d0213021.docx · web viewsejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000,...

27

Click here to load reader

Upload: phungcong

Post on 20-May-2018

214 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

JURNAL

KULTIVASI KOREAN WAVE

(Studi Analisis Kultivasi K-Pop Terhadap Gaya Hidup Korean Fans di

Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS)

Oleh:

BAGAS SAKTI DEWABRATA

D0213021

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2018

Page 2: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

KULTIVASI KOREAN WAVE(Studi Analisis Kultivasi K-Pop Terhadap Gaya Hidup Korean Fans di

Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS)

Bagas Sakti DewabrataLikha Sari Anggreni

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan PolitikUniversitas Sebelas Maret Surakarta

AbstractThis study aims to find out how to cultivate K-Pop on korean fans lifestyle

among students of Communication Science FISIP UNS. Korean Wave is a term for globalization or the spread of Korean pop culture flows around the world including Indonesia. In spreading the flow of Korean culture, K-Pop is one aspect that has many fans especially in Indonesia. Korean Wave phenomenon, especially K-Pop that hit young people, especially teenagers in Indonesia generally are teenagers of productive age. This led to the formation of new construction resulting from the effect of watching K-Pop too much. In cultivation theory, there is a grouping between light viewers and heavy viewers. When someone is included in the heavy viewers group especially in K-Pop, they tend to follow the lifestyle of their idol. Like the way they dress, dress up, food, to speak in Korean. These things encourage authors to see how K-Pop cultivation of the fans' korean lifestyle. Based on the theory, there are two ways of cultivation that is mainstreaming and resonance.

This research is a qualitative study and takes place in Surakarta. The data used in this research is the result of interview with in-depth interview technique which then result from the interview is poured in transcript form. This study involved 5 korean fans who became informants and taken by purposive sampling technique. The informants are taken based on the criteria that the author has determined that all the informants included in the category of heavy viewers or listen and watch K-Pop shows more than four hours a day.

From the collected data and the results of the analysis compiled, it can be deduced that K-Pop has influenced the lifestyle of the korean fans among students of Communication Science FISIP UNS. This is because the work process of K-Pop cultivation that is mainstreaming and resonance has shaped the reality of korean fans into reality that is displayed by K-Pop.

Keywords: Cultivation, K-Pop, Korean Fans, Lifestyle.

1

Page 3: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

Pendahuluan

Melalui perkembangan teknologi internet ini fenomena pertukaran budaya

pun tidak dapat dihindari, karena pengguna internet berasal dari seluruh penjuru

dunia. Oleh karena itu, globalisasi yang terjadi melahirkan sebuah budaya populer

yang berkembang di Indonesia. Salah satu budaya populer yang berkembang di

Indonesia adalah Korean Wave atau dapat disebut arus Korea dikalangan remaja.

Banyak dari remaja di Indonesia begitu menggandrungi artis kenamaan dari Korea

Selatan, baik itu penyanyi atau artis layar kaca. Internet menjadi salah satu media

dalam penyebaran Korean Wave yang berupa musik, film ataupun serial drama

Korea.

Korean Wave atau dalam bahasa Korea-nya‘Hallyu’ adalah istilah untuk

globalisasi budaya pop Korea di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada

umumnya Korean Wave telah memicu banyak orang untuk mempelajari lebih jauh

tentang Korea Selatan seperti bahasa Korea dan kebudayaannya.Di Indonesia

sendiri Korean Wave diawali dengan munculnya serial drama di salah satu stasiun

televisi yang berjudul ‘Endless Love’ pada tahun 2002. Serial drama tersebut

mampu mencuri perhatian remaja Indonesia yang menyukai film atau drama yang

memiliki genre percintaan atau drama romantis.

Selain drama korea yang saat ini sudah layaknya menjadi tontonan wajib para

remaja di Indonesia, Korean Wave juga memiliki para artis atau yang sering

disebut dengan idol korea dalam menyebarkan misi hallyu ke seluruh dunia.

Korean pop atau Kpop di identikkan dengan grup idola yaitu boyband dan

girlband. Boyband dan girlband korea terus mengalami regenerasi mulai dari

Super Junior, Big Bang, SNSD, sampai boyband dan girlband rookie atau

pendatang baru seperti Twice, BTS, EXO, AOA, dan masih banyak lagi.

Arus ini semakin di dukung dengan penyebaran informasi yang cepat melalui

media internet sehingga remaja yang bermukim di Kota Solo pun tidak

ketinggalan untuk ikut terkena arus korea. Hal ini dibuktikan dengan komunitas-

komunitas penggemar korea yang mulai berkembang di Solo. Namun, penelitian

ini dibatasi hanya membahas mengenai K-Pop sebagai salah satu bentuk dari

2

Page 4: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

Korean Wave yang banyak memberikan dampak bagi remaja di Indonesia maupun

di Surakarta.

Fenomena ini sangat menarik untuk diteliti, karena fenomena K-Pop

sekarang ini sudah merambah ke berbagai kalangan. Dari kalangan pelajar hingga

mahasiswa, baik perempuan maupun laki-laki. Usia-usia pelajar maupun

mahasiswa masih termasuk kedalam kategori remaja, dimana seorang individu

telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh ketergantungan.

Korean fans menjadi salah satu contoh remaja yang sudah mengetahui minat atau

kesukaannya.

Dikutip dari Yuliati (2005: 163), Gerbner meyakini bahwa efek menonton

terlalu banyak tayangan televisi tidaklah terbentuk secara instan, ia juga

mengabaikan peranan kelompok sebagai kekuatan pengontrol. Didalam teori

kultivasi yang mana menjadi landasan teori dalam penelitian ini, terdapat

pengelompokan antara light viewers (penonton ringan) dan heavy viewers

(penonton berat). Golongan yang termasuk kedalam kelompok light

viewersadalah mereka yang menonton televisi sekitar 2 jam atau kurang dalam

setiap harinya. Sedangkan, heavy viewers adalah mereka yang menonton televisi

lebih dari 4 jam dalam setiap harinya.

Rumusan Masalah

Bagaimana K-Pop dapat mempengaruhi gaya hidup Korean Fans di kalangan

Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS?

Tinjauan Pustaka

1. Kultivasi

Dalam Yulianti (2005: 160), pencetus teori kultivasi, George Gerbner

menganggap televisi sebagai sebuah kekuatan yang dominan dalam

kehidupan di zaman modern ini. Argumen Gerbner didasarkan pada

kenyataan bahwa televisi menjadi semacam ‘anggota keluarga baru’

dimana ia memiliki akses tak terbatas terhadap setiap anggota keluarga.

3

Page 5: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

Dalam West (2007: 82), Analisis kultivasi merupakan sebuah teori

yang memprediksi dan menjelaskan formasi dan pembentukan jangka

panjang dari persepsi, pemahaman, dan keyakinan mengenai dunia sebagai

akibat dari konsumsi akan pesan-pesan media. Gerbner juga membagi 2

kategori dalam membagi jenis penonton, yaitu light viewersdan heavy

viewers. Gerbner menyebutkan bahwa mereka para light viewers ini

menghabiskan waktunya untuk menikmati media tersebut setidaknya 2 jam

dalam sehari, sedangkan mereka yang termasuk kedalam kategori heavy

viewer adalah mereka yang menikmati media tersebut lebih dari 4 jam

dalam sehari (Griffin, 2003: 353).

Dikutip dari Miller (2002: 270) dalam Yulianti (2005: 161), teori

kultivasi George Gerbner menyoroti efek televisi yang kumulatif dan

akhirnya membentuk sebuah realitas baru sesuai citra realitas yang

ditampilkan televisi. Artinya, kita memandang dunia dimana kita tinggal

sesuai dengan citra yang ditampilkan melalui televisi. Dengan kata lain,

teori kultivasi menekankan pengaruh televisi yang sangat kuat terhadap

pembentukan persepsi publik yang pada akhirnya melahirkan konstruksi

sosial.

Proses kultivasi yang diungkapkan Gerbner dalam Griffin (2003: 359)

adalah bagaimana kultivasi dapat terjadi yang menurutnya disebabkan oleh

dua hal yaitu mainstreaming dan resonansi.

a. Mainstreaming

Mainstreaming merupakan proses mengikuti arus utama yang

terjadi ketika berbagai simbol, informasi, dan ide yang

ditampilkan oleh media massa mendominasi atau mengalahkan

simbol, informasi, dan ide dari sumber lain. Mainstreaming

dapat didefinisikan sebagai kecenderungan bagi penonton

kelompok berat untuk menerima suatu realitas budaya dominan

yang sama dengan realitas yang digambarkan media, walaupun

realitas yang digambarkan media tidak sama dengan yang

4

Page 6: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

sebenarnya. Proses mainstreaming menjelaskan bahwa media

massa mampu membuat audience menjadi homogen sedemikian

rupa sehingga mereka yang menjadi anggota penonton

kelompok berat akan memiliki orientasi, perspektif dan makna

satu sama lain. Gerbner menjelaskan mengenai efek

mainstreaming ini dengan menunjukan bagaimana audience

menggabungkan perbedaan ekonomi dan politik.

b. Resonansi

Cara kedua kultivasi bekerja adalah melalui resonansi yang

terjadi ketika apa yang disajikan oleh media massa sama dengan

realitas aktual sehari-hari yang dihadapi penonton. Dengan kata

lain, realitas eksternal objektif dari pelaku/penontonnya

beresonansi dengan realitas media. Jadi pembuatan media

bukanlah asal buat saja, namun juga mempertimbangkan aspek

dari apa yang dialami masyarakat. Kemudian realitas sosial

tersebut dikultivasi untuk para penonton atau pelakunya bahwa

apa yang mereka lihat sesuai dengan apa yang mereka alami

didunia nyata (West, 2007: 89-90).

2. New Media

Dalam Lievrouw (2011: 7) new media atau media online

didefinisikan sebagai produk media yang didalamnya terdiri dari berbagai

elemen. Itu artinya terdapat konvergensi media didalamnya, dimana

beberapa media dijadikan satu. New media merupakan media yang

memanfaatkan internet, media online berbasis teknologi, berkarakter

fleksibel, berpotensi interaktif dan dapat berfungsi secara privat maupun

publik. (Mondry, 2008: 13).

Era new media ditandai dengan penggunaan internet di khalayak luas.

Internet berfungsi sebagai salah satu sumber informasi paling aktual saat

ini. Hanya bermodal internet, setiap orang sudah dapat mencari informasi

yang dibutuhkan dengan sangat mudah. Arus pesan dalam internet tidak

bersifat linear atau one way saja, namun pesan dalam internet juga dapat

5

Page 7: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

berbentuk interaktif atau dua arah. Pesan yang disampaikan melalui media

internet di desain untuk mampu membuat respon atau feedback dengan

bentuk-bentuk pesan yang variatif.

3. K-Pop

Dikutip dari id.korean-culture.org, K-Pop merupakan istilah musik

korea gabungan dari huruf pertama ‘Korea’ yang dipadukan dengan kata

‘Pop’. Sejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun

2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan

terus menyebar ke Eropa, Amerika Serikat dan Amerika Selatan, tidak

terkecuali Indonesia. Setelah era boyband H.O.T, boyband dan girlband

korea yang meneruskan jejak musik korea ke kancah dunia adalah TVXQ,

Super Junior, Big Bang, 2NE1, Girls’ Generation, 2PM dan Wonder Girls.

Boyband dan girlband di atas diibaratkan membuka jalan bagi girlband

dan boyband generasi muda setelahnya untuk tetap eksis dikancah dunia

seperti Winner, EXO, Seventeen, GFriend, Red Velvet dan Blackpink.

4. Gaya Hidup

Menurut Kotler (2002: 192), gaya hidup merupakan pola hidup

seseorang didunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan

opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam

berinteraksi dengan lingkungannya.Perkembangan zaman juga turut

mempengaruhi perubahan gaya hidup seseorang. Hal ini dikarenakan

adanya kebutuhan dan tuntutan yang hadir secara disengaja maupun

tidak.Untuk melakukan pengukuran terhadap gaya hidup, dalam teori gaya

hidup dikenal istilah psikografik.

Menurut Kotler, Psikografik adalah ilmu tentang pengukuran dan

pengelompokan gaya hidup konsumen (2002: 193). Menurut Sumarwan

(2003:58), psikografis adalah suatu instrumen untuk mengukurgaya hidup,

yang memberikan pengukuran kuantitatif dan biasa dipakai untuk

menganalisis data yang sangat besar. Psikografik sering diartikan sebagai

pengukuran AIO (Activity, Interest, Opinion), yaitu pengukuran kegiatan,

minat dan pendapat konsumen.

6

Page 8: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

Menurut Prasetijo (2004: 56), mengungkapkan AIO (activities,

interest, dan opinion) adalah:

a. Activities (kegiatan) yaitu apa yang dikerjakan konsumen,

produk apa yang dibeli atau digunakan, kegiatan apa yang

mereka lakukan untuk mengisi waktu luang.

b. Interest (minat) yaitu apa kesukaan, kegemaran dan prioritas

dalam hidup konsumen.

c. Opinion (pendapat) yaitu pandangan dan perasaan konsumen

dalam menanggapi isu-isu global, lokal, moral, ekonomi, dan

sosial.

Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kultivasi K-Pop

terhadap gaya hidup korean fans di kalangan mahasiswa ilmu komunikasi FISIP

UNS. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling artinya bahwa

penentuan sampel yang dipilih secara sengaja agar diperoleh sampel yang

mewakili kriteria dan sesuai dengan penelitian. Dalam penelitian ini penulis

mengambil sampel lima orang korean fans di kalangan mahasiswa ilmu

komunikasi FISIP UNS. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan metode interview, observasi, kepustakaan dengan analisis data

menggunakan triangulasi data.

Sajian dan Analisis Data

1. Mainstreaming

Inti dari aspek mainstreaming ini adalah apakah realitas berupa

simbol, informasi, dan ide yang ditampilkan media mempengaruhi realitas

yang telah ada di dalam diri korean fans walaupun terkadang realitas yang

digambarkan oleh media tidak sama dengan realitas yang sebenarnya.

Realitas yang ditampilkan media mengenai K-Pop ini yang diadaptasi oleh

para korean fans ke dalam kehidupan sehari-hari baik secara sadar maupun

7

Page 9: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

tidak sadar. Paparan media secara terus-menerus menjadi penyebab utama

untuk realitas media diadaptasi oleh realitas yang dimiliki oleh para

korean fans sehingga mempengaruhi realitas di dalam dirinya.

Realitas yang ditampilkan media mengenai K-Pop salah satunya

adalah mengenai bahasa. Bahasa Korea menjadi bahasa pengantar utama

K-Pop dalam menyebarkan pengaruhnya di seluruh dunia. Bahasa Korea

sudah sangat akbar bagi para korean fans yang setiap hari berselancar di

dunia maya untuk mengetahui informasi mengenai boyband atau girlband

idolanya. Lebih jauh, tidak hanya berhenti sebagai bahasa pengantar, para

korean fans juga menggunakan Bahasa Korea sebagai bahasa sehari-hari

secara sadar maupun tidak sadar. Beberapa narasumber menggunakannya

hanya bila bertemu sesama korean fans, tetapi banyak pula yang

menggunakan Bahasa Korea secara tidak sadar dan sudah seperti

kebiasaan. Hal ini jelas mempengaruhi realitas dalam diri para korean fans

di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS angkatan 2013 yang

sejatinya menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa dalam

berkomunikasi sehari-hari.

Selain bahasa yang digunakan, simbol berupa bahasa tubuh yang

biasanya dilakukan secara non-verbal oleh para girlband atau boyband ini

juga mendominasi realitas para korean fans. Simbol tersebut berupa

bahasa tubuh dari para korean idol untuk menunjukkan cintanya kepada

para fans dengan mengirimkan virtual heart melalui berbagai gerakan

berupa simbol-simbol hati seperti merekatkan jari telunjuk dengan ibu jari

membentuk menyilang, membuat hati dengan kelima jari melengkung dan

siku sebagai tumpuan, membuat hati terbalik dengan jari, membentuk love

dengan kedua tangan dikepala, dan masih banyak lagi. Para korean fans

mengerti bahwa simbol ini merupakan tanda hati yang dikirimkan secara

virtual oleh para idolanya. Sehingga, tidak jarang para korean fans

memvisualisasikan simbol tersebut dalam berkomunikasi sehari-hari untuk

menyampaikan suatu pesan ke orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan

observasi langsung penulis dan penuturan darinarasumber yang

8

Page 10: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

menggunakan bahasa tubuh tersebut ke orang lain untuk menyampaikan

rasa terima kasih atau rasa sukanya. Bahkan juga penulis menemukan

realitas nyata dimana para korean fans menggunakan bahasa tubuh

tersebut ketika berfoto atau berpose di depan kamera.

Tidak berhenti sampai verbal dan non-verbal saja, arus pesan yang

dipaparkan oleh media melalui proses mainstreaming juga sampai pada

kegemaran korean fans mendengarkan lagu korea atau K-Pop.

Mendengarkan lagu K-Pop menumbuhkan minat yang besar para korean

fans untuk mempelajari Bahasa Korea dari lirik-lirik lagu K-Pop. Hal ini

dilatarbelakangi karena perbedaan yang jelas antara bahasa Indonesia

dengan bahasa Korea sehingga untuk memuaskan rasa tahu mengenai isi

dan pesan-pesan dalam lagu-lagi K-Pop, para korean fans mencoba

mencari informasi yang lama kelamaan melekat dan menimbulkan

keinginan untuk belajar. Lagu pop dari Korea seolah menjadi candu bagi

para korean fans sehingga tidak hanya sekali, namun minimal mereka

mendengarkan lagu-lagu K-pop 3 sampai 4 kali dalam sehari. Bahkan K-

Pop juga membuat para korean fans kehilangan minat untuk mengikuti

perkembangan musik Barat dan musik di Indonesia.

2. Resonansi

Pada aspek ini, penulis melakukan analisis data yang diperoleh

melalui wawancara mendalam terhadap korean fans apakah mereka

memiliki realitas yang sama dengan apa yang mereka konsumsi dari media

mengenai Kpop. Berdasarkan data yang penulis dapatkan, realitas yang

disajikan oleh K-Pop sama dengan realitas aktual yang dihadapi oleh para

korean fans sehari-hari. Hal ini dibuktikan salah satunya dengan adanya

ajang kompetisi dance cover yang pada umumnya sering diadakan oleh

event organizer yang memanfaatkan peluang dari perkembangan K-Pop di

Indonesia. Ajang kompetisi dance cover memang diperuntukkan untuk

para korean fans yang ingin menunjukkan kemampuan dan bakatnya

dalam menyanyi dan menari meniru gerakan atau tarian dari boyband atau

girlband Korea yang di idolakannya.

9

Page 11: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

Para korean fans ini juga mengaku bahwa menyanyi sambil menari

merupakan salah satu daya tarik dari boyband dan gilrband Korea, itu

yang membuat mereka berbeda dengan penyanyi-penyanyi di Indonesia.

Dari 5 narasumber, 2 diantaranya pernah ikut ajang kompetisi cover dance.

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat realitas nyata dari konsumsi realitas

dari media mengenai K-pop.

Dari kedua aspek di atas, mainstreaming dan resonansi merupakan bagian

dari proses kultivasi dimana sebuah realitas yang terpapar di media berpengaruh

jangka panjang terhadap audiensnya. Proses mainstreaming ini ditandai dengan

paparan media mengenai bahasa-bahasa korea yang tersampaikan lewat lagu-lagu

K-Pop dan bahasa tubuh yang biasanya dilakukan idola-idola Korea yang

kemudian diadopsi baik secara sadar maupun tidak sadar ke dalam kehidupan

sehari-hari para korean fans. Sedangkan resonansi lebih kepada realitas yang

dipaparkan media dan dikonsumsi sesuai atau tidak dengan realitas aktual yang

dihadapi para korean fans. Dalam hal ini, ajang kompetensi dance cover

merupakan suatu bukti bahwa yang dipaparkan media tentang K-pop sesuai

dengan apa yang dilakukan oleh para korean fans. Boyband dan girlband yang

menyanyi sambil menari menumbuhkan minat para korean fans untuk melakukan

hal yang sama dengan idolanya. Jadi, aspek mainstreaming dan resonansi terjadi

melalui proses-proses di atas. Pertanyaan paling utama setelah penjelasan di atas

adalah apakah proses-proses di atas mempengaruhi gaya hidup korean fans,

khususnya korean fans di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS

angkatan 2013. Gaya hidup sendiri merupakan pola hidup seseorang didunia yang

diekspresikan dalam 3 hal, yaitu:

1. Activities (Kegiatan)

Activities (kegiatan) ini ditandai dengan bagaimana para korean fans

melakukan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan K-Pop yaitu

menonton konser. Dari 5 orang yang menjadi narasumber penelitian

ini, semuanya pernah menonton konser boyband atau girlband Korea

yang biasanya diselenggarakan di Jakarta. Hal ini membuktikan bahwa

10

Page 12: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

aktivitas menonton konser seolah menjadi suatu hal yang wajib

dilakukan seseorang apabila menjadi seorang korean fans.

Selain menonton konser, gathering juga merupakan suatu aktivitas

yang sering dilakukan oleh korean fans. Berbeda dengan konser yang

langsung bertemu dengan idolanya, gathering ini merupakan suatu

ajang bertemunya korean fans yang berbeda fandom. Fandom atau

Fans Kingdom merupakan komunitas dari masing-masing boyband

atau girlband yang dapat dipilih bebas seorang korean fans. Jika

seorang korean fans menyukai Super Junior, maka fandomnya adalah

ELF, jika ia menyukai Girls Generation (SNSD), maka fandomnya

adalah SONE, begitu seterusnya. Semua boyband dan girlband punya

fandom atau dapat juga dikatakan sebuah nama sebutan untuk fans

mereka. Aktivitas gathering ini mempertemukan korean fans dari satu

fandom atau dari berbagai fandom untuk saling berinteraksi dan

bertukar informasi mengenai idola mereka.

Selain menonton konser dan gathering, activities atau kegiatan

korean fans juga dapat dilihat melalui pembelian produk-produk

kecantikan dari Korea. Korean fans yang didominasi oleh perempuan

yang berada dalam usia produktif biasanya memutuskan untuk

membeli produk-produk kecantikan tersebut karena paparan dari media

mengenai kulit putih bersih yang dimiliki oleh idola Korea baik

boyband ataupun girlband. Narasumberkorean fans yang di kalangan

mahasiswa Ilmu Komunikasi biasanya membeli produk-produk seperti

liptint, sheet mask atau masker, BB Cushion, dan krim pemutih wajah

atau whitening moisturizer. Produk-produk kecantikan dari Korea yang

populer di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi adalah etude,

laneige, tony moly, dan face shop.

2. Interest (Minat)

Minat merupakan tingkat kegairahan yang menyertai perhatian

khusus akan suatu obyek dan peristiwa yang terjadi. Minat akan suatu

obyek bagi korean fans ditandai dengan minat untuk belajar bahasa

11

Page 13: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

Korea sebagai bahasa pengantar K-pop, minat untuk mencoba

makanan khas Korea dan minat untuk mengunjungi negara Korea.

Beberapa narasumber mengaku memang tertarik untuk belajar bahasa

Korea dengan membeli kamus dan belajar melalui website belajar

bahasa Korea yang ada di internet. Bahkan salah satu narasumber

sampai pada tingkat ingin memiliki sertifikat bahasa Korea.

Ketertarikan akan bahasa Korea ini mendorong korean fans untuk

mempelajari sedikit demi sedikit bahasa Korea dimulai dari istilah-

istilah yang sering diucapkan dalam percakapan sehari-hari orang

Korea.

Minat akan suatu obyek yang kedua adalah makanan. Di Surakarta,

ada 2 restoran Korea yang terkenal yaitu Kimchi Restaurant dan Daegu

Restaurant. Semua narasumber pernah mencicipi kedua restoran

tersebut dan mengaku suka dengan makanan Korea. Makanan korea

yang paling disukai oleh para narasumber adalah sepert tteokbeokki,

kimbap, bibimbap, jjajangmyeon,ramyeon, dan kimchi. Dari kelima

narasumber, makanan khas Korea yang paling digemari adalah kimchi.

Selain kimchi, yang paling digemari para korean fans dikalangan

mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS adalah

jjajangmyeon.Keinginan untuk mencicipi restoran-restoran tersebut

disebabkan karena intensitasnya menonton K-Pop yang tidak hanya

musik pop korea saja tetapi juga ada variety show yang mengundang

anggota boyband dan girlband Korea sebagai bintang tamunya.

Minat terhadap obyek yang ketiga para korean fans ditandai

dengan keinginan untuk mengunjungi negara Korea. Semua korean

fans dikalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS mengaku

memiliki minat yang besar untuk mengunjungi Korea sebagai destinasi

wisata. Ini menjadi hal terbesar yang di inginkan seorang korean fans

yaitu mengunjungi negara tempat boyband atau girlband favoritnya

berasal.

12

Page 14: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

Kategori minat yang kedua adalah kegairahan khusus terhadap

suatu peristiwa. Dari hasil wawancara narasumber, ada peristiwa

menarik yang mengenai boyband Korea yang datang ke Indonesia pada

tahun 2014. Kedatangan boyband EXO yang bermaksud

menyelenggarakan konser di Indonesia itu masih membekas dibenak

narasumber dan juga korean fans lainnya. Sehun, salah satu anggota

boyband EXO saat itu kedapatan menggunakan sandal jepit merek

Swallow yang banyak dijual di Indonesia. Hal itu sontak menjadi

perhatian korean fans, khususnya penggemar di Indonesia. Dampak

yang ditimbulkan adalah meningkatkan penjualan sandal jepit merek

Swallow, bahkan sampai dijual dan menerima permintaan pengiriman

ke luar negeri melalui situs belanja e-bay. 3 dari 5 narasumber juga

mengaku bahwa mereka membeli sandal merek Swallow berwarna

hijau tepat setelah Sehun mengenakannya di Bandara Soekarno-Hatta

pagi itu.

Dari penjelasan-penjelasan di atas terlihat bahwa minat korean fans

terhadap obyek-obyek berupa bahasa, makanan, wisata ke Korea dan

juga peristiwa sandal Swallow Sehun dinilai cukup tinggi karena

minat-minat tersebut direalisasikan menjadi suatu tindakan nyata yang

mendorong perubahan gaya hidup korean fans dikalangan mahasiswa

Ilmu Komunikasi FISIP UNS angkatan 2013 yang disebabkan terlalu

banyak paparan dari media mengenai K-pop, terutama boyband dan

girlband idola mereka.

3. Opini

Opini terbentuk dari suatu stimulus atau rangsangan yang

menghasilkan jawaban atas pertanyaan diajukan atau pernyataan yang

dilontarkan. Korean fans erat kaitannya dengan aktivitas di dunia

maya, terutama sosial media. Opini yang dilontarkan korean fans

biasanya disalurkan melalui sosial media yang terkadang menimbulkan

dua hasil yaitu yang pertama penerimaan opini tersebut atau yang

kedua opini tersebut menimbulkan fanwar (perang antar fans).

13

Page 15: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

Hampir seluruh narasumber yang penulis wawancarai pernah

melakukan fanwar. Layaknya sebuah opini yang dimaknai berbeda

oleh setiap fans, fanwar juga dimaknai berbeda oleh masing-masing

korean fans. Ada yang memaknai fanwar sebagai sesuatu yang penting

tidaknya tergantung dari situasi, ada yang memaknai penting dan ada

yang memaknai tidak penting karena tidak akan berpengaruh apapun

untuk karir idolanya. Fanwar sendiri dapat menjadi tolak ukur

seberapa besar ia menggemari artis idolanya karena fanwar pada

hakikatnya membela artis idolanya yang biasanya dilakukan di sosial

media seperti instagram, twitter dan facebook.

Fenomena fanwar di sosial media sebenarnya dikembalikan lagi

kepada masing-masing individu untuk mengeluarkan opini secara bijak

tanpa menyinggung fans boyband atau girlband lain yang

notabenenya masih sama-sama korean fans. Namun fanwar seperti

fenomena yang tidak dapat diprediksi karena disebabkan banyak

korean fans yang masih di bawah umur dan kurang bijaksana dalam

menggunakan sosial media.

Selain fanwar, opini juga dapat disampaikan dengan ikut

berkomentar di akun media sosial asli dari para idola mereka. Semua

narasumber mengaku pernah meninggalkan komentar di postingan

idola mereka dengan menggunakan bahasa yang bermacam-macam

yaitu bahasa Korea, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahkan bahasa

Jawa. Opini yang disampaikan melalui komentar tersebut biasanya

mengomentari apa yang sedang diposting, tetapi terkadang ada juga

yang hanya memuji bahkan memaki tanpa melihat konten dari

postingan tersebut.

Dari analisis-analisis di atas, proses kultivasi berupa mainstreaming dan

resonansi dari media internet berpengaruh pada aspek-aspek kehidupan korean

fans dikalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS angkatan 2013. Proses-

proses di dalam mainstreaming dan resonansi tersebut membawa ke perubahan

gaya hidup berupa aktivitas, minat dan opini yang telah dijelaskan di atas.

14

Page 16: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

Banyaknya paparan realitas media menjadikan K-Pop mempengaruhi realitas

aktual para korean fans. Aktivitas menonton konser, gathering dan membeli

produk diakui oleh narasumber disebabkan karena terlalu banyak menonton

tayangan-tayangan K-Pop. Hal ini menjadi pendorong besar bagi mereka untuk

melakukan apa yang ditampilkan oleh realitas media.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisis dari penjelasan di atas yang telah penulis

lakukan, penulis telah menyimpulkan beberapa temuannya. Dimana K-Pop telah

mempengaruhi gaya hidup daripada para korean fans dikalangan mahasiswa Ilmu

Komunikasi UNS angkatan 2013 melalui proses kultivasi. Berikut kesimpulan

terkait gaya hidup para korean fans yang terkultivasi oleh K-Pop.

1. Melalui proses kerja kultivasi yaitu mainstreaming dan resonansi, K-Pop

telah membentuk realitas yang dimiliki para korean fans menjadi realitas

yang ditampilkan oleh K-Pop seperti halnya apa yang diucapkan dan

dilakukan oleh girlband dan boyband idola mereka. Hal tersebut

mendorong para korean fans, khususnya korean fans dikalangan

mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2013 FISIP UNS untuk belajar

bahasa Korea yang bahkan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain

itu, menari yang menjadi ciri khas dari K-pop juga dipelajari dan

dilakukan oleh korean fans bahkan dalam skala besar yang ditunjukan

dengan mengikuti ajang-ajang kompetisi dance cover.

2. Para korean fans memiliki gaya hidup yang sudah terkultivasi oleh K-Pop.

Penulis menemukan beberapa contoh gaya hidup yang cenderung meniru

gaya hidup orang Korea. Seperti gemar menyantap makanan Korea,

menonton konser K-Pop, membeli produk-produk kecantikan yang juga

dipakai oleh idola mereka, dan keinginan yang kuat untuk pergi langsung

ke negara asal K-pop yaitu Korea.

3. Para korean fans yang banyak melakukan interaksinya di media sosial

menjadi aktif untuk menyampaikan pendapat mereka mengenai K-pop.

15

Page 17: D0213021.docx · Web viewSejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa,

Hal ini ditunjukkan dengan fenomena fanwar yang pernah dilakukan oleh

semua informan penulis yang merupakan korean fans. Selain itu, opini

mereka juga disalurkan dengan komentar-komentar yang ditinggalkan

dipostingan akun asli idola mereka menggunakan bahasa yang beragam.

Daftar Pustaka

Griffin, EM. 2003. A First Look at Communication Theory: fifth edition. Boston: McGraw-Hill Companies, Inc.

Kotler, Philip, 2002.Manajemen Pemasaran, Edisi Milenium Jilid 1.Jakarta: Prebalindo.

Lievrouw, Leah. 2011. Alternative and Activist New Media. Cambridge: Polity press.

Mondry. 2008. Pemahaman Teori dan Praktek Jurnalistik. Penerbit: Ghalia Indonesia.

Nanda. D (2016, Juli 20) diakses pada 12 Juni 2017, dari Korean Culture Center: http://id.korean-culture.org/id/144/korea/46

Prasetijo, Ristiyanti.&John J.O.I Ihalauw,.2004. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Andi.

Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta: Ghalia Indonesia.West, Richard, dkk. 2007. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi.

Jakarta: Salemba HumanikaYulianti, Nova. 2005. Televisi dan Fenomena Kekerasan Perspektif Teori

Kultivasi. Mediator. Vol. 6 No. 1. 2005, hal. 159-165.

16