bedah obgyn pre operatif
DESCRIPTION
obgynTRANSCRIPT
PERSIAPAN PREOPERATIF OBSTETRI GINEKOLOGI
A. PENDAHULUAN
Keputusan untuk melakukan operasi tertentu diambil setelah dibuat
diagnosis tentang penyakitnya dan tentang kondisi penderita, dan setelah
dipertimbangkan jenis operasi yang paling tepat baginya. Diagnosis dibuat atas
dasar pemeriksaan yang seksama, terdiri atas pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain yang dianggap perlu. Pada
keadaan gawat darurat, dokter terpaksa bertindak secepatnya karena bila
menunggu lebih lama akan lebih membahayakan penderita
Bedah elektif obstetriks yang sering dilaksanakan adalah sectio secarea.
Bedah elektif obstetriks lainnya dapat berupa pengakhiran kehamilan atau aborsi
atas indikasi medis, perbaikan serviks inkompeten baik melalui vaginal maupun
transabdominal, proses persalinan pervaginam dengan menggunakan forceps
dan atau vakum ekstrasi, namun sering kali ini dilakukan secara emergensi dan
melakukan secara histerectomi.
Dengan makin berkembangnya teknik dan teknologi pembedahan maka
suatu operasi kini dapat berjalan dan menghasilkan hasil yang sangat
memuaskan, namun sangat disayangkan aspek psikologis pasien yang
menjalaninya kadang kala dilupakan. Bagi seorang ahli bedah mungkin suatu
operasi hanyalah kegiatan rutin yang telah biasa dilaluinya, namun bagi seorang
pasien mengahdapi suatu operasi adalah suatu pengalaman yang luar biasa.
Bahkan memberikan konsekuensi yang tetap berefek sampai beberapa waktu
setelahnya bahkan selamanya seperti seorang wanita yang terpasak dilakukan
histerektomi saat dia masih muda sehingga menutup kemungkinan baginya
untuk hamil dan melahirkan.4,5,6
Berdasarkan alasan-alasan diatas maka seorang ahli bedah yang baik juga
perlu dapat memprediksi apa saja efek psikologis dari pembedahan yang
1
dilakukannya, sehingga bila timbul komplikasi psikologis dimasa yang akan
datang dapat segera diketahui dan diselesaikan dengan baik.
Persiapan psikologis merupakan penjelasan lengkap kepada pasien dan
keluarga pasien tentang segala sesuatu hal yang berhubungan dengan tindakan
operasi, meliputi penjelasan tentang penyakit, apa yang akan dilakukan sebelum,
selama dan setelah tindakan operasi, manfaat dilakukannya operasi maupun
komplikasi-komplikasi yang bisa terjadi selama dan setelah operasi. Hal ini
bertujuan agar pasien merasa nyaman menjalani operasi dan mengetahui segala
resikonya. Komunikasi antara dokter dan pasien penting untuk mengurangi rasa
ketakutan yang dihadapi oleh pasien. Bagaimana sibuknya, ahli bedah harus
menyediakan waktu untuk menjawab pertanyaan secara hati-hati. Ini penting
supaya ahli bedah memahami masalah dan pengobatan yang dialami oleh
pasien, dan begitu juga pasien memahami tentang pendapat ahli bedah
mengenai kondisinya dan operasi yang dilakukan. Apabila hubungan ini telah
dibina sebelum operasi, pemahaman dan keyakinan pasien akan meningkatkan
harapan untuk hasil operasi yang sukses, memberikan kerja sama, mengurangi
kecemasannya terhadap kegagalan hasil post operasi.3,4,5
Keluarga sebaiknya dilibatkan juga dalam perawatan Psikologis
Preoperatif. Pasien dan keluarga yang disiapkan secara psikologis cenderung
untuk menghadapi lebih baik perawatan pasien sesudah operasi.
Surat persetujuan operasi (informed consent)
Pasien atau keluarga terdekat yang menandatangani persetujuan operasi
merupakan bagian penting dari perawatan preoperatif. Di depan hukum,
meskipun dalam keadaan gawat darurat, dokter yang melakukan prosedur harus
menerangkan resiko dan keuntungan operasi seperti yang sudah dijelaskan di
atas. Penting bagi pasien untuk mengerti segala apa yang telah dikatakan. Pasien
yang mengalami gangguan mental, sakit berat tidak dipertimbangkan menurut
hukum memberi persetujuan. Pada situasi seperti ini kelurga terdekat dapat
bertindak sebagai wali dan menandatangaani persetujuan. Jika pada keadaan
2
gawat darurat, keluarga pasien tidak ada, maka demi kepentingan pasien dokter
bisa melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan tersebut.
Penjelasan yang disampaikan dokter harus berkisar pada 5 hal pokok,
yaitu :
Penjelasan tentang tujuan tindakan medik yang akan dilakukan
Penjelasan tentang tata cara tindakan yang akan dilakukan
Penjelasan tentang risiko yang mungkin / akan dihadapi
Penjelasan tentang tindakan medik alternatif dan risiko dari masing-
masing tindakan
Penjelasan tentang prognosis apabila tindakan tersebut dilakukan / tidak
dilakukan
Tindakan medis pada prinsipnya pelaksanaannya dipercayakan kepada
etika dan moral dokter yang dianggap sangat baik. Meskipun demikian, etik
kedokteran tetap harus terus diperhatikan, mengingat banyaknya kasus hukum
yang menyudutkan profesi dokter pada masa sekarang ini, terlebih isu seputar
malpraktek.
Prinsip etik praktek medis dan penelitian dalam bidang medis adalah :
1. Menghargai pasien dan subjek penelitian dengan memberikan inform
consent secara sukarela.
2. Prinsip Benifisien (untuk kebaikan) pada pasien dan subjek penelitian dengan
dengan mengutamakan kesehatannya tanpa merugikannya.
3. Bersifat adil (justice) pada pasien dan subjek penelitian dengan
memperlakukan mereka dengan adil dan menghitungkan keuntungan dan
kerugiannya.
Ada beberapa isu etik yang cukup banyak mendapat perhatian,
diantaranya adalah isu pelatihan dokter ahli. Pelatihan dokter yang berhubungan
dengan skill bedah sebelum perang dunia kedua, umumnya dilaksanakan
3
dirumah-rumah sakit pemerintah yang banyak didatangi oleh masyarakat.
Pelaksanaan pelatihan dokter ini dikerjakan tanpa diperlukan persetujuan pasien
dengan imbalan berupa pembebasan biayanya.
Saat ini dengan berkembangnya sistem asuransi maka masyarakat dapat
memilih dengan siapa ia akan berobat, sehingga menurunkan kesempatan
belajar bagi calon ahli-ahli bedah (residen). Dikarenakan tingginya tuntutan
untuk kebutuhan dokter baru, maka seringkali pelaksanaan operasi dilakukan
oleh para residen dalam pengawasan dokter ahli tanpa sepengetahuan pasien
dan ini menyalahi etik medis, walaupun kualitasnya mungkin tidak lebih buruk
bahkan kadang kala menjadi lebih baik karena umumnya para residen lebih
memiliki antusias yang tinggi dalam melaksanakannya. Namun saat ini semua
tindakan diatas haruslah diketahui oleh pasien dan ditegaskan dengan inform
consent yang baik.
Isu dibidang etik medis lainnya adalah isu moral para dokter yang
semakin menurun dan aborsi yang dilakukan tanpa indikasi yang tepat serta
bagaimana cara penangan pasien dalam stadium akhir suatu penyakit dan
keputusan eutanasia
I. PERSIAPAN PREOPERATIF BEDAH OBSTETRIKS ELEKTIF
Angka tindakan Sectio belakangan ini terus meningkat, contohnya pada
tahun 1999 di Amerika terdapat 22% kehamilan diakhiri dengan tindakan sectio.
Peninkatan ini disebabkan karena semakin bervariasinya penerimaan mengenai
suatu fetal distress, disproporsi cephalopelvic, ketidak majuan persalinan,
kelainan presentasi anak dan meningkatnya insiden Sectio atas indikasi Sectio
sebelumnya.4,5
Namun demikian tindakan sectio bukanlah tanpa resiko, contohnya masih
terdapat kematian ibu sebanyak ± 20 tiap 100.000 kelahiran di Amerika. Cukup
tingginya komplikasi sectio disebabkan beberapa faktor yaitu :4
4
Meningkatnya resiko infeksi post partum walaupun dengan
pemberian antibiotik profilaksis
Meningkatnya resiko perdarahan sehingga meningkatkan kebutuhan
akan transfusi darah dengan berbagai resiko lainya yang berhubungan
dengan sedian darah dan produk-produknya.
Meningkatnya komplikasi anestesia
Selain itu sectio juga menimbulkan berbagai komplikasi pada kehamilan
berikutnya seperti pesalinan pervaginam pasca sectio yang lebih beresiko,
peningkatan insiden palsenta previa, plasenta akreta, ruptur uterus, perdarahan,
kebutuhan akan darah dan histerektomi.4,6
Peningkatan Sectio di Amerika dari tahun 1980 – 1985, 90% nya
disebabkan oleh Sectio ulangan (48%), distosia (29%) dan fetal distress (16%).
Penyebab peningkatan insiden Sectio dapat dijabarkan sebagai berikut :3,4
1. Meningkatnya kemampuan medis dalam mengatasi penyulit yang timbul
pada ibu.
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan persalinan
- Sectio ulangan
- Adanya alat elektronik pemantau janin secara terus menerus
- Diagnosis distosia yang lebih bebas
- Adanya anestesi / analgesi epidural
- Macrosomia ( > 4000 gram)
- Menurunnya pengguanaan forcep dan vakum
3. Fakto Ibu
- Usia kehamilan ibu yang lebih tua
- Meningkatnya insiden nulipara dengan penyulit
- Meningkatnya resiko maternal
4. Faktor Janin
- Fetus kini lebih dihargai sebagai pasien
- Kelainan presentasi
5
- Meningkatnya insiden VLBW
- Infeksi herpes genital
- Kehamilan postterm
- Kehamilan multipel
- Gagal induksi karena indikasi janin
5. Faktor dokter sendiri
- Ketakutan akan tuntutan malpraktek
- Kenyamanan dokter
Sebelum tahun 1960, seluruh tindakan kedokteran tidaklah diawasi
secara khusus oleh masyarakat, pelaksanaan seluruhnya dipercayakan kepada
etika dan moral dokter yang dianggap adalah sangat baik. Namun setelah tahun
1960 masyarakat menjadi semakin kritis, moral doker pun menjadi lebih
menurun dengan makin banyaknya lulusan-lulusan kedokteran, sehingga banyak
timbul malpraktek. Ditambah lagi pada dekade terakhir ini banyak timbul wacana
abortus yang dilakukan oleh para dokter yang kurang dapat dipertanggung
jawabkan, serta makin sadarnya masyarakat akan hak-haknya.4,5,6
Semua sebab diatas membuat etik kedokteran semakin diperhatikan,
sehingga terjadi perubahan konsep etik rumah sakit dari konsep etik Hipokrates
yang ideal dimana seluruh kesehatan pasien diserahkan sepenuhnya dibawah
kontrol dari dokter menjadi konsep etik yang berdasarkan hak-hak pasien dan
kewajiban dokter yang dijabarkan secara terinci.3,4
Ada beberapa isu etik yang cukup banyak mendapat perhatian,
diantaranya adalah isu pelatihan dokter ahli. Pelatihan dokter yang berhubungan
dengan skill bedah sebelum perang dunia kedua, umumnya dilaksanakan
dirumah-rumah sakit pemerintah yang banyak didatangi oleh masyarakat.
Pelaksanaan pelatihan dokter ini dikerjakan tanpa diperlukan persetujuan pasien
dengan imbalan berupa pembebasan biayanya.
6
Saat ini dengan berkembangnya sistem asuransi maka masyarakat dapat
memilih dengan siapa ia akan berobat, sehingga menurunkan kesempatan
belajar bagi calon ahli-ahli bedah (residen). Dikarenakan tingginya tuntutan
untuk kebutuhan dokter baru, maka seringkali pelaksanaan operasi dilakukan
oleh para residen dalam pengawasan dokter ahli tanpa sepengetahuan pasien
dan ini menyalahi etik medis, walaupun kualitasnya mungkin tidak lebih buruk
bahkan kadang kala menjadi lebih baik karena umumnya para residen lebih
memiliki antusias yang tinggi dalam melaksanakannya. Namun saat ini semua
tindakan diatas haruslah diketahui oleh pasien dan ditegaskan dengan inform
consent yang baik.
1. Persiapan Fisik Pasien
Persiapan dilakukan secara sistemik yaitu meliputi traktus
gastrointestinal, traktus kardiopulmonal, traktus respiratorius, traktus urinarius,
hematologi, endokrin maupun cairan dan kondisi kondisi lain yang
mempengaruhi resiko operasi.
a. Sistem Gastro intestinal
Sistem gastrointestinal perlu mendapat perhatian yang khusus dalam
persiapan untuk sectio secarea, setiap gejala yang ada pada saluran cerna
perlu dievaluasi secara seksama.
Persiapan saluran cerna bagian bawah
Pengosongan saluran cerna bagian bawah, memberikan ruang yang
besar untuk tindakan-tindakan pada sectio. Selain itu bila intervensi
pembedahan melibatkan saluran cerna, maka resiko kontaminasi
dapat berkurang. Penggunaan laksatif dan enema harus dilakukan
secara selektif karena dapat menimbulkan distensia abdomen dan
nyeri kram.
Persiapan makanan :
Secara umum, dua hari sebelum operasi pasien diberikan diet lunak.
Persiapan mekanis :
Laksatif 3 botol : botol I diberikan jam 01.00, sisanya jam 07.00
7
Hari Operasi :
Pemberian enema sampai bersih
b. Sistem Kardiovaskular
Penyakit jantung
pasien dengan penyakit ini mempunyai resiko yang besar untuk
menjalani operasi → perlu evaluasi seksama
Jika ada riwayat penyakit : gagal jantung kongestif, infark miokard,
hipertensi berat → konsultasi ahli jantung
Faktor – faktor yang mungkin terjadi pada pasien jantung yang
dioperasi diantaranya imbalance cairan, hipotensi, imbalance
elektrolit, infeksi, nyeri, takikardi.
Pemeriksaan spesifik
EKG
- Pasien usia > 45 tahun, atau pasien muda dengan kelainan
kardiovaskular
- EKG pre operatif harus ada sebagai data dasar jika terjadi
komplikasi post operasi
Echocardiografi
- Merupakan pemeriksaan lanjutan jika ditemukan kelainan
pada EKG
- Bisa terlihat kelainan katup / dinding ventrikel
Tes Dipyrimadol / thallium
- Melihat daerah yang iskemia dan potensial infark
Monitoring intraoperatif
Termasuk pemeriksaan TD, nadi, tekanan nadi, frekuensi jantung /
HR, JVP, perkusi dan auskultasi dada, edem +/-, ukuran hepar
c. Sistem Pernafasan
Operasi elektif sebaiknya ditunda bila terjadi infeksi akut traktus
respiratorius atas / bawah → jalan nafas iritatif → spasme laring /
batuk
8
Infeksi paru → motilitas sel siliar ↓ → bronchitis dan pneumonia
post operasi
Pada infeksi berat → antibiotik → 1 – 2 mg sebelum operasi harus
sembuh
Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) → pemeriksaan dan
antibiotik yang tepat pre operatif karena kemampuan komplien
paru menurun.
d. Sistem Renal
Fungsi renal harus diperiksa lebih teliti jika ada riwayat penyakit
dahulu
Pasien > 60 tahun, urinalisis = proteinuria dan eritrosit (+)
Periksa lebih lanjut → kreatinin klirens, ureum darah, dan
elektrolit
Pencitraan IVP dan CT-Scan → atas indikasi
e. Sistem Hematologi
Anemia
- Defisiensi Fe karena inadequate diet, kehilangan darah kronik,
penyakit kronik
- Bila perlu → transfusi PRC
Penyakit Von Willebrand
- Perdarahan kongenital karena perubahan aktifitas faktor VIII
dan defisiensi fungsi trombosit
- Gejala : epistaksis, hipermenorea, perdarahan post partum
- Pre operatif → hindari pemakaian aspirin, dan obat – obat anti
inflamasi non steroid dan DDA VP 0,3 μg/kg iv
Trombositopenia
- Penyebab utama : supresi SST, penyakit autoimun, pemakaian
trombosit berlebihan
- Periksa Bleeding time dan Clotting time
9
- Pre operasi → transfusi trombosit jika jumlah terlalu rendah
f. Sistem Endokrin
Diabetes Mellitus (DM)
- Gula darah puasa > 140 mg/dL atau gula darah sewaktu > 200
mg/dL
- Observasi dan pengobatan tepat agar tidak terjadi kelainan
elektrolit dan cairan, ketosis, hiperglikemia, dan infeksi → jika
tidak, dapat terjadi sepsis post operasi → perlu konsul internis
- Hindari hipoglikemia dengan kontrol ketat gula darah pada
hari operasi dan pemakaian cairan D5% iv ketika telah puasa
- Jika mungkin hentikan sementara obat-obatan long acting
minimal 2 hari pre operasi
- Pre operasi → pasien dirawat, bila perlu berikan insulin,
pemeriksaan elektrolit, gula darah puasa.
- Kadar gula darah yang diterima sebelum operasi: 100 – 250
mg/dL
Penyakit Tiroid
- Operasi elektif sebaiknya ditunda jika ditemukan penyakit
tiroid
- Hipertiroid muncul dengan gejala : penurunan BB, kelemahan
otot, peningkatan nadi, agitasi, tremor, intoleransi terhadap
panas, kulit yang hangat
- Pre operasi → harus eutiroid → mungkin mencapai 2 bulan
jika antitiroid yang dipakai dikombinasi dengan larutan Lugol
- Kombinasi propanolol dan kalium iodide → bisa eutiroid dalam
14 hari
- Pada operasi emergensi → propanolol 0,5 mg iv titrasi pelan
sampai tanda – tanda tirotoksikosis dapat dikontrol
10
- Anestesi lokal lebih disenangi. Jika perlu anestesi umum,
pastikan jalan nafas baik dengan roentgen / CT Scan pada
kompresi trakeal berat atau adanya deviasi
- Konsultasi pre operatif → penanganan pasien dengan disfungsi
tiroid sebelum operasi besar
g. Cairan dan Elektrolit
Keseimbangan cairan perlu diperhatikan seksama pada pasien
bedah. Beberapa faktor menentukan kebutuhan air dan elektrolit.
Rasa haus tidak bisa diandalkan sebagai indikator untuk regulasi
cairan tubuh pada pasien puasa total (nil-by-mouth) setelah
operasi mayor. Pasien tergantung pada cairan iv. untuk
mempertahankan imbang cairan.
Perpindahan cairan (fluid shift) terjadi karena sekuestrasi cairan di
lokasi operasi atau tempat-tempat lain misal abdomen (ileus).
Kehilangan yang tidak terlihat ini lazim dikenal sebagai ‘rongga
ketiga’ dan terdiri terutama atas cairan ekstraseluler. Pada situasi
lain, kehilangan plasma terjadi akibat kebocoran membran
kapiler.
Kehilangan darah biasanya mudah ditaksir di kamar operasi, tetapi
bisa tersembunyi pada fase pra dan pasca operasi. Penaksiran
indirek dari kehilangan darah bisa tidak akurat.
2. Nutrisi Pre Operatif
Informasi klinik penting untuk menentukan apakah pasien perlu
intervensi gizi. Nutrisi preoperatif yang baik dapat membantu pasien
mempercepat pemulihan setelah operasi. Beberapa zat makanan membantu
dalam penyembuhan luka operasi seperti vitamin A. Selenium berperan penting
dalam fungsi imun dan pencegahan infeksi. Zincum berperan dalam fungsi sistem
imun dan penyembuhan luka. Pemberian zat besi preoperatif akan merangsang
produksi sel darah merah dalam sumsum tulang dan ini merupakan salah cara
11
efektif untuk menekan kebutuhan darah transfuse post operatif. Vitamin C
berperan juga dalam penyembuhan luka. Glutamine menyokong kesehatan
lapisan sel traktus digestivus dan penting untuk fungsi imun. Arginin berperan
dalam fungsi imun, pencegahan infeksi, perbaikan jaringan setelah operasi.
Taurin berperan dalam fungsi sel imun. Asam lemak omega 3 memiliki anti
inflamasi.
Pasien dibolehkan minum air putih sampai 2 jam sebelum operasi (cek
protokol setempat). Pasien dengan gagal ginjal kronik atau ikterus obstruksi
memerlukan cairan preoperatif untuk mempertahankan aliran darah ginjal dan
jumlah urin pada periode perioperatif. Pasien tidak boleh makan paling kurang 6
jam sebelum operasi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pre operatif, juga diperlukan pemeriksaan laboratorium yang
lengkap dan tepat untuk bisa menganalisa keadaan pasien lebih menyeluruh
apakah siap unuk operasi atau tidak. Berikut adalah tabel mengenai indikasi
pemeriksaan laboratorium pada pre operatif.
Tabel 1. Indikasi Pemeriksaan Laboratorium Pre Operatif
Urinalisis Semua pasien: untuk gula, hematuria, protein
EKG - Usia >50 tahun
- Riwayat penyakit jantung, hipertensi atau
penyakit paru menahun
- Hasil EKG normal dalam 1 tahun bisa diterima
kecuali jika ada keluhan jantung baru-baru ini
Hitung Darah
lengkap
- Usia >40 tahun
- Semua wanita
- Semua pembedahan mayor
- Bila dicurigai anemia
Kreatinin dan - Usia >60 tahun
12
elektrolit - Semua pembedahan mayor
- Obat-obat diuretik
- Suspek penyakit ginjal
Glukosa
darah
- Pasien diabetes
- Glikosuria
Tes sel sabit - Pasien kulit hitam dengan status sabit tak
diketahui. Jika positif maka elektroforesis
hemoglobin harus dikerjakan
Tes
kehamilan
- Wanita usia subur
X-foto toraks - Tidak rutin
- Penyakit jantung atau paru akut
- Penyakit jantung atau paru menahun yang
memburuk dalam tahun terakhir
- Risiko tbc paru
- Penyakit keganasan
4. Monitor keadaan janin
Memonitor keadaan janin selama persipan dan menjelang sectio sangatlah
penting, bahkan janin harus terus dipantau keadaannya sampai beberapa
saat dilahirkan secara sectio. Salah satu cara monitor keadaan janin adalah
dengan menggunakan kardio tokografi yang akan memonitor aktivitas
jantung janin, sehingga apabila terjadi perubahan baik berupa deselerasi
yang menetap atau variabilitas yang menurun kita dapat segera megambil
tindakan.
5. Persipan teknis pra-bedah
Persipan kulit :
Tujuan utama persiapan kulit adalah menurunkan resiko terinfeksinya luka
insisi dengan menimalisir konsentrasi bakteri yang merupakan flora dikulit
13
dinding abdomen ibu, karena dengan dilakukannya insisi berarti menghilang
pertahan pertama tubuh terhadap infeksi yaitu kulit.
Persiapan meliputi pencucian pada tempat insisi saat diruang operasi baik
secara mekanik dengan menggunakan sabun atau detergen untuk
menghilangkan lapisan yang kotor dan berminyak, dilanjutkan dengan
pemberian anti mikroba topikal untuk menekan jumlah bakteri dikulit tempat
insisi dan lipatan kulit serta umbilikus.4,5
Berapa lama pencucian masih terdapat perbedaan pendapat mulai dari 5
menit sampai hanya sekitar 30 detik, baru kemudian diberi anti mikroba.
Walaupun persipan kulit telah dilakukan dengan baik angka infeksi tetap ada
sekitar 6-8%. Alternatif persiapan kulit lain adalah dengan menggunakan
alkohol.5,6
Persiapan pada vagina sering kali tidak dilakukan kecuali jiak direncanakan
tindakan sectio-histerektomi. Dimana pembersihan vagina diperlukan untuk
menurunkan angka infeksi post sectio. Dapat juga disertai dengan pemberian
anti biotik profilaksis dan antiseptik intra vagina. Pencucian vagina dapat
menggunakan larutan salin untuk menurunka konsentrasi bakteri didalam
vagina.3,4
Pemotongan rambut :
Secara umum tujuan pemotongan rambut adalah agar tidak mengganggu
lapangan operasi. Pemotongan rambut dianjurkan dilakukan beberapa saat
sebelum operasi atau pada pagi hari sebelum operasi. Namun juga perlu
berhati-hati agar sewaktu melakukan pemotongan rambut justru
menimbulkan iritasi kulit sehingga justru meningkatkan resiko infeksi.
Manajemen Cairan Pre dan Intra Operatif
Cairan ekstraselular (intertitial dan inta vaskular) adalah sekitar 1/3 dari
total cairan tubuh atau 20% dari berat badan. Kebutuhan cairan harian adalah
sekitar 2000-2500 ml. Kehilangan cairan pada wanita hamil adalah sekitar 1000
ml dari urin (800-1500 ml), insisibel water loss (800 ml) dari paru dan kulit serta
14
dari feses (200 ml). Insisibel water loss pada wanita dalam fase persalinan dapat
jauh lebih banyak. Pemberian cairan tambahan juga dibutuhka jika digunakan
anetesia epidural. Pemberian cairan yang dianjurkan adalah 100-125 ml/jam
selama persalinan.4,5,6
Aspek terpenting dari keseimbangan cairan adalah mempertahankan
volume sirkulasi, dan mengusahakan aliran darah dan fungsi jaringan yang
adekuat. Catatan yang akurat dari imbang cairan sangat penting. Terapi cairan
iv. perlu dipertimbangkan sebagai cairan rumatan untuk menggantikan cairan
yang pada keadaan normal dikonsumsi per oral (minum, makan). Cairan ini
menggantikan kehilangan insensible, urin dan feses. Kebutuhan bervariasi tetapi
cara menaksir kebutuhan rumatan diperlihatkan dalam table dibawah ini. Bila
mungkin gunakan botol infus yang sudah berisi K+ di dalamnya. Ini jauh lebih
baik daripada mengoplos/ menambah K+ di bangsal. Larutan standar
mengandung 20 atau 40 mmol K+/L (0,15 atau 0,3%).4,5,6
Cairan pengganti menggantikan semua kehilangan abnormal, baik yang
terlihat atau tidak terlihat. Ini mencakup darah, plasma, kehilangan rongga
ketiga, output dari drain, fistula atau pipa nasogastrik dan diare.
Cairan intravena yang sering digunakan adalah :
Sodium Chlorida (0,9% saline isotonik) digunakan untuk
mengembangkan volume plasma dan juga untuk mengkoreksi
hiponatremia ringan
Ringer laktat cairan isotonik yang juga mengandung sejumlah elektrolit
pada konsentrasi yang mendekati konsentrasi plasma manusia. Juga
digunakan untuk mengembangkan volume plasma dan merupakan pilihan
yang baik pada 24 jam post operatif
Sodium Chlorida 0,45% adalah cairan hipotonik (1/2 konsentrasi
fisiologis). Diberikan setelah 24 jam post operatif saat tidak lagi
dibutuhkan pengembangan volume plasma.
15
Bila saat post operasi pasien mengalami hipovolemik ringan maka dalam 24
jam pertama dapat diberikan Normo salin atau Ringer Laktat dalam dekstrose 5%
karena cairan hipotonik lebih disukai sebab lebih kuat dalam mempertahankan
volume intra vaskular. Pada pasien dengan muntah-muntah, diare atau demam
maka perlu diberikan cairan tambahan. Pemberian cairan naik 15% setiap derajat
kenaikan suhu.
Pemberian cairan intra operatif lebih banyak diatur oleh ahli anestesiologi
yang pemberian tergantung kepada perkiraan banyaknya perdarahan, insisibel
water losses, dan produksi urin. Pada umumnya cairan yang digunakan adalah
larutan isotonik untuk mempertahan volume cairan intra vaskular. Jarang
diperlukan pemberian darah langsung atau plasma pada sectio secarea.
Kebutuhan cairan intra operatif diluar perdarahan adalah 500-1000 ml/jam,
sampai maksimal 3 liter setiap interval 4 jam tergantung kebutuhan
pembedahan. Rekomendasi ini didasarkan atas rendahnya insiden gangguan
ginjal dan juga tidak timbulnya udem paru.3,4,5
lisis eritrosit donor.
- Delayed hemolitik and serologic transfusion reaction
Timbul pada pasien yang sebelumnya telah tersensitisasi dengan alloantigen
sel darah merah yang memiliki allo antibody negative karena rendahnya level
antibody
- Febril non hemolitik transfusion reaction
Paling sering terjadi karena transfuse komponen darah ditandai demam dan
menggigil, suhu meningkat 1º C
Manajemen
- Hentikan transfusi jika ada gejala berikut: demam (39oC), rigor, hipotensi,
urtikaria, bronskopasme. Kembalikan sisa darah ke bank darah
- Dinginkan pasien dengan kipas angin.
- Beri parasetamol 1 gr per oral atau rektal.
16
- Beri antihistamin intravena (misal klorfeniramin 4 mg).
- Demam < 39oC tanpa manifestasi klinik lain bisa diatasi dengan pendinginan
dengan kipas, parasetamol dan penghentian transfusi.
- Pertimbangkan lagi urgensi untuk transfusi dan ulang kembali unit darah
yang baru ketika kondisi klinik pasien telah membaik.
- Jika terjadi reaksi serius (hipotensi, takipnea) berikan hidrokortison 100 mg
iv.
Reaksi alergi berupa urtikaria
Dapat ditangani dengan menghentikan pemberian darah dilanjutkan
pemberian antihistamin. Transfusi dilanjutkan setelah gejala-gejala alergi hilang.
Kompomen selular dapat dicuci lebih dulu untuk menghilangkan residual plasma
Reaksi anafilaksis
Muncul setelah hanya beberapa milliliter darah masuk. Tanda dan gejala
dapat berupa kesulitan bernafas, batuk, mual dan muntah, hipotensi dan
bronkhospasme. Terapinya, hentikan transfuse, jaga airways, pernafasan dan
sirkulasi, berikan epinefrin 0,5-1 cc dalam konsentrasi 1:1000. Glukokortikoid
dapat diberikan bila keluhannya parah.
Reaksi non immunlogis
- Hipotermia
BIla darah diberikan dengan tetesan yang cepat dapat timbul hipotermi.
karena darah atau komponen frozen bisa merangsang Sino atrial node maka ada
kemungkinan terjadi aritmia jantung
- Keracunan elektrolit
Hipokalemia kerap terjadi akibat rendahnya kalium dalam darah transfuse.
Akibat penyimpanan yang lama kebocoran-kebocoran mikro pada dinding sel
darah sering diikuti dengan keluarnya kalium
1. Komplikasi infeksi
Infeksi puerpural merupakan komplikasi terbanyak pada sectiosecarea, resiko
terutama pada sectio secarea pertama dan resiko infeksi puerperal pada
endometrium adalah sekitar 20 kali lipat dibandingkan dengan kelahiran
17
pervaginam. Namun insiden bervariasi tergantung pada keadaan sosioekonomi
dan prosedur section, dimana insiden bervariasi mulai dari 5-10% sampai
mencapai 70-85%
Selain itu juga ada resiko penyebaran penyakit, terutama yang mudah
ditularkan melalui darah seperti Hepatitis B, Hepatitis C, Human Immnuno
Defisiensi Virus (HIV). Sitomegalovirus dan beberapa jenis parasit yang ditularkan
melalui darah seperti malaria, barbesiosis.
Pengaturan Pemulangan Pasien dan Kelanjutan Penanganan Yang Baik.
Setelah operasi, pasien harus menerima penjelasan yang baik tentang
prosedur pembedahan yang dijalankan baik lisan maupun tertulis, temuan saat
pembedahan, dan tindakan atau temuan paska operasi. Fase paska operasi dapat
berpengaruh negatif karena kurangnya informasi atau ada pertanyaan yang tidak
terjawab. Mungkin akan sangat membantu bagi dokter bila merujuk ke
penayangan audiovisual pre operatif saat sesi konsultasi paska operasi.
Setiap pasien paska operasi harus menjalani pemeriksaan fisik secara
lengkap (termasuk penilaian pelvis) sebelum memulangkan pasien dari rumah
sakit. Temuan bisa menjadi dasar pemeriksaan lanjutan. Pasien harus menerima
instruksi lisan dan tertulis sehubungan dengan perawatan post operatif di rumah
termasuk aktivitas fisik yang dapat di lakukan. Selain itu juga diatus bagaimana
manajemen laktasi khusus pada pasien pasca sectio secarea.
II. PERSIAPAN PREOPERATIF BEDAH OBSTETRIKS AKUT
I. Pre dan Intra Operatif
Keputusan untuk melakukan operasi tertentu diambil setelah dibuat
diagnosis tentang penyakitnya dan tentang kondisi penderita, dan setelah
dipertimbangkan jenis operasi yang paling tepat baginya. Diagnosis dibuat atas
dasar pemeriksaan yang seksama, terdiri atas pemeriksaan fisik, pemeriksaan
18
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain yang dianggap perlu. Pada
keadaan gawat darurat, dokter terpaksa bertindak secepatnya karena bila
menunggu lebih lama akan lebih membahayakan penderita.
Persiapan fisik pasien
Idealnya, persiapan dilakukan secara sistemik dan menyeluruh yaitu
meliputi traktus gastrointestinal, traktus kardiopulmonal, traktus respiratorius,
traktus urinarius, hematologi, endokrin maupun cairan dan kondisi kondisi lain
yang mempengaruhi resiko operasi. Pada keadaan gawat darurat, hal tersebut
tidak mungkin semuanya dapat dilakukan, sehingga harus dipilih pemeriksaan-
pemeriksaan tertentu yang sesuai indikasi saja yang bisa membuat keadaan
pasien menjadi optimal utuk operasi.
h. Sistem Gastro intestinal
Persiapan saluran cerna bagian bawah
Pengosongan saluran cerna bagian bawah, memberikan ruang
yang besar untuk tindakan operasi. Selain itu bila intervensi
pembedahan melibatkan saluran cerna, maka resiko kontaminasi
dapat berkurang. Penggunaan laksatif dan enema mesti dilakukan
secara selektif karena dapat menimbulkan distensia abadomen
dan nyeri kram.
i. Sistem Kardiovaskular
Penyakit jantung
pasien dengan penyakit ini mempunyai resiko yang besar untuk
menjalani operasi → perlu evaluasi seksama
Jika ada riwayat penyakit : gagal jantung kongestif, infark miokard,
hipertensi berat → konsultasi ahli jantung
Faktor – faktor yang mungkin terjadi pada pasien jantung yang
dioperasi diantaranya imbalance cairan, hipotensi, imbalance
elektrolit, infeksi, nyeri, takikardi.
19
Pemeriksaan spesifik
EKG
- Pasien usia > 40 tahun
- EKG pre operatif harus ada sebagai data dasar jika terjadi
komplikasi post operasi
Monitoring intraoperatif
Termasuk pemeriksaan TD, nadi, tekanan nadi, frekuensi jantung /
HR, JVP, perkusi dan auskultasi dada, edem +/-, ukuran hepar
j. Sistem Pernafasan
Infeksi paru → motilitas sel siliar ↓ → bronchitis dan pneumonia
post operasi
Pada operasi emergensi → anestesi lokal untuk menghindari
atelektasis / pneumonia post operasi
Pada PPOM → pemeriksaan dan antibiotik yang tepat pre operatif
k. Sistem Renal
Fungsi renal harus diperiksa lebih teliti jika ada riwayat penyakit
dahulu
Pasien > 60 tahun, urinalisis = proteinuria dan eritrosit (+)
Periksa lebih lanjut → kreatinin klirens, ureum darah, dan
elektrolit
l. Sistem Hematologi
Anemia
- Defisiensi Fe karena inadequate diet, kehilangan darah kronik,
penyakit kronik
- Operasi emergensi → transfusi PRC
Trombositopenia
- Penyebab utama : supresi SST, penyakit autoimun, pemakaian
trombosit berlebihan
- Pre operasi → transfusi trombosit jika jumlah terlalu rendah
m. Sistem Endokrin
20
Diabetes Mellitus (DM)
- Gula darah puasa > 140 mg/dL atau gula darah sewaktu > 200
mg/dL
- Observasi dan pengobatan tepat agar tidak terjadi kelainan
elektrolit dan cairan, ketosis, hiperglikemia, dan infeksi → jika
tidak, dapat terjadi sepsis post operasi → perlu konsul internis
- Hindari hipoglikemia dengan kontrol ketat gula darah pada
hari operasi dan pemakaian cairan D5% iv ketika telah puasa
- Kadar gula darah yang diterima sebelum operasi: 100 – 250
mg/dL untuk sebagian besar operasi.
Penyakit Tiroid
- Hipertiroid muncul dengan gejala : penurunan BB, kelemahan
otot, peningkatan nadi, agitasi, tremor, intoleransi terhadap
panas, kulit yang hangat
- Pada operasi emergensi → propanolol 0,5 mg iv titrasi pelan
sampai tanda – tanda tirotoksikosis dapat dikontrol
- Anestesi lokal lebih disenangi. Jika perlu anestesi umum,
pastikan jalan nafas baik dengan roentgen apakah ada
kompresi trakeal berat atau adanya deviasi
n. Cairan dan Elektrolit
Prinsip umum terapi cairan iv.
Aspek terpenting dari imbang cairan adalah mempertahankan
volume sirkulasi, dan mengusahakan aliran darah dan fungsi jaringan
yang adekuat. Catatan yang akurat dari imbang cairan sangat penting.
Terapi cairan iv. perlu dipertimbangkan sebagai cairan rumatan untuk
menggantikan cairan yang pada keadaan normal dikonsumsi per oral
(minum, makan). Cairan ini menggantikan kehilangan insensible, urin dan
feses. Bila mungkin gunakan botol infus yang sudah berisi K+ di dalamnya.
Ini jauh lebih baik daripada mengoplos/ menambah K+ di bangsal.
Larutan standar mengandung 20 atau 40 mmol K+/L (0,15 atau 0,3%).
21
Cairan pengganti menggantikan semua kehilangan abnormal, baik
yang terlihat atau tidak terlihat. Ini mencakup darah, plasma, kehilangan
rongga ketiga, output dari drain, fistula atau pipa nasogastrik dan diare.
Dalam menulis regimen cairan, taksir dulu kebutuhan rumatan dan
pengganti kemudian resepkan dalam kartu imbang cairan.
o. Syok Hipovolemik
Pada kasus akut obstetri, terutama perdarahan, komplikasi yang
mungkin terjadi adalah terjadinya syok hipovolemi. Karena itu, yang
terpenting pada persiapan pasien adalah mengatasi komplikasi syok agar
operasi bisa segera dilaksanakan. Tujuan utama pengobatan syok adalah
menstabilkan kondisi pasien, memperbaiki volume cairan sirkulasi darah
dan mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.
Penanganan awalnya adalah :
- Periksa tanda vital, pastikan jalan nafas tidak tersumbat, jagalah agar
kondisi badannya tetap hangat, dan miringkan posisi tidur ibu ke kiri
untuk tetap menjaga aliran darah janin
- Berikan oksigen melalui masker dengan kecepatan 6-8 liter/menit
- Berikan cairan isotonik seperti NaCl 0,9 % atau RL melalui jarum no 16-18
agar cairan dapat dimasukkan secara cepat. Bila jarum sudah masuk
segera ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium dan golongan darah,
karena bila ditunda pengambilannya, ditakutkan pembuluh darah sudah
kolaps sehingga menyulitkan pengambilan darah. Cairan dapat diberikan
sebanyak 0,5 – 1 liter dalam waktu 15-20 menit sementara kondisi pasien
dipantau terus. Pada umumnya syok hipovolemik membutuhkan 1-3 liter
cairan untuk menstabilkan kondisi pasien, setelah itu dipertahankan
dengan kecepatan 1 liter per 6-8 jam. Diuretik dapat diberikan pada
keadaan overhidrasi atau edema paru.
- Dalam waktu 20-30 menit setelah pemberian cairan, kondisi pasien dinilai
apakah sudah stabil ataupun ada perbaikan seperti tekanan sistolik
22
mencapai 100mmHg, denyut jantung stabil, Kondisi mental pasien
membaik, produksi urin bertambah.
- Berikan transfusi darah jika keadaan pasien tetap belum membaik setelah
pemberian cairan, ataupun jika pasien anemis berat (Hb < 8 gr%) akibat
perdarahan tersesbut.
5. Penyakit pada gawat obstetri
Kasus gawat darurat obstetri ialah kasus obstetri yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi
penyebab utama kematian ibu, janin dan bayi baru lahir. Penyebab utama
kematian ibu yang juga merupakan suatu kegawat daruratan adalah perdarahan.
- Perdarahan
Perdarahan yang dimaksud disini adalah perdarahan antepartum, yaitu
perdarahan yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu. Perdarahan
antepartum yang membutuhkan penanganan segera adalah plasenta previa dan
solusio plasenta.
1. Plasenta Previa
Adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
Etiologi
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan
endometrium yang kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau
kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada :
- Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek.
- Usia ibu. Makin lanjut usia ibu, makin meningkat resiko plasenta previa.
- Mioma uteri
- Kuretase yang berulang
23
- Bekas sectio caesaria
- Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan
dikompensasi dengan hipertrofi placenta. Hal ini terjadi terutama pada
perokok berat (lebih dari 20 batang sehari )
Klasifikasi
Klasifikasinya ada 4, yaitu :
1. Plasenta previa totalis
Plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum
2. Plasenta previa parsialis
Plasenta menutupi sebagian ostium uteri internum
3. Plasenta previa marginal
Plasenta mencapai pinggir pembukaan 0,5cm atau kurang
4. Plasenta previa letak rendah
Pinggir bawah plasenta terletak lebih dari 0,5cm atau kurang dari 1,5 cm
dari ostium uteri internum.
Penanganan Operatif
Persalinan perabdominam, dengan sectio caesarea prinsipnya adalah
untuk menyelamatkan ibu. Tujuan sectio caesarea adalah melahirkan janin
dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan
perdarahan dan menghindarkan terjadinya robekan serviks uteri jika janin
dilahirkan pervaginam.
Indikasi sectio caesarea pada plasenta previa :
24
1. Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal.
2. Semua plasenta lateralis posterior, karena perdarahan yang sulit
dikontrol
3. Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak
berhenti dengan tindakan-tindakan yang ada.
4. Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang.
Prognosis
Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena
plasenta previa rendah sekali atau tidak ada sama sekali.
2. Solusio Plasenta
Adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang
berimplantasi normal pada kehamilan di atas 20 minggu dan sebelum anak lahir.
Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti.
Meskipun demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara
lain :
1. penyakit hipertensi menahun
2. pre-eklampsia
3. tali pusat yang pendek
4. trauma
5. tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
6. uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada waktu ketuban pecah,
kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir)
Diagnosis
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
25
2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar.
3. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus
bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta sehingga
uterus teregang
4. Palpasi sukar karena rahim keras.
5. Fundus uteri makin lama makin naik.
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada.
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus.
8. Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia.
Komplikasi
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasinya antara lain :
1. Perdarahan
Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir
tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Persalinan
dapat dipercepat dengan pemecahan ketuban dan pemberian infus dengan
oksitosin. Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya
perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk
menghentikan perdarahan pada kala 3, dan kelainan pembekuan darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah diantara
otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus couvelaire. Apabila
perdarahan postpartum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual
uterus, pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan darah,
maka tindakan terakhir adalah histerektomia atau pengikatan arteri hipogastrika.
2. Kelainan pembekuan darah.
Kelainan pembekuan darah biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi.
Page (1951) dan Schneider (1955) menerangkan dengan masuknya
26
tromboplastin ke dalam peredaran darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah
retroplasenta, sehingga terjadi pembekuan darah intravaskular dimana-mana,
yang akan menghabiskan faktor-faktor pembekuan darah lainnya, terutama
fibrinogen. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah
450mg% , berkisar antara 300-700mg% dalam 100cc. Di bawah 150mg per 100cc
disebut hipofibrinogenemi. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100mg%
per 100cc, akan terjadi gangguan pembekuan darah.
Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan
dengan pemeriksaan secara laboratorium :
- Penentuan kuantitatif kadar fibrinogen
- Waktu pembekuan darah
- Adanya faktor antikoagulan dalam peredaran darah
- Hitung trombosit
- Penentuan waktu protrombin
Penentuan fibrinogen secara laboratoris memakan waktu yang lama.
Oleh karena itu untuk keadaan akut baik dilakukan clot observation test,dengan
cara:
Kira-kira 5ml darah ibu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berukuran 15 ml,
kemudian digoyang perlahan-lahan setiap semenit sekali. Apabila dalam 6 menit
tidak terjadi bekuan, ataupun terjadi bekuan tapi bentuknya tidak padat dan
mencair 1 jam kemudian, hal itu menunjukkan adanya kelainan pembekuan
darah.
Waktu pembekuan seperti diperiksa pengamatan pembekuan darah itu
menunjukkan kira-kira kadar fibrinogen darahnya. Apabila waktu pembekuannya
kurang dari 6 menit, kadar fibrinogen darahnya kira-kira lebih dari 150mg%.
Apabila waktu pembekuannya lebih dari 6 menit dan bekuannya kurang baik,
kadar fibrinogen darahnya kira-kira 100-150mg%. Apabila tidak terbentuk
bekuan dalam waktu 30 menit, kadar fibrinogen darahnya mungkin lebih rendah
dari 100mg%.
27
3. Oliguria
Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita biasanya masih baik. Oleh
karena itu, oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran
urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta sedang, dan solusio
plasenta berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre eklampsia,
atau hipertensi menahun.
Terjadinya oliguria belum dapat diterangkan dengan jelas. Mungkin
berhubungan dengan hipovolemi dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat
perdarahan yang banyak. Adapula yang menerangkan bahwa tekanan intrauterin
yang tinggi menimbulkan reflex penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan
pembekuan darah berperan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.
4. Gawat janin
Jarang kasus solusio plasenta datang dengan janin yang masih hidup.
Kalaupun masih hidup, biasanya keadaannya sudah sedemikian gawat.
Penanganan Operatif
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta
bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi.
Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila
serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian
oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his.
- Umum :
a. Transfusi darah.
Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana
keadaan umum penderita waktu itu. Karena jika diagnosis solusio
28
placenta dapat ditegakkan itu berarti perdarahan telah terjadi
sekurang-kurangnya 1000ml.
b. Pemberian O2
c. Pemberian antibiotik.
d. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.
- Khusus :
Hipofibrinogenemi : substitusi dengan human fibrinogen 10 gr atau
darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase
inhibitor) 200.000 iu diberikan IV, selanjutnya jika perlu 100.000 iu /
jam dalam infus. Pemberian 1 gram fibrinogen akan meningkatkan
kadar fibrinogen darah 40 mg%.
Jadi apabila kadar fibrinogen sangat rendah atau tidak ada sama
sekali, diperlukan sekurangnya 4 gram fibrinogen untuk menaikkan di
atas kadar kritis fibrinogen darah 150mg%. Biasanya diperlukan 4-6
gram fibrinogen yang dilarutkan dalam glucosa 10%, diberikan IV
perlahan-lahan selama 15-30 menit. Apabila tidak ada fibrinogen,
transfusikan darah segar yang mengandung kira-kira 2 gram
fibrinogen per 1000ml. Sehingga dengan transfusi darah lebih dari
2000ml, kekurangan fibrinogen dalam darah dapat diatasi.
Prognosis
Prognosis ibu tergantung dari luasnya placenta yang terlepas dari dinding
uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya
hipertensi menahun atau pre eklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahannya
dan jarak waktu antara terjadinya solusio placenta sampai pengosongan uterus
29
Pada kasus solusio placenta tertentu, sectio caesaria dapat mengurangi angka
kematian janin. Persediaan darah secukupnya akan sangat membantu
memperbaiki prognosis ibu dan janinnya.
B. Post Operatif
I. Manajemen Post Operatif
Segera sesudah operasi, perhatian harus difokuskan pada pemeliharaan
fungsi paru-paru dan sirkulasi. Masa paling kritis bagi pasien paska operasi
adalah 72 jam. Pemanatauan yang tepat tentang fungsi kardiovaskular, renal dan
system pernafasan akan memberikan informasi yang sangat berharga tentang
kondisi pasien paska operasi. Tanda vital dan balance cairan harus dimonitor
sesering mungkin untuk dapat mendiagnosis gejala awal dari syok atau gangguan
pernafasan. Perdarahan dari tempat operasi atau gangguan penafasan dan
kardiovaskular yang menetap akibat anestesi merupakan resiko yang
mengharuskan pengawasan yang hati-hati pada semua pasien periode awal
paska operasi.
Perawatan selanjutnya pada post operatif harus mencakup hal-hal
berikut :
1. Ruang Pemulihan
Pasien dibaringkan miring di dalam kamar pulih dengan pemantauan
ketat tensi, nadi dan nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama, kemudian 30
menit dalam 1 jam berikut dan selanjutnya tiap jam. Uterus yang harus terus
berkontraksi dengan kuat merupakan masalah yang sangat penting. Di dalam
ruang pemulihan, jumlah perdarahan dari vagina harus dipantau secara ketat,
dan fundus uteri harus dikenali dengan melakukan palpasi yang sering untuk
memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi dengan kuat. Pasien tidur dengan
muka kesamping dan yakinkan kepalanya agak tengadah agar jalan nafas bebas
30
2. Analgesia
Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntikkan
intramuskuler 75 mg meperidin setiap 6 jam sekali bila diperlukan untuk
mengatasi rasa sakit, atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin.
Jika ibu berukuran kecil, dosis meperidin yang diberikan adalah 50 mg atau jika
ukuran tubuhnya besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg meperidin. Pilihan
lainnya adalah ketoprofen supp 2 kali/12 jam atau tramadol tiap 6 jam peroral.
Obat-obat antiemetik, misalnya prometasin 25 mg biasanya diberikan bersama-
sama dengan pemberian preparat narkotik.
3. Tanda-Tanda Vital
Pasien kini dievalulasi sekurang-kurangnya setiap jam sekali selama paling
sedikit 4 jam, dan tekanan darah, nadi, jumlah urin serta jumlah darah yang
hilang dan keadaan fundus uteri harus diperiksa pada saat-saat ini. Adanya
abnormalitas harus dilaporkan. Karena itu, selama 24 jam pertama, semua ini
harus diperiksa setiap 4 jam sekali bersama-sama dengan pengukuran suhu
tubuh.
4. Terapi Cairan
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan, termasuk larutan
Ringer laktat, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam
pertama berikutnya. Meskipun demikian, jika output urin jauh dibawah 30 ml per
jam, pasien harus segera dievaluasi kembali. Infus dapat diangkat 24 jam
pascabedah.
31
5. Vesika Urinaria Dan Usus
Kateter sudah dapat dilepas dari vesika urinaria setelah 12 jam
postoperasi atau, yang lebih baik lagi, terutama bila ditemukan hematuria, bisa
dilepas pada keesokan paginya setelah operasi. Kemampuan selanjutnya untuk
mengosongkan vesika urinaria sebelum terjadi distensi yang berlebihan harus
dipantau seperti pada persalinan per vaginam.
Setelah diperiksa peristaltik pada 6 jam pasca bedah, bila positif maka ia
dapat diberikan minum hangat sedikit dan kemudian lebih banyak terutama bila
tidak muntah. Pasien dapat makan lunak atau biasa pada hari pertama. Bila
pasien telah flatus, maka ia sudah dapat makan. Gejala kembung dan nyeri
akibat inkoordinasi gerak usus dapat menjadi gangguan yang menyusahkan pada
hari kedua dan ketiga postoperatif. Sering, pemberian supositoria rektal akan
diikuti defekasi, atau jika gagal, pemberian enema dapat meringankan keluhan
pasien.
6. Ambulasi
Pada sebagian besar kasus, pada hari pertama setelah pembedahan,
pasien dengan bantuan perawat dapat bangun dari tempat tidur sebentar-
sebentar sekurang-kurangnya 2 kali. Dalam jam ke 8-12, pasien dapat duduk dan
pada 24 jam post operasi pasien dapat berjalan sendiri bila dia mampu. Ambulasi
dapat ditentukan waktunya sedemikian rupa sehingga preparat analgesik yang
baru saja diberikan akan mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua, pesien dapat
berjalan kekamar mandi dengan pertolongan. Dengan ambulasi dini, trombosis
vena dan emboli pulmoner merupakan peristiwa yang jarang terjadi.
7. Perawatan Luka
32
Kasa perut harus dilihat pada 1 hari pasca bedah, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti. Umumnya kasa perut dapat diganti pada hari
ke 3-4, sebelum pulang dan seterusnya pasien mengganti setiap hari. Luka dapat
diberikan salep betadine sedikit. Jahitan yang perlu dibuka dapat dilakukan pada
5 hari pasca bedah.
8. Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi hari setelah operasi. Hematokrit
tersebut harus segera dicek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak
biasa atau bila terdapat oliguria atau keadaan lain yang menunjukkan
hipovolemia. Jika hematokrit turun secara bermakna dari nilai sebelum operasi,
pemeriksaan diulang dan kemudian dimulai suatu penelitian untuk mengenali
sebab-sebab penurunan tersebut. Jika hematokrit yang rendah itu stabil, pasien
dapat melakukan ambulasi tanpa kesulitan apapun, dan jika kemungkinan
terjadinya kehilangan darah lebih lanjut adalah kecil, terapi zat besi untuk
menghasilkan perbaikan hematologis lebih disukai daripada transfusi. Namun
bila Hb < 8 %, pertimbangkan untuk transfusi.
9. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari postoperasi. Jika ibu memutuskan
untuk tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompresi, biasanya akan mengurangi rasa
nyeri atau rasa terganggu. Bromokriptin untuk mencegah laktasi terbukti efektif
untuk tujuan tersebut.
10. Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit
Kecuali kalau terdapat komplikasi selama puerperium, seorang pasien
yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah
33
sakit pada hari keempat atau kelima postpartum. Aktivitas ibu selama seminggu
berikutnya harus dibatasi hanya untuk perawatan diri sendiri dan perawatan
bayinya dengan bantuan orang lain. Pasien diminta datang untuk ditindaklanjuti
mengenai perawatan luka 7 hari setelah pulang. Pasien dapat mandi biasa
setelah hari ke 5 dengan mengeringkan luka dan merawat luka seperti biasa.
Pasien diminta segera datang bila terdapat perdarahan, demam dan nyeri perut
berlebihan.
11. Antimikroba Profilaktik
Morbiditas febris jauh lebih sering terjadi setelah seksio sesarea, dan
tampaknya lebih lazim dijumpai diantara wanita miskin daripada wanita yang
berkecukupan. Dengan berkembangnya obat-obat antimikroba, sejumlah
percobaan pernah dilakukan untuk mencatat nilai pemberian antibiotik sebagai
profilaksis.
II. Komplikasi Post Operatif
1. Gagal Jantung
Henti jantung sering terjadi selama induksi anestesi, tetapi dapat juga
terjadi selama operasi atau bahkan paska operasi. Faktor predisposisinya
termasuk penyakit jantung yang sudah ada, myocard infark sebelumnya, syok,
hipoventilasi, sumbatan jalan nafas atau reaksi obat.
2. Penyulit Penyembuhan Luka
Frekuensi dan derajat infeksi pada luka paska operasi tergantung pada
beberapa faktor seperti usia, kesehatan, status gizi, kebiasaan, adanya
keganasan, penggunaan kortikosteroid, riwayat radio terapi dan pembedahan.
Persiapan luar pada kulit sebelum operasi juga berperan terjadinya infeksi.
Pencukuran dapat menyebabkan follikulitis, menimbulkan infeksi permukaan.
34
Bila pencukuran harus dikerjakan maka pengerjaannya harus dilakukan di kamar
operasi sebelum pembedahan.
3. Demam sepsis
Semua infeksi bakteri bisa mengakibatkan bakteremia. Risiko utama dari
sepsis adalah berkembangnya syok septik (sindroma sepsis) dan kontaminasi
prostesa –sendi, graft pembuluh darah, katup jantung, dst.
Sepsis harus selalu dianggap sebagai penyebab pireksia, dan penyebab
paling mungkin setelah hari kedua pasca bedah. Sepsis bisa terjadi lebih dini, jika
infeksi sudah ada sebelum operasi atau jika ada kebocoran anastomosis usus.
4. Atelektasis
Istilah atelektasis menjelaskan suatu keadaan kollapsnya parenkima paru
disertai adanya daerah-daerah pada parenkima yang tidak mengandung udara,
yang biasanya normal. Kondisi patologis ini biasanya berkaitan dengan kelainan
paru dan dada yang berat dan memperlihatkan suatu manifestasi dari penyakit
yang mendasari, bukan karena penyakit itu sendiri. Atelektasis post operatif
merupakan keluhan yang umum setelah pembedahan. Atelektasis yang terbatas
biasanya sembuh sempurna, namun atelektasis yang komplit dari paru-paru yang
tersisa setelah prosedur reseksi parsial paru sering sukar diatasi.
5. Emboli paru
Emboli paru adalah komplikasi kritis dari pembedahan pelvis. Hal ini
harus dicurigai bila gejala-gejala jantung atau paru muncul mendadak. Fakto-
faktor predisposisinya adalah obesitas, sepsis, keganasan dan riwayat emboli
paru atau trombosis vena dalam. Meskipun merupakan komplikasi dari
tromboflebitis vena bawah, namun emboli paru dapat mendahului penyakit
vaskular perifer. Bahkan pada beberapa pasien tidak ada bukti adanya
tromboflebitis. Emboli paru dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya terjadi
35
sekitar hari ke tujuh samapi hari ke sepuluh paska operasi. Diagnosa banding nya
termasuk atelektasis, pneumonia, myokard infark, dan pneumothorak.
6. Perdarahan
Efisiensi sirkulasi paska operasi tergantung pada beberapa faktor.
Beberapa diantaranya yang penting adalah volume darah, fungsi jantung, tonus
neuro-vaskular, dan sekresi adrenal. Kehilangan darah yang massif dapat
menimbulkan shock, shock juga dapat timbul karena vasodilatasi perifer yang
bermakna, dekompensasi jantung dan nyeri atau stress emosional. Karena
komplikasi ini mengancam nyawa, inisiasi harus dilakukan tanpa diagnosa
defintif. Perdarahan merupakan penyebab utama shock paska operasi. Orang
yang sehat dapat mengkompensasi kehilangan 10-20 % volume darah tanpa
timbul gejala klinis. Bila kehilangan darah lebih dari 20 % maka akan terjadi shock
ringan. Kehilangan darah 20-40 % akan menyebabkan shock sedang sedangkan
kehilangan darah lebih dari 40 % akan melewati kompensasi oleh tubuh dan
menyebabkan shock berat. Penentuan yang tepat tentang jumlah cairan yang
perlu diganti tergantung pada observasi klinis dari tekanan darah, temperature,
nadi dan pernafasan, kulit (warna dan kelembaban).
7. Ileus paralitik
Ileus paralitik paska operasi dalam beberapa tingkatan harus dipikirkan
bila melakukan pembedahan abdomen. Fungsi gastrointestinal paska operasi
harus di amati dengan baik sehingga frekuensi ilues dapat dikurangi. Ileus paska
operasi meningkat akibat pemberian makanan yang terlalu cepat. Pemberian
makanan ini masih menjadi masalah, hal ini dilakukan dokter dengan cara dan
gaya yang berbeda-beda. Beberapa ahli bedah menganjurkan minum sedikit-
sedikit pada hari pertama paska operasi ginekologi tanpa komplikasi. Pada hari
berikutnya, cairan jernihdapat diberikan bila peristaltic usus bagus.Cairan dapat
diberikan sebanyak pasien menginginkan teapi makan padat ditunda dulu hingga
pasien dapat buang angin.
36
8. Reaksi transfusi
Efek samping transfusi komponen darah dapat terjadi meskipun telah
dilakukan serangkaian tes dan pemeriksaan. Untungnya banyak dari efek
samping tersebut tidak mengancan nyawa, meskipun reaksi yang serius bisa
muncul dengan gejala yang ringan. Beberapa reaksi dapat dikurangi, dicegah
atau dimodifikasi (dilakukan filterisasi, dicuci atau dilakukan irradiasi)
Reaksi transfusi bisa timbul lewat mekanisme immune dan mekanisme
non immune. Reaksi immune-mediated sering terjadi karena antibody donor
atau resipien, namun elemen selular dapat juga menimbulkan efek samping.
Reaksi nonimmune disebabkan oleh sifat fisik fisik dan kimia komponen darah
yang disimpan serta pengawetnya. Komplikasi berupa infeksi jarang terjadi,
meskipun rasa takut terhadap komplikasi ini masih menjadi perhatian utama.
Immune mediated reaction :
- Reaksi transfusi hemolitik akut
Terjadi bila dalam darah resipien telah dibentuk antibody yang menyebabkan
lisis eritrosit donor.
- Delayed hemolitik and serologic transfusion reaction
Timbul pada pasien yang sebelumnya telah tersensitisasi dengan alloantigen
sel darah merah yang memiliki allo antibody negative karena rendahnya level
antibody
- Febril non hemolitik transfusion reaction
Paling sering terjadi karena transfuse komponen darah ditandai demam dan
menggigil, suhu meningkat 1º C
Manajemen
- Hentikan transfusi jika ada gejala berikut: demam (39oC), rigor, hipotensi,
urtikaria, bronskopasme. Kembalikan sisa darah ke bank darah
37
- Dinginkan pasien dengan kipas angin.
- Beri parasetamol 1 gr per oral atau rektal.
- Beri antihistamin intravena (misal klorfeniramin 4 mg).
- Demam < 39oC tanpa manifestasi klinik lain bisa diatasi dengan pendinginan
dengan kipas, parasetamol dan penghentian transfusi.
- Pertimbangkan lagi urgensi untuk transfusi dan ulang kembali unit darah
yang baru ketika kondisi klinik pasien telah membaik.
- Jika terjadi reaksi serius (hipotensi, takipnea) berikan hidrokortison 100 mg
iv.
Reaksi alergi berupa urtikaria
Dapat ditangani dengan menghentikan pemberian darah dilanjutkan
pemberian antihistamin. Transfusi dilanjutkan setelah gejala-gejala alergi hilang.
Kompomen selular dapat dicuci lebih dulu untuk menghilangkan residual plasma
Reaksi anafilaksis
Muncul setelah hanya beberapa milliliter darah masuk. Tanda dan gejala
dapat berupa kesulitan bernafas, batuk, mual dan muntah, hipotensi dan
bronkhospasme. Terapinya, hentikan transfuse, jaga airways, pernafasan dan
sirkulasi, berikan epinefrin 0,5-1 cc dalam konsentrasi 1:1000. Glukokortikoid
dapat diberikan bila keluhannya parah.
Reaksi non immunlogis
- Hipotermia
BIla darah diberikan dengan tetesan yang cepat dapat timbul hipotermi.
karena darah atau komponen frozen bisa merangsang Sino atrial node maka ada
kemungkinan terjadi aritmia jantung
- Keracunan elektrolit
Hipokalemia kerap terjadi akibat rendahnya kalium dalam darah transfuse.
Akibat penyimpanan yang lama kebocoran-kebocoran mikro pada dinding sel
darah sering diikuti dengan keluarnya kalium
38
9. Komplikasi infeksi
Penyakit-penyakit yang mudah ditularkan melalui darah seperti Hepatitis
B, Hepatitis C, Human Immnuno Defisiensi Virus (HIV). Sitomegalovirus dan
beberapa jenis parasit yang ditularkan melalui darah seperti malaria, barbesiosis
dll.
III. PERSIAPAN PREOPERATIF BEDAH GYNEKOLOGI ELEKTIF
Latar Belakang
Pemeriksaan rutin prabedah, baik atas dasar indikasi sesuai gambaran klinis
pasien ataupun tidak, telah menjadi bagian praktek klinik selama bertahun-
tahun. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah melakukan identifikasi kondisi yang
tidak terduga yang mungkin memerlukan terapi sebelum operasi atau perubahan
dalam penatalaksanaan operasi atau anestesia perioperatif; menilai penyakit
yang sudah diketahui sebelumnya, kelainan, terapi medis atau alternatif yang
dapat mempengaruhi anestesia perioperatif; memperkirakan komplikasi
pascabedah; sebagai dasar pertimbangan untuk referensi berikutnya;
pemeriksaan skrining
.
Keluarga dilibatkan juga dalam perawatan Psikologis Preoporatif. Pasien
dan keluarga yang disiapkan secara psikologis cenderung untuk menghadapi
lebih baik perawatan pasien sesudah operasi
Penjelasan tentang penyakit
Gejala klinis
39
Adanya penyakit seperti myoma uteri tidak selalu memberikan gejala. Adapun
gejala yang biasanya muncul diantaranya :
1. tumor/massa di perut bawah
merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan oleh penderita
2. perdarahan
biasanya dalamh bentuk menorrhagi, yang sering menyebabkan gejala
perdarahan adalah jenis submukosa sebagai akibat pecahnya pembuluh-
pembuluh darah. Peradarahan oleh myoma dapat menimbulkan anemia
yang berat
3. nyeri
gejala ini tidak khas untuk myoma, walaupun sering terjadi. Timbulnya
rasa nyeri pada myoma mungkin disebabkan gangguan peredaran darah,
yang disertai nekrose setempat, dan disebabkan proses radang dengan
perlekatan ke omentum usus. Kadang-kadang rasa sakit juga disebabkan
oleh torsi pada myoma subserosa. Dalam hal ini sifatnya akut disertai
enek dan muntah. Pada myoma yang cukup besar, rasa nyeri dapat
disebabkan oleh karena tekanan terhadap urat saraf dan menjalar ke
pinggang dan tungkai bawah.
4. akibat tekanan = pressure effect
bila myoma menekan kandung kencing, akan menimbulkan kerentanan
kandung kencing ( bladder irritability), polakisuria dan dysuria. Bila uretra
yang tertekan akan menimbulkan retensio urine dan hidronefrosis.
Tekanan pada rektum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan
konstipasi dan sakit wakt defekasi. Kalau terjadi tekanan pada vena kava
inferior akan terjadi oedema dari tungkai bawah.
gejala-gejala lainnya berupa :
40
- anemia
- lemah
- pusing-pusing
- sesak nafas
- erytrocythosis pada myoma yang besar.
-
Komplikasi
1. degenerasi ganas
keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus
yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma
uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma
dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Menimbulkan sirkulasi akut sehingga mengalmi nekrosis. Dengan
demikian terjadilah sindrom akut abdomen, ibu akan kesakitan dan harus
segera dioperasi.
Penanganan
1. Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus
Dilakukan bila masih diinginkan keturunan. Syaratnya dilakukan kuretase
dulu, untuk menghilangkan kemungkinan keganasan.
Kerugian : - melemahkan dinding uterus ruptura uteri pada waktu hamil
- menyebabkan perlekatan
- residif
2. Histerektomi, adalah pengangkatan uterus yang umumnya merupakan
tindakan terpilih
41
Dilakukan pada :
- Myoma yang besar
- Multipel
Sebaiknya dilakukan hysterektomi totalis, kecuali bila keadaan tidak
mengizinkan dapat dilakukan hysterektomi supravaginalis. Untuk menjaga
kemungkinan keganasan pada cervix, sebaiknya dilakukan pap smear pada waktu
tertentu.
Persiapan Pasien
1. pemeriksaan darah rutin
Tujuan pemeriksaan rutin hemoglobin prabedah adalah mendeteksi anemia
yang secara klinis tidak tampak. Hal itu terjadi sejak adanya kepercayaan
bahwa anemia ringan sampai sedang dapat meningkatkan risiko komplikasi
anestesia umum. Kelompok kerja ASA pada tahun 2001 merekomendasikan
bahwa pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit rutin tidak diindikasikan.
Karakteristik klinis sebagai indikasi pemeriksaan tersebut adalah tipe dan
derajat invasif prosedur operasi, pasien dengan penyakit hati, riwayat
anemia, perdarahan dan kelainan darah lainnya.
2. sistem traktus urogenitalis
Salah satu alasan rasional meminta pemeriksaan urin adalah mendeteksi
infeksi saluran kemih asimptomatik yang dapat mengubah penatalaksanaan
pasien selanjutnya. Untuk beberapa prosedur, seperti joint replacement yang
benar-benar memerlukan kondisi asepsis, adanya infeksi saluran kemih dapat
menunda operasi, walaupun ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa risiko
infeksi tidak terpengaruh oleh adanya infeksi saluran kemih.
Hasil pemeriksaan urin abnormal hanya akan mengubah penatalaksanaan jika
ditemukan leukosit, yang mungkin menunjukkan infeksi saluran kemih.
42
Walaupun ditemukan leukosit, tidak semua pasien mendapat pengobatan.
Hasil penelitian menunjukkan respons klinis terhadap hasil abnormal lebih
ditujukan untuk pemeriksaan atas dasar indikasi daripada pemeriksaan rutin.
Baik pemeriksaan atas indikasi maupun rutin, ditemukannya protein, glukosa
atau eritrosit tidak mengubah penatalaksanaan klinis. Hal tersebut sebagai
pertimbangan bahwa klinisi tidak menganggap pemeriksaan rutin sebagai
pemeriksaan skrining yang penting bagi penderita diabetes mellitus atau
penyakit saluran kemih.
3. sistem respirasi ( thoraks)
Tujuan dilaksanakannya pemeriksaan foto toraks rutin prabedah adalah:
Penatalaksanaan anestesia atau kondisi medis segera.
Tujuan utama pemeriksaan foto toraks rutin prabedah pada operasi non-
kardiopulmonal adalah sebagai bahan masukan untuk mengkaji kebugaran
pasien sebelum anestesia umum. Diharapkan foto toraks mampu mendeteksi
kondisi seperti gagal jantung atau penyakit paru kronik yang tidak terdeteksi
secara klinis, yang mungkin dapat menyebabkan penundaan atau
pembatalan operasi atau memerlukan modifikasi teknik anestesia.1
Prediksi komplikasi pascabedah.
Tujuan lain pemeriksaan foto toraks rutin prabedah adalah untuk
mengidentifikasi pasien yang mungkin berisiko menderita komplikasi paru
atau jantung pascabedah sehingga penatalaksanaan pasien pascabedah
dapat dimodifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan, misalnya dengan
memindahkan pasien ke tempat perawatan lebih intensif (High Care Unit).1
Sebagai dasar interpretasi pascabedah.
Beberapa penulis menyatakan pentingnya foto toraks prabedah sebagai
dasar interpretasi foto pascabedah yang akurat bila pada pasien timbul
komplikasi paru atau jantung pascabedah. Contohnya adalah terjadi embolus
43
paru pascabedah, dengan gambaran foto toraks yang minimal mungkin dapat
tidak terlihat kecuali terdapat foto toraks prabedah sebagai pembandingnya.1
Sebagai skrining.
WHO memperkirakan sepertiga populasi dunia terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis dan 3 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat TB. Setiap
tahun diperkirakan timbul 8 sampai 10 juta kasus baru TB. Di Indonesia,
berdasarkan laporan WHO tahun 2003 jumlah penderita TB paru meningkat
dua kali lipat dari 20/100.000 penduduk pada tahun 1998 menjadi
43/100.000 penduduk pada tahun 2001. Oleh karena itu foto toraks dapat
digunakan sebagai pemeriksaan skrining TB paru
4. sistem kardiovaskuler
Tujuan utama pemeriksaan EKG prabedah adalah mendeteksi kondisi jantung,
seperti infark miokard baru, iskemik jantung, defek konduksi atau aritmia, yang
dapat mempengaruhi anestesia atau bahkan menunda operasi; mengidentifikasi
pasien akan kemungkinan komplikasi jantung, terutama infark miokard akut
setelah operasi.1
Semua bukti ilmiah dalam bentuk case-series, dan tidak ada bukti ilmiah
yang mendukung pentingnya EKG prabedah untuk dijadikan dasar pertimbangan.
Sebaliknya tidak ada bukti ilmiah bahwa rutin EKG prabedah akan
membahayakan.
Karakteristik klinis pasien yang penting termasuk penyakit kardiovaskular,
penyakit saluran napas dan tingkat invasif operasi. Pada pasien dengan penyakit
koroner, EKG merupakan pemeriksaan penting dalam menentukan prognosis
yang berhubungan dengan morbiditas jangka panjang dan mortalitas. EKG (tanpa
aktivitas) tidak dapat mengidentifikasi peningkatan risiko perioperatif pada
pasien yang menjalani operasi risiko rendah, tetapi EKG abnormal merupakan
44
prediktor peningkatan risiko perioperatif dan kardiovaskular jangka panjang pada
pasien yang menjalani operasi risiko sedang dan tinggi.
Peningkatan usia menyebabkan pengurangan bertahap dalam kemampuan dan
beberapa perubahan fungsi paru yang dapat diperkirakan. Toraks menjadi lebih
kaku yang menyebabkan berkurangnya daya ekspansi iga, hal tersebut
meningkatkan kerja pernapasan saat kekuatan dan massa otot berkurang.
Perubahan itu mengakibatkan menurunnya kapasitas pernapasan maksimum.
Kemampuan rekoil parenkim paru menurun. Saluran pernapasan yang lebih kecil
menjadi lebih mudah kolaps dan kapasitas menutupnya meningkat seiring
dengan bertambahnya usia, sehingga volume tersebut menyebabkan penutupan
saluran napas pada saat napas biasa. Semua perubahan di atas menjadi faktor
predisposisi terjadinya hipoksia dan atelektasis pada pasien lanjut usia.
Pasien dengan penyakit saluran napas yang bermakna harus diidentifikasi
pada saat evaluasi prabedah, terutama pada mereka yang akan menjalani
operasi risiko tinggi, misalnya operasi abdomen bagian atas. Selain diketahui
bahwa fungsi paru menurun seiring meningkatnya usia, hanya terdapat sedikit
bukti ilmiah yang menyarankan pemeriksaan fungsi paru prabedah merupakan
faktor yang berguna dalam memperkirakan komplikasi paru pascabedah.
Sebagai kesimpulan, dari anamnesis, perlu diketahui penyakit yang pernah
diderita :
- Paru : asma, TBC
- Jantung : Iskemia, SKA
- Hati : Hepatitis B, C
- Kelainan pembekuan darah / penggunaan obat dan trombosis
- Diabetes mellitus
45
- Alergi obat
Dari pemeriksaan fisik umum meliputi : keadaan umum (kesadaran, gizi),
paru, jantung, abdomen (hati, limpa) dan anggota gerak. Catat juga tensi, nadi,
nafas dan suhu. Pada pemeriksaan obstetrik tentukan keadaan janin (letak,
besar, tunggal/gemelli).
Dari pemeriksaan laboratorium, pada keadaan gawat darurat yang bisa
dilakukan adalah smbil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium rutin,
yaitu : Hb, Ht, Leukosit, trombosit, golongan darah. Kemudian ambil contoh urin
untuk pemeriksaan rutin
Pada pemeriksaan khusus, ditujukan pada kondisi :
- Usia > 40 tahun : EKG
- Kelainan paru : foto thorak
- Kelainan ginjal : ureum, kreatinin
- Kelainan hepar : SGOT, SGPT, LDH
- Kelainan darah : PT, APTT, D-dimer
Diagnosis :
Pada pemeriksaan bimanuil dapat ditemukan tumor dengan konsistensi padat
yang berhubungan dengan uterus. Tumor ini terletak di garis tengah atau agak ke
samping, berhubungan lebar dengan corpus uteri, permukaan rata atau
berbenjol benjol.
Dalam pembuatan diffensial diagnosis harus dipikirkan tumor-tumor
abdominal lain yang terletak dalam perut bagian bawah dan atau di rongga
pelvis. Pemeriksaan USG seringkali berguna dalam menentukan jenis tumor
dalam rongga pelvis.
46
Persiapan cairan dan elektrolit
Imbang cairan perlu diperhatikan seksama pada pasien pembedahan.
Yang utama yang harus diperhatikan adalah kecukupan natrium dan kalsium
pasien yang bisa diketahui melalui pemeriksaan darah. Pemberian infus pada pra
bedah terdiri dari cairan RL 500 ml diberikan 100-125 ml/jam, kecuali pada
hipertensi < 100 ml / jam
Intra Operatif
Pada pasien myoma uteri secara khusus ingin mempertahankan uterusnya,
mungkin mengekstirpasi mioma dengan enukleasi. Kelayakan tindakan ini
tergantung atas lokasi dan ukuran tumor.
Instrumentasi :
Pisau
Skalpel
Bistouri
Pinset.
Hemostat
Gunting
Needle Holder
Reseksi mioma subserosa bertangkai :
ahli bedah menggunakan tenakulum bergigi tunggal, atau bergigi ganda,
untuk mengelevasi mioma subserosa bertangkai keluar dari pelvis. Ia akan
47
memaparkan tangkainya ke penglihatan ahli bedah sehingga ia dapat dibuang.
Eksisi sebenarnya dilakukan dengan skalpel melewati pangkal tangkai pada
tingkat dinding uterus. Insisi tidak boleh dibuat terlalu dalam ke dalam
miometrium. Hemostasis dan penutupan luka biasanya mudah dikerjakan
dengan beberapa jahitan melalui keseluruhan luka yang terbuka.,jahitan dapat
menggunakan benang yang dapat diresorbsi ( catgut, vicryl).
DAFTAR PUSTAKA
1. Martin PA. Bailey FP, Pregnancy Termination, dalam: Operative Obstetrics.
Editor: O’Grady JP. Gimovsky ML. McIlhargie CJ, Williams & Wilkins, 1995,
hal: 22-40
48
2. O’Grady JP. McIlhargie CJ, Instrumental Delivery, dalam: Operative
Obstetrics. Editor: O’Grady JP. Gimovsky ML. McIlhargie CJ, Williams &
Wilkins, 1995, hal: 239-87.
3. Cesarean Delivery and Peripartum Hysterectomy, dalam: Williams Obstetrics
22nd Ed. Editor: Cunningham et all, McGraw-Hill Companies, 2005, Hal: 587-
606.
4. Depp R, Cesarean Delivery, dalam: Obstetrics; Normal and Problem
Pregnancies 4th Ed. Editor: Gabbe SG. Niebyl JR. Simpson JL, Churchill
Livingstone, 2002. Hal: 539-606.
5. O’Grady JP et all, Cesarean Delivery, dalam: Operative Obstetrics. Editor:
O’Grady JP. Gimovsky ML. McIlhargie CJ, Williams & Wilkins, 1995, hal: 239-
87.
6. Hale RW, Operative Delivery, dalam: Current Obstetrics & Gynecologic
Diagnosis & Treatment International Ed. Editor: DeCherney AH. Pernoll ML,
Appleton and Lange, 1994, Hal: 543-73.
49