………………. 69
6.2.2 Hubungan Partisipasi Pendampingan PKH dengan Upaya Ibu
Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga…………………. 70
6.3 Hubungan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas
Kesehatan Keluarga………………………………………………… 71
6.3.1 Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan
Kualitas Pendidikan Keluarga………………………………… 72
6.3.2 Hubungan Partisipasi Pendampingan PKH dengan Upaya Ibu
Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga………………… 73
BAB VII PENUTUP………………………………………… 76
7.1 Kesimpulan………………………………………………………. 76
7.2 Saran……………………………………………………………... 77

xiv
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 78
LAMPIRAN………………………………………………………….. 81

xv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel 1 Karakteristik Rumah Tangga Miskin menurut BPS, Tahun
2011…………………………………………………………. 14
Tabel 2 Jumlah Bantuan per RTSM per Tahun (Rp) menurut
Pedoman Umum PKH, Tahun 2008……………………….. 18
Tabel 3 Jumlah dan Persentase Luas Wilayah menurut Penggunaan
Lahan di Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011……. 36
Tabel 4 Jumlah dan Persentase Kondisi Ekonomi menurut Pekerjaan
Penduduk Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011…… 37
Tabel 5 Distribusi Penduduk menurut Usia dan Jenis Kelamin di
Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011.......................... 39
Tabel 6 Tugas Pendamping PKH........................................................... 44
Tabel 7 Jumlah Rumah Tangga Layak PPLS 2008 Kabupaten Bogor
Provinsi Jawa Barat…………………………………………. 59
Tabel 8 Klasifikasi RTSM Penerima PKH di Desa Tegal, Tahun
2011…………………………………………………………. 61
Tabel 9 Alokasi Dana PKH di Desa Tegal, Tahun 2011…………….. 65
Tabel 10 Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Dana
PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan
Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011…………. 69
Tabel 11 Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan
Partisipasi Pendampingan dengan Upaya Ibu Meningkatkan
Kualitas Kesehatan Keluarga menurut Analisis Spearman,
Tahun 2011…………………………………………………...
70
Tabel 12 Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Dana
PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011…………. 72
Tabel 13 Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan
Partisipasi Pendampingan dengan Upaya Ibu Meningkatkan
Kualitas Pendidikan Keluarga menurut Analisis Spearman,
Tahun 2011…………………………………………………...
73

1
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 1 Model Implementasi Kebijakan menurut Grindle (1980)
dalam Dwijowijoto (2003)……..…………………………… 10
Gambar 2 Skema Penanggulangan Kemiskinan menurut Wynandin
Imawan (2008) dalam Hasbi (2008)………………………. 15
Gambar 3 Kerangka Berpikir Analisis Implementasi Kebijakan
Program Keluarga Harapan terhadap Peningkatkan Kualitas
Kesehatan dan Pendidikan Keluarga ………………………..
23
Gambar 4 Kondisi Ekonomi menurut Klasifikasi Rumah Tangga Desa
Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011………................... 38
Gambar 5 Distribusi Penduduk menurut Agama yang dianut Penduduk
Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011……….……. 38
Gambar 6 Kondisi Fasilitas menurut Jumlah Sarana Kesehatan di Desa
Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011…………………. 40
Gambar 7 Kondisi Fasilitas menurut Jumlah Sarana Pendidikan di Desa
Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011…............................. 40
Gambar 8 Struktur Organisasi PKH menurut Kementerian Sosial RI,
Tahun 2008…………………………………………………. 43
Gambar 9 Struktur Kepengurusan UPPKH Kabupaten Bogor, Tahun
2011…………………………………………………………. 51
Gambar 10 Klasifikasi RTSM Penerima PKH di Desa Tegal, Tahun
2011…………………………………………………………. 62
Gambar 11 Alokasi Dana PKH di Desa Tegal, Tahun 2011…………….. 65

1
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Lampiran 1 Denah Lokasi Penelitian……………………………… 82
Lampiran 2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian………………………... 83
Lampiran 3 Kerangka Sampling Penelitian………………………... 84
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian………………………………….. 92
Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian………………………………. 97

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang atau rumah tangga
mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuah dasar, sementara lingkungan
pendukungnya kurang memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan
secara berkesinambungan atau keluar dari kerentanan (Cahyat dkk, 2007). Data
Badan Pusat Statistik tahun 2011 menyatakan bahwa di daerah Jawa Barat
terdapat 4.773.700 penduduk miskin. Hal ini menunjukan bahwa permasalahan
kemiskinan masih menjadi permasalahan klasik bangsa Indonesia. Secara umum
kemiskinan jika dilihat dari penyebabnya dapat dikategorikan menjadi kemiskinan
struktural dan kultural. Kemiskinan kultural terjadi diakibatkan ketidakmampuan
memanfaatkan potensi diri, menyiakan sumberdaya yang ada, dan menjauhkan
diri dari kegiatan kemasyarakatan serta budaya kemiskinan melalui garis
keturunan keluarga. Kemiskinan struktural sebagai akibat faktor eksternal yang
memberikan tekanan hebat yang membuat seseorang atau kelompok menjadi tidak
berdaya, misalnya akibat sistem dan struktur sosial dalam masyarakat (Susanto,
2006).
Disadari bahwa salah satu aspek penting untuk mendukung strategi
penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan
tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi
instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatiannya.
Salah satu konsep perhitungan kemiskinan yang banyak diaplikasikan di negara
termasuk Indonesia adalah konsep kebutuhan dasar yang dilakukan oleh BPS.
BPS melakukan pendataan rumah tangga miskin dengan menggunakan 14
variabel kemiskinan dimana variabel ini memiliki hubungan sangat erat dengan
kemampuan memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan dasar non makanan
(basic needs approach). Untuk mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia, BPS
selama ini menggunakan dua cara. Pertama, untuk mengestimasi jumlah dan
persentase penduduk miskin BPS menggunakan Data Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) dengan menggunakan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan

2
dasar. Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang mempunya rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Data kemiskinan
yang bersifat makro ini hanya menunjukkan jumlah agregat dan pesentase
penduduk miskin, tetapi tidak menunjukan siapa si miskin dan dimana alamat
mereka sehingga kurang operasional di lapangan. Meskipun demikian, data ini
sangat bermanfaat untuk mengevaluasi penambahan/pengurangan jumlah
penduduk miskin dari waktu ke waktu. Selain itu, banyak informasi penting
lainnya yang bisa digali dan sangat bermanfaat untuk program pengentasan
kemiskinan. Kedua, dengan melakukan Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk
(PSE) tahun 2005 yang kemudian digunakan untuk menentukan SDM penerima
BLT yang memuat informasi nama kepala rumah tangga yang berhak menerima
bantuan dan lokasi tempat tinggalnya (Suhariyanto, 2006)
Upaya pengentasan kemiskinan biasanya ditunjukan kepada sasaran
penduduk miskin tanpa mengambil sasaran keluarganya secara utuh, padahal
keluarga justru memiliki anak yang mungkin saja sekolah atau tidak sekolah
dikarenakan kekurangan dana sehingga munculah program dan kegiatan untuk
pengentasan kemiskinan yang ditunjukan langsung kepada rumah tangga dan
penduduk miskin melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagai
sumberdaya utama pembangunan. Menurut UNDP (1995) untuk menjamin
tercapainya pembangunan manusia terdapat empat pokok yang perlu diperhatikan,
yaitu produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan. Kondisi ini
ternyata belum sepenuhnya dimiliki oleh bangsa Indonesia, misalnya masih terjadi
permasalahan kemiskinan yang berkaitan erat dengan dunia kesehatan dan
pendidikan yang tercermin melalui lingkaran perangkap kemiskinan. Rendahnya
penghasilan keluarga menyebabkan keluarga tersebut sulit memenuhi kebutuhan
kesehatan dan pendidikan bahkan tingkat minimum sekalipun (Depsos, 2008).
Guna meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, pemerintah akhirnya
mengeluarkan beberapa kebijakan publik dan program yang bertujuan
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui kesehatan dan pendidikan.
Dalam mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah
yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program- program
atau melalui formulasi kebijakan turunan dari kebijakan publik tersebut.

3
Kebijakan publik yang terbaik adalah kebijakan publik yang mendorong semua
warga masyarakat untuk membangun daya saingnya masing-masing, bukan
semakin menjerumuskan pada pola ketergantungan, dimana pada prinsipnya ada
“empat tepat” yang harus dipenuhi dalam keefektifan implementasi kebijakan atau
program, yaitu tepat secara kebijakan, tepat secara pelaksanaan, tepat target, dan
tepat lingkungan (Dwijowijoto, 2003).
Menjawab permasalahan kemiskinan melalui peningkatan kualitas
sumberdaya manusia khususnya dalam hal kesehatan dan pendidikan, hadirlah
Program Keluarga Harapan (PKH) yang merupakan salah satu program
penanggulangan kemiskinan yang berada pada kategori I berupa Program Bantuan
dan Perlindungan Sosial karena program ini langsung menyentuh Rumah Tangga
Sangat Miskin (RTSM) yang berada di pedesaan dan perkotaan khususnya
melalui peningkatan kualitas RTSM dalam bidang kesehatan dan pendidikan
khususnya ibu yang menjadi sasaran penerima program ini.
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah suatu program yang
memberikan bantuan tunai kepada RTSM jika mereka memenuhi persyaratan
yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas SDM yaitu kesehatan dan
pendidikan. Tujuan utama PKH adalah membantu mengurangi kemiskinan
dengan cara meningkatkan kualitas SDM pada RTSM sebagai penerimanya.
Sasaran penerima PKH adalah RTSM yang memiliki anggota keluarga yang
terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi
terpilih. Penerima bantuan PKH adalah ibu atau wanita yang mengurus anak pada
rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada ibu maka nenek, tante/ bibi, atau
kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan). Program ini juga merupakan
program kolaborasi dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen
Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen
Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik
(Depsos, 2008).
Data Badan Pusat Statistik tahun 2006 melalui hasil Pendataan Program
Perlindungan Sosial (PPLS) BPS tahun 2006 jumlah rumah tangga miskin di
Kabupaten Bogor sebanyak 1.105.156 jiwa sedangkan hasil pendataan rumah
tangga miskin tahun 2008 jumlahnya sebanyak 256.782 rumah tangga. Jumlah

4
tertinggi di Jawa Barat dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Data ini ditambah
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yang mencatat sepajang 2010 jumlah
penderita gizi buruk yang ditangani sebanyak 143 kasus, SDM yang masih rendah
karena pendidikan minim, ekonomi lemah sehingga berdampak perilaku hidup
sehat yang kurang terjaga.
Kondisi ini mendorong berbagai upaya pemerintah untuk memberikan
berbagai macam kebijakan dan program penanganan kemiskinan, salah satu yang
tercatat adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Berdasarkan Data Unit
Pelaksana PKH (UPPKH) Pusat mencatat Kabupaten Bogor berada di peringkat
22 dari 80 kota dan kabupaten seluruh Indonesia. Saat verifikasi Juni 2010,
Kabupaten Bogor mendapat persentase rata-rata 94.73% sehingga berada di
peringkat 22 namun hasil tersebut dinilai cukup baik 1.
1.2 Rumusan Masalah
Persoalan kemiskinan bukan merupakan gejala baru yang terjadi di
Indonesia, melainkan sudah lama menghinggapi masyarakat khususnya di Pulau
Jawa. Dalam buku tentang sejarah ekonomi sosial Indonesia, Prof. Burger
menggambarkan bahwa lebih dari 100 tahun yang lalu pemerintah Belanda mulai
meresahkan kemiskinan yang terjadi di Pulau Jawa akibat penambahan jumlah
penduduk dan sistem tanam paksa (Soedjatmoko, 1983). Disamping itu, masalah
kemiskinan bukan hanya berkaitan dengan masalah material namun juga non
material, yang menyangkut kesempatan memperoleh pendidikan, kesehatan,
transportasi, pekerjaan, dan lainnya (Susanto, 2006). Hal ini menunjukan bahwa
pengentasan masalah kemiskinan diperlukan adanya keterlibatan beberapa pihak
yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Menurut Dian Mulyadianta, Ketua UPPKH Kabupaten Bogor tahun 2010,
sejak 2007 hingga triwulan kedua 2010, bantuan bersyarat PKH berjumlah Rp
69.467.969.000,00 untuk 14.930 RTSM yang tersebar di 16 kecamatan di 155
desa. Adapun 16 kecamatan yang warga ikut program pemerintah pusat ini
adalah Cariu, Megamendung, Ciawi, Ciomas, Dramaga, Ciampea, Gunung
1 Radar Bogor Edisi 22 September 2010. Kabupaten Bogor Peringkat 22. http:// www.radar-
bogor.co.id [diunduh 3 Maret 2011].

5
Sindur, Ciseeng, Cigombong, Tenjolaya, Leuwisadeng, Kemang, Ranca Bungur,
Bojong Gede, Tajur Halang dan Cibinong2. Adanya program PKH yang
digulirkan kepada rumah tangga miskin di daerah Kabupaten Bogor akan
berdampak pada kehidupan masyarakat itu sendiri.
Sebagai penerima PKH, setiap RTSM pastilah memiliki karakteristik yang
berbeda-beda, walaupun BPS telah memilih berdasarkan 14 indikator kemiskinan.
Namun yang terjadi di lapangan adalah bahwa melalui 14 indikator yang
digunakan dalam pemilihan RTSM penerima PKH belum mampu
menggambarkan kebutuhan masing-masing RTSM. Temuan yang didapatkan
adalah pada kelompok RTSM penerima memiliki perbedaan terkait aset atau
kondisi rumah tangganya. Misalnya ada diantara mereka yang kepemilikan
asetnya tinggi namun juga ada yang sedikit atau ada yang kondisi rumahnya baik
dengan lantai keramik dan dinding tembok namun ada pula yang berdinding bilik,
sehingga dirasakan perlu untuk mengklasifikasikan dimana posisi RTSM itu
berdasarkan kategori yang lebih bervariasi, sederhana namun mampu melihat
dimana posisi RTSM berada. Hal ini juga ditunjang dengan kondisi bahwa ada
beberapa rumah tangga yang tidak masuk dalam penerima PKH namun secara
kondisi fisik rumah lebih membutuhkan dibandingkan penerima PKH yang
terdaftar sehingga dikhawatirkan terjadi ketidaktepatan sasaran.
Disamping itu, jika melihat struktur organisasi PKH, banyak melibatkan
beberapa aktor tingkat pusat hingga kecamatan, mulai dari Departemen Sosial, PT
Pos, UPPKH, dan pendamping. Namun kelemahannya adalah tidak tercantum
peran pemerintah desa dalam struktur tersebut, padahal menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005, pemerintah desa adalah
penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan badan
permusyawarahan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan
kata lain, pemerintah desa memiliki peran strategis dalam menentukan RTSM
2 Barus Petrus. 2010. 3 dari 100 Warga Kabupaten Bogor Hidup Sangat. http://www.bogor-
kita.com/pemerintahan/layanan-publik/774-3-dari-100-warga-kabupaten-bogor-hidup-sangat-
miskin.html [diunduh 3 Maret 2011].

6
penerima PKH dikarenakan pemerintah desa merupakan institusi yang
mengetahui asal usul dan kondisi masyarakatnya. Selain itu, pemerintah desa juga
berperan dalam proses pelaksanaan dan pengawasan program. Berdasarkan hal
tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanan proses pemilihan Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM)
penerima PKH dan sejauhmana keterlibatan pemerintah desa dalam pemilihan
RTSM tersebut?
2. Bagaimana bentuk alokasi dana oleh Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM)
penerima PKH?
3. Bagaimana upaya ibu penerima PKH meningkatkan kualitas kesehatan dan
pendidikan keluarga?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis proses pemilihan Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM)
penerima PKH dan mengetahui keterlibatan pemerintah desa dalam pemilihan
RTSM tersebut.
2. Mengetahui alokasi penggunaan dana oleh Rumah Tangga Sangat Miskin
(RTSM) penerima PKH
3. Mengetahui upaya ibu penerima PKH meningkatkan kualitas kesehatan dan
pendidikan keluarga.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, khususnya bagi:
1. Peneliti dapat memperoleh pengalaman dalam menerapkan berbagai konsep
dan teori berkenaan dengan konsep kebijakan publik, kemiskinan, kapasitas
dan kualitas sumberdaya manusia (ibu).
2. Pemerintah dapat memperoleh evaluasi, rekomendasi, acuan, dan arahan terkait
implementasi dan hasil dari kebijakan penanganan kemiskinan, khususnya
Program Keluarga Harapan (PKH).
3. Kalangan akademis dapat memberikan kontribusi dan acuan dalam studi-studi
implementasi kebijakan atau program pemerintah khususnya dalam menangani
masalah kemiskinan.

7

8
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
3.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Konteks dan Ruang Lingkup Kebijakan Publik
Menurut Thomas R Dye (1976) dalam Wahab (2008), kebijakan publik
adalah segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan,
dan hasil yang membuat kehidupan bersama tampil berbeda. Ia juga
berpandangan bahwa semua definisi kebijakan pada akhirnya bermuara pada hal
yang sama, yaitu pendeskripsian dan penjelasan mengenai sebab-sebab dan
akibat-akibat tindakan pemerintah. Definisi lainnya dinyatakan oleh Carl I
Fredrick (1968) dalam Dwijowijoto (2003), kebijakan publik sebagai serangkaian
tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu dengan ancaman dan peluang yang ada, kebijakan yang
diusulkan tersebut ditunjukkan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi
hambatan yang ada dalam mencapai tujuan.
Adapun Young dan Quinn (2002) dalam Suharto (2005), memahami
kebijakan publik dengan dilihat konsep kunci sebagai berikut:
a. Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakan yang
dibuat dan diimplementasikan oleh pemerintah yang memiliki kewenangan
hukum, politis, finansial untuk melakukannya.
b. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijakan publik
berupaya merespon masalah atau kebutuhan konkret yang berkembang di
masyarakat.
c. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik
biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa
pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi
kepentingan orang banyak.
d. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan
publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan
masalah sosial namun kebijakan publik juga dirumuskan berdasarkan

9
keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat terselesaikan oleh kerangka
kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu.
e. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seseorang atau beberapa orang aktor yang
berisi sebuah justifikasi terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang
telah dirumuskan.
2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik
Kebijakan publik yang terbaik adalah kebijakan publik yang mendorong
semua warga masyarakat untuk membangun daya saingnya masing-masing, bukan
semakin menjerumuskan pada pola ketergantungan. Implementasi kebijakan pada
prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan. Dalam
mengimplementasikan kebijakan publik maka ada dua pilihan langkah yang ada,
yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program- program atau
melalui formulasi kebijakan turunan dari kebijakan publik tersebut (Dwijowijoto,
2003). Dengan demikian, kebijakan publik yang umumnya masih abstrak berupa
pernyataan-pernyataan umum berisikan tujuan, sasaran, dan berbagai macam
sarana akan lebih diterjemahkan dalam program-program yang lebih operasional
yang dimaksudkan mewujudkan tujuan ataupun sasaran dalam kebijakan tersebut
(Wahab, 2008).
Pada prinsipnya ada “empat tepat” yang harus dipenuhi dalam keefektifan
implementasi kebijakan atau program, yaitu tepat secara kebijakan, tepat secara
pelaksanaan, tepat target, dan tepat lingkungan. Tepat kebijakan dapat ditinjau
dari apakah kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal untuk memecahkan
masalah, apakah kebijakan sudah dirumuskan sesuai karakter masalah yang akan
dipecahkan, dan dibuat oleh lembaga yang mempunyai wewenang terhadap
masalah yang akan dipecahkan. Tepat pelaksana maksudnya aktor yang terlibat
tidaklah hanya pemerintah melainkan kerjasama antara masyarakat dan swasta.
Definisi ketepatan target bukan hanya sekedar tepat secara sasaran namun yang
hendak dijelaskan adalah apakah target sesuai dengan yang direncanakan dan
tidak tumpang tindih dengan kebijakan lain. Kedua, kesiapan target secara fisik
dan psikologis, dan apakah kebijakan ini bersifat baru atau memperbaharui
kebijakan sebelumnya. Tepat lingkungan adalah ada dua lingkungan yang paling

10
menentukan, yaitu lingkungan kebijakan dan lingkungan eksternal kebijakan.
Lingkungan kebijakan adalah interaksi diantara lembaga perumus kebijakan dan
pelaksana dengan lembaga lain yang terkait (Dwijowijoto, 2003).
Menurut Grindle (1980) dalam (Dwijowijoto, 2003) kebijakan
menyangkut banyak kepentingan yang saling berbeda lebih sulit
diimplementasikan sehingga konten kebijakan harus diperhatikan dalam
merumuskan suatu kebijakan, dan konteks kebijakan mempengaruhi proses
implementasinya.
.
Gambar 1. Model Implementasi Kebijakan menurut Grindle (1980) dalam
Dwijowijoto (2003)
Yang dimaksud dengan konten bahwa kebijakan yang akan diambil
menurut Grindel (1980) dalam (Dwijowijoto, 2003) dipengaruhi oleh:
a. Kepentingan yang dipengaruhi, bahwa setiap kebijakan yang akan diambil akan
mempertimbangkan dampak terhadap aktivitas politik yang distimulasi oleh
proses pengambilan keputusan.
b. Tipe manfaat, bahwa program yang memberikan manfaat secara kolektif akan
mendapatkan dukungan dalam implementasi dan sebaliknya.
c. Derajat perubahan yang diharapkan, bahwa program yang ditetapkan yang
mengharapkan akan adanya sedikit perubahan perilaku di masyarakat akan

11
mudah untuk diimplementasikan tetapi untuk pogram yang mengharapkan
adanya perubahan yang mendasar di masyarakat dalam jangka panjang akan
sulit untuk diimplementasikan.
d. Letak pengambilan keputusan, bahwa setiap keputusan akan
mempertimbangkan dimana keputusan tersebut akan diambil.
e. Pelaksana program, bahwa keputusan yang dibuat dalam tahapan formulasi
kebijakan akan mengindikasikan siapa yang akan ditugaskan untuk
melaksanakan berbagai macam program, dan keputusan itu juga akan
mempengaruhi bagaimana kebijakan tersebut dicapai.
f. Sumberdaya yang dilibatkan, bahwa setiap keputusan yang diambil akan
berakibat pada pemenuhan sumberdaya yang dibutuhkan untuk
mengimplementasikan program yang telah ditetapkan.
Yang dimaksud dengan konteks adalah bahwa pelaksanaan implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh:
a. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat, bahwa mereka yang
akan mengimplementasikan program mungkin akan mencakup partisipan
tingkat pemerintahan pusat, dan pemerintah daerah, baik kalangan birokrat,
pengusaha, maupun masyarakat umum.
b. Karakteristik lembaga dan penguasa, bahwa apa yang diimplementasikan
mungkin merupakan hasil dari perhitungan politik kepentingan dan persaingan
antar kelompok untuk mendapatkan sumberdaya yang terbatas.
c. Ketaatan dan daya tanggap, bahwa dalam upayanya untuk mencapai tujuan,
birokrat berhadapan dengan dua masalah yang timbul dari interaksi antara
lingkungan program dan administrasi program.
2.1.3 Kemiskinan Rumah Tangga
Kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang atau rumah tangga
mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuah dasar, sementara lingkungan
pendukungnya kurang memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan
secata berkesinambungan atau keluar dari kerentanan (Cahyat dkk, 2007).
Kebutuhan dasar yang tidak dapat dipenuhi tersebut meliputi kebutuhan yang
sangat penting guna kelangsungan hidup manusia, misalnya kebutuhan konsumsi

12
individu (makan, perumahan, dan pakaian) maupun keperluan pelayanan sosial
(air minum, sanitasi, kesehatan, dan pendidikan)3.
Secara umum kemiskinan jika dilihat dari penyebabnya dapat
dikategorikan menjadi kemiskinan kultural dan struktural. Kemiskinan kultural
terjadi diakibatkan ketidakmampuan memanfaatkan potensi diri, menyiakan
sumberdaya yang ada, dan menjauhkan diri dari kegiatan kemasyarakatan serta
budaya kemiskinan melalui garis keturunan keluarga. Kemiskinan struktural
sebagai akibat faktor eksternal yang memberikan tekanan hebat yang membuat
seseorang atau kelompok menjadi tidak berdaya, misalnya akibat sistem dan
struktur sosial dalam masyarakat (Susanto, 2006).
Menurut Gunawan (2008) pengertian kemiskinan dalam arti yang lebih
luas adalah suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga,
maupun kelompok, sehingga menyebabkan kondisi ini rentan terhadap timbulnya
permasalahan sosial lain. Setidaknya terdapat tiga bentuk potensi yang dapat
diamati dalam rangka memahami potensi keluarga miskin, yaitu kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan dasar, kemampuan dalam peranan sosial.
Disadari bahwa salah satu aspek penting untuk mendukung strategi
penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan
tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi
instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatiannya.
Salah satu konsep perhitungan kemiskinan yang banyak diaplikasikan di negara
termasuk Indonesia adalah konsep kebutuhan dasar yang dilakukan oleh BPS.
Untuk mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia, BPS selama ini menggunakan
dua cara. Pertama, untuk mengestimasi jumlah dan persentase penduduk miskin
BPS menggunakan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dengan
menggunakan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Penduduk miskin
didefinisikan sebagai penduduk yang mempunya rata-rata pengeluaran per kapita
per bulan di bawah garis kemiskinan. Data kemiskinan yang bersifat makro ini
hanya menunjukkan jumlah agregat dan pesentase penduduk miskin, tetapi tidak
menunjukan siapa si miskin dan dimana alamat mereka sehingga kurang
3 Butar-Butar Dinar. 2008. Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan
di Pedesaan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17954/1/wah-agu2008-
4%20%282%29.pdf [diunduh 4 November 2011].

13
operasional di lapangan. Meskipun demikian, data ini sangat bermanfaat untuk
mengevaluasi penambahan/pengurangan jumlah penduduk miskin dari waktu ke
waktu. Selain itu, banyak informasi penting lainnya yang bisa digali dan sangat
bermanfaat untuk program pengentasan kemiskinan. Kedua, dengan melakukan
Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk (PSE) tahun 2005 yang kemudian
digunakan untuk menentukan SDM penerima BLT yang memuat informasi nama
kepala rumah tangga yang berhak menerima bantuan dan lokasi tempat tinggalnya
(Suhariyanto, 2006).
Dalam menentukan rumah tangga penerima PKH, BPS juga menggunakan
data PSE 2005 yang menjadi bahan pendataan berikutnya yaitu Survei Pelayanan
Dasar Kesehatan dan Pendidikan (SPDKP) pada tahun 2007 yang merupakan data
awal PKH yang disesuaikan dengan kriteria penerima PKH, , yaitu ibu hamil, ibu
balita, dan ibu dengan anak usia SD dan SMP hingga munculah data yang disebut
SPDKP untuk kepentingan PKH. Dalam pengukuran itu, BPS melakukan
pendataan rumah tangga miskin dengan menggunakan 14 variabel kemiskinan
dimana varibel ini memiliki hubungan sangat erat dengan kemampuan memenuhi
kebutuhan kalori dan kebutuhan dasar non makanan (basic needs approach).

14
Tabel 1. Karakteristik Rumah Tangga Miskin menurut BPS, Tahun 2011
No Variabel Kemiskinan Karakteristik Kemiskinan
1 Luas lantai bangunan tempat tinggal Kurang dari 8 meter persegi per orang
2 Jenis lantai bangunan tempat tinggal Tanah/bambu/ kayu murahan
3 Jenis dinding bangunan tempat tinggal Bambu/ rumbai/ kayu kualitas rendah/
tembok tanpa plester
4 Fasilitas tempat buang air besar Tidak ada, menumpang rumah lain
5 Sumber penerangan rumah tangga Bukan listrik
6 Sumber air minum Sumur, mata air tak terlindungi/ sungai/
air hujan
7 Bahan bakar untuk memasak Kayu bakar/arang/ minyak tanah
8 Konsumsi daging/ayam/susu/ per
minggu Satu kali atau dua kali seminggu
9 Pembelian pakaian baru setiap anggota
rumah tangga setiap tahun Tidak pernah membeli/ satu stel
10 Frekuensi makan dalam sehari Satu kali atau dua kali sehari
11 Kemampuan membayar untuk berobat
ke puskesmas atau dokter Tidak mampu membayar
12 Lapangan pekerjaan utama kepala
rumah tangga
Petani dengan luas lahan kurang dari 0.5
Ha/ buruh tani/ buruh bangunan/
pekerjaan lainnya dengan pendapatan
rumah tangga di bawah Rp 600.000,00
perbulan
13 Pendidikan tertinggi kepala rumah
tangga
Tidak sekolah/ tidak tamapt SD/ hanya
tamatan SD
14 Pemilikan asset/ harta bergerak
maupun tidak bergerak
Tidak punya tabungan/barang. Rp
500.000,00 seperti sepeda motor, emas,
perhiasan, dan modal lainnya *Sumber : BPS Tahun 2005
2.1.4 Program Penanggulangan Masalah Kemiskinan
Kemiskinan merupakan permasalahan yang harus segera tuntas karena
keadaan kemiskinan membuat masyarakat menjadi lemah dan tidak bermartabat.
Pemerintah baik pusat maupun daerah telah berupaya dalam melaksanakan
berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan belum menampakan hasil
yang optimal. Masih terjadi kesenjangan antara rencana dengan pencapaian tujuan
karena kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan lebih berorientasi
pada program sektoral (Purwanti, tanpa tahun).
Menurut Wynandin Imawan (2008) dalam Hasbi (2008) Program
Penanganan Masalah Kemiskinan terbagi menjadi tiga kategori. Kategori I yaitu
Program Bantuan dan Perlindungan Sosial. Termasuk dalam kategori I adalah
Program Beras Miskin (Raskin), Program Keluarga Harapan (PKH), Program

15
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan Program Beasiswa. Kategori II
yaitu Program Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Termasuk dalam kategori II
ini adalah PNPM Pedesaan (PPK), PNPM Perkotaan (P2KP), PNPM Infrastruktur
Pedesaan (PPIP), PNPM Kelautan (PEMP), dan PNPM Agribisnis (PUAP).
Pelaksanaan kategori III yaitu Program Pemberdayaan Usaha Menengah Kecil
(UMK), termasuk di dalamnya Program Kredit UMKM, dan Program Kredit
Usaha Rakyat (KUR) yang dijelaskan dalam gambar berikut ini:
Gambar 2. Skema Penanggulangan Kemiskinan menurut Wynandin Imawan
(2008) dalam Hasbi (2008)
2.1.5 Program Keluarga Harapan sebagai Program Penanggulangan
Kemiskinan
2.1.5.1 Latar Belakang Program Keluarga Harapan
Program Keluarga Harapan mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun
2007 dan diharapkan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, setidaknya
hingga tahun 2015. Tahun 2007 merupakan tahap awal pengembangan program
atau tahap uji coba. Tujuan uji coba adalah untuk menguji berbagai instrumen
yang diperlukan dalam pelaksanaan PKH, seperti antara lain metode penentuan
sasaran, verifikasi persyaratan, mekanisme pembayaran, dan pengaduan
masyarakat.

16
Pada tahun 2007 ini akan dilakukan uji coba di 7 provinsi dengan jumlah
sasaran program sebanyak 500.000 RTSM. Ketujuh provinsi tersebut adalah
Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara,
Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. Apabila tahap uji coba ini berhasil, maka
PKH akan dilaksanakan setidaknya sampai dengan tahun 2015. Hal ini sejalan
dengan komitmen pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), mengingat
sebagian indikatornya juga diupayakan melalui PKH. Selama periode tersebut,
target peserta secara bertahap akan ditingkatkan hingga mencakup seluruh RTSM
dengan anak usia pendidikan dasar dan ibu hamil/nifas.
Kedudukan PKH merupakan bagian dari program-program
penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH berada di bawah koordinasi Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), baik di pusat maupun di
daerah. Oleh sebab itu akan segera dibentuk Tim Pengendali PKH dalam TKPK
agar terjadi koordinasi dan sinergi yang baik. PKH merupakan program lintas
kementerian dan lembaga, karena aktor utamanya adalah dari Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen
Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan
lnformatika, dan Badan Pusat Statistik. Guna menyukseskan program tersebut,
maka dibantu oleh Tim Tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank.
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah suatu program yang
memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM), jika
mereka memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas
sumberdaya manusia, yaitu pendidikan dan kesehatan. Tujuan utama dari PKH
adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus
sebagai upaya mempercepat pencapaian target MDGs.
a. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM.
b. Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM.
c. Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di
bawah 6 tahun dari RTSM.
d. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan,
khususnya bagi RTSM.

17
Tujuan utama PKH adalah membantu mengurangi kemiskinan dengan cara
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pada kelompok masyarakat sangat
miskin. Dalam jangka pendek, bantuan ini membantu mengurangi beban
pengeluaran RTSM, sedangkan untuk jangka panjang dengan mensyaratkan
keluarga penerima untuk menyekolahkan anaknya, melakukan imunisasi balita,
memeriksakan kandungan bagi ibu hamil, dan perbaikan gizi, diharapkan akan
memutus rantai kemiskinan antargenerasi.
Sasaran atau penerima bantuan PKH adalah Rumah Tangga Sangat Miskin
(RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun
dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Penerima bantuan adalah
ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang
bersangkutan (jika tidak ada ibu maka: nenek, tante/ bibi, atau kakak perempuan
dapat menjadi penerima bantuan). Jadi, pada kartu kepesertaan PKH pun akan
tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumah tangga
sehingga orang yang harus dan berhak mengambil pembayaran adalah orang yang
namanya tercantum di Kartu PKH.
Calon Penerima terpilih harus menandatangani persetujuan bahwa selama
mereka menerima bantuan, mereka akan: (1) Menyekolahkan anak 7-15 tahun
serta anak usia 16-18 tahun namun belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib
belajar; (2) Membawa anak usia 0-6 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan
prosedur kesehatan PKH bagi anak; dan (3) Untuk ibu hamil, harus memeriksakan
kesehatan diri dan janinnya ke fasilitats kesehatan sesuai dengan prosedur
kesehatan PKH bagi ibu hamil
2.1.5.2 Fokus Program Keluarga Harapan
Dalam pengertian PKH jelas disebutkan bahwa komponen yang menjadi
fokus utama adalah bidang kesehatan dan pendidikan. Tujuan utama PKH dalam
hal kesehatan adalah meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Indonesia,
khususnya bagi kelompok masyarakat sangat miskin, melalui pemberian insentif
untuk melakukan kunjungan kesehatan yang bersifat preventif (pencegahan, dan
bukan pengobatan). Seluruh peserta PKH merupakan penerima jasa kesehatan
gratis yang disediakan oleh program Askeskin dan program lain yang

18
diperuntukkan bagi orang tidak mampu sehingga kartu PKH bisa digunakan
sebagai alat identitas untuk memperoleh pelayanan tersebut.
Komponen pendidikan dalam PKH dikembangkan untuk meningkatkan
angka partisipasi pendidikan dasar wajib 9 tahun serta upaya mengurangi angka
pekerja anak pada keluarga yang sangat miskin. Anak penerima PKH yang
berusia 7-18 tahun dan belum menyelesaikan program pendidikan dasar 9 tahun
harus mendaftarkan diri di sekolah formal atau non formal serta hadir sekurang-
kurangnya 85% waktu tatap muka. Setiap anak peserta PKH berhak menerima
bantuan selain PKH, baik itu program nasional maupun lokal. Bantuan PKH
bukanlah pengganti program-program lainnya karenanya tidak cukup membantu
pengeluaran lainnya seperti seragam, buku dan sebagainya. PKH merupakan
bantuan agar orang tua dapat mengirim anak-anak ke sekolah.
Besaran bantuan tunai untuk peserta PKH bervariasi tergantung jumlah
anggota keluarga yang diperhitungkan dalam penerimaan bantuan, baik
komponen kesehatan maupun pendidikan. Besaran bantuan ini di kemudian hari
bisa berubah sesuai dengan kondisi keluarga saat itu atau bila peserta tidak dapat
memenuhi syarat yang ditentukan.
Tabel 2. Jumlah Bantuan per RTSM per Tahun (Rp) menurut Pedoman Umum
PKH, Tahun 2008
Skenario Bantuan Bantuan per RTSM per Tahun (Rp)
Bantuan tetap 200.000,00
Bantuan bagi RTSM yang memiliki
a. Anak usia di bawah 6 tahun 800.000,00
b. Ibu hamil/ menyusui 800.000,00
c. Anak usia SD/ MI 400.000,00
d. Anak usia SMP/ MTS 800.000,00
Rata-rata bantuan per RTSM 1.390.000,00
Bantuan minimum per RTSM 600.000,00
Bantuan maksimum per RTSM 2.200.000 *Sumber: Departemen Sosial RI Tahun 2008
Catatan:
Bantuan terkait kesehatan berlaku bagi RTSM dengan anak di bawah 6 tahun
dan/atau ibu hamil/nifas. Besar bantuan ini tidak dihitung berdasarkan jumlah
anak. Besar bantuan adalah 16% rata-rata pendapatan RTSM per tahun. Batas
minimum dan maksimum adalah antara 15-25% pendapatan rata-rata RTSM per
tahun.

19
2.1.5.3 Stakeholders Dalam Program Keluarga Harapan (PKH)
Program Keluarga Harapan dilaksanakan oleh UPPKH Pusat, UPPKH
Kabupaten/Kota dan Pendamping PKH. Masing-masing pelaksana memegang
peran penting dalam menjamin keberhasilan PKH. Mereka adalah:
a. UPPKH Pusat merupakan badan yang merancang dan mengelola persiapan dan
pelaksanaan program. UPPKH Pusat juga melakukan pengawasan
perkembangan yang terjadi di tingkat daerah serta menyediakan bantuan yang
dibutuhkan.
b. UPPKH Kabupaten/Kota melaksanakan program dan memastikan bahwa alur
informasi yang diterima dari kecamatan ke pusat dapat berjalan dengan baik
dan lancar. UPPKH Kabupaten/Kota juga berperan dalam mengelola dan
mengawasi kinerja pendamping serta memberi bantuan jika diperlukan.
c. Pendamping merupakan pihak kunci yang menjembatani penerima manfaat
dengan pihak lain yang terlibat di tingkat kecamatan maupun dengan program
di tingkat kabupaten/kota. Tugas pendamping termasuk didalamnya melakukan
sosialisasi, pengawasan dan mendampingi para penerima manfaat dalam
memenuhi komitmennya.
Dalam pelaksanaan PKH terdapat Tim Koordinasi yang membantu
kelancaran program di tingkat provinsi dan PT Pos yang bertugas menyampaikan
informasi berupa undangan pertemuan, perubahan data, pengaduan dan seterusnya
serta menyampaikan bantuan ke tangan penerima manfaat langsung4.
2.1.6 Kualitas Ibu: Kesehatan dan Pendidikan
Akhir-akhir ini disadari oleh pemerintah maupun ilmuwan bahwa
pembangunan nasional akan berhasil bila upaya ini beriringan dengan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagai aktor utama pembangunan.
Menurut UNDP (1995) untuk menjamin tercapainya pembangunan manusia
terdapat empat pokok yang perlu diperhatikan, yaitu produktifitas, pemerataan,
kesinambungan, dan pemberdayaan. Sumberdaya manusia adalah seluruh
4 Kementerian Sosial Republik Indonesia. 2010. Mari Kita Mengenal Program PKH.
http://www.depsos.go.id [diunduh 3 Maret 2011].

20
kemampuan atau potensi penduduk yang berada di dalam suatu wilayah tertentu
beserta karakteristik atau ciri demografis, sosial, maupun ekonominya yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Jadi dalam membahas sumberdaya
manusia berarti membahas penduduk dengan segala potensi atau kemampuannya.
Potensi manusia menyangkut dua aspek yaitu aspek kuantitas dan kualitas.
Sumodiningrat (1999) dalam Aly dkk (2005) mengemukakan bahwa kita
memerlukan suatu strategi baru dari kebijaksanaan pembangunan yang
memadukan pertumbuhan dan pemerataan.
Mutu sumberdaya manusia bukan semata-mata ditentukan oleh seberapa
kadar pengetahuan, keterampilan, kejujuran, kemahiran, dan keahlian yang
dikuasai melainkan juga harus disertai orientasi dan produktifitas. Dalam berbagai
perbincangan tentang mutu SDM, kuat sekali kecenderungan orang untuk
memulangkan permasalahannya pada upaya pendidikan, lebih khususnya apa
yang dapat dan mungkin harus disajikan melalui sistem pendidikan bahkan yang
lebih khusus adalah apa yang dapat dihasilkan oleh berbagai jenjang dan jenis
pendidikan (Hassan, 1995).
Dalam menunjang mutunya sebagai subjek pembangunan, maka
diperlukan upaya pengembangan SDM sejak dini, salah satunya melalui
pendidikan dengan meningkatkan tingkat pendidikan penduduk secara massal,
misalnya wajib belajar 9 tahun atau mengarahkan orientasi pendidikan kepada
kebutuhan daerah masing-masing. Disamping itu, derajat kesehatan penduduk
juga perlu ditingkatkan terutama kesehatan balita, ibu, dan anak. Kesadaran akan
pentingnya kesehatan, menjaga lingkungan agar tetap sehat dan pemberian
makanan tambahan kepada siswa merupakan upaya yang harus sungguh- sungguh
diperhatikan (Alkadri dkk, 2001). Kualitas ibu dalam hal membangun SDM yang
bermutu teramat penting, hal ini disebabkan karena ibu relatif memiliki waktu
lebih banyak bersama anak sehingga dapat memberikan arahan, bimbingan, dan
meningkatkan potensi anak (Musbikin, 2009). Penelitian Rahmaulina (2007)
dalam Hastuti (2009) terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan ibu dan
pengetahuan ibu tentang gizi dengan tumbung kembang anak.
Guna mencapai kualitas ibu yang optimal dalam menunjang kesehatan dan
pendidikan anak, maka diperlukan penguatan kapasitas ibu. Penguatan kapasitas

21
merupakan suatu proses peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi
dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif
dan efisien. Dengan demikian, menurut Sumpeno (2002) dalam Riasih (2004)
penguatan kapasitas berarti terjadi perubahan perilaku untuk:
a. Meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan
sikap.
b. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen,
keuangan dan budaya.
c. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan, dan
mengantisipasi perubahan.
Pengembangan kapasitas sumberdaya manusia atau individu menurut
Rubin dan Rubin (1992) dalam Riasih (2004) merupakan pengembangan personal
yang bertujuan untuk menemukan hal-hal apa saja yang kurang pada dirinya tetapi
ada upaya untuk meningkatkan kekurangan tersebut. Sumpeno (2002) dalam
Riasih (2004) mengemukakan bahwa dengan pengembangan kapasitas akan dapat
meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap
di samping dapat meningkatkan kemampuan kelembagaan dan kemampuan
masyarakat.
2.2 Kerangka Pemikiran
Penelitian berawal ingin melihat tentang bagaimana hasil dari Program
Keluarga Harapan (PKH) yang meliputi proses pemilihan RTSM dan bentuk
alokasi dana yang dilakukan oleh RTSM penerima PKH juga menganalisis
sejauhmana upaya ibu dalam meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan
keluarga. namun penelitian ini diawali dengan menganalisis kondisi-kondisi yang
mempengaruhi implementasi sebuah kebijakan atau program, yaitu kepentingan
yang dipengaruhi, tipe manfaat, derajat perubahan yang diharapkan, letak
pengambilan keputusan, pelaksana program, dan sumberdaya yang dilibatkan.
Kondisi- kondisi ini akan mempengaruhi ketepatan suatu program yang dapat
diukur dari tepat kebijakan, tepat pelaksana, tepat target, dan tepat lingkungan.
Ketepatan program juga dipengaruhi oleh aktor yang terlibat didalamnya,
karena PKH ini merupakan program lintas bahkan multi departemen mulai di

22
tingkat pusat hingga kecamatan, dari awal proses pemilihan RTSM hingga
pelaksanaan programnya. Para aktor yang terlibat dalam Program Keluarga
Harapan meliputi Dinas Sosial, Unit Pelaksana PKH, BPS, POS Indonesia, Dinas
Pendidikan dan Kesehatan hingga para pendamping di lapangan. Masing-masing
aktor yang terlibat memiliki peran dan keterlibatannya masing-masing atau
bahkan saling beririsan dan punya hubungan dalam menentukan keberhasilan
PKH. Adanya aktor ini tentu akan behubungan dengan pelaksanaan PKH di
lapangan yang dijabarkan dalam 2 variabel, yaitu besar bantuan (dana) dan
pendamping PKH. Pelaksanan program ini akan bersentuhan langsung dengan
desa meliputi keterlibatan pemerintah desa dalam pelaksanaan PKH dan rumah
tangga sangat miskin sebagai penerimanya.
Dalam melihat posisi RTSM penerima PKH, maka dilakukan
penyederhanaan 14 variabel kemiskinan menurut BPS menjadi 5 variabel, yaitu
adalah pendapatan rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, jumlah tanggungan,
kepemilikan aset dan kondisi rumah. Pemerintah desa dan karakteristik RTSM
sebagai objek dalam pelaksanaan PKH maka akan menentukan sejauhmana
program ini mampu berkontribusi terhadap upaya ibu meningkatkan kualitas
kesehatan dan pendidikan keluarga. Guna mencapai perbaikan kualitas, maka
terlebih dahulu dijelaskan sebuah proses penguatan kemampuan individu yang
meliputi kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Kedua, kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen, keuangan
dan budaya serta kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan, dan
mengantisipasi perubahan. Segala proses ini kemudian akan menumbulkan
perubahan pada upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga yang dilihat
dari sikap ibu terhadap pelayanan kesehatan dan perilaku kesehatan ibu.
Sementara untuk melihat upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga
dengan mengukur sikap ibu terhadap pelayanan pendidikan dan perilaku peduli
pendidikan bagi anak.

23
Keterangan :
Gambar 3. Kerangka Berpikir Analisis Implementasi Kebijakan Program
Keluarga Harapan terhadap Peningkatkan Kualitas Kesehatan dan
Pendidikan Keluarga
Keterangan:
: Pendekatan kuantitatif : Pendekatan kualitatif
: berhubungan (menghasilkan)
Input PKH
Dana PKH
Pendampingan
Klasifikasi RTSM
Pendapatan rumah tangga
Pengeluaran rumah tangga
Besar tanggungan keluarga
Kepemilikan aset
Kondisi rumah
Upaya ibu (kesehatan)
Sikap ibu terhadap
pelayanan kesehatan
Perilaku kesehatan ibu
Upaya ibu (pendidikan)
Sikap ibu terhadap
pelayanan pendidikan
Perilaku peduli pendidikan
bagi anak
Aktor PKH
Dinas Sosial
BPS
UPPKH
Pendamping
Desa
Pemerintah Desa
Ketepatan Program
Tepat kebijakan
Tepat pelaksana
Tepat target
Tepat lingkungan
Isi Kebijakan
Kepentingan yang dipengaruhi
Tipe manfaat
Derajat perubahan yang diharapkan
Letak pengambilan keputusan
Pelaksana program
Sumberdaya yang dilibatkan
Penguatan Kapasitas
Pengetahuan, keterampilan, dan
sikap.
Kelembagaan dalam organisasi,
manajemen, keuangan, budaya
Kemandirian, keswadayaan

24
2.3 Hipotesis Penelitian
Pada penelitian ini, hipotesis uji yang digunakan adalah hipotesis untuk
melihat hubungan, kekuatan hubungan dan signifikansi antara Program Keluarga
Harapan (PKH) dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan
pendidikan keluarga sehingga hipotesis yang digunakan adalah:
1. Ada hubungan antara besar dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan
kualitas kesehatan keluarga.
2. Ada hubungan antara partisipasi pendampingan PKH dengan upaya ibu
meningkatkan kualitas kesehatan keluarga.
3. Ada hubungan antara besar dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan
kualitas pendidikan keluarga.
4. Ada hubungan antara partisipasi pendampingan PKH dengan upaya ibu
meningkatkan kualitas pendidikan keluarga.
2.4 Definisi Operasional
1. Isi kebijakan adalah hal-hal yang mempengaruhi implementasi kebijakan,
yaitu:
a. Kepentingan yang dipengaruhi, bahwa setiap kebijakan yang akan diambil
akan mempertimbangkan dampak terhadap aktivitas politik yang
distimulasi oleh proses pengambilan keputusan.
b. Tipe manfaat, bahwa program yang memberikan manfaat secara kolektif
akan mendapatkan dukungan dalam implementasi dan sebaliknya.
c. Derajat perubahan yang diharapkan, bahwa program yang ditetapkan yang
mengharapkan akan adanya sedikit perubahan perilaku di masyarakat akan
mudah untuk diimplementasikan tetapi untuk pogram yang mengharapkan
adanya perubahan yang mendasar di masyarakat dalam jangka panjang
akan sulit untuk diimplementasikan.
d. Letak pengambilan keputusan, bahwa setiap keputusan akan
mempertimbangkan dimana keputusan tersebut akan diambil, misalnya di
tingkat departemen atau di tingkat dinas dan akan berdampak pada tingkat
implementasi kebijakan tersebut.

25
e. Pelaksana program, bahwa keputusan yang dibuat dalam tahapan formulasi
kebijakan akan mengindikasikan siapa yang akan ditugaskan untuk
melaksanakan berbagai macam program, dan keputusan itu juga akan
mempengaruhi bagaimana kebijakan tersebut dicapai.
f. Sumberdaya yang dilibatkan, bahwa setiap keputusan yang diambil akan
berakibat pada pemenuhan sumberdaya yang dibutuhkan untuk
mengimplementasikan program yang telah ditetapkan
2. Aktor PKH adalah pihak-pihak yang terlibat dalam Program Keluarga
Harapan meliputi tugas dan kewenangan mereka dari perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi program dibatasi di tingkat kabupaten, seperi Dinas
Sosial, UPPKH, pendamping, dan BPS.
3. Ketepatan program adalah penilaian ketepatan dari implementasi Program
Keluarga Harapan yang meliputi:
a. Tepat kebijakan dapat ditinjau dari apakah kebijakan yang ada telah
bermuatan hal-hal untuk memecahkan masalah, apakah kebijakan sudah
dirumuskan sesuai karakter masalah yang akan dipecahkan, dan dibuat oleh
lembaga yang mempunyai wewenang terhadap masalah yang akan
dipecahkan.
b. Tepat pelaksana maksudnya aktor yang terlibat tidaklah hanya pemerintah
melainkan kerjasama antara masyarakat dan swasta.
c. Tepat sasaran. Definisi ketepatan target bukan hanya sekedar tepat secara
sasaran namun yang hendak dijelaskan adalah apakah target sesuai dengan
yang direncanakan dan tidak tumpang tindih dengan kebijakan lain. Kedua,
kesiapan target secara fisik dan psikologis, dan apakah kebijakan ini
bersifat baru atau memperbaharui kebijakan sebelumnya.
d. Tepat lingkungan adalah ada dua lingkungan yang paling menentukan,
yaitu lingkungan kebijakan dan lingkungan eksternal kebijakan.
Lingkungan kebijakan adalah interaksi diantara lembaga perumus
kebijakan dan pelaksana dengan lembaga lain yang terkait.
4. Input adalah bentuk bantuan, masukan yang diberikan dalam menunjang
Program Keluarga Harapan (PKH) yang dikategorikan dalam bentuk dana dan
pendampingan yang disiapkan tim pelaksana PKH.

26
5. Dana adalah besarnya bantuan uang langsung yang diberikan kepada penerima
PKH. Skala pengukuran ordinal. Besar dana dibagi dalam tiga kategori
rendah, sedang, dan tinggi yang dihitung dari:
Rendah : nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK
Sedang : nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK
Tinggi : ≥nilai minimum+2 IK
IK = nilai maksimum-nilai minimum
kategori
= Rp 550.000- Rp. 150.000 = Rp. 133.000 (setelah dibulatkan)
3
sehingga didapatkan
Rendah : Rp. 150.000 ≤x< Rp. 280.000
Sedang : Rp. 280.000 ≤x< Rp. 410.000
Tinggi : ≥Rp. 410.000
Kategori ini kemudian disesuaikan dengan alokasi dana PKH, dimana dana
berkisar antara Rp. (150.000, 250.000, 350.000, 450.000, dan 550.000)
sehingga didapatkan kategori dana PKH yang dijadikan sebagai kerangka
sampling adalah:
Rendah : Rp. 150.000 ≤x< Rp. 250.000 = skor 1
Sedang : Rp. 250.000 ≤x< Rp. 400.000 = skor 2
Tinggi : ≥Rp. 400.000 = skor 3
6. Pendamping PKH adalah pihak yang menjembatani penerima PKH dengan
pemerintah setempat juga berperan dalam melakukan sosialisasi pengawasan
dan pendampingan terhadap penerima PKH. Pendampingan PKH dinilai dari
sikap masyarakat terhadap pendamping dan partipasi masyarakat terhadap
pendampingan dengan skala pengukuran ordinal sebagai berikut:
a. Sikap terhadap pendampingan PKH (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3.
Setuju, 4. Sangat Setuju)
b. Perilaku terhadap pendampingan PKH (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-
kadang 3. Sering, 4. Selalu)
7. Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) adalah rumah tangga yang berada pada
garis terbawah kemiskinan menurut klasifikasi BPS, dimana RTSM yang

27
dimaksud adalah dengan kriteria penerima PKH, yaitu Rumah Tangga Sangat
Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-
15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih dengan
penerima bantuan adalah ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada
rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada lbu maka: nenek, tante/ bibi,
atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan.
Disamping itu, pengklasifikasian RTSM ini didasarkan pada beberapa indikator
dengan skala pengukuran ordinal sebagai berikut:
a. Pendapatan rumah tangga
1. < Rp. 1.100.000,00 = skor 1
2. Rp. 1.100.000,00-Rp. 3.300.000,00 = skor 2
3. > Rp. 3.300.000,00 = skor 3
b. Pengeluaran rumah tangga
1. < Rp. 1.100.000,00 = skor 1
2. Rp. 1.100.000,00-Rp. 3.300.000,00 = skor 2
3. > Rp. 3.300.000,00 = skor 3
c. Besar tanggungan keluarga didapatkan dengan rumus:
Rendah : nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK
Sedang : nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK
Tinggi : ≥nilai minimum+2 IK
IK = nilai maksimum-nilai minimum
kategori
= 12-2 = 3.3 = 3 (setelah dibulatkan)
3
sehingga didapatkan
Rendah : 2 ≤x< 5 = skor 1
Sedang : 5 ≤x< 9 = skor 2
Tinggi : x≥ 9 = skor 3
d. Kepemilikan aset didapatkan dari total aset 17 (1. Tidak, 2. Ya) sehingga
didapatkan:
Rendah : nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK
Sedang : nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK

28
Tinggi : ≥nilai minimum+2 IK
IK = nilai maksimum-nilai minimum
kategori
= 34-17 = 5.6 = 6 (setelah dibulatkan)
3
sehingga didapatkan
Rendah : 17 ≤x< 23 = skor 1
Sedang : 23 ≤x< 29 = skor 2
Tinggi : x≥ 29 = skor 3
e. Kondisi rumah; dilihat dari status rumah, dinding rumah, lantai rumah,
tempat buang air, dan bahan bakar yang digunakan dengan rincian:
Rendah : nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK
Sedang : nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK
Tinggi : ≥nilai minimum+2 IK
IK = nilai maksimum-nilai minimum
kategori
= 15-5 = 3.3= 3 (setelah dibulatkan)
3
sehingga didapatkan
Rendah : 5 ≤x< 8 = skor 1
Sedang : 8 ≤x< 11 = skor 2
Tinggi : x≥ 11 = skor 3
Kumpulan lima variabel diatas kemudian disatukan guna menentukan klasifikasi
RTSM dengan rincian:
Rendah : nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK
Sedang : nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK
Tinggi : ≥nilai minimum+2 IK
IK = nilai maksimum-nilai minimum
kategori
= 15-5 = 3.3= 3 (setelah dibulatkan)
3
sehingga didapatkan

29
RTSM Rendah : 5 ≤x< 8 = skor 1
RTSM Sedang : 8 ≤x< 11 = skor 2
RTSM Tinggi : x≥ 11 = skor 3
8. Pemerintah desa penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah desa
dan badan permusyawarahan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
9. Penguatan kapasitas adalah penguatan kapasitas atau kemampuan RTSM
terhadap pelaksanaan PKH yang meliputi:
a. Pengetahuan dan sikap adalah perubahan pengetahuan dan sikap RTSM
(ibu) dalam hal kesehatan dan pendidikan yang menjadi fokus PKH.
b. Kelembagaan dalam organisasi, manajemen, keuangan, budaya adalah
perubahan yang dialami RTSM (ibu) terkait dengan kemampuan dalam
berorganisasi dan manajemen.
c. Kemandirian, keswadayaan adalah perubahan penguatan kapasitas dengan
melihat sisi kemandirian RTSM (ibu) sehingga tidak bergantung kepada
program dan mampu mandiri.
10. Upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga adalah sikap dan
perilaku ibu dalam upaya peningkatan status kesehatan diri dan anaknya.
Skala pengukuran ordinal sebagai berikut:
a. Sikap terhadap pelayanan kesehatan (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3.
Setuju, 4. Sangat Setuju)
b. Perilaku kesehatan (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-kadang 3. Sering, 4.
Selalu)
11. Upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga adalah sikap dan
perilaku ibu dalam upaya peningkatan taraf pendidikan anak. Skala
pengukuran ordinal sebagai berikut:
a. Sikap terhadap pelayanan pendidikan (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju,
3. Setuju, 4. Sangat Setuju)
b. Perilaku peduli pendidikan anak (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-kadang 3.
Sering, 4. Selalu

30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten
Bogor Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi berdasarkan informasi dari Ketua
Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan Kabupaten Bogor yang menyatakan
bahwa dari 16 kecamatan penerima Program Keluarga Harapan (PKH) ternyata di
Kecamatan Kemang terdapat 1545 RTSM yang tersebar di 10 desa khususnya
terbesar berada di wilayah Desa Tegal sebanyak 611 RTSM penerima PKH
sehingga dirasa tepat untuk menggambarkan implementasi Program Keluarga
Harapan. Adapun penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2011.
3.2 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perpaduan dua pendekatan,
yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Dalam upaya memperkaya data dan
lebih memahami fenomena sosial yang diteliti, terdapat usaha untuk
menambahkan informasi kualitatif pada data kuantitaif. Dalam penelitian survei
penambahan data kualitatif terhadap data kuantitatif dilakukan dengan
menggunkan slip, yakni sepotong kertas yang khusus disediakan untuk data
kualitatif tersebut disamping penggunaan kuesioner (Singarimbun dan Efendi,
1989). Pada penelitian ini, pendekatan kualitatif selain digunakan sebagai
pendekatan tunggal untuk menjawab rumusan permasalahan tertentu, juga
digunakan untuk memperkaya data kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif dan kualitatif digunakan untuk saling melengkapi
informasi yang diperoleh untuk mengetahui hasil pelaksanaan Program Keluarga
Harapan (PKH). Dalam hal ini pendekatan kuantitatif dan kualitatif dilakukan
untuk melihat bagaimana proses pemilihan RTSM penerima PKH, apakah
dilakukan secara tepat secara sasaran sesuai dengan kriteria penerima PKH, yaitu
Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang
terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi
terpilih dengan penerima bantuan adalah ibu atau wanita dewasa yang mengurus

31
anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada lbu maka: nenek,
tante/ bibi, atau kakak perempuan, juga mengidentifikasikan sejauhmana
keterlibatan pemerintah desa dan aktor lainnya dalam penentuan RTSM penerima
bantuan. Di samping itu, juga menilai bagaimana bentuk alokasi dana yang
digunakan oleh RTSM, apakah sudah sesuai dengan tujuan PKH, dimana dana itu
digunakan untuk keperluan kesehatan dan pendidikan. Pendekatan kuantitatif juga
membantu untuk melihat sejauhmana usaha ibu meningkatkan kualitas kesehatan
dan pendidikan keluarga. Pendekatan penelitian ini secara kuantitatif memang
diarahkan bukan untuk mengukur pengaruh, karena pengukuran pengaruh berarti
mengukur sebelum dan sesudah adanya program. Namun, penelitian kuantitatif
diarahkan untuk melihat sejauh mana ketepatan sasaran, bentuk alokasi dana dan
melihat upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga.
3.3 Teknik Pemilihan Informan dan Responden
Pemilihan informan dalam penelitian ini dikhususkan pada aktor-aktor
yang terlibat dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan, seperti Dinas Sosial
Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, UPPKH
Kabupaten Bogor, pendamping PKH yang bekerja di lapangan, dan pemerintah
desa. Informan juga berasal dari RTSM penerima PKH, khususnya ibu yang
menjadi objek utama program ini dilengkapi keterangan dari ketua kelompok
PKH yang ada di Desa Tegal.
Penentuan jumlah sampel atau responden dengan menggunakan batas
minimum responden penelitian sosial, yaitu sebanyak 30 responden untuk masing-
masing klasifikasi sehingga didapatkan total responden sebanyak 90 orang.
Pemilihan responden didasarkan dari data penerima PKH yang diperoleh dari
pendamping PKH Desa Tegal, yaitu Ibu Evi dan Bapak Erik untuk periode
pencairan bulan Januari 2011 dengan menggunakan tabel angka acak.
3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari jenis data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh dari observasi lapangan, wawancara mendalam dengan
pihak terkait serta melalui kuesioner yang disebarkan kepada responden. Data

32
sekunder diperoleh dari studi literatur berupa arsip atau dokumen resmi dan
pribadi dari Pemda dan Dinas yang terlibat dalam Program Keluarga Harapan
(PKH).
Data kuantitatif diperoleh melalui survei kepada ibu-ibu penerima PKH,
dimana populasi yang digunakan adalah RTSM penerima bantuan PKH dengan
sampel atau responden adalah ibu-ibu. Teknik penarikan sampel dengan
menggunakan teknik pengambilan sampel acak distratifikasi (stratified random
sampling) yaitu populasi dibagi ke dalam subpopulasi berdasarkan klasifikasi
kesejahteraan sehingga satuan elementer dalam masing-masing subpopulasi
menjadi homogen, dimana pada akhirnya terdapat 3 klasifikasi sampel yang
diambil dengan menggunakan rumus:
Rendah : nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK
Sedang : nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK
Tinggi : ≥nilai minimum+2 IK
IK = nilai maksimum-nilai minimum
kategori
= Rp 550.000- Rp. 150.000 = Rp. 133.000 (setelah dibulatkan)
3
sehingga didapatkan
Rendah : Rp. 150.000 ≤x< Rp. 280.000
Sedang : Rp. 280.000 ≤x< Rp. 410.000
Tinggi : ≥Rp. 410.000
Kategori ini kemudian disesuaikan dengan alokasi dana PKH, dimana
dana berkisar antara Rp. (150.000, 250.000, 350.000, 450.000, dan 550.000)
sehingga didapatkan kategori dana PKH yang dijadikan sebagai kerangka
sampling adalah:
Rendah : Rp. 150.000 ≤x< Rp. 250.000
Sedang : Rp. 250.000 ≤x< Rp. 400.000
Tinggi : ≥Rp. 400.000
Pengklasifikasian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana besarnya dana
dapat berhubungan dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan
pendidikan keluarga.

33
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data kuantitatif dilakukan terhadap data yang diambil dengan
menggunakan kuesioner yang diberikan kepada ibu-ibu penerima PKH dengan
bantuan program komputer SPSS 16. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
statistika non parametrik. Statistika non parametrik merupakan uji statistik yang
biasa digunakan untuk penelitian-penelitian sosial karena prosedur pengujian
dengan menggunakan statistik non parametrik ini tidak bergantung kepada
asumsi-asumsi yang kaku, namun keshahihannya mensyaratkan hanya cukup
dengan asumsi umum saja. Jenis data yang digunakan pada uji statistik non
parametrik pada umumnya adalah jenis data dengan skala pengukuran nominal
dan ordinal. Dilatarbelakangi penelitian ini bertujuan ingin mengetahui ketepatan
alokasi dana PKH dan bentuk alokasi dana PKH yang diperoleh RTSM, maka
dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif melalui tabel frekuensi yang
disajikan dalam bentuk tabel atau diagram.
Dalam menganalisis ketepatan alokasi dana, maka dilakukan analisis data
terhadap 90 responden dengan menggunakan 3 kategori RTSM. RTSM penerima
PKH didapatkan dari SPDKP yang disesuaikan dengan kriteria penerima PKH
dengan menggunakan 14 variabel kemiskinan menurut BPS. Dari 14 variabel
tersebut kemudian dilakukan proses penyederhanaan dengan menggunakan 5
indikator, yaitu:
a. Pendapatan rumah tangga; hal ini didasarkan karena tingkat pendapatan
masyarakat per kapita itu memang merupakan indikator kemiskinan. Jadi
kemiskinan memang terhapus dengan meningkatnya pendapatan masyarakat
sehingga meningkatnya pendapatan masyarakat adalah titik tolak atau modal
bagi perkembangan ekonomi selanjutnya (Susanto, 2006).
b. Pengeluaran rumah tangga; hal ini didasarkan karena kemiskinan di Indonesia
dikur dengan melihat pada sisi pengeluaran, dimana BPS menggunakan
definisi penduduk miskin sebagai penduduk yang mempunyai pengeluaran per
kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (Susanto, 2006).
c. Tanggungan; hal ini didasarkan terkait masalah kependudukan di Indonesia
dengan jumlah penduduk yang banyak. Keberhasilan program KB telah
memberikan kesempatan kepada keluarga Indonesia mengurangi jumlah

34
anggota keluarga yang menjadi tanggungan sehingga setiap keluarga bisa
lebih longgar merancang masa depannya (Suyono, 2005)
d. Kepemilikan aset; kepemilikan aset ini berkaitan dengan sejauh mana aset-
aset pribadi yang dimiliki. Kemiskinan tidak selamanya berasal dari kebijakan
saja melainkan juga persoalan yang sifatnya struktural, artinya seseorang yang
berusaha sekeras apapun menjadi tidak ada artinya karena kendala struktural
yang ia hadapi. Misalnya, keterbatasan infrastruktur (aset) yang memadai
berupa penunjang kebutuhan hidup mereka (Susanto, 2006)
e. Kondisi rumah; kondisi rumah yang dimaksudkan adalah berupa gabungan
indikator yang terdiri dari status kepemilikan rumah, kondisi dinding, lantai,
tempat BAB, dan penggunaan bahan bakar.
Dalam melihat sejauhmana hubungan antara Program Keluarga Harapan
(PKH) dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan
keluarga, maka dilakukan uji korelasi dengan menggunakan model korelasi.
Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel
(kadang lebih dari dua variabel) dengan skala tertentu, karena skala yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skala ordinal maka menggunakan Korelasi
Spearman. Kuat lemahnya hubungan diukur diantara jarak (range) 0-1 dan
korelasi akan bernilai searah jika nilai koefisien korelasi postif dan korelasi akan
bernilai tidak searah jika koefisien korelasi negatif (Sarwono, 2009).
Analisis data kualitatif dilakukan terhadap dokumen, arsip, dan hasil
wawancara kepada responden dan informan PKH dengan mengumpulkan data
yang sudah ada, karena penelitian ini juga akan melihat sejauh mana peran,
keterlibatan, dan hubungan para aktor maka penjabaran peran dan keterlibatan
masing-masing aktor juga diadakan analisis implementasi kebijakan PKH dan
menganalisis implementasi kebijakan PKH di Desa Tegal dengan menggunkan
konsep teori kebijakan publik.

35
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1. Kondisi Geografis
Desa Tegal merupakan salah satu desa dari 8 desa lainnya yang terletak di
Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. Secara wilayah, Desa Tegal memiliki luas
sekitar 616.45 ha dengan areal sawah sebesar 371.032 ha dan areal darat sebesar
245.013 ha. Desa ini berbatasan sebelah utara dengan Desa Babakan Kecamatan
Ciseeng. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Pondok Udik Kecamatan
Kemang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pabuaran Kecamatan Kemang,
dan berbatasan sebelah barat dengan Desa Cibeteng Udik Kecamatan Ciseeng.
Sepanjang perjalanan ke Desa Tegal banyak dijumpai lahan atau kebun
dengan luas total sebesar 137.15 ha. Umumnya masyarakat menggunakan sepeda
motor untuk beraktifitas dan menjangkau satu lokasi dengan lokasi yang lain, hal
ini disebabkan tidak ada alat transportasi umum yang masuk ke daerah ini, selain
kendaraan bermotor. Desa Tegal dapat dijangkau dari arah jalan Parung atau
melalui jalan alternatif dari arah Ciampea, dimana disepanjang jalan menuju Desa
Tegal banyak terdapat Kelapa Sawit. Waktu tempuh untuk mencapai Desa Tegal
sekitar 60 menit dari pusat Kota Bogor.
Banyak lahan yang berada di Desa Tegal dimanfaatkan masyarakat untuk
berbagai macam aktivitas, mulai dari pertanian, perumahan, pendidikan, bahkan
sarana perkantoran. Dominasi lahan di Desa Tegal banyak dimanfaatkan sebagai
lahan permukiman dan pekarangan dengan luas 317.52 ha atau sekitar 51.51%,
kemudian perkebunan/ladang sebesar 137.15 ha atau 22.25% dan sawah/ kolam
empang 101.41 ha atau 16.45%. Kondisi lahan Desa Tegal yang banyak
digunakan sebagai lahan permukiman/pekarangan mendukung desa ini untuk
banyak ditempati sehingga mengakibatkan memiliki banyak penduduk. Di daerah
ini juga terdapat beberapa perumahan yang berdiri berdampingan dengan
permukiman warga bahkan untuk menuju desa ini juga melalui kawasan
Perumahan Kahuripan Parung. Data tersebut menunjukan bahwa wilayah Desa
Tegal banyak dipergunakan untuk permukiman dan pekarangan sehingga

36
memungkinkan desa ini memiliki banyak penduduk dengan total 3566 kepala
keluarga (KK).
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Luas Wilayah menurut Penggunaan Lahan di
Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011
*Sumber : Kantor Desa Tegal Tahun 2011
4.2. Kondisi Ekonomi
Jumlah RTSM terbesar di Kecamatan Kemang terpusat di di Desa Tegal,
yaitu sebesar 611 RTSM dibawah bimbingan dua pendamping, yaitu Ibu Evi dan
Bapak Erik. Hal ini menunjukan bahwa di Desa Tegal secara ekonomi relatif
berada di bawah garis kemiskinan berdasarkan Garis Kemiskinan Non Makanan
dari BPS yang ditunjang oleh Data Jumlah Rumah Tangga Layak PPLS 2008
Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, dimana menunjukan bahwa terdapat 1133
rumah tangga miskin di Desa Tegal, jauh megungguli desa lainya seperti Desa
Kemang dan Desa Jampang. Keadaan ekonomi yang minim mendorong
masyarakat untuk melakukan berbagai macam cara guna memenuhi kebutuhan
hidupnya, misalnya dengan menjadi pembantu rumah tangga di sekitar wilayah
perumahan Desa Tegal, Perumahan Kahuripan.
No Peruntukan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Sawah dan kolam empang 101.41 16.45
2 Perkebunan/ ladang 137.15 22.25
3 Jalan umum 16.4 2.66
4 Pemakaman umum 6.2 1.01
5 Permukiman dan pekarangan 317.52 51.51
6 Pengembangan perumahan 30 4.87
7 Perkantoran 1.7 0.27
8 Lapangan olahraga 2.5 0.42
9 Sarana pendidikan 1.37 0.21
10 Sarana ibadah 1.2 0.19
11 Lainnya 1 0.16
Jumlah 616.45 100

37
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Kondisi Ekonomi menurut Pekerjaan Penduduk
Desa Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011
No Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Petani 1202 40.39
2 Budidaya ikan 15 0.51
3 Peternak ayam 2 0.07
4 Pedagang 879 29.54
5 PNS 53 1.79
6 TNI/POLRI 9 0.30
7 Pensiunan 24 0.80
8 Pegawai swasta 262 8.80
9 Wiraswasta 5 0.17
10 Buruh lepas 260 8.73
11 Pengrajin 15 0.50
12 Supir 8 0.27
13 Tukang ojeg 214 7.20
14 Bidan 4 0.13
15 Penjahit 12 0.40
16 Lainnya 12 0.40
Jumlah 2976 100 *Sumber : Kantor Desa Tegal Tahun 2011
Tabel 4 menunjukan bahwa kebanyakan masyarakat Desa Tegal
bermatapencaharian sebagai petani dengan jumlah 1202 orang, disusul oleh
pedagang sebanyak 879 orang, pegawai swasta 262 orang, buruh lepas 260 orang,
dan tukang ojeg 214 orang. Mayoritas masyarakat yang berpenghasilan dari
bertani mengindikasikan bahwa usaha mereka bergantung dengan musim, cuaca,
dan kondisi tak terduga lainnya sehingga secara pemenuhan kebutuhan finansial
untuk keluarga belum bisa dipastikan. Di sisi lain, banyak diantara mereka yang
berprofesi sebagai tukang ojeg, karena secara wilayah desa ini relatif jauh antara
masing-masing kampung sehingga memerlukan bantuan kendaraan ojeg.
Jika diklasifikasikan berdasarkan kelas keluarga pra sejahtera hingga
keluarga sejahtera 3, maka dapat digambarkan terdapat 860 keluarga pra sejahtera,
1125 keluarga sejahtera 1, 760 keluarga sejahtera 2, dan 821 keluarga sejahtera 3.
Data ini menunjukan umumnya Kepala Keluarga (KK) di Desa Tegal berada pada
level keluarga sejahtera 1. Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat Desa Tegl
hidup dibawah garis kemiskinan sehingga sulit dalam mencukupi kebutuhan
pendidikan dan kesehatan seperti terlihat dalam bagan berikut:

38
Gambar 4. Kondisi Ekonomi menurut Klasifikasi Rumah Tangga Desa Tegal
Kecamatan Kemang, Tahun 2011
*Sumber : Kantor Desa Tegal Tahun 2011
4.3 Kondisi Sosial
Kondisi sosial masyarakat Desa Tegal, dapat dilihat melalui karakteristik
usia, jenis kelamin serta agama yang dianut. Walaupun masyarakat Desa Tegal
mayoritas beragam islam, namun di beberapa kampung banyak ditemukan warga
keturunan Cina yang beragama hindu atau konghucu. Hal ini disebabkan karena
daerah ini memang pada banyak ditempati pendatang Cina yang kemudian
menikah dengan penduduk asli dan menetap disana.
Gambar 5. Distribusi Penduduk menurut Agama yang dianut Penduduk Desa
Tegal Kecamatan Kemang, Tahun 2011
*Sumber : Kantor Desa Tegal Tahun 2011
Kehidupan masyarakat Desa Tegal yang beranekaragam tidak membuat
mereka berkonflik satu sama lain dengan latar belakang agama, semua hidup
berdampingan dan berinteraksi satu sama lain. Bahkan untuk bantuan Program
Keluarga Harapan juga diberikan kepada keluarga keturunan Cina tersebut,

39
tentunya dengan beberapa persyaratan yang dipenuhi. Berdasarkan segi usia,
didominasi usia anak yaitu 5-9 tahun sebanyak 1355 orang
Tabel 5. Distribusi Penduduk menurut Usia dan Jenis Kelamin di Desa Tegal
Kecamatan Kemang, Tahun 2011
No Usia (tahun) Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 0-4 618 651 1269
2 5-9 691 664 1355
3 10-14 607 539 1146
4 15-19 616 552 1168
5 20-24 514 561 1075
6 25-29 488 483 971
7 30- 34 568 585 1153
8 35-39 461 507 968
9 40-49 667 490 1157
10 50-54 301 358 659
11 55-59 340 366 706
12 60-64 269 232 501
13 65-69 250 295 545
14 >70 206 213 419
Jumlah 6596 6496 13098 *Sumber : Kantor Desa Tegal Tahun 2011
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa umumnya usia penduduk
Desa Tegal banyak ditempati oleh usia dibawah 20 tahun, dengan urutan pertama
ditempati usia 5-9 tahun sebanyak 1335 orang, kedua 0-4 tahun sebanyak 1269
orang, dan 15-19 tahun sebanyak 1168 orang sehingga menunjukan bahwa
penduduk Desa Tegal menempati piramida penduduk muda. Kondisi ini pula yang
kemudian mendorong perlu adanya usaha untuk memberikan tingkat
kesejahteraan yang baik, khususnya pada usia anak melalui kesehatan dan
pendidikan. Di sisi lain, mayoritas penduduk Desa Tegal adalah laki-laki
Sebagai desa penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), salah
satu kewajiban yang perlu ditunaikan adalah terkait masalah kesehatan dan
pendidikan. Disebabkan penduduk Desa Tegal didominasi usia 5-9 tahun
sebanyak 1335 orang dan 0-4 tahun sebanyak 1269, maka terkait masalah
kesehatan perlu diadakan dan optimalisasi peran posyandu, puskemas, dan sarana
kesehatan lainnya yang mampu menunjang pelayanan kesehatan.

40
Gambar 6. Kondisi Fasilitas menurut Jumlah Sarana Kesehatan di Desa Tegal
Kecamatan Kemang, Tahun 2011
*Sumber : Kantor Desa Tegal Tahun 2011
Gambar di atas menunjukan bahwa untuk ukuran sebuah desa, Desa Tegal
memiliki fasilitas kesehatan yang cukup, minimal adanya posyandu sebanyak 13,
puskesmas walapun memang untuk fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, seperti
rumah sakit dan dokter masih rendah. Fasilitas sarana kesehatan yang ada di Desa
Tegal sejauh ini menang belum ada optimalisasi dari masyarakat, misalnya
dengan rutin memeriksakan anak ke posyandu, sehingga disinilah PKH mencoba
memberikan stimulasi kepada RTSM untuk mengakses pelayanan kesehatan
dengan lebih baik. Disamping kewajiban penerima PKH dalam hal kesehatan,
mereka juga memiliki kewajiban terkait sekolah anak mereka, minimal memenuhi
anjurang pemerintah sekolah wajib 9 tahun (SD-SMP).
Gambar 7. Kondisi Fasilitas menurut Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Tegal
Kecamatan Kemang, Tahun 2011
*Sumber : Kantor Desa Tegal Tahun 2011

41
Gambar diatas menggambarkan bahwa umumnya masyarakat Desa Tegal
hanya lulusan SD atau sederajat dan disusul oleh tidak tamat SD. Rendahnya
tingkat pendidikan maka akan behubungan dengan produktifitas dan kapasitas
kualitas sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan juga ditunjang oleh fasilitas
atau saran yang ada. Di Desa Tegal hanya terdapat 6 SD/MI berstatus negeri dan 5
berstatus swasta, sementara untuk SMP dan SMA hanya ada 2 yang berstatus
swasta. Masyarakat menuturkan bahwa walaupun ada sekolah swasta di daerah
mereka namun mereka sulit mengakses pendidikan karena biaya yang mahal.

42
BAB V
HASIL PROGRAM KELUARGA HARAPAN
5.1 Proses Pemilihan RTSM Penerima PKH
5.1.1 Program Keluarga Harapan sebagai Kebijakan Publik
Menurut Young dan Quinn (2002) dalam Suharto (2005), memahami
kebijakan publik dengan dilihat konsep kunci sebagai berikut:
a. Tindakan pemerintah yang berwenang. Dalam hal ini PKH dinamakan sebagai
kebijakan publik karena PKH merupakan program dibawah Kementerian
Sosial yang bekerjasama dengan Dinas Sosial, BPS, UPPKH, pendamping
yang semuanya memiliki kewenangan dalam menjalankan perannya masing-
masing.
b. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. PKH diadakan
sebagai reaksi terhadap permasalah kemiskinan yang terjadi di Indonesia yang
memfokuskan pada peningkatan kualitas RTSM di bidang kesehatan dan
pendidikan. Pernyataan ini dikuatkan bahwa hasil survei The Gallup
Organization Social Audit (1999) dalam Schiller (2008) menjelaskan bahwa
salah satu langkah pemerintah untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan
peningkatan pendidikan.
c. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. PKH adalah seperangkat
tindakan yang berorientasi pada mengurangi kemiskinan melalui peningkatan
kualitas RTSM dalam hal kesehatan dan pendidikan.
d. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. PKH
adalah tindakan kolektif beberapa aktor berdasarkan keyakinan untuk
mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas RTSM dalam hal
kesehatan dan pendidikan.
e. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seseorang atau beberapa orang aktor yang
berisi sebuah justifikasi terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang
telah dirumuskan. Maksudnya bahwa PKH mempunyai landasan hukum
sebagai sebuah kebijakan publik.
Analisis diatas menunjukan bahwa Program Keluarga Harapan (PKH)
adalah sebagai bentuk kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah di

43
bawah koordinasi Kementerian Sosial RI dengan melibatkan elemen terkait,
misalnya PT Pos, UPPKH, dan pendamping di lapangan. Bertujuan mengurangi
kemiskinan melalui peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga.
5.1.2 Keterlibatan Aktor dalam Pemilihan RTSM Penerima PKH
Program Keluarga Harapan merupakan program lintas kementerian dan
lembaga, karena aktor utamanya adalah dari Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan
Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan
Badan Pusat Statistik. Untuk menyukseskan program tersebut, maka dibantu oleh
Tim Tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank.
Pusat
Provinsi
Kabupaten
Kecamatan
Gambar 8. Struktur Organisasi PKH menurut Kementerian Sosial RI,
Tahun 2008
Keterangan : : Garis Komando
: Garis koordinasi
Gambar 8 menjelaskan bahwa dalam menjalankan program, aktor PKH
dibagi dalam tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Guna
Tim Pengendali PKH/TKPK
Tim Pengarah Pusat
Tim Teknis Pusat
PT POS Indonesia Depsos
UPPKH Pusat
Kantor POS Kabupaten/Kota
Tim Koordinasi Teknis
Kabupaten/Kota/TKPKD
Tim Koordinasi Teknis
Provinsi/TKPKD
Pendamping PKH
UPPKH Kabupaten/Kota
Dinsos
Kantor/Petugas POS

44
menjalankan PKH di beberapa kabupaten dan desa, maka terbentuklah Unit
Pelaksana Program Keluarga Harapan (UPPKH) yang langsung mengurusi
tentang PKH, terdiri dari UPPKH Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan
Kecamatan.
5.1.2.1 Pendamping PKH Desa Tegal Kecamatan Kemang
Pendamping PKH adalah pihak kunci yang menjembatani penerima
manfaat dengan pihak-pihak lain yang terlibat di tingkat kecamatan maupun
program di tingkat kabupaten/kota. Tugas pendamping termasuk didalamnya
melakukan sosialisasi pengawasan dan mendamping para penerima manfaat
dalam memenuhi komitmen. Peran pendamping PKH diperlukan karena sebagian
besar orang miskin tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk
memperjuangkan hak mereka sehingga perlu ada pendamping yang siap untuk
membatu mereka mendapatkan hak dan mendampingi mereka untuk memenuhi
kewajiban PKH (Depsos, 2007).
Tabel 6. Tugas Pendamping PKH
Tugas Persiapan Program
1 Menyelenggarakan pertemuan awal dengan seluruh penerima PKH
2 Menginformasikan program kepada RTSM peserta PKH dan mendukung
sosialisasi kepada masyarakat umum
3 Mengelompokkan peserta kedalam kelompok yang terdiri atas 20-25 orang
peserta PKH untuk mempermudah tugas pendamping
4 Memfasilitasi pemilihan ketua kelompok PKH
5 Membantu peserta PKH dalam pengisian persyaratan PKH
6 Mengkoordinasikan pelaksanaan kunjungan awal ke puskesmas dan pendaftaran
sekolah
Tugas Rutin
1 Menerima pemutakhiran data peserta PKH dan mengirimkan formulir
pemutakhiran data ke UPPKH kabupaten/kota
2 Menerima mengaduan dari ketua kelompok
3 Kunjungan insidental kepada penerima PKH yang tidak komitmen
4 Pertemuan dengan semua peserta PKH setiap enam bulan untuk resosialisasi
5 Koordinasi dengan pihak setempat terkait pelayanan kesehatan dan pendidikan
6 Pertemuan bulanan dengan ketua kelompok
7 Pertemuan bulanan dengan pelayan kesehatan dan pendidikan setempat
8 Pertemuan triwulan dan tiap semester kepada UPPKH daerah, pendamping,
pelayan kesehatan dan pendidikan *Sumber: Buku Kerja Pendamping Departemen Sosial RI Tahun 2007
Desa Tegal Kecamatan Kemang memiliki dua pendamping PKH, yaitu
Ibu Siti Noor Havidah dan Bapak Erik. Masing-masing pendamping memiliki

45
wilayah dampingan yang berbeda. Latar belakang dipilihnya Desa Tegal menjadi
lokasi penerima bantuan PKH adalah berawal dari permohonan melalui data yang
diajukan oleh pemerintah desa bersama kecamatan setempat. Data tersebut
kemudian diserahkan kepada BPS Kabupaten Bogor untuk melihat sejauh mana
sinkronisasi data yang diajukan desa dengan data yang dimiliki oleh BPS terkait
sasaran PKH. Data tersebut kemudian disatukan dan dilihat sejauh mana
kecocokan data yang dimiliki masing-masing, namun dalam hal ini BPS memiliki
kewenangan lebih untuk menyeleksi data tersebut. Data yang sudah dirapihkan di
BPS setempat kemudian diserahkan ke UPPKH pusat yang berlokasi di Jakarta
yang memiliki kewenangan untuk memvalidasi data yang ada, menyortir data
sehingga sesuai dengan sasaran dan anggaran yang dialokasikan. Setelah itu, data
yang sudah divalidasi langsung diserahkan ke UPPKH setempat. Khusus di Desa
Tegal, diadakan temu atau kumpul semua penerima PKH di Kantor Desa untuk
mengecek kebenaran data yang diterima. Setelah itu, pendamping melakukan
survei ulang terhadap penerima PKH dengan melihat kondisi rumah, dan sosial
ekonomi si penerima PKH.
Pendamping PKH cukup memiliki peran penting dalam proses PKH secara
keseluruhan, mulai proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring kegiatan.
Salah satu pendamping PKH menyampaikan bahwa:
Dalam hal ini pemilihan pendamping PKH dilakukan melalui proses
pendaftaran dan penyeleksian, walaupun memang terkesan agak tertutup.
Proses penyeleksian dilakukan tahun 2008 dengan adanya tes tulis dan
wawancara. Walaupun tertutup, ternyata ada sekitar 683 orang yang mendaftar,
namun hanya 30 orang yang lolos dan sesuai klasifikasi pendamping, yaitu
minimal lulusan sarjana (S1) dan memiliki track record dalam bidang
kemasyarakatan. Adapun insentif yang diberikan kepada pendamping PKH, yaitu
Rp 1.700.000,00 per bulan dengan kontrak yang selalu diperbaharui setiap tahun.
Untuk menunjang pelaksanaan tugas sebagai pendamping, tidak disediakan
kendaraan khusus melainkan hanya disediakan seragam (baju, kemeja, tas) dan
alat tulis kantor. Tidak ada batasan maksimal menjadi seorang pendamping PKH,
karena sejauh ini tidak ada pemutusan secara sepihak dari UPPKH, jikalau pun
ada kasus pendamping yang menyalahi aturan PKH maka biasanya akan langsung

46
diberikan surat peringatan hingga surat pemecatan. Kasus yang pernah terjadi
adalah adanya tindakan penyelewengan terhadap dana PKH yang diterima.
Adapun peran dan tugas dari pendamping meliputi proses perencanaan,
pelaksanaan, dan monitoring kegiatan. Dalam proses perencanaan, pendamping
membantu meninjau para penerima PKH dengan langsung turun melihat kondisi
sosial ekonomi penerima. Dalam proses pelaksanaan, pendamping berperan
memberikan pendampingan bagi para penerima PKH dalam pencairan dana,
berkoordinasi dengan pihak UPPKH, sekolah dan posyandu untuk mengontrol
sejauh mana perilaku si penerima PKH khususnya mengontrol aktifitas kehadiran
anak penerima PKH dan kehadiran ibu di setiap kegiatan posyandu. Kendala yang
selama ini dialami oleh pendamping PKH adalah masalah transportasi karena
sejauh ini ditanggung dari biaya sendiri, walaupun ada wacana akan ada motor
inventaris bagi pendamping jika PKH akan dijadikan sebagai badan, layaknya
BKKBN.
Sikap dan perilaku penerima PKH terhadap pendamping sejauh ini
memang membantu jalannya PKH walaupun bentuk konsultasi yang dilakukan
penerima terhadap pendamping sifatnya belumlah rutin, hanya saja jika ada
keperluan yang mendesak dan berkenaan dengan PKH, misalnya 1 bulan hanya 2
kali. Dalam rangka meningkatkan kemampuan pendamping, tidak ada bentuk
pelatihan yang sifatnya rutin dilakukan oleh UPPKH, hanya sempat dilakukan di
awal proses seleksi di tahun 2008. Namun evaluasi pendamping biasanya rutin
dilakukan pertiga bulan setiap ada pencairan dana PKH. Penuturan pendamping
menyampaikan bahwa:
Sejauh ini setiap ada pencairan dana PKH, memang rata-rata penerima
mengalokasikan uangnya untuk keperluan sandang, pangan, dan papan
khususnya sandang dibandingkan untuk keperluan kesehatan dan
pendidikan anak.
Hal ini diluar kemampuan dan kontrol pendamping karena hal ini
langsung diserahkan pada hak dan keputusan dari si penerima bantuan. Namun
sebagai sebuah bentuk pengontrolan, pendamping mengecek aktivitas dan
kehadiran anak penerima PKH melalui pihak sekolah serta mengecek keaktifan
ibu penerima PKH dalam mengikuti kegiatan posyandu sehingga ketika pun
terjadi kesalahan maka akan ada pengurangan nominal dana yang didapatkan,

47
misalnya jika anak tidak masuk sekolah berulang kali atau ketidakaktifan dalam
mengikuti kegiatan posyandu. Memang secara analogi sederhana, uang yang
didapatkan dari dana PKH memang belumlah cukup, karena harapannya dana ini
sifatnya berupa dana pemicu dan dikhususkan untuk peningkatakan kualitas
sumberdaya di bidang pendidikan dan kesehatan sehingga wajar jika PKH tentu
berbeda dengan program kemiskinan lainnya.
Secara umum, memang tidak semua RTSM di Desa Tegal mendapatkan
bantuan PKH, sebagai bentuk penyelesaian maka pendamping banyak menerima
laporan dan memberikan rekomendasi ke pusat, namun sejauh ini mekanisme ini
memang cukup sulit dilakukan khususnya di pihak pengambil keputusan tertinggi
di UPPKH. Karena dana PKH akan otomatis terhenti saat RTSM tidak memiliki
tanggungan, misalnya anak sudah lulus SMP, maka dana pun akan terputus
sehingga ternyata masih ada rumah tangga yang tidak mampu menyekolahkan
anaknya ke SMA karena masalah finansial sehingga keluhan masyarakat bahwa
dana yang diberikan relatif belum mencukupi. Harapan dari pendamping PKH di
Desa menuturkan bahwa:
Namun, harapan terhadap program PKH adalah adanya perubahan sikap
dan perilaku penerima PKH khususnya peningkatan kualitas sumberdaya
dalam bidang pendidikan dan kesehatan serta adanya nasib pendamping.
5.1.2.2 Badan Pusat Statistika Sosial BPS Kabupaten Bogor
Badan Pusat Statistika adalah aktor yang berperan khusus dalam survei
calon penerima PKH. Menurut penuturan AS (Staf Statistika Sosial BPS
Kabupaten Bogor), prosedur yang BPS lakukan terkait data penerima PKH
berawal dari data yang diterima Survei Pelayanan Dasar Kesehatan dan
Pendidikan (SPDKP) pada tahun 2007 sebagai data awal PKH. Data SPDKP di
tahun 2007 terdapat 11 kecamatan dan ditambah 5 kecamatan di tahun 2008,
sehingga total penerima 16 kecamatan.
Pemilihan kecamatan berasal dari BPS Pusat sehingga BPS Kabupaten
sebatas tim pelaksana survei saja di lapangan. Data dasar SPDKP diperoleh dari
PSE (Pendataan Sosial Ekonomi) tahun 2004 sehingga dapat dijadikan sebagai
data permulaan SPDKP di 16 kecamatan, dari data PSE 2004 diverifikasi ulang
dengan menggunakan kriteria sasaran penerima PKH, yaitu ibu hamil, ibu balita,

48
dan ibu dengan anak usia SD dan SMP hingga munculah data yang disebut
SPDKP untuk kepentingan PKH. Mekanisme yang dilakukan BPS Kabupaten
Bogor dalam melakukan SPDKP dilakukan dengan beberapa mekanismenya,
dilihat dari segi input, proses, dan output yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Input
a. Persiapan SPDKP
b. Perekrutan tim survei dan verifikasi; perekrutan dilakukan dari pihak desa
hingga kecamatan melalui pemberian rekomendasi nama-nama. Umunya yang
terlibat langsung adalah para petugas desa atau para kader. Biasanya BPS
menyebut mereka sebagai mitra statistika.
c. Pelatihan tim survei dan verifikasi; pelatihan dilakukan kepada mitra statistika
tiap desa dan kecamatan yang telah terpilih selama 3 hari. Pelatihan dibagi
dalam dua tim, yaitu tim lapangan dan tim pengolahan data. Hal ini dilakukan
karena secara tugas dan fungsi juga berbeda.
2. Proses
Survei dilakukan oleh tim yang telah terpilih di masing-masing desa dan
kecamatan, survei dilakukan dengan kurun waktu yang telah ditentukan
selama1 bulan. Mekanisme survei yang dilakukan adalah dengan mendatangi
langsung rumah dari daftar nama-nama yang telah diberikan BPS Pusat,
mencocokan nama dan dilihat bagaimana kondisi sosial ekonomi dan kriteria
penerima PKH, yaitu ibu hamil, ibu balita, dan ibu dengan anak usia SD dan
SMP hingga hasilnya diperoleh. Data yang sudah didapatkan kemudian
diserahkan kembali pada tim pengolah data yang juga dibagi dalam dua tim,
yaitu pencacah lapangan dan pemeriksa dan pengawas. Data tersebut dilihat
sejauh mana konsistensi dari hasil survei yang dilakukan terhadap
masyarakat,. Hal ini dilakukan karena menurut pemaparan Bapak Ag,
masyarakat sudah cukup cerdas ketika dilakukan survei sehingga terkadang
menutupi kondisi rumah tangga yang sebenarnya.
3. Output
Hasil data survei yang sudah diperiksa oleh BPS Kabupaten Bogor
kemudian langsung dikirimkan ke BPS Pusat, dimana BPS Kabupaten Bogor
hanya sebatas mengentri data dan tidak berwenang memutuskan siapa saja

49
rumah tangga yang layak menerima PKH. Data tersebut kemudian diserahkan
ke BPS Pusat untuk dilakukan verifikasi dan hasilnya diserahkan ke
Kementerian Sosial RI untuk dilihat berapa kuotanya percdesa dan
kecamatan. Data tersebut kemudian diserahkan ke UPPKH masing-masing
daerah. Tidak semua data yang diperoleh dari SPDKP yang diserahkan ke
BPS Pusat dan Kemensos yang kemudian tertampung semua oleh PKH,
karena Kemensos memiliki kuota tersendiri sehingga peran BPS Kabupaten
Bogor hanya sebatas tugas survei di lapangan melalui data yang diberikan
BPS pusat. Di samping itu, BPS juga tidak punya kewenangan memilih siapa
saja yang berhak menerima PKH, melainkan Kemensos sesuai kuota.
Sejauh ini mekanisme pergantian penerima PKH karena ketidaklayakan
agak sulit untuk dirubah keputusannya, karena sejauh ini pihak BPS (kabupaten
dan pusat) juga sulit dengan prosedurnya dan BPS belum pernah menyepakati hal
itu walaupun tertulis dalam pedoman PKH jika terdapat warga yang tidak mampu
bisa diajukan. Hambatannya adalah tidak adanya petunjuk yang jelas tentang
mekanisme bagi RTSM yang sudah tidak layak lagi mendapatkan bantuan dan
sudah menjadi kasus nasional. BPS juga tidak ingin salah bersikap dan khawatir
salah sasaran dan membutuhkan waktu yang lama.
5.1.2.3 Dinas Sosial Kabupaten Bogor
Peran Dinas Sosial memiliki garis koordinasi dengan Dinas Sosial
Provinsi dan Kemensos RI yang bertugas mengkoordinasikan PKH di kecamatan
melalui UPPKH kecamatan. Dinas Sosial Kabupaten bertugas sebagai
pemantauan, pengawasan, pelaporan dan pendampingan juga pendukung juga
membantu memfasilitasi kelancaran penerimaan pelayanan pendidikan dan
kesehatan bagi penerima PKH. Misalnya untuk bidang kesehatan, dimana
penerima PKH mendapatkan akses kesehatan (posyandu, puskemas, dan lainnya
walaupun realisasinya RTSM harus tetap memenuhi dan mengikuti persyaratan
jika RTSM sedang terkena musibah, misalnya sakit parah. Penuturan DM (Bagian
PKH Dinas Sosial Kabupaten Bogor) menuturkan bahwa
Saat pertama kali PKH terbentuk diadakan temu dengan semua pihak
terkait, juga biasanya diadakan temu rapat koordinasi dengan semua pihak
elemen per pencairan (per triwulan). Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi

50
jalannya PKH, hambatan, dan rekomendasi- rekomendasi dalam rangka
memperbaiki PKH. Target minimal PKH adalah masyarakat sangat miskin
menjadi masyarakat miskin melalui upaya pemberdayaan.
Setiap triwulan juga diserahkan laporan pencairan kepada Dinas
Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Bappeda, Bupati, Kominfo, Polres,
BPKB. BPS, Depag. Menurut penuturan Ketua UPPKH Kabupaten Bogor
mengacu pada pedoman umum PKH, PKH berakhir di tahun 2015 dengan target
nasional 8% penurunan kemiskinan. Sejauh ini evaluasi pencapaian sudah ada
perbaikan 21% dari rapat umum yang disampaikan oleh para ahli.
5.1.2.4 UPPKH Kabupaten Bogor
UPPKH Kabupaten dibentuk di setiap kabupaten dimana PKH
dilaksanakan. UPPKH Kabupaten merupakan kunci untuk menyukseskan
pelaksanaan PKH dan akan menjadi saluran informasi terpenting antara UPPKH
Kecamatan dengan UPPKH Pusat serta tim koordinasi provinsi dan kabupaten.
Dalam pelaksanaan UPPKH Kabupaten/Kota tidak terlepas dari peran UPPKH
secara keseluruhan yang meliputi Ketua UPPKH Kabupaten/Kota, Koordinator
UPPKH Kabupaten/Kota, Administrasi, Data Entri/Operator komputer, dan
sistem pengaduan masyarakat.
UPPKH Kabupaten Bogor langsung berada dibawah koordinasi UPPKH
pusat juga Dinas Sosial Kabupaten Bogor, dalam menjalankan tugasnya para
pengurus UPPKH juga terlibat sebagai pendamping di desa penerima PKH.
Mereka bertugas untuk menginput semua data yang diterima dari para
pendamping di setiap desa, misalnya berkaitan dengan pemutakhiran data atau
pencairan dana, mereka juga turut aktif berkoordinasi dengan tim kecamatan
guna melakukan evaluasi pelaksanaan PKH.

51
Gambar 9. Struktur Kepengurusan UPPKH Kabupaten Bogor, Tahun 2011
5.1.2.5 Hubungan antar Aktor
Pemaparan tentang peran aktor yang terlibat di lapangan dalam
pelaksanaan PKH dapat dihubungkan dalam adanya fungsi koordinasi dan
instruksi mulai dari tahap perencaan, pelaksanaan, hingga evaluasi yang dibatas
pembahasannya di wilayah kabupaten.
a. Proses perencaan dimulai oleh Badan Pusat Statistika Kabupaten Bogor yang
melalukan survei kepada masyarakat Desa Tegal yang didampingi oleh
pendamping PKH dan pemerintah setempat (fungsi koordinasi). Dalam hal ini
terdapat koordinasi antara pihak BPS dengan pendamping dan pemerintah
desa. BPS Kabupaten melakukan pendataan setelah mendapatkan instruksi
dari BPS pusat yang telah koordinasi dengan UPPKH pusat (fungsi koordinasi
dan instruksi). Data yang telah didapatkan BPS kemudian diserahkan kepada
BPS pusat untuk kemudian diteruskan kembali ke Departemen Sosial dan
UPPKH pusat yang menentukan kuota penerima PKH tiap wilayah (fungsi
koordinasi). Pada penentuan RTSM penerima PKH, pelaksana tingkat
kabupaten tidaklah memiliki kewenangan untuk menentukan karena langsung
dari pusat.
b. Tahap pelaksanaan PKH dibagi dalam taahap pencairan dana, ada koordinasi
antara Dinasi Sosial, UPPKH, pendamping, dan kantor pos. Tahap
pelaksanaan untuk mengkontrol pemanfaatan dana PKH lebih banyak
Ketua UPPKH Kabupaten Bogor
Dian Mulyadianta
Koordinator UPPKK Kabupaten Bogor
Moch. Dede Soleh
Petugas Data Entri
Dian Anugerah, Asep Syaefudin, Iis Hanisah, Dede
Haryanti, Neni Nurhaeni
Petugas SPM
-
Petugas Administrasi
Galih Sekar
Petugas SIM PKH
Donny Anugerah P

52
dilakukan pendamping dengan ketua kelompok PKH, kader posyandu, pihak
sekolah/kepala sekolah juga UPPKH (garis koordinasi). Misalnya pendamping
melakukan pengecekan kehadiran anak RTSM ke pihak sekolah dan kehadiran
ibu ke posyandu kepada kader posyandu, dimana data ini kemudian akan
digunakan untuk menilai keaktifan peserta yang berpengaruh pada dana PKH
yang diterima.
c. Tahap evaluasi dilakukan per pencairan dana yang dikoordinasikan oleh Dinas
Sosial Kabupaten Bogor yang mengundang semua aktor yang terlibat di
tataran teknis. Hubungan aktor dalam tahapan ini terlihat hanya berupa garus
koordinasi pelaporan atas pelaksanaan pencairan dana, dimana akhisnya akan
ada sebuah bentuk solusi atas permasalahan yang dihadapi di lapangan.
5.1.3 Keterlibatan Pemerintahan Desa Tegal dalam Pelaksanaan Program
Keluarga Harapan
Jika melihat stuktur organisasi PKH di tingkat pusat hingga kecamatan,
tidak tergambarkan peran pemerintah desa disana. Menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005, pemerintah desa adalah
penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan badan
permusyawarahan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nama
lain pemerintah desa adalah Kepala Desa dan perangkat desa yang membantu di
dalamnya. Menurut penuturan mantan Ketua BPD Desa Tegal, disampaikan
bahwa memang desa tidak banyak terlibat dalam proses perencanaan hingga
pelaksanaan dan evaluasi, hanya saja memang desa turut tergabung saat
melakukan survei dengan BPS saat memilih RTSM yang layak sebagai penerima
PKH. Namun pasca itu para pendamping dan Dinas terkait sifatnya hanya
koordinasi dan itupun tidak sering, melainkan hanya berupa pelaporan per
pencairan saja.
Sejauh ini pihak pemerintah desa memang tidak terlalu dilibatkan dalam
Program Keluarga Harapan (PKH), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi. Pihak desa memang secara kewenangan tidak terlalu banyak

53
sehingga hanya menerima laporan PKH saja secara keseluruhan. Menurut
penuturan Bapak AP (Sekretaris BPD Desa Tegal) bahwa:
Banyak warga yang tergolong RTSM tapi tidak menerima bantuan,
sehingga ia menilai bahwa program ini belumlah optimal. Pernyataan ini,
ia kuatkan karena proses di awal pemilihan RTSM yang tidak begitu baik,
karena proses survei yang dilakukan BPS hanya didamping oleh pihak
warga yang sebenarnya diantara mereka memiliki kekerabatan satu sama
lain. Di samping itu, alokasi dana yang dikeluarkan dari dana PKH pun
banyak dikeluarkan RTSM penerima untuk memenuhi kebutuhan lain
(sandang).
Keterlibatan pemerintah desa, dalam hal ini pemerintah Desa Tegal jika
dibagi dalam tahap perencanaan (permulaan), pelaksanaan, dan evaluasi, maka
pada tahap perencanaan (permulaan) pemerintah desa terlibat dalam proses
rekomendasi nama RTSM yang kemudian disurvei secara langsung oleh pihak
BPS dan pendamping di desa tersebut. Kemudian di tahap pelaksanaan,
pemerintah desa memang berperan hanya pada fungsi pelaporan dan koordinasi
tekait pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH), misalnya pelaporan
bulanan per pencairan yang diberikan oleh pendamping dan fungsi koordinasi jika
ada beberapa agenda atau kegiatan terkait sedangkan dalam fungsi evaluasi,
pemerintah desa juga tidak turut terlibat secara langsung karena evaluasi PKH
dilakukan per periode pencairan melalui rapat koordinasi di level kabupaten yang
menghadirkan UPPKH kabupaten, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas
Kesehatan, POLRI dan sebagainya.
Keterlibatan pemerintah desa merupakan hal yang penting untuk sebuah
program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Hal ini dikarenakan
pemerintah desa merupakan pihak yang paling mengetahui kondisi masyarakatnya
dibandingkan dengan pihak luar yang sebelumnya belum pernah terlibat langsung
di daerah tersebut. Khususnya terkait proses pemilihan RTSM penerima PKH, hal
ini dikarenakan ini merupakan fase permulaan program, jika PKH diberikan
secara tidak tepat maka akan berpengaruh pula terhadap optimalisasi pencapaian
tujuan.

54
5.1.4 Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan
Menurut Grindle (1980) dalam Dwijowijoto (2003) menyatakan bahwa
pelaksanaan kebijakan dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan.
Turunan dari kebijakan yang dimaksud dapat berupa program. Isi kebijakan
meliputi kepentingan yang dipengaruhi, tipe manfaat, derajat perubahan, letak
pengambilan keputusan, pelaksanaan program, dan sumberdaya yang dilibatkan.
Sementara untuk konteks kebijakan mencakup kekuasaan, kepentingan dan
strategi aktor yang terlibat dan karakter lembaga dan penguasa.
Jika dianalisis berdasarkan model implementasi kebijakan menurut
Grindle 1980 dalam Dwijowijoto (2003), maka :
a. Kepentingan yang dipengaruhi, bahwa setiap kebijakan yang akan diambil
akan mempertimbangkan dampak terhadap aktivitas politik yang distimulasi
oleh proses pengambilan keputusan. Maksudnya yang tercermin dalam
pelaksanaan PKH di Desa Tegal bahwa masing-masing aktor khususnya yang
berkaitan dengan ranah politik sebelumnya mereka akan mempertimbangkan
bagaimana dampak yang ditimbulkan.
b. Tipe manfaat. Bahwa program yang memberikan manfaat secara kolektif akan
mendapatkan dukungan dalam implementasi dan sebaliknya. Misalnya tujuan
PKH adalah mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas
sumberdaya (RTSM) dalam bidang kesehatan dan pendidikan juga mendapat
dukungan dari berbagai pihak, yaitu Departemen Sosial, Pendidikan dan
Kesehatan hingga turut mendukung program ini BPS dan Kantor Pos.
c. Derajat perubahan yang diharapkan, bahwa program yang ditetapkan yang
mengharapkan akan adanya sedikit perubahan perilaku di masyarakat akan
mudah untuk diimplementasikan tetapi untuk pogram yang mengharapkan
adanya perubahan yang mendasar di masyarakat dalam jangka panjang akan
sulit untuk diimplementasikan. Hal ini tercermin dari PKH dimana perubahan
yang diharapkan adalah peningkatan kualitas sumberdaya (RTSM) dalam
bidang kesehatan dan pendidikan namun yang dialami oleh RTSM Desa Tegal
adalah belum pada peningkatan secara signifikan.
d. Letak pengambilan keputusan, bahwa setiap keputusan akan
mempertimbangkan dimana keputusan tersebut akan diambil, misalnya di

55
tingkat departemen atau di tingkat dinas dan akan berdampak pada tingkat
implementasi kebijakan tersebut. Kondisi ini tercermin dalam implementasi
dalam menentukan RTSM penerima bantuan PKH, dimana BPS Kabupaten
Bogor dibantu pendamping dan pemerintah desa hanya berfungsi dalam
melakukan pendataan yang kemudian data itu diajukan kepada BPS pusat dan
Depertemen Sosial yang berkoordinasi dengan UPPKH pusat sehingga ada
beberapa RTSM yang seharusnya layak mendapat bantuan malah terhapus
karena kuota yang ditentukan oleh pihak pusat.
e. Pelaksana program, bahwa keputusan yang dibuat dalam tahapan formulasi
kebijakan akan mengindikasikan siapa yang akan ditugaskan untuk
melaksanakan berbagai macam program, dan keputusan itu juga akan
mempengaruhi bagaimana kebijakan tersebut dicapai. Berdasarkan struktur
organisasi PKH tidak tercantum pemerintah desa sebagai pelaksana program
sehingga kondisi ini mempengaruhi implementasi PKH di lapangan, bahkan
sempat terjadi konflik akibat pencairan dana PKH di Desa Tegal.
f. Sumberdaya yang dilibatkan, bahwa setiap keputusan yang diambil akan
berakibat pada pemenuhan sumberdaya yang dibutuhkan untuk
mengimplementasikan program yang telah ditetapkan. PKH melibatkan
sumberdaya manusia meliputi para aktor terkait dan alokasi dana, karena dana
termasuk dalam sumberdaya yang dilibatkan maka akibat adanya keterbatasan
dana PKH tiap wilayah, maka berakibat pada adanya beberapa RTSM yang
tidak jadi mendapatkan bantuan walaupun mereka sempat didata oleh BPS.
Pada prinsipnya ada “empat tepat” yang harus dipenuhi dalam keefektifan
implementasi kebijakan atau program, yaitu tepat secara kebijakan, tepat secara
pelaksanaan, tepat target, tepat lingkungan (Dwijowijoto, 2003).
a. Tepat kebijakan; Tepat kebijakan dapat ditinjau dari apakah kebijakan yang
ada telah bermuatan hal-hal untuk memecahkan masalah, apakah kebijakan
sudah dirumuskan sesuai karakter masalah yang akan dipecahkan, dan dibuat
oleh lembaga yang mempunya wewenang terhadap masalah yang akan
dipecahkan. Kebijakan PKH merupakan kebijakan yang bertujuan mengurangi
kemiskinan melalui peningkatan kualitas (RTSM) dalam hal kesehatan dan
pendidikan yang dibuat oleh Departemen Sosial bekerjasama dengan

56
Departemen Pendidikan dan Kesehatan sehingga dilihat dari sisi ini kebijakan
PKH sudah sesuai secara formulasinya.
b. Tepat pelaksana; aktor yang terlibat tidaklah hanya pemerintah melainkan
kerjasama antara masyarakat dan swasta. Yang terjadi dalam pelaksanaan
PKH di lapangan belumlah bisa melibatkan semua stakeholders terkait,
kegiatan strategis terpusat di Dinas Sosial dan UPPKH kabupaten masing-
masing sementara aktor lainnya hanya berperan secara teknis. Sebagai
kebijakan penanggulangan kemiskinan, PKH belum bisa memberdayakan
masyarakatnya. Masyarakat diperlakukan sebatas objek dalam penerima
bantuan sehingga saat dilakukan sesi wawancara kepada RTSM tersampaikan
jika program ini dihentikan maka mereka mengakui akan sangat sulit untuk
menyekolahkan anak mereka dan memberikan layanan kesehatan karena
program ini baru bersifat bantuan tunai walaupun sudah ada pendampingan.
c. Tepat target; definisi ketepatan target bukan hanya sekedar tepat secara
sasaran namun yang hendak dijelaskan adalah apakah target sesuai dengan
yang direncanakan dan tidak tumpang tindih dengan kebijakan lain. Kedua,
kesiapan target secara fisik dan psikologis, dan apakah kebijakan ini bersifat
baru atau memperbaharui kebijakan sebelumnya. Ketepatan target ini juga
bisa ditunjang dengan keterlibatan pihak terkait, misalnya BPS, pendamping
PKH juga pemerintah desa dalam melakukan survei atau bahkan dapat
memutus dana PKH jika memang kondisi RTSM sudah mengalami
peningkatan sosial ekonomi sehingga bisa digantikan dengan RTSM yang
lain. Di samping itu, penuturan ketua kelompok bahwa masih ada beberapa
dari mereka yang mendapatkan bantuan lain selain PKH yang juga masuk
dalam kluster 1 program penanggulangan kemiskinan, yaitu Raskin dan
Jamkesmas. Terlalu banyak kebijakan baru namun pada prinsipnya mengulang
kebijakan lama dengan hasil yang tidak efektif dengan kebijakan sebelumnya.
d. Tepat lingkungan; ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu
lingkungan kebijakan dan lingkungan eksternal kebijakan. Lingkungan
kebijakan adalah interaksi diantara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana
dengan lembaga lain yang terkait. Perumus kebijakan PKH adalah Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen

57
Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama,
Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik
sementara di tingkat kabupaten dan kecamatan inilah yang langsung
besentuhan dengan penerima. Menurut penuturan Ketua UPPKH Kabupaten
Bogor, interaksi ini dilakukan secara rutin setiap masa pencairan membahas
evaluasi pelaksanaan program mengupas kendala dan solusi dalam pemecahan
masalah namun yang terjadi adalah solusi tersebut belum mampu berjalan
optimal. Kedua, lingkungan eksternal adalah berkaitan penerimaan publik dari
penerima program ini, yaitu pemerintah desa dan individu. Disinilah PKH
memiliki kelemahan karena kurang bisa melibatkan pemerintah desa dan para
tokoh sebagai opinion leader guna menunjang keberhasilan program ini.
Sebuah implementasi dari pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH)
tidak boleh terlepas dari tujuan utamanya yaitu mengurangi kemiskinan melalui
peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan. Guna menunjang pencapaian
tujuan tersebut maka diperlukan perencanaan yang matang dalam program,
khususnya dalam pemilihan sasaran. Sasaran atau penerima bantuan PKH adalah
Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang
terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi
terpilih. Penerima bantuan adalah ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak
pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada ibu maka: nenek, tante/ bibi,
atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan). Oleh karena itu, diawal
diperlukan adanya keterlibatan pihak terkait yang saling bersinergi dalam
penerntuan RTSM penerima PKH.
5.1.5 Klasifikasi RTSM Penerima PKH
Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen
tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatiannya. Salah satu
konsep perhitungan kemiskinan yang banyak diaplikasikan di negara termasuk
Indonesia adalah konsep kebutuhan dasar yang dilakukan oleh BPS. Untuk
mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia, BPS selama ini menggunakan dua
cara. Pertama, untuk mengestimasi jumlah dan persentase penduduk miskin BPS
menggunakan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dengan

58
menggunakan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Penduduk miskin
didefinisikan sebagai penduduk yang mempunya rata-rata pengeluaran per kapita
per bulan di bawah garis kemiskinan. Data kemiskinan yang bersifat makro ini
hanya menunjukkan jumlah agregat dan pesentase penduduk miskin, tetapi tidak
menunjukan siapa si miskin dan dimana alamat mereka sehingga kurang
operasional di lapangan. Meskipun demikian, data ini sangat bermanfaat untuk
mengevaluasi pertambahan/ pengurangan jumlah penduduk miskin dari waktu ke
waktu. Selain itu, banyak informasi penting lainnya yang bisa digali dan sangat
bermanfaat untuk program pengentasan kemiskinan. Kedua, dengan melakukan
Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk (PSE) tahun 2005 yang kemudian
digunakan untuk menentukan SDM penerima BLT yang memuat informasi nama
kepala rumah tangga yang berhak menerima bantuan dan lokasi tempat
tinggalnya.
Dalam menentukan rumah tangga penerima PKH, BPS juga menggunakan
data PSE 2005 yang menjadi bahan pendataan berikutnya yaitu Survei Pelayanan
Dasar Kesehatan dan Pendidikan (SPDKP) pada tahun 2007 yang merupakan data
awal PKH yang disesuaikan dengan kriteria penerima PKH, , yaitu ibu hamil, ibu
balita, dan ibu dengan anak usia SD dan SMP hingga munculah data yang disebut
SPDKP untuk kepentingan PKH. Dalam pengukuran itu, BPS melakukan
pendataan rumah tangga miskin dengan menggunakan 14 variabel kemiskinan
dimana varibel ini memiliki hubungan sangat erat dengan kemampuan memenuhi
kebutuhan kalori dan kebutuhan dasar non makanan (basic needs approach).
(tabel 1), dimana varibel ini memiliki hubungan sangat erat dengan kemampuan
memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan dasar non makanan (basic needs
approach), Melalui pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan
dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengetahuan sehingga kemiskinan
adalah suatu kondisi yang selalu ada di setiap masa dan di setiap tempat.
Penuturan AS (Staf Badan Pusat Statistika Kabupaten Bogor)
menyampaikan bahwa
dimana jika posisi rumah tangga tersebut hanya memenuhi minimal 9
variabel maka dikategorikan RTSM ditambah dengan hasil estimasi permodelan
dengan menggunakan faktor statistik lainnya.

59
Pemilihan RTSM di Desa Tegal relatif banyak dibandingkan daerah lain,
total RTSM penerima PKH di Desa Tegal sebanyak 611 RTSM. Secara luas
wilayah Desa Tegal memang memiliki luas wilayah 616.45 ha sehingga
memungkinkan banyak penduduk yang tinggal disana, mulai dari lapisan atas
yang tinggal di perumahan sekitar atau masyarakat asli (pribumi) yang umumnya
menempati tempat sederhana yang rata-rata masih beratapkan bilik dan beralaskan
tanah. Pemilihan RTSM ini juga didasarkan dari data survei hal PPLS 2008, yaitu
survei peningkatan pendidikan dan kesehatan yang menunjukan bahwa rumah
tangga di Desa Tegal berada pada posisi terbanyak rumah tangga yang layak
menerima bantuan dengan penjabaran dalam tabel berikut:
Tabel 7. Jumlah Rumah Tangga Layak PPLS 2008 Kabupaten Bogor Provinsi
Jawa Barat
Kode
(01)
Nama
Kecamatan
(02)
Kode
(3)
Nama Desa
(4)
Rumah Tangga
Layak
(5)
Tambahan
(6)
Jumlah
(7)
230 Kemang
006 Semplak Barat 558 13 571
007 Atang Senjaya 33 2 35
008 Parankanjaya 432 5 437
009 Bojong 743 20 763
010 Kemang 1084 14 1098
011 Pabuaran 693 0 693
013 Tegal 1124 9 1133
014 Pondok Udik 405 1 406
015 Jampang 791 47 838
Jumlah 5863 111 5974 *Sumber : BPS Kabupaten Bogor Tahun 2011
Catatan
Kolom 6 : adalah data yang disiapkan atas permintaan Menko Kesra dalam rangka
optimalisasi distribusi raskin
Tabel 7 menjelaskan bahwa untuk Kecamatan Kemang, terdapat 1133
rumah tangga di Desa Tegal yang layak mendapatkan bantuan pendidikan dan
kesehatan sehingga tidak aneh bila dibandingkan dengan desa lain, di Desa Tegal
banyak ditemukan RTSM yang layak menerima PKH dan menunjukan status
ekonomi mereka yang masih rendah. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di

60
Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor telah dilakukan perhitungan
skor untuk melihat karakteristik RTSM penerima PKH.
Dalam menganalisis ketepatan sasaran, maka dilakukan analisis data
terhadap 90 responden dengan menggunakan 3 kategori RTSM. RTSM penerima
PKH didapatkan dari SPDKP yang disesuaikan dengan kriteria penerima PKH
dengan menggunakan 14 variabel kemiskinan menurut BPS. Dari 14 variabel
tersebut kemudian dilakukan proses penyederhanaan dengan menggunakan 5
indikator, yaitu:
a. Pendapatan rumah tangga; hal ini didasarkan karena tingkat pendapatan
masyarakat per kapita itu memang merupakan indikator kemiskinan. Jadi
kemiskinan memang terhapus dengan meningkatnya pendapatan masyarakat
sehingga meningkatnya pendapatan masyarakat adalah titik tolak atau modal
bagi perkembangan ekonomi selanjutnya (Susanto, 2006).
b. Pengeluaran rumah tangga; hal ini didasarkan karena kemiskinan di Indonesia
dikur dengan melihat pada sisi pengeluaran, dimana BPS menggunakan
definisi penduduk miskin sebagai penduduk yang mempunyai pengeluaran per
kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (Susanto, 2006).
c. Tanggungan; hal ini didasarkan terkait masalah kependudukan di Indonesia
dengan jumlah penduduk yang banyak. Keberhasilan program KB telah
memberikan kesempatan kepada keluarga Indonesia mengurangi jumlah
anggota keluarga yang menjadi tanggungan sehingga setiap keluarga bisa
lebih longgra merancang masa depannya (Suyono, 2005)
d. Kepemilikan aset; kepemilikan aset ini berkaitan dengan sejauh mana aset-
aset pribadi yang dimiliki. Kemiskinan tidak selamanya berasal dari kebijakan
saja melainkan juga persoalan yang sifatnya struktural, artinya seseorang yang
berusaha sekeras apapun menjadi tidak ada artinya karena kendala struktural
yang ia hadapi. Misalnya, keterbatasan infrastruktur (aset) yang memadai
berupa penunjang kebutuhan hidup mereka (Susanto, 2006)
e. Kondisi rumah; kondisi rumah yang dimaksudkan adalah berupa gabungan
indikator yang terdiri dari status kepemilikan rumah, kondisi dinding, lantai,
tempat BAB, dan penggunaan bahan bakar.

61
Pemilihan 5 variabel diatas dilakukan terhadap 14 indikator BPS (tabel 1)
dengan rincian sebagai berikut:
1. Sumber penerangan rumah tangga dan sumber air minum tidak dimasukan
dalam variabel dikarenakan mayoritas masyarakat Desa Tegal menggunakan
listrik sebagai sumber penerangannya dan menggunakan air sumur sebagai
sumber air minum sehingga tidak ada keragamanan yang bisa menjadi
indikator pembeda antara RTSM yang satu dengan lainnya.
2. Bahan bakar memasak, konsumsi daging, pembelian pakaian baru, frekuensi
makan, kemampuan membayar untuk berobat, lapangan pekerjaan juga
disederhanakan menjadi variabel pendapatan rumah tangga. Karena variabel-
variabel tersebut bisa dilihat diukur dari pendapatan yang dimiliki. Semakin
tinggi pendapatan seseorang maka kemampuannya untuk memenuhi
kebutuhan sandang, pangan, dan papan akan semakin mudah tercukupi.
3. Pendidikan kepala rumah tangga tidak dimasukan dalam variabel ini
dikarenakan rata-rata kepala rumah tangga RTSM di Desa Tegal hanya
lulusan SD, paling tinggi SMP atau bahkan tidak sekolah. Namun yang tidak
sekolah malah memiliki sawah sedangkan lulusan SMP hanya bekerja sebagai
buruh sehingga tidak cukup signifikan untuk menggambarkan kemiskinan
RTSM.
Dengan 3 klasifikasi yang dilakukan terhadap RTSM penerima PKH di
Desa Tegal, maka kita akan melihat sejauhmana dana PKH disalurkan secara tepat
sasaran, langsung kepada klasifikasi RTSM yang berada pada level yang paling
rendah.
Tabel 8. Klasifikasi RTSM Penerima PKH di Desa Tegal, Tahun 2011
Kategori RTSM
Frekuensi Persen Validasi Persen Total Persen
Valid Rendah 68 75.6 75.6 75.6
Sedang 22 24.4 24.4 100.0
Total 90 100.0 100.0

62
Gambar 10. Klasifikasi RTSM Penerima PKH di Desa Tegal, Tahun 2011
Data diatas menunjukan bahwa 76% RTSM penerima PKH berada pada
kategori RTSM rendah dan 24% kategori sedang. Penentuan klasifikasi RTSM
dilakukan dengan menjumlahkan skor dari masing-masing 5 indikator yang
diguanakan, yaitu pendapatan rumah tangga, pengeluaran rumah tangga,
tanggungan, kepemilikan aset dan kondisi rumah dengan rincian sebagai berikut:
Rendah : nilai minimum ≤x< nilai minimum+1 IK
Sedang : nilai minimum+1 IK ≤x< nilai minimum+2 IK
Tinggi : ≥nilai minimum+2 IK
IK = nilai maksimum-nilai minimum
kategori
= 15-5 = 3.3= 3 (setelah dibulatkan)
3
sehingga didapatkan
RTSM Rendah : 5 ≤x< 8 = skor 1
RTSM Sedang : 8 ≤x< 11 = skor 2
RTSM Tinggi : x≥ 11 = skor 3
Maksudnya bahwa RTSM kategori rendah lebih besar dari RTSM kategori
sedang yang menunjukan bahwa Program Keluarga Harapan di Desa Tegal
dialokasikan tepat pada kelas Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dengan
indikator yang BPS tetapkan. Adapun definisi RTSM rendah adalah dengan
indikator pendapatan dan pengeluaran rendah disertai jumlah tanggungan tinggi,
status rumah rendah, dan kepemilikan asetnya pun rendah. Hasil wawancara dari

63
pihak Dinas Sosial Kabupaten Bogor, UPPKH Kabupaten Bogor, BPS Kabupaten
Bogor, dan pendamping PKH menyampaikan bahwa proses awal pemilihan
RTSM dilakukan dengan berbagai tahapan, mulai dari data survei BPS yang
kemudian dikunjungi langsung rumah-rumah yang bersangkutan guna melihat
kondisi ekonomi keluarga tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa
juga terjadi beberapa RTSM yang membutuhkan malah tidak mendapatkan dana
PKH, hal ini didasarkan karena kuota atau adanya pembatasan jumlah penerima di
setiap daerah.
5.2 Alokasi Dana PKH
5.2.1 Program Keluarga Harapan sebagai Program Penanggulangan
Kemiskinan
Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Tegal Kecamatan
Kemang ternyata sudah dilakukan sejak tahun 2007, berarti saat ini PKH sudah
berjalan selama 4 tahun. Sejak awal program ini digulirkan pada masyarakat,
mereka berharap bisa terbantu secara ekonomi. Program Keluarga Harapan masuk
kedalam kluster I “Program Bantuan dan Perlindungan Sosial” bersama dengan
Program Beras Miskin (Raskin), Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas), dan Program Beasiswa.
Dalam arti luas, perlindungan sosial dapat diartikan segala inisiatif baik
yang dilakukan pemerintah, swasta maupun masyarakat yang bertujuan untuk
menyediakan transfer pendapatan atau konsumsi pada orang miskin, melindungi
kelompok rentan terhadap resiko-resiko penghidupan dan meningkatkan status
dan hak sosial kelompok yang terpinggirkan di dalam suatu masyarakat5. Jika
disejajarkan dengan ketiga program bantuan tersebut, maka dapat dinyatakan
bahwa program ini sifatnya berupa bantuan langsung kepada penerima bantuan.
Keuntungannya adalah masyarakat langsung menerima bantuan, namun
kerugiannya bahwa program ini hanya sebatas pada stimulus yang kemudian
belum berkelanjutan serta belum mampu memberikan optimalisasi dalam edukasi
pada penerima bantuan sehingga informasi yang ditemukan di lapangan pada
5 Edi Suharto. Tanpa tahun. Perlindungan Sosial. http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/
PerlindunganSosialTansosmas.pdf. Kebijakan Perlindungan Sosial Bagi Kelompok Rentan dan
Kurang Beruntung [diunduh 8 Oktober 2011].

64
RTSM penerima PKH di Desa Tegal bahwa di sela-sela wawancara, program ini
memang membantu mereka secara finansial untuk membeli perlengkapan sekolah
dan biaya kesehatan mereka, namun ketika kemudian ditanyakan lebih mendalam
mereka menggunakan dana-dana ini untuk kemudian membayar hutang dan tidak
berpengaruh signifikan pada perubahan perilaku mereka khususnya di bidang
kesehatan dan pendidikan. Walaupun mereka mengakui dapat menyekolahkan
anak mereka hingga SMP. Padahal untuk kebijakan publik terbaik adalah
kebijakan yang mendorong setiap warga untuk membangun daya saingnya dan
bukan menjerumuskan ke dalam pola ketergantungan (Dwijowijoto, 2003).
5.2.2 Penggunaan Dana PKH oleh RTSM
RTSM yang ditetapkan sebagai peserta PKH memiliki sebuah kewajiban
berkaitan dengan kesehatan dan pendidikan. Hal ini didasarkan agar penggunaan
dana PKH berjalan efektif maka diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan
dan kesehatan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Berkaitan dengan kesehatan
RTSM yang ditetapkan sebagai peserta PKH diwajibkan melakukan
persyaratan berkaitan dengan kesehatan jika terdapat anggota keluarga yang
terdiri dari anak usia 0-6 tahun dan/ atau ibu hamil/nifas. Apabila terdapat
anak usia 6 tahun yang telah masuk sekolah dasar, maka RTSM tersebut
mengikuti persyaratan berkaitan dengan pendidikan.
b. Berkaitan dengan pendidikan
RTSM yang ditetapkan sebagai peserta PKH diwajibkan melakukan
persyaratan berkaitan dengan pendidikan jika terdapat anak yang berusia 6-15
tahun. Peserta PKH ini diwajibkan untuk mendaftarkan anaknya ke SD/MI
atau SMP/MTS dan mengikuti kehadiran di kelas minimal 85% dari hari
sekolah dalam sebulan selama satu tahun ajaran.
PKH yang bertujuan khusus meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu
hamil/nifas dan anak di bawah usia 6 tahun serta meningkatkan taraf pendidikan
anak-anak RTSM, maka secara pelaksanaan di lapangan program ini seharusnya
bisa diaplikasikan guna menunjang terjadinya peningkatan kualitas kesehatan dan
pendidikan bagi penerima PKH. Alokasi dana yang digunakan oleh RTSM

65
penerima PKH di Desa Tegal menunjukan keanekaragaman dalam alokasi dana
yang diberikan. Setiap RTSM penerima PKH mendapatkan bantuan yang berbeda
sesuai dengan jumlah tanggungan dan kriteria yang terpenuhi, semakin banyak
kriterian yang terpenuhi maka akan semakin banyak pula dana PKH yang
didapatkan (lihat tabel 2).
Tabel 9. Alokasi Dana PKH di Desa Tegal, Tahun 2011
Alokasi Dana PKH
Frekuensi Persen
Validasi
Persen Total Persen
Valid Tidak
Tepat 48 53.3 53.3 53.3
Tepat 42 46.7 46.7 100.0
Total 90 100.0 100.0
Gambar 11. Alokasi Dana PKH di Desa Tegal, Tahun 2011
Gambar 11 menunjukan bahwa penggunaan dana PKH oleh RTSM tidak
tepat sebanyak 48 RTSM dan tepat sebanyak 42 RTSM, maksudnya bahwa dana
PKH yang sebenarnya dialokasikan guna fungsi peningkatkan pelayanan
kesehatan dan pendidikan, kemudian dialokasikan untuk kebutuhan lain. Data
menunjukan kebutuhan lain dapat berupa kebutuhan pangan dan sandang.
Misalnya contoh kasus, di saat dana PKH turun dan diberikan kepada RTSM
penerima mereka memerlukan uang tersebut untuk membeli beras (sembako),
uang jajan anak, bahkan membayar hutang disaat mereka tidak memiliki uang.
Penyebab lain juga karena tidak ada bentuk penekanan khusus dari pendamping
kepada RTSM terkait alokasi dana. Pendamping sebatas membantu proses
pencairan dan memastikan mereka melakukan kewajiban memerikasakan
kesehatan ke posyandu dan mengecek daftar hadir anak RTSM sedangkan untuk
alokasi dana adalah hak dari setiap RTSM.

66
BAB VI
UPAYA IBU MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN
DAN PENDIDIKAN KELUARGA
6.1 Penguatan Kapasitas Rumah Tangga Penerima PKH
Mutu sumberdaya manusia bukan semata-mata ditentukan oleh seberapa
kadar pengetahuan, keterampilan, kejujuran, kemahiran, dan keahlian yang
dikuasai melainkan juga harus disertai orientasi dan produktifitas. Dalam berbagai
perbincangan tentang mutu SDM, kuat sekali kecenderungan orang untuk
memulangkan permasalahannya pada upaya pendidikan, lebih khususnya apa
yang dapat dan mungkin harus disajikan melalui sistem pendidikan bahkan yang
lebih khusus adalah apa yang dapat dihasilkan oleh berbagai jenjang dan jenis
pendidikan (Hassan, 1995).
Dalam mencapai tujuan PKH untuk mengurangi kemiskinan melalui
peningkatan kualitas SDM bidang kesehatan dan pendidikan, maka sebagai
sasaran utamanya adalah bagaimana untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas
ibu guna mendukung tercapainya tujuan ini, hal ini disebabkan karena ibu relatif
memiliki waktu lebih banyak bersama anak sehingga dapat memberikan arahan,
bimbingan, dan meningkatkan potensi anak (Musbikin, 2009). Penguatan
kapasitas merupakan suatu proses peningkatan atau perubahan perilaku individu,
organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
secara efektif dan efisien. Dengan demikian, menurut Sumpeno (2002) dalam
Riasih (2004) penguatan kapasitas berarti terjadi perubahan perilaku untuk:
1. Meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan
sikap. Dalam kasus yang terjadi di Desa Tegal melalui data yang didapatkan
terkait peningkatan kemampuan individu (ibu) dalam pengetahuan dan sikap
menunjukan bahwa masih banyak ibu yang belum mengetahui tentang
pentingnya wajib sekolah 9 tahun dan juga pentingnya membawa dan
memeriksakan kondisi ibu dan anak ke posyandu sehingga ini akan
berpengaruh pada sikap ibu terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan.
2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen,
keuangan dan budaya. Hal ini bisa dilihat, dari adanya pembagian kelompok

67
RTSM penerima PKH di setiap wilayah pendampingan, misalnya ada ketua
kelompok PKH untuk setiap wilayah pendampingan yang dilakukan
pertemuan rutin setiap bulan guna membantu pendamping dalam melakukan
pendataan, pemutakhiran data, dan proses pencairan dana. Khusus di Desa
Tegal, karena memiliki dua pendamping maka mekanisme pertemuan untuk
setiap ketua kelompok PKH pun berbeda, misalnya untuk ketua kelompok
bimbingan Ibu Evi melakukan pertemuan rutin setiap bulan sedangkan tidak
demikian untuk ketua kelompok bimbingan Bapak Erik. Dengan adanya ketua
kelompok ini, minimal dapat meningkatkan kemampuan manajemen yang
dilakukan ketua kelompok terhadap anggotanya walaupun mekanisme belum
diseragamkan.
3. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan, dan
mengantisipasi perubahan. Kondisi ini tidak terlalu bisa digambarkan dalam
perilaku masyarakat Desa Tegal, sebagian RTSM penerima PKH masih
menyampaikan bahwa mereka sangat tergantung dengan dana ini, bahkan
mereka mengeluhkan jika dana PKH ini sudah selesai mereka sangat bingung
dari mana memperoleh dana untuk pendidikan dan kesehatan padahal telah
dituturkan juga oleh Bapak Erik bahwa pendamping bekerjasama dengan
UPPKH telah memberikan bantuan pembudidayaan ikan lele kepada RTSM
penerima PKH untuk dikelola secara mandiri sehingga bisa menghasilkan
keuntungan bagi rumah tangganya, namun setelah beberapa bulan upaya ini
tidak berhasil karena banyak penerima bantuan yang memanfaatkan untuk
kepentingan pribadi dan tidak dibudidayakan.
Berdasarkan pemaparan di atas, menunjukan bahwa untuk mencapai
perilaku tersebut diperlukan kerjasama beberapa pihak, walaupun program ini
sudah dijalankan sejak 2007 namun belum berhubungan signifikan pada
perubahan perilaku yang diharapkan, misalnya ada saja RTSM yang tidak
menyekolahkan anaknya walaupun usia anak masuk usia sekolah dikarenakan
rendahnya motivasi belajar anak juga penuturan beberapa warga yang
menyampaikan rasa was-was jika tidak ikut posyandu akan dikurangi dana PKH
yang didapatkan, hal ini tentu menunjukan bahwa belum muncul kesadaran penuh
dari masyarakat.

68
6.2 Hubungan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan
Keluarga
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program yang bertujuan khusus
meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi ibu hamil/nifas dan anak usia 0-6
tahun. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan dalam rangka
mengurangi angka kemiskinan. Dilihat dari angka jumlah penduduk Desa Tegal
menunjukan usia 5-9 tahun dan usia 0-4 tahun menempati urutan pertama dan
kedua sebanyak 1355 jiwa dan 1269 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa banyak
usia balita di Desa Tegal sehingga perlu dilakukan upaya pelayanan kesehatan
yang optimal, mulai dari ibu hamil, melahirkan hingga pasca melahirkan. Melalui
PKH, RTSM diwajibkan mengikuti beberapa pelayanan kesehatan, berupa
1. Anak usia 0-6 tahun
Anak usia 0-11 bulan harus mendapatkan imunisasi lengka dan ditimbang
berat badannya secara rutin setiap bulan
Anak usia 6-11 bulan harus mendapatkan Vitamin A minimal sebanyak 2 kali
dalam setahun, yaitu bulan Februari dan Agustus.
Anak usia 12-59 bulan perlu mendapatkan imunisasi tambahan dan ditimbang
berat badannya secara rutin setiap 3 bulan.
Anak usia 5-6 tahun ditimbang berat badannya secara rutin setiap tiga bulan
untuk dipantau tumbuh kembangnya di lokasi posyandu terdekat
2. Ibu Hamil dan Ibu Nifas
Selama kehamilan, ibu nifas harus melakukan pemeriksaan kehamilan di
fasilitas kesehatan sebanyak 4 kali dan mendapatkan suplemen tablet Fe
Ibu melahirkan harus ditolong oleh tenaga kesehatan
Ibu nifas harus melakukan pemeriksaan/diperiksa kesehatannya setidaknya 2
kali sebelum bayi berusia 28 hari.
Dalam melihat kualitas kesehatan keluarga , maka yang dilihat dari sisi si
ibu, karena perilaku ibu akan mempengaruhi perilaku anak yang dikuatkan oleh
penelitian Rahmaulina (2009) dalam Hastuti (2009) bahwa pendidikan dan
pengetahuan ibu tentang gizi berhubungan positif dengan tumbuh kembang anak.
Variabel PKH yang akan dihubungkan dan dinilai signifikan terdiri dari dua
variabel, yaitu variabel dana PKH dan pendampingan yang dilakukan oleh

69
pendamping PKH sebagai input PKH. Dana PKH yang diterima oleh masing-
masing RTSM berbeda satu sama lain, semakin banyak memenuhi kriteria
penerima PKH maka akan semakin banyak pula dana yang didapatkan (tabel 2).
Indikator pertanyaan terkait kesehatan ini meliputi pengetahuan, sikap, dan
perilaku ibu, misalnya sejauhmana ibu memiliki pengetahuan bahwa status dan
kesehatan anak itu penting untuk perkembangan anak, atau bagaimana pandangan
dan sikap ibu terhadap pelayanan kesehatan juga perilakunya dengan datang ke
posyandu atau layanan kesehatan lain.
6.2.1 Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas
Kesehatan Keluarga
Mengukur usaha ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga dilakukan
dengan menggunakan beberapa indikator khususnya sikap, pengetahuan dan
perilaku ibu terhadap pelayanan kesehatan yang dianjurkan sebagai penerima
program PKH, baik pelayanan kesehatan yang langsung bersentuhan dengan si
ibu atau anak.
Tabel 10. Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Dana PKH
dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga
menurut Analisis Spearman, Tahun 2011
Korelasi
Dana
PKH
Kualitas
Kesehatan
Korelasi
Spearman
Dana PKH
Koefisien Korelasi 1.000 .296**
Signifikan . .005
N 90 90
Upaya ibu
(Kesehatan)
Koefisien Korelasi .296**
1.000
Signifikan .005 .
N 90 90
** Angka signifikansi (α ) berada di 0.01
Tabel 10 memperlihatkan angka koefisien korelasi 0,296 dan signifikansi
sebesar 0.005, karena angka koefisien korelasi berada diantara >0.25- 0.5, maka
nilai korelasi cukup dan mendekati 1 yang dinyatakan bahwa kedua variabel
memiliki hubungan semakin kuat (positif). Dalam mengukur signifikansi
hubungan dua variabel diukur jika nilai angka signifikansi hasil penelitian < α,
maka hubungan kedua variabel signifikan, maka dari tabel diatas dapat diketahui

70
nilai signifikasinya adalah 0.005 dengan α = 0.01 sehingga 0.005< 0.01 jadi dapat
disimpulkan hubungan kedua variabel signifikan.
Interpretasi diatas menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara variabel
dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga, jadi
tinggi rendahnya dana PKH yang diperoleh oleh RTSM berhubungan dengan
upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga karena hubungannnya positif
maka semakin tinggi dana PKH yang diperoleh maka semakin baik pula upaya ibu
dengan hubungan yang signifikan. Adapun kekuatan hubungan dapat dilihat dari
nilai koefisien korelasinya sebesar 0.296, berarti kekuatan hubungan diantara
variabel dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga
bernilai cukup kuat hubungannya. Data ini ditunjang pula oleh keterangan
beberapa responden bahwa partisipasi mereka meningkat dalam pelayanan
kesehatan yang ada di Desa Tegal seperti partisipasi atas pelayanan (posyandu,
puskesmas, atau lainnya).
6.2.2 Hubungan Partisipasi Pendampingan PKH dengan Upaya Ibu
Meningkatkan Kualitas Kesehatan Keluarga
Indikator lain dalam variabel PKH adalah partisipasi pendampingan, hal
ini dilatarbelakangi karena salah satu hal yang membedakan PKH dengan
program bantuan lainnya adalah adanya pendamping PKH yang langsung
ditugaskan di lapangan dan bertemu dengan para RTSM untuk menjadi fasilitator
dan mendampingi mereka terkait PKH.
Tabel 11. Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Partisipasi
Pendampingan dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Kesehatan
Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011
Korelasi
Partisipasi
Pendampingan
Kualitas
Kesehatan
Korelasi
Spearman
Partisipasi
Pendampingan
Koefisien
Korelasi 1.000 .142
Signifikan . .182
N 90 90
Upaya ibu
(Kesehatan)
Koefisien
Korelasi .142 1.000
Signifikan .182 .
N 90 90

71
Tabel 11 menunjukan angka koefisien korelasi 0.142 dan signifikansi
sebesar 0.182, karena angka koefisien korelasi berada diantara >0- 0.25 maka
korelasinya sangat lemah, walaupun memiliki hubungan semakin kuat (positif)
karena mendekati 1. Sementara nilai signifikasinya adalah 0.182 dengan α = 0.05,
karena 0.182> 0.05 jadi dapat disimpulkan hubungan kedua variabel tidak
signifikan.
Berbeda dengan variabel dana yang memiliki hubungan dan signifikansi
dengan variabel upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga, maka untuk
partisipasi pendampingan tidak ada hubungannya dengan nilai korelasi sangat
lemah sebesar 0.142. Kondisi ini menunjukan bahwa peran pendamping dalam hal
peningkatan upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga tidak signifikan.
Pernyataan ini dikuatkan karena masing-masing pendamping (Ibu Evi dan Bapak
Erik) memiliki metode tersendiri dalam mendamping para peserta PKH. Rata-rata
mereka lebih sering berinteraksi dengan ketua kelompok PKH setiap bulan,
namun untuk RTSM lain mereka hanya bertemu saat pencairan dana saja. Para
pendamping hanya melakukan pengecekan kepada kader posyandu terkait daftar
hadir dan keterlibatan peserta PKH, dan peserta PKH pun berinteraksi dengan
pendamping sebatas apa yang mereka ingin sampaikan saja. Secara kekuatan
hubungan diantara partisipasi pendampingan dengan upaya ibu meningkatkan
kualitas kesehatan keluarga juga menunjukan angka yang kecil, yaitu 0.142 yang
menunjukan kekuatan yang sangat lemah sehingga dapat dikatakan tidak
berhubungan nyata.
6.3 Hubungan PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Keluarga
Menurut UU No 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara (Hasbullah, 2006). Pendapat tersebut menguatkan bahwa upaya
pengembangan potensi diri perlu ditunjang oleh pendidikan. Pelaksanaan Program

72
Keluarga Harapan juga bertujuan dalam meningkatkan akses pelayanan
pendidikan bagi anak hingga lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) sesuai
dengan wajib sekolah 9 tahun. Peserta PKH diwajibkan mendaftarkan anak
mereka sekolah di SD/MI terdekat dan melanjutkan hingga SMP, adanya dana
PKH diharapkan mampu membantu biaya operasional RTSM terkait pembayaran
SPP atau peralatan penunjang sekolah (buku, baju sekolah, dan alat tulis).
Umumnya masyarakat di Desa Tegal tercatat hanya lulusan SD/sederajat
sebanyak 2466 orang dan memiliki 6 SD/MI berstatus negeri dan 5 berstatus
swasta. Kondisi ini kemudian mencerminkan bahwa perlu ada upaya peningkatan
kualitas pendidikan melalui peningkatan akses dan kemudahan masyarakat dalam
menyekolahkan anak mereka demi mencapai SDM berkualitas.
6.3.1 Hubungan Dana PKH dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas
Pendidikan Keluarga
Besarnya dana yang diperoleh RTSM penerima PKH jika dilihat dari segi
usia dan peruntukan dana untuk keperluan pendidikan, maka untuk RTSM yang
memiliki anak usia SD/MI akan mendapatkan dana Rp 400.000/tahun dan bagi
RTSM yang memiliki anak usia SMP/MTs akan mendapatkan dana
Rp. 800.000/tahun.
Tebel 12. Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Dana PKH
dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga
menurut Analisis Spearman, Tahun 2011
Korelasi
Dana
PKH
Kualitas
Pendidikan
Korelasi
Spearman
Dana PKH
Koefisien Korelasi 1.000 .167
Signifikan . .116
N 90 90
Upaya ibu
(Pendidikan)
Koefisien Korelasi .167 1.000
Signifikan .116 .
N 90 90
Tabel 12 menunjukan angka koefisien korelasi 0.167 dan signifikansi
sebesar 0.116, karena angka koefisien korelasi berada diantara >0- 0.25 maka nilai
korelasinya sangat lemah walaupun kedua variabel memiliki hubungan semakin
kuat (positif) karena mendekati 1. Sementara nilai signifikasinya adalah 0.116

73
dengan α = 0.05, karena 0.116> 0.05 sehingga dapat disimpulkan hubungan kedua
variabel tidak signifikan.
Jika melihat analisis statistik melalui uji korelasi spearman diatas,
menunjukan tidak ada hubungan dan tidak ada signifikansi antara dana PKH
dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga. Kondisi ini
berbeda dengan dana PKH yang berhubungan dengan upaya ibu meningkatkan
kualitas kesehatan keluarga dengan korelasi cukup. Perbedaan ini menunjukan
bahwa untuk keperluan pendidikan, ada dan tidaknya dana PKH, pendidikan
sudah menjadi hal wajib dan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh orang
tua, misalnya kewajiban membayar biaya sekolah, membeli alat tulis dan
sebagainya sehingga ketika pun dana itu ada maka masyarakat akan lebih
mengalokasikannya untuk dana kesehatan dan lainnya. Kekuatan hubungan
diantara dana PKH dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga
juga menunjukan angka yang kecil, yaitu 0.167 yang berarti sangat lemah.
6.3.2 Hubungan Partisipasi Pendampingan PKH dengan Upaya Ibu
Meningkatkan Kualitas Pendidikan Keluarga
Pendamping merupakan pelaksana PKH yang langsung bekerja di
lapangan dan berperan mendampingi penerima PKH. Dalam hal pendidikan,
pendamping melakukan koordinasi kepada pihak sekolah terkait partisipasi dan
kehadiran anak RTSM peserta PKH bahkan memberikan bantuan jika peserta
PKH sulit mendaftarkan anaknya sekolah.
Tabel 13. Koefisien Korelasi, Signifikan, dan N dalam Hubungan Partisipasi
Pendampingan dengan Upaya Ibu Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Keluarga menurut Analisis Spearman, Tahun 2011
Korelasi
Partisipasi
Pendampingan
Kualitas
Pendidikan
Korelasi
Spearman
Partisipasi
Pendampingan
Koefisien
Korelasi 1.000 .300
**
Signifikan . .004
N 90 90
Upaya ibu
(Pendidikan)
Koefisien
Korelasi .300
** 1.000
Signifikan .004 .
N 90 90
** Angka signifikansi (α ) berada di 0.01

74
Uji statistika diatas menunjukan angka koefisien korelasi 0.300 dan
signifikansi sebesar 0.004, karena angka koefisien korelasi berada diantara >0.25-
0.50 maka nilai korelasinya dan kedua variabel memiliki hubungan semakin kuat
(positif) karena nilainya mendekati 1. Sementara nilai signifikasinya adalah 0.004
dengan α = 0.01, karena 0.004< 0.01 sehingga dapat disimpulkan hubungan kedua
variabel signifikan.
Terdapat hubungan antara variabel partisipasi pendampingan dengan
variabel upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga dengan koefisien
korelasi 0.300 dan signifikansi sebesar 0.004 yang artinya berhubungan positif
dan hubungannya signifikan. Maksudnya bahwa peran pendamping terlihat lebih
optimal dalam bidang pendidikan dibandingkan kesehatan yang tidak ada
hubungannya.
Kesimpulan atas uji korelasi spearman variabel dana dan pendampingan
PKH terhadap upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan
keluarga memiliki nilai dan hubungan yang berbeda-beda. Ternyata yang
berhubungan dan bernilai signifikan adalah dana PKH dengan upaya ibu
meningkatkan kualitas kesehatan keluarga dan partisipasi pendampingan PKH
dengan kualitas pendidikan keluarga. Sementara untuk hubungan dana PKH
dengan upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga dan hubungan
partisipasi pendampingan PKH dengan kualitas kesehatan keluarga, hasilnya
adalah tidak berhubungan dan tidak signifikan. Kondisi ini menjelaskan bahwa
guna mencapai tujuan PKH untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan
pendidikan tidak bisa dilepaskan dari dua faktor input PKH ini, dana juga
pendampingan PKH.
Dilihat dari sisi kekuatan hubungan, maka kekuatan hubungan partisipasi
pendampingan PKH dengan upaya ibu terhadap peningkatan kualitas pendidikan
keluarga memiliki hubungan yang cukup kuat, dan jika dibandingkan dengan
variabel sebelumnya, maka hubungan partisipasi pendampingan PKH dengan
usaha ibu meningkatkan kualitas pendidkan keluarga menempati angka koefisien
korelasi terbesar yaitu 0.300 sehingga kita bisa menyatakan bahwa dari segi
pendampingan pendidikan, para pendamping sudah mampu berjalan lebih baik
dibandingkan dengan kesehatan. Dan ternyata jika kita lihat lebih mendalam

75
antara input dana PKH dan pendampingan PKH, maka koefisien yang memiliki
angka tertinggi adalah pendampingan sehingga kesimpulan ini menunjukan perlu
adanya peningkatan terkait pendampingan PKH di lapangan.

76
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah suatu program yang
memberikan bantuan tunai kepada RTSM yang memiliki anggota keluarga yang
terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi
terpilih. Program ini juga merupakan program kolaborasi dari Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen
Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan
lnformatika, dan Badan Pusat Statistik. Tujuan utama dari PKH adalah untuk
mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama
pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya
mempercepat pencapaian target MDGs. Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas:
(1) Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM; (2) Meningkatkan taraf
pendidikan anak-anak RTSM; (3) Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu
hamil, ibu nifas, dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM; (4) Meningkatkan akses
dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi RTSM.
RTSM penerima PKH diklasifikasikan menjadi 3 kategori berdasarkan 14
indikator kemiskinan menurut BPS. Hal ini dilakukan guna melihat ketepatan
sasaran penerima PKH. Analisis data yang didapatkan dari 90 responden di
DesaTegal Kecamatan Kemang menunjukkan dana PKH disalurkan kepada
RTSM rendah sebesar 76% dan 34% untuk RTSM sedang. Pengalokasian dana
yang digunakan secara tepat sebanyak 42 RTSM dan digunakan tidak tepat
sebanyak 48 orang. Sementara untuk melihat usaha ibu dalam meningkatkan
kualitas kesehatan dan pendidikan keluarga, terjadi perbedaan hasil. Uji analisis
menunjukan ada hubungan berhubungan dan bernilai signifikan antara dana PKH
dengan upaya ibu dalam meningkatkan kualitas kesehatan keluarga dan partisipasi
pendampingan PKH dengan upaya ibu dalam meningkatkan kualitas pendidikan
keluarga.
Sebuah implementasi dari pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH)
tidak boleh terlepas dari tujuan utamanya yaitu mengurangi kemiskinan melalui

77
peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan RTSM. Dalam upaya merubah
perilaku RTSM dari segi kesehatan dan pendidikan memerlukan waktu yang
relatif panjang karena diperlukan peningkatan kapasitas terlebih dahulu sehingga
masyarakat siap terhadap perubahan tersebut. Kondisi yang terjadi di Desa Tegal,
bentuk peningkatan kapasitas belumlah bisa terlihat jelas, pengetahuan, sikap dan
keterampilan RTSM masih pada taraf perlu ditingkatkan dan dipicu kembali serta
ada keterlibatan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PKH, baik di
tingkat pusat dan daerah. Melihat hal ini, maka diperlukan adanya bentuk
pemberdayaan terhadap RTSM penerima bantuan dengan melihat karakteristik
rumah tangga, karena setiap rumah tangga pasti memiliki ciri dan kebutuhan yang
berbeda sehingga disinilah peran institusi lokal yang perlu dilibatkan, misalnya
peran pemerintah desa dan para opinion leader yang mampu menggerakan
masyarakat melalui pemberdayaan.
7.2 Saran
Terdapat beberapa saran terkait dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan , yaitu
a. Melibatkan pemerintah desa dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan
yang meliputi pemilihan RTSM penerima, pendampingan, pengawasan serta
evaluasi. Pemerintah desa yang dimaksud bukan hanya Kepala Desa
melainkan juga para ketua RT dan RW.
b. Mendefinisikan kembali kebutuhan setiap rumah tangga melalui fungsi
pendampingan yang dilakukan pendamping PKH.
c. Adanya mekanisme yang lebih fleksibel untuk pengajuan tambahan RTSM
yang membutuhkan, bukan hanya kewenangan tingkat pusat melainkan juga
wilayah atau kabupaten melalui mekanisme yang jelas dan tegas.
d. Melibatkan masyarakat dalam upaya pemberdayaan potensi RTSM dengan
membuka jaringan pada pihak pemerintah dan swasta.
e. Optimalisasi peran pendamping melalui prinsip kolaborasi dan pemberdayaan.

78
DAFTAR PUSTAKA
Alkadri, Muchdie, Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah:
Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia, dan Teknologi. Jakarta:
Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah BPPT.
Aly, Rahmad Iqbal Nurkhalis B. 2005. Pengembangan Kapasitas Petani Miskin
melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Komunitas (Kasus
Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin melalui Inovasi di Desa
Langaleso, Kecamatan Dolo, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi
Tengah). Tesis. Bogor: Magister Sains Pascasarjana IPB.
Barus Petrus. 2010. 3 dari 100 Warga Kabupaten Bogor Hidup Sangat.
http://www.bogor-kita.com/pemerintahan/layanan-publik/774-3-dari-100-
warga-kabupaten-bogor-hidup-sangat-miskin.html [diunduh 3 Maret
2011].
Butar-Butar Dinar. 2008. Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya
dengan Kemiskinan di Pedesaan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/ 17954/1/wah-agu2008-4%20%282%29.pdf [diunduh 4
November 2011].
Cahyat Ade, Gonner Christian, Haug Michaela. 2007. Mengkaji Kemiskinan dan
Kesejahteraan Keluarga. Bogor: Cifor.
Departemen Sosial RI. 2008. Pedoman Umum PKH 2008. Jakarta: Tim Penyusun
Pedoman Umum PKH Lintas Kementerian dan Lembaga.
Departemen Sosial RI. 2007. Buku Kerja Pendamping. Jakarta: Tim Penyusun
Pedoman Umum PKH Lintas Kementerian dan Lembaga.
Dwijowijoto Riant Nugroho. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi,
dan Analisis. Jakarta: Gramedia.
Edi Suharto. Tanpa tahun. Perlindungan Sosial. http://www.policy.hu/suharto/
Naskah%20PDF/PerlindunganSosialTansosmas.pdf.Kebijakan
Perlindungan Sosial Bagi Kelompok Rentan dan Kurang Beruntung.
[diunduh 8 Oktober 2011].

79
Gunawan . 2008. Kondisi Keluarga Fakir Miskin. http://www.averroes.or.id/
research/Kondisi-keluarga-fakir-miskin.html [diunduh 4 November
2011].
Hassan Fuad. 1995. Dimensi Budaya dan Pengembangan Sumberdaya Manusia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Hasbi Iqbal. 2008. Implementasi Kebijakan Program Bantuan Langsung Tunai
Tahun 2008 di Kabupaten Kudus. Tesis. Semarang: Universitas
Diponegoro Semarang.
Hastuti Dwi. 2009. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di
Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Hasbullah. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Kementrian Sosial Republik Indonesia. 2011. Mari Kita Mengenal Program PKH.
http://www. Depsos.go.id [diunduh 3 Maret 2011]
Musbikin Imam. 2009. Mengapa Anakku Malas Belajar. Yogyakarta: Diva Press.
Purwanti Ayu Putu. Tanpa tahun. Penanggulangan Kemiskinan Berbasis
Masyarakat. http// ejournal.unud.ac.id [diunduh 20 November 2011].
Radar Bogor Edisi 22 September 2010. Kabupaten Bogor Peringkat 22. http://
www.radar-bogor.co.id [diunduh 3 Maret 2011].
Riasih Teta. 2004. Penguatan Kapasitas Pedagang Sayur Keliling untuk
Meningkatkan Keberfungsian Mereka (Kasus di Kelurahan Cipamokolan,
Kecamatan Rancasari, Kota Bandung). Tesis. Bogor: Magister Sains
Pascasarjana IPB.
Sarwono Jonathan. 2009. Statistika Itu Mudah. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Schiller R Bradley. 2008. The Economics of Poverty and Discrimination. New
York: Pearson Education.
Singarimbun Masri, Efendi Sofian. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta:
LP3ES.
Soedjatmoko. 1983. Dimensi Manusia dalam Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
Suharto Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabheta.

80
Suhariyanto. 2006. Memantau Tingkat Kemiskinan di Pedesaan dengan Indikator
dari Data Sensus Pertanian 2003. http:///mdgs-dev.bps.go.id/main.php?
link=buku [diunduh 20 November 2011]
Suyono Haryono. 2003. Memotong Rantai Kemiskinan. Jakarta: Yayasan Dana
Sejahtera Mandiri.
Susanto Hari. 2006. Dinamika Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta: Khanata
Pustaka LP3ES Indonesia.
Wahab Abdul Solichin. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang:
Universitas Muhamadiyah Malang.

81
LAMPIRAN

82
Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian
82

83
Lampiran 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian 2011
Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan proposal
penelitian
Kolokium
Perbaikan proposal
penelitian
Pengambilan data
lapangan
Pengolahan dan
analisis data
Penulisan draft
skripsi
Draft 1
Draft 2
Draft final
Ujian skripsi (uji
petik dan sidang)
Perbaikan skripsi
83

84
Lampiran 3. Kerangka Sampling Peneliltian (Stratified Random Sampling)
Klasifikasi sampel dengan Dana PKH : Rp. 150.000≤x<Rp. 250.000
No Nama RTSM No Nama RTSM
1 Mursilah 38 Lia
2 Ani 39 Len Nyo
3 Nara 40 Nariyah
4 Asti 41 Salbiah
5 Sami 42 Lenawati
6 Rupiah 43 Heni
7 Nurhayati 44 Emma S
8 Nuraida 45 Tan Un Nio
9 Atin 46 Bona
10 Siti Ratna 47 Dina
11 Wati 48 Ersih
12 Nining 49 Ceceh
13 Nurlaela 50 Esih Resmiasih
14 Raini 51 Aisah
15 Emay 52 Ranti
16 Masnah 53 Sara
17 Marlinah 54 Fitri
18 Suhaeni 55 Siti Pajar
19 Nara 56 Nyai
20 Marni 57 Yanti
21 Namah 58 Amanih
22 Ida Sari 59 Minah
23 Leha 60 Ami
24 Budianah 61 Siti Aisah
25 Rasi 62 Aini
26 Resa 63 Sopiah
27 Yanah 64 Aas
28 Atih/ Dewi Rosita 65 Asih Widiarsih
29 Lilis 66 Maymunah
30 Soraya 67 Imas
31 Neni 68 Odah
32 Sani 69 Umah
33 Nenih 70 Narsih
34 Yuli 71 Mariam
35 Elin 72 Lasmi
36 Lina 73 Entin
37 Merry 74 Darsih

85
75 Emar 114 Isah
76 Nita 115 Tarsih
77 Kartini 116 Mawi
78 Asmanah 117 Wiyah
79 Ari Nurgianti 118 Aisyah
80 Elip 119 Asni
81 Eeng 120 Sariah
82 Inas 121 Tiyah
83 Enyat 122 Sarimanah
84 Iis 123 Sati
85 Yeni 124 Siyah
86 Elih 125 Marianah
87 Sanah 126 Nurhayati
88 Tini 127 Djaani
89 Nemah 128 Wati
90 Kayah 129 Nesi
91 Yeyen 130 Patimah
92 Mini 131 Titi
93 Mini 132 Sumiyati
94 Sami 133 Nurhayati
95 Sarkamah 134 Santi
96 Menih 135 Nati
97 Titin 136 Cicih M
98 Ikah 137 Enah
99 Masitoh 138 Nawi
100 Menah 139 Suhana
101 Umay 140 St. Kori
102 Nica 141 Yuyun
103 Masih 142 Arnasih
104 Mimin 143 St. Maemunah
105 Lenih 144 Nimi
106 Ikah 145 Jumiyah
107 Memi 146 Sopiah
108 Ini 147 Uum/Ening
109 Inas 148 Yayah Maesaroh
110 Karsih 149 Koyah
111 Siti Hunah 150 Empat
112 Julaeha 151 Sawi
113 Ani 152 Uyum

86
2. Klasifikasi sampel dengan Dana PKH : Rp. 250.000≤x<Rp. 400.000
No Nama RTSM No Nama RTSM
1 Nunung 18 Ersi
2 Maryani 19 Sari
3 Murniasih 20 Totih
4 Aam 21 Kartini
5 Naning 22 Samot
6 Iyah 23 Ersi
7 Sani 24 Suryani
8 Rodiah 25 Nawiah
9 Juju 26 Uum
10 Nurhayati 27 Niah Sanim
11 Anih 28 An Nio
12 Sri Hati 29 Mancih
13 Sarni 30 Oyen
14 Nengsih 31 Ronih
15 Iriyanti 32 Halimah
16 Iyah 33 Royanah
17 Fatimah 34 Amartini
153 Siti Holisah 173 Acih
154 Milah 174 Asti
155 Rokayah 175 Omah
156 Sadiah 176 Yani
157 Neneng Y 177 Yunah
158 Mulyati 178 Ipah
159 Patimah 179 Wati
160 Nurhayati 180 Misni
161 Ocah 181 Saenah
162 Rostini 182 Sohati
163 Sarni 183 Ana
164 Acih 184 Sopiah
165 Henih 185 Indun
166 Nunung 186 Nurasia
167 Irnas 187 Omsah
168 Yuyun 188 Sumi
169 Enceh 189 Atih
170 Ruly/Lilik M. 190 Asna
171 Jumiah 191 Misni
172 Nenih

87
35 Titin 76 Rami
36 Rohayati 77 Sumiyati
37 Muni 78 Sarah
38 Sanih 79 Olis
39 Nurlela 80 Riah
40 Aan 81 Nunung
41 Wati 82 Ami
42 Linah 83 Sainah
43 Rusni 84 Uki
44 Nurlelah 85 Itoh
45 Nana 86 Idah
46 Usni 87 Inas
47 Amas 88 Inay
48 Siti Badriah 89 Nurhayati
49 Popon 90 Marni
50 Lasnawati 91 Ino
51 Sadah 92 Siti Ramlah
52 Disra 93 Samah
53 Misni 94 Ikah
54 Nursiti 95 Aas
55 Nani 96 Nani
56 Sani 97 Nurhayati
57 Aam Suryani 98 Arsi
58 Ana 99 Mira
59 Rinah 100 Enah
60 Neneng 101 Sukarni
61 Rohani 102 Siti Nurhayati
62 Eti 103 Minah
63 Anah 104 Arnati
64 Amah 105 Neneng
65 Ratmi 106 Inah
66 Masitoh 107 Mulyanah
67 Naryanih 108 Mimin
68 Siti Rohmah 109 Marni
69 Susilawati 110 Ikah
70 Renih 111 Hernih
71 Satiah 112 St. Amelia
72 Saiyah 113 Onih
73 Nurlaela 114 Suah
74 Warsih 115 Asni
75 Renih 116 Junih

88
117 Anah 158 Murniyati
118 Kana 159 Nunung
119 Masani 160 Epon
120 Mursih 161 Suti
121 Nanih 162 Erawati
122 Otih 163 Isnawati
123 Daliah 164 Eni
124 Dedeh 165 Umsah
125 Ozah 166 Marnati
126 Una 167 Sanih
127 Aci 168 Amsiah
128 Samer 169 Mariam
129 Santi 170 Ajanah
130 Yuyun 171 Eem
131 Atikah 172 Awen
132 Siti Jenab 173 Ami
133 Rita 174 Erna
134 Nafsiah 175 Neneng
135 Holisah 176 Daliah
136 Arni 177 Neng Sopiah
137 Rita 178 Eros
138 Maryati 179 Rukiah
139 Patimah 180 Aepiyah
140 Herti 181 Aneh
141 Enur 182 Daliah
142 Dedeh Kurniasih 183 Yati
143 Yanti 184 Rasih
144 Unay 185 Ramina
145 Turiyah 186 Janah
146 Dede Rahmawati 187 Nani
147 Yanah 188 Wiyati
148 Nani 189 Rani
149 Siti Rahayu 190 Sanih
150 Sri Rahayu N. 191 Oom
151 Arneh 192 Misni
152 Rubiyah 193 Sanan
153 Murniyati 194 Jahani
154 Warsih 195 Mumun
155 Imas Setiawan 196 Sumi
156 Nesah 197 Susianti
157 Ikah 198 Ariyah

89
199 Rohati 201 Asmah
200 Yanti
3. Klasifikasi sampel dengan Dana PKH > Rp. 400.000
No Nama RTSM No Nama RTSM
1 Inas 35 Iis
2 Rita 36 Ratna Dewi
3 Eti Suherman 37 Listiati
4 Ukay 38 Nurhasanah
5 Rokiyah 39 Hernih
6 Nanih 40 Iyah
7 Robiah 41 Een
8 Marsih 42 Ninih
9 Sarmah 43 Icih Mintarsih
10 Imot 44 Suhernih
11 Mumun 45 Nemi
12 Sarnati 46 Ida
13 Sana 47 Linda
14 Adah 48 Suryanih
15 Sarnih 49 Kokom Komariyah
16 Ratna 50 Enur
17 Sara 51 Napsiah
18 Kurnia 52 Embay
19 Sarni 53 Inah
20 Naci 54 Enen
21 Aas 55 Rainah
22 Sani 56 Elis Maryati
23 Yati 57 Nari
24 Sama 58 Nyai Ecih Herawati
25 Ini 59 Rinnah
26 Nunuh 60 Mimin Mintarsih
27 Tinah 61 Yayih
28 Amelia 62 Lenah
29 Cicih 63 Arsih
30 Yan Moi 64 Sukarni
31 Eva Susilawati 65 Junih
32 Lani Yulinar 66 Atih
33 Sani 67 Ina
34 Tuminah 68 Kokom Komalasari

90
69 Aas 110 Wacih
70 Salamah 111 Amah
71 Resah 112 Atikah
72 Uni 113 Rokayah
73 Diana 114 Uminah
74 Didah 115 Nurlela
75 Nenih 116 Rosidah
76 Yanih 117 Icah
77 Saneng 118 Sari
78 Entih 119 Mamas
79 Isah 120 Entin
80 Siti Juhansa 121 Miah
81 Hati 122 Murnah
82 Siti Ningrum 123 Iyoh
83 Nyai 124 Onah
84 Nurhayati 125 Sopiah
85 Siti Robiyatun 126 Inah
86 Sami 127 Sani
87 Suryati 128 Sofiah
88 Amis 129 Aminah
89 Saanih 130 Marwati
90 Embon 131 Sumiyati
91 Mujiani 132 Rosmi
92 Awiyah 133 Ruminah
93 Aas 134 Tukilan
94 Namah 135 Ikah
95 Jenab 136 Napsiyah
96 Sari 137 Sopiah
97 Sumiyati 138 Armi Karja
98 Yayah 139 Ani
99 Sarmah 140 Siti Hasanah
100 Ani 141 Ocah
101 Asmanah 142 Sanih
102 Inah 143 Aam
103 Asna 144 Komariah
104 Maryati 145 Kasih
105 Juriyah 146 Ipat
106 Waroh 147 Nati
107 Entim 148 Siti Uminah
108 Sahani 149 Minah

91
109 Sani 150 Rita Damilanti
151 Euis 176 Fatimah
152 Siti Hani 177 Sumarsih
153 Naning 178 Ati
154 Euis Mawati 179 Arsali
155 Nena/Nani 180 Samah
156 Samah 181 Atikah
157 Eli Susilawati 182 Minah
158 Umah 183 Dedeh
159 Enah 184 Awing
160 Halimah 185 Sri
161 Nawiah 186 Yanti
162 Rohati 187 Ati
163 Nurlela 188 Niah
164 Aam 189 Sani
165 Endah H 190 Haeriah
166 Julaeha 191 Aas
167 Atikah 192 Ara
168 Sumiyati 193 Saiyah
169 Tarsiti 194 Ecah
170 Titin 195 Sarmanah
171 Sumiyati 196 Siti
172 Ana N. Asiah 197 Patiah
173 Yati 198 Ela
174 Ratnawulan 199 Sawiyah
175 Usmiati

92
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN
TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN
KELUARGA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
ISNTITUT PERTANIAN BOGOR
Identitas Responden
No Kuesioner ……………………………………………………………
Nama Responden ………………………………………………………………
Umur (tahun) ………………………………………………………………
…
Alamat
Kecamatan …………………………………………………
Desa …………………………………………...……………
Kampung …………………………..RT…… RW ……...
Pekerjaan anda (berikan tanda silang(x) pada jawaban
yang sesuai)
1. Tidak bekerja
2. Petani
3. Pedagang
4. Buruh tani
5. Buruh non tani
6. PNS/ABRI/POLRI
7. Jasa
8. Karyawan swasta
9. Lainnya, sebutkan…………
Pekerjaan suami (berikan tanda silang(x) pada jawaban
yang sesuai)
1. Tidak bekerja
2. Petani
3. Pedagang
4. Buruh tani
5. Buruh non tani
6. PNS/ABRI/POLRI
7. Jasa
8. Karyawan swasta
9. Lainnya, sebutkan…………
Tingkat pendidikan terakhir anda (berikan tanda
silang(x) pada jawaban yang sesuai)
1. Tidak sekolah
2. Tidak tamat SD
3. SD/sederajat
4. SMP/sederajat
5. SMA/sederajat
6. Akademi/diploma
7. S1
Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah ………………….orang
Jumlah tanggungan keluarga
a. Suami : ……………….orang
b. Ayah/Ibu :……………. orang
c. Anak :………………….orang

93
d. Saudara :………………orang
e. Lainnya :………………..orang
Taraf Hidup Rumah Tangga Responden
Pendapatan total rumah tangga (pendapatan responden dan anggota
rumah tangga lainny) setiap bulan selama tahun 2011
1. < Rp. 1.100.000
2. Rp. 1.100.000-Rp. 3.300.000
3. > Rp. 3.300.000
Alokasi pendapatan total rumah tangga (pendapatan responden dan
anggota rumah tangga lainny) setiap bulan selama tahun 2011
a. Suami : Rp.
a. Anda : Rp.
b. Saudara : Rp.
c. Lainnya : Rp.
Pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari termasuk biaya pendidikan,
kesehatan, kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, dan rekreasi setiap
bulan selama tahun 2011
1. < Rp. 1.100.000
2. Rp. 1.100.000-Rp. 3.300.000
3. > Rp. 3.300.000
Frekuensi makan dalam 1 hari
1. <1 kali
2. 2-3 kali
3. >3 kali
Status rumah
1. Sewa (kontrak)
2. Bukan milik sendiri dan bukan sewa
3. Milik sendiri
Luas rumah Panjang =…………m
2
Lebar = ……………m2
Luas tanah Panjang =………….m
2
Lebar = …………….m2
Dinding rumah
1. Bilik
2. Kayu
3. Setengah tembok
4. SeluruhnyaTembok
Atap rumah
1. Anyaman bambu
2. Seng
3. Asbes
4. Genting
Lantai rumah
1. Tanah
2. Plester semen
3. Ubin
4. Keramik
Jumlah ruang ………………….ruang
Sumber air minum
1. Mata air
2. Sumur
3. PAM
4. Lainnya, sebutkan……………..
Sumber air mandi dan cuci
1. Mata air
2. Sumur
3. PAM
4. Lainnya, sebutkan…………….
Tempat mandi dan cuci
1. Sungai
2. WC umum
3. WC sendiri
Tempat BAB
1. WC umum tanpa setic tank
2. WC umum dengan septic tank
3. WC sendiri tanpa septic tank
4. WC sendiri dengan sepic tank
5. Lainnya, sebutkan………….
Bahan bakar yang digunakan untuk masak sehari-hari di rumah
tangga anda
1. Arang/kayu bakar
2. Minyak tanah
3. Gas
4. Listrik

94
Jenis penerangan yang digunakan di rumah tangga anda
1. Lampu minyak
2. Lampu listrik
3. Lainnya, sebutkan………
Tempat berobat yang paling sering anda datangi jika ada keluhan
tentang kesehatan
1. Pengobatan alternatif/dukun
2. Mantri/perawat
3. Puskesmas
4. Rumah sakit/dokter
5. Lainnya, sebutkan…………
Daya listrik ………………………………….. watt
Pemilikan aset
Kendaraan (1. Tidak 2. Ya)
Sepeda
Becak
Motor
Tahun Motor
Mobil
Elektronik (1. Tidak 2. Ya)
TV
Ukuran TV
Kulkas
VCD/DVD
Rice Cooker
AC
HP
Mesin Cuci
Komputer
Aset Pertanian (1. Tidak 2. Ya)
Sawah …………….ha
Ladang/kebun
Tambak
Kolam
Empang
Input
Dana PKH
Berapa besar bantuan yang didapatkan dari
PKH per pencairan terakhir?
1. Rp. 150.000≤x<Rp. 250.000
2. Rp. 250.000≤x<Rp. 400.000
3. > Rp. 400.000
Tunjangan PKH
a. Ibu hamil : ……………..orang
b. Ibu balita :…………….. orang
c. Anak usia SD : ………..orang
d. Anak usia SMP : ………orang
Untuk apakah bantuan dana yang didapatkan
per pencairan terakhir
1. Biaya kesehatan
2. Biaya pendidikan
3. Biaya sandang, pangan, dan papan
Besar alokasi dana untuk setiap kebutuhan per
pencairan terakhir
a. Biaya kesehatan : Rp.
b. Biaya pendidikan : Rp.
c. Biaya sandang : Rp.
d. Biaya pangan : Rp.
e. Biaya papan : Rp.
Sikap terhadap dana PKH (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3. Setuju, 4. Sangat Setuju)
Anda merasa terbantu dengan adanya bantuan dana PKH
Anda merasa teringankan biaya kesehatan dengan adanya bantuan dana PKH
Anda merasa teringankan biaya pendidikan dengan adanya bantuan dari PKH
Anda merasa mudah dengan mekanisme pencairan dana PKH
Apakah anda merasa cukup dengan dana PKH yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan biaya kesehatan dan

95
pendidikan ? Jelaskan
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
Bagaimana sikap anda terhadap pencairan dana PKH per tiga bulan?
Jelaskan……………………………………………................................................................................................
………………………………………………………………………………………………………………………
Perilaku terhadap dana PKH (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-kadang 3. Sering, 4. Selalu)
Anda menggunakan dana PKH untuk membayar sekolah anak
Anda menggunakan dana PKH untuk membeli perlengkapan sekolah anak
Anda menggunakan dana PKH untuk memeriksakan kesehatan anda dan anak anda ke tempat kesehatan
Anda menggunakan dana PKH untuk membeli kebutuhan pangan) keluarga (beras, telur, daging, minyak goring
Anda menggunakan dana PKH untuk membeli kebutuhan sandang keluarga (pakaian)
Anda menggunakan dana PKH untuk membeli kebutuhan papan keluarga (perlengkapan rumah, sofa, lemari)
Pendampingan PKH
Sikap terhadap pendampingan PKH (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3. Setuju, 4. Sangat Setuju)
Anda merasa senang dengan adanya pendamping PKH
Anda terbantu dengan adanya pendamping PKH
Anda mudah berkonsultasi dengan pendamping PKH
Anda tenang jika sudah menyampaikan permasalahan anda kepada pendamping PKH
Anda percaya dengan saran dan solusi yang diberikan oleh pendamping PKH terhadap permasalahan yang anda
sampaikan
Sejauh mana peran pendamping PKH dalam mendampingi penerima bantuan PKH,
jelaskan……………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
Perilaku terhadap pendampingan PKH (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-kadang 3. Sering, 4. Selalu)
Anda bertemu dengan pendamping PKH per tiga bulan
Anda berkonsultasi tentang masalah kesehatan dengan pendamping PKH per tiga bulan
Anda berkonsultas tentang masalah pendidikan dengan pendamping PKH per tiga bulan
Apakah anda berkonsultasi masalah lain diluar masalah pendidikan dan kesehatan dengan pendamping PKH, jika Ya.
Sebutkan dan Jelaskan!
……………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………..
Upaya ibu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga
Sikap terhadap pelayanan kesehatan (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3. Setuju, 4. Sangat Setuju)
Anda senang mengikuti setiap kegiatan layanan kesehatan di tempat anda
Anda merasa aman jika memeriksakan kesehatan anda dan anak anda ke layanan kesehatan terdekat
Anda mudah mengakses layanan kesehatan di tempat anda
Anda percaya diri jika memeriksakan kesehatan anda dan anak anda ke layanan kesehatan terdekat
Anda puas jika memeriksakan kesehatan anda dan anak anda ke layanan kesehatan terdekat
Anda percaya dengan pelayanan kesehatan dari layanan kesehatan di tempat anda
Perilaku kesehatan (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-kadang 3. Sering, 4. Selalu)
Anda datang dalam kegiatan layanan kesehatan di tempat anda
Anda memeriksakan kandungan di layanan kesehatan di tempat anda
Anda melakukan imunisasi lengkap bagi bayi anda di layanan kesehatan di tempat anda
Anda menimbang berat badan anda di layanan kesehatan di tempat anda
Anda menimbang berat badan anak anda di layanan kesehatan di tempat anda
Anda memberikan ASI bagi anak anda
Anda mengikuti saran tenaga kesehatan saat pergi ke layanan kesehatan di tempat anda
Pengetahuan kesehatan (1. Tidak 2. Ya)
Anda mengetahui bahwa status gizi mempengaruhi kandungan anda
Anda mengetahui pentingnya memeriksakan kandungan setiap bulan ke tempat layanan kesehatan
Anda mengetahui pentingnya menjaga kesehatan dan pola makan ibu saat hamil dan menyusui
Anda mengetahui bahwa anak perlu diimunisasi

96
Anda mengetahui bahwa ASI mempengaruhi kecerdasan otak anak
Upaya ibu meningkatkan kualitas pendidikan keluarga
Sikap terhadap pelayanan pendidikan (1. Tidak Setuju, 2. Kurang Setuju, 3. Setuju, 4. Sangat Setuju)
Anda senang jika anak anda lulus hingga sarjana
Anda senang jika anak anda bekerja sambil bekerja
Perilaku penduli pendidikan anak (1. Tidak Pernah, 2. Kadang-kadang 3. Sering, 4. Selalu)
Anda menanyakan aktivitas anak anda di sekolah
Anda menanyakan pekerjaan rumah kepada anak anda
Anda mengizinkan anak anda mengikuti kegiatan lain di luar aktivitas sekolah (organisasi ekstrakulikuler)
Anda menemani anak anda dalam mengerjakan tugas sekolahnya
Anda membantu anak anda dalam mengerjakan tugas sekolahnya
Anda mengantarkan anda sekolah
Anda membelikan peralatan sekolah bagi anak anda
Anda meminta anak anda untuk bekerja mencari uang di luar sekolah
Pengetahuan pentingnya pendidikan anak (1. Tidak, 2. Ya)
Anda mengetahui wajib belajar 9 tahun bagi anak
Anda mengetahui bahwa anak usia sekolah dilarang bekerja
Anda mengetahui bahwa pendidikan penting bagi masa depan anak

97
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
RTSM penerima PKH
Kondisi rumah RTSM penerima PKH (bagian samping)
Kondisi rumah RTSM penerima PKH (bagian depan)