analisis kemampuan berpikir logis dan motivasi …lib.unnes.ac.id/32054/1/4001413022.pdfketua...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS DAN
MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MODEL
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN
MEDIA AUDIO VISUAL BERMUATAN ETNOSAINS
Skripsi
Disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan IPA
Oleh
Rohmaya Nila Oktaviani
4001413022
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM TERPADU
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
“ Iringilah langkahmu dengan do’a, kerjakanlah setiap kegiatan dengan sepenuh
hati, tetaplah bermimpi meski krikil, batu, bukit, gunung, dan samudera
menghadangmu”
Persembahan: Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, skripsi ini saya
persembahkan untuk:
1. Ibu Khotimah dan Bapak Kartono yang telah menjadi orang tua terhebat dan
selalu mendukung segala jalan untuk mewujudkan cita-cita saya.
2. Nurul Hidayati, Eva Choirul Khasanah, Isnu Rindhuwan selaku saudara terbaik
yang selalu memberi semangat dan dukungan untuk menyelesaikan pendidikan
3. Teman-teman seperjuangan Pendidikan IPA 2013 yang telah memberikan
kenangan terindah selama kuliah di Unnes.
v
PRAKATA
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Analisis Kemampuan Berpikir Logis dan Motivasi Belajar Siswa
pada Model Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Media Audio Visual Bermuatan
Etnosains”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Jurusan IPA Terpadu Program Studi Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan pada
peneliti untuk menuntut ilmu di Universitas Negeri Semarang.
2. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin untuk
melaksanakan penelitian.
3. Ketua Jurusan IPA Terpadu yang telah memberikan kemudahan pelayanan
administrasi dan izin untuk melakukan penelitian dalam menyusun skripsi.
4. Prof. Dr. Sudarmin, M.Si. selaku dosen pembimbing pertama yang telah
memberikan bimbingan, dukungan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi.
5. Bapak Muhamad Taufiq, M.Pd. selaku dosen pembimbing kedua yang telah
memberikan bimbingan, dukungan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi.
6. Ibu Novi Ratna Dewi, S.Si., M.Pd. selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi.
7. Ibu Sri Puji Marimah Yuliana, S.Pd., M.Pd. selaku Kepala SMP Negeri 13
Semarang yang telah mengizinkan penulis melaksanakan penelitian.
8. Ibu Faizah Pahalawati, S.Pd. selaku guru mata pelajaran IPA SMP Negeri 13
Semarang yang selalu membimbing dan mengarahkan dalam proses penelitian.
vi
10. Keluarga besar SMP Negeri 13 Semarang terutama kelas VIII D dan VIII F
yang telah senantiasa bekerja sama dalam pelaksanaan penelitian.
11. Bapak/Ibu dosen Jurusan IPA Terpadu atas seluruh ilmu yang telah diberikan
sehingga penulis dapat menyusun skripsi
12. Bapak/Ibu staf tata usaha FIMPA Unnes yang telah melayani dengan baik dan
memberikan kemudahan dalam administrasi kepada penulis.
13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyusunan
skripsi ini.
Semoga skripsi ini senantiasa dapat memberikan manfaat kepada penulis maupun
kepada para pembaca, serta dapat memberikan manfaat pula bagi perkembangan
dunia pendidikan.
Semarang, Juni 2017
Penulis
vii
ABSTRAK
Oktaviani, R.N. 2017. Analisis Kemampuan Berpikir Logis dan Motivasi Belajar Siswa Pada Model Pembelajaran Kontekstual Bebantuan Media Audio Visual Bermuatan Etnosains. Skripsi, Jurusan IPA Terpadu, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Prof. Dr.
Sudarmin, M.Si & Muhamad Taufiq, M.Pd
Kata Kunci: Kemampuan Berpikir Logis, Motivasi Belajar, Media Audio Visual,
Etnosains, Model Pembelajaran Kontekstual
Penelitian ini dilakukan di SMP N 13 Semarang. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis kemampuan berpikir logis dan motivasi belajar siswa pada model
pembelajaran kontekstual berbantuan media audio visual bermuatan etnosains.
Metode penelitian ini adalah metode penelitian kombinasi (mixed methods) dengan
desain sequential explanatory. Hasil penelitian menunjukkan nilai ketuntasan
berpikir logis klasikal siswa untuk kelas eksperimen 1 dan 2 adalah sebesar 90%
dan 87%. Penguasaan konsep siswa terhadap materi pada kelas eksperimen 1 dan
2 sebesar 90% dan 89%. Hasil analisis posttest menunjukkan bahwa siswa pada
kedua kelas eksperimen berada pada tahap kemampuan berpikir logis formal dan
transisi. Motivasi belajar siswa berdasarkan data observasi menunjukkan kedua
kelas eksperimen berkategori baik. Hasil analisis motivasi belajar siswa
berdasarkan data angket menunjukkan kedua kelas eksperimen berkategori sangat
baik. Hasil penelitian juga menunjukkan besarnya pengaruh motivasi belajar
terhadap kemampuan berpikir logis siswa kelas eksperimen 1 dan 2 adalah sebesar
64% dan 59%. Hasil wawancara motivasi belajar siswa menunjukkan bahwa siswa
pada kategori motivasi sangat baik mempunyai kemampuan berpikir logis yang
baik. Siswa pada kategori motivasi belajar baik mempunyai kemampuan berpikir
logis yang sedang. Sedangkan siswa pada kategori motivasi belajar cukup
mempunyai kemampuan berpikir logis yang sedang.
viii
ABSTRACT
Oktaviani, R.N. 2017. Analysis of the Ability of Logical Thinking and Student Motivation in Contextual Learning Model Assisted by Audio-Visual Media Contained by Ethnosciences. Final Project, Integrated Science Department, Faculty
of Mathematic and Science, Semarang State University. Counselor: Prof. Dr.
Sudarmin, M.Si & Muhamad Taufiq, M.Pd
Keywords: Logical Thinking Ability, Learning Motivation, Audio Visual Media, Ethnosciences, Contextual Learning Model
This research was conducted at SMP N 13 Semarang. The purpose of this research
is to analyze the ability of logical thinking and student learning motivation on the
contextual learning model assisted by audio visual media with ethnosciences. This
research method is a method of research combinations (mixed methods) with
sequential explanatory design. The results of this research show the value of
mastery of students' classical logical thinking from experimental class 1 and 2 are
90% and 87%. Mastery of students' concept on the materials in experimental classes
1 and 2 are 90% and 89%. Results of posttest analysis show that the students in both
experiment classes are in the stage of formal logical and transitional thinking
ability. Student's learning motivation based on observation data show that the
students in both experiment classes are in good category. The results of analysis
students' learning motivation based on questionnaire data show that students in both
experiment classes are in very good category. For the experimental class 2 obtained
80.3% included in good category. Result of the research also shows the influence
of learning motivation to the students' logical thinking ability of experimental class
1 and 2 is 64% and 59%. The results of students motivation insterview show that
students in the very good motivation category have a good logical thinking.
Students in a good category of learning motivation have a medium logical thinking
ability. At the same time, the students in the category of enough learning motivation
have a medium logical thinking ability.
ix
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERNYATAAN ............................................................................................... ii
PENGESAHAN ............................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv
PRAKATA ....................................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
BAB
1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
1.5 Penegasan Istilah .................................................................................. 7
2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 10
2.1 Landasan Teoritis ................................................................................. 10
2.2 Kerangka Berpikir ................................................................................ 25
2.3 Hipotesis ............................................................................................... 26
3. METODE PENELITIAN ............................................................................ 27
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 27
3.2 Populasi dan sampel ............................................................................. 27
3.3 Variabel Penelitian ............................................................................... 28
3.4 Jenis dan Desain Penelitian .................................................................. 28
3.5 Prosedur Penelitian ............................................................................. 29
x
3.6 Metode Pengumpulan Data ................................................................. 31
3.7 Instrumen Penelitian............................................................................. 33
3.8 Analisis Instrumen Penelitian .............................................................. 39
3.9 Metode Analisis Data .......................................................................... 40
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................... 50
4.1 Hasil Penelitian .................................................................................... 50
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 63
5. PENUTUP .................................................................................................. 84
5.1 Simpulan ............................................................................................. 84
5.2 Saran .................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 85
LAMPIRAN .................................................................................................... 91
xi
DAFTAR TABEL Tabel Halaman
2.1 Indikator Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Logis .......................... 10
2.2 Indikator Untuk Mengukur Motivasi Belajar Siswa .................................. 15
2.3 Tindakan Belajar Sesuai Karakteristik Kebiasaan Belajar ......................... 21
2.4 Ranah Penelitian (Etnosains) & Sains Ilmiah dalam
Pembelajaran Sains Kimia ........................................................................ 22
3.1 Hasil Validasi Soal Uji Coba ..................................................................... 35
3.2 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ................................................................... 36
3.3 Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba.............................................................. 37
3.4 Klasifikasi Daya Pembeda ........................................................................ 37
3.5 Daya Pembeda Soal.................................................................................... 38
3.6 Rekapitulasi Soal Uji Coba Setiap Indikator ............................................. 39
3.7 Kriteria Penilaian Lembar Observasi Motivasi Belajar ............................. 45
4.1 Hasil Integrasi Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Etnosains .............. 53
4.2 Hasil Uji Normalitas Posttest ..................................................................... 54
4.3 Hasil Ketuntasan Berpikir Logis Klasikal Siswa ....................................... 55
4.4 Persentase Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa .................................. 57
4.5 Persentase Tingkat Motivasi Belajar Siswa Data Angket .......................... 58
4.6 Hasil Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap
Kemampuan Berpikir Logis ...................................................................... 60
4.7 Hasil Persentase Kriteria Angket Tanggapan Siswa
Kelas Eksperimen 1.................................................................................... 61
4.8 Hasil Persentase Angket Tanggapan Siswa ............................................... 61
4.9 Hasil Keseluruhan Wawancara Motivasi Belajar Siswa ......................... 64
xii
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman
2.1 Tema Bahan Kimia dalam Kehidupan ..................................................... 24
2.2 Kerangka Berpikir ...................................................................................... 25
3.1 Langkah-langkah Penelitian dalam Desain
Sequential Explanatory ............................................................................... 29
3.2 Komponen dalam Analisis Data................................................................. 48
4.1 Tampilan Media Audio Visual Bermuatan Etnosaisn ................................ 52
4.2 Hasil Analisis Kemampuan Berpikir Logis Setiap Indikator ..................... 55
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman
1. Silabus Pembelajaran IPA ...................................................................... 92
2. Instrumen Validasi Silabus ...................................................................... 95
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ......................................................... 99
4. Instrumen Validasi RPP .......................................................................... 116
5. Kisi-kisi Soal Uji Coba .......................................................................... 122
6. Soal Uji Coba Kemampuan Berpikir Logis .............................................. 129
7. Kunci Jawaban Soal Uji Coba .................................................................. 143
8. Instrumen Validasi Soal Uji Coba ............................................................ 147
9. Analisis Uji Coba Soal ............................................................................. 149
10. Analisis Data Awal .................................................................................. 154
11. Uji Homogenitas Akhir ............................................................................. 158
12. Kisi-kisi Soal Posttest ............................................................................. 159
13. Soal Posttest Kemampuan Berpikir Logis .............................................. 163
14. Kunci Jawaban Soal Posttest ................................................................... 172
15. Normalitas Posttest Kelas VIII D ............................................................. 174
16. Analisis Posttest Kelas VIII D ................................................................ 175
17. Normalitas Posttest Kelas VIII F .............................................................. 177
18. Analisis Posttest Kelas VIII F .................................................................. 178
19. Analisis Ketuntasan Berpikir Logis Klasikal ............................................ 180
20. Analisis Per Indikator Kemampuan Berpikir logis ................................... 182
21. Analisis Korelasi Motivasi Terhadap Kemampuan
Berpikir Logis Siswa Kelas Eksperimen (VIII D) .................................... 186
22. Analisis Korelasi Motivasi Terhadap Kemampuan
Berpikir Logis Siswa Kelas Eksperien (VIII F) ........................................ 187
23. Lembar Diskusi Siswa (LDS) ................................................................. 188
24. Instrumen Validasi LDS .......................................................................... 203
25. Pedoman Lembar Observasi Motivasi Belajar ......................................... 207
26. Lembar Observasi Motivasi Belajar ........................................................ 210
27. Instrumen Validasi Lembar Observasi ..................................................... 211
xiv
28. Data Observasi Motivasi Belajar Pertemuan 1
Kelas Eksperimen 1 .................................................................................. 215
29. Data Observasi Motivasi Belajar Pertemuan 1
Kelas Eksperimen 2 .................................................................................. 216
30. Data Observasi Motivasi Belajar Pertemuan 2
Kelas Eksperimen 1 ................................................................................. 217
31. Data Observasi Motivasi Belajar Pertemuan 2
Kelas Eksperimen 2 .................................................................................. 218
32. Data Observasi Motivasi Belajar Pertemuan 3
Kelas Eksperimen 1 .................................................................................. 219
33. Data Observasi Motivasi Belajar Pertemuan 3
Kelas Eksperimen 2 .................................................................................. 220
34. Angket Motivasi Belajar Siswa ................................................................ 221
35. Pedoman Penskoran Angket Motivasi Belajar ......................................... 223
36. Instrumen Validasi Lembar Angket Motivasi Belajar .............................. 225
37. Analisis Angket Motivasi Belajar ............................................................ 229
38. Butir Instrumen Validasi Media Audio Visual
Bermuatan Etnosains ............................................................................... 233
39. Skrip Media Audio Visual Bermuatan Etnosains ..................................... 235
40. Instrumen Validasi Media Audio Visual Bermuatan Etnosains ............... 253
41. Angket Respon Tanggapan Siswa............................................................. 259
42. Instrumen Validasi Angket Tanggapan Siswa ......................................... 261
43. Analisis Angket Tanggapan Siswa ........................................................... 265
44. Pedoman Wawancara ............................................................................... 266
45. Instrumen Validasi Pedoman Wawancara ................................................ 269
46. Dokumentasi Penelitian ............................................................................ 271
47. Daftar Nama Narasumber Wawancara ..................................................... 273
48. Trasnkrip Hasil Wawancara ...................................................................... 274
49. Surat Keterangan Penetapan Dosen .......................................................... 276
50. Surat Ijin Penelitian .................................................................................. 277
51. Surat Keterangan Penelitian ...................................................................... 278
xv
BAB 1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan konsep pembelajaran alam dan
mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia.
Menurut Mahendrani & Sudarmin (2015) IPA merupakan suatu kajian ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang fenomena alam yang terjadi berkaitan
dengan makhluk hidup dan cara mengklarifikasikannya secara sistematis baik dari
proses maupun aplikasi yang meliputi bidang fisika, kimia, biologi, dan bumi
antariksa. Pembelajaran IPA di SMP penting diberikan karena melalui
pembelajaran IPA siswa dapat memperoleh pengalaman secara langsung, sehingga
dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep
yang telah dipelajarinya. Siswa terlatih untuk menemukan sendiri konsep yang telah
dipelajarinya secara menyeluruh (Listyawati, 2012).
Hasil analisis PISA tahun 2015 menunjukkan bahwa kemampuan sains siswa
Indonesia masih di bawah rerata 493. Hasil analisis PISA tersebut membuktikan
bahwa Indonesia menduduki peringkat 61 dari 70 negara dengan memperoleh skor
403 di bidang sains, sedangkan yang menduduki peringkat pertama adalah
Singapura dengan memperoleh skor 556 (Gurria, 2015). Saputra (2016)
menyatakan bahwa kenyataan pembelajaran IPA di sekolah menunjukkan banyak
siswa yang cenderung menjadi malas berpikir secara mandiri, pemahaman akan
materi sains rendah, kreativitas siswa menurun, motivasi belajar juga rendah.
Banyak faktor yang mempengaruhi siswa kesulitan dalam memahami materi IPA.
Faktor yang muncul dapat berasal dari dalam (internal) maupun luar (eksternal).
Faktor internal yang mempengaruhi salah satunya adalah motivasi belajar siswa.
Motivasi belajar dapat mendorong siswa untuk belajar dengan senang dan
bersungguh-sungguh, yang pada gilirannya akan terbentuk cara belajar siswa yang
sistematis serta penuh konsentrasi. Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan
daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan
menjamin kelangsungan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
1
2
subyek belajar dapat tercapai (Handhika, 2012).
Hasil observasi langsung selama Praktik Pengalaman Lapangan di SMP N 13
Semarang, motivasi belajar siswa masih tergolong rendah. Ketika kegiatan belajar
mengajar sedang berlangsung, terdapat sebagian siswa yang tidak memperhatikan
guru yang sedang mengajar. Pada saat guru memberikan kesempatan untuk
bertanya hanya satu atau dua orang siswa saja yang berminat untuk bertanya.
Motivasi merupakan salah satu aspek psikologi yang ada pada diri seseorang.
Motivasi belajar sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Motivasi dapat
dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik
merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri individu tanpa adanya rangsangan
dari luar. Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang berasal dari luar
misalnya pemberian pujian, pemberian nilai sampai pada pemberian hadiah dan
faktor-faktor eksternal lainnya yang memiliki daya dorong motivasional.
Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang
terdapat dalam diri individu yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau
berbuat (Handhika, 2012). Hasil wawancara dengan guru IPA di SMP N 13
Semarang menyatakan bahwa motivasi belajar siswa tergolong rendah pada materi
bahan kimia dalam kehidupan, khususnya sub materi zat aditif dalam makanan.
Rendahnya motivasi belajar siswa ditunjukkan dari hasil ulangan harian siswa kelas
VIII pada materi bahan kimia dalam kehidupan yang masih rendah. Sebanyak 60%
siswa dalam satu kelas belum mencapai nilai ketuntasan minimal. Sebagian siswa
masih mendapatkan nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yakni
sebesar 75. Menurut hasil wawancara dengan guru IPA di SMP N 13 Semarang,
siswa yang memiliki nilai di bawah KKM umumnya adalah siswa yang pasif dan
kebanyakan siswa belum mengembangkan kemampuan berpikir logis saat
pembelajaran berlangsung. Sebagian siswa juga masih kesulitan dalam memahami
rumus secara matematis dan konsep IPA yang abstrak. Siswa masih mengalami
kesulitan dalam menerima penjelasan guru tentang konsep IPA yang abstrak tanpa
menunjukkan contoh konkretnya. Uraian tersebut menunjukkan bahwa siswa
memiliki kemampuan berpikir logis yang masih rendah yakni khususnya pada
indikator penalaran korelasional. Menurut Tobin & Capie (1981) penalaran
3
korelasional merupakan salah satu dari lima indikator kemampuan berpikir logis
yang dapat diukur melalui Test of Logical Thinking (TOLT).
Kemampuan berpikir logis memegang peranan penting dalam pemahaman dan
pembelajaran konsep abstrak dalam sains dan untuk memperoleh prestasi yang
lebih baik (Purwanto & Sasmita, 2013). Adanya pengembangan kemampuan siswa
untuk berpikir logis diharapkan dapat menyelesaikan persoalan/masalah dalam
pembelajaran IPA sehingga siswa mendapat hasil belajar yang baik. Hasil dan
prestasi belajar siswa yang baik juga didukung oleh motivasi belajar yang tinggi
terhadap pembelajaran IPA.
Hasil observasi langsung selama PPL di SMP N 13 Semarang menunjukkan
bahwa pembelajaran IPA yang berlangsung di kelas VIII belum dibudayakan
student centre (pembelajaran berpusat pada siswa) yang berupa kegiatan diskusi
kelompok dan presentasi oleh siswa. Kegiatan diskusi kelompok sudah banyak
dilakukan sedangkan untuk kegiatan presentasi oleh siswa masih jarang dilakukan.
Pembelajaran IPA pada materi bahan kimia dalam kehidupan khususnya sub materi
zat aditif dalam bahan makanan masih dilakukan dengan metode ceramah dan
terkadang masih teacher centre dimana peran guru sangat mendominasi dalam
penyampaian materi. Selain itu, siswa juga cenderung menyukai media-media
pembelajaran yang menarik seperti media video. Belum adanya variasi dalam
penggunaan model pembelajaran akan menimbulkan kejenuhan belajar bagi siswa.
Akibatnya sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan apa yang mereka
pelajari dengan bagaimana kebermaknaan atau kebermanfaatan pengetahuan
tersebut. Sebagai seorang guru sudah seharusnya melakukan inovasi dalam proses
pembelajaran. Hal ini didukung oleh pernyataan Taufiq et al. (2016) bahwa
pembelajaran inovatif merupakan pembelajaran yang menerapkan model
pembelajaran kreatif dan unik yang cenderung melibatkan keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran, dengan mempertimbangkan karakteristik siswa, kondisi
lingkungan siswa, dan sarana prasarana yang menggairahkan siswa untuk belajar.
Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan agar siswa dapat
menghubungkan pengetahuan yang telah diperoleh dengan kehidupan sehari-hari
adalah model pembelajaran kontekstual. Menurut Mardianti (2011) Contextual
4
Teaching and Learning (CTL) atau pembelajaran dan pengajaran kontekstual
adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran kontekstual
melibatkan para siswa dalam aktivitas belajar yang membantu mereka mengaitkan
konsep-konsep pengetahuan IPA dengan konteks kehidupan nyata yang mereka
hadapi. Melalui pembelajaran yang kontekstual diharapkan dapat merubah cara
berpikir siswa yang sebelumnya hanya menunggu informasi dari guru menjadi
pembelajaran yang bermakna, dimana siswa sendiri yang berperan dalam
menemukan informasi.
Keberhasilan dalam pembelajaran juga dipengaruhi oleh penggunaan media
pembelajaran yang efektif dan inovatif. Menurut Handhika (2012) adanya media
pembelajaran akan mengurangi tingkat kejenuhan siswa dalam belajar yang hanya
melalui metode ceramah. Hal ini didukung oleh pernyataan Yasir et al. (2013) yang
menyatakan bahwa salah satu media pembelajaran yang dapat diterapkan untuk
siswa SMP adalah media audio visual. Di SMP N 13 Semarang, proses
pembelajaran IPA sudah menggunakan media audio visual yaitu video
pembelajaran. Akan tetapi media yang digunakan belum memperhatikan segi
kontekstualitas lingkungan sekitar dan belum menyisipkan budaya atau kearifan
lokal yang ada. Sesuai dengan tujuan KTSP untuk meningkatkan pendidikan
keunggulan lokal, guru diharapkan dapat mengembangkan pembelajaran dengan
memanfaatkan kearifan lokal sebagai sumber belajar (Rosyidah et al., 2013).
Media pembelajaran yang dapat mendukung pendidikan keunggulan lokal
adalah media audio visual bermuatan etnosains. Media audio visual bermuatan
etnosains merupakan media yang berupa video pembelajaran yang berisi materi
bahan kimia dalam kehidupan, dimana di dalamnya disisipkan etnosains/kearifan
lokal ke dalam konsep-konsep materi tesebut. Etnosains dimaksudkan untuk
mentransformasikan sains asli masyarakat dengan sains ilmiah. Menurut Sudarmin
(2014) etnosains didefinisikan sebagai perangkat ilmu pengetahuan yang dimiliki
oleh suatu masyarakat/suku bangsa yang diperoleh dengan metode tertentu yang
5
merupakan bagian dari tradisi masyarakat dan kebenaranya dapat diuji secara
empiris.
Media audio visual bermuatan etnosains ini diharapkan dapat menumbuhkan
motivasi belajar siswa terhadap materi zat aditif dalam makanan. Selain itu, media
audio visual bermuatan etnosains juga berfungsi sebagai media untuk
menyampaikan materi IPA yang abstrak, sehingga siswa dapat mengembangkan
kemampuan berpikir logisnya. Media audio visual bermuatan etnosains berisi
materi zat aditif dalam makanan tradisonal baik yang alami maupun buatan. Dengan
adanya media tersebut, siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang
bermakna dan kontekstual. Misalnya penggunaan zat aditif seperti pewarna,
pemanis, pengawet, dan penyedap rasa yang alami berasal dari lingkungan.
Tema bahan kimia dalam kehidupan terdapat tiga komponen sub materi yaitu
bahan kimia dalam rumah tangga, zat aditif dalam bahan makanan serta zat adiktif
dan psikotropika. Ketiga komponen tersebut yang disisipkan muatan etnosains
adalah materi zat aditif dalam bahan makanan dan dampaknya bagi kesehatan. Zat
aditif dalam bahan makanan sangat erat kaitanya dengan kehidupan sehari-hari dan
cocok menggunakan model pembelajaran kontekstual. Konsep tersebut selanjutnya
dirangkai menjadi sebuah media audio visual yang bermuatan etnosains sehingga
diharapkan setelah mempelajari materi tersebut siswa dapat berpikir secara logis
bagaimana mentransformasikan sains yang dimiliki masyarakat ke dalam sains
ilmiah/asli.
Pembelajaran yang kontekstual sangat erat kaitanya dengan lingkungan dan
kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan mampu secara konkret mengimplikasikan
materi dalam kehidupan sehari-hari serta memunculkan kemampuan berpikir logis
dan semakin termotivasi untuk mempelajari IPA. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan Berpikir Logis
dan Motivasi Belajar Siswa dengan Model Pembelajaran Kontekstual Berbantuan
Media Audio Visual Bermuatan Etnosains”.
6
1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana gambaran kemampuan berpikir logis siswa pada model
pembelajaran kontekstual berbantuan media audio visual bermuatan etnosains?
2. Bagaimana gambaran motivasi belajar siswa pada model pembelajaran
kontekstual berbantuan media audio visual bermuatan etnosains?
3. Apakah terdapat pengaruh antara motivasi belajar dan kemampuan berpikir
logis siswa pada model pembelajaran kontekstual berbantuan media audio
visual bermuatan etnosains?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Untuk mendeskripsikan gambaran kemampuan berpikir logis siswa pada model
pembelajaran kontesktual berbantuan media audio visual bermuatan etnosains.
2. Untuk mendeskripsikan gambaran motivasi belajar siswa pada model
pembelajaran kontekstual berbantuan media audio visual bermuatan etnosains.
3. Untuk menganalisis adanya pengaruh antara motivasi belajar dan kemampuan
berpikir logis siswa pada modelpembelajaran kontekstual berbantuan media
audio visual bermuatan etnosains.
1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat,antara lain:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya
mengenai analisis kemampuan berpikir logis dan motivasi belajar siswa pada model
pembelajaran kontekstual berbantuan media audio visual bermuatan etnosains.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat praktis, yaitu:
1. Manfaat bagi Sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dan masukan untuk melakukan
pembinaan terhadap guru dan upaya meningkatkan profesionalisme guru di dalam
7
melakukan suatu proses kegiatan belajar mengajar. Memberikan sumbangan yang
baik bagi sekolah dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pembelajaran yang dapat meningkatkan mutu sekolah.
2. Manfaat bagi Guru
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan informasi
dalam memilih metode pembelajaran yang sesuai, efektif dan efisien dalam
kegiatan belajar mengajar IPA, sehingga dapat mengembangkan kemampuan
berpikir logis dan motivasi belajar siswa terhadap materi pelajaran IPA. Guru akan
lebih terampil dalam membaca kondisi siswa sehingga dapat mengevaluasi
pembelajaran yang telah diberikan.
3. Manfaat bagi Siswa
Penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis siswa melalui
pembelajaran secara kontekstual dan menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan
media audio visual bermuatan etnosains. Pembelajaran dengan model pembelajaran
kontekstual berbantuan media audio visual bermuatan etnosains dapat memberikan
pemahaman konsep yang benar bagi siswa.
4. Manfaat bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
menerapkan proses kegiatan pembelajaran yang efektif dan inovatif untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan.
1.5 Penegasan IstilahUntuk menghindari salah pengertian serta memberikan batas ruang lingkup
penelitian maka penulis memberikan beberapa penegasan yang cukup penting
sesuai dengan judul penelitian. Istilah-istilah tersebut antara lain:
1.5.1 Analisis
Analisis mengacu pada kemampuan memecahkan material ke dalam bagian-
bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya (Rifa’i & Anni, 2012: 71).
Analisis dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai pendeskripsian kemampuan
berpikir logis dan motivasi belajar siswa pada model pembelajaran kontekstual
berbantuan media audio visual bermuatan etnosains sehingga diperoleh gambaran
yang tepat dan sesuai.
8
1.5.2 Kemampuan Berpikir Logis
Mengukur kemampuan berpikir logis dapat menggunakan Test of Logical
Thinking (TOLT) yang dapat dimodifikasi namun tetap disesuaikan dengan
indikator kemampuan berpikir logis. Indikator berpikir logis yang dimaksudkan
adalah: (1) mengontrol variabel (controling variable); (2) penalaran proporsional
(proporsional reasoning); (3) penalaran probabilistik (probabilistic reasoning); (4)
penalaran korelasional (correlational reasoning); (5) penalaran kombinatorik
(combinatorial thingking) (Tobin & Capie, 1981). Kelima indikator ini yang
digunakan untuk menentukan kemampuan berpikir logis siswa.
1.5.3 Motivasi Belajar
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan
yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan individu tersebut bertindak
atau berbuat. Motivasi dapat menumbuhkan gairah, merasa senang dan semangat
untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi
untuk melakukan kegiatan belajar (Handika, 2012). Pada penelitian ini diharapkan
motivasi belajar pada siswa dapat meningkat dengan menerapkan media audio
visual bermuatan etnosains pada proses pembelajaran. Motivasi yang diukur dalam
penelitian ini adalah motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan berbagai macam
indikator.
Indikator yang digunakan untuk mengukur motivasi belajar peserta didik
dalam penelitian ini adalah indikator menurut Uno (2008: 48), yaitu: (1) adanya
keinginan berhasil, (2) adanya kebutuhan dalam belajar, (3) adanya cita-cita masa
depan, (4) adanya penghargaan dalam belajar untuk peserta didik, (5) adanya
kegiatan yang menarik dalam belajar oleh guru, dan (6) adanya lingkungan yang
kondusif. Motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi motivasi siswa
untuk belajar IPA dengan menyisipkan tindakan konservasi terhadap tanaman atau
kearifan lokal yang berfungsi sebagai zat aditif dalam makanan.
1.5.4 Model Pembelajaran Kontekstual
Daryanto dalam Tyas (2015) mengemukakan bahwa Contextual Teaching
and Learning (CTL) atau pembelajaran dan pengajaran kontekstual merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
9
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari- hari, dengan melibatkan
tujuh komponen utama yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic
assessment). Model pembelajaran kontekstual yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah model pembelajaran kontekstual dengan bantuan media audio visual
bermuatan etnosains. Selama pembelajaran, model inilah yang akan digunakan
dengan tujuan agar siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir logisnya.
1.5.5 Media Audio Visual Bermuatan Etnosains
Media audio visual adalah media yang berupa suara/audio dan
gambar/visual yang berarti alat atau bahan yang digunakan dalam situasi belajar
untuk membantu tulisan dan kata dalam menularkan pengetahuan, sikap dan ide
(Trisnadewi et al., 2014). Media audio visual bermuatan etnosains dalam penelitian
ini adalah media yang berupa video pembelajaran yang didalamnya memuat konsep
materi bahan kimia dalam kehidupan khususnya zat aditif dalam bahan makanan.
Materi ini dikaitkan dengan etnosains dalam kehidupan sehari-hari, yang
diharapkan dapat memberikan informasi dan menerjemahkan sains asli masyarakat
ke dalam sains ilmiah tentang proses pembuatan makanan tradisional menggunakan
zat aditif dalam makanan. Media tersebut diharapkan dapat menumbuhkan motivasi
belajar siswa terhadap materi IPA.
1.5.6 Tema Bahan Kimia dalam Kehidupan
Materi bahan kimia dalam kehidupan merupakan materi di dalam kurikulum
KTSP kelas VIII Semester 2. Di dalam materi tersebut terdapat tiga sub materi
yaitu bahan kimia dalam rumah tangga, zat aditif dalam bahan makanan serta zat
adiktif dan psikotropika. Kajian materi ini hanya terbatas pada salah satu sub materi
saja yaitu zat aditif dalam bahan makanan dan dampaknya bagi kesehatan, dimana
materi ini sangat erat kaitanya dengan kehidupan sehari-hari sehingga dapat
dikembangkan menggunakan model pembelajaran kontesktual.
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Kemampuan Berpikir Logis dan Indikatornya
Khaerunisa et al. (2012) berpendapat bahwa berpikir merupakan suatu
kemampuan untuk menganalisis, mengkritik dan mencapai kesimpulan berdasarkan
pada referensi atau pertimbangan yang seksama. Logis adalah pemikiran yang
termasuk dalam karakter mulia yang harus dikembangkan oleh setiap elemen
pelaksana pendidikan yang ada di sekolah (Sudarmin, 2014). Menurut Putri et al.
(2012) mendefinisikan berpikir logis merupakan proses penggunaan penalaran
secara konsisten untuk mengambil sebuah kesimpulan. Permasalahan atau situasi
yang melibatkan pemikiran logis mengharapkan struktur, hubungan antara fakta-
fakta, dan menghubungkan penalaran yang bisa dipahami.
Menurut Tobin & Capie (1981) indikator yang digunakan untuk mengukur
kemampuan berpikir logis diuraikan dalam tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Indikator untuk mengukur kemampuan berpikir logis
No. Indikator
1. Mengontrol variabel
2. Menalar proporsi
3. Menalar kombinasi
4. Menalar probabilistik
5. Menalar korelasi
Kelima indikator tersebut digunakan oleh Tobin & Capie untuk menyusun
Test Of Logical Thingking (TOLT standart). Tes yang disusun oleh Tobin & Capie
tersebut terdiri daru 10 soal dengan pembagian masing-masing indikator terdiri dari
dua item pertanyaan. Sistematika skoring adalah jika dapat menjawab benar
lengkap dengan alasan yang benar maka mendapat skor 1 sedangkan jika tidak
10
11
menjawab/menjawab tidak lengkap maka tidak mendapat skor (skor 0).
Kemampuan berpikir logis dapat disederhanakan sebagai kemampuan penggunaan
nalar untuk memecahkan masalah menjadi bentuk pengetahuan sesuai alasan yang
benar.
Kemampuan berpikir logis siswa dalam pembelajaran dapat diketahui
berdasarkan indikator-indikator yang dapat memperlihatkan bagaimana
perkembangan kemampuan berpikir logis siswa. Untuk mengetahui perkembangan
berpikir logis anak tidak mutlak harus menggunakan TOLT test, bisa dimodifikasi
disesuaikan dengan budaya negara yang akan menggunakan dengan konstruk sesuai
TOLT standar, ataupun menyusun bentuk tes lain yang penting memasukkan
kelima indikator kedalam tes kemampuan berpikir logis yang hendak disusun
(Rahmawati, 2014). Tes yang dikembangkan dan dilakukan untuk mengukur
kemampuan berpikir logis menunjukan bahwa kemampuan berpikir logis menjadi
perhatian tinggi dalam kalangan pendidikan. Kemampuan berpikir logis siswa
dianalisis para pakar dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan
kemampuan berpikir logis siswa.
2.1.2 Motivasi Belajar Definisi mengenai motivasi belajar dijelaskan oleh Meece dalam Ajayi
(2012), sebagai berikut: Motivation is an unobservable process and can be inferred
from actions and verbalisations; it involves goals which may not be explicit and it
requires activity which is instigated and sustained. Motivasi menurut Warti (2016)
adalah kemauan, kehendak, keinginan, daya yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Singh (2011) menyatakan bahwa motivasi umumnya diangap
sebagai dorongan untuk mempertahankan suatu proses dan untuk mencapai suatu
target. Motivasi belajar mengacu pada kesediaan, kebutuhan, keinginan dan
dorongan siswa untuk berpartisipasi dan berhasil dalam proses pembelajaran (Feng
et al., 2013). Keikutsertaan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran akan
dapat menghilangkan rasa jenuh serta menumbuhkan rasa senang dalam belajar dan
pada akhirnya hal tersebut akan berimbas dengan meningkatnya motivasi belajar
siswa (Susilo et al., 2012). Siswa yang merasa senang dalam kegiatan pembelajaran
akan termotivasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Rehman (2013)
12
menyatakan bahwa motivasi merupakan faktor kunci dalam belajar dan prestasi
siswa pada semua tingkatan sekolah.
Memotivasi siswa dipandang sebagai aspek penting dalam pembelajaran
yang efektif. Menurut Noralisa et al. (2013) ketika siswa kurang tertarik terhadap
pelajaran maka akan mempengaruhi cara mereka bereaksi atau memperhatikan
guru. Siswa sebagai pribadi unik memiliki motivasi belajar yang berbeda-beda
(Pramadi et al., 2013). Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dari dalam
dirinya lebih mudah mengikuti proses pembelajaran karena siswa merasa
pembelajaran itu penting. Siswa yang memiliki motivasi rendah terlihat lebih tidak
bergairah dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas.
Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan
munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Menurut Jariswandana et al. (2012) dari pengertian tersebut mengandung tiga
elemen penting, yaitu:
1) Motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu
manusia
2) Motivasi ditandai dengan munculnya rasa.
3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.
Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena
terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan.
Motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu kebutuhan, tujuan dan
dorongan belajar (Susilo, 2012). Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidak
seimbangan antara yang ia miliki dengan apa yang ia harapkan. Dorongan
merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi
harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan adalah inti
dari motivasi. Seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi apabila apa yang
dilakukannya telah menjadi kebutuhan. Dengan adanya motivasi, peserta didik
dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara
ketekunan dalam melakukan kegiatan
Motivasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang ada dari dalam hakekatnya.
13
Siswa yang termotivasi secara intrinsik tidak akan memerlukan jenis reward atau
insentif untuk menghasut atau menyelesaikan tugas. siswa termotivasi ekstrinsik
terlibat dalam pembelajaran semata-mata untuk mencapai hadiah atau untuk
menghindari beberapa hukuman.
Motivasi belajar memiliki beberapa hal yang dapat mempengaruhinya.
Menurut Lestari (2008) sebagaimana dikutip dalam Raymond & Judith (2004:24)
mengungkapkan ada empat pengaruh utama dalam motivasi belajar seorang anak
yaitu:
1) Budaya.
Masing-masing kelompok atau etnis telah menetapkan dan menyatakan secara
tidak langsung nilai-nilai yang berkenaan dengan pengetahuan baik dalam
pengertian akademis maupun tradisional. Nilai-nilai itu terungkap melalui
pengaruh agama, undang-undang politik untuk pendidikan serta melalui
harapan-harapan orang tua yang berkenaan dengan persiapan anak-anak
mereka dalam hubungannya dengan sekolah. Hal–hal ini akan mempengaruhi
motivasi belajar anak.
2) Keluarga.
Berdasarkan penelitian orang tua memberi pengaruh utama dalam memotivasi
belajar seorang anak. Pengaruh mereka terhadap perkembangan motivasi
belajar anak-anak memeberi pengaruh yang sangat kuat dalam setiap
perkembangannya dan akan terus berlanjut sampai habis masa SMA dan
sesudahnya.
3) Sekolah.
Ketika sampai pada motivasi belajar, para gurulah yang membuat sebuah
perbedaan. Seorang guru yang memenuhi ruang kelas dengan kegembiraan dan
harapan serta membukakan pintu-pintu kita untuk menemukan pengetahuan
yang mengagumkan.
4) Diri anak itu sendiri.
Murid-murid yang mempunyai kemungkinan paling besar untuk belajar
dengan serius, belajar dengan baik dan masih bisa menikmati belajar, memiliki
14
perilaku dan karakter pintar, berkualitas, mempunyai identitas, bisa mengatur
diri sendiri sudah pasti mempengaruhi motivasi belajarnya.
Dilihat dari peranannya, maka orang tua dan guru paling berpengaruh dalam
rangka memotivasi belajar peserta didik. Kerja sama antara kedua komponen ini
akan menghasilkan kekuatan luar biasa yang bisa menumbuhkan motivasi belajar
anak. Motivasi yang ada pada diri seseorang secara tidak langsung dapat diamati.
Orang yang memiliki motivasi dan orang yang tidak memiliki motivasi dapat
dibedakan.
Ciri-ciri orang yang memiliki motivasi menurut Warti (2016) adalah:
a) Kecendrungan mengerjakan tugas-tugas yang menantang namun tidak berada
diatas kemampuannya.
b) Keinginan untuk berusaha dan bekerja sendiri serta menemukan penyelesaian
sendiri.
c) Keinginan kuat untuk maju dan mencapai taraf keberhasilan yang sedikit diatas
taraf yang dicapai sebelumnya.
d) Orientasi pada masa depan, kegiatan belajar dipandang sebagai jalan menuju
realisasi cita-cita.
Motivasi belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa. Siswa yang
memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih mudah mengikuti proses pembelajaran.
Manuhutu (2015) menjelaskan bahwa motivasi memiliki tiga fungsi diantaranya:
1) Mendorong manusia untuk berbuat. Motivasi dalam hal ini merupakan motor
penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2) Menentukan arah tujuan yang hendak dicapai.
3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan dengan menyisihkan perbuatanperbuatan yang tidak bermanfaat
bagi tujuan tersebut.
Nilai-nilai yang ditanamkan supaya dapat mudah untuk dijabarkan dalam
bentuk indikator terukur. Indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik
di kelas dan sekolah yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika seorang
peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah. Indikator yang digunakan untuk
15
mengukur motivasi belajar peserta didik dalam penelitian ini adalah indikator
menurut Uno (2008: 48). Indikator tersebut dijabarkan dalam tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Indikator untuk mengukur motivasi belajar siswa
No. Indikator Motivasi Belajar
1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil
2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan
4. Adanya penghargaan dalam belajar oleh guru
5. Adanya kegiatan yang menarik dalam pembelajaran
6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif
Keenam indikator motivasi belajar ini yang dijadikan sebagai indikator untuk
menyusun instrumen berupa lembar observasi dan angket untuk mengukur motivasi
belajar siswa.
2.1.3 Model Pembelajaran Kontekstual Oka (2011) berpendapat bahwa pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai keluarga dan masyarakat.
Selaras dengan pendapat tersebut Trianto (2007) menyatakan bahwa pemanfaatan
pembelajaran kontekstual menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan
menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan bertanggungjawab
terhadap belajarnya. Penerapan pembelajaran kontekstual akan sangat membantu
guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya
dengan kehidupan nyata. Hudson & Wishler (2011) menyatakan bahwa Contextual
Teaching and Learning memiliki kelebihan yang mampu membantu siswa
membangun pengetahuan mereka sendiri dengan cara membimbing mereka melalui
skenario. Siswa diwajibkan untuk secara aktif mengeksplorasi konten untuk
16
mencapai tujuan, memecahkan masalah, menyelesaikan sebuah proyek, atau
menjawab pertanyaan.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata (Aqib, 2013). Hal ini mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Proses ini melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran
efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning),
menemukan (Inquiry), komunitas belajar (Learning Community), pemodelan
(Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment). Penelitian yang telah
dilakukan oleh Schudell (2013) menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual
digunakan untuk menanggapi isu-isu lingkungan, dan digunakan untuk memastikan
bahwa pengalaman belajar siswa relevan dengan konteks pembelajaran mereka.
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mengaitkan
pengetahuan yang dimiliki siswa dengan kehidupan nyata sehari-hari sehingga
menimbulkan pengalaman belajar yang lebih bermakna. Pembelajaran kontekstual
efektif diterapkan pada pembelajaran IPA karena konten IPA sangat berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari, sehingga diharapkan siswa dapat memahami konsep
IPA tanpa menghafal. Miller (2006) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual
lebih baik daripada pembelajaran langsung dalam memperoleh pengetahuan,
aplikasi dan pembelajaran yang baru.
Oka (2011) menyebukan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan suatu
konsep yang didukung oleh berbagai penelitian aktual di dalam ilmu kognitif
(cognitif science) dan teori-teori tentang tingkah laku (behaviour theories) yang
secara bersama-sama mendasari konsepsi dan proses pembelajaran kontekstual,
antara lain:
a. Konstruktivisme berbasis pengetahuan (Knowledge-Based Construktivism)
Baik instruksi langsung maupun kegiatan kontruktivis dapat sesuai dan efektif
di dalam pencapaian tujuan belajar siswa.
b. Pembelajaran berbasis usaha/teori pertumbuhan kecerdasan (Effort Based
Learning/Incremental Theory of Intellegence)
17
Peningkatan usaha seseorang untuk menghasilkan peningkatan kemampuan.
Teori ini berlawanan dengan gagasan bahwa kecerdasan seseorang tidak dapat
diubah. Bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar akan memotivasi
seseorang terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan komitmen untuk
belajar.
c. Sosialisasi (Socialization)
Anakanak mempelajari standar, nilai-nilai, dan pengetahuan kemasyarakatan
dengan mengajukan berbagai pertanyaan dan menerima tantangan untuk
menemukan solusi yang tidak segera terlihat, bersama-sama dengan penjelasan
konsep, pembenaran pemikiran mereka, dan pencarian informasi.
d. Pembelajaran situasi (Situated Learning)
Pengetahuan dan belajar dikondisikan dalam fisik tertentu dan konteks sosial.
e. Pembelajaran distribusi (Distributed Learning)
Pengetahuan mungkin dipandang sebagai pendistribusian dan penyebaran
individu, orang lain, dan berbagai benda (artifacts) seperti alatalat fisik dan alat-
alat simbolis, dan bukan semata-mata sebagai suatu kekayaan individual.
Trianto (2007) menyebutkan ada tujuh komponen utama pembelajaran
konstektual sebagai berikut:
1. Construktivism (Konstruktivisme)
Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan yang pada dasarnya
menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat
keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih
diwarnai student centered daripada teacher centered.
2. Inquiry (Menemukan)
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat .
3. Questioning (Bertanya)
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa,
kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan
18
pembelajaran yang inkuiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa
yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum
diketahuinya.
4. Learning Community (Masyarakat belajar)
Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
dari kerjsama dengan orang lain. Hasil belajar yang diperoleh dari sharing antar
teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu di suatu tempat,
ini disebut dengan anggota masyarakat belajar.
5. Modelling (Pemodelan)
Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Permodelan
dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa dapat ditunjuk untuk
memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya atau
mendatangkan seorang ahli untuk memodelkan.
6. Reflection (Refleksi)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke
belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi
merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru
diterima.
7. Authentic Assessment (Penilaian sebenarnya)
Assesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa. Penilaian autentik menilai pengetahuan
dan keterampilan (performance) yang diperoleh siswa. Penilaian tidak hanya
dilakukan oleh guru tetapi dapat juga dilakukan oleh teman atau orang lain.
Atas dasar pengertian pembelajaran kontekstual tersebut, pembelajaran
dengan model pembelajaran kontekstual mempunyai karakteristik yaitu: (1) Kerja
sama; (2) Saling menunjang; (3) Menyenangkan, tidak membosankan; (4) Belajar
dengan bergairah; (5) Pembelajaran Terintegrasi; (6) Menggunakan berbagai
sumber; (7) Siswa aktif; (8) Sharing dengan teman; (9) Siswa kritis guru kreatif;
(10) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar,
artikel, humor, dan lain-lain; (11) Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor
19
tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain
(Aqib, 2013).
Secara garis besar langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual
atau Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam kelas menurut Trianto (2007)
adalah sebagai berikut:
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan barunya (Konstruktivisme).
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik (Inkuiri).
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya (Bertanya).
d. Ciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok-kelompok
(Masyarakat Belajar).
e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran (Pemodelan).
f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan (Refleksi).
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (Penilaian
Sebenarnya).
2.1.4 Media Audio Visual Bermuatan Etnosains 2.1.4.1 Pengertian Media
Sadiman et al. (2010) berpendapat bahwa media adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa
sehingga proses belajar terjadi. Sehubungan dengan pengertian media tersebut,
Taufiq et al. (2014) menyatakan bahwa untuk menunjang pembelajaran di kelas
diperlukan sarana dan prasarana pendukung berupa alat bantu atau media. Dalam
dunia pendidikan, sering kali istilah alat bantu atau media komunikasi digunakan
secara bergantian atau sebagai pengganti istilah media pendidikan (pembelajaran).
Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses belajar pada siswa. Makna
media pembelajaran lebih luas dari alat peraga, alat bantu mengajar, dan media
audio visual (Aqib, 2013). Menurut Taufiq et al. (2014) sebuah media adalah alat
fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran. Dalam pengertian
20
ini, buku/modul, tape recorder, kaset, video recorder, camera video, televise, radio,
film, slide, foto, gambar, dan computer adalah merupakan media pembelajaran.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media merupakan salah satu
penunjang penting dalam sebuah pembelajaran yang berguna untuk menjembatani
penyampaian materi sehingga proses penyampaian materi saat kegiatan belajar
mengajar dapat berjalan dengan lancar.
2.1.4.2 Karakteristik Media
Salah satu ciri media pembelajaran adalah bahwa media mengandung dan
membawa pesan atau informasi kepada penerima yaitu siswa, berupa pesan
sederhana dan bisa pula pesan yang amat kompleks (Arsyad, 2013:79). Sadiman et
al. (2010) menyatakan bahwa kegunaan media pendidikan secara umum dalam
proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam
bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya :
a. Objek yang terlalu besar dapat digantikan dengan realita gambar, film
bingkai atau model.
b. Objek yang kecil dapat dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai atau
gambar.
c. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain)
dapat divisualisasikan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan lain-
lain.
3. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi
sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk:
a. Menimbulkan kegairahan belajar;
b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan
lingkungan dan kenyataan;
c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan
sikapnya.
Aqib (2013) juga mengemukakan manfaat umum media pembelajaran,
diantaranya adalah (1) Menyeragamkan penyampaian materi; (2) Pembelajaran
21
lebih jelas dan menarik; (3) Proses pembelajaran lebih interaktif; (4) Efisiensi
waktu dan tenaga; (5) Meningkatkan kualitas hasil belajar; (6) Belajar dapat
dilakukan dimana saja dan kapan saja; (7) Menumbuhkan sikap positif belajar
terhadap proses dan materi ajar; (8) Meningkatkan peran guru kearah yang lebih
positif dan produktif.
2.1.4.3 Media Audio Visual Bermuatan Etnosains
Media audio visual merupakan salah satu media pembelajaran yang banyak
disukai siswa karena tampilannya yang menarik. Menurut Arsyad (2013) media
audio visual adalah media penyampai informasi yang memiliki karakteristik audio
(suara) dan visual (gambar). Pernyataan tersebut didukung oleh Haryoko (2009)
yang menyatakan bahwa jenis media audio visual mempunyai kemampuan lebih
baik karena meliputi kedua karakteristik yaitu audio dan visual. Media audio visual
dibagi menjadi dua yaitu: a) Audio Visual diam, merupakan media yang
menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slide), film
bingkai suara, dan cetak suara; b) audio visual gerak, merupakan media yang dapat
menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video
cassette. Dengan adanya media audio visual dapat menjadikan pembelajaran lebih
bermakna dan guru tidak lagi sebagai pemberi informasi utama, melainkan hanya
sebagai pendamping dan pembimbing, sehingga siswa menjadi lebih aktif untuk
menemukan sendiri informasi yang telah didapat.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Parmin dan Sudarmin
(2013:13) tindakan belajar berdasarkan kebiasaan belajar siswa diuraikan pada
tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3 Tindakan Belajar Sesuai Karakteristik Kebiasaan Belajar Siswa
Kebiasaan Belajar
Siswa
Tindakan Belajar
Visual Ketika belajar IPA, siswa yang memiliki kecenderungan
visual dapat dikelola melalui pendayagunaan media dan
sumber belajar yang menampilkan konsep secara
menarik. Kreativitas guru dibutuhkan untuk membuat
stimulus agar dapat menimbulkan dorongan untuk
mempelajari.
22
Auditorial Siswa yang auditorial ketika belajar membutuhkan
perangkat audio.Guru IPA harus terampil menggunakan
perangkat audio visual untuk menghasilkan penyajian
yang menarik.
Dengan demikian, berarti terdapat karakteristik siswa yang berbeda-beda
dalam hal kemampuan menyerap materi yang disampaikan oleh guru. Selain itu,
memadukan konsep IPA secara kontekstual juga sangat diperlukan agar
memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Menurut Nisa’,
Sudarmin & Samini (2015) saat ini pembelajaran IPA sudah dikaitkan dengan
aktivitas kehidupan sehari- hari, namun belum ada yang mengaitkan dengan
kearifan lokal (etnosains). Umumnya guru menggunakan potensi lingkungan
sebatas sebagai apersepsi, belum sampai pembahasan materi pada kearifan lokal
yang lebih mendalam. Sudarmin et al. (2009) telah melakukan penelitian mengenai
etnosains berbasis budaya jawa, fokus penelitian, konten dan konteks sains ilmiah
pada pembelajaran sains. Materi pembelajaran atau konten yang dapat dijadikan
sebagai sumber belajar untuk pembelajaran sains berbasis etnosains (kearifan lokal)
disajikan pada tabel 2.4 berikut ini.
Tabel 2.4 Ranah penelitian (Etnosains) dan Sains Ilmiah dalam Pembelajaran Sains
Kimia
No. Ranah Penelitian Etnosains Fokus Penelitian
Konten dan Konteks pada Pembelajaran
Sains Kimia
1. Penjual jamu
gendong/tradisional
Pembuatan Jamu
(kunir asem, pahitan,
beras kencur, cabe
puyang)
Kimia larutan: Pemisahan
dan pemurnian zat/larutan,
evaporasi, filtrasi,
rekristalisasi, dan aktivitas
zat.
2. Produksi Garam
Tradisional di
Wilayah Pantura
Jawa (Pati dan
Rembang)
Proses pembuatan
garam dan
pengemasan.
Kimia larutan dan
campuran: Proses
evaporasi, filtrasi, dan
rekristalisasi.
Sudarmin (2014) mendefinisikan etnosains sebagai perangkat ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat/suku bangsa yang diperoleh
23
dengan menggunakan metode tertentu serta mengikuti prosedur tertentu yang
merupakan bagian dari tradisi masyarakat tertentu, dan kebenarannya dapat diuji
secara empiris.
Dengan demikian, pembelajaran IPA diupayakan agar ada kesinambungan
antara pengetahuan sains itu sendiri dengan penanaman sikap ilmiah, serta nilai-
nilai kearifan lokal yang ada dan berkembang di masyarakat. Siswa dapat lebih
menghargai alam, budaya yang berkembang di masyarakat dan memanfaatkan sains
sesuai dengan tekonologi yang dikuasainya sehingga akan meningkatkan
kemampuan untuk menggunakan pengetahuan ilmiahnya dalam menyelesaikan
berbagai permasalahan sehari-hari. Oleh karena itu, media audio visual yang berisi
fenomena kontekstual dirancang bermuatan etnosains bertujuan agar siswa dapat
lebih menghargai alam dan memanfaatkan sains dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, adanya media audio visual bermuatan etnosains diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa khusunya hasil belajar kognitif.
2.1.5 Tema Bahan Kimia dalam Kehidupan Materi perubahan benda diberikan kepada siswa di kelas VIII SMP pada
kurikulum 2006. Standar Kompetensi yang harus dicapai siswa yaitu memahami
kegunaan bahan kimia dalam kehidupan. Kompetensi dasar dari materi ini 4.3
Mendeskripsikan bahan kimia alami dan bahan kimia buatan dalam kemasan yang
terdapat dalam bahan makanan. Materi bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari
mencakup bahan kimia yang ada di rumah, zat aditif dalam bahan makanan, serta
zat adiktif dan psikotropika. Akan tetapi, materi bahan kimia dalam kehidupan
sehari-hari yang akan digunakan pada penelitian ini mencakup zat aditif dalam
bahan makanan. Tema bahan kimia dalam kehidupan di dalamnya berisi materi zat
aditif dalam bahan makanan, dimana materi tersebut terdiri atas sub materi
pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap baik yang berasal dari bahan alami
maupun buatan. Tema bahan kimia dalam kehidupan dijabarkan dalam Gambar 2.1
berikut:
24
Setiap hari manusia memerlukan makanan untuk mendapatkan energi
(karbohidrat dan lemak) dan untuk pertumbuhan sel-sel baru, menggantikan sel-sel
yang rusak (protein). Selain itu, makanan juga sebagai sumber zat penunjang dan
pengatur proses dalam tubuh, yaitu vitamin, mineral dan air. Zat aditif makanan
adalah suatu zat yang sengaja ditambahkan ke dalam suatu makanan untuk tujuan
tertentu. Menurut Widiyatmoko & Dewi (2013) bahan yang tergolong ke dalam zat
aditif makanan harus dapat: (1) memperbaiki kualitas atau gizi makanan; (2)
membuat makanan tampak lebih menarik; (3) meningkatkan cita rasa makanan; dan
(4) membuat makanan menjadi lebih tahan lama atau tidak cepat basi dan busuk.
Zat aditif makanan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu zat aditif
yang berasal dari sumber alami dan zat aditif sintetik/buatan dari bahan kimia yang
memiliki sifat serupa dengan bahan alami yang sejenis.
Bahan Kimia dalam
Kehidupan
Zat Aditif dalam
Zat PewarnaLokal
Zat PemanisLokal Kanker
Dampaknya Bagi
Kesehatan
Penyakit organ lainnya
Zat PengawetLokal
Zat Penyedap Rasa Lokal
Diabetes Melllitus
Gambar 2.1 Tema Bahan Kimia dalam Kehidupan
25
2.2 Kerangka Berpikir
Kemampuan berpikir logis merupakan salah satu kemampuan yang sangat
penting untuk ditumbuhkan dalam diri siswa. Penggunaan model pembelajaran
kontekstual berbantuan media audio visual bermuatan etnosains diharapkan mampu
menumbuhkan kemampuan berpikir logis siswa, guna mencetak kualitas sumber
daya manusia yang lebih baik di masa mendatang. Selain itu, penggunaan model
tersebut dalam penyampaian materi juga diharapkan mampu memotivasi siswa
secara aktif serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan latar
belakang dan tinjauan pustaka, maka dapat disusun kerangka berpikir yang terdapat
pada Gambar 2.1.
26
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Penyampaian materi IPA
Bahan Kimia dalam
Kehidupan kurang menarik
dan kontekstual.
Pembelajaran IPA di SMP
1. Pembelajaran IPA dikaji secara terperinci
sistematis, dan menyeluruh.
2. Model pembelajaran merupakan cara/
teknik penyajian dalam proses
pembelajaran.
3. Media pembelajaran merupakan suatu alat
untuk menyampaikan pengajaran.
1. Pembelajaran yang diterapkan masih terpusat pada guru.
2. Penggunaan model pembelajaran belum kontekstual.
3. Pemanfaatan kearifan lokal sebagai media pembelajaran.
4. Motivasi belajar siswa tergolong rendah.
5. Kemampuan berpikir logis siswa masih rendah.
Penerapan Model
Pembelajaran KontekstualPembelajaran Berbantuan
media audio visual
bermuatan etnosains
1. Meningkatkan kemampuan
berpikir logis siswa
2. Membangkitkan motivasi
belajar siswa
Media audio visual bermuatan etnosains
merupakan alat bantu guru dalam
menyampaikan suatu materi yang bersifat
abstrak secara logis.
Analisis Kemampuan Berpikir Logis dan Motivasi Belajar Siswa dengan Model
Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Media Audio Visual Bermuatan Etnosains.
Kondisi ideal
Permasalahan
Solusi
27
2.3 Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir, hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Terdapat pengaruh antara motivasi belajar dan kemampuan berpikir logis siswa
pada model pembelajaran kontekstual berbantuan media audio visual
bermuatan etnosains.
84
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kemampuan berpikir logis siswa kelas eksperimen 1 dan 2 pada model
pembelajaran kontekstual berbantuan media audio visual bermuatan etnosains
mencapai ketuntasan klasikal dengan persentase 90% dan 87%. Siswa pada
kelas eksperimen 1 dan 2 berada pada kategori kemampuan berpikir logis
tahap transisi dan formal.
2. Motivasi belajar siswa pada kelas eksperimen 1 berada pada kategori sangat
baik 79% , baik 17%, dan cukup 7%. Sedangkan kelas eksperimen 2 katergori
sangat baik 36%, baik 57%, dan cukup 7%.
3. Motivasi belajar siswa pada model pembelajaran kontekstual berbantuan
media audio visual bermuatan etnosains berpengaruh positif terhadap
kemampuan berpikir logis siswa sebesar 64% untuk kelas eksperimen 1 dan
59% untuk kelas eksperimen 2.
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti menyampaikan saran
sebagai berikut:
1. Penerapan model pembelajaran kontekstual berbantuan media audio visual
bermuatan etnosains dengan materi zat aditif dalam makanan memerlukan
kreativitas guru dalam menyampaikan materi agar tidak menimbulkan
kebosanan.
2. Siswa yang berada pada kategori motivasi belajar cukup sebaiknya perlu diberi
perlakuan khusus lagi agar memiliki motivasi belajar yang baik.
84
85
DAFTAR PUSTAKA
Ajayi, K.O., Lawani, A.O, & Salomi, M.O. 2012. The Influences of Self-Concept
and Academic Motivation on Student’s Attitude to Mathematics in Selected
Secondary Scholls in Ogun State, Nigeria. European Journal of Scientific Research, 67(3): 444-455.
Albab, U. 2016. Pengaruh Model Group Investigation Berbantuan Science Chain Card Tema Gerak Terhadap Kemampuan Berpikir Logis dan Keterampilan Berkomunikasi Siswa. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Aqib, Z. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya Arikunto, S. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementrian Agama RI.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Aritonang, K.T. 2008. Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur, 7 (10): 11-21.
Arfianawati, S., Sudarmin., & Sumarni, W. 2016. Model Pembelajaran Kimia
Berbasis Etnosains Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.
Jurnal Pengajaran MIPA, 21 (2): 46-51.
Arsyad, A. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Atmojo, S.E. 2012. Profil Ketrampilan Proses Sains dan Apresiasi SIswa Terhadap
Profesi Pengrajin Tempe dalam Pembelajaran IPA Berpendekatan Etnosains.
Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 1 (2): 112-115.
Feng, H.Y., Jin-Jun, F & Hui-Zhen, Y. 2013. The Relationship of Learning
Motivation and Achievement in Efl: Gender as an Intermediated Variable.
Educational Research International, 2 (2): 50-58.
Gurria, A. 2015. PISA 2015 Result in Focus. Country Note OECD, 3(1): 1-15.
Handhika, J.2012. Efektivitas Media Pembelajaran IM3 Ditinjau dari Motivasi
Belajar. JPII, 1 (2):109-114.
Hamdu, G. & Agustina, L. 2011. Pengaruh Motivasi Belajar Siswa Terhadap
Prestasi IPA Di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan, 12 (1): 81-86.
85
86
Haryoko, S. 2009. Efektivitas Pemanfaatan Media Audio-Visual Sebagai Alternatif
Optimalisasi Model Pembelajaran. Jurnal Edukasi@Elektro, 5(1):1-10.
Hayati, M.N., Supardi, K.I., & Miswandi, S.S. 2013. Pengembangan Pembelajaran
IPA SMK Dengan Model Kontekstual Berbasis Proyek Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Dan Ketrampilan Proses Sains Siswa. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 2 (1): 53-58.
Hudson, C.C & V.R. Wishler. 2011. Contextual Teaching anfd Learning for
Practicioners. Journal of Systematic, Cybernetics, and Informatics, 6(2): 54-
58.
Iswandi., Lestari R., & Brahmana, E.M. 2015. Analisis Motivasi Belajar Biologi
Siswa Kelas VIII MTs Sejahtera Bersama Rambah Samo Tahun
Pembeajaran2014/2015. Jurnal Keguruan, 2 (1): 54-58.
Jariswandana, L., Yerizon & Nilawasti, Z.A. 2012. Meningkatkan Motivasi Belajar
Matematika Siswa Dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write. Jurnal Pendidikan Matematika, 1 (1): 81-86.
Khaerunisa, F., Sarwi, & Hindarto, N. 2012. Penerapan Better Teaching and
Learning Berbasis Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Berpikir
Logis dan Keaktifan Siswa. Unnes Physics Education Journal, 1(2): 33-37.
Kunandar. 2013. Penelitian Autentik: Penilaian Hasil Belajar Peserta DidikBerdasarkan Kurikulum 2013. Jakarta: Rajawali Pers.
Lestari, W. 2008. Efektifitas Strategi Pembelajaran dan Motivasi Belajar Terhadap
Hasil Belajar Matematika. Jurnal Formatif, 2 (3): 170-181.
Leviana, A. 2016. Pengaruh Penerapan Model Joyful Learning Berbantuan Audio Visual Pada Materi Bunyi dan Pendengaran Terhadap Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMP. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Listyawati, M. 2012. Pengembangan Perangkat IPA Terpadu di SMP. Journal of Innovative Science Education, 1(1): 62-63.
Mahendrani, K., & Sudarmin. 2015. Pengembangan Booklet Etnosains Fotografi
Tema Ekosistem untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Siswa SMP.
Unnes Science Education Journal, 4(2): 866-870.
Manuhutu, S. 2015. Analisis Motivasi Belajar Internal Siswa Program Akselerasi
Kelas VIII SMP Negeri 6 Ambon. Jurnal Pendidikan Ekonomi UM Metro,3 (1): 104-115.
Mardianti, L. 2011. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Pemahaman Siswa pada Konsep Bunyi. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Miller, P.M. 2006. Contextual Learning May be a better Teaching Model ; A Cace
For Higher Order Learning and Tranfer. Proceeding of the Academy of education leadership, London.
87
Nisa’, A., Sudarmin & Samini. 2015. Efektivitas Penggunaan Modul Terintegrasi
Etnosains dalam Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Literasi Sains Siswa. Unnes Science Education Journal, 4(3): 1049-1056.
Noralisa, E., Priyantini, W & Lisdiana. 2013. Pengembangan Media Pembelajaran
Zat Adiktif dan Psikotropika Berbentuk Komik Kontekstual di SMP.
Journal of Innovative Science Education, 2 (1): 14-20.
Oka, A.A. 2011. Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA di SMP Melalui
Pembelajaran Kontekstual. Bioedukasi, 2(1): 81-91.
Pane, L. Y., Kamid, dan Asrial. 2012. Proses Berpikir Logis Siswa Sekolah Dasar
Bertipe Kecerdasan Logis Matematis dalam Memecahkan Masalah
Matematika. Edu-Sains, 2 (2): 14-21.
Parmin & Sudarmin. 2013. Strategi Belajar Mengajar IPA. Semarang. CV.
Swadaya Manunggal.
Pramadi,P.W.Y., Wayan, S & Made, C. 2013. Pengaruh Penggunaan Komik
Berorientasi Kearifan Lokal Bali Terhadap Motivasi Belajar dan Pemahaman
Konsep Fisika. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan IPA, 3 (1): 15-25.
Pramawidyaka, P. 2015. Identifikasi Kemampuan Berpikir Logis Dalam Pemecahan Masalah Matematika Pada Siswa Kelas VIII-1 SMP Negeri 2 Sidoarjo. Artikel Penelitian Universitas Tanjungpura.
Purwanto, A & Sasmita, R. 2013. Pembelajaran Fisika dengan Menerapkan Model Inkuiri Terbimbing Dalam Menumbuhkan Kemampuan Berfikir Logis Siswa Di SMA Negeri 8 Bengkulu. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung
Online.
Putri, G. R., Syahrul, R., & Erizal, G.2012. Hubungan Kemampuan Berpikir Logis
dengan Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi Siswa Kelas X SMA
Negeri 1 Rao Kabupaten Pasaman. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 1(1): 19-26.
Rahayu, M. & Stephani, D.P. 2015. Pengaruh Teknik Story Telling Menggunakan
Puzzle Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa SMP Kelas VII PAda
Materi Energi Dalam Sistem Kehidupan. Unnes Science Education Journal,4 (3): 959-964.
Rahayu, W.E & Sudarmin. 2015. Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis
Etnosains Tema Energi Dalam Kehidupan Untuk Menanamkan Jiwa
Konservasi Siswa. Unnes Science Educatiion Journal, 4 (2): 919-926.
Rahmawati. 2014. Pengembangan Asesmen IPA Berbasis Inkuiri pada Tema Cahaya dan Penglihatan untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMP Kelas VII. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
88
Rakhmawan, A., dan M. Vitasari. 2016. Kemampuan Berpikir Logis sebagai
Prediktor Keberhasilan Mahasiswa dalam Perkuliahan Kimia Dasar. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA, 2 (1): 99-109.
Rehman, A. & H. Kamal. 2013. The Impact of Motivation on Learning of
Secondary School Students in Karachi: An Analytical Study. Educational Research Internasional, 2(2): 139-147.
Rifa’I, A & T. C. Anni. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: Pusat
Pengembangan MKU-MKDK LP3 Unnes.
Rosyidah A. N., Sudarmin, & K. Siadi. 2013. Pengembangan Modul IPA Berbasis
Etnosains Zat Aditif dalam Bahan Makanan untuk Kelas VIII SMP Negeri 1
Pegandon Kendal. Unnes Science Education Journal, 2(1): 133-139.
Sabil, H. 2011. Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL)
Pada Materi Ruang Dimensi Tiga Menggunakan Model Pembelajaran
Berdasarkan Masalah (MPBM) Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika FKIP UNJA. Edumatica, 1 (1): 44-56.
Sadiman, A. S., Raharjo, R., Haryono, A., & Rahardjito. 2010. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Saputra, H. J. 2016. Pembelajaran Etnosains Bervisi SETS untuk Meningkatkan
Keterampilan Proses Siswa. Elementary Schoo, 3(1): 21-22.
Schudell, I., Cheryl, Heila, Callie, Rob., & Tony S.2013.Contextualising Learning in Advanced Certificate in Education (Environmental Education). South
African Journal of Education.
Singh, K. 2011. Study of Achievement Motivation in Relation to Academic
Achievement of Students. Internasional Journal od educational Planning & Administration. 1(2): 161-171.
Sjukur, S.B. 2012. Pengaruh BlendedLearning Terhadap Motivasi Belajar Dan
Hasil Belajar Siswa Tingkat SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi, 2 (3): 365-378.
Solina, W., Erlamsyah., & Syahniar. 2013. Hubungan Antara Perlakuan Orang tua
Dengan Motivasi Belajar Siswa di Sekolah. Jurnal Ilmiah Konseling, 1(2):
289-294.
Sudarmin. 2014. Pendidikan Karakter, Etnosains dan Kearifan Lokal. Semarang:
Swadaya Manunggal.
Sudarmin, Hartono, & Sumarni, W.2009. Merekonstruksi Pengetahuan Sains (Etnosains) Berbasis Budaya Jawa dalam Upaya Memperkaya Pengetahuan Sains dan Meningkatkan Sumber Belajar Sains. Laporan Penelitian Hibah
Fundamental. Unnes Semarang.
89
Sudjana, 2005. Metode Statistik. Bandung: PT Tarsito.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:
Alfabeta.
Sukardi. 2003. Metodologi Penenlitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.
Yogyakarta: Bumi Aksara.
Susanti, R.D. 2016. Peningkatan Hasil Belajar melalui Pembelajaran Berbasis
Proyek dalam Pembuatan Replika Virus 3 Dimensi pada Materi Virus di SMA
Negeri 1 Asembagus Situbondo Tahun Pelajaran 2015/2016. Pancaran, 5 (2):
119-134.
Susilo, A.B., Wiyanto & Supartono. 2012. Model Pembelajaran IPA Berbasis
Masalah Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Berpikir Kritis Siswa
SMP. Unnes Science Education Journal, 1 (1): 12-20.
Susilo, A. B. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran IPA Berbasis Masalah
untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Berpikir Kritis Siswa SMP.
Journal of Primary Education, 1 (1): 57-63.
Rahmi, R., Hartini, S., & Wati, M. 2014. Pengembangan Lembar Kerja (LKS)
Berbasis Inkuiri Terbimbing dan Multimedia Pmebelajaran IPA SMP.
Berkala Ilmiah Pendidikan FIsika, 2 (2): 240-256.
Taufiq, M., Novi, R.D. & Arif, W. 2014. Pengembangan Media Pembelajaran Ipa
Terpadu Berkarakter Peduli Lingkungan Tema “Konservasi”
Berpendekatan Science-Edutainment. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia,
3(2): 140-145.
Tobin, K. G. & Capie, W. 1981. The Development And Validation Of A Group
Test Of Logical Thinking. Educational and Psychological Measurement, 41:
413-423.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Trisnadewi, K.A., I.W. Darsana. & I.K.N Wiyasa. 2014. Penerapan Pembelajaran
Inkuiri Berbantuan Media Audiovisual untuk Meningkatkan Aktivitas dan
hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD No.3 Tibubeneng, Kuta Utara. E-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD, 2 (1): 11-
18.
Tyas, N. A. 2015. Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Model CTL Berbantuan Media Audio Visual pada Siswa Kelas V SDN Sekaran 02 Kota Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
90
Uno, H. B. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Warti, E. 2016. Pengaruh Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa di SD Angkasa 10 Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur.
Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut, 8 (3): 39-47.
Widiyatmoko, A & Novi, R.D. 2013. IPA Dasar. Semarang: Swadaya Manunggal.
Yasir, M., E. Susanti., & Isnawati. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa
(LKS) Berbasis Strategi Belajar Metakognitif untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa pada Materi Pewarisan Sifat Manusia. BioEdu, 2(1): 77-83.
Yunikasari, D. 2014. Peningkatan Motivasi Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Quantum Teaching pada Siswa Kelas V SDN 2 Sumberagung Jetis, Bantul. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.