analisis mutu sambal masin (khas sumbawa) pada berbagai
TRANSCRIPT
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
403
OPEN ACCESS
Vol. 13 No. 2: 403-411 Oktober 2020
Peer-Reviewed
AGRIKAN
Jurnal AgribisnisPerikanan(E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072)
URL: https:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/
DOI: 10.29239/j.agrikan.13.2.403-411
Analisis Mutu Sambal Masin (Khas Sumbawa) pada Berbagai Konsentrasi Garam dan Asam
(The Quality Analysis of Sambal Masin (Sumbawa Specialties) with Variation
Concentrations of Salt and Tamarind)
Asmawati1 , Jumisayati1, dan Adi Saputrayadi1
1 Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Mataram. NTB.
Indonesia, Email : [email protected]; [email protected]; [email protected] Info Artikel:
Diterima : 17 Nov. 2020
Disetujui : 25 Nov. 2020
Dipublikasi : 28 Nov. 2020
Artikel Penelitian
Keyword:
Asam, Fermentasi, Garam
Sambal Masin, Udang Rebon
Korespondensi:
Adi Saputrayadi
Universitas Muhammadiyah
Mataram
Mataram, Indonesia
Email: [email protected]
Copyright© Oktober 2020
AGRIKAN
Abstrak. Salah satu produk olahan dari udang rebon adalah masin. Masin adalah sejenis sambal produk hasil
fermentasi udang rebon dengan penambahan garam dan asam yang sering dibuat oleh masyarakat Sumbawa
Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu sambal masin khas sumbawa pada
berbagai konsentrasi garam dan asam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode
Eksperimental dengan percobaan dilaboratorium, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
perlakuan konsentrasi garam dan asam yang terdiri atas 5 perlakuan, yaitu: MU1 (garam 8% : asam 10%),
MU2 (garam 10% : asam 8%), MU3 (garam 12% : asam 6%), MU4 (garam 14% : asam 4%), dan MU5
(garam 16% : asam 2%). Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis keragaman (Anova) dan uji
lanjut menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan konsentrasi garam dan asam berpengaruh secara nyata terhadap kadar air, kadar protein, keasaman
(pH) skor nilai warna, aroma dan rasa masin khas sumbawa. Perlakuan terbaik dan disukai panelis diperoleh
pada MU4 (garam 14%: asam 4%) dengan derajat keasaman (pH) 6%, kadar air 69,35%, kadar protein
11,54%, skor nilai warna 4,45 (coklat kemerahan). Aroma 3,75 (suka) dan rasa 3,55 (agak suka).
Abstract. Masin is a type of chili sauce fermented by using rebon shrimp with the addition of salt and
tamarind widely consumed in the West Nusa Tenggara, being particularly popular among the Sumbawa
people. The aimed of this research was to determine the effect of salt and tamarind concentration on the quality
of masin as the Sumbawa sauce. The experiment was conducted using a completely randomized design (CRD)
with salt and tamarind concentration. The treatments were MU1 (8% salt: 10% tamarind), MU2 (salt 10 %:
8% tamarind), MU3 (12% salt: 6% tamarind), MU4 (14% salt: 4% tamarind), and MU5 (16% salt: 2%
tamarind). Data was analyzed using Co-Stat software with 5% significance differences. The treatments that
were significantly different was then analyzed using Honestly Significance Difference (HSD). The results
showed that the treatment of salt and tamarind concentrations significantly affected the water content, protein
content, acidity (pH) of the color, aroma, and masin flavor of Sumbawa. The best treatments was obtained at
MU4 (14% salt: 4% tamarind) with 6% acidity (pH), 69.35% water content, 11.54% protein content, 4.45
(reddish-brown) color value score. Aroma 3.75 (like) and taste 3.55 (somewhat like).
I. PENDAHULUAN
Perkembangan produksi hail perikanan di
kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara
Barat mengalami peningkatan yang semakin baik
dari tahun ke tahun, terutama untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Udang rebon (Mysis
relicta) merupakan salah satu komoditas yang
cukup tinggi dari produk perikanan di Sumbawa.
Potensi udang sebagai komoditas ekspor
perikanan cukup tinggi yaitu mencapai 13,15%.
Jumlah hasil perikanan tangkap termasuk udang
dari laut pada tahun 2016 sebesar 51.554 ton dan
mengalami peningkatan pada tahun 2017 menjadi
54.255,903 ton (Dirjen Penguatan Daya Saing
Produk Kelautan dan Perikanan, 2018).
Udang rebon mempunyai kandungan gizi
yang tinggi. Dalam 100 gram udang rebon segar
mengandung protein 16,2 gram dan kalsium 7,57
gram. Sedangkan dalam 100 gram udang yang
sudah dikeringkan mengandung protein 59,15
gram, kalsium sebanyak 23,06 gram. Dengan
demikian konsumsi udang rebon sangat baik
untuk kesehatan dan dapat mencegah osteoporosis
(Wirakusumah, E.S. 2007). Udang rebon mudah
busuk jika tidak segera diolah. Usaha untuk
memperpanjang masa simpan udang rebon dan
meningkatkan cita rasa dapat dilakukan dengan
pengolahan, salah satunya dengan fermentasi.
Fermentasi udang rebon yang umum
dilakukan oleh masyarakat Sumbawa yaitu
dengan pembuatan terasi dan masin. Pembuatan
terasi dilakukan hampir di berbagai daerah di
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
404
Indonesia, sedangkan masin adalah produk khas
hasil fermentasi udang rebon yang hanya dapat
ditemui dan diproduksi oleh masyarakat
Sumbawa Nusa Tenggara Barat, khususnya di
Kecamatan Empang dan Pelampang.
Masin adalah makanan khas tradisional
masyarakat Sumbawa, sejenis sambal yang
merupakan produk hasil fermentasi udang rebon
segar yang ditambahkan garam (NaCl) dan asam
Jawa. Sejauh ini masin diproduksi dalam skala
rumah tangga dan dikonsumsi sebagai campuran
untuk sambal atau sebagai lauk pauk.
Masin memiliki ciri-ciri yaitu penampakan
ikan yang hancur, keruh dan kental, berbentuk
pasta atau saus, warna merah bata, berasa asin dan
sedikit asam serta aroma amis yang sangat khas
dari udang (Ramzi, 2016).
Proses pembuatan masin secara tradisional
yang dilakukan oleh masyarakat Sumbawa belum
memiliki standar baku. Jumlah penambahan
garam dan asam sangat beragam. Kondisi dan
lamanya penyimpanan didasarkan pada kebiasaan
masing-masing home industri.
Proses pembuatan masin secara tradisional
yang sering dilakukan adalah dengan cara udang
disortasi terlebih dahulu dan dicuci bersih serta
ditiriskan, kemudian ditumbuk hingga menjadi
halus. Diberi penambahan garam, dan asam
dengan konsentrasi tertentu, lalu dihaluskan lagi
dan diaduk hingga rata. Setelah itu adonan yang
ditambahkan bumbu tersebut dimasukkan ke
dalam botol atau toples dan ditutup dengan rapat
(anaerob) dan disimpan (di fermentasi) pada suhu
ruang selama 3 sampai dengan 7 hari.
Sebagaimana halnya dengan produk fermentasi
lainnya, hal ini yang dapat menyebabkan mutu
produk menjadi tidak stabil dan tidak seragam
(Ramzi, 2016).
Penambahan garam pada proses pembuatan
masin berfungsi sebagai penambah cita rasa
sekaligus sebagai bahan pengawet karena garam
bersifat hygroskopis dan antimikrobia.
Terpecahnya ion NaCl menjadi Na+ dan Cl dimana
ion Na+ dibutuhkan oleh bakteri asam laktat
untuk substitusi ion K+ ketika terjadi difusi.
Kemudian ion Cl- akan berikatan dengan air
membentuk HCl sehingga menjadikan jumlah air
pada bahan berkurang dan membentuk suasana
asam pada media bahan pangan (Desniar, dkk.
2007).
Faktor utama yang menentukan mutu
produk fermentasi hasil perikanan adalah
konsentrasi garam dan lama fermentasi. Produk
sejenis masin yaitu terasi. Pada pembuatan terasi
dibutuhkan penambahan garam sebesar 15-20%
(Anggo et al., 2014), sedangkan pada pembuatan
masin belum ada patokan yang baku, masih
bervariasi sesuai dengan kebiasaan masyarakat di
kecamatan Empang Sumbawa, yaitu setiap 1 kg
udang rebon ditambahkan garam sebanyak 10-25%
dan asam 5-12%. Apabila garam yang digunakan
selama fermentasi kurang maka akan terjadi
pembusukan karena amonia yang terbentuk dalam
jumlah yang besar. Penambahan garam yang
tinggi maka akan memperpanjang masa simpan
pada masin, namun tingkat kesukaan terhadap
rasa menurun karena menimbulkan rasa yang
lebih asin dan warna cendrung menurun dari
merah bata ke coklat. Menurut (Devi Maulana et
al., 2017) garam yang mengandung senyawa Fe dan
Cu dapat mengakibatkan produk fermentasi
berwarna coklat kotor atau kuning.
Campuran garam, udang rebon dan bahan-
bahan lainnya pada pembuatan terasi pada
awalnya mempunyai nilai pH sekitar 6 dan selama
proses fermentasi pH terasi yang terbentuk akan
naik menjadi 6,5, akhir setelah terasi selesai
terbentuk maka pH turun kembali menjadi 4,5.
Apabila fermentasinya dibiarkan berlanjut maka
akan terjadi peningkatan pH dan pembentukan
amonia. Hal itu dapat terjadi apabila pemberian
garam kurang dari 10% (Anggo et al., 2014).
Selain garam, salah satu bahan yang harus
ada dalam pembuatan sambal masin yakni asam.
Asam Jawa (Tamarindus indica L.) adalah sejenis
buah yang masam rasanya, biasa digunakan
sebagai bumbu dalam banyak masakan indonesi
sebagai perasa atau penambah rasa asam dalam
makanan, misalnya pada pada sayur asam atau
kadang-kadang kuah pempek (Hayati, 2015).
Selain digunakan sebagai bumbu, digunakan juga
untuk memberi rasa asam atau untuk
menghilangkan bau amis ikan (Soemardji, 2007).
Asam jawa memiliki pH yang asam sehingga
semakin tinggi penambahan asam maka semakin
meningkatkan rasa asam yang berdampak pada
menurunnya nilai pH pada produk fermentasi
(Soeparno, 2005)
Penelitian Ramzi (2016) tentang pengaruh
lama fermentasi terhadap mutu masin udang
rebon dengan penambahan garam (10,8%) dan
asam (5,2%), menunujukkan bahwa lama
fermentasi terbaik 5 hari berpengaruh terhadap
organoleptik warna, dan tekstur, namun tidak
berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar
protein, nilai pH, serta organoleptik aroma dan
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
405
rasa dengan kadar air 72,52%, kadar abu 14, 91%,
kadar protein 8,27% dan pH 6,43. Sedangkan hasil
penelitian Juliarsi, dkk (2018) tentang pengaruh
konsentrasi garam dan lama fermentasi terhadap
mutu sambal masin khas Sumbawa menunjukkan
bahwa perlakuan konsentrasi garam 15% dengan
lama fermentasi 5 hari memberikan hasil terbaik
terhadap mutu sambal masin dengan kriteria
warna agak merah, aroma dan rasa khas sambal
masin, nilai pH 5,92 dan protein 1,15%.
Dalam pembuatan masin belum ada standar
baku tentang penggunaan penambahan asam dan
garam. Oleh karena itu telah dilakukan penelitian
tentang” Analisis Mutu Sambal Masin Khas
Sumbawa Pada Berbagai Konsentrasi Garam dan
Asam”.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan dengan
tahapan sebagai berikut: a. Pembuatan produk
masin khas sumbawa dan Uji Organoleptik
(warna, rasa dan aroma) dilakukan di
Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan
Mikrobiologi Pangan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Mataram pada
tanggal 14 sampai 19 Juli 2020. Uji sifat kimia
yaitu derajat keasaman (pH), kadar air dan kadar
protein sambal masin dilaksanakan di
Laboratorium Kimia Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Mataram pada
tanggal 19 sampai 21 Juli 2020. Data hasil
pengamatan dianalisis menggunakan analisis
keragaman (ANOVA) pada taraf nyata 5%, Apabila
terdapat perlakuan yang berpengaruh secara nyata,
dilakukan uji lanjut dengan uji Beda Nyata Jujur
(BNJ) pada taraf nyata yang sama (Hanafiah, 2002).
Rancangan yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan perlakuan konsentrasi
garam dan asam, yang terdiri atas 5 (lima)
perlakuan sebagai berikut:
MU1 : Konsentrasi Garam 8% : Konsentrasi Asam
10%
MU2 : Konsentrasi Garam 10%: Konsentrasi Asam
8%
MU3 : Konsentrasi Garam 12%: Konsentrasi Asam
6%
MU4 : Konsentrasi Garam 14%: Konsentrasi Asam
4%
MU5 : Konsentrasi Garam 16%: Konsentrasi Asam
2%.
Setiap perlakuan membutuhkan berat
sampel 250 gram (udang rebon segar) ditambah
perlakuan garam dan asam. Setiap perlakuan
diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit
percobaan.
Tahapan pembuatan masin udang rebon
mengacu pada Ramzi (2016) yang sudah
dimodifikasi sebagai berikut :
a. Persiapan alat
Semua alat-alat dipersiapan untuk membuat
masin udang dan box untuk mengangkut udang.
Adapun alat yang digunakan seperti sendok, gelas
ukur, saringan, nampan, baskom, cobek dan
ulekan, tisu, kertas pH, kertas label, toples kaca,
kaca arloji, botol timbang, deksikator, cawan,
krusibel, sarung tangan, oven, tanur pengabuan ,
timbangan analitik dan alat tulis.
b. Persiapan Bahan Mentah
Bahan baku yang digunkan adalah udang
rebon segar (fresh) sebanyak 8 kg yang diperoleh
dari pedagang atau suplier ikan di Desa Labuan
Jambu Kecamatan Empang Kabupaten Sumbawa.
Udang segar yang telah diperoleh kemudian
dibawa dengan menggunakan cool box storage
agar udang tetap segar hingga sampai tujuan.
c. Sortasi
Udang rebon dilakukan proses sortasi untuk
memisahkan udang dari ikan-ikan kecil lainnya
atau kontaminan fisik lain. Bertujuan agar tidak
mempengaruhi warna yang dihasilkan masin saat
proses fermentasi.
d. Pencucian
Udang rebon yang sudah disortasi
dilakukan proses pencucian dengan menggunakan
air bersih dan mengalir. Tujuan pencucian agar
kotoran, lendir dan bahan-bahan asing yang
menempel pada bahan berkurang dan tidak
mempengaruhi kenampakan produk.
e. Penirisan
Setelah pencucian, dilakukan proses
penirisan selama 30 menit dengan saringan 80
mesh. Penirisan ini bertujuan untuk mengurangi
kadar air yang masih terdapat pada udang
sehingga tidak berpengaruh selama proses
fermentasi.
f. Pencampuran bahan
Garam dan asam ditimbang terlebih dahulu
sesuai dengan perlakuan, selanjutnya haluskan
agar mudah dicampur, selanjutnya ditambahkan
ke dalam udang rebon segar yang sudah disiapkan
sebanyak (250 gram) dengan cara diremas-remas
secara perlahan, proses ini bertujuan agar udang
dan bumbu dapat tercampur secara merata.
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
406
g. Pengemasan
Adonan yang sudah siap dimasukkan
kedalam toples kaca dan jangan sampai penuh
agar ada ruang udara, sehingga tidak meledak saat
terjadi gesekkan, kemudian tutup dengan rapat.
Tujuan dari pengemasan ini selain melindungi
bahan terkontaminasi dengan benda asing dapat
juga berfungsi sebagai wadah proses fermentasi
secara anaerob.
h. Fermentasi
Setelah adonan dimasukkan kedalam toples
kaca, selanjutnya dilakukan fermentasi secara
anaerob selama 5 hari pada suhu ruang.
i. Analisa sifat kimia
Udang yang sudah difermentasi selama 5
hari atau sudah menjadi masin, selanjutnya
dilakukan analisa sifat kimia yaitu kadar air, kadar
protein dan derajat keasaman (pH).
j. Penumisan
Setelah proses fermentasi selesai, Masin di
tumis dengan minyak goreng sebanyak 50 ml dan
cabai yang sudah diiris sebanyak 5 gram untuk
kemudian dianalisis tingkat kesukaan panelis
secara organoleptic.
k. Analisa sifat organoleptik
Sambal masin yang sudah jadi dilakukan uji
organoleptik yaitu warna, aroma dan rasa.
Udang rebon Sambal Masin
Gambar 1. Foto Udang Rebon dan Produk Sambal Masin
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Purata hasil analisa sifat kimia udang rebon dapat
dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Purata Hasil Analisa Sifat Kimia Masin Khas
Sumbawa pada Berbagai Konsentrasi Garam
dan Asam.
Perlakuan
Parameter Sifat Kimia
Kadar Air
(1)
Kadar
Protein
(2)
Derajad
Keasaman
(pH) (3)
MU1 73,52a 12,775b 5,00a
MU2 72,79ab 11,065a 5,00a
MU3 71,76ab 11,594a 5,67ab
MU4 69,35ab 11,542a 6,00b
MU5 66,50b 11,412a 6,00b
BNJ 5% 6,52 0,930 0,65
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang
sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji BNJ taraf 5%.
a. Kadar Air
Perlakuan konsentrasi penambahan garam
dan asam berpengaruh secara nyata terhadap
kadar air masin khas sumbawa. Grafik hubungan
konsentrasi garam dan asam terhadap kadar air
masin khas sumbawa dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Hubungan Pengaruh Konsentrasi
Garam Dan Asam Terhadap Kadar Air
Masin Khas Sumbawa
Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa
semakin banyak garam yang ditambahkan maka
kadar air akan semakin menurun, sedangkan
semakin banyak asam yang ditambahkan maka
kadar air semakin naik. Kadar air tertinggi
diperoleh pada perlakuan MU1 (8% garam : 10%
asam) sebesar 73,52% dan terendah pada
perlakuan MU5 (16% garam : 2% asam) sebesar
66,50%. Kadar air yang tinggi pada MU1
disebabkan karena tingginya penambahan asam.
Rendahnya kadar air pada perlakuan MU5
(66,50%) disebabkan karena tingginya konsentrasi
garam (16%) dan rendahnya konsentrasi asam
(2%). Hal ini disebabkan semakin tinggi
konsentrasi garam, maka semakin tinggi tekanan
osmosis pada bahan sehingga terjadinya proses
penarikan air dalam sel udang rebon yang
menyebabkan air pada udang rebon berkurang.
Menurut (Ningrum et al., 2019) bahwa, garam
dapat meningkatkan tekanan osmotik pada air
yang digunakan untuk pertumbuhan
mikroorganisme dan menyerap air pada suatu
bahan pangan. Nilai aw akan menurun akibat
pemberian garam dapat meningkatkan jarak
pertumbuhan bakteri menuju fase lag menjadi
semakin lama, menyebabkan sel bakteri mati
sebelum fase kematian, dan menyebabkan
produktivitas berkurang ketika berada pada awal
fase statis. (Anggo et al., 2014) menambahkan pula
bahwa garam dapat menarik air dalam bahan
pangan sehingga aw pada media bahan pangan
0
20
40
60
80
MU1 MU2 MU3 MU4 MU5
73.52 a 72.79 ab 71.76 ab 69.35 ab 66.50 b
Kad
ar A
ir (
%)
Konsentrasi Garam dan Asam (%)
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
407
tersebut akan menurun pula dan mikroorganisme
tidak akan tumbuh.
Menurut Moeljanto (2009), garam akan
meningkatkan tekanan osmotik substrat, sehingga
terjadi penarikan air dari dalam bahan pangan
keluar, kadar air dalam daging ikan menurun
karena sel akan kehilangan air dan mengalami
pengerutan sehingga mikroba yang tidak tahan
garam tidak dapat tumbuh.
Menurut Susilowati (2010), fermentasi
dengan garam menghasilkan kandungan air yang
cenderung mengalami penurunan selama proses
fermentasi. Penurunan kandungan air ini
disebabkan oleh adanya hidrasi ion-ion garam
yang menarik ion molekul air suatu bahan pangan.
b. Kadar Protein
Kadar protein sambal masin dengan
konsentrasi garam dan asam yang berbeda
disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Kadar protein sambal masin pada berbagai
konsentrasi garam dan asam
Hasil analisis statistika menunjukkan
konsentrasi garam dan asam berpengaruh nyata
(p<0,05) terhadap kadar protein masin. Kadar
protein tertinggi diperoleh pada perlakuan MU1
sebesar 12,775% dan terendah pada perlakuan
MU2 sebesar 11,065%. Kadar protein masin dengan
penambahan garam dan asam mengalami
penurunan seiring dengan bertambahnya
konsentrasi garam dan berkurangnya konsentrasi
asam yang ditambahkan. Penambahan garam dan
asam menyebabkan peningkatan hidrolisis protein
sehingga kadar protein menurun yang disebabkan
adanya perombakan protein secara hidrolisis
menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu
peptone, peptidae, dan asam amino (Anggo et al.
2014).
Daronpuunt et al. (2016) melaporkan kadar
protein produk udang fermentasi dari Thailand
mengandung protein yang sangat bervariasi 17,9-
42,8%. Pilapil 2003 dalam (Romadhon et al., 2018)
melaporkan kadar protein produk udang
fermentasi dari Filipina mengandung protein
12,89-15,11%.
Menurut Peralta et al. (2019) fermentasi
merupakan penguraian protein menjadi senyawa
yang lebih sederhana (asam amino) dalam keadaan
terkontrol melalui proses penguraian secara
biologis atau semi biologis.
c. Derajad Keasaman (pH)
Perlakuan konsentrasi garam dan asam
memberikan pengaruh secara nyata terhadap
derajat keasaman (pH) masin udang rebon.
Hubungan pengaruh konsentrasi garam dan asam
terhadap derajat keasaman (pH) masin khas
sumbawa dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Hubungan Pengaruh Konsentrasi
Garam Dan Asam Terhadap Derajat
Keasaman (pH) Masin Khas Sumbawa.
Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa
semakin banyak garam yang ditambahkan maka
pH akan semakin naik sedangkan jika semakin
banyak asam yang ditambahkan maka pH
semakin turun. Derajat keasaman (pH) terendah
diperoleh pada perlakuan MU1(8% garam : 10%
asam) dengan pH 5 dan derajat keasaman (pH)
tertinggi diperoleh pada perlakuan MU5 (16%
garam :2% asam) dengan pH 6. Hal ini disebabkan
karena penambahan garam yang tinggi dapat
mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat
dan bakteri pembentuk asam lainnya menurun,
sehingga menyebabkan nilai pH meningkat.
Menurut Desniar, dkk (2009), penurunan pH juga
diduga karena adanya penurunan kadar garam,
dimana senyawa NaCl akan terurai menjadi
molekul-molekul penyusunnya yaitu ion Na+ dan
Cl-. Ion Na+ sangat dibutuhkan oleh bakteri asam
laktat sebagai salah satu faktor pendukung
pertumbuhannya. Ion-ion Cl berikatan dengan air
bebas pada bahan yang menyebabkan
ketersediaan air dalam bahan berkurang sehingga
air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba
untuk pertumbuhannya menjadi berkurang dan
menyebabkan suasana lingkungan menjadi asam
karena terbentuknya senyawa HCl. Semakin tinggi
02468
101214
MU1 MU2 MU3 MU4 MU5Kad
ar P
rote
in (
%)
Sambal Masin
0
2
4
6
MU1 MU2 MU3 MU4 MU5
Der
ajat
Kea
sam
an
(%)
Konsentrasi Garam dan Asam(%)
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
408
penambahan garam maka pertumbuhan bakteri
asam laktat akan mengalamenurunan.
Penurunan nilai pH pada perlakuan MU1
dikarenakan penambahan asam jawa yang tinggi.
Hal ini di sebabkan karena asam jawa memiliki
pH yang rendah (asam), semakin tinggi
penambahan asam jawa maka pH semakin rendah,
sedangkan semakin sedikit penambahan asam
jawa maka pH semakin naik. Menurut Rukmana
(2005), dalam asam jawa terdapat asam-asam
organik, seperti asam tartarat, asam askorbat, asam
oksalat, asam suksinat, asam sitrat dan asam
quinic. Asam tartarat adalah asam organik yang
dominan terdapat dalam asam jawa sebesar 8-16%.,
sehingga asam sangat berperan dalam membantu
mempercepat penurunan pH masin udang rebon.
4.2.2. Sifat Organoleptik Sambal Masin Udang
Rebon
a. Warna
Perlakuan konsentrasi penambahan garam
dan asam berpengaruh nyata terhadap skor nilai
warna sambal masin khas Sumbawa. Penentuan
mutu suatu bahan pangan tergantung dari
beberapa faktor, tetapi sebelum faktor lain
diperhitungkan maka secara visual faktor warna
tampil lebih dulu untuk menentukan mutu bahan
pangan (Winarno, 2009). Grafik hubungan
pengaruh konsentrasi garam dan asam terhadap
skor nilai warna sambal masin khas sumbawa
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Hubungan Pengaruh Konsentrasi
Garam Dan Asam Terhadap Skor Nilai
Warna Sambal Masin Khas Sumbawa.
Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa skor
nilai warna sambal masin khas Sumbawa pada
setiap perlakuan menunjukkan semakin tinggi
penambahan garam, warna sambal masin akan
semakin gelap. Perlakuan MU5 memiliki skor
nilai tertinggi sebesar 4,45% (coklat kemerahan)
dan terendah perlakuan MU1 sebesar 3,10%
(merah kecoklatan). Hal ini dikarenakan sebelum
melakukan uji sifat organoleptik dilakukan proses
penumisan sehingga mempengaruhi warna
sebelumnya (merah muda sampai agak coklat) dari
sambal masin udang rebon. Menurut Suprapti
(2002) warna kemerahan pada terasi disebabkan
karena adanya pigmen astaxathin yang terdapat
pada cangkang udang dan terdapat polypenol
oksidase yang dapat menyebabkan warna berubah
menjadi merah karena pada proses fermentasi
menghasilkan energi panas.
b. Aroma
Di dalam industri pangan, pengujian
terhadap bau atau aroma dianggapa penting
karena dengan cepat dapat memberikan hasil
penilaian dan penerimaan konsumen terhadap
suatu produk. Selain itu, aroma juga dapat
digunakan sebagai indikator terjadinya kerusakan
pada produk (Winarno, 2009).
Perlakuan konsentrasi penambahan garam
dan asam berpengaruh nyata terhadap skor nilai
aroma sambal masin khas Sumbawa. Grafik
hubungan penambahan garam dan asam terhadap
skor nilai kesukaan terhadap aroma sambal masin
khas sumbawa dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Hubungan Pengaruh Konsentrasi
Garam Dan Asam Terhadap Skor Nilai
Aroma Sambal Masin Khas Sumbawa
Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa skor
nilai kesukaan terhadap aroma sambal masin khas
sumbawa tertinggi diperoleh pada MU4 (garam
14% : asam 4%) sebesar 3,75%(suka) dan terendah
pada MU1(garam 8% : asam 10%) sebesar 2,85%
(agak suka). Hal ini dikarenakan terjadinya
degradasi antara protein dan lemak, namun setelah
dilakukan penumisan sehingga panas dapat
menguapkan aromah yang timbul dari sambal
masin udang rebon. Semakin banyak penambahan
garam maka skor nilai untuk aroma akan semakin
meningkat.
Aroma pada produk timbul karena adanya
degradasi protein yang menimbulkan aroma yang
khas. Rahayu, dkk (2000) menambahkan bahwa
aroma khas pada produk fermentasi disebabkan
0
1
2
3
4
5
MU1 MU2 MU3 MU4 MU5
Sk
or
Nil
ai W
arn
a
Konsentrasi Garam dan Asam(%)
0
1
2
3
4
5
MU1 MU2 MU3 MU4 MU5
Sk
or
Nil
ai A
rom
a
Konsentrasi Garam dan Asam(%)
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
409
karena adanya senyawa metil keton, butil aldehid,
amino dan senyawa amino yang dihasilkan oleh
degradasi protein dan lemak. Menurut
Nooryantini, dkk(2010), terasi yang merupakan
produk sejenis masin, kandungan senyawa volatil
dari hidrogen sulfide (TGS 825) sesuai
karakteristiknya memberikan aroma terasi yang
merangsang indera penciuman panelis/konsumen.
Penguraian senyawa-senyawa protein menjadi
asam amino, hidrogen sulfide (H2S), dan
merkaptan yang menimbulkan aroma khas pada
terasi. Adawyah (2007) menambahkan bahwa salah
satu komponen pembentuk cita rasa dan aroma
terasi yaitu senyawa belerang sederhana seperti
sulfida, merkaptan, dan disulfida yang
menyebabkan bau pada terasi tersebut. Senyawa
amonia (TGS 826) terbentuk pada terasi yang
menyebabkan aroma terasi menjadi tajam. Bau
pada produk timbul karena adanya degradasi
protein yang menimbulkan bau yang khas.
Pada saat terjadinya pemanasan atau
penumisan sambal masin, aroma yang keluar
cendrung berkurang tidak beraroma kuat seperti
saat sebelum terjadinya proses pemanasan.
c. Rasa
Salah satu kriteria mutu yang sangat perlu
diperhatikan dalam memproduksi sambal masin
khas Sumbawa yaitu rasa. Uji sifat organoleptik
rasa dilakukan secara hedonik dengan
pengamatan tingkat kesukaan panelis terhadap
rasa. Rasa merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap
suatu makanan.
Perlakuan konsentrasi penambahan garam
dan asam berpengaruh nyata terhadap skor nilai
kesukaan terhadap rasa sambal masin khas
Sumbawa. Grafik hubungan pengaruh konsentrasi
garam dan asam terhadap skor nilai rasa sambal
masin khas sumbawa dapat dilihat pada Gambar 7.
Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa skor
nilai kesukaan terhadap rasa sambal masin udang
rebon dilakukan pengukuran secara hedonik
dengan pengamatan tingkat nilai sangat tidak suka
sampai sangat suka. Perlakuan MU4 (garam 14% :
asam 4%) memiliki skor nilai tertinggi sebesar
3,55% (suka) dan terendah perlakuan MU5 sebesar
2,85% (agak suka).
Gambar 7. Grafik Hubungan Pengaruh Konsentrasi
Garam Dan Asam Terhadap Skor Nilai Rasa
Sambal Masin Khas Sumbawa.
Tinggginya tingkat kesukaan panelis pada
perlakuan MU4 diduga karena konsentrasi garam
(14%) dan asam (4%) dianggap berimbang
sehingga mempengaruhi cita rasa yang di sukai
panelis dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Menurut Peralta, dkk (2005) bahwa asam amino
yang diperoleh dari proses fermentasi garam
melalui pemecahan komponen bahan baku oleh
aktivitas enzim pendegradasi (misalnya protease,
amilase, dan lipase) merupakan prekursor
timbulnya rasa gurih (umami). Winarno (2009),
menyatakan setiap orang memiliki batas
konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar
masih bisa dirasakan. Batas ini tidak sama pada
tiap orang dan penilaian seseorang terhadap rasa
yang berbeda juga tidak sama begitupula dengan
asam.
IV. PENUTUP
Berdasarkan hasil pengamatan, analisis data
dan pembahasan yang terbatas pada ruang
lingkup penelitian ini serta tujuan penelitian,
maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai
berikut :
a. Perlakuan konsentrasi garam dan asam
berpengaruh secara nyata terhadap derajat
keasaman (pH), kadar air, kadar protein, skor
nilai warna, rasa dan aroma masin khas
Sumbawa yang diamati.
b. Semakin tinggi konsentrasi garam maka derajat
keasaman (pH) akan semakin tinggi namun
kadar air, kadar protein semakin turun, skor
nilai warna semakin gelap (coklat kemerahan)
dan rasa semakin asin.
c. Perlakuan terbaik diperoleh pada MU4 (garam
14% : asam 4%) dengan derajat keasaman (pH)
6%, kadar air 69,35%, kadar protein 11,54%, skor
nilai warna 4,45% (coklat kemerahan). Aroma
3,75% (suka) dan rasa 3,55% (agak suka).
0
1
2
3
4
5
MU1 MU2 MU3 MU4 MU5
Sk
or
Nil
ai R
asa
Konsentrasi Garam dan Asam(%)
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
410
REFERENSI
Adawyah, R., 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta.
Anggo, A. D., Swastawati, F.-, & Ma’ruf, W. F. (2014). MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI TERASI
UDANG REBON DENGAN KADAR GARAM BERBEDA DAN LAMA FERMENTASI. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. https://doi.org/10.17844/jphpi.v17i1.8137.
Daroonpunt R, Masataka Uchino, Yoshimasa Tsujii,, Machiko Kazami, Daiki Oka, Somboon
Tanasupawat. 2016. Chemical and physical properties of Thai traditional shrimp paste (Ka-pi).
Journal of Applied Pharmaceutical Science. 6(5): 58-62.
Devi Maulana, K., Jamil, M. M., Eka Manunggal Putra, P., Rohmawati, B., & Rahmawati. (2017).
Peningkatan Kualitas Garam Bledug Kuwu Melalui Proses Rekristalisasi dengan Pengikat
Pengotor CaO , Ba ( OH ) 2 , dan (NH4)2CO3. Journal of Creativity Student.
Desniar., Poernomo, D., Wijatur, W. 2009. Pengaruh Konsentrasi Garam pada Peda Ikan Kembung
(Rastrelliger sp.) dengan Fermentasi Spontan. [Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia,
Vol XII Nomor 1 Tahun 2009]. Diakses pada tanggal 28 November 2012.
Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan,
2018. Potensi Usaha dan Peluang Investasi Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB.
https://kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-
pendukung/A_PDS/Potensi%20Usaha%20dan%20Investasi/NTB.pdf
Hanafiah. 2002. Analisis Pengolahan Teknologi Pangan. Dapertemen Perindustrian.IPB. Bogor.
Juliarsi, Mutyah; Nazaruddin; Werdiningsih, Wiharyani. (2018). Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama
Fermentasi Terhadap Mutu Sambal Masin.
Moeljanto. 2009. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ningrum, R., Lahming, L., & Mustarin, A. (2019). Pengaruh Konsentrasi dan Lama Waktu Penggaraman
Terhadap Mutu Ikan Terbang (Hirundichthys Oxchepalus) Asin Kering. Jurnal Pendidikan
Teknologi Pertanian. https://doi.org/10.26858/jptp.v5i2.9625
Nooryantini S, Yuspihana F, Rita K. 2010. Kualitas terasi udang dengan suplementasi Pediococcus
halophilus (FNCC-0033). Jurnal Hasil Perikanan 1:55-56.
Peralta EM., Hideo H., Daisuke W., Hisashi M. 2005. Antioxidative activity of philipine salt fermented
shrimp and variation of its constituens during fermentation. Journal of Oleo Science, 10(54):553-
558.
Rahayu,.W.P, Ma’oen S, Suliantari, dan Fardiaz.S. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Ramzi, Y.I., 2016. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Mutu Masin Udang Rebon (Mysis Relicta).
Program Studi Ilmu Dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan Dan Agroindustri
Skripsi Universitas Mataram.
Romadhon, R., Rianingsih, L., & Anggo, A. D. (2018). Aktivitas Antibakteri dari Beberapa Tingkatan
Mutu Terasi Udang Rebon. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
411
https://doi.org/10.17844/jphpi.v21i1.21263
Rukmana, R., 2005. Budidaya Asam Jawa. Yogyakarta: Kanisius.
Soemardji, A. A. (2007). TAMARINDUS INDICA L. OR “ASAM JAWA” : The sour but Sweet and useful.
Annual Report Institute of Natural Medicine University of Toyama.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Suprapti., M.L, 2002. Membuat Terasi. PT Kanisius. Yogyakarta.
Susilowati, A. 2010. Pengaruh Aktivitas Proteolitik Aspergilus sp dalam Perolehan Asam-asam Amino
sebagai Fraksi Gurih Melalui Fermentasi Garam pada Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.).
Rubrik Teknologi Pangan, Vol 19 No. 01. (diakses 25 Mei 2013).
Winarno, F.G. 2009. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wirakusumah, E.S. 2007. Mencegah Osteoporosis Lengkap dengan 39 Jus dan 38 Resep Makanan.
Penebar Swadaya, Jakarta, 50 hlm.