bab i

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013. Secara nasional, pada tahun 2013 adalah 19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%) terlihat meningkat. Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat. Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap

Upload: kira-sin

Post on 25-Jan-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BAB I

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi

dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun

2013, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang meningkat dari tahun 2007 ke tahun

2013. Secara nasional, pada tahun 2013 adalah 19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk

dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun

2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%) terlihat meningkat.

Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi.

Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang

dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.

Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk

adalah dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap

kasus yang ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan

teknologi tatalaksana gizi buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani

dengan dua pendekatan. Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia

berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi dan penurunan kesadaran)

harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas perawatan, Pusat Pemulihan Gizi (PPG)

atau Therapeutic Feeding Center (TFC), sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi

dapat dilakukan secara rawat jalan.

Masalah KEP di Kabupaten Probolinggo berdasarkan data IPKM hasil

Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi balita gizi buruk dan

Page 2: BAB I

kurang adalah 27,8% (Jawa Timur 19,3%, Nasional 19,63%). Pada tahun 2013

Kabupaten Probolinggo menempati urutan kelima tertinggi dari seluruh kabupaten

dan kota di provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan data tersebut, kasus KEP di Kabupaten Probolinggo perlu

mendapatkan perhatian serius. Salah satu dari penyebab terjadinya KEP pada

balita diantranya adalah rendahnya pengetahuan dan kurangnya keterampilan

keluarga, khususnya ibu, tentang cara pengasuhan anak, meliputi praktek

pemberian makan anak, upaya pemeliharaan kesehatan dan praktek pengobatan

anak, serta praktek kebersihan anak.

Kecamatan Sumberasih merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten

Probolinggo dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk yang tergolong tinggi.

Pada tahun 2014, Kecamatan Sumberasih menempati urutan kedua untuk gizi

sangat kurang sebesar 3,6 dan menempati urutan keenambelas untuk gizi kurang

sebesar 5,9 dari seluruh kecamatan di Kabupaten Probolinggo (Data Dinkes

Kab.Probolinggo, 2014).

Pada bulan Januari 2015 Puskesmas Sumberasih telah melaksanakan

program TFC yang melibatkan 14 anak dengan gizi kurang dan sangat kurang

selama 19 hari. Kegiatan ini melibatkan dokter umum, ahli gizi, bidan, dan kader.

Namun output dari kegiatan belum maksimal, karena terdapat banyak kendala

selama kegiatan berlangsung. Diantaranya banyak ibu dari balita yang tidak

optimal untuk hadir selama kegiatan CFC (Community Feeding Center), kader

pendamping yang harus berkeliling ke rumah-rumah penderita, serta keterbatasan

dana dan waktu untuk melanjutkan kegiatan CFC hingga seluruh balita berstatus

gizi baik. Upaya merujuk balita gizi buruk ke Puskesmas (TFC) bagi balita gizi

Page 3: BAB I

buruk dengan komplikasi juga belum dapat diterima oleh keluarga, dengan alasan-

alasan: anak dianggap tidak sakit, tidak ada yang mengurus keluarga, waktu, dan

ekonomi.

Mengingat penyebab terjadinya gizi buruk sangat kompleks dan masalah

yang ditimbulkan juga kompleks, maka penanggulangannya tidak dapat dilakukan

dengan pendekatan medis saja, melainkan harus melibatkan sektor terkait. Oleh

karena itu upaya komprehensif perbaikan gizi masyarakat perlu dilakukan

melalului pemberdayaan keluarga khususnya ibu, sehingga dapat meningkatkan

kemandirian keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi serta mengatasi masalah

gizi dan kesehatan keluarganya hingga terbebas dari gizi buruk.

Pemerintah melalui Dinas Kesehatan selama ini telah berupaya untuk

menanggulangi kasus gizi buruk dengan memberikan bantuan berupa PMT

(Pemberian Makanan Tambahan) kepada balita penderita gizi buruk maupun

kepada ibu hamil KEK. Namun hal tersebut dirasa kurang efektif karena hanya

bersifat sementara, sehingga perlu adanya upaya kegiatan lain yang

berkesinambungan, yaitu melalui kegiatan mitra gizi keluarga dengan melibatkan

berbagai sektor terkait serta pemberdayaan kader kesehatan. Tujuan utama

kegiatan ini adalah agar kader dapat mendampingi ibu penderita gizi buruk dalam

pemberian makanan sehingga dapat meningkatkan status gizi balita.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Apakah kegiatan mitra gizi keluarga yang dilakukan melalui

pendampingan kasus balita gizi buruk oleh kader dapat meningkatkan status gizi

balita dengan gizi buruk?

Page 4: BAB I

1.3. TUJUAN

1. Tujuan Umum:

Meningkatkan peran petugas kesehatan dan kader dalam upaya perbaikan

gizi keluarga melalui kegiatan pendampingan kepada keluarga penderita

kurang gizi.

2. Tujuan Khusus:

a) Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang pentingnya perbaikan

gizi keluarga.

b) Meningkatkan kemandirian keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi

anggota keluarganya.

c) Meningkatkan peran kader pendamping keluarga penderita kurang

gizi dalam menyelenggarakan PMT pemulihan berbasis bahan

makanan lokal bagi balita kurang gizi 6-24 bulan.

d) Meningkatkan status gizi dan kesehatan keluarga melalui

pemberdayaan keluarga dan masyarakat.

1.4. MANFAAT

1. Pengetahuan dan keterampilan kader bertambah dalam hal penanganan

anak balita gizi buruk.

2. Pengetahuan dan kemandirian keluarga bertambah dalam memenuhi

kebutuhan gizi anggota keluarganya.

3. Angka balita status gizi baik meningkat dan balita yang mengalami

gangguan gizi dapat tertangani.

Page 5: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan tentang Gizi Buruk

Gizi Buruk adalah akibat dari kegagalan untuk memenuhi persyaratan

energi dan gizi yang sudah bersifat kumulatif dan kronis. Manifestasi proses ini

tergantung pada beberapa faktor, seperti: usia, infeksi, kondisi gizi sebelumnya,

dan keterbatasan makanan, dan sebagainya. Studi eksperimental klasik terhadap

kekurangan energi makanan dan kelaparan para hewan dan manusia dan

penelitian pada anak yang kekurangan gizi parah pada awal penelitian dan selama

penyembuhan telah menambah pemahaman kita, walaupun situasi ini semakin

dipersulit dengan berbagai penyebab malnutrisi pada kebanyakan anak.

Tanpa adanya infeksi, kondisi kelaparan bisa menyebabkan berkurangnya

simpanan lemak dan simpanan glikogen yang dimediasi oleh perubahan metabolik

dan endokrin yang memiliki fungsi umum untuk menjaga fungsi-fungsi vital,

sehingga memungkinkan hewan atau manusia bertahan hidup sampai energi

makanan bisa dipulihkan. Perubahan-perubahan secara dini antara lain

berkurangnya aktivitas yang menghemat pengeluaran energi. Pertumbuhan

lambat, mengurangi energi yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi ini,

dan perubahan terjadi pada komposisi tubuh. Laju metabolisme dinyatakan dalam

kaitannya dengan tinggi atau pengurangan massa tubuh. Otak dan viscera relatif

terlindungi, yang menghasilkan komposisi tubuh yang merupakan ciri khas dari

anak penderita marasmus. Ada peningkatan total air dalam tubuh, yang utamanya

berada di luar sel tapi bisa juga berada dalam sel.

Page 6: BAB I

Penyebab utama timbulnya kurang gizi yaitu konsumsi makanan yang

rendah gizi dan kualitasnya disamping keadaan kesehatan atau penyakit infeksi

yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi

sering diserang diare, demam, ISPA, akhirnya dapat menderita kurang gizi.

Demikian juga pada anak yang konsumsi makanannya kurang, maka daya tahan

tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga dalam keadaan demikian mudah

diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya menderita

kurang gizi. Dalam kenyataannya keduanya (konsumsi makanan dan infeksi

penyakit) secara bersama-sama merupakan penyebab langsung kurang gizi.

Kurang gizi berarti pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu baik fisik

maupun mental.

Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di tingkat rumah tangga

yang tidak cukup (dapat juga akibat kemiskinan), pelayanan kesehatan (anak tidak

diimunisasi, tidak menimbang berat badan di posyandu secara teratur, tidak

membawa anak ke yankes jika sakit) dan sanitasai lingkungan yang tidak

mendukung. Pengasuhan anak yang kurang, sanitasi dan penyediaan air bersih

yang tidak memenuhi syarat merupakan agen utama infeksi penyakit.

2.2. Penilaian Gizi Buruk

a. Tanda-tanda dan gejala

Anak tampak sangat kurus, kadang-kadang disertai pembengkakan

(edema) di kedua kaki, mata cekung yang baru saja muncul, adanya

kejadian muntah/diare, tangan dan kaki teraba dingin, sering merasa

kehauasan/dehidrasi, perut kembung, suara usus, dan adanya suara seperti

pukulan pada permukaan air (abdominal splash), pucat yang sangat berat

Page 7: BAB I

terutama pada telapak tangan, telinga, mulut dan tenggorokan terdapat

tanda-tanda infeksi dan terdapat purpura (tanda-tanda infeksi) pada kulit.

Tanda lainnya adalah kebiasaan makan yang menurun dibanding biasanya

dan anak selalu gelisah dan rewel (Depkes 2007).

Gizi buruk dengan gejala klinis yaltu kwarshiorkor, marasmus dan

kombinasi kwarshiorkor-marasmus, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

Kwashiorkor

Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki

(dorsum pedis)

Wajah membulat dan sembab

Pandangan mata sayu

Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah

dicabut tanpa rasa sakit, rontok

Perubahan status mental, apatis, dan rewel

Pembesaran hati

Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi

berdiri atau duduk

Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan

berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy

pavement dermatosis)

Sering disertai : penyakit infeksi, umumnya akut, anemia, diare.

Marasmus:

o Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit

o Wajah seperti orang tua

Page 8: BAB I

o Cengeng, rewel

o Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai

tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)

- Perut cekung

- Iga gambang

o Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan

diare kronik atau konstipasi/susah buang air

Marasmik-Kwashiorkor:

Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala

klinik Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <-3 SD Z-

Score disertai edema yang tidak mencolok.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan secara antropometri dan biokimia.

Secara antropometri status gizi buruk dapat diukur melalui berat badan dan

tinggi badan anak, umumnya menggunakan indeks berat badan menurut

umur (BB/u) Z-Score dan berat badan menurut tinggi badan (panjang badan)

atau BB/TB-PB Z-Score. Anak diklasifikasikan gizi buruk jika indeks BB/u

Z-Score atau BB/TB-PB Z-Score < -3 SD.

Gambar 2.1. Penentuan Status Gizi Secara Klinis dan Antropometri

Page 9: BAB I

Pemeriksaan fisik secara biokimia dilakukan untuk melihat apakah

ada komplikasi dan menentukan keadaan beratnya. Pemeriksaan meliputi

denyut nadi (bila denyut nadi ≥ 25 kali/menit), pernafasan cepat (≥ 40 kali

permenit untuk anak usia 12 bulan ke atas, dan peningkatan pernafasan ≥ 5

kali/menit), suhu/hipotermia (naik/turun secara tiba-tiba dan suhu aksiler

<36,5oC), hipoglikemia (kadar gula darah < 54 mg/dl), capilay refill (bila

perubahan warna putih menjadi merah kembali pada kuku ibu jari yang

ditekan > 3 detik tanda-tanda renjatan, syok), anemia dan lain-lain.

2.3. Mekanisme Monitoring Pertumbuhan Anak

a. Posyandu

Mekanisme monitoring pertumbuhan anak adalah setelah anak

ditimbang maka hasil penimbangannya akan diisikan ke dalam KMS

(Kartu Menuju Sehat). Jika hasil penimbangan menunjukkan bahwa BB/U

kurang dari 60% atau berada pada >-3SD<-2SD maka anak Berat

Badannya Kurang. Namun jika terjadi edema perlu diwaspadai anak

menderita gizi buruk. Bila hasil penimbangan BB/U menunjukkan hasil

kurang dari 60% atau <-3 SD maka tentukan status gizi anak dengan

BB/TB-PB. Jika hasilnya menunjukkan BB/TB

Ibu memperoleh penyuluhan gizi/kesehatan serta demontrasi cara

menyiapkan makanan untuk anak KEP

Kader menganjurkan pada ibu untuk tetap melaksanakan nasehat

yang diberikan tentang gizi dan kesehatan

Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau

perkembangan kesehatan dan gizi anak

Page 10: BAB I

b. Puskesmas

Puskesmas menerima rujukan KEP Berat/Gizi buruk dari posyandu

dalam wilayah kerjanya serta pasien pulang dari rawat inap di rumah sakit,

kemudian menyeleksi kasus dengan cara menimbang ulang dan dicek

dengan Tabel BB/U Z-Score WHO-NCHS apabila ternyata berat badan

anak berada di bawah garis merah (BGM) dianjurkan kembali ke

PPG/posyandu untuk mendapatkan PMT pemulihan, apabila anak dengan

KEP berat/gizi buruk (BB < 60% Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS)

tanpa disertai komplikasi, anak dapat dirawat jalan di puskesmas sampai

berat badan nya mulai naik 0,5 Kg selama 2 minggu dan mendapat PMT-P

dari PPG, apabila setelah 2 minggu berat badannya tidak naik, lakukan

pemeriksaan untuk evaluasi mengenai asupan makanan dan kemungkinan

penyakit penyerta, rujuk ke rumah sakit untuk mencari penyebab lain

Anak KEP berat/Gizi Buruk dengan komplikasi serta ada tanda-

tanda kegawatdaruratan segera dirujuk ke rumah sakit umum, tindakan

yang dapat dilakukan di puskesmas pada anak KEP berat/ gizi buruk tanpa

komplikasi :

Memberikan penyuluhan gizi dan konseling diet KEP berat/Gizi

buruk (dilakukan di pojok gizi)

Melakukan pemeriksaan fisik dan pengobatan minimal 1 kali per

minggu

Melakukan evaluasi pertumbuhan berat badan balita gizi buruk

setiap dua minggu sekali

Page 11: BAB I

Melakukan peragaan cara menyiapkan makanan untuk KEP

berat/Gizi buruk

Melakukan pencatatan dan pelaporan tentang perkembangan berat

badan dan kemajuan asupan makanan

Untuk keperluan data pemantauan gizi buruk di lapangan,

posyandu, dan puskesmas diperlukan laporan segera jumlah balita

KEP berat/gizi buruk ke Dinas kesehatan kabupaten/kota dalam

24 jam dengan menggunakan formulir W1 dan laporan mingguan

dengan menggunakan formulir W2

Apabila berat badan anak mulai naik, anak dapat dipulangkan dan

dirujuk ke posyandu/PPG serta dianjurkan untuk pemantauan kesehatan

setiap bulan sekali. Petugas kesehatan memberikan bimbingan terhadap

kader untuk melakukan pemantauan keadaan balita pada saat kunjungan

rumah.

Page 12: BAB I

Gambar 2.2. Alur Pemeriksaan Anak Gizi Buruk

2.4. Prinsip Penanganan

Dalam proses penangnan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase

stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil

memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase. tata laksana ini digunakan

pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.

Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan

perilaku, karenanya stimulasi harus diberikan dengan cara :

Kasih sayang

Ciptakan lingkungan yang menyenangkan

Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari

Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh

Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan,

bermain dan sebagainya)

Page 13: BAB I

Gambar 2.3. Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak Gizi Buruk

Bila berat badan anak berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di

rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa. Pola

pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap diberikan dirumah dan ikuti

pemberian makanan seperti pada lampiran 5, dan aktifitas bermain.

Kader Posyandu yang pernah dilatih sebelumnya tentang penilaian anak

gizi buruk, pencatatan dan tatalaksana diet untuk balita gizi buruk berdasarkan

Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Depkes 2007 dapat melakukan

penanganan awal pada anak yang mulai terdeteksi KEP ringan. Kader Posyandu

dapat menjaring anak yang berisiko mengalami gizi buruk serta menetapkan

penanggulangannya dan menangani jika terdapat anak balita gizi buruk (tanpa

edema) lebih cepat agar balita tersebut tidak jatuh lebih parah.

2.5. Makanan untuk Pemulihan Gizi

a. Prinsip

Page 14: BAB I

1) Makanan untuk Pemulihan Gizi adalah makanan pada energi yang

diperkaya dengan vitamin dan mineral.

2) Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama

masa pemulihan.

3) Makanan untuk Pemulihan Gizi dapat berupa: F100, makanan

therapeutic/gizi siap saji dan makanan lokal. Makanan lokal dengan

bentuk mulai dari makanan bentuk cair, lumat, lembik, padat.

4) Bahan dasar utama Makanan Untuk Pemulihan Gizi dalam formula F100

dan makanan gizi siap saji (therapeutic feeding) adalah minyak, susu,

tepung, gula, kacangkacangan dan sumber hewani. Kandungan lemak

sebagai sumber energi sebesar 30-60 % dari total kalori.

5) Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang diperoleh

dari lemak 30-60% dari total energi, protein 4-6 g/Kg BB per hari.

6) Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara tunggal

(makanan lokal saja) tetapi harus dikombinasikan dengan makanan

formula.

Tabel 2.1. Kebutuhan Gizi Menurut Fase Pemberian Makan

FASE

STABILISASI TRANSISI REHABILITASI

Energi 100 Kkal/kgbb/hr 150 Kkal/kgbb/hr

150-200 Kkal/kgbb/hr

Protein 1-1,5 g/kgbb/hr 2-3 g/kgbb/hr 4-6 g/kgbb/hrVitamin A Lihat langkah 6 Lihat langkah 6 Lihat langkah 6Asam Folat Idem Idem IdemZink Idem Idem IdemCuprum Idem Idem IdemFe Idem Idem IdemCairan 130 ml/Kgbb/hr

atau 100 ml/kgbb/hr bila ada edema

150 ml/Kgbb/hr 150-200 ml/Kgbb/hr

b. Jumlah dan Frekuensi

Page 15: BAB I

Makanan untuk Pemulihan Gizi bukan makanan biasa tetapi merupakan

makanan khusus untuk pemulihan gizi anak yang diberikan secara bertahap:

1) Anak gizi buruk dengan tanda klinis diberikan secara bertahap:

Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7

kali pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam bentuk

makanan cair (Formula 100).

Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang

diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula 100).

2) Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung diberikan fase rehabilitasi

lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali

pemberian/hari (Formula 100).

Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5 minggu dengan pemberian

makanan secara bertahap dengan mengurangi frekuensi makanan cair dan

menambah frekuensi makanan padat.

Contoh Frekuensi Pemberian Makanan per hari

Gambar 2.4. Anak Gizi Buruk Tanpa Tanda Klinis

Gambar 2.5. Anak Gizi Buruk dengan Tanda Klinis

Catatan :

Page 16: BAB I

Bila berat badan anak < 7 Kg ; diberikan makanan bayi (lumat)

Bila berat badan anak > 7 Kg ; diberikan makanan anak (lunak)

1. Pemberian makanan rehabilitasi lanjutan dapat diteruskan bila kondisi

anak gizi buruk masih memerlukan makanan formula.

2. Bagi anak yang status gizinya pulih (≥ -2 SD) maka berangsur menuju ke

makanan anak sehat sesuai dengan anjuran makan menurut kelompok

umur (besar porsi, macam makanan, frekuensi pemberian).

3. Cara pemberian

Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan sesuai anjuran petugas

kesehatan. Cara Pemberian Makanan untuk Pemulihan Gizi kepada anak di

rumah:

Sebelum menyiapkan makanan, cucilah tangan dengan sabun.

Berikan makanan kepada anak dengan memperhatikan jarak waktu

makan.

Usahakan makanan tersebut dihabiskan sesuai dengan porsi yang

ditentukan.

Berikan makanan dalam bentuk cair dengan menggunakan gelas,

hindari menggunakan botol atau dot.

4. Cara penyimpanan

Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam bentuk cair (Formula 100)

harus segera diberikan dan dihabiskan. Makanan dalam bentuk cair

tersebut hanya dapat disimpan dalam suhu ruang maksimal 2 jam.

Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam bentuk kering yang diracik

secara terpisah oleh tenaga kesehatan Puskesmas dapat disimpan

maksimal 7 hari, dan disimpan di tempat yang sejuk dan kering,

aman, tertutup dan terhindar dari bahan cemaran dan binatang

pengganggu (semut, tikus, kecoa, cicak, kucing, anjing, unggas, dll).

Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam kemasan agar diperhatikan

masa kadaluarsa yang terdapat pada kemasan.

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Page 17: BAB I

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Hubungan yang diteliti

: Hubungan yang tidak diteliti

BAB IV

METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI KELUARGA :

Umur orang tua Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Besar keluarga Pendapatan keluarga

PELAYANAN KESEHATAN SETEMPAT

KARAKTERISTIK BALITA :

Umur balita Jenis

kelamin

POLA ASUH :

Pemberian makan Hidup sehat Akses pelayanan

dasar

KONDISI LINGKUNGAN

MORBIDITAS/ PENYAKIT

INTAKE MAKANAN (PMT)

STATUS GIZI BALITA

Page 18: BAB I

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis eksperimental dengan menggunakan

One Group Before And After Design. Penelitian ini dilakukan dengan cara

memberikan makanan tambahan kepada balita gizi buruk berupa makanan lokal

dan snack yang telah ditentukan menunya selama 3 bulan dan dimasak oleh kader.

Penelitian ini bertujuan agar kader dapat mendampingi ibu penderita gizi buruk

dalam pemberian makanan sehingga dapat meningkatkan status gizi balita. Status

gizi balita dibandingkan sebelum dan setelah intervensi PMT.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sumberasih yang

terdapat balita gizi buruk, yakni desa Laweyan, desa Sumurmati, dan desa

Ambulu. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, yakni mulai tanggal 6 Juli 2015

sampai tanggal 6 September 2015.

4.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah semua balita gizi buruk yang berumur 11-24

bulan yang berada di wilayah kecamatan Sumberasih. Berdasarkan hasil temuan

di lapangan, didapatkan 6 balita gizi buruk, yakni 1 balita di desa Laweyan, 2

balita di desa Sumurmati, dan 3 balita di desa Ambulu.

4.4 Variabel Penelitian

Status gizi balita sebelum intervensi

Status gizi balita setelah intervensi

4.5 Instrumen Penelitian

Page 19: BAB I

Instrument penelitian ini berupa kuesioner dan timbangan berat badan,

ditimbang menggunakan dacin dengan ketelitian 0,1 kg.

4.6 Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekuder. Pengumpulan data primer dilaksanakan melalui wawancara secara

langsung dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Adapun data primer yang

dikumpulkan meliputi data karakteristik keluarga (umur orang tua, pendidikan

orang tua, pekerjaan orang tua, besar keluarga), karakteristik balita (umur balita,

jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan balita), dan status gizi balita. Adapun

data status gizi diperoleh dengan cara antropometri yaitu mengukur berat badan

dan tinggi badan balita. Kader juga melakukan pencatatan jumlah PMT yang

dikonsumsi balita dan sisa makanan setiap harinya.

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari laporan tahunan

Puskesmas Sumberasih berupa data mengenai tingginya jumlah balita yang

menderita gizi buruk di wilayah Kecamatan Sumberasih.

4.7 Pengolahan Data

Data berat badan yang diperoleh dari pengukuran berat badan (BB) diolah

dengan menggunakan langkah – langkah sebagai berikut : editing, coding, entry

data dan cleaning data (menggunakan SPSS).

4.8 Analisis Data

Analisis univariat digunakan untuk mengetahui karakteristik dari variabel

penelitian, disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif yaitu

presentase. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh pemberian

makanan tambahan terhadap perubahan berat badan sebelum dan setelah

intervensi. Karena jenis datanya adalah data kategorik (rasio) diuji dengan uji

Paired t-test.

Page 20: BAB I

KUESIONER MINI PROYEK

PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT)TERHADAP PERUBAHAN BERAT BADAN BALITA GIZI BURUK

USIA 11–24 BULAN MELALUI KEGIATAN MITRA GIZI KELUARGA DI KECAMATAN SUMBERASIH, KABUPATEN PROBOLINGGO

A. KETERANGAN RUMAH TANGGA

1 Nama kepala rumah tangga:

2 Banyaknya anggota rumah tangga:

3 Nama Ayah :

4 Nama Ibu :

5 Umur Ayah/Ibu

/ tahun

6Pendidikan Ayah/ibu

/

7a Pekerjaan Ayah :

7b Pekerjaan Ibu :

Pengukuran Antropometri dan Pemeriksaan Ciri-ciri fisik tubuh

1. Nama Anak :

2. Tanggal Lahir :

3. Tanggal Pengukuran :

4. Umur Anak : Tanggal pengukuran – tanggal lahir (bulan)

5. Jenis Kelamin Anak :

6. Berat Badan Anak :

7. Panjang/Tinggi badan anak :

1=Tdk pernah sekolah; 2= Kejar paket ; 3=Tdk tamat SD; 4=Tamat SD; 5=SMP; 6=SMA; 7= PT/Akademi

Page 21: BAB I

8:

Ciri-ciri Fisik :

a. Rambut ________________________________________________b. Mata ______________________________________________c. Muka (secara keseluruhan) _____________________________d. Bibir _____________________________________e. Lidah ____________________________________f. Kulit _____________________________________g. Kuku _____________________________________h. Tubuh ____________________________________