d0213021.docx · web viewsejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000,...
TRANSCRIPT
JURNAL
KULTIVASI KOREAN WAVE
(Studi Analisis Kultivasi K-Pop Terhadap Gaya Hidup Korean Fans di
Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS)
Oleh:
BAGAS SAKTI DEWABRATA
D0213021
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
KULTIVASI KOREAN WAVE(Studi Analisis Kultivasi K-Pop Terhadap Gaya Hidup Korean Fans di
Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS)
Bagas Sakti DewabrataLikha Sari Anggreni
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan PolitikUniversitas Sebelas Maret Surakarta
AbstractThis study aims to find out how to cultivate K-Pop on korean fans lifestyle
among students of Communication Science FISIP UNS. Korean Wave is a term for globalization or the spread of Korean pop culture flows around the world including Indonesia. In spreading the flow of Korean culture, K-Pop is one aspect that has many fans especially in Indonesia. Korean Wave phenomenon, especially K-Pop that hit young people, especially teenagers in Indonesia generally are teenagers of productive age. This led to the formation of new construction resulting from the effect of watching K-Pop too much. In cultivation theory, there is a grouping between light viewers and heavy viewers. When someone is included in the heavy viewers group especially in K-Pop, they tend to follow the lifestyle of their idol. Like the way they dress, dress up, food, to speak in Korean. These things encourage authors to see how K-Pop cultivation of the fans' korean lifestyle. Based on the theory, there are two ways of cultivation that is mainstreaming and resonance.
This research is a qualitative study and takes place in Surakarta. The data used in this research is the result of interview with in-depth interview technique which then result from the interview is poured in transcript form. This study involved 5 korean fans who became informants and taken by purposive sampling technique. The informants are taken based on the criteria that the author has determined that all the informants included in the category of heavy viewers or listen and watch K-Pop shows more than four hours a day.
From the collected data and the results of the analysis compiled, it can be deduced that K-Pop has influenced the lifestyle of the korean fans among students of Communication Science FISIP UNS. This is because the work process of K-Pop cultivation that is mainstreaming and resonance has shaped the reality of korean fans into reality that is displayed by K-Pop.
Keywords: Cultivation, K-Pop, Korean Fans, Lifestyle.
1
Pendahuluan
Melalui perkembangan teknologi internet ini fenomena pertukaran budaya
pun tidak dapat dihindari, karena pengguna internet berasal dari seluruh penjuru
dunia. Oleh karena itu, globalisasi yang terjadi melahirkan sebuah budaya populer
yang berkembang di Indonesia. Salah satu budaya populer yang berkembang di
Indonesia adalah Korean Wave atau dapat disebut arus Korea dikalangan remaja.
Banyak dari remaja di Indonesia begitu menggandrungi artis kenamaan dari Korea
Selatan, baik itu penyanyi atau artis layar kaca. Internet menjadi salah satu media
dalam penyebaran Korean Wave yang berupa musik, film ataupun serial drama
Korea.
Korean Wave atau dalam bahasa Korea-nya‘Hallyu’ adalah istilah untuk
globalisasi budaya pop Korea di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada
umumnya Korean Wave telah memicu banyak orang untuk mempelajari lebih jauh
tentang Korea Selatan seperti bahasa Korea dan kebudayaannya.Di Indonesia
sendiri Korean Wave diawali dengan munculnya serial drama di salah satu stasiun
televisi yang berjudul ‘Endless Love’ pada tahun 2002. Serial drama tersebut
mampu mencuri perhatian remaja Indonesia yang menyukai film atau drama yang
memiliki genre percintaan atau drama romantis.
Selain drama korea yang saat ini sudah layaknya menjadi tontonan wajib para
remaja di Indonesia, Korean Wave juga memiliki para artis atau yang sering
disebut dengan idol korea dalam menyebarkan misi hallyu ke seluruh dunia.
Korean pop atau Kpop di identikkan dengan grup idola yaitu boyband dan
girlband. Boyband dan girlband korea terus mengalami regenerasi mulai dari
Super Junior, Big Bang, SNSD, sampai boyband dan girlband rookie atau
pendatang baru seperti Twice, BTS, EXO, AOA, dan masih banyak lagi.
Arus ini semakin di dukung dengan penyebaran informasi yang cepat melalui
media internet sehingga remaja yang bermukim di Kota Solo pun tidak
ketinggalan untuk ikut terkena arus korea. Hal ini dibuktikan dengan komunitas-
komunitas penggemar korea yang mulai berkembang di Solo. Namun, penelitian
ini dibatasi hanya membahas mengenai K-Pop sebagai salah satu bentuk dari
2
Korean Wave yang banyak memberikan dampak bagi remaja di Indonesia maupun
di Surakarta.
Fenomena ini sangat menarik untuk diteliti, karena fenomena K-Pop
sekarang ini sudah merambah ke berbagai kalangan. Dari kalangan pelajar hingga
mahasiswa, baik perempuan maupun laki-laki. Usia-usia pelajar maupun
mahasiswa masih termasuk kedalam kategori remaja, dimana seorang individu
telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh ketergantungan.
Korean fans menjadi salah satu contoh remaja yang sudah mengetahui minat atau
kesukaannya.
Dikutip dari Yuliati (2005: 163), Gerbner meyakini bahwa efek menonton
terlalu banyak tayangan televisi tidaklah terbentuk secara instan, ia juga
mengabaikan peranan kelompok sebagai kekuatan pengontrol. Didalam teori
kultivasi yang mana menjadi landasan teori dalam penelitian ini, terdapat
pengelompokan antara light viewers (penonton ringan) dan heavy viewers
(penonton berat). Golongan yang termasuk kedalam kelompok light
viewersadalah mereka yang menonton televisi sekitar 2 jam atau kurang dalam
setiap harinya. Sedangkan, heavy viewers adalah mereka yang menonton televisi
lebih dari 4 jam dalam setiap harinya.
Rumusan Masalah
Bagaimana K-Pop dapat mempengaruhi gaya hidup Korean Fans di kalangan
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS?
Tinjauan Pustaka
1. Kultivasi
Dalam Yulianti (2005: 160), pencetus teori kultivasi, George Gerbner
menganggap televisi sebagai sebuah kekuatan yang dominan dalam
kehidupan di zaman modern ini. Argumen Gerbner didasarkan pada
kenyataan bahwa televisi menjadi semacam ‘anggota keluarga baru’
dimana ia memiliki akses tak terbatas terhadap setiap anggota keluarga.
3
Dalam West (2007: 82), Analisis kultivasi merupakan sebuah teori
yang memprediksi dan menjelaskan formasi dan pembentukan jangka
panjang dari persepsi, pemahaman, dan keyakinan mengenai dunia sebagai
akibat dari konsumsi akan pesan-pesan media. Gerbner juga membagi 2
kategori dalam membagi jenis penonton, yaitu light viewersdan heavy
viewers. Gerbner menyebutkan bahwa mereka para light viewers ini
menghabiskan waktunya untuk menikmati media tersebut setidaknya 2 jam
dalam sehari, sedangkan mereka yang termasuk kedalam kategori heavy
viewer adalah mereka yang menikmati media tersebut lebih dari 4 jam
dalam sehari (Griffin, 2003: 353).
Dikutip dari Miller (2002: 270) dalam Yulianti (2005: 161), teori
kultivasi George Gerbner menyoroti efek televisi yang kumulatif dan
akhirnya membentuk sebuah realitas baru sesuai citra realitas yang
ditampilkan televisi. Artinya, kita memandang dunia dimana kita tinggal
sesuai dengan citra yang ditampilkan melalui televisi. Dengan kata lain,
teori kultivasi menekankan pengaruh televisi yang sangat kuat terhadap
pembentukan persepsi publik yang pada akhirnya melahirkan konstruksi
sosial.
Proses kultivasi yang diungkapkan Gerbner dalam Griffin (2003: 359)
adalah bagaimana kultivasi dapat terjadi yang menurutnya disebabkan oleh
dua hal yaitu mainstreaming dan resonansi.
a. Mainstreaming
Mainstreaming merupakan proses mengikuti arus utama yang
terjadi ketika berbagai simbol, informasi, dan ide yang
ditampilkan oleh media massa mendominasi atau mengalahkan
simbol, informasi, dan ide dari sumber lain. Mainstreaming
dapat didefinisikan sebagai kecenderungan bagi penonton
kelompok berat untuk menerima suatu realitas budaya dominan
yang sama dengan realitas yang digambarkan media, walaupun
realitas yang digambarkan media tidak sama dengan yang
4
sebenarnya. Proses mainstreaming menjelaskan bahwa media
massa mampu membuat audience menjadi homogen sedemikian
rupa sehingga mereka yang menjadi anggota penonton
kelompok berat akan memiliki orientasi, perspektif dan makna
satu sama lain. Gerbner menjelaskan mengenai efek
mainstreaming ini dengan menunjukan bagaimana audience
menggabungkan perbedaan ekonomi dan politik.
b. Resonansi
Cara kedua kultivasi bekerja adalah melalui resonansi yang
terjadi ketika apa yang disajikan oleh media massa sama dengan
realitas aktual sehari-hari yang dihadapi penonton. Dengan kata
lain, realitas eksternal objektif dari pelaku/penontonnya
beresonansi dengan realitas media. Jadi pembuatan media
bukanlah asal buat saja, namun juga mempertimbangkan aspek
dari apa yang dialami masyarakat. Kemudian realitas sosial
tersebut dikultivasi untuk para penonton atau pelakunya bahwa
apa yang mereka lihat sesuai dengan apa yang mereka alami
didunia nyata (West, 2007: 89-90).
2. New Media
Dalam Lievrouw (2011: 7) new media atau media online
didefinisikan sebagai produk media yang didalamnya terdiri dari berbagai
elemen. Itu artinya terdapat konvergensi media didalamnya, dimana
beberapa media dijadikan satu. New media merupakan media yang
memanfaatkan internet, media online berbasis teknologi, berkarakter
fleksibel, berpotensi interaktif dan dapat berfungsi secara privat maupun
publik. (Mondry, 2008: 13).
Era new media ditandai dengan penggunaan internet di khalayak luas.
Internet berfungsi sebagai salah satu sumber informasi paling aktual saat
ini. Hanya bermodal internet, setiap orang sudah dapat mencari informasi
yang dibutuhkan dengan sangat mudah. Arus pesan dalam internet tidak
bersifat linear atau one way saja, namun pesan dalam internet juga dapat
5
berbentuk interaktif atau dua arah. Pesan yang disampaikan melalui media
internet di desain untuk mampu membuat respon atau feedback dengan
bentuk-bentuk pesan yang variatif.
3. K-Pop
Dikutip dari id.korean-culture.org, K-Pop merupakan istilah musik
korea gabungan dari huruf pertama ‘Korea’ yang dipadukan dengan kata
‘Pop’. Sejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun
2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan
terus menyebar ke Eropa, Amerika Serikat dan Amerika Selatan, tidak
terkecuali Indonesia. Setelah era boyband H.O.T, boyband dan girlband
korea yang meneruskan jejak musik korea ke kancah dunia adalah TVXQ,
Super Junior, Big Bang, 2NE1, Girls’ Generation, 2PM dan Wonder Girls.
Boyband dan girlband di atas diibaratkan membuka jalan bagi girlband
dan boyband generasi muda setelahnya untuk tetap eksis dikancah dunia
seperti Winner, EXO, Seventeen, GFriend, Red Velvet dan Blackpink.
4. Gaya Hidup
Menurut Kotler (2002: 192), gaya hidup merupakan pola hidup
seseorang didunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan
opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.Perkembangan zaman juga turut
mempengaruhi perubahan gaya hidup seseorang. Hal ini dikarenakan
adanya kebutuhan dan tuntutan yang hadir secara disengaja maupun
tidak.Untuk melakukan pengukuran terhadap gaya hidup, dalam teori gaya
hidup dikenal istilah psikografik.
Menurut Kotler, Psikografik adalah ilmu tentang pengukuran dan
pengelompokan gaya hidup konsumen (2002: 193). Menurut Sumarwan
(2003:58), psikografis adalah suatu instrumen untuk mengukurgaya hidup,
yang memberikan pengukuran kuantitatif dan biasa dipakai untuk
menganalisis data yang sangat besar. Psikografik sering diartikan sebagai
pengukuran AIO (Activity, Interest, Opinion), yaitu pengukuran kegiatan,
minat dan pendapat konsumen.
6
Menurut Prasetijo (2004: 56), mengungkapkan AIO (activities,
interest, dan opinion) adalah:
a. Activities (kegiatan) yaitu apa yang dikerjakan konsumen,
produk apa yang dibeli atau digunakan, kegiatan apa yang
mereka lakukan untuk mengisi waktu luang.
b. Interest (minat) yaitu apa kesukaan, kegemaran dan prioritas
dalam hidup konsumen.
c. Opinion (pendapat) yaitu pandangan dan perasaan konsumen
dalam menanggapi isu-isu global, lokal, moral, ekonomi, dan
sosial.
Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kultivasi K-Pop
terhadap gaya hidup korean fans di kalangan mahasiswa ilmu komunikasi FISIP
UNS. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling artinya bahwa
penentuan sampel yang dipilih secara sengaja agar diperoleh sampel yang
mewakili kriteria dan sesuai dengan penelitian. Dalam penelitian ini penulis
mengambil sampel lima orang korean fans di kalangan mahasiswa ilmu
komunikasi FISIP UNS. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan metode interview, observasi, kepustakaan dengan analisis data
menggunakan triangulasi data.
Sajian dan Analisis Data
1. Mainstreaming
Inti dari aspek mainstreaming ini adalah apakah realitas berupa
simbol, informasi, dan ide yang ditampilkan media mempengaruhi realitas
yang telah ada di dalam diri korean fans walaupun terkadang realitas yang
digambarkan oleh media tidak sama dengan realitas yang sebenarnya.
Realitas yang ditampilkan media mengenai K-Pop ini yang diadaptasi oleh
para korean fans ke dalam kehidupan sehari-hari baik secara sadar maupun
7
tidak sadar. Paparan media secara terus-menerus menjadi penyebab utama
untuk realitas media diadaptasi oleh realitas yang dimiliki oleh para
korean fans sehingga mempengaruhi realitas di dalam dirinya.
Realitas yang ditampilkan media mengenai K-Pop salah satunya
adalah mengenai bahasa. Bahasa Korea menjadi bahasa pengantar utama
K-Pop dalam menyebarkan pengaruhnya di seluruh dunia. Bahasa Korea
sudah sangat akbar bagi para korean fans yang setiap hari berselancar di
dunia maya untuk mengetahui informasi mengenai boyband atau girlband
idolanya. Lebih jauh, tidak hanya berhenti sebagai bahasa pengantar, para
korean fans juga menggunakan Bahasa Korea sebagai bahasa sehari-hari
secara sadar maupun tidak sadar. Beberapa narasumber menggunakannya
hanya bila bertemu sesama korean fans, tetapi banyak pula yang
menggunakan Bahasa Korea secara tidak sadar dan sudah seperti
kebiasaan. Hal ini jelas mempengaruhi realitas dalam diri para korean fans
di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS angkatan 2013 yang
sejatinya menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa dalam
berkomunikasi sehari-hari.
Selain bahasa yang digunakan, simbol berupa bahasa tubuh yang
biasanya dilakukan secara non-verbal oleh para girlband atau boyband ini
juga mendominasi realitas para korean fans. Simbol tersebut berupa
bahasa tubuh dari para korean idol untuk menunjukkan cintanya kepada
para fans dengan mengirimkan virtual heart melalui berbagai gerakan
berupa simbol-simbol hati seperti merekatkan jari telunjuk dengan ibu jari
membentuk menyilang, membuat hati dengan kelima jari melengkung dan
siku sebagai tumpuan, membuat hati terbalik dengan jari, membentuk love
dengan kedua tangan dikepala, dan masih banyak lagi. Para korean fans
mengerti bahwa simbol ini merupakan tanda hati yang dikirimkan secara
virtual oleh para idolanya. Sehingga, tidak jarang para korean fans
memvisualisasikan simbol tersebut dalam berkomunikasi sehari-hari untuk
menyampaikan suatu pesan ke orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan
observasi langsung penulis dan penuturan darinarasumber yang
8
menggunakan bahasa tubuh tersebut ke orang lain untuk menyampaikan
rasa terima kasih atau rasa sukanya. Bahkan juga penulis menemukan
realitas nyata dimana para korean fans menggunakan bahasa tubuh
tersebut ketika berfoto atau berpose di depan kamera.
Tidak berhenti sampai verbal dan non-verbal saja, arus pesan yang
dipaparkan oleh media melalui proses mainstreaming juga sampai pada
kegemaran korean fans mendengarkan lagu korea atau K-Pop.
Mendengarkan lagu K-Pop menumbuhkan minat yang besar para korean
fans untuk mempelajari Bahasa Korea dari lirik-lirik lagu K-Pop. Hal ini
dilatarbelakangi karena perbedaan yang jelas antara bahasa Indonesia
dengan bahasa Korea sehingga untuk memuaskan rasa tahu mengenai isi
dan pesan-pesan dalam lagu-lagi K-Pop, para korean fans mencoba
mencari informasi yang lama kelamaan melekat dan menimbulkan
keinginan untuk belajar. Lagu pop dari Korea seolah menjadi candu bagi
para korean fans sehingga tidak hanya sekali, namun minimal mereka
mendengarkan lagu-lagu K-pop 3 sampai 4 kali dalam sehari. Bahkan K-
Pop juga membuat para korean fans kehilangan minat untuk mengikuti
perkembangan musik Barat dan musik di Indonesia.
2. Resonansi
Pada aspek ini, penulis melakukan analisis data yang diperoleh
melalui wawancara mendalam terhadap korean fans apakah mereka
memiliki realitas yang sama dengan apa yang mereka konsumsi dari media
mengenai Kpop. Berdasarkan data yang penulis dapatkan, realitas yang
disajikan oleh K-Pop sama dengan realitas aktual yang dihadapi oleh para
korean fans sehari-hari. Hal ini dibuktikan salah satunya dengan adanya
ajang kompetisi dance cover yang pada umumnya sering diadakan oleh
event organizer yang memanfaatkan peluang dari perkembangan K-Pop di
Indonesia. Ajang kompetisi dance cover memang diperuntukkan untuk
para korean fans yang ingin menunjukkan kemampuan dan bakatnya
dalam menyanyi dan menari meniru gerakan atau tarian dari boyband atau
girlband Korea yang di idolakannya.
9
Para korean fans ini juga mengaku bahwa menyanyi sambil menari
merupakan salah satu daya tarik dari boyband dan gilrband Korea, itu
yang membuat mereka berbeda dengan penyanyi-penyanyi di Indonesia.
Dari 5 narasumber, 2 diantaranya pernah ikut ajang kompetisi cover dance.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat realitas nyata dari konsumsi realitas
dari media mengenai K-pop.
Dari kedua aspek di atas, mainstreaming dan resonansi merupakan bagian
dari proses kultivasi dimana sebuah realitas yang terpapar di media berpengaruh
jangka panjang terhadap audiensnya. Proses mainstreaming ini ditandai dengan
paparan media mengenai bahasa-bahasa korea yang tersampaikan lewat lagu-lagu
K-Pop dan bahasa tubuh yang biasanya dilakukan idola-idola Korea yang
kemudian diadopsi baik secara sadar maupun tidak sadar ke dalam kehidupan
sehari-hari para korean fans. Sedangkan resonansi lebih kepada realitas yang
dipaparkan media dan dikonsumsi sesuai atau tidak dengan realitas aktual yang
dihadapi para korean fans. Dalam hal ini, ajang kompetensi dance cover
merupakan suatu bukti bahwa yang dipaparkan media tentang K-pop sesuai
dengan apa yang dilakukan oleh para korean fans. Boyband dan girlband yang
menyanyi sambil menari menumbuhkan minat para korean fans untuk melakukan
hal yang sama dengan idolanya. Jadi, aspek mainstreaming dan resonansi terjadi
melalui proses-proses di atas. Pertanyaan paling utama setelah penjelasan di atas
adalah apakah proses-proses di atas mempengaruhi gaya hidup korean fans,
khususnya korean fans di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS
angkatan 2013. Gaya hidup sendiri merupakan pola hidup seseorang didunia yang
diekspresikan dalam 3 hal, yaitu:
1. Activities (Kegiatan)
Activities (kegiatan) ini ditandai dengan bagaimana para korean fans
melakukan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan K-Pop yaitu
menonton konser. Dari 5 orang yang menjadi narasumber penelitian
ini, semuanya pernah menonton konser boyband atau girlband Korea
yang biasanya diselenggarakan di Jakarta. Hal ini membuktikan bahwa
10
aktivitas menonton konser seolah menjadi suatu hal yang wajib
dilakukan seseorang apabila menjadi seorang korean fans.
Selain menonton konser, gathering juga merupakan suatu aktivitas
yang sering dilakukan oleh korean fans. Berbeda dengan konser yang
langsung bertemu dengan idolanya, gathering ini merupakan suatu
ajang bertemunya korean fans yang berbeda fandom. Fandom atau
Fans Kingdom merupakan komunitas dari masing-masing boyband
atau girlband yang dapat dipilih bebas seorang korean fans. Jika
seorang korean fans menyukai Super Junior, maka fandomnya adalah
ELF, jika ia menyukai Girls Generation (SNSD), maka fandomnya
adalah SONE, begitu seterusnya. Semua boyband dan girlband punya
fandom atau dapat juga dikatakan sebuah nama sebutan untuk fans
mereka. Aktivitas gathering ini mempertemukan korean fans dari satu
fandom atau dari berbagai fandom untuk saling berinteraksi dan
bertukar informasi mengenai idola mereka.
Selain menonton konser dan gathering, activities atau kegiatan
korean fans juga dapat dilihat melalui pembelian produk-produk
kecantikan dari Korea. Korean fans yang didominasi oleh perempuan
yang berada dalam usia produktif biasanya memutuskan untuk
membeli produk-produk kecantikan tersebut karena paparan dari media
mengenai kulit putih bersih yang dimiliki oleh idola Korea baik
boyband ataupun girlband. Narasumberkorean fans yang di kalangan
mahasiswa Ilmu Komunikasi biasanya membeli produk-produk seperti
liptint, sheet mask atau masker, BB Cushion, dan krim pemutih wajah
atau whitening moisturizer. Produk-produk kecantikan dari Korea yang
populer di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi adalah etude,
laneige, tony moly, dan face shop.
2. Interest (Minat)
Minat merupakan tingkat kegairahan yang menyertai perhatian
khusus akan suatu obyek dan peristiwa yang terjadi. Minat akan suatu
obyek bagi korean fans ditandai dengan minat untuk belajar bahasa
11
Korea sebagai bahasa pengantar K-pop, minat untuk mencoba
makanan khas Korea dan minat untuk mengunjungi negara Korea.
Beberapa narasumber mengaku memang tertarik untuk belajar bahasa
Korea dengan membeli kamus dan belajar melalui website belajar
bahasa Korea yang ada di internet. Bahkan salah satu narasumber
sampai pada tingkat ingin memiliki sertifikat bahasa Korea.
Ketertarikan akan bahasa Korea ini mendorong korean fans untuk
mempelajari sedikit demi sedikit bahasa Korea dimulai dari istilah-
istilah yang sering diucapkan dalam percakapan sehari-hari orang
Korea.
Minat akan suatu obyek yang kedua adalah makanan. Di Surakarta,
ada 2 restoran Korea yang terkenal yaitu Kimchi Restaurant dan Daegu
Restaurant. Semua narasumber pernah mencicipi kedua restoran
tersebut dan mengaku suka dengan makanan Korea. Makanan korea
yang paling disukai oleh para narasumber adalah sepert tteokbeokki,
kimbap, bibimbap, jjajangmyeon,ramyeon, dan kimchi. Dari kelima
narasumber, makanan khas Korea yang paling digemari adalah kimchi.
Selain kimchi, yang paling digemari para korean fans dikalangan
mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS adalah
jjajangmyeon.Keinginan untuk mencicipi restoran-restoran tersebut
disebabkan karena intensitasnya menonton K-Pop yang tidak hanya
musik pop korea saja tetapi juga ada variety show yang mengundang
anggota boyband dan girlband Korea sebagai bintang tamunya.
Minat terhadap obyek yang ketiga para korean fans ditandai
dengan keinginan untuk mengunjungi negara Korea. Semua korean
fans dikalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS mengaku
memiliki minat yang besar untuk mengunjungi Korea sebagai destinasi
wisata. Ini menjadi hal terbesar yang di inginkan seorang korean fans
yaitu mengunjungi negara tempat boyband atau girlband favoritnya
berasal.
12
Kategori minat yang kedua adalah kegairahan khusus terhadap
suatu peristiwa. Dari hasil wawancara narasumber, ada peristiwa
menarik yang mengenai boyband Korea yang datang ke Indonesia pada
tahun 2014. Kedatangan boyband EXO yang bermaksud
menyelenggarakan konser di Indonesia itu masih membekas dibenak
narasumber dan juga korean fans lainnya. Sehun, salah satu anggota
boyband EXO saat itu kedapatan menggunakan sandal jepit merek
Swallow yang banyak dijual di Indonesia. Hal itu sontak menjadi
perhatian korean fans, khususnya penggemar di Indonesia. Dampak
yang ditimbulkan adalah meningkatkan penjualan sandal jepit merek
Swallow, bahkan sampai dijual dan menerima permintaan pengiriman
ke luar negeri melalui situs belanja e-bay. 3 dari 5 narasumber juga
mengaku bahwa mereka membeli sandal merek Swallow berwarna
hijau tepat setelah Sehun mengenakannya di Bandara Soekarno-Hatta
pagi itu.
Dari penjelasan-penjelasan di atas terlihat bahwa minat korean fans
terhadap obyek-obyek berupa bahasa, makanan, wisata ke Korea dan
juga peristiwa sandal Swallow Sehun dinilai cukup tinggi karena
minat-minat tersebut direalisasikan menjadi suatu tindakan nyata yang
mendorong perubahan gaya hidup korean fans dikalangan mahasiswa
Ilmu Komunikasi FISIP UNS angkatan 2013 yang disebabkan terlalu
banyak paparan dari media mengenai K-pop, terutama boyband dan
girlband idola mereka.
3. Opini
Opini terbentuk dari suatu stimulus atau rangsangan yang
menghasilkan jawaban atas pertanyaan diajukan atau pernyataan yang
dilontarkan. Korean fans erat kaitannya dengan aktivitas di dunia
maya, terutama sosial media. Opini yang dilontarkan korean fans
biasanya disalurkan melalui sosial media yang terkadang menimbulkan
dua hasil yaitu yang pertama penerimaan opini tersebut atau yang
kedua opini tersebut menimbulkan fanwar (perang antar fans).
13
Hampir seluruh narasumber yang penulis wawancarai pernah
melakukan fanwar. Layaknya sebuah opini yang dimaknai berbeda
oleh setiap fans, fanwar juga dimaknai berbeda oleh masing-masing
korean fans. Ada yang memaknai fanwar sebagai sesuatu yang penting
tidaknya tergantung dari situasi, ada yang memaknai penting dan ada
yang memaknai tidak penting karena tidak akan berpengaruh apapun
untuk karir idolanya. Fanwar sendiri dapat menjadi tolak ukur
seberapa besar ia menggemari artis idolanya karena fanwar pada
hakikatnya membela artis idolanya yang biasanya dilakukan di sosial
media seperti instagram, twitter dan facebook.
Fenomena fanwar di sosial media sebenarnya dikembalikan lagi
kepada masing-masing individu untuk mengeluarkan opini secara bijak
tanpa menyinggung fans boyband atau girlband lain yang
notabenenya masih sama-sama korean fans. Namun fanwar seperti
fenomena yang tidak dapat diprediksi karena disebabkan banyak
korean fans yang masih di bawah umur dan kurang bijaksana dalam
menggunakan sosial media.
Selain fanwar, opini juga dapat disampaikan dengan ikut
berkomentar di akun media sosial asli dari para idola mereka. Semua
narasumber mengaku pernah meninggalkan komentar di postingan
idola mereka dengan menggunakan bahasa yang bermacam-macam
yaitu bahasa Korea, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahkan bahasa
Jawa. Opini yang disampaikan melalui komentar tersebut biasanya
mengomentari apa yang sedang diposting, tetapi terkadang ada juga
yang hanya memuji bahkan memaki tanpa melihat konten dari
postingan tersebut.
Dari analisis-analisis di atas, proses kultivasi berupa mainstreaming dan
resonansi dari media internet berpengaruh pada aspek-aspek kehidupan korean
fans dikalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS angkatan 2013. Proses-
proses di dalam mainstreaming dan resonansi tersebut membawa ke perubahan
gaya hidup berupa aktivitas, minat dan opini yang telah dijelaskan di atas.
14
Banyaknya paparan realitas media menjadikan K-Pop mempengaruhi realitas
aktual para korean fans. Aktivitas menonton konser, gathering dan membeli
produk diakui oleh narasumber disebabkan karena terlalu banyak menonton
tayangan-tayangan K-Pop. Hal ini menjadi pendorong besar bagi mereka untuk
melakukan apa yang ditampilkan oleh realitas media.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisis dari penjelasan di atas yang telah penulis
lakukan, penulis telah menyimpulkan beberapa temuannya. Dimana K-Pop telah
mempengaruhi gaya hidup daripada para korean fans dikalangan mahasiswa Ilmu
Komunikasi UNS angkatan 2013 melalui proses kultivasi. Berikut kesimpulan
terkait gaya hidup para korean fans yang terkultivasi oleh K-Pop.
1. Melalui proses kerja kultivasi yaitu mainstreaming dan resonansi, K-Pop
telah membentuk realitas yang dimiliki para korean fans menjadi realitas
yang ditampilkan oleh K-Pop seperti halnya apa yang diucapkan dan
dilakukan oleh girlband dan boyband idola mereka. Hal tersebut
mendorong para korean fans, khususnya korean fans dikalangan
mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2013 FISIP UNS untuk belajar
bahasa Korea yang bahkan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain
itu, menari yang menjadi ciri khas dari K-pop juga dipelajari dan
dilakukan oleh korean fans bahkan dalam skala besar yang ditunjukan
dengan mengikuti ajang-ajang kompetisi dance cover.
2. Para korean fans memiliki gaya hidup yang sudah terkultivasi oleh K-Pop.
Penulis menemukan beberapa contoh gaya hidup yang cenderung meniru
gaya hidup orang Korea. Seperti gemar menyantap makanan Korea,
menonton konser K-Pop, membeli produk-produk kecantikan yang juga
dipakai oleh idola mereka, dan keinginan yang kuat untuk pergi langsung
ke negara asal K-pop yaitu Korea.
3. Para korean fans yang banyak melakukan interaksinya di media sosial
menjadi aktif untuk menyampaikan pendapat mereka mengenai K-pop.
15
Hal ini ditunjukkan dengan fenomena fanwar yang pernah dilakukan oleh
semua informan penulis yang merupakan korean fans. Selain itu, opini
mereka juga disalurkan dengan komentar-komentar yang ditinggalkan
dipostingan akun asli idola mereka menggunakan bahasa yang beragam.
Daftar Pustaka
Griffin, EM. 2003. A First Look at Communication Theory: fifth edition. Boston: McGraw-Hill Companies, Inc.
Kotler, Philip, 2002.Manajemen Pemasaran, Edisi Milenium Jilid 1.Jakarta: Prebalindo.
Lievrouw, Leah. 2011. Alternative and Activist New Media. Cambridge: Polity press.
Mondry. 2008. Pemahaman Teori dan Praktek Jurnalistik. Penerbit: Ghalia Indonesia.
Nanda. D (2016, Juli 20) diakses pada 12 Juni 2017, dari Korean Culture Center: http://id.korean-culture.org/id/144/korea/46
Prasetijo, Ristiyanti.&John J.O.I Ihalauw,.2004. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Andi.
Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta: Ghalia Indonesia.West, Richard, dkk. 2007. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba HumanikaYulianti, Nova. 2005. Televisi dan Fenomena Kekerasan Perspektif Teori
Kultivasi. Mediator. Vol. 6 No. 1. 2005, hal. 159-165.
16