bab i

35
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. 1 Jaringan limfoid yang mengelilingi faring, pertama kali digambarkan anatominya oleh Heinrich von Waldeyer, seorang ahli anatomi Jerman. Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius (tonsil Gerlach’s). 1 Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring atau Gerlach’s tonsil). Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau 1

Upload: rahma-elfshinee

Post on 11-Feb-2016

227 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 1 tonsilitis

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh

jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil

faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya

membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. 1

Jaringan limfoid yang mengelilingi faring, pertama kali digambarkan

anatominya oleh Heinrich von Waldeyer, seorang ahli anatomi Jerman.

Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-

kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah

mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius

(tonsil Gerlach’s).1

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang

terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina

(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius

(lateral band dinding faring atau Gerlach’s tonsil). Tonsilitis merupakan

inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel. Tonsilektomi

adalah pengangkatan tonsil dan struktur adenoid, bagian jaringan limfoid yang

mengelilingi faring melalui pembedahan.1

1

Page 2: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Tonsil hampir selalu diartikan sebagai tonsil pa;atina.

Tonsillitis akut merupakan infeksi tonsil yang sifatnya akut, sedangkan

tonsillitis kronik merupakan tonsillitis yang terjadi berulang kali (kronik).1,2,3

2.2. EPIDEMIOLOGI

Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, meskipun jarang terjadi

pada anak-anak usia kurang dari dua tahun. Tonsillitis akibat infeksi

Sterptokokus secara khusus terjadi pada anaak-anak usia 6-15 tahun. Kasus

terbanyak ditemukan pada anak-anak usia sekolah, yang berkontak dengan

anak lain yang menderita tonsillitis akibat bakteri maupun virus.1,3,4

2.3 ANATOMI & FISIOLOGI TONSIL

a. Embriologi

Pembentukan tonsil berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang

melapisi kantong faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong

faringeal kedua diserap dan bagian dorsal menetap kemudian menjadi

epitel tonsil. Pilar tonsil dibentuk dari arkus brakial ke-2 dan ke-3. Secara

nyata perkembangan tonsil terlihat pada usia 14 minggu kehamilan

dengan terjadinya infiltrasi sel-sel limfatik ke dalam mesenkim di bawah

mukosa yang dibentuk di dalam fossa tonsil. Pembentukan kripta tonsil

terjadi pada usia 12-18 minggu kehamilan. Kapsul dan jaringan ikat lain

tonsil terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu dengan demikian

terbentuk massa jaringan tonsil. Secara histology tonsil mengandung 3

unsur utama yaitu jaringan ikat atau trabekula sebagai rangka penunjang

pembuluh darah, saraf dan limfa, folikel germinativum sebagai pusat

pembentukan sel limfoid muda serta jaringan interfolikel jaringan limfoid

dari berbagai stadium.3

2

Page 3: BAB I

b. Anatomi

Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi

faring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal

(adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral

faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa

Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat

orifisium tuba eustachius. 5

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terdapat

di dalam faring, diliputi epitel skuamosa dan ditunjang oleh jaringan ikat

dengan kriptus didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsila

faringeal (adenoid), tonsila palatina (tonsil faucium), dan tonsila lingualis

yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.5

Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud dengan tonsil adalah

tonsila palatina, sedang tonsila faringeal lebih dikenal sebagai adenoid.

Untuk kepentingan klinis, faring dibagi menjadi 3 bagian utama:

nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Satu pertiga bagian atas atau

nasofaring adalah bagian pernafasan dari faring dan tidak dapat bergerak

kecuali palatum molle bagian bawah. Bagian tengah faring disebut

orofaring, meluas dari batas bawah palatum molle sampai permukaan

lingual epiglotis. Bagian bawah faring dikenal dengan nama hipofaring

atau laringofaring, menunjukkan daerah jalan nafas bagian atas yang

terpisah dari saluran pencernaan bagian atas.5

Gambar 1 . Anatomi Faring dan Tonsil (Snow, 2003)

3

Page 4: BAB I

Pada orofaring yang disebut juga mesofaring, terdapat cincin

jaringan limfoid yang melingkar dikenal dengan Cincin Waldeyer, terdiri

dari Tonsila pharingeal (adenoid), Tonsila palatina, dan Tonsila

lingualis.5

Gambar 2. Letak Tonsil Faringeal (adenoid), Tonsil Palatina dan Tonsil

Lingual

Vaskularisasi

Tonsil mendapat perdarahan dari cabang-cabang a. karotis eksterna, yaitu1:

1) a. maksilaris eksterna (a.fasialis); cabangnya a. tonsilaris dan a.

palatine asendens

2) a. maksilaris interna; cabangnya a. palatina desendens

3) a. lingualis; cabangnya a. lingualis dorsalis

4) a. faringeal asendens

Sumber perdarahan daerah kutub bawah tonsil3:

1) Anterior: a. lingualis dorsal

2) Posterior: a. palatine asenden

3) Diantara keduanya: a. tonsilaris

4

Page 5: BAB I

Sumber perdarahan daerah kutub atas tonsil3:

1) a. faringeal asenden

2) a. palatina desenden

Gambar 3. Sistem perdarahan tonsil palatina (Pulungan, 2005)

Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor

superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri

palatina asenden, mengirimkan cabang melalui m. konstriktor posterior

menuju tonsil. Arteri faringeal asendens juga memberikan cabangnya ke

tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal

naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior,

dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau arteri palatina posterior

member vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk

anostomosis dengan a. palatina asendens. Kutub bawah tonsil bagian

anterior (a. lingualis dorsal) dan bagian posterior (a. palatine asenden),

5

Page 6: BAB I

diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh a. tonsilaris. Kutub atas

tonsil diperdarahi oleh a. faringeal asendens dan a. palatina desendens.1,5

Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan

pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena disekitar kapsul

tonsil, vena lidah, dan pleksus faringeal.3,4

Aliran getah bening menuju rangkaian getah bening servikal

profunda (deep jugularis node). Bagian superior dibawah m.

sternokleidomasteideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya

menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah

bening eferen sedangkan pembuluh darah getah bening aferen tidak ada.3,4

Innervasi

Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke v melalui

ganglion sfenoplatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus (saraf

IX).3,4

c. Histologi

Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan

ikat atau trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan

limfa), folikel germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid

muda) serta jaringan interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai stadium).7

d. Fisiologi & Imunologi

Tonsil merupakan organ limfotik sekunder yang diperlukan untuk

diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil

mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan

bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan

sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.8

Sewaktu baru lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum

germinativum, biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis,

barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yamg pada

6

Page 7: BAB I

permulaan kehidupan masa kanak-kanak dianggap normal dan dipakai

sebagai indeks aktifitas sistem imun. Pada waktu pubertas atau sebelum

masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang disertai proses

involusi.4

Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M

(sel membran), makrofag, sel dendrit, dan APCs yang berperan dalam

transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobin

spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel

pembawa IgG. Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel

limfosit, 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa.

Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di

darah 55-75%:15-30%.8

Terdapat 2 bentuk mekanisme pertahanan tubuh, yaitu :

1. Mekanisme pertahanan non spesifik

Berupa kemampuan sel limfoid untuk menghancurkan

mikroorganisme. Pada beberapa tempat lapisan mukosa tonsil sangat

tipis sehingga menjadi tempat yang lemah terhadap masuknya kuman

ke dalam jaringan tonsil. Dengan masuknya kuman ke dalam lapisan

mukosa, maka kuman ini akan ditangkap oleh sel fagosit, dalam hal ini

adalah elemen tonsil. Selanjutnya sel fagosit akan membunuh kuman

dengan proses oksidasi dan digesti.8

2. Mekanisme pertahanan spesifik

Merupakan mekanisme pertahanan yang penting dalam mekanisme

pertahanan tubuh terhadap udaran pernafasan sebelum masuk ke dalam

saluran nafas bawah. Tonsil dapat memproduksi IgA yang akan

menyebabkan resistensi jaringan lokal terhadap organisme patogen.

Disamping itu, tonsil dan adenoid juga dapat menghasilkan IgE yang

berfungsi untuk mengikat sel basofil dan sel mastosit, dimana sel-sel

tersebut mengandung granula yang berisi mediator vasoaktif, yaitu

histamin. Sel basofil yang terutama adalah sel basofil dalam sirkulasi

(sel basofil mononuklear) dan sel basofil dalam jaringan (sel

mastosit).8

7

Page 8: BAB I

Bila ada alergen, maka alergen tersebut akan bereaksi dengan IgE

sehingga permukaan sel membrannya terangsang dan terjadilah proses

degranulasi. Proses ini akan menyebabkan keluarnya histamin

sehingga timbul reaksi hipersensitivitas tipe 1, yaitu atopi, anafilaksis,

urtikaria, dan angioedema.8

Dengan teknik immunoperoksida, dapat diketahui bahwa IgE

dihasilkan dari plasma sel terutama dari epitel yang menutupi

permukaan tonsil, adenoid, dan kripta tonsil. Sedangkan mekanisme

kerja IgA, bukanlah menghancurkan antigen akan tetapi mencegah

substansi tersebut masuk ke dalam proses imunologi, sehingga dalam

proses netralisasi dari infeksi virus, IgA mencegah terjadinya penyakit

autoimun. Oleh karena itu, IgA merupakan barier untuk mencegah

reaksi imunologi serta untuk menghambat proses bakteriolisis.8

2.4 KLASIFIKASI

Macam-macam tonsillitis

1. Tonsillitis akut

Dibagi lagi menjadi 2, yaitu :

a. Tonsilitis viral

Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok.

Penyebab paling tersering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus

influenza merupakan penyebab tonsillitis akut supuratif. Jika terjadi

infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan

tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri

dirasakan pasien1

b. Tonsilitis Bakterial

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptococcus beta

hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat,pneumococcus,

streptococcus viridian dan streptococcus piogenes. Infiltrasi bakteri

pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang

berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk

detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati

8

Page 9: BAB I

dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus

tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.1

Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis

folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk

alur-alur maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini juga

dapat melebar sehingga terbentuk semacam membrane semu

(pseudomembran yang menutupi tonsil).1

Masa inkubasi 2-4 hari. Gejalan dan tanda yang sering ditemukan

adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu

tubuh tang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu

makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Pada pemeriksaan tampak

tonsil yang membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk

folikel, lacuna atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar

submandibula membengkak dan nyeri tekan.

Gambar 4. Perbedaan Tonsilitis bakterial dan viral

2. Tonsilitis membranosa

a. Tonsilitis Difteri

Penyebabnya yaitu oleh kuman Corynebacterium diphteriae,

kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas bagian

atas yaitu hidung, faring dan laring. Tonsillitis difteri sering ditemukan

9

Page 10: BAB I

pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada

usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita

penyakit ini.1

Gejala klinik terbagi dalam tiga golongan yaitu: umu, local, dan

gejala akibat eksootoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi

lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyei kepala,

tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri

menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi

bercak putih kotor yang makin lama makin meluaas dan bersatu

membentuk membran semu (pseudomembran) yang melekat erat pada

dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Jjika infeksinya

berjalan terus, kelenjar linfa leher akan membengkak sedemikian

besarnya sehingga lehernya menyerupai leher sapi (Bull neck). Gejala

akibat eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu

pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cardio,

pada saraf cranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan

otot-otot pernapasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria1,2

Gambar 5. Tonsilitis Difteri

b. Tonsilitis Septik

Penyebab Streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi

sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi

dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka

penyakit ini jarang ditemukan.1

c. Angina Plout Vincent

10

Page 11: BAB I

Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema

yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan

defisiensi vitamin C. Gejala berupa demam sampai 39° C, nyeri kepala

,badan lemah dan kadang gangguan pecernaan. Rasa nyeri di mulut,

hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah.1

d. Penyakit kelainan darah

- Leukemia akut1

Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di

mukosa mulut, gusi dan dibawah kulit sehingga kulit tampak

bercak kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi membrane semu

tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di tenggorok.

- Angina agranulositosis1

Penyebabnya ialah akibat keracunan obat dari golongan

amidopirin, sulfa dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di

mukosa mulut dan faring serta disekitar ulkus tampak gejala

radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia dan saluran

cerna.

- Infeksi mononukleosis1

Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa

bilateral. Membran semu yang menutupi ulkus mudah diangkat

tanpa timbul perdarahan. Terdapat pembesaran kelenjar limfa

leher, ketiak dan regioinguinal. Gambaran darah khas yaitu

terdapat leukosit mononukleus dalam jumlah besar. Tanda khas

yang lain ialah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi

terhadap sel darah merah domba (Paul Bunnel).

3. Tonsilitis kronik

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah rangsangan yang

menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,

pengaruh cuaca kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak

adekuat kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-

kadang kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif.1

11

Page 12: BAB I

Karena proses radang berulang yang timbul maka seain epitel

mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehinga pada proses penyebuhan

jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami

pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi

oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan

akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa

tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa

submandibula.1

Gambar 6. Tonsilitis Kronik

2.5 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya

secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung

kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu

melalui mulut masuk bersama makanan.1,10,11

Beberapa organism dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk

bakteri aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita

tonsillitis kronis jumlah kuman yang paling sering adalah Streptococcus Beta

Hemolitikus group A (SBGHA). Streptokokus grup A adalah flora normal

pada orofaring dan nasofaring. Namun dapat menjadi infeksius yang

memerlukan pengobatan. Selain itu infeksi juga dapat disebabkan

Haemophillus influenza, Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan

Morexella catarrhalis.10,11

12

Page 13: BAB I

Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) kultur apusan tenggorok

didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering Tonsilofaringitis

Kronis yaitu Streptococcus aureus, Streptococcus beta Hemolitikus group A,

Staphylococcus epidermidis dan kuman gram negative berupa enterobacter,

Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E.Coli.10,11

Infeksi virus biasanya ringan dan dapat tidak memerlukan pengobatan

yang khusus karena dapat ditangani sendiri oleh ketahanan tubuh. Penyebab

penting dari infeksi virus adalah adenovirus, Influenza A, dan Herpes

simpleks (pada remaja). Selain itu infeksi virus juga termasuk infeksi dengan

Coxackievirus A,yang menyebabkan timbulnya vesikel dan ulserasi pada

tonsil. Epstein-Barr yang menyebabkan infeksi mononucleosis, dapat

menyebabkan pembesaran tonsil secara cepat sehingga mengakibbatkan

obstruksi jalan nafas yang akut. Infeksi jamur Candida Sp tidak jarang terjadi

khususnya di kalangan bayi atau pada anak-anak dengan

immunocompromised.10,11

Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana

kuman meninfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil

mennyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman

sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi

pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi)

dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya

pada saat keadaan umum tubuh menurun.10,11

Bila epitel terkikis maka jaringan limfoid siperkistal bereaksi dimana

terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.

Karena proses/radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga

jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan

sehingga kripte melebar. Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh

dendrites (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang

menutupi kripte berupa eksudat yang berwarna kekuning-kuningan). Proses

ini terus meluas hingga menembus kapsul sehingga terjadi perlekatan dengan

jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai

dengan pembesaran kelenjar submandibula.1,2

13

Page 14: BAB I

2.6 GEJALA KLINIS

Gejala klinis tonsilitis akut maupun kronik dapat ditemukan adanya nyeri

tenggorok, dimana pada tonsillitis kronik didahului gejala tonsillitis akut

seperti nyeri tenggorok yang tidak hilang sempurna, adapun gejala pada

tonsillitis akut ditandai dengan nyeri tenggorok, nyeri menlan, demam, dan

malaise. Halitosis akibat debris yang tertahan didalam kripta tonsil, yang

kemudian dapat menjadi sumber infeksi berikutnya.1,2

Apabila terjadi peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer, maka dapat terjadi pembesaran tonsil, berikut pembagian

menurut Thane & Cody :

T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior-

uvula

T2 : batas medial tonsil melewati ¼ pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar

anterior-uvula

T3 : batas medial tonsil melewati ½ pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar

anterior-uvula

T4 : batas medial tonsil melewati ¾ pilar anterior-uvula sampai uvula atau

lebih.

Gambar 7. Pembesaran Tonsil

Pembesaran tonsil dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi sehingga

timbul gangguan menelan, obstruksi sleep apnue dan gangguan suara. Pada

14

Page 15: BAB I

pemeriksaan fisik dapat ditemukan tonsil yang membesar dalam berbagai

ukuran, dengan pembuluh darah yang dilatasi pada permukaan tonsil,

arsitektur kripta yang rusak seperti sikatrik, eksudat pada kripta tonsil dan

sikatrik pada pilar.1,2

2.7 DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Pada anamnesis akan didapatkan riwayat:

Adanya rasa yang mengganjal di tenggorokan

Adanya rasa kering dan nyeri di tenggorok

Adanya rasa nyeri sewaktu menelan

Nafas/mulut yang berbau

Demam, kadang disertai malaise

Nafsu makan menurun

Serangan tonsilitis akut yang berulang

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik di daerah orofaring akan didapatkan:

Tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, hipetrofi, dan

jaringan parut.

Kriptus juga dapat melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus.

Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat

diperlihatkan pada kripta-kripta tersebut.

Pilar/plika anterior hiperemis

Inflamasi pada dinding faring

Terkadang uvula akan kelihatan edem dan inflamasi

Adanya perlekatan tonsil ke jaringan sekitar

Adanya pembesaran KGB submandibula pada anak-anak.

3. Pemeriksaan penunjang

Uji kultur dan resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil.

Biakan swab. Sering menghasilkan derajat keganasan yang rendah.

Kuman penyebabnya antara lain adalah Streptotokus Hemolitikus,

Streptotokus Viridans, Stafilokokus atau Pneumokokus.

15

Page 16: BAB I

2.8 DIAGNOSIS BANDING

Faringitis

Merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh

virus, bakteri, alergi, trauma dan toksin. Infeksi bakteri dapat

menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini

melepaskan tokin ekstraseluler yang dapat menimbulkan demam reumatik,

kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi

glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen antibodi.2,10,11

Gejala klinis secara umum pada faringitis berupa demam, nyeri

tenggorok, sulit menelan, dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan tampak

tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat

dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak peteki pada

palatum dan faring. Kelenjar limfa anterior membesar, kenyal dan nyeri

pada penekanan.2,10,11

Hipertrofi Adenoid

Adenoid adalah massa yang terdiri dari jarongan limfoid yang

terletak pada dinding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian

cincin waldeyer. Secara fisiologik adenoid ini membesar pada anak usia 3

tahun dan kemudian akan mengecil dan hilang sama sekali pada usia 14

tahun. Bilea sering terjadi infeksi saluran napas bagian atas maka akan

terjadi hipertrofi adenoid. Akibat dari hipertrofi ini akan timbul sumbatan

koana dan tuba eustachi. Akibat sumbatan di koana pasien akan bernapas

melalui mulut. Akibat sumbatan tuba eustachi akan terjadi otitis media

akut berulang, otitis media kronik, daan akhirnya dapat terjadi otitis media

supuratif kronik. 2,10,11

Tumor Tonsil

Neoplasma bukanlah penyebab dari tonsillitis akut maupun kronik,

tetapi seringkali menjadi penanda akan adanya etiologi infeksi. Pasien

yang mendapat penanganan faringitis infeksi yang tidak membaik, perlu

dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya neoplasma. Gejala

umum dari tumor tonsil antara lain, nyeri tonsil unilateral, disfagia,

odinofagia, penurunan berat badan dan otalgia.

16

Page 17: BAB I

Pada pemeriksaan fisis, massa faring yang asimetris adalah

karakteristik penemuan yang memerlukan pemeriksaaan lebih lanjut.

Massa tersebut bias ulseratif, ditutupi oleh mukosa fungi dan hanya dapat

dideteksi dengan palpasi. Factor risiko meliputi penggunaan tambakau dan

alcohol. Human papilloma virus juga menjadi etiologinya pada sebagian

kecil kasus. Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan

dengan nyeri tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti

berdasarkan pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, x-ray dan

biopsi.

2.9 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan untuk tonsillitis terdiri atas terapi medikamentosa dan

operatif, yakni:

1. Medikamentosa1,2,12

Terapi medikamentosa diterapi sesuai dengan penyebabnya. Pada

tonsillitis viral dilakukan penatalaksanaan berupa istirahat, minum yang

cukup, analgetika, dan obat antiviral jika menunjukkan gejala yang berat.

Pada tonsillitis bacterial diberikan obat antibiotic spectrum luas

penisilin, eritromisin, antipiretik dan obat kumur yang mengandung

desinfektan. Pada tonsillitis difteri diberikan Anti Difteri Serum (ADS)

diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur, dengan dosis 20.000-

100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit. Antibiotika

penisilin atau eritromisin 25-50mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis selama 14

hari. Kortikosteroid 1,2mg/kgBB/hari, antipiretik untuk simptomatis.

Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan harus di

tempat tidur selama 2-3 minggu. Pada Angina Plaut Vincent (stomatitis

ulsero membranosa) antibiotika spektrum lebar selama 1 minggu,

memperbaiki hygiene mulut, vitamin C dan vitamin B kompleks.

2. Operatif2,12

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang terdapat perbedaan prioritas

relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu

tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang.

17

Page 18: BAB I

Saat ini indikasi utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi

tonsil

Indikasi Absolut :2,12

o Tonsil yang besar hingga mengakibatkan gangguan pernafasan, nyeri

telan yang berat, gangguan tidur atau komplikasi penyakit-penyakit

kardiopulmonal.

o Abses peritonsiler (Peritonsillar abscess) yang tidak menunjukkan

perbaikan dengan pengobatan

o Tonsillitis yang mengakibatkan kejang demam.

o Tonsil yang diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk

menentukan gambaran patologis jaringan.

Indikasi Relatif :

o Jika mengalami tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun dan tidak

menunjukkan respon sesuai harapan dengan pengobatan

medikamentosa yang memadai.

o Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada tonsillitis

kronis yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan.

o Tonsillitis kronis atau berulang yang diduga sebagai carrier kuman

Streptokokus yang tidak menunjukkan repon positif terhadap

pengobatan dengan antibiotika.

o Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai

berhubungan dengan keganasan (neoplastik)

Kontraindikasi Tonsilektomi :2,12

1. Gangguan perdarahan

2. Penyakit paru-paru

3. Infeksi akut yang berat

4. Risiko anastesi yang besar atau berat.

Adapun Berdasarkan the American Academy of Otolaryngology-

Head and Neck Surgery (AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi

terbagi menjadi.1

18

Page 19: BAB I

o Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah

mendapatkan terapi yang adekuat.

o Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofasial.

o Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan

jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara dan

corpulmonale.

o Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang

tidak berhasil hilang dengan pengobatan.

o Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.

o Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bekteri grup A streptococcus

beta hemoliticus.

o Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.

o Otitis media efusa/ otitis media supuratif.

Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan

pada abad 1 masehi oleh Cornelius Celsus di Roma dengan menggunakan

jari tangan. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan

saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi.2,12

a) Diseksi: Dikerjakan dengan menggunakan Boyle-Davis mouth gag.

Tonsil dijepit dengan forsep dan ditarik ke tengah, lalu dibuat insisi

pada membrane mucus. Dilakukan diseksi dengan disektor tonsil atau

gunting sampai mencapai pole bawah dilanjutkan dengan

menggunakan senar untuk mengangkat tonsil.

b) Guillotine: teknik ini sudah banyak ditinggalkan. Hanya dapat

dilakukan bila tonsil dapat digerakkan dan bed tonsil tidak cedera oleh

infeksi berulang.

c) Elektrokauter: kedua elektrokauter unipolar dan bipolar dapat

digunakan pada teknik ini. Prosedur ini mengurangi hilangnya

perdarahan, tetapi dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.

19

Page 20: BAB I

d) Laser tonsilektomi: diindikasikan pada penderia gangguan koagulasi.

Teknik yang dilakukan sama dengan yang dilakukan pada teknik

diseksi.

2.10 KOMPLIKASI2,12

1. Abses peritonsi l

Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan

sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan

otot-otot yang mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada

penderita dengan serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang

bermakna, odinofagi yang berat, dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan

melakukan aspirasi abses.

2. Abses parafaring

Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus

mandibula, demam tinggi, dan pembengkakan dinding lateral faring

sehingga menonjol ke arah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi

servikal.

3. Abses intratonsilar

Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya

diikuti dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai

nyeri lokal dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan

merah. Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase

abses jika diperlukan, selanjutnya dilakukan tonsilektomi.

4. Tonsilitis kronis dengan serangan akut

Biasanya terjadi karena tatalaksana tonsilitis akut yang tidak adekuat. Infeksi

kronis dapat terjadi pada folikel limfoid tonsil dalam bentuk mikroabses.

5. Otitis Media Akut

Serangan berulang otitis media akut berkaitan erat dengan serangan berulang

dari tonsilitis akibat infeksi yang menjalar melalui tuba eustachius.

6. Tonsilolith (kalkulus tonsil )

Tonsilolith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade

oleh sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium

20

Page 21: BAB I

kemudian tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat

membesar secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil.

Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak

nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini didiagnosa dengan mudah

dengan melakukan palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata

pada perabaan.

7. Kista tonsilar

Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran

kekuningan di atas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat

dengan mudah didrainasi.

8. Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonefritis.

Anti-streptokokal antibodi meningkat pada 43% penderita Glomerulonefritis

dan 33% diantaranya mendapatkan kuman Streptokokus beta hemolitikus

pada swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring.

Hasil ini megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesa

terjadinya penyakit Glomerulonefritis

2.11.PROGNOSIS2,12

Tonsilitis biasanya dapat sembuh dalam waktu beberapa hari dengan

beristirahat dan pengobatan suportif. Penanganan gejala klinis

dapat membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman bila antibiotika diberikan

untuk mengatasi infeksi. Antibiotik tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan

demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami

perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat

menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya.

Infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-

kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti

demam rematik atau pneumonia

21

Page 22: BAB I

BAB III

KESIMPULAN

Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina

dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin

Waldeyer. Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring.

Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur

yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar

limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding

posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.

Macam-macam tonsillitis yaitu : tonsillitis akut (tonsilitis viral dan

tonsilitis bakterial); tonsilitis membranosa (tonsilitis difteri, tonsilitis septik dan

Angina Plout Vincent); dan Tonsilitis kronik.

Gejala tonsillitis antara lain : pasien mengeluh ada penghalang di

tenggorokan, tenggorokan terasa kering, pernafasan bau, pada pemeriksaan tonsil

membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus,

tidak nafsu makan, mudah lelah, nyeri abdomen, pucat, letargi, nyeri kepala,

disfagia (sakit saat menelan), mual dan muntah.

Penatalaksanaan tonsillitis akut antara lain dengan antibiotik golongan

penisilin atau diberikan eritromisin. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah

infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat

simptomatik. Penatalaksanaan tonsillitis kronik antara lain: terapi lokal untuk

hygiene mulut dengan obat kumur/hisap, terapi radikal dengan tonsilektomi bila

terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil.

Komplikasi tonsillitis akut dan kronik yang dapat terjadi yaitu abses

peritonsil,otitis media akut, mastoiditis akut, laringitis, sinusitis dan rhinitis

22