bab i pendahuluan a. latar belakang · 2020. 10. 7. · pemberontakan pki 1948 dan 1965 serta...
TRANSCRIPT
-
1
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Masyarakat adil dan makmur adalah impian kebahagiaan
yang telah lama berkobar dalam dada masyarakat Indonesia dan
merupakan tujuan akhir dari revolusi Indonesia. Karena impian itu
tidak sedikit ongkos pengorbanan yang telah dicurahkan oleh para
pahlawan bangsa. Soekarno dalam pidatonya mengatakan,
‘Masyarakat adil dan makmur, cita – cita asli dan murni dari rakyat
Indonesia yang telah berjuang dan berkorban berpuluh – puluh
tahun. Masyarakat adil dan makmur tujuan akhir dari revolusi kita.
Masyarakat adil dan makmur yang untuk itu, berpuluh – puluh ribu
pemimpin – pemimpin kita menderita. Perpuluh – puluh ribu
pemimpin – pemimpin kita meringkuk dalam penjara. Perpuluh –
puluh ribu pemimpin – pemimpin kita meninggalkan kebahagiaan
hidupnya. Beratus – ratus ribu, mungkin jutaan rakyat kita
menderita tak lain tak bukan ialah mengejar cita – cita
terselenggaranya satu masyarakat adil dan makmur yang di situ
segenap manusia Indonesia dari Sabang sampai Merauke
mengecap kebahagiaan’.1
Mimpi tentang masyarakat adi dan makmur ini telah lama
bergejolak dalam sanubari masyarakat Indonesia bahkan sejak
1Yudi Latief. Negara Paripurna. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama 2011), 493-494.
-
2
zaman prasejarah.2 Pada masa perjuangan kemerdekaan visi
tentang keadilan dan kesejahteraan rakyat diidealisasikan oleh
para pejuang pergerakan dan mewarnai diskusi tentang dasar
falsafah negara dalam persidangan BPUPK. Klimaksnya ketika
Soekarno mengungkapkannya dalam pidatonya pada 1 Juni 1945
yang kemudian dijadikan sebagai hari lahirnya Pancasila. Soekarno
dalam pidatonya itu mengatakan, ‘Prinsip nomor empat sekarang
saya usulkan… yaitu prinsip kesejahteraan; tidak ada kemiskinan
di dalam Indonesia merdeka’.3 Ide dan mimpi tentang
kesejahteraan sosial ini kemudian dirumuskan sebagai salah satu
unsur yang menyusun dasar falsafah Bangsa Indonesia
sebagaimana tercantum dalam Pancasila Sila Kelima, ‘Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’ seterusnya mewarnai
konstitusi Negara Indonesia.
Meski visi tentang keadilan sosial telah lama bergelora dan
diperjuangkan oleh bangsa Indonesia namun belum terwujud
dengan baik. Kita melihat tingkat kesejahteraan masyarakat belum
merata, tingkat kecerdasan antara desa dan kota masih terjadi
kesenjangan, diskriminasi terhadap kelompok – kelompok
minoritas masih sering terjadi, penegakan hukum yang masih
tebang pilih, dll. Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A dalam Proceeding
Kongres Pancasila 2009 di Yogyakarta mengatakan bahwa salah
2 (Latief 2011, 494) 3Floriberta Aning. Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato BPUPKI (Jakarta: Penerbit Media
Pressindo, 2006), 145.
-
3
satu penyebab belum terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia itu karena belum dipahami dan diupayakannya
secara sungguh – sungguh Pancasila sebagai landasan filosofi dan
ideologi dari Negara Republik Indonesia.4
Kenyataannya bahwa Pancasila sebagai dasar negara sejak
lahirnya sudah mulai mendapat rongrongan untuk digantikan.
Pemberontakan PKI 1948 dan 1965 serta pemberontakan DI/TII
adalah usaha mengganti Pancasila sebagai dasar negara.
Dalam beberapa tahun terakhir usaha untuk mengganti
Pancasila semakin masif dan muncul dalam ‘wajah’ yang berbeda.
Rongrongan itu memicu munculnya gerakan nasionalisme yang
melanda negeri. Gerakan itu diekspresikan secara sporadis dengan
berbagai cara melalui media sosial dan gerakan massa. Beberapa
tagline yang menjadi trending di media sosial seperti
‘#akupancasila, #NKRIhargamati, #Savepancasila, #SaveNKRI, dll.
Puncaknya saat pemerintah membekukan beberapa organisasi
massa yang dianggap anti Pancasila. Beberapa dari tokoh mereka
ditangkap dan diadili.
Disadari atau tidak munculnya gerakan – gerakan yang tidak
selaras dengan Pancasila telah menghambat dan memperlambat
pembangunan bangsa sehingga Indonesia belum juga mencapai
cita – citanya sebagai bangsa yang sejahtera, adil dan makmur.
4------------ Proceeding Pancasila (Yogyakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan,
2009), 387.
-
4
Fakta bahwa banyak dari rakyat Indonesia yang memberhalakan
suku, agama dan budaya mereka sehingga tercekik dalam
kepicikan intoleransi akibatnya selalu muncul kecurigaan dan
kebencian primordial.5 Sikap seperti ini muncul dalam pandangan
Ahmad Syafi’i Maarif karena banyak anak bangsa yang tenggelam
dalam hedonis konsumeristik sehingga melupakan cita – cita
kebangsaan. Hal ini diperparah oleh banyaknya institusi yang ada
dalam masyarakat kita yang pelaksanaan misinya tidak
sepenuhnya mengaktualisasikan nilai – nilai Pancasila khususnya
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.6 Masih terjadi
kesenjangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat kita. Data
Badan Pusat Statistik Indonesia pada Bulan September 2017
menunjukkan bahwa jumlah rakyat Indonesia yang hidup di bawah
garis kemiskinan masih mencapai 26,58 juta orang (10,12 persen).7
Sementara itu di Jawa Tengah persentase penduduk miskin per
September 2017 sebesar 12, 23 persen.8
Berdasarkan hal ini penting untuk melihat misi gereja – gereja
di Indonesia sebagai komponen yang tak terpisahkan dari negara.
Apakah misi gereja - gereja di Indonesia diarahkan untuk
mewujudkan cita – cita bangsa Indonesia? Dengan kata lain,
apakah gereja – gereja sungguh – sungguh ingin mewujudkan
5Frans Magnis Suseno, ‘Pancasila 2010’ dan Muyawan Karim, ‘Merajut Pancasila Rindu
Pancasila’ (Jakarta: Kompas, 2010). Dikutip oleh I Made Priana, ‘Misi Gereja Kristen Protestan di Bali Periode 2012 – 2016 Dalam Perspektif Pancasila’ (Salatiga: Satya Wacana Press, 2017), 7.
6 (Priana 2017, 8) 7 https://www.bps.go.id. Data ini dirilis Badan Pusat Statistis RI tanggal 2 Januari 2018 8 https/jateng.bps,id/pressrilis2januri2018.
https://www.bps.go.id/
-
5
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?. Sebagaimana
diketahui bahwa gereja telah hadir di Indonesia sekitar tahun 1543
jauh sebelum Indonesia merdeka. Gereja hadir di Indonesia
sebagai hasil pekerjaan misi gereja – gereja Barat yang datang
bersamaan dengan ekspansi kolonialis, imperialis dan kapitalis
bangsa – bangsa Barat ke Asia, yang berlangsung dalam kurun
waktu lima abad dari tahun 1492 sampai 1947.9
Meski kedatangan gereja ke Nusantara bersamaan dengan
kolonialisme dan imperialisme Barat namun sama sekali tidak
bekerjasama dengan penjajah. Para penjajah datang ke Nusantara
bukan untuk menyebarkan agama Kristen tetapi untuk mengambil
kekayaan Indonesia demi kepentingan ekonomi mereka.10 Meski
demikian hampir dipastikan bahwa pengaruh budaya di Barat di
mana para pekabar Injil itu dibesarkan ikut terbawa ke Indonesia.
Hal sederhana yang masih dapat kita lihat sampai hari ini adalah
bentuk bangunan gereja – gereja di Indonesia, liturgi, cara
berpakaian, dll. Gereja segera mengakar di bumi Indonesia,
mengembangkan ciri – ciri khasnya, terutama di daerah – daerah di
mana orang Kristen, tidak merasa menganut agama asing.11
Bahkan belakangan dengan cepat gereja – gereja dengan latar
belakang suku lahir di berbagai daerah. Ada Gereja Batak di
Sumatera, Gereja Minahasa dan Toraja di Sulawesi, Gereja Kristen
9 (Priana 2017, 1) 10(Priana 2017, 2) 11Dr. TB. Simatupang. Iman Kristen dan Pancasila (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), 6.
-
6
Maluku di Ambon, Gereja Kristen Jawa di Jawa, Gereja Timor di
Nusa Tenggara, dll.
Gereja – gereja tersebut bertumbuh dan berkembang dengan
baik dalam konteks masing - masing. Namun penting melihat,
apakah gereja – gereja itu bermisi berdasarkan filosofi Pancasila
khususnya dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Mengingat kesejahteraan sosial adalah cita – cita luhur
bangsa Indonesi. Apakah kehadiran gereja menjadi kontekstual
dan fungsional dalam memformulasikan nilai – nilai ke-Indonesiaan.
Menurut Yudi Latief bahwa religiositas Indonesialah yakni moralitas
bangsa yang mengagungkan nilai – nilai kemanusiaan, kesatuan
dan kesetaraan yang harus berfungsi sebagai roh yang
menggerakkan agama – agama Indonesia demi terciptanya
kesejahteraan Indonesia12. Hal ini dimungkinkan karena Pancasila
mengakomodir aspirasi keagamaan semua agama di Indonesia,
karena itu bila setiap pemeluk agama mengaktualisasikan
Pancasila dalam kehidupan mereka sehari – hari, sesungguhnya
mereka telah mempraktikkan ajaran agama mereka.13 Mantan
Presiden Abdurrahman Wahid mengungkapkan bahwa Pancasila
itu sangat Islami karena nilai – nilai Pancasila yaitu kesetaraan,
kesatuan dan kemanusiaan juga terkandung dalam pokok – pokok
ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam Alquran14. Dalam
12(Latief 2011), 110-111. 13(Latief 2011) 110-111 14Abdurrahman Wahid. Islamku Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat Negara
Demokrasi (Jakata: The Wahid Institute, 2006), 75-79
-
7
persepektif yang sama John A Titaley mengatakan bahwa
Pancasila dan UUD 1945 itu sangat injili karena selaras dengan
nilai – nilai yang diajarkan oleh Injil berupa pemuliaan akan
kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan. John A Titeley
menegaskan pendapatnya dengan memberi contoh dari kisah
Alkitab tentang perempuan yang berzinah sebagai mana tercatat
dalam Yohanes 8:1 – 11. Dalam kisah tersebut menurut Titaley
bahwa Yesus mendudukkan misi pelayanan-Nya untuk
memperjuangkan dan menghadirkan nilai kemanusiaan, kesatuan
dan kesetaraan manusia akibat diskriminasi yang dilakukan
manusia itu sendiri15.
Kekristenan sama halnya dengan agama – agama lain pada
hakekatnya bersifat misioner. Kekristenan memandang semua
keturunan di bumi sebagai obyek dari kehendak Allah yang
menyelamatkan dan rencana keselamatannya atau dalam istilah
perjanjian baru ‘Pemerintahan Allah’ yang telah datang di dalam
Yesus Kristus, dimaksudkan untuk seluruh umat manusia16. Misi
dalam setiap konteks dimaknai secara berbeda. Misi menurut David
J Bosch selalu mengalami transformasi dan modifikasi dari masa
ke masa serta dilaksanakan sesuai dengan konteks yang berbeda
- beda. Misi tidak dapat digambarkan secara tajam dan sekali – kali
tidak boleh dipenjarakan dalam batas – batas yang sempit.17
15John A Titaley. Religiositas Di Alenia Tiga, Pluralisme, Nasionalisme dan Transformasi
Agama – Agama(Salatiga: Satya Wacana Press, 2013), 61 – 67. 16David J Bosch. Transformasi Misi Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 13 17(Bosch 1997, 13-17)
-
8
Secara umum misi dimaknai sebagai perutusan atau mengirim.18
Selain itu misi itu meliputi tindakan Allah kepada manusia,
hubungan yang dinamis antara Allah dan dunia yang tidak bisa
dibatasi oleh siapa pun. Allahlah sebagai sumber dan pusat misi.19
Misi bertransformasi dari masa ke masa karena kehadirannya
selalu konteks dengan persoalan yang di hadapinya. Misi hadir
bukan pada ruang kosong tetapi pada dunia yang memiliki
permasalahan. Meski demikian banyak pelaksanaan misi yang
tidak memperhatikan konteks sehingga menghadapi tantangan dan
penolakan, tanpa terkecuali misi gereja - gereja di Indonesia.
Seringkali kehadiran gereja dan orang Kristen di suatu tempat
ditolak dan dilarang. Orang – orang Kristen susah membangun
rumah ibadah karena gereja kehadirannya dianggap mengganggu
dan menyebarkan Kristenisasi. Karena itu gereja harus serius
memikirkan tentang misinya di Indonesia agar dapat membumi.
Gereja Indonesia harus bermisi dalam konteks Indonesia dalam
istilah Ebenhaizer I. Nuban Timo ‘Misi dengan Cita Rasa Indonesia’
atau bermisi dalam konteks Pancasila. Made Priyana menyebutnya
‘Gereja Nusantara’.
Gereja dalam misinya perlu memikirkan ulang apa yang
dikatakan Pdt. Andreas Yewangoe bahwa, ‘Tugas Kristen bukan
untuk menobatkan agama – agama lain tetapi diamanatkan untuk
18Edmund Woga, CScR. Dasar – Dasar Misiologi (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 13-16 19 Ebenhaizer I. Nuban Timo. Menghari-ini-kan Injil di Bumi Pancasila (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2017), 229.
-
9
memurnikan dan merealisasikan maksud – maksud agama lain.
Tugas Kristen membuat orang Budha (agama lain)20 menjadi
penganut agama mereka yang lebih baik. Hal senada diungkapkan
Gerrit Singgih bahwa tidak setiap orang yang percaya kepada
Yesus mendengarkan Injil dan mau hidup dalam Paskah dan
Pentakosta atau dengan kata lain diwajibkan untuk berpindah
agama dan menjadi pemeluk agama Kristen21.
Gereja dalam melakukan misinya perlu pula memikirkan
metode yang tepat sehingga misi dapat mendarat dengan tepat.
Pemikir Teologia di Asia Kosuke Koyama memberi tawaran bahwa
gereja dalam mengemban misinya patut mempertimbangkan
metode ‘diludahi dan bukan meludahi. Sementara itu, Aloysius
Pieris mengajak gereja – gereja di Asia agar lebih mengutamakan
perbuatan Kristus Sang Penyelamat dibandingkan sibuk
mempertahankan gelar – gelar bagi Kristus, karena bukanlah gelar
Kristus yang menyelamatkan melainkan perbuatan penyelamatan-
Nya.22
Salah satu gereja yang tumbuh dan besar di Indonesia adalah
Gereja Kristen Indonesia (GKI). GKI awalnya bernama Tiong Hoa
Kie Tok Kauw Hwee (THKTKH) yang memiliki arti Perkumpulan
Orang Kristen Tionghoa, yang kemudian berubah menjadi Gereja
Kristen Indonesia pada Tahun 1956. Perubahan nama itu beranjak
20Tambahan penulis. Pada catatan Yewangoe hanya menyebut agama Budha namun
dalam pandangan penulis Agama Budha mewakili agama – agama lain. 21(Nuban Timo 2017, 249) 22(Nuban Timo 2017, 252)
-
10
dari kesadaran bahwa gereja tidak hanya terbuka bagi satu
golongan etnis saja tetapi untuk semua golongan.23 GKI kemudian
berkembang dan memiliki sinode sendiri yang menaungi beberapa
jemaat, salah satunya adalah GKI Peterongan Semarang. GKI
Peterongan Semarang yang berdiri 31 Oktober 1966 telah
menjelma menjadi gereja yang besar dan cukup berpengaruh di
lingkungan GKI secara khusus dan masyarakat pada umumnya.
GKI Peterongan Semarang bertumbuh semakin besar dan mapan.
Di tahun 1966 saat awal berdiri jemaatnya hanya sekitar lima ratus
jiwa kini telah memiliki anggota jemaat lebih dari empat ribu jiwa.
Sarana pendukung dan asset gereja juga semakin bertambah.
Gedung gereja misalnya berdiri di atas lahan seluas 6.136 meter
persegi dengan nilai di atas enam puluh miliar rupiah didesain
dengan mewah dan modern agar jemaat nyaman memakainya.
Terbaru pembelian tanah dan bangunan di samping gereja seluas
1.845 m2 dengan nilai Rp. 10.750.000. 000. Sementara
penghasilan perminggu pun melalui dukungan persembahan
jemaat di atas sepuluh juta rupiah.24
Di tengah pertumbuhan gereja yang kian pesat dan
cenderung mewah ada kontras dengan kondisi umum masyarakat
kita. Kemiskinan masih masalah serius dalam proses
pembangunan nasional di Indonesia. Berbagai paket program telah
23 Tim Penyusun. Jubelium GKI Peterongan 1966 – 2016 (Semarang: GKI Peterongan,
2017), 2. 24Wawancara 14 Juli 2019 dengan salah satu pekerja GKI Peterongan yang menyediakan
informasi dan administrasi gereja.
-
11
diluncurkan untuk mengatasinya tetapi belum juga efektif.
Sementara moralitas bangsa masih bermasalah, indikatornya
korupsi masih merajalela menyusupi lingkungan pemerintah dan
berbagai profesi. Akibatnya cita – cita akan masyarakat adil dan
makmur sebagaimana tujuan akhir revolusi Indonesia belum
terwujud dengan baik.
Atas dasar persoalan inilah penulis ingin melihat misi GKI
Peterongan dalam perspektif Sila Kelima Pancasila, ‘Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengingat GKI Peterongan
Semarang adalah salah satu gereja yang cukup mapan secara
ekonomi dan cukup berpengaruh di lingkup GKI dan gereja – gereja
lain. Penelitian ini berjudul, ‘Misi Gereja dalam Perspektif Sila
Kelima Pancasila: Studi di Gereja Kristen Indonesia Peterongan
Semarang 2018”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal di atas pertanyaan utama yang perlu
dijawab dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pelaksanaan misi
GKI Peterongan Semarang dalam perspektif Sila Kelima
Pancasila? Agar mendapat jawaban yang tepat atas pertanyaan
itu maka pertanyaan selanjutnya adalah ‘Apa saja program –
program GKI Peterongan dan bagaimana melaksanakan program
– program tersebut? Apa yang menjadi motif GKI Peterongan
dalam melakukan program – program tersebut? Dan bagaimana
-
12
pelaksanaan misi GKI Peterongan ditinjau dari Perspektif Sila
Kelima Pancasila?’
C. Tujuan Penelitian
Bertitik tolak dari pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Mengobservasi dan mendeskripsikan program - program GKI
Peterongan Semarang periode 2017 - 2018.
2. Mendeskripsikan motif dan tindakan GKI Petorongan dalam
melakukan program – program tersebut
3. Mengkaji pelaksanaan misi GKI Peterongan periode 2017-2018
ditinjau dari perspektif Sila Kelima Pancasila.
D. Metode Penelitian:
C. 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian adalah pencarian atas sesuatu (inquiry) secara
sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan
terhadap masalah – masalah yang dapat dipecahkan.25 Metode
penelitian sendiri terdiri atas dua pendekatan yaitu kuantitatif dan
kualitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah penelitian yang
mengukur obyek dengan suatu perhitungan, dengan angka,
prosentase dan statistik sedangkan metode penelitian kualitatif
adalah penelitian yang tidak menekankan pada kuantum atau
jumlah tetapi lebih menekankan pada kualitas secara alamiah
25Prof. Dr. H. Kaelan,M.s. Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner (Yogyakarta:
Paradigma, 2012), 1.
-
13
karena menyangkut pengertian, konsep, nilai serta ciri – ciri yang
melekat pada obyek penelitian lainnya.26
Dalam melakukan studi tentang Misi Gereja Kristen Indonesia
Peterongan Semarang akan menggunakan pendekatan kualitatif,
yang menurut John W Creswell sebagai metode penelitian yang
sudah memiliki pendekatan dan prosedur – prosedur yang lengkap
dan jelas, sehingga bisa membuat deskripsi yang komprehensif.27
J. Smith menyebutnya interpretative approach yaitu sebuah
prosedur penelitian apa yang disebut Clifford Geertz thick
description yakni sebuah deskripsi tentang makna, filosofi dan cara
berpikir dari komunitas yang menjadi obyek penelitian sehingga
yang dibuat peneliti bukan berdasarkan apriori namun berdasarkan
pada interpretasinya dalam melakukan observasi, eksplorasi dan
investigasi, bahasa tubuh, bahasa lisan, bahasa tertulis, perilaku
dan simbol – simbol dari komunitas yang diteliti.28
C.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan suatu langkah yang
paling strategis dalam suatu penelitian. Karena tujuan utama
penelitian adalah mendapatkan data. Data akan dipakai oleh
peneliti untuk menganalisis substansi yang dipermasalahkan dalam
rumusan penelitian. Secara garis besar ada tiga teknik
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yaitu teknik
26 (Kaelan 2012, 5) 27John W Creswell. Reseach Desaign (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 19. 28(Priana 2017, 11-12).
-
14
pengumpulan data wawancara, observasi dan dokumenter29.
Dalam melakukan penelitian terhadap pemahaman dan
implementasi misi GKI Peterongan Semarang dalam perspektif Sila
Kelima Pancasila akan menggunakan ketiga teknik pengumpulan
data tersebut. Pada pengumpulan data dengan teknik wawancara
akan dilakukan pada orang – orang kunci yang dianggap
representatif memberikan informasi tentang obyek yang akan
diteliti. Pada teknik pengumpulan data observasi, peneliti akan
melakukan observasi partisipatif dengan terlibat secara intensif
dalam kegiatan dan program GKI Peterongan Semarang.
Sementara itu pada teknik pengumpulan data dengan dokumen
akan dilakukan pada dokumen – dokumen (catatan, tata gereja,
keputusan rapat, materi – materi pembinaan, khotbah, foto,
rekaman, dll) yang dimiliki GKI Peterongan yang berkaitan dengan
informasi – informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
E. Signifikansi Penelitian
Berdasarkan pengetahuan penulis catatan tentang GKI
Peterongan baru ada satu buah yaitu Jubileum GKI Peterongan
yang diterbitkan dalam ulang tahunnya yang kelima puluh. Belum
ada catatan tentang GKI Peterongan Semarang menyangkut
tentang misinya dalam melakukan panggilannya di dunia
khususnya dalam kaitannya dengan Negara Pancasila. Karena itu
catatan hasil penelitian ini semoga menjadi hal yang berarti bagi
29(Kaelan 2012, 100 – 129)
-
15
GKI Peterongan Semarang dalam mewujudkan karyanya di Negara
Pancasila yang memiliki cita – cita Indonesia sejahtera.
Fakta dan gagasan – gagasan yang muncul dalam studi ini
khususnya GKI Peterongan Semarang dalam melakukan misinya
dalam perspektif, ‘Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia’
semoga menjadi catatan dan masukan yang sangat berharga bagi
gereja – gereja di Indonesia sebagai bagian integral dari Bangsa
Indonesia. Negara yang berdasarkan Pancasila yang mengayomi
semua kalangan; suku, ras dan agama tanpa membeda – bedakan.
Dengan demikian gereja diharapkan justru semakin memperkuat
ideologi Pancasila sebagai falsafah yang sangat cocok dengan
kondisi Indonesia, karena nilai – nilai yang terkandung dalam
Pancasila sama dengan nilai – nilai yang terkandung dalam Injil.
Dari hasil studi ini juga diharapkan menjadi masukan yang sangat
berharga bagi seluruh elemen bangsa bahwa keadilan sosial
adalah nilai – nilai yang juga harus diperjuangkan oleh agama -
agama. Dengan mengintegrasikan keduanya akan memberikan
keberanian moral kepada siapa pun untuk memperjuangkan
keadilan sosial bagi keutuhan semua ciptaan.
Kajian tentang Misi Gereja dalam perspektif Sila Kelima –
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia menjadi bagian dari
kajian Made Priyana dalam penelitiannya yang berjudul, ‘Misi
Gereja Protestan Di Bali Periode 2012 – 2016 Dalam Perspektif
Pancasila’. Fokus kajian Priana adalah Tri Kegiatan Gereja yaitu
-
16
Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian. Ia sampai pada sebuah
kesimpulan bahwa Gereja Protestan di Bali belum sepenuhnya
mengaktualisasikan kesatuan, kemanusiaan dan kesetaraan. Made
dalam kajiannya belum secara spesifik membahas tentang misi
dalam perspektif keadilan sosial. Karena itulah penulis akan
melihatnya di GKI Peterongan Semarang dengan fokus pada misi
gereja dalam perspektif Sila Kelima – Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia.
Hasil dari penelitian ini diharapkan pula memberi signifikansi
praktis bagi GKI Peterongan secara khusus dan gereja - gereja di
Indonesia secara umum untuk menyusun misi dan program –
programnya dalam konteks Indonesia, sehingga gereja – gereja di
Indonesia semakin memiliki cita rasa Nusantara.
F. Sistematika Penulisan
Hasil akhir dari penelitian ini akan dibuat dalam bentuk tesis
dengan sitematika penulisan sebagai berikut: Bab I berisi tentang
pendahuluan, Bab II berisi tentang konsep misi dalam perspektif
Sila Kelima Pancasila, Bab III berisi tentang hasil penelitian:
Sejarah, misi, motif dan program GKI Peterongan Semarang, Bab
berisi tentang misi GKI Peterongan dalam perspektif keadialan
sosial, Bab V berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi