bab i

Upload: pspduntanduaribusebelas

Post on 04-Nov-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Telah sejak lama dipelajari oleh ahli-ahli forensik bahwa kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis melalui pengamatan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Secara sederhana, kematian dapat didefinisikan sebagai berhentinya secara permanen fungsi berbagai organ-organ vital (paru-paru, jantung, dan otak) sebagai satu kesatuan yang utuh yang ditandai oleh berhentinya konsumsi oksigen. Oksigen berperan penting dalam mempertahankan kelangsungan hidup sel-sel penyusun tubuh, paru-paru merupakan organ utama supli oksigen. Penurunan kadar oksigen lingkungan mencapai 16% sangat berbahaya (normalnya 21%). Kematian dapat terjadi pada kadar oksigen lingkungan dibawah 5%Salah satu penyebab kematian adalah terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan yang mengakibatkan suplai oksigen berkurang. Hal ini sering dikenal dengan istilah asfiksia. Asfiksia merupakan istilah yang sering digunakan untuk menyatakan berhentinya respirasi efektif (cessation of effective respiration) atau ketiadaan kembang kempis (absence of pulsation). Asfiksia yang dijumpai dalam kasus tindak pidana adalah asfiksia mekanik , dimana terjadi obstruksi saluran pernapasan secara mekanik. Tidak seperti asfiksia lainnya yang muncul secara alamiah akibat penyakit. Terdapat beberapa jenis kejadian yang dapat digolongkan sebagai asfiksia mekanik, meliputi strangulasi, sufokasi, pembengkapan, sumbatan, asfiksia traumatik, dan aksfiksia seksual. Tiap jenis asfiksia memiliki tanda-tanda kematian yang berbeda. Hal ini sangat tergantung dari penyebab kematian. Untuk itu kita perlu memahami lebih lanjut tentang penyebab aksfiksia tersebut.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Definisi AksfiksiaAsfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbondioksida (hiperkapneu). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia. Target organ dari asfiksia adalah otak dan didalam otak sel targetnya adalah neuron yang memperlihatkan kerentanan yang berbeda terhadap defisiensi oksigen. Kerentanan bergantung pada pembuluh darah dan jenis neuron yang berbeda.

Etiologi AsfiksiaDari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut: a. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru. b. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas, penekanan leher atau dada, dan sebagainya.c. Keracunan bahan kimiawi yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya karbon monoksida (CO) dan sianida (CN) yang bekerja pada tingkat molekuler dan seluler dengan menghalangi penghantaran oksigen ke jaringan.

Fisiologi AsfiksiaSecara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia, yaitu: 1. Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia) Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena: Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala di tutupi kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi. Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus alienum dalam tenggorokan. Ini di kenal dengan asfiksia mekanik. 2. Anoksia Anemia (Anemia anoxia) Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati pada anemia berat dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang membawa bahan bakar ke pabrik. 3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia) Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya. 4. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia) Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas: EkstraselulerAnoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan Sianida terjadi perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat menyebabkan kematian segera. Pada keracunan Barbiturat dan hipnotik lainnya, sitokrom dihambat secara parsial sehingga kematian berlangsung perlahan. Intraselular Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan permeabilitas membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang larut dalam lemak seperti kloform, eter dan sebagainya. Metabolik Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu pemakaian O2 oleh jaringan seperti pada keadaan uremia.

Jenis-jenis AsfiksiaAdapun beberapa jenis kejadian yang dapat digolongkan sebagai asfiksia, yaitu:

Gambar 1. Jenis-jenis Asfiksia Mekanik1. Strangulasia. Gantung (Hanging)b. Penjeratan (Strangulation by Ligature)c. Pencekikan (Manual Strangulation)2. Sufokasi3. Pembengkapan (Smothering)4. Gagging dan chocking5. Asfiksia traumatic6. Asfiksia postural7. Asfiksia seksual8. Keracunan CO dan SN9. Tenggelam (Drowning)

A. Patofisiologi AsfiksiaDari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu:1. Primer (akibat langsung dari asfiksia) Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Bagian-bagian otak tertentu membutuhkan lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian tersebut lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum, serebellum, dan basal ganglia. Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan oksigen langsung atau primer tidak jelas. 2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh) Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati pada: Penutupan mulut dan hidung (pembekapan). Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan korpus alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru-paru. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (Traumatic asphyxia). Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan, misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.

Gejala KlinisPada orang yang mengalami asfiksia akan timbul 4 (empat) Fase gejala klinis, yaitu: 1. Fase Dispnea Terjadi karena kekurangan O2 disertai meningkatnya kadar CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga gerakan pernafasan (inspirasi dan ekspirasi) yang ditandai dengan meningkatnya amplitude dan frekuensi pernapasan disertai bekerjanya otot-otot pernafasan tambahan. Wajah cemas, bibir mulai kebiruan, mata menonjol, denyut nadi, tekanan darah meningkat dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan. Bila keadaan ini berlanjut, maka masuk ke fase kejang. 2. Fase Kejang Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan susunan saraf pusat sehingga terjadi kejang (konvulsi), yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, dan tekanan darah perlahan akan ikut menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak, akibat kekurangan O2 dan penderita akan mengalami kejang.3. Fase Apnea Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot pernapasan menjadi lemah, kesadaran menurun, tekanan darah semakin menurun, pernafasan dangkal dan semakin memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada fase ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi. Dan terjadi relaksasi sfingter yang dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja secara mendadak.4. Fase AkhirTerjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah berkontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah pernapasan terhenti. Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsun g lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.

Tanda Kardinal (Klasik) AsfiksiaSelama beberapa tahun dilakukan autopsi untuk mendiagnosis kematian akibat asfiksia, telah ditetapkan beberapa tanda klasik, yaitu:

Gambar . Tanda-tanda Cardinal Asfiksia

1. Tardieus spot (Petechial hemorrages)

Bintik perdarahan pada jantungTardieus spotTardieus spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut yang menyebabkan overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena, terutama pada jaringan longgar, seperti kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga, circumoral skin, konjungtiva dan sklera mata. Selain itu juga bisa terdapat dipermukaan jantung, paru dan otak. Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari pleura, perikardium, peritoneum, timus, mukosa laring dan faring, jarang pada mesentrium dan intestinum.

2. Kongesti dan Oedema Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie. Kongesti adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi akumulasi darah dalam organ yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang terbendung, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi oedema).3. Sianosis Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2). Ini tidak dapat dinyatakan sebagai anemia, harus ada minimal 5 gram hemoglobin per 100 ml darah yang berkurang sebelum sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total hemoglobin. Pada kebanyakan kasus forensik dengan konstriksi leher, sianosis hampir selalu diikuti dengan kongesti pada wajah, seperti darah vena yang kandungan hemoglobinnya berkurang setelah perfusi kepala dan leher dibendung kembali dan menjadi lebih biru karena akumulasi darah.4. Tetap cairnya darah Terjadi karena peningkatan fibrinolisin paska kematian. Gambaran tentang tetap cairnya darah yang dapat terlihat pada saat autopsi pada kematian akibat asfiksia adalah bagian dari mitologi forensik. Pembekuan yang terdapat pada jantung dan sistem vena setelah kematian adalah sebuah proses yang tidak pasti, seperti akhirnya pencairan bekuan tersebut diakibatkan oleh enzim fibrinolitik. Hal ini tidak relevan dalam diagnosis asfiksia

Gambaran Umum Post Mortem Asfiksiaa. Pemeriksaan LuarPada pemeriksaan luar jenazah didapatkan:1. Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku. 2. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. 3. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam mayat lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.

Lebam mayat (livor mortis)4. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernapasan pada fase dispneu yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler. 5. Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain. Kadang-kadang dijumpai pula di kulit wajah.6. Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase kejang. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieus spot.

b. Pemeriksaan DalamPada pemeriksaan dalam (Autopsi) jenazah didapatkan:1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat paska kematian. 2. Busa halus di dalam saluran pernapasan. 3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah. 4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan daerah sub-glotis. 5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia. 6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).

Definisi Tersedak (Choking and Gagging)Tersedak merupakan sumbatan saluran napas atas oleh benda asing, yang mengakibatkan hambatan udara masuk ke paru-paru. Pada gagging, sumbatan terdapat dalam orofaring, sedangkan pada choking sumbatan terdapat lebih dalam pada laringofaring akibat benda solid atau semisolid biasanya merupakan makanan yang sering disebut sebagai caf coronary. Mekanisme KematianMekanisme kematian yang mungkin terjadi adalah asfiksia atau refleks vagal akibat ransangan pada reseptor nervus vagus di arkus faring yang menimbulkan inhibisi kerja jantung dengan akibat cardiac arrest dan kematian. Bisa juga terjadi akibat spasme laring akibat benda yang bersifat iritatif.

Gambar . Beberapa efek yang timbul akibat kompresi leher: (A) refleks sinus karotis menyebabkan henti jantung; (B) kompresi vena jugularis menyebabkan sianosis dan petekie; (C) kompresi arteri karotis menyebabkan penurunan kesadaran; (D) obstruksi saluran napas menyebabkan hipoksia.

A. Cara Kematian Kematian dapat terjadi sebagai akibat: 1. Bunuh diri (suicide). Hal ini jarang terjadi karena sulit untuk memasukan benda asing ke dalam mulut sendiri disebabjan adanya refleks batuk atau muntah. Umumnya korban adalah penderita sakit mental atau tahanan. 2. Pembunuhan (homicodal choking). Umumnya korban adalah bayi, orang dengan fisik lemah atau tidak berdaya. 3. Kecelakaan (accidental choking). Pada bolus death yang terjadi bila tertawa atau menangis saat makan, sehingga makanan tersedak ke dalam saluran pernapasan. Mungkin pula terjadi akibat regurgitasi makanan yang kemudian masuk ke dalam saluran pernapasan. Kecelakaan merupakan cara kematian yang paling sering. Dilaporkan pada tahun 1997, terdapat sekitar 3.300 kasus kematian karena sumbatan benda asing di saluran pernapasan, umumnya karena makanan.4. Kematian wajar (natural death). Terjadi pada individu dengan acute fulminating epiglottitis, dimana saluran nafas tersumbat akibat peradangan pada epiglotis dan jaringan di sekitarnya.

Gambaran Post Mortem TersedakPada pemeriksaan jenazah dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pembedahan jenazah. Diagnosis kematian akibat tersedak ditegakkan lewat autopsy atau dengan riwayat korban. Pada autopsy, dalam rongga mulut (orofaring atau laringofaring) ditemukan sumbatan yang biasanya bisa berupa sapu tangan, kertas koran, gigi palsu, bahkan pernah ditemukan arang, batu dan lain-lainnya. Bila benda asing tidak ditemukan, satu-satunya cara menegakkan diagnosis adalah lewat penelurusan riwayat korban, misalnya makanan terakhir, dapat pula cari kemungkinan adanya tanda kekerasan yang diakibatkan oleh benda asing.