daftar isi halaman halaman persyaratan gelar … · 2.2.1 calon kepla daerah dari partai politik...
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN SAMPUL DEPAN ....................................................................... i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ..................... ii
LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ..................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................ viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
ABSTRAK ......................................................................................................... xii
ABSTRACT ........................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 6
1.3 Ruang Lingkup Masalah ................................................................ 6
1.4 Orisinalitas Penelitian .................................................................... 7
1.5 Tujuan Penelitian ........................................................................... 8
1.5.1 Tujuan Umum ....................................................................... 8
1.5.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 9
1.6 Manfaat Penelitian ......................................................................... 9
1.6.1 Manfaat Teoritis .................................................................... 9
1.6.2 Manfaat Praktis ..................................................................... 10
1.7 Landasan Teoritis ........................................................................... 10
1.8 Metode Penelitian .......................................................................... 19
1.8.1 Jenis Penelitian .................................................................... 19
1.8.2 Jenis Pendekatan .................................................................. 20
1.8.3 Sumber Bahan Hukum ........................................................ 21
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum................................... 23
1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum ................. 24
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG CALON KEPALA DAERAH .... 25
2.1. Sejarah Pemilihan Kepala Daerah................................................. 25
2.2. Pengertian Calon Kepala Daerah .................................................. 29
2.2.1 Calon Kepla Daerah Dari Partai Politik ................................ 28
2.2.2 Calon Kepla Daerah Dari Gabungan Partai Politik .............. 32
2.2.3 Calon Kepla Daerah Perseorangan ....................................... 33
2.3.Syarat Calon Kepala Daerah .......................................................... 33
2.3.1 Syarat Calon Kepala Daerah Dari Partai Politik/ Gabungan
Partai Politik .......................................................................... 34
2.3.2 Syarat Calon Kepala Daerah Perseorangan .......................... 35
BAB III PENGATURAN DAN TOLAK UKUR MENENTUKAN
BILANGAN PENYEBUT CALON KEPALA DAERAH .......... 36
3.1 Pengaturan Bilangan Penyebut Calon Kepala Daerah Menurut
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 ......................................... 38
3.2 Tolak Ukur Bilangan Penyebut Calon Kepala Daerah ................. 46
BAB IV AKIBAT HUKUM PERBEDAAN TOLAK UKUR
BILANGAN PENYEBUT ANTARA CALON KEPALA
DAERAH DARI PARTAI POLITIK DAN CALON
KEPALA DAERAH PERSEORANGAN.................................... 51
4.1 Bilangan Penyebut Calon Kepala Daerah Terhadan Demokrasi
Dan Keadilan ............................................................................... 51
4.2 Akibat Hukum Perbedaan Tolok Ukur Bilangan Penyebut ....... 54
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 57
5.1 Simpulan ..................................................................................... 57
5.2 Saran-saran ................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 60
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN
1. Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap(DPT) Pemilihan Umum
Presiden Dan Wakil Presiden Tahun 2014 Tingkat Provinsi Bali
2. Daftar Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Pemilihan Umum Tahun 2014
3. Rekapitulasi Jumlah Perolehan Suara Sah Partai Politik Dalam
Pemilu DPRD Provinsi Tahun 2014
PENGATURAN TOLOK UKUR SYARAT CALON KEPALA DAERAH
DARI PARTAI POLITIK DAN PERSEORANGAN BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2015
Oleh :
Ida Bagus Martha Teja Agastya
ABSTRAK
Pemilihan kepala daerah telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2015 beserta syarat-syarat yang diwajibkan untuk maju sebagai calon
kepala daerah. Salah satu syarat tersebut adalah syarat dukungan yang diatur
berbeda menurut jalur seseorang mengajukan diri sebagai calon kepala daerah.
Namun perbedaan syarat dukungan(bilangan penyebut) antara calon dari parpol
dengan calon perseorangan serta calon perseorangan yang satu dengan calon
perseorangan dari daerah lain dipandang kurang tepat. Permasalahan yang diteliti
adalah bagaimana pengaturan tolak ukur bilangan penyebut dan akibat hukum
perbedaan bilangan penyebut calon kepala daerah dari parpol dengan
perseorangan. Penelitian ini penting untuk dilakukan guna memperbaiki syarat
dukungan tersebut agar lebih baik.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum
normatif. Adapun sumber data dalam penelitian ini yaitu data primer yang
diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan yang berupa keterangan-
keterangan atau wawancara dari pihak-pihak terkait dalam penelitian ini
sedangkan data sekunder berasal dari penelitian pustaka melalui peraturan
perundang-undangan, literatur, buku-buku dan dokumen-dokumen resmi, dan data
tersier data yang terdiri dari kamus-kamus baik Bahasa Inggris maupun Bahasa
Indonesia, merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa syarat dukungan (bilangan
penyebut) calon kepala daerah tidak lah adil dan memegang prinsip demokrasi,
serta bertentangan dengan UUD1945.saran yang diperoleh dalam penelitian ini
adalah syarat bilangan penyebut ini hendaknya di buat lebih adil dan dalam
pembuatan Undang-Undang pilkada hendaknya mengikutsertakan pihak-pihak di
luar partai politik seperti akademisi dan anggota DPD RI.
Kata Kunci : Bilangan Penyebut, Calon Kepala Daerah, Keadilan, Demokrasi
REGULATION OF THE ELECTION CANDIDATE OF OFFICER IN
CHARGE OF A REGENCY FROM POLITICAL PARTIES AND
INDEPENDENT BASE ON LAW OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
NUMBER 8 YEAR 2015
By :
Ida Bagus Martha Teja Agastya
ABSTRACT
The election candidate of officer incharge of a regency and it’s requisite
have been arranged in the Law of the Republic of Indonesia Number 8 Year
2015. One of it’srequisite is requisite of endorsement, which divided into several
way which depend of what line the candidate took. However, the difference of
these requisite of endorsement (percentage) between political parties with
independent one in a region with other region not idea. The main problem is how
to manage the basic of percentage calculation and the impact of difference in law
on the basic of the percentage calculation into candidate from politicalparties and
independen one. This research is way important to do to repair the requisiteof
endorsement into better.
The used research methode is normative law research. The data resource
of this research taken from primary data which received from the library resource
through rule of Indonesia, literature, books, official documents and tertiary data
received from Indonesia and englis dictionaries which could give clue or
explanation to primary data andsecondary data.
The result of this research is the requisite of endorsement (percentage) for
the candidate of officer in charge of a regency is not fair and holding the
principle of democracy, moreover incompatible with Law of the Republic of
Indonesia 1945. The suggestion which received from this resource is the basic
ofpercentage calculation should be made fair enough and the Law of the Republic
of Indonesia of the election candidate of officer in charge of a regency should be
participate by people who outside political parties such as academician and
member of the council representative area of Republik Indonesia.
Keywords : basic of percentage calculation, candidate of officer in charge of a
regency, justice,democracy
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana yang tercantum
dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Salah satu ciri negara hukum yaitu adanya sistem demokrasi yang
berkedaulatan rakyat. Penyelanggaraan sistem demokrasi negara harus bertumpu
pada partisipasi dan kepentingan rakyat.
Negara hukum demokrasi adalah Negara yang melakukan pergantian
pemimpin pemerintahan dengan melakukan pemilihan umum yang bebas dan
berkala sebagai kreteria utama bagi sistem politik untuk dapat disebut demokrasi.
Asas yang digunakan dalam pemilu adalah asas langsung, umum, rahasia, jujur,
dan adil agar disebut negra demokrasi.
Menurut Mahmud MD, demokrasi sebagai suatu sistem politik sangat erat
sekali hubungannya dengan hukum. Demokrasi tanpa hukum tidak akan
terbangun dengan baik, bahkan hukum menimbulkan anarki, sebaliknya hukum
tanpa sistem poitik yang demokratis hanya akan menimbulkan hukum yang elitis
dan represif.1
Pilkada di Indonesia sudah mengalami beberapa perubahan dari tahun
ketahun. Seperti tahun 2015 kemarin yang melaksanakan pilkada serentak di
beberapa daerah. Menurut UUD 1945 pasal 18 telah di tetapkannya mana yang
1 Moh. Mahmud M.D, 1991, .Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi. Yogyakarta, Hal 1
disebut provinsi, kemudian dari provinsi di bagi menjadi kota dan kabupaten,
setiap provinsi dan kabupaten/kota mempunyai pemerintahan daerahnya, yang
telah di atur dengan UU menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.2
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pernah mengatur pencalonan kepala daerah hanya dapat di calonkan hanya
melalui partai politik. Sebagaimana di atur pada pasal 59 ayat (1) yang berbunyi
peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon
yang di usulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai
politik.
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah pencalonan kepala daerah tidak hanya dapat di calonkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik, namun calon perseorangan dapat
mencalonkankan diri menjadi calon kepala daerah. Sesuai dengan pasal 59 ayat 1
huruf b yang berbunyi pasangan calon perseorangan yang di dukung oleh
sejumlah orang.
Walaupun telah dibuka kesempatan bagi calon perseorangan untuk maju
sebagai calon kepala daerah, namun pada prakteknya menjadi calon kepala daerah
perseorangan tersebut bukanlah hal yang mudah. Banyak rintangan yang akan
dilalui bila di lihat dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati,Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, seperti:
2 Available from: URL: https://gooble.com/perkembangan pilkada, di akses pada tanggal
27 Januari 2016 pkl. 12.30 Wita
1. Pasangan calon perseorangan harus memperoleh dukungan 6,5% - 10%
dari jumlah DPT di daerah pemilihannya.
2. Dukungan tersebut harus tersebar di lebih dari 50% jumlah kecamatan di
kabupaten/kota dan dukungan tersebut dibuat dalam bentuk surat
dukungan yang disertai dengan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP)
atau Surat Keterangan Tanda Penduduk yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3. Adanya denda yang dekenakan kepada calon kepala daerah apabila ingin
memundurkan diri sebagai calon kepala daerah sapabila sudah di tetapkan
sebagai pasangan calon kepala daerah oleh KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota.
Dalam pencalonan seseorang sebagai calon kepala daerah dapat melalui
partai politik atau gabungan partai politik yang harus memenuhi 20% jumlah kursi
di DPRD atau 25% akumulasi perolehan suara sah pemilihan umum anggota
DPRD di daerah bersangkutan. Sedangkan calon persorangan memiliki ketentuan
yang sangat berbeda di banding calon yang di usung oleh partai politik atau
gabungan partai politik. Calon perseorangan wajib mengumpulkan dukungan
melalui pengumpulan KTP sebagai bukti pemilik KTP adalah pendukung dari
calon kepala daerah tersebut dan pasangan calon setiap daerah wajib
mengumpulkan dukungan dengan jumlah yang berbeda-beda sesuai dengan
jumlah DPT di daerah nya di bagi dengan bilangan penyebut yang telah di atur
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati,Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
.Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,Dan Walikota Menjadi Undang-Undang
yang mengatur calon perseorangan dapat di gambarkan sebagai berikut:
SYARAT CALON KEPALA DAERAH MENDAFTARKAN DIRI SEBAGAI
CALON GUBERNUR DAN CALON WAKIL GUBERNUR SEBAGAI CALON
PERSEORANGAN
JUMLAH DPT BILANGAN PENYEBUT
SAMPAI DENGAN 2.000.000 10%
2.000.000-6.000.000 8,5%
6.000.000-12.000.000 7,5%
LEBIH DARI 12.000.000 6,5%
SYARAT CALON KEPALA DAERAH MENDAFTARKAN DIRI SEBAGAI
CALON BUPATI DAN CALON WAKIL BUPATI SERTA CALON
WALIKOTA DAN CALON WAKIL WALIKOTA SEBAGAI CALON
PERSEORANGAN
JUMLAH DPT BILANGAN PENYEBUT
SAMPAI DENGAN 250.000 10%
250.000-500.000 8,5%
500.000-1.000.000 7,5%
LEBIH DARI 1.000.000 6,5%
Dari latar belakang masalah tersebut di atas dapat di lihat adanya
perbedaan bilangan penyebut antara calon kepala daerah dari partai politik dengan
perseorangan serta berbedanya bilangan penyebut calon perseorangan antara
daerah satu dengan daerah lainnya yang memiliki jumlah DPT yang berbeda
menetapkan bilangan penyebut yang berbeda. Maka penulis berkeinginan
menyusun skripsi dengan judul : “Pengaturan Tolok Ukur Syarat Calon Kepala
Daerah Dari Partai Politik Dan Perseorangan Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2015”.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun tujuan dari penulisan yang di lakukan adalah ingin mengetahui
permasalahan yang timbul antara lain:
1. Bagaimanakah Pengaturan dan Tolok Ukur Menentukan Bilangan Penyebut
Antara Calon Kepala Daerah Dari Partai Politik Dan Perseorangan?
2. Apa Akibat Hukum Dalam Terjadinya Perbedaan Tolok Ukur Bilangan
Penyebut Antara Calon Kepala Daerah Dari Partai Politik Dan
Perseorangan?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Didalam suatu karya ilmiah perlu kiranya ditentukan secara tegas batasan
materi yang akan dibahas atau di uraikan dalam tulisan tersebut. Sudah
merupakan hal yang wajar apabila dalam hal membahas suatu persoalan masalah
harus didasarkan pada suatu batasan yang pasti. Dalam arti bahwa tulisan itu
mempunyai ruang lingkup pembahasan dan arah yang tertentu pula, hal ini
dimaksudkan untuk mencegah materi atau uraian dalam tulisan tersebut tidak
menyimpang dengan pokok yang ingin di bahas.3
Dalam penulisan skripsi ini ditentukan secara tegas mengenai materi yang
akan di bahas. Hal ini tentunya untuk menghindari agar materi atau isi dari
permasalahan tidak menyimpang dari pokok pembahasan. Maka permasalahan
yang akan diteliti dibatasi sesuai dengan rumusan masalah bagaimanakah
pengaturan dan tolok ukur menentukan bilangan penyebut antara calon kepala
daerah dari partai politik dan perseorangan serta apa akibat hukum dalam
terjadinya perbedaan tolak ukur bilangan penyebut antara calon kepala daerah dari
partai politik dan perseorangan yang berjudul “Pengaturan Tolok Ukur Syarat
Calon Kepala Daerah Dari Partai Politik Dan Perseorangan Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2015”.
1.4 Orisinalitas Penelitian
3 H.Zainuddin Ali, 2010, Metode penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, Hal 10
Setelah penulis mencari contoh skripsi di perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Udayana dan berbagai sumber, penulis menemukan contoh skripsi
yang berhubungan dengan Pengaturan Tolok Ukur Syarat Calon Kepala Daerah
Dari Partai Politik Dan Perseorangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2015 sebagai berikut:
No Judul Penelitian Penulisan Rumusan Masalah
1
Calon Perseorangan
Dalam Pemilihan
Kepala Daerah
Frysca Kusuma
Wardani
1.Bagaimana mekanisme pencalonan
Kepala Daerah Perseorangan menurut
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2015 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah?
2. Apapertimbangan hukum Hakim
Mahkamah Konstitusi mengijinkan
calon Kepala Daerah independen
mengikuti pemilihan Kepala Daerah
(PILKADA)?
2 Tinjauan Yuridis
Pemilihan Kepala
Daerah Menurut
Undang-Undang
Dasar Negara
Kesatuan Republik
Indonesia Tahun
1945
Andi
Muhammad
Gian Gilland
1. Bagaimana cara melaksanakan
pemilihan kepala daerah/pimpinan
daerah (gubernur, bupati, walikota)
dan wakilnya masing-masing secara
demokratis tanpa berindikasi
pemborosan dan tetap menjaga
keharmonisan masyarakat?
\2. Apakah yang menjadi kendala
pemilihan pimpinan daerah (gubernur,
bupati, walikota) secara demokratis,
baik dalam arti pemilihan langsung
maupun pemilihan melalui
perwakilan?
1.5 Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini adapun tujuan yang ingin dicapai penulis
yang dapat di bagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus:
a. Tujuan Umum
1. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.
2. Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pemikiran ilmiah secara
tertulis.
3. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya di
dalam bidang penelitian.
4. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya ilmu
pengetahuan hukum.
5. Menjadi data referennsi dalam bidang hukum.
b. Tujuan Khusus
1. Hal-hal yang menjadi ruang lingkup dalam pengaturan tolok ukur
syarat calon kepala daerah dari partai politik dan perseorangan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
2. Memahami tolok ukur syarat calon kepala daerah dari partai politik
dan perseorangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
1.6 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1. Dapat memberikan pandangan umum tentang konsep tolak ukur syarat
calon kepala daerah dari partai politik dan perseorangan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
2. Dapat mengetahui serta memahami hubungan hukum apa yang ada di
dalam tolok ukur syarat calon kepala daerah dari partai politik dan
perseorangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
3. Dapat memberikan pandangan mengenai tolok ukur syarat calon
kepala daerah dari partai politik dan perseorangan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
b. Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai upaya untuk
meningkatkan keahlian dan keterampilan penulis.
2. Memberikan sumbangan pemikiran kepada mahasiswa tentang tolok
ukur syarat calon kepala daerah dari partai politik dan perseorangan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
1.7 Landasan Teoritis
Suatu landasan teoritis dalam pembahasan yang bersifat ilmiah memiliki
kegunaan lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak
diselidiki atau diuji kebenarannya. Guna mengkaji suatu permasalahan hukum
secara lebih mendalam dan komprehensif diperlukan teori yang berupa asumsi,
konsep, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara
sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.4 Dalam bentuknya
yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antar dua variable atau
lebih yang telah diuji kebenarannya.5 Disamping itu suatu landasan teoritis dapat
meberikan petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada suatu pengetahuan
penelitian.6
1.7.1 Negara Hukum
Di Indonesia konsep negara hukum tercantum di dalam UUD 1945,
yang menjelaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum
(rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Oleh
karena itu negara tidak boleh melaksanakan aktivitasnya atas dasar
kekuasaan belaka, tetapi harus berdasarkan pada hukum.
Pengertian Negara Hukum sebagai negara yang berdasarkan
hukum, dimana kekuasaan tunduk pada hukum dan semua orang sama
4 Burhan Ashofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, (Selanjutnya
disebut dengan Burhan Ashofa I)Hal. 19.
5 Soerjono Soekanto, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
(Selanjutnya disebut dengan Soerjono Soekanto I) Hal. 30 6 Soejono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta. (Selanjutnya
disebut dengan Soerjono Soekanto II) Hal. 12
dihadapan hukum.7 Selanjutnya dalam UUD 1945 tersebut menerangkan
bahwa pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusional (hukum dasar)
tidak bersifat (absolutisme kekuasaan yang terbatas), karena kekuasaan
eksekutif dan administrasi di Indonesia berada dalam satu tangan, yaitu
ada pada presiden. Artinya bahwa administrasi dalam menjalankan
tugasnya dibatasi oleh peraturan perundang-undangan.8
Dalam Kepustakaan Indonesia, istilah negara hukum merupakan
terjemahan langsung dari rechtstaat. Negara Indonesia adalah negara yang
berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Secara
teori, negara hukum (rechstaat) adalah negara bertujuan untuk
menyelenggarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya
berdasarkan hukum yang terdapat pada rakyat. Negara hukum menjaga
ketertiban hukum , dan agar semua berjalan menurut hukum.
Adapun ciri-ciri rechtstaat adalah:9
a. Adanya Undang-Undang Dasar atau konstitusi yang memuat
ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;
b. Adanya pembagian kekuasaan negara;
c. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.
7 Mochtar Kusumaatmaja, 1995, Pemantap Cita Hukum dan Azas-Asaz Hukum Nasional
Dimasa Kini dan Masa Yang Akan Datang, Makalah, Jakarta, Hal. 1. 8 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2000. Hukum Tata Negara Republik Indonesia,
PT Rineka Cipta, Jakarta, Hal. 34 9 Available from: URL: https://.negara-hukum-rechtstaat html , di akses pada tanggal 18
april 2016 pkl. 10.45 Wita
Utrecht memberikan dua macam asas yang merupakan ciri negara
hukum, yaitu asas legalitas dan asas perlindungan terhadap kebebasan
setiap orang dan terhadap hak-hak asasi manusia lainnya.10
Adapun ciri-
ciri negara hukum menurut Philipus M. Hadjon adalah sebagai berikut:
1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat;
2. Hubungan fungsional yang proposional di antara kekuasaan
negara;
3. Penyelesaian sengketa melalui musyawarah, peradilan sarana
terakhir;
4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Negara Indonesia adalah Negara Hukum, demikian ditegaskan
dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945. Hal ini menunjukkan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh
penguasa dan masyarakat harus berdasarkan pada kekuasaan dan harus
mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum.11
Hukum yang hendak ditegakkan dalam negara hukum agar hak-hak
asasi warganya benar-benar terlindungi hendaklah hukum yang benar dan
adil, yaitu hukum yang bersumber dari aspirasi rakyat, untuk rakyat, dan
oleh rakyat melalui wakil-wakilnya yang dibuat secara konstitusional.
10
E. Utrecht, 1966, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, cetakan IX, Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta, Hal. 305.
11
Sudargo Gautama, 1973, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, Hal.
22-23.
1.7.2 Demokrasai
Pemilu merupakan mekanisme yang memungkinkan terjadinya
rotasi kekuasaan berbasis pilihan publik, pelembagaan perebutan
kekuasaan secara damai, dan pada akhirnya memungkinkan rakyat
melakukan kontrol terhadap kebijakan publik. Sistem politik yang
demokratis memungkinkan hak-hak konstitusional warga dilindungi dan
dijamin oleh negara, kebijakan publik berbasis kepentingan rakyat, dan
kekuasaan tidak berjalan di luar kewenangannya.12
Menurut Robert A. Dahl dalam bukunya, On Democracy,
memaparkan keuntungan suatu negara menjalankan prinsip demokrasi
demi menjamin kehidupan masyarakat yang lebih berkualitas. Menurutnya
terdapat sepuluh manfaat demokrasi yaitu:13
1. Mencegah timbulnya otokrat yang kejam dan licik;
2. Menjamin tegaknya hak asasi setiap warga negara;
3. Memberikan jaminan terhadap kebebasan pribadi yang lebih luas;
4. Membantu rakyat melindungi kebutuhan dasarnya;
5. Memberikan jaminan kebebasan terhadap setiap warga negara
untuk menentukan nasibnya sendiri;
6. Memberikan kesempatan untuk menjalankan tanggung jawab
moral;
7. Memberikan jaminan mengembangkan potensi diri warga negara;
12 MB. Zubakhrum Tjenreng, 2016, Pilkada Serentak Penguatan Demokrasi di indonesia,
Pustaka Kemang, Jakarta, Hal. 33
13 Robert A. Dahl, 1999, On Democracy, university Press, Hal 20-25
8. Menjunjung tinggi persamaan politik setiap warga negara;
9. Mencegah perang antar negara;
10. Memberikan jaminan kemakmuran bagi masyarakat.
1.7.3 Perundang-undangan
Professor Maria Farida Indrati mengemukakan dua pendapat ahli
yang selama ini berkecimpung dalam bidang perundang-undangan yaitu:14
a. I.C. Van Der Vlies membagi asas-asas dalam pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang patut ke dalam asas formal dan asas
material.
Asas-asas formal yang dimaksud Van Der Vlies, meliputi:
Asas tujuan yang jelas;
Asas organ/lembaga yang tepat;
Asas perlunya pengaturan;
Asas dapat dilaksanakan;
Asas konsensus. Asas-asas material yang dimaksud Van Der Vlies, meliputi:
Asas terminology dan sistematika yang benar;
Asas dapat dikenali;
Asas perlakuan yang sama dalam hukum;
Asas kepastian hukum;
Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual.
b. A. Hamid S. Attamimi membagi asas-asas ppembentukan Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia pada dua asas penting, yang hampir
sama dengan konsepsi Van Der Vlies.
Asas-asas formal yang dimaksud A. Hamid S. Attamimi, meliputi:
Asas tujuan yang jelas;
14
Aziz Syamsuddin, 2013, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, Sinar Grafika,
Jakarta, Hal 34-36
Asas perlunya pengaturan;
Asas organ/lembaga yang tepat;
Asas materi muatan yang tepat;
Asas dapatnya dilaksanakan;
Asasnya dapat dikenalai.
Asas-asas material yang dimaksud A. Hamid S. Attamimi, meliputi:
Asas harus sesuai dengan cita hukum dan norma fundamental negara;
Asas harus sesuai dengan hukum dasar negara;
Asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasar atas hukum;
Asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan
berdasar sistem konstitusi.
Asas-asas yang baik dalam membentuk Peraturan Perundang-
undangan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam Bab II
tentang Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 5
Undang-Undang nomor 12 Tahun 2011 dirumuskan bahwa dalam
pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus didasarkan pada asas-
asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang
meliputi:
a. Kejelasan tujuan;
b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. Dapat dilaksanakan;
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. Kejelasan rumusan;
g. keterbukaan.
Dalam Pasal 6 ayar (1) Undang-Undnag Nomor 12 Tahun 2011
juga dirumuskan asas-asas yang harus tercermin dalam materi muatan
Peraturan Perundnag-undangan, yakni sebagai berikut:
a. Asas pengayom.
b. Asas kemanusiaan.
c. Asas kebangsaan.
d. Asas kekeluargaan.
e. Asas kenusantaraan.
f. Asas bhineka tunggal ika.
g. Asas keadilan.
h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.
i. Asas ketertiban dan kepastian hukum.
j. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
1.7.4 Teori Keadilan
Suatu pemilihan kepala daerah yang baik haruslah adil dalam
peraturan dan pelaksanaannya, namun saat ini masih menjadi suatu
perdebatan mana yang disebut adil dalam pilkada. Sesuai dengan materi
yang di angkat penulis tentang syarat dukungan calon kepala daerah masih
di anggap tidak adil bagi sebagian orang. Menurut Aristoteles, keadilan
adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai
titik tengah diantara ke dua ujung ekstern yang terlalu banyak dan terlalu
sedikit. Kedua ujung ekstern itu menyangkut 2 orang atau benda. Bila 2
orang tersebut punya kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka
masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama.
Kalau tidak sama, maka akan terjadi pelanggaran terhadap proporsi
tersebut berarti ketidak adilan.
Menurut John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah
satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa “Keadilan
adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya
kebenaran pada sistem pemikiran”. Di dalam bukunya yang berjudul A
Theory Of Justice, John Rawl berharap dapat merumuskan sebuah teori
yang dapat mengakomodasikan pribadi individu secara serius tanpa
mempertaruhkan kesejahteraan atau hak-haknya demi kebaikan orang lain,
sekaligusmenawarkan sebuah metode yang konkret untuk membuat
keputusan paling fundamental mengenai keadilan distributif. Hasilnya
adalah “keadilan sebagai kesetaraan” (justice as fairness).15
Selain mengacu pada Undang-Undang Dasar, ketentuan lain juga
mengatur melalui peraturan perundang-undangan dibawah Undang-
Undang Dasar. Pada ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Menurut ketentuan Pasal 23
ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang berbunyi setiap
orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya. Lebih
lanjut menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 yang berbunyi, setiap warga negara berhak untuk dipilih dan
memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui
pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
15
Karen Leback, 2015, Teori-teori Keadilan, Nusa Media, Bandung. Hal 49
keadilan adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya
Istilah keadilan berasal dari kata adil yang berasal dari bahasa Arab. Kata
adil berarti tengah. Adil pada hakikatnya bahwa kita memberikan kepada
siapa saja apa yang menjadi haknya. Keadilan berarti tidak berat sebelah,
menempatkan sesuatu di tengah-tengah, tidak memihak. Keadilan juga
diartikan sebagai suatu keadaan dimana setiap orang baik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memperoleh apa yang
menjadi haknya, sehingga dapat melaksanakan kewajibannya.16
1.8 Metode Penelitian
Dalam rangka memperoleh, mengumpulkan, serta menganalisis setiap data
atau informasi yang bersifat ilmiah, tentunya dibutuhkan suatu metode dengan
tujuan agar suatu karya ilmiah memiliki susunan yang sistematis, terarah, dan
konsisten. Adapun metode penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Jenis Penelitian
Sebagai suatu karya ilmiah dan untuk mendapatkan hasil yang
ilmiah, sehingga dapat dipertahankan secara ilmiah pula. Maka dalam
penulisan skripsi ini, penelitian yang digunakan adalah penelitian hokum
normatif. Menurut Abdulkadir Muhamad, penelitian hokum normatif
adalah penelitian hokum yang mengkaji hokum tertulis dari berbagai
aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan
komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal
demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu Undang-Undang, serta
16
Available from: URL: https://pengertian-keadilan-teori.html , di akses pada tanggal 11
Januari 2016 pkl. 11.30 Wita
bahasa hukum yang digunakan tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau
implementasi.17
Adapun ciri-ciri dari penelitian normatif yaitu :
a. Suatu penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan dalam
norma/asas hukum.
b. Tidak menggunakan hipotesis;
c. Menggunakan landasan teori; dan d. Menggunakan bahan hukum yang terdiri atas bahan hukum
primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier.18
b. Jenis Pendekatan
Penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan
pendekatan tersebut penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai
aspek.
1. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Apporoach)
Pendekatan perundang-undangan ( The statute approach) yaitu
dengan meneliti dan menganlisa kebijakan-kebijakan atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.19
Dilakukan dengan cara menelaah semua Undang-undang dan
regulasi yang berhubungan. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis,
pendekatan Undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi
peneliti untuk mempelajari adalah konsistensi dan kesesuaian antara
17 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, Hal 101
18
Sri Mamudji,, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT.
Rajawali, Jakarta, Hal. 23.
19
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, (Selanjutnya
disebut dengan Peter Mahmud Marzuki I) Hal. 93.
satu Undang-undang dengan Undang-undang lainnya atau antara
Undang-undang dengan Undang-undang Dasar atau antara regulasi
dan Undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu
argument untuk memecahkan masalah yang dihadapi.20
2. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual
approach)
Pendkatan analisis untuk mengetahuimakna yang dikandung
oleh istilah-istilah yang digunakan dalamaturan perundang-undangan
secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapan dalam praktek
dan putusanputusan hukum21
.
c. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini
berasal dari penelitian kepustakaan, dengan bahan utama primer. Bahan
primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoratis.22
Adapun sumber bahan hukum tersebut dapat diperoleh melalui dua
sumber bahan yaitu:
20
Peter Mahmud Marzuki. 2009. Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media Group.
(Selanjutnya disebut dengan Peter Mahmud Marzuki II) Hal 93 21
Johnny Ibrahim, 2012, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,
BayumediaPublising, Malang. Hal 310 22
Burhan Ashofa. 2007. Metode Penelitian hukum. PT Rineka Cipta. Jakarta.
(Selanjutnya disebut dengan Burhan Ashofa II) Hal 43
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini
bersumber dari kepustakaan, yang terdiri dari:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
b. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008.
e. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.
f. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.
g. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
h. Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku
hukum, yang berisi prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan
pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai
kualifikasi tinggi. Selain buku teks dan dapat berupa tulisan-
tulisan tentang hukum dalam bentuk jurnal.
3. Bahan Hukum Tersier
Data yang terdiri dari kamus-kamus baik Bahasa Inggris
maupun Bahasa Indonesia, merupakan bahan yang memberikan
petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hokum primer dan
bahan hokum sekunder23
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui
teknik studi pustaka dan juga melalui bantuan media elektronik, yaitu
internet.24
Studi kepustakaan ini dilakukan dengan cara menelaah dan
menliti data pustaka seperti bahan hukum primer maupun bahan hukum
skunder, pencatatan terhadap bahan-bahan hukum temuan dalam studi
kepustakaan ini perlu dilakukan secara teliti dan jelas dan juga dilakukan
secara menyeluruh terhadap bahan-bahan yang ada relevansinya dengan
penelitian.25
Memperoleh bahan hukum dari sumber ini, penulis memadukan,
mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku dan arti-arti
yang berhubungan dengan judul skripsi pengaturan tolak ukur syarat calon
kepala daerah dari partai politik dan perseorangan berdasarkan undang-
undang nomor 8 tahun 2015.
23
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, Hal 6 24
Amirudin. 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada. Hal.
37 25
Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta,
hal. 50.
e. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Teknik yang digunakan dalam penulisan ini adalah teknik
deskripsi, teknik evaluasi yang tentunya tidak bisa lepas dari teknik
argumentasi. Dimana dalam menganalisis tidak menghindari teknik
dekripsi yang berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi
dari proposi-proposi hukum atau non hukum. Kemudian dilakukan
penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau
tidak benar, sah atau tidak sah terhadap suatu pandangan, pernyataan
rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan hokum
primer/sekunder.26
26
Suryabrata. 2003, Metode Penelitian, Universitas Gajah Mada. Hal 64