bab ii

25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANTIBIOTIK 1. Pengertian Antibiotik Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai jasad renik bakteri, jamur dan aktinomises, yang dapat berkhasiat menghentikan pertumbuhan atau membunuh jasad renik lainnya. Antibiotika yang diperoleh secara alami dari mikroorganisme disebut antibiotika alami, antibiotika yang disintesis di laboratorium disebut antibiotika sintetis. Antibiotika yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan dimodifikasi di laboratorium dengan menambahkan senyawa kimia disebut antibiotika semisintetis. 2. Jenis- Jenis Antibiotik

Upload: ian-ahmad

Post on 17-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bjvhc

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. ANTIBIOTIK1. Pengertian AntibiotikAntibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai jasad renik bakteri, jamur dan aktinomises, yang dapat berkhasiat menghentikan pertumbuhan atau membunuh jasad renik lainnya. Antibiotika yang diperoleh secara alami dari mikroorganisme disebut antibiotika alami, antibiotika yang disintesis di laboratorium disebut antibiotika sintetis. Antibiotika yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan dimodifikasi di laboratorium dengan menambahkan senyawa kimia disebut antibiotika semisintetis.

2. Jenis- Jenis Antibiotika. Amoksisilin Rumus struktur:

Amoksisilin memiliki rumus molekul C16H19N3O5S.3H2 O dengan berat molekul 419,45. Pemeriannya berupa serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau, berasa pahit. Senyawa ini sukar larut dalam air dan metanol (1 gram dalam 370 ml air atau dalam 2000 ml alkohol), tidak larut dalam benzen, dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform.Struktur kimia amoksisilin terdiri atas cincin -laktam, cincin tiazolidin rantai samping amida dan gugus karboksil. Amoksisilin merupakan antibiotika berspektrum luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif dengan cara kerja mengganggu perkembangan dinding sel mikroba dengan jalan mencegah kerja enzim transpeptidase sehingga menjadi inaktif (Subronto dan Tjahjati, 2001). Amoksisilin didistribusikan dengan cepat dari plasma ke dalam jaringan tubuh hewan dan dieksresikan melalui ginjal, kelenjar susu, hati dan usus.Antibiotika derivat penisilin banyak digunakan pada peternakan domba, babi dan unggas untuk mengobati penyakit infeksi dan sebagai tambahan bahan makanan atau ditambahkan kedalam minuman untuk mencegah serangan dari beberapa penyakit (Doyle, 2006). Residu penisilin yang terdapat di dalam daging dan jaringan lainya biasanya dapat diabaikan keberadaannya setelah 5 hari pasca pemberian terakhir. Penisilin biasanya cepat hilang dalam darah melalui ginjal dan keluar melalui urin. Residu penisilin yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yaitu reaksi alergi, gatal, urtikaria dan demam.b. AmpisilinRumus Struktur:

Ampisilin berbentuk anhidrat dan trihidrat memiliki rumus molekul C16H19N3O4S.3H2O dengan berat molekul 403,45. Ampisilin berupa bubuk hablur putih, tidak berbau. Garam trihidratnya stabil pada suhu kamar. Dalam air kelarutannya 1 g/ml, dalam etanol absolut 1 g/250 ml dan praktis tidak larut dalam eter dan kloroform. Ampisilin memiliki spektrum antimikroba yang luas tetapi lebih efektif terhadap bakteri gram negatif.

c. TetrasiklinRumus Struktur:

Tetrasiklin memiliki rumus molekul C22H24N2O8.HCl dengan berat molekul 480,6. Tetrasiklin merupakan serbuk hablur, kuning, tidak berbau, agak higroskopis. Stabil di udara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya matahari yang kuat dalam udara lembab menjadi gelap. Larut dalam air, dalam alkali hidroksida dan dalam larutan karbonat, sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter. Tetrasiklin mudah membentuk garam dengan ion Na+ dan Cl- sehingga kelarutannya menjadi lebih baik.Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotika yang dihasilkan oleh jamur Streptomyces aureofasiens atau S. rimosus. Tetrasiklin bersifat bakteriostatik dengan daya jangkauan (spektrum) luas, dengan jalan menghambat sintesis protein dengan cara mengikat sub unit 30 S dari pada ribosom sel bakteri. pada unggas tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi CRD (Chronic Respiratory Diseasis), erisipclas dan sinusitis.

d. KloramfenikolRumus Struktur:

Kloramfenikol mempunyai rumus molekul C11H29N7O12 dengan berat molekul 323.1. Kloramfenikol merupakan serbuk kristal putih sampai putih keabuan atau putih kekuningan, tidak berbau, sangat tidak larut dalam air, sangat larut dalam alkohol dan propilen glikol. Kloramfenikol termasuk antibiotika yang paling stabil. Larutan kloramfenikol dalam air pada pH 6 menunjukkan kecenderungan terurai yang paling rendah. Senyawa ini cepat dan hampir sempurna diabsorpsi dari saluran cerna. Oleh karena itu pemberian kloramfenikol dilakukan secara peroral.Kloramfenikol merupakan antibiotika golongan amphenicol yang bersifat bakteriosidal dengan memiliki aktifitas spektrum luas aktif terhadap bakteri yang patogen dengan jalan menghambat sintesis protein dengan cara mengikat sub unit 30 S dari pada ribosom sel bakteri dan menghambat aktifitas enzim peptidil transferase. Kloramfenikol dahulu digunakan dalam pengobatan untuk hewan ternak dan manusia tetapi karena adanya laporan bahwa kloramfenikol menimbulkan penyakit anemia plastik bagi manusia sehingga sejak tahun 1994 di Amerika dan Eropa penggunaan kloramfenikol tidak diijinkan untuk pengobatan hewan ternak.

3. Mekanisme Kerja AntibiotikAntibiotik menghambat mikroba melalui mekanisme yang berbeda yaitu (1) mengganggu metabolisme sel mikroba; (2) menghambat sintesis dinding sel mikroba; (3) mengganggu permeabilitas membran sel mikroba; (4) menghambat sintesis protein sel mikroba; dan (5) menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba. Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikroba ialah sulfonamid,trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.Antibiotik yang merusak dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis enzim atau inaktivasi enzim, sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel lisis meliputi penisilin, sepalosporin, sikloserin, vankomisin, ristosetin dan basitrasin. Antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel terutama dengan mengganggu sintesis peptidoglikan.Obat yang termasuk dalam kelompok yang mengganggu permeabilitas membran sel mikroba ialah polimiksin, golongan polien serta berbagai antimikroba kemoterapeutik umpamanya antiseptic surface active agents. Polimiksin sebagai senyawa ammonium-kauterner dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroba ialah golongan aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein untuk kehidupannya. Penghambatan sintesis protein terjadi dengan berbagai cara. Streptomisin berikatan dengan komponen 30S dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Antibiotik aminoglikosid dan lainnya yaitu gentamisin, kanamisin dan neomisin memiliki mekanisme kerja yang sama namun potensinya berbeda. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba termasuk rifampisin dan kuinolon. Rifampisin adalah salah satu derivat rifamisin, berikatan dengan enzim polymerase-RNA sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase padakuman yang fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral sehingga bisa muat dalam sel kuman yang kecil.4. Golongan AntibiotikMenurut Stephens (2011), walaupun terdapat hampir 100 antibiotik namun mayoritasnya terdiri dari beberapa golongan. Golongan-golongan tersebut adalah:a. Golongan penisilin.Penisilin merupakan antara antibiotik yang paling efektif dan paling kurang toksik. Penisilin mengganggu reaksi transpeptidasi sintesis dinding sel bakteri. Golongan penisilin dapat terbagi menjadi beberapa kelompok yaitu : Penisilin natural yaitu yang didapat dari jamur Penicillium chrysogenum. Yang termasuk di sini adalah penisilin G dan penisilin V. Penisilin antistafilokokus, termasuk di sini adalah metisilin, oksasilin dan nafsilin. Penggunaan hanya untuk terapi infeksi disebabkan penicillinaseproducin staphylococci. Penisilin dengan spektrum luas yaitu ampisilin dan amoksisilin. Ampisilin dan amoksisilin mempunyai spektrum yang hampir sama dengan penisilin G tetapi lebih efektif terhadap basil gram negatif. Penisilin antipseudomonas yaitu termasuk karbenisilin, tikarsilin dan piperasilin. Ia dipanggil begitu karena aktivitas terhadap Pseudomonas aeruginosa.b. Golongan sefalosporin.Golongan ini hampir sama dengan penisilin oleh karena mempunyai cincin beta laktam. Secara umum aktif terhadap kuman gram positif dan gram negatif, tetapi spektrum anti kuman dari masing-masing antibiotik sangat beragam, terbagi menjadi 3 kelompok, yakni: Generasi pertama bertindak sebagai subtitut penisilin G. Termasuk di sini misalnya sefalotin, sefaleksin, sefazolin, sefradin. Generasi pertama kurang aktif terhadap kuman gram negatif. Generasi kedua agak kurang aktif terhadap kuman gram positif tetapi lebih aktif terhadap kuman gram negatif, termasuk di sini misalnya sefamandol dan sefaklor. Generasi ketiga lebih aktif lagi terhadap kuman gram negatif, termasuk Enterobacteriaceae dan kadang-kadang peudomonas. Termasuk di sini adalah sefoksitin (termasuk suatu antibiotik sefamisin), sefotaksim dan moksalatam. Generasi keempat adalah terdiri dari cefepime. Cefepime mempunyai spectrum antibakteri yang luas yaitu aktif terhadap streptococci dan staphylococci (Harvey, Champe, 2009).c. Golongan tetrasiklinTetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat bakteriostatik yang menghambat sintesis protein. Golongan ini aktif terhadap anyak bakteri gram positif dan gram negatif. Tetrasiklin merupakan obat pilihan bagi infeksi Mycoplasma pneumonia, chlamydiae dan rickettsiae. Tetrasiklin diabsorpsi di usus halus dan berikatan dengan serum protein. Tetrasiklin didistribusi ke jaringan dan cairan tubuh yang kemudian diekskresi melalui urin dan empedu (Katzung, 2007).d. Golongan aminoglikosidaAminoglikosida termasuk streptomisin, neomisin, kanamisin dan gentamisin. Golongan ini digunakan untuk bakteri gram negatif enterik. Aminoglikosida merupakan penghambat sintesis protein yang ireversibel(Katzung, 2007).e. Golongan makrolidaGolongan makrolida hampir sama dengan penisilin dalam hal spectrum antikuman, sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien yang alergi penisilin. Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Antara obat dalam golongan ini adalah eritromisin. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram positif.f. Golongan sulfonamida dan trimetropimSulfonamida menghambat bakteri gram positif dan gram negatif. Trimetropim menghambat asam dihidrofolik reduktase bakteri. Kombinasi sulfamektoksazol dan trimetoprim untuk infeksi saluran kencing, salmonellosis dan prostatitis.g. Golongan flurokuinolonFlurokuinolon merupakan golongan antibiotik yang terbaru. Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah ciprofloksasin.B. RESISTENResistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang seharusnya atau kadar hambat minimalnya. Sedangkan multiple drugs resistance didefinisikan sebagai resistensi terhadap daua atau lebih obat maupun klasifikasi obat. Sedangkan cross resistance adalah resistensi suatu obat yang diikuti dengan obat lain yang belum pernah dipaparkan. Resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Bakteri yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak, menimbulkan lebih banyak bahaya. Kepekaan bakteri terhadap kuman ditentukan oleh kadar hambat minimal yang dapat menghentikan perkembangan bakteri. Timbulnya resistensi terhadap suatu antibiotika terjadi berdasarkan salah satu atau lebih mekanisme berikut : 1. Bakteri mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur antibiotika . Misalnya Stafilokoki, resisten terhadap penisilin G menghasilkan beta-laktamase, yang merusak obat tersebut. Beta-laktamase lain dihasilkan oleh bakteri batang Gram-negatif. 2. Bakteri mengubah permeabilitasnya terhadap obat. Misalnya tetrasiklin, tertimbun dalam bakteri yang rentan tetapi tidak pada bakteri yang resisten.3. Bakteri mengembangkan suatu perubahan struktur sasaran bagi obat. Misalnya resistensi kromosom terhadap aminoglikosida berhubungan dengan hilangnya (atau perubahan) protein spesifik pada subunit 30s ribosom bakteri yang bertindak sebagai reseptor pada organisme yang rentan. 4. Bakteri mengembangkan perubahan jalur metabolik yang langsung dihambat oleh obat. Misalnya beberapa bakteri yang resisten terhadap sulfonamid tidak membutuhkan PABA ekstraseluler, tetapi seperti sel mamalia dapat menggunakan asam folat yang telah dibentuk.5. Bakteri mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat melakukan fungsi metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh obat dari pada enzim pada kuman yang rentan. Misalnya beberapa bakteri yang rentan terhadap sulfonamid, dihidropteroat sintetase, mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap sulfonamid dari pada PABA. Penyebab utama resistensi antibiotika adalah penggunaannya yang meluas dan irasional. Lebih dari separuh pasien dalam perawatan rumah sakit menerima antibiotik sebagai pengobatan ataupun profilaksis. Sekitar 80% konsumsi antibiotik dipakai untuk kepentingan manusia dan sedikitnya 40% berdasar indikasi yang kurang tepat, misalnya infeksi virus. Terdapat beberapa factor yang mendukung terjadinya resistensi,antara lain 1. Penggunaannya yang kurang tepat (irrasional) : terlau singkat, dalam dosis yang terlalu rendah, diagnose awal yang salah, dalam potensi yang tidak adekuat. 2. Faktor yang berhubungan dengan pasien . Pasien dengan pengetahuan yang salah akan cenderung menganggap wajib diberikan antibiotik dalam penanganan penyakit meskipun disebabkan oleh virus, misalnya flu, batuk-pilek, demam yang banyak dijumpai di masyarakat. Pasien dengan kemampuan financial yang baik akan meminta diberikan terapi antibiotik yang paling baru dan mahal meskipun tidak diperlukan. Bahkan pasien membeli antibiotika sendiri tanpa peresepan dari dokter (self medication). Sedangkan pasien dengan kemampuan financial yang rendah seringkali tidak mampu untuk menuntaskan regimen terapi. 3. Peresepan : dalam jumlah besar, meningkatkan unnecessary health care expenditure dan seleksi resistensi terhadap obat-obatan baru. Peresepan meningkat ketika diagnose awal belum pasti. Klinisi sering kesulitan dalam menentukan antibiotik yang tepat karena kurangnya pelatihan dalam hal penyakit infeksi dan tatalaksana antibiotiknya. 4. Penggunaan monoterapi : dibandingkan dengan penggunaan terapi kombinasi, penggunaan monoterapi lebih mudah menimbulkan resistensi. 5. Perilaku hidup sehat : terutama bagi tenaga kesehatan, misalnya mencuci tangan setelah memeriksa pasien atau desinfeksi alat-alat yang akan dipakai untuk memeriksa pasien. 6. Penggunaan di rumah sakit : adanya infeksi endemic atau epidemic memicu penggunaan antibiotika yang lebih massif pada bangsal-bangsal rawat inap terutama di intensive care unit. Kombinasi antara pemakaian antibiotic yang lebih intensif dan lebih lama dengan adanya pasien yang sangat peka terhadap infeksi, memudahkan terjadinya infeksi nosokomial. 7. Penggunaannya untuk hewan dan binatang ternak : antibiotic juga dipakai untuk mencegah dan mengobati penyakit infeksi pada hewan ternak. Dalam jumlah besar antibiotic digunakan sebagai suplemen rutin untuk profilaksis atau merangsang pertumbuhan hewan ternak. Bila dipakai dengan dosis subterapeutik, akan meningkatkan terjadinya resistensi. 8. Promosi komersial dan penjualan besar-besaran oleh perusahaan farmasi serta didukung pengaruh globalisasi, memudahkan terjadinya pertukaran barang sehingga jumlah antibiotika yang beredar semakin luas. Hal ini memudahkan akses masyarakat luas terhadap antibiotika 9. Penelitian : kurangnya penelitian yang dilakukan para ahli untuk menemukan antibiotika baru.10. Pengawasan : lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam distribusi dan pemakaian antibiotika. Misalnya, pasien dapat dengan mudah mendapatkan antibiotika meskipun tanpa peresepan dari dokter. Selain itu juga kurangnya komitmen dari instansi terkait baik untuk meningkatkan mutu obat maupun mengendalikan penyebaran infeksi. Konsekuensi Resistensi antibiotik terhadap mikroba menimbulkan beberapa konsekuensi yang fatal. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang gagal berespon terhadap pengobatan mengakibatkan perpanjangan penyakit (prolonged illness), meningkatnya resiko kematian (greater risk of death) dan semakin lamanya masa rawat inap di rumah sakit (length of stay). Ketika respon terhadap pengobatan menjadi lambat bahkan gagal, pasien menjadi infeksius untuk beberapa waktu yang lama (carrier). Hal ini memberikan peluang yang lebih besar bagi galur resisten untuk menyebar kepada orang lain. Kemudahan transportasi dan globalisasi sangat memudahkan penyebaran bakteri resisten antar daerah, negara, bahkan lintas benua. Semua hal tersebut pada akhirnya meningkatkan jumlah orang yang terinfeksi dalam komunitas.Ketika infeksi menjadi resisten terhadap pengobatan antibiotika lini pertama, maka harus digunakan antibiotika lini kedua atau ketiga, yang mana harganya lebih mahal dan kadang kala pemakaiannya lebih toksik. Di negara-negara miskin, dimana antibiotika lini pertama maupun kedua tidak tersedia, menjadikan potensi resistensi terhadap antibiotika lini pertama menjadi lebih besar. Antibiotika di Negara miskin, didapatkan dalam jumlah sangat terbatas, bahkan antibiotika yang seharusnya ada untuk mengatasi penyakit infeksi yang disebabkan bakteri pathogen resisten, tidak terdaftar dalam daftar obat esensial. Konsekuensi lainnya adalah dari segi ekonomi baik untuk klinisi, pasien, health care administrator, perusahaan farmasi, dan masyarakat. Biaya kesehatan akan semakin meningkat seiring dengan dibutuhkannya antibiotika baru yang lebih kuat dan tentunya lebih mahal. Sayangnya, tidak semua lapisan masyarakat mampu menjangkau antibiotika generasi baru tersebut. Semakin mahal antibiotik, semakin masyarakat tidak bisa menjangkau, semakin banyak carrier di masyarakat, semakin banyak galur baru bakteri yang bermutasi dan menjadi resisten terhadap antibiotika.Sampai sekarang, faktanya sangat sulit membayangkan adanya prosedur yang efektif untuk menangani resistensi ini. Klinisi akan sangat kesulitan menentukan keputusan regimen terapi pada pasien-pasien dengan resiko infeksi tinggi, misalnya pada pasien yang akan menjalani prosedur bedah, transpalntasi, pasien dengan kemoterapi karena kanker, pasien-pasien kritis yang berusia sangat muda atau sangat tua, pasien HIV dalam masa pengobatan, tanpa keberadaaan antibiotika yang ampuh mengatasi masalah resistensi.