bab ii

40
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bina Keluarga Balita (BKB) 2.1.1Konsep Bina Keluarga Balita (BKB) Bina Keluarga Balita (BKB) adalah program pembinaan yang ditujukan kepada orang tua dan anggota keluarga lain yang mempunyai anak balita tentang cara membina tumbuh kembang anak balita secara optimal (BKKBN, 1995). Gerakan BKB (Bina Keluarga Balita) adalah suatu upaya untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, keterampilan dan sikap ibu serta anggota keluarga lainnya dalam membina tumbuh kembang balita secara optimal terutama melalui kegiatan rangsangan mental emosional, moral dan sosial agar menjadi manusia Indonesia yang berkualitas. Kegiatan rangsangan mental emosional, moral dan sosial kepada balita dilakukan dalam kegiatan bermain dengan anak balita. 14

Upload: lilis

Post on 08-Dec-2015

230 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bina Keluarga Balita (BKB)

2.1.1 Konsep Bina Keluarga Balita (BKB)

Bina Keluarga Balita (BKB) adalah program pembinaan yang ditujukan

kepada orang tua dan anggota keluarga lain yang mempunyai anak balita tentang

cara membina tumbuh kembang anak balita secara optimal (BKKBN, 1995).

Gerakan BKB (Bina Keluarga Balita) adalah suatu upaya untuk

meningkatkan pengetahuan, kesadaran, keterampilan dan sikap ibu serta anggota

keluarga lainnya dalam membina tumbuh kembang balita secara optimal terutama

melalui kegiatan rangsangan mental emosional, moral dan sosial agar menjadi

manusia Indonesia yang berkualitas. Kegiatan rangsangan mental emosional,

moral dan sosial kepada balita dilakukan dalam kegiatan bermain dengan anak

balita.

BKB (Bina Keluarga Balita) diupayakan mampu memberikan pengetahuan

dan keterampilan berupa pembinaan dan pola asuh tumbuh kembang balita agar

para ibu mampu mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anaknya

dengan pengasuhan yang baik. Dari uraian diatas dapat dideskripsikan bahwa

BKB (Bina Keluarga Balita) adalah sebuah alternatif lembaga pendidikan anak

usia dini. BKB (Bina Keluarga Balita) tidak hanya memfasilitasi pendidikan

untuk anak, namun bagi orang tua pula terutama bagi para ibu.

14

Page 2: BAB II

15

2.1.2 Dasar Pembentukan Bina Keluarga Balita (BKB)

BKKBN (1995) dalam Sari (2010) menerangkan bahwa program BKB

dicanangkan Bapak Soeharto pada hari ibu tahun 1981. Program ini merupakan

suatu program yang melengkapi program-program pengembangan sumber daya

manusia yang telah dilaksanakan seperti misalnya program-program perbaikan

kesehatan dan gizi ibu dan anak.

BKKBN (2007) dalam Sari (2010) menjelaskan dalam pelaksanaan program

BKB dimulai pada tahun anggaran 1985/1986. Hal ini berdasarkan pengarahan

Ibu Negara pada tanggal 21 Juli 1984 melalui Surat Keputusan Bersama Menteri

Negara UPW dan Kepala BKKBN No 11 KEPMEN UPW/IX/84 dan No

170/HK010/E3/84 tentang kerjasama pelaksanaan pengembangan proyek BKB

dalam keterpaduan dengan program Keluarga Berencana (KB) dalam rangka

mempercepat proses pelembagaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera

(NKKBS). Keputusan Bersama ini menggariskan Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN) sebagai penanggung jawab operasional BKB.

2.1.3 Ciri Khusus Bina Keluarga Balita (BKB)

BKKBN (2009) menyebutkan bahwa Bina Keluarga Balita (BKB)

mempunyai ciri-ciri khusus yang membedakan dari kegiatan atau upaya lain

sejenis, yaitu:

1. Bina Keluarga Balita (BKB) menitikberatkan pada pembinaan orang tua dan

anggota keluarga lainnya yang memiliki anak balita.

2. Membina tumbuh kembang balita

Page 3: BAB II

16

3. Menggunakan alat bantu dalam hubungan timbal balik antara orang tua dan

anak berupa alat permainan antara lain Alat Permainan Edukatif (APE),

cerita, dongeng, nyanyian, dan sebagainya dalam menstimulasi tumbuh

kembang anak.

4. Bina Keluarga Balita (BKB) menitikberatkan perlakuan orang tua yang

tidak membedakan anak laki-laki dan perempuan.

2.1.4 Tujuan Bina Keluarga Balita (BKB)

Tujuan umum Bina Keluarga Balita (BKB) yaitu meningkatkan pengetahuan,

keterampilan, kesadaran, dan sikap orang tua serta anggota keluarga lainnya

dalam membina tumbuh kembang balita secara menyeluruh dan terpadu guna

mencapai tumbuh kembang yang optimal terutama melalui kegiatan rangsangan

fisik, mental intelektual dan spiritual, sosial, emosional, serta moral sebagai

komponen utama upaya Nasional untuk membina anak menjadi manusia

seutuhnya, sejalan dengan upaya mempercepat proses pencapaian NKKBS yang

dilandasi Pancasila (BKKBN, 1995).

Soetjiningih (1995) juga menjelaskan bahwa BKB dilaksanakan dengan

tujuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran ibu dan anggota keluarga lainnya

tentang pentingnya:

a. Proses tumbuh kembang anak balita dalam aspek fisik, mental, dan

sosial.

Page 4: BAB II

17

b. Pelayanan yang tepat dan terpadu yang tersedia bagi anak, misalnya di

Posyandu.

2. Meningkatkan keterampilan ibu dan anggota keluarga lainnya dalam

menggusahakan tumbuh kembang anak secara optimal, antara lain dengan

stimulasi mental menggunakan Alat Permainan Edukatif (APE) dan

memanfaatkan pelayanan yang tersedia.

2.1.5 Sasaran Bina Keluarga Balita (BKB)

BKKBN (1995) menjelaskan bahwa sasaran dalam Bina Keluarga Balita

(BKB) adalah antara lain:

1. Sasaran langsung

Kelompok sasaran BKB adalah orang tua yang mempunyai anak balita 0-5

tahun.

2. Sasaran tidak langsung

a. Seluruh keluarga (Nenek/kakek dan kakak-kakaknya serta anggota

keluarga lain yang tinggal bersama keluarga balita).

b. Intitusi masyarakat, LSM, Organisasi Profesi, Sektor Swasta, pengelola

dan pelaksana gerakan KB.

c. Tokoh-tokoh masyarakat dan agama.

3. Sasaran wilayah

Desa/kelurahan, RW/Dukuh, RT.

Page 5: BAB II

18

4. Wadah pembentukan kelompok BKB

Wadah pembentukan kelompok BKB dapat dilaksanakan pada Posyandu, Pos

Penimbangan, kelompok pengajian, dan sebagainya, terutama sebagai wadah

untuk memotivasi orang tua balita agar mengikuti kegiatan BKB.

2.1.6 Kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB)

Kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) dilakukan satu kali dalam sebulan.

Penanggung jawab umum gerakan BKB adalah Lurah atau Kepala Desa. BKB

direncanakan dan dikembangkan oleh kader, LKMD dan Pemberdayaan dan

Kesejahteraan Keluarga (PKK) serta Tim Pembina LKMD tingkat kecamatan.

Penyelenggarannya dilakukan oleh kader terlatih berasal dari anggota masyarakat

yang bersedia secara sukarela bertugas memberikan peyuluhan kepada sasaran

gerakan BKB (BKKBN, 1995).

Soetjiningsih (1995) menerangkan bahwa kegiatan BKB dilaksanakan untuk

membina ibu kelompok sasaran yang mempunyai anak balita. Ibu sasaran dibagi

menjadi lima kelompok menurut umur anaknya, yaitu:

1) Kelompok ibu dengan anak umur 0-1 tahun;

2) Kelompok ibu dengan anak umur 1-2 tahun;

3) Kelompok ibu dengan anak umur 2-3 tahun;

4) Kelompok ibu dengan anak umur 3-4 tahun;

5) Kelompok ibu dengan anak umur 4-5 tahun.

Pembagian kelompok umur tersebut sesuai dengan tugas perkembangan anak,

dan tiap-tiap kelompok umur tersebut mempunyai tugas perkembangan yang

Page 6: BAB II

19

berbeda, sehingga cara stimulasi maupun media yang diperlukan untuk interaksi

antara ibu dan anak pun berbeda. Adapun kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB)

yang dilakukan antara lain:

1. Penyuluhan Bina Keluarga Balita (BKB)

Peraturan Walikota Surabaya nomor 20 tahun 2008 tentang pedoman

umum program PAUD terpadu menjelaskan bahwa penyuluhan kegiatan

Bina Keluarga Balita (BKB) dilakukan kepada orang tua (ayah dan ibu) dan

anggota keluarga lainnya tentang :

a. Peranan orang tua (ayah dan ibu) dalam pengasuhan dan pembinaan

tumbuh kembang anak;

b. Konsep diri orangtua;

c. Tumbuh kembang balita meliputi : aspek gizi dan kesehatan balita;

perkembangan balita perawatan ibu hamil dan bayi baru lahir; pembinaan

delapan aspek perkembangan, yaitu kemampuan gerakan kasar/halus,

kecerdasan, komunikasi aktif/pasif, menolong diri sendiri, dan

kemampuan bergaul sesuai dengan umur anak.

Setiap kali penyuluhan berlangsung selama kurang lebih 90 menit atau

1,5 jam. Waktu penyuluhan dapat disesuaikan dengan kondisi setempat sesuai

kesepakatan kader dan orang tua peserta BKB. Agar penyuluhan berjalan

tertib dan lancar sesuai rencana, sebaiknya kader membuat persiapan yang

memadai meliputi penguasaan materi yang akan disajikan, contoh-contoh

yang akan diberikan, alat peraga yang dipergunakan, pengisian kegiatan

pemanasan (BKKBN, 1995).

Page 7: BAB II

20

BKKBN (1995) menjelaskan mengenai tatalaksana pertemuan

penyuluhan BKB yang secara umum diselenggarakan dengan mengikuti

urutan kegiatan sebagai berikut:

1) Bagian Permulaan

Bagian permulaan berlangsung kurang dari sama dengan 20 menit,

yang terdiri dari:

a. Kegiatan pemanasan diikuti pembukaan

b. Pemantapan hasil pertemuan sebelumnya

c. Diskusi pekerjaan rumah yang telah diberikan pada pertemuan

sebelumnya

2) Bagian Inti

Bagian inti berlangsung kurang dari sama dengan 50 menit, yang terdiri

dari:

a. Penjelasan bahan baru dan demonstrasi atau peragaan cara

pembinaan anak.

b. Penentuan pekerjaan rumah.

3) Bagian Penutupan

Bagian penutupan berlangsung kurang dari sama dengan 20 menit, yang

terdiri dari:

a. Kesimpulan hasil pertemuan.

b. Pengisian laporan/catatan.

c. Pemberian pekerjaan rumah.

Page 8: BAB II

21

2. Penggunaan Alat Permainan Edukatif (APE)

Alat Permainan Edukatif (APE) adalah alat permainan yang dapat

mengoptimalkan perkembangan anak, disesuaikan dengan usianya dan

tingkat perkembangannya, serta berguna untuk: a) Pengembangan aspek

fisik, yaitu kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang atau merangsang

pertumbuhan fisik anak; b) Pengembangan bahasa, dengan melatih

berbicara, menggunakan kalimat yang benar; c) Pengembangan aspek

kognitif, yaitu dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk, warna, dan lain-

lain; d) Pengembangan aspek sosial, khususnya dalam hubungannya dengan

interaksi antara ibu dan anak, keluarga dan masyarakat (Soetjiningsih,

1995).

Kegiatan yang dilaksanakan dalam penggunaan Alat Permainan

Edukatif adalah: 1) Kegiatan bermain APE secara teratur dilaksanakan di

BKB oleh balita dengan bimbangan kader; 2) Kader juga menjelaskan

kepada ibu yang mempunyai balita dalam hal penggunaan APE agar dapat

diaplikasikan di rumah; 3) Pencatatan hasil perkembangan ke dalam Kartu

Kembang Anak (KKA).

3. Kartu Kembang Anak (KKA)

Satoto (1990) dalam Soetjiningsih (1995) telah mengembangkan Kartu

Kembang Anak (KKA), yang berfungsi ganda yaitu sebagai alat penanda

dan sekaligus sebagai alat komunikasi dalam membahas perkembangan

anak, dari dan untuk ibu serta keluarga dalam masyarakat. Namun yang

Page 9: BAB II

22

paling utama adalah untuk memfasilitasi interaksi antara ibu (beserta

keluarga seluruhnya) dengan anak.

Kartu Kembang Anak (KKA) dapat dipergunakan dalam setiap

kesempatan interaksi ibu dan anak serta dalam keluarga dan pertemuan ibu-

ibu, sebagai wahana belajar bersama. Sehingga penggunaan Kartu Kembang

Anak (KKA) di kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) bersama Kartu

Menuju Sehat (KMS) di Posyandu, dapat digunakan untuk memantau

tumbuh kembang anak.

2.2 Kader Bina Keluarga Balita (BKB)

2.2.1 Pengertian Kader Bina Keluarga Balita (BKB)

Mantra (1985) dalam Koeshandajani (2004) mengartikan kader kesehatan

masyarakat bersal dari masyarakat yang dipilih oleh masyarakat dan bekerja

bersama untuk masyarakat secara sukarela, sehingga harus punya pendidikan yang

cukup minimal dapat membaca, menulis, dan menghitung sederhana.

Kemetrian Kesehatan RI memberikan batasan menegenai kader, yakni kader

adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan

dapat bekerja secara sukarela (Zulkifli, 2003).

Koeshandajani (2004) menjelaskan bahwa kader BKB merupakan pelaksana

kegiatan di lapangan atau penyuluh yang memberikan bekal ilmunya kepada

orang tua balita atau keluarga balita ssesuai dengan materi yang telah ditentukan

serta memberikan pelayanan semaksimal mungkin dari masing-masing

kelompoknya.

Page 10: BAB II

23

Kader dalam Bina Keluarga Balita (BKB) adalah anggota masyarakat yang

telah mendapat pendidikan atau magang serta menjalankan tugassnya secara

sukarela (BKKBN, 1995).

2.2.2 Persyaratan Kader Bina Keluarga Balita (BKB)

BKKBN (1995) menyebutkan bahwa persyaratan untuk menjadi kader Bina

Keluarga Balita (BKB) antara lain:

1. Diutamakan wanita berumur 20-44 tahun, tinggal di lokasi kegiatan BKB,

lebih disukai yang mempunyai minat terhadap anak-anak.

2. Paling sedikit dapat membaca dan menulis, menguasai bahasa Indonesia,

bahasa daerah setempat.

3. Bersedia bekerja sebagai tenaga sukarela dan bekerja di tengah masyarakat.

4. Bersedia dilatih sebelum mulai melaksanakan tugas.

2.2.3 Tugas atau Peran Kader Bina Keluarga Balita (BKB)

BKKBN (1995) menyebutkan bahwa tugas atau peran kader Bina Keluarga

Balita (BKB) antara lain:

1. Memberikan penyuluhan sesuai dengan materi yang telah ditentukan.

2. Mengadakan pengamatan perkembangan peserta BKB dan anak balitanya.

3. Memberikan pelayanan dan mengadakan kunjungan rumah apabila perlu.

4. Bersama PLKB membuat laporan kegiatan dari masing-masing kelompok

pada formulir yang disediakan.

Page 11: BAB II

24

2.2.4 Faktor yang Berhubungan dengan Peran Aktif Kader

Perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam

maupun dari luar subyek tersebut. Seperti pada kader, keaktifan kader dipengaruhi

oleh karakteristik internal dan eksternal. Faktor yang membentuk perilaku inilah

yang disebut dengan faktor determinan. Salah satu faktor determinan yang biasa

digunakan adalah teori Lawrence Green yang terdiri dari :

1. Faktor Predisposisi

a. Usia/Umur

Usia/Umur didefinisikan sebagai lama seseorang hidup dari dilahirkan

hingga meninggal. Usia/Umur sangat mempengaruhi seseorang dalam

melaksanakan kegiatannya. Kader yang ada di dalam usia produktif secara

konseptual cenderung memiliki keaktifan yang baik karena secara fisik

akan lebih kuat, dinamis, dan kreatif. Sementara itu kader yang tergolong

dalam kelompok usia tidak produktif biasanya secara fisik telah

mengalami degenerasi tetapi memiliki rasa tanggung jawab yang besar

terhadap pekerjaan, semangat, dan ulet (Isaura, 2011).

b. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah tingkatan pendidikan formal yang telah

ditempuh oleh seorang kader dengan dibuktikan adanya ijazah yang telah

diterima. Tingkatan pendidikan dapat dimulai dari tingakatan dasar (SD),

Menengah pertama (SMP), Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi

(PT). Azwar (2007) dalam Wulandari (2011) menyebutkan bahwa

Page 12: BAB II

25

pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan

pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang.

c. Lama sebagai Kader

Makin lama menjadi seorang kader, maka makin banyak pengalaman

yang dimiliki oleh seorang kader. Sehingga seorang kader akan makin

mengerti mengenai peranan yang dimilikinya dalam menggerakkan

masyarakat. Kader yang belum memiliki cukup pengalaman akan sering

ragu dalam mengambil tindakan, sehingga kondisi ini akan menghambat

peran serta kader dalam suatu kegiatan (Wulandari, 2011).

d. Pekerjaan

UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa

pekerjaan merupakan sesuatu yang biasa dikerjakan oleh seseorang dalam

frekuensi tertentu sesuai dengan bakat dan minat seseorang serta

menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat.

Soegianto (2005) dalam Wulandari (2011) menjelaskan bahwa seorang

pekerja akan disibukkan dengan pekerjaanya, sehingga terkadang akan

lupa dengan tanggung jawab lainnya. Seperti halnya kader, sebaiknya

tidak perlu memiliki pekerjaan yang tetap dan memiliki pengalaman

menjadi kader dan tidak ada pergantian selama satu tahun.

e. Pengetahuan

Dodo (2008) dalam Isaura (2011) menyebutkan bahwa tingginya

tingkat pengetahuan kader menjadikan tingginya kinerja kader dan

berdampak baik terhadap program yang ada di posyandu. Hal serupa juga

Page 13: BAB II

26

disampaikan oleh Notoatmodjo (2005) bahwa pengetahuan merupakan

faktor penentu yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

f. Sikap Kader

Menurut Louis Thourstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood dalam

Azwar (2005) menyebutkan bahwa sikap merupakan suatu bentuk reaksi

dari perasaan, dimana sikap dapat dinyatakan dengan perasaan mendukung

atau memihak maupun tidak mendukung atau tidak memihak. Peran aktif

seorang kader sangat dipengaruhi oleh perasaan mendukung terhadap

tugasnya dan perananannya sebagai seorang kader. Hal ini senada dengan

teori domain perilaku bahwa sikap seseorang terhadap sesuatu akan sangat

mempengaruhi tindakan yang diambilnya nanti (Notoatdmojo, 2005)

2. Faktor Pemungkin

a. Keterjangkuan Pelayanan Kesehatan

Lokasi Pelayanan kesehatan diberikan memungkinkan untuk

mempengaruhi tingkat keaktifan dari seorang kader. Semakin jauh lokasi

pelaksanaan pelayanan kesehatan, maka semakin rendah motivasi kerja

seorang kader.

b. Kelengkapan Fasilitas dalam Pelayanan Kesehatan

Kelengakapan sebuah fasilitas dapat mempengaruhi keaktifan peran

seorang kader.

Page 14: BAB II

27

3. Faktor Pendorong

a. Pelatihan dan Pembinaan

Pelatihan bagi kader berfungsi untuk menambah wawasan kader

mengenai perannya dalam kegiatan pelayanan kesehatan. Semakin sering

seorang kader mendapatkan pelatihan maka pengetahuannya akan makin

bertambah dan dapat diaplikasikan langsung dalam peran sertanya sebagai

seorang kader. Sementara pembinaan diadakan dengan tujuan agar kader

dapat melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan tugasnya sehingga

tercapainya tujuan dari kader tersebut (Wulandari, 2011).

b. Motivasi Kader

Teori Motivasi dan Higiene yang dicetuskan oleh Herzberg

(Motivation – Hyiene Theory) dalam Siagian (2002) menjelaskan bahwa

jika seseorang memiliki pandangan yang positif terhadap tugasnya, maka

tingkat kepuasan yang diperoleh juga tinggi. Namun sebaliknya jika

seseorang memiliki pandangan yang negatif maka hasil pekerjaan yang

didapat juga akan kurang memuaskan. Hal ini berlaku juga untuk kader

dimana jika seorang kader memiliki motivasi tinggi dan berpandangan

positif dalam menjalankan perannya.

c. Dukungan keluarga

Salah satu faktor pendorong seseorang untuk mampu melakukan

tindakan dengan baik adalah dengan mendapatkan dukungan penuh dari

pihak lain untuk melaksanakan tindakannya. Dukunngan atau dorongan

tersebut dapat datang dari pihak kader itu sendiri maupun dari pihak lain

Page 15: BAB II

28

seperti pihak kelurahan, keluarga, tokoh masyarakat maupun dari pihak

petugas kesehatan ( Notoatmodjo, 2005).

2.3 Pengetahuan

2.3.1 Pengertian Pengetahuan

Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari

keingintahuan yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap

sesuatu melalui panca indra manusia yang sebagian besar diperoleh melalui mata

dan telinga. Pengetahuan atau kognitif juga merupakan hal yang sangat penting

yaitu penentu dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Notoatmodjo (2003) menjelaskan terdapat faktor internal dan faktor eksternal

yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan yaitu antara lain:

1. Intelegensi

Intelegensi merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang

memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Salah satu

faktor yang mempengaruhi dalam penerimaan pesan dalam komunikasi

adalah taraf intelegensi seseorang. Seseorang dengan taraf intelegensi tinggi

akan mempunyai pengetahuan yang baik dan sebaliknya.

2. Pendidikan

Pendidikan dapat memberikan atau meningkatkan pengetahuan,

menimbulkan sifat positif, serta meningkatkan kemampuan individu

Page 16: BAB II

29

mengenai aspek yang bersangkutan. Sehingga tingkat pengetahuan seseorang

terhadap suatu objek sangat ditentukan oleh tingkat pendidikannya.

3. Pengalaman

Seseorang berperilaku disebabkan adanya pemikiran dan perasaan dalam

diri yang terbentuk dalam pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, dan

penilaian seseorang terhadap hal tertentu, dan pengetahuan tersebut dapat

berasal baik dari pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain.

4. Informasi

Media massa yang dianggap sebagai sistem informasi memiliki peranan

penting dalam pembentukan fungsi kognitif, afektif, dan behavioral

seseorang. Fungsi kognitif yang dimaksud merupakan pengetahuan seseorang

tersebut.

5. Kepercayaan

Kepercayaan yang telah terbentuk pada diri seseorang akan menjadi

dasar pengetahuan mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu.

6. Umur

Umur dapat mempengaruhi seseorang. Semakin cukup umur seseorang

maka semakin matang kemampuan berpikir dan menerima informasi.

7. Sosial budaya

Meliputi pandangan agama, kelompok/etnis maupun budaya yang dapat

mempengaruhi proses pengetahuan.

Page 17: BAB II

30

8. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi mempengaruhi tingkah laku individu. Individu

yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi baik dimungkinkan

lebih mempunyai sikap positif memandang diri dan masa depannya

dibandingkan individu yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi

rendah.

Selain itu, Notoatmodjo (2003) cara orang belajar itu berbeda-beda antara

yang satu dengan yang lain, dalam proses belajar terdapat tiga persoalan pokok

yaitu input, proses, dan output.

Faktor internal mempengaruhi terbentuknya pengetahuan terutama

pendidikan, yang merupakan segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat melalui

kegiatan untuk memberikan dan meningkatkan pengetahuan sehingga mereka

melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidik. Dari batasan tersebut

tersirat unsur-unsur pendidikan yakni : input adalah sasaran pendidikan (individu,

kelompok, dan masyarakat) dan pendidik (pelaku pendidikan), proses (upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain), dan output (meningkatnya

pengetahuan yang diharapkan).

Sedangkan menurut J. Gilbert dalam Notoatmodjo (2003) mengelompokkan

faktor yang mempengaruhi proses belajar ke dalam empat kelompok besar yaitu:

materi atau hal yang dipelajari, lingkungan fisik dan sosial, instrumental (misal

alat peraga, kurikulum, pengajar atau fasilitator serta metode belajar mengajar),

Page 18: BAB II

Metode

Proses Belajar Output (Hasil Belajar)

Input (Subyek Belajar)

Fasilitasi Belajar Bahan Belajar

Alat-alat bantu

31

dan kondisi individual subjek belajar. Keempat faktor tersebut dapat digambarkan

dalam bagan berikut:

2.4 Pertumbuhan dan Perkembangan Balita

2.4.1 Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan adalah penambahan ukuran fisik dan struktur tubuh yaitu

jumlah sel serta jaringan interseluler dalam arti sebagian atau keseluruhan

(Narendra, dkk, 2008).

Pertumbuhan dapat dipantau dengan menggunakan “Kartu Menuju Sehat”

(KMS) balita yang berfungsi sebagai alat bantu pemantauan gerak pertumbuhan

tetapi bukan penilaian status gizi (Arisman, 2008).

Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan besar, jumlah, ukuran, dan fungsi

tingkat sel, organ maupun individu (Supariasa, dkk, 2001). Sedangkan menurut

Jelliffe D. B. (1989) dalam Supariasa, dkk (2001) pertumbuhan adalah perubahan

dan peningkatan dari tubuh, organ, dan jaringan dari masa konsepsi sampai remaja

secara bertahap.

Gambar 2.1 Proses Belajar dan Faktor yang MempengaruhinyaSumber: Notoatmodjo (2003)

Page 19: BAB II

32

Soetjiningsih (1995) menerangkan bahwa pertumbuhan berkaitan dengan

perubahan dalam besar, jumlah, ukuran sel, organ maupun individu yang diukur

dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur

tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).

Supariasa, dkk (2001) menjelaskan bahwa pertumbuhan dapat dibedakan

menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut:

1. Pertumbuhan linier

Ukuran linier merupakan ukuran yang berhubungan dengan panjang

seperti panjang badan, lingkar dada, dan ingkar kepala. Ukuran linier yang

sering digunakan adalah panjang atau tinggi badan.

2. Pertumbuhan massa jaringan

Ukuran massa jaringan adalah massa tubuh seperti berat badan, lingkar

lengan atas (LILA), dan tebal lemak bawah kulit.Ukuran massa jaringan

yang ering digunakan adalah berat badan.

Perkembangan adalah penambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh

yang lebih kompleks, yang pengukurannya lebih sulit daripadda pengukuran

pertumbuhan atau bersifat kualitatif (Narendra, dkk, 2008).

Perkembangan adalah penambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh

yang lebih kompleks yang diakibatkan oleh kematangan sistem saraf pusat,

khususnya otak (Supriasa, dkk, 2001).

Soetjiningsih (1995) menerangkan bahwa perkembangan merupakan

penambahan kemampuan dalam stuktur dan fungsi tubuh yang dapat diramalkan

sebagai hassil proses pematangan, yang menyangkut proses differensiasi dan

Page 20: BAB II

33

perkembangan dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem organ

serta termasuk pula perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku dari hasil

interaksi dengan lingkungan.

Sulistyoningsih (2011) menjelaskan bahwa perkembangan balita dan anak

usia sekolah terdiri dari dua macam perkembangan yaitu sebagai berikut:

1. Perkembangan fisiologik

Perkembangan fisiologik mengikuti tahap pertumbuhan yaitu kekuatan

otot, koordinasi motorik, dan stamina balita dan anak usia sekolah yang

meningkat secara progresif. Pada masa tersebut, anak mampu melakukan

gerakan-gerakan dengan pola yang lebih kompleks. Pada masa ini akan

terjadi pula peningkatan persentase lemak tubuh tapi pada umumnya

perubahan ini tidak permanen dan akan terus meningkat sebagai persiapan

mengahadapi pertumbuhan pada masa remaja atau pubertas, sehingga

perbedaan komposisis tubuh akan lebih terlihat pada masa remaja.

2. Perkembangan kognitif

Pada masa balita dan anak usia sekolah pencapaian perkembangan

lebih pada kemampuan diri untuk bergerak dari periode perkembangan

praoperasional ke arah satu tindakan nyata.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan lebih menekankan pada aspek

fisik, sedangkan perkembangan lebih pada aspek pematangan fungsi organ

terutama kematangan sistem saraf. Namun, pertumbuhan dan perkembangan

berjalan sinkron pada setiap individu.

Page 21: BAB II

TUMBUH KEMBANG ANAK

Kecukupan Makanan Keadaaan Kesehatan

Asuhan bagi Ibu dan AnakPemanfaatan Yankes dan Sanitasi Lingk.Ketahanan makanan keluarga

Pendidikan Keluarga

Keberadaan dan Kontrol Sumber Daya Keluarga: Manusia, Ekonomi, dan Organisasi

Potensi Sumber Daya

Super Struktur Politik dan Ideologi

Struktur Ekonomi

Sebab Dasar

Sebab Tak Langsung

Sebab LangsungKecukupan Makanan Keadaan Kesehatan

34

Gambar 2.1 menjelaskan proses dari tumbuh kembang seorang anak yang

banyak dipengaruhi oleh berbagai hal. Salah satu faktor yang penting dalam

Gambar 2.2 Model Interelasi Tumbuh Kembang AnakSumber: Unicef (1992) dalam Setjiningsih (1995)

Page 22: BAB II

35

proses tumbuh kembang anak adalah pendidikan keluarga dalam membina dan

memantau tumbuh kembang anak, yang perlu dukungan penuh dari keluarga

terutama ibu yang sangat mengerti kondisi anaknya.

2.4.2 Pemantauan Pertumbuhan dan Perkembangan Balita

2.4.2.1 Pemantauan Pertumbuhan Balita

Depkes RI (2002) dalam Sari (2010) menerangkan bahwa perkembangan

status gizi dalam pemantauan pertumbuhan memiliki pengertian yang relatif (tidak

kaku). Pengertian relatif disini berarti perkembangan status gizi memiliki sifat

luwes tidak didasarkan pada kategori-kategori yang kaku misalnya gizi Iebih atau

gizi kurang, gemuk atau kurus, tinggi atau pendek. Oleh karena itu interpretasi

terhadap perkembangan status gizi yang didasarkan pada hasil pemantauan

pertumbuhan, hanya menyimpulkan bahwa gizi anak tetap baik, membaik atau

memburuk.

Pertumbuhan merupakan parameter kesehatan gizi yang cukup peka untuk

digunakan dalam menilai kesehatan anak, terutama anak bayi dan Balita.

Pertumbuhan dapat dipantau dengan menggunakan “Kartu Menuju Sehat” (KMS)

balita yang berfungsi sebagai alat bantu pemantauan gerak pertumbuhan tetapi

bukan untuk menilai status gizi yang memuat suatu grafik pertumbuhan BB

menurut Umur, yang menunjukkan batas-batas pertumbuhan BB anak Balita

(Arisman, 2008).

Penilaian pertumbuhan fisik anak sering menggunakan ukuran-ukuran

antropometri. Penilaian antropometri pada umumnya menggunakan indeks berat

Page 23: BAB II

36

badan menurut umur, tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi

badan. Jelliffe pada tahun 1966 telah memperkenalkan indeks antropometri berat

badan menurut tinggi badan merupakan indikator yang baik untuk menilai status

gizi saat ini. Hal ini disebabkan berat badan memiliki hubungan yang linear

dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan

searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks berat

badan menurut tinggi badan merupakan indeks yang independen terhadap umur

(Supariasa, dkk, 2001).

2.4.2.2 Pemantauan Perkembangan Balita

Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita.

Perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial emosional dan

intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan

berikutnya. Selain itu perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga

dibentuk pada masa balita.

Perkembangan anak pada fase awal dibagi menjadi 4 aspek kemampuan

fungsional yaitu motorik kasar; motorik halus dan penglihatan; berbicara, bahasa,

dan pendengaran; sosial emosi dan perilaku (Narendra, dkk, 2008).

Soetjiningsih (1995) menjelaskan pada program BKB, secara garis besar

terdapat 7 aspek perkembangan untuk memantau perkembangan anak, antara lain:

1. Perkembangan gerakan motorik kasar

2. Perkembangan gerakan motorik halus

3. Perkembangan komunikas pasif

Page 24: BAB II

37

4. Perkembangan komunikasi aktif

5. Perkembangan kecerdasan

6. Perkembangan kemampuan menolong diri sendiri

7. Perkembangan tingkah laku sosial

Ketujuh aspek perkembangan tersebut, kesemuanya saling kait mengkait

karena itu perlu diusahakan adanya stimulasi terhadap ketujuh aspek

perkembangan tersebut secara berimbang.

2.5 Pos Pendidikan Anak Usia Dini Terpadu (PPT)

Pembinaan anak secara utuh tidak hanya dapat dilaksanakan sendiri oleh

orang tua, akan tetapi harus diintervensi dan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah

melalui kerjasama lembaga/lintas sektoral. Untuk membantu pemenuhan

pertumbuhan dan kesehatan fisik anak dilakukan melalui program Pos Pelayanan

Terpadu (Posyandu), sementara untuk pembinaan tumbuh kembang anak balita

melalui rangsangan fisik, mental, intelektual, spiritual, sosial dan emosional

dilakukan dengan program Bina Keluarga Balita (BKB) dan program Pendidikan

Anak Usia Dini (PAUD). Ketiga program tersebut diatas yaitu Pos Pelayanan

Terpadu (Posyandu), Bina Keluarga Balita (BKB) dan Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD) harus dilaksanakan secara terintegrasi (terpadu), sehingga program

pembinaan dan pengasuhan anak bagi keluarga yang memiliki bayi dan balita

dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien (Peraturan Walikota Surabaya nomor

20 tahun 2008).

Page 25: BAB II

38

Seksi Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Inklusif Divisi Pendidikan

Dasar Sektor Pendidikan UNESCO (2005) menjelaskan bahwa di Indonesia

pendidikan anak usia dini bukan bagian dari sistem pendidikan formal. UU No.20

tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah “Suatu upaya pembinaan yang

ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan enam tahun yang dilakukan

melalui pemberian rangsangan pendidikan lebih lanjut.” (pasal 1 butir 14).

Program PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak

sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian

rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani

dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut

Peraturan Walikota Surabaya nomor 20 tahun 2008 tentang pedoman umum

program PAUD terpadu menjelaskan bahwa satuan PAUD sejenis adalah salah

satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan non formal (PAUD non formal) yang

dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan berbagai program layanan anak usia

dini yang telah ada di masyarakat seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu),

Bina Keluarga Balita (BKB), dan Taman Pendidikan Anak (TPA).

Program Pos PAUD Terpadu adalah program layanan PAUD yang

diintegrasikan dengan program Bina Keluarga Balita (BKB) dan Pos Pelayanan

Terpadu (Posyandu). Pengintegrasian ketiganya adalah suatu upaya

mensinergikan kegiatan penyadaran dan peningkatan pemahaman masyarakat

terutama para orang tua dan keluarga yang memiliki anak dengan memberikan

pelayanan kesehatan dasar, perbaikan gizi, stimulan, deteksi dini tumbuh

Page 26: BAB II

39

kembang anak, intervensi layanan pendidikan dan keterampilan kepada orang tua

dan anak selama mengikuti kegiatan di Pos PAUD Terpadu (Peraturan Walikota

Surabaya nomor 20 tahun 2008).

Sasaran langsung kegiatan PPT ditujukan kepada anak usia 0-6 (nol sampai

dengan enam) tahun yang berasal dari keluarga miskin pada program Pos

Pelayanan Terpadu (Posyandu), program Bina Keluarga Balita (BKB) dan

program PAUD yang telah ada dan yang akan dibentuk yang tidak terlayani di

lembaga pendidikan anak usia dini lainnya, baik di Tempat Penitipan Anak,

Kelompok Bermain maupun Taman Kanak-Kanak (Peraturan Walikota Surabaya

nomor 20 tahun 2008).

Yang dimaksud anak diatas meliputi anak dalam kondisi normal dan anak

berkebutuhan khusus yang disebabkan karena kelainan fisik, emosional, mental,

sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Anak-anak

berkebutuhan khusus berhak memperoleh pendidikan khusus serta dilayani secara

insklusif sesuai dengan kapasitas yang dimiliki dan setiap kelompok Pos PAUD

Terpadu terus berusaha meningkatkan kemampuan diri dalam menangani anak-

anak berkebutuhan khusus (Peraturan Walikota Surabaya nomor 20 tahun 2008).

Kehidupan anak sebagian besar waktunya berada dalam pengasuhan keluarga,

maka orang tua menjadi sasaran tak langsung dari program PPT ini. Sasaran tak

langsung yang dimaksud adalah orang tua, diharapkan mendapatkan model

pengasuhan yang tepat sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan

keterampilannya, sehingga kegiatan yang telah diberikan oleh pendidik dalam

Page 27: BAB II

40

Program Pos PAUD Terpadu dapat dilanjutkan di lingkungan rumah (Peraturan

Walikota Surabaya nomor 20 tahun 2008).

Pos PAUD Terpadu bukan untuk mendinikan sekolah dengan mengajarkan

hal-hal yang belum saatnya. Dalam pelaksanaan Pos PAUD Terpadu lebih

ditekankan pada pendidikan yang harus sesuai dengan tahap perkembangan dan

potensi masing-masing anak. Prakteknya dengan pembelajaran melalui bermain,

sehingga tidak merampas dunia anak.