disusun oleh: kiki fibrianto, stp, m.phil, ph.d wenny
TRANSCRIPT
Disusun oleh:
Kiki Fibrianto, STP, M.Phil, Ph.D
Wenny Bekti S, STP, M.Food.St, Ph.D
Elok Waziiroh, STP, M.Si
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
ANALISIS SENSORIS
Oleh:
Kiki Fibrianto
Wenny Bekti Sunarharum
Elok Waziiroh
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
MODUL ANALISIS SENSORIS
Penulis :
Kiki Fibrianto, STP., M.PhiL., Ph.D
Wenny Bekti Sunarharum, STP., M.Food.St., Ph.D
Elok Waziiroh STP., M.Si
ISBN: 978-623-93942-0-2
Perancang Sampul :
Penerbit:
FTP UB
Dilarang keras memfotokopi atau memperbanyak sebagian
atau seluruh buku ini tanpa seizin tertulis dari penerbit
PENGANTAR PENULIS
Syukur alhamdulillah atas terselesaikannya penyusunan Modul
Mata Kuliah Analisis Sensoris. Buku ini disusun sebagai
pendamping media pembelajaran bagi mahasiswa yang sedang
menempuh kuliah evaluasi sensoris maupun kalangan industri
pangan yang berkaitan dengan pelaksanaan prosedur evaluasi
sensoris sebagai bagian utama dari alat pengambilan keputusan.
Buku ini berisi tentang aspek-aspek penting yang berkaitan dengan
dasar-dasar pelaksanaan evaluasi sensoris sederhana yang
menjadi praktek rutin di industri pangan. Semoga dengan adanya
buku ini mahasiswa bisa mendapatkan acuan belajar untuk
menekuni bidang sensoris dan mengembangkan penelitian-
penelitian terbaru berbasis sensoris.
Malang,
Dr. Kiki Fibrianto
DAFTAR ISI
PENGANTAR PENULIS ............................................................................. 6
DAFTAR ISI ................................................................................................. 7
Tinjauan Mata Kuliah ............................................................................. 1
Modul 1 . Prinsip Dasar Penginderaan Pangan ............................. 2
1.1 Tujuan Instruksional ..............................................................................2
1.2 Ikhtisar .........................................................................................................2
1.3 Definisi sensori dan persepsi .............................................................2
1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fungsi sensoris ...............................................................................................................8
1.5 Aspek fisiologis dan psikologis dalam evaluasi sensoris ..... 13
BAB 2. Mekanisme Persepsi Sensori ............ Error! Bookmark not defined.
2.1 Tujuan Instruksional .............. Error! Bookmark not defined.
2.2 Ikhtisar ......................................... Error! Bookmark not defined.
2.3 Rasa (Taste) ............................... Error! Bookmark not defined.
2.4 Anatomi indera perasa dan mekanisme persepsi rasa Error! Bookmark not defined.
2.5 Anatomi indera penciuman dan mekanisme persepsi aroma atau bau .............................................. Error! Bookmark not defined.
BAB 3. Aspek Operasional Evaluasi Sensoris ... Error! Bookmark not defined.
3.1. Ikhtisar ........................................ Error! Bookmark not defined.
3.2 Perencanaan Program Evaluasi Sensoris .. Error! Bookmark not defined.
3.3.Teknis Penyiapan Evaluasi Sensoris Sederhana ............ Error! Bookmark not defined.
BAB 4 Pengujian Dasar Evaluasi Sensoris Sederhana ....... Error! Bookmark not defined.
4.1 Tujuan Instruksional .............. Error! Bookmark not defined.
4.2 Ikhtisar ......................................... Error! Bookmark not defined.
4.3 Pengujian Diskriminatif (Pembedaan) ...... Error! Bookmark not defined.
4.4 Pengujian Deskriptif ............. Error! Bookmark not defined.
4.5 Pengujian Afektif.................... Error! Bookmark not defined.
BAB 5. Aplikasi Evaluasi Sensoris terhadap Konsumen ... Error! Bookmark not defined.
5.1 Tujuan Instruksional .............. Error! Bookmark not defined.
5.2 Ikhtisar ......................................... Error! Bookmark not defined.
5.3 Survei Pasar ............................... Error! Bookmark not defined.
5.4 Pengaruh iklan terhadap konsumen .. Error! Bookmark not defined.
5.5 Metode JAR (JUST ABOUT RIGHT) ...... Error! Bookmark not defined.
BAB 6. Pengaruh Musik terhadap Penginderaan Pangan Error! Bookmark not defined.
6.1 Tujuan Instruksional .............. Error! Bookmark not defined.
6.2 Ikhtisar ......................................... Error! Bookmark not defined.
6.3 Pengertian musik ..................... Error! Bookmark not defined.
6.4 Pengaruh musik terhadap persepsi dan lingkungan .... Error! Bookmark not defined.
6.5 Pengaruh nada pada musik terhadap otakError! Bookmark not defined.
6.6 Pengaruh musik terhadap persepsi dan sensori ............ Error! Bookmark not defined.
6.7 Pengaruh musik terhadap minuman Wine ....................... Error! Bookmark not defined.
6.8 Pengaruh musik terhadap minuman Softdrink .............. Error! Bookmark not defined.
6.9 Pengaruh musik terhadap coklat ......... Error! Bookmark not defined.
6.10 Pengaruh musik terhadap emosi ...... Error! Bookmark not defined.
6.11 Pengaruh musik terhadap nafsu makan . Error! Bookmark not defined.
6.12 Pengaruh musik jazz ........... Error! Bookmark not defined.
6.13 Pengaruh nada dasar terhadap emosi ..... Error! Bookmark not defined.
6.14 Mekanisme pendengaran .. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .............................. Error! Bookmark not defined.
BIOGRAFI PENULIS ............................. Error! Bookmark not defined.
Tinjauan Mata Kuliah Analisis sensoris menjadi salah satu aspek penting yang
berkaitan dengan pengembangan produk di industri pangan.
Dengan penelitian mengenai sensoris suatu industri pangan
dapat mengetahui respon pasar dan penerimaan konsumen
terhadap produknya, sehingga dapat melakukan mengembangan guna optimasi suatu produk.
Capaian pembelajaran Umum
Modul 1: Prinsip Dasar Pengideraan Pangan
CP Modul 1
Modul 2: Mekanisme Persepsi Sensori
CP modul 2
Modul 3: Aspek Operasional Evaluasi
Sensoris
CP modul 3
Modul 4 : Pengujian Dasar Evaluasi Sensoris
Sederhana
Modul 5 dan 6 Aplikasi Evaluasi Sensoris dan Pengaruh musik
terhadap Penginderaan Pangan
Modul 1 . Prinsip Dasar
Penginderaan Pangan
1.1 Tujuan Instruksional
Mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep dasar dan
standar metode evaluasi sensoris pangan
1.2 Ikhtisar
Bab ini membahas tentang definisi sensori dan persepsi.
Selanjutnya, dijelaskan pula faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi dan perkembangan fungsi sensoris. Penjelasan bab ini
ditutup dengan diskusi mengenasi aspek fisiologis dan psikologis
dalam evaluasi sensoris
1.3 Definisi sensori dan persepsi
Proses sensoris adalah proses masuknya rangsang melalui
alat indera ke otak (serebral) kemudian kembali melalui saraf
motoris dan berakhir dengan perbuatan.
Proses sensoris disebut juga pengamatan, yaitu gejala
mengenal benda-benda disekitar dengan mempergunakan alat
indra. Pengamatan dengan anggapan atau respon memiliki
perbedaan. Pengamatan terjadi pada saat stimulus atau
rangsangan mengenai indra dan menghasilkan kesadaran dan
pikiran. Respon yaitu proses terjadi nya kesan dari pikiran setelah
stimulus tidak ada.
Proses awal dari pengamatan disebut dengan attention atau
perhatian, sedangkan proses akhir disebut persepsi yang
menyebabkan kita mempunyai pengertian tentang situasi sekarang
atas dasar pengalaman yang lalu.
Persepsi merupakan bentuk pengalaman yang belum di sadari
sebelumnya sehingga individu belum mampu membedakan dan
melakukan pemisahan apa yang dihayati. Secara psikologis
perbedaan benda yang di amati bersifat kualitatif, dengan tidak
mengabaikan proses fisiologi secara psikologi sikap seseorang
dalam situasi itulah yang akan memberi arti.
Proses pengamatan (penyerapan atau persepsi) melalui tiga :
A. Proses fisik, stimulus mengenai alat indera.
B. Proses fisiologis, stimulus diteruskan oleh alat sensoris ke
otak.
C. Proses psikologis, proses dalam otak sehingga individu
menyadari apa yang diterima oleh alat indera.
Berdasarkan mekanismenya, sensori bisa didefinisikan
sebagai stimulus atau rangsang yang datang dari dalam maupun
luar tubuh. Stimulus tersebut masuk ke dalam tubuh melalui organ
sensori (pancaindera).
Sugihartono et al. (2007) mengemukakan bahwa persepsi
adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau
proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat
indera manusia. Sedangkan menurut Walgito (2004)
mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses
pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang
diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu
yang berarti,dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri
individu. Sedangkan Suharman (2005) menyatakan persepsi
merupakan suatu proses menginterpretasikan atau menafsir
informasi yang diperoleh melalui sistem alat indera manusia.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
persepsi merupakan hasil interpretasi terhadap stimuli yang
diterima oleh sistem indera manusia (sensasi) yang diteruskan ke
otak. Karena persepsi merupakan hasil interpretasi yang bersifat
abstrak sehingga suatu persepsi berbeda antar individu. Setiap
individu memiliki pandangan mereka masing-masing dalam
menginterpretasikan sesuatu.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi
seseorang menurut Krech (1962) dalam Prasilika (2007) antara
lain :
1. Frame of Reference, yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki
dan dipengaruhi oleh pendidikan, bacaan, penelitian, dan lain-
lain.
2. Frame of Experience, yaitu berdasarkan pengalaman yang telah
dialami yang tidak terlepas dari keadaan lingkungan
sekitarnya.
Suryani (2008), membagi faktor yang mempengaruhi persepsi
menjadi dua yaitu :
a. Faktor Internal yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri
individu yang terdiri dari :
- Fisiologis
Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi
yang diperoleh ini akan mempengaruhi usaha dalam
mengartikan lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera
untuk menghasilkan persepsi pada tiap orang berbeda-
beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat
berbeda.
- Perhatian
Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan
untuk memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk
fisik dan fasilitas mental yang ada pada suatu obyek. Energi
tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian seseorang
terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan
mempengaruhi persepsi terhadap suatu obyek.
- Minat
Persepsi terhadap suatu objek bervariasi tergantung pada
seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang
digerakkan untuk menghasilkan persepsi.Perceptual
vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk
memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat
dikatakan sebagai minat.
- Kebutuhan yang searah
Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang
individu mencari objek-objek atau pesan yang dapat
memberikan jawaban sesuai dengan dirinya.
- Pengalaman dan ingatan
Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan
dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat
kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui suatu
rangsang dalam pengertian luas.
- Suasana hati
Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood
ini menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada
waktu yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang
dalam menerima, bereaksi dan mengingat.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan karakteristik dari lingkungan
dan objek-objek yang terlibat di dalamnya. Elemen-elemen
tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap
dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseorang
merasakannya atau menerimanya. Faktor eksternal yang
mempengaruhi persepsi terdiri dari :
- Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus
Faktor ini menyatakan bahwa semakin besarnya hubungan
suatu obyek, maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk
ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan
melihat bentuk ukuran suatu obyek individu akan mudah
untuk perhatian pada gilirannya membentuk persepsi.
- Warna dari objek-objek
Objek-objek yang mempunyai cahaya lebih banyak, akan
lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan
dengan yang sedikit.
- Keunikan dan kekontrasan stimulus
Stimulus luar yang penampilannya dengan latar belakang
dan sekelilingnya yang sama sekali di luar ekspektasi
individu yang lain akan banyak menarik perhatian.
- Intensitas dan kekuatan dari stimulus
Stimulus dari luar akan memberi makna lebih bila lebih
sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya
sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari
suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi.
- Motion atau gerakan
Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap
obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan
pandangan dibandingkan obyek yang diam.
Auvray (2008) melalui penelitiannya mengungkapkan
bahwa terjadi persepsi multi-inderawi (multisensoris) ketika
seseorang mengkonsumsi makanan. Artinya persepsi orang dalam
mengkonsumsi makanan tidak hanya dipengaruhi oleh satu
inderawi karena adanya interaksi antar alat indera. Bau (aroma)
dibuktikan dapat mempengaruhi rasa manis yang dirasakan dari
makanan. Adanya interaksi antar alat indera khususnya indera
penciuman dan perasa dibuktikan pula ketika seseorang diminta
untuk mengevaluasi satu set bau-bauan, mereka menggunakan
terminologi yang berasal dari sistem gustatory seperti manis atau
asam, padahal sistem penciuman tidak memiliki reseptornya. Salah
satu contoh nyata yang diberikan adalah terminology aroma manis
yang diberikan untuk aroma vanila, meskipun pada dasarnya
manis merupakan stimulasi dari inderawi lain.
Interaksi lain yang terjadi dari komponen flavor adalah
antara rasa dan suhu produk pangan. Cruz and Green (2000)
membuktikan hal tersebut melalui eksperimen kepada
sekelompok orang dengan meletakkan es batu tidak berasa pada
lidah memberi persepsi rasa asin. Eksperimen yang dilakukan oleh
Davidson et.al., (1999) juga membuktikan adanya interaksi antara
beberapa alat indera dalam persepsi flavor. Pada eksperimen ini,
yang menjadi fokus penelitian adalah intensitas flavor yang terasa
selama proses mengunyah permen karet. Rasa mint berasal dari
gula yang terkandung di dalamnya, sedangkan mentol berasal dari
indera penciuman dan komponen trigeminal. Pada awal proses
pengunyahan, intensitas aroma mentol sangat tinggi. Namun
semakin lama, akan semakin berkurang sejalan dengan
berkurangnya pula kandungan gula pada permen karet. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa persepsi mentol sangat
ditentukan oleh rasa manis dari keberadaan gula pada permen
karet.
Persepsi flavor dipengaruhi oleh beberapa komponen,
seperti sistem trigeminal, penglihatan dan pendengaran. Sistem
trigeminal memberi informasi mengenai iritasi, suhu, tekstur,
konsistensi makanan, serta semua sumber informasi lain yang
mempengaruhi persepsi flavor secara keseluruhan. Beberapa
penelitian yang telah dirangkum oleh Auvray (2008) antara lain,
capsaicin (iritan) dapat menghambat persepsi manis dari sukrosa
atau sup tomat, senyawa olfaktori seperti butil asetat dengan
aroma buah dapat mempengaruhi aktivitas di saraf trigeminal,
peningkatan jumlah sukrosa, asam sitrat dan sodium klorida dapat
menurunkan persepsi viskositas. Peningkatan viskositas dari suatu
larutan dapat menyebabkan penurunan intensitas rasa dan flavor.
Komponen lain, yaitu penglihatan dari sisi warna, dimana
intensitas flavor dan rasa dapat meningkat sejalan dengan
peningkatan warna produk pangan. Komponen yang juga
mempengaruhi adalah pendengaran, misalnya pada konsumsi
potato chips menimbulkan suara yang menunjukkan tingkat
kerenyahan dan kekerasan dari produk tersebut.
1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fungsi
sensoris
Secara fisiologis, fungsi dan perkembangan indera manusia
sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang bersifat
normal sesuai fase tumbuh kembang manusia maupun kondisi-
kondisi lain yang bersifat patologis, suatu kondisi dimana bagian
tubuh manusia tidak berfungsi secara normal karena sakit atapun
cacat.
Terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi
perkembangan fungsi sensoris, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a) Usia
Bayi tidak mampu membedakan stimulus sensori, jalur
sarafnya masih belum matang. Pengelihatan berubah selama usia
dewasa mencakup presbiopia (ketidak mampuan memfokuskan
pada objek dekat) dan kebutuhan kacamata baca (biasanya terjadi
dari usia 40 sampai 50).
Pendengaran berubah, yang di mulai pada usia 30, termasuk
penurunan ketajaman pendengaran. Kejelasan berbicara,
perbedaan pola tinggi suara, dan kedalam presepsi, dan penurunan
ambang pendengaran. Tinnitus seringkali menyertai hilangnya
pendengaran sebagai efek samping obat.
Lansia mendengar suara pola rendah dengan baik tetapi
mempunyai kesulitan mendengar percakapan dengan latar
belakang yang berisik. Lansia mengalami penurunan lapang
pengelihatannya, peningkatan sensitivtas cahaya yang
menyilaukan, kerusakan pengelihatan pada malam hari,
penurunan akomodasi dan kedalaman presepsi, dan penurunan
diskriminasi warna.
Lansia memiliki kesulitan membedakan konsonan. Suara
bicara bergetar, dan terdapat perpanjangan presepsi dan reaksi
berbicara. Perubahan gustatori dan olfaktori mencakup penurunan
dalam jumlah ujung saraf pengecap dalam tahun terakhir dan
penurunan serabut saraf alfaktori. Pada usia 50 penurunan
diskriminasi rasa dan sensitivitas terhadap bau adalah umum.
Propriaseptif berubah setelah usia 60 termasuk kesulitan dengan
keseimbangan, orientasi mengenai tempat koordinasi. Lansia
mengalami perubahan dan taktil, termasuk penurunan sensitifitas
terhadap nyeri, tekanan dan suhu.
b) Kondisi medikasi
Beberapa kondisi medikasi dapat mengakibatkan perubahan
persepsi sensoris diantaranya berhubungan dengan mekanisme
proses persepsi secara oral adalah sindrom xerostomia. Sindrom
xerostomia merupakan suatu kondisi oral dimana produksi saliva
atau air liur menjadi sangat terbatas/berkurang. Hal ini bisa
menyebabkan persepsi tektural terhadap makanan menjadi tidak
tepat.
Secara fisiologis, makanan yang sudah dikunyah akan
bercampur dan diselubungi oleh saliva menjadi bolus yang secara
dimensional akan bisa diterima kerongkongan untuk masuk ke
dalam saluran pencernaan lebih lanjut. Akan tetapi, pada kondisi
patologis xerostomia, dimana saliva yang berperan untuk
memuluskan jalannya makanan menuju kerongkongan dengan
dimensi/ukuran tertentu memiliki kualitas dan kuantitas yang
sangat sedikit dapat menyebabkan tersedak/choking.
Pembatasan konsumsi, misalnya dalam situasi diet ketat
akan mempengaruhi volume stimulus yang diterima. Hal ini
berpengaruh terhadap tingkat kesukaan dan profil sensori
terhadap suatu produk.Pada penelitian sebelumnya, Methven et al,
(2010) menyebutkan bahwa pengulangan konsumsi sangat tidak
disukai dalam membangun atribut rasa dan mouthfeel.Hal tersebut
dapat disebabkan pembatasan konsumsi berkaitan dengan volume
stimulus yang diberikan sehingga mampu menghasilkan sensasi
yang dirasakan oleh indera manusia.Selain itu, menurut Lawless et
al. (2003), threshold rasa dasar menurun dengan meningkatnya
volume stimulus yang diberikan. Menurut Yagi et al. (2006),
semakin banyak volume stimulus yang masuk ke dalam mulut
maka semakin terdistribusi sempurna stimulus tersebut di dalam
mulut. Menurut Lawless et al. (2003), kajian tentang volume
stimulus sangat berpengaruh terhadap persepsi oral khususnya
rasa (taste) yang merupakan bagian dari atribut mutu suatu
produk.
Kajian mengenai pembatasan konsumsi telah dilakukan
sebelumnya untuk mengetahui sip volume dan mouthful panelis
terhadap likuid. Menurut Adnerhill et al. (1989), rata-rata sip
volume pada laki-laki sebanyak 25 ml sedangkan perempuan
sebanyak 20 ml. Namun, rata-rata volume tersebut menurun
dengan bertambahnya pengulangan pengukuran sip volume.
Volume konsumsi setiap orang dipengaruhi oleh jenis kelamin,
umur, dan delivery method serta kebiasaan makan (eating
behavior) (Lawless et al, 2003). Pengukuran terhadap mouthful
atau mouth size dapat dilakukan dengan mengumpamakan mulut
panelis sebagai gelas dimana panelis diharuskan berbaring dan
peneliti menuang air ke dalam mulut panelis hingga mulut panelis
tepat bisa ditutup dengan rahang terbuka. Metode tersebut dikenal
dengan supine filling method (Lawless et al, 2003).
Pembatasan konsumsi juga berpengaruh terhadap sekresi
air liur (saliva).Komposisi dan jumlah air liur yang dihasilkan
bergantung pada tipe dan intensitas stimulus.Hal tersebut
dijelaskan oleh Gaviao et al. (2004), dimana konsistensi dan
volume makanan juga berpengaruh terhadap aliran
saliva.Kecepatan aliran sekresi air ludah berubah-ubah pada
individu atau bersifat kondisional sesuai dengan fungsi waktu,
yaitu sekresi air ludah mencapai minimal pada saat tidak
terstimulasi atau tidak terangsang dan mencapai maksimal pada
saat terstimulasi atau terangsang.Salah satu mekanisme sekresi air
liur merupakan kegiatan refleks yang stimulusnya berasal dari
dalam rongga mulut.Stimulus tersebut terdiri atas stimulus
mekanik dan stimulus kimiawi.Stimulus mekanik tampak dalam
bentuk pengunyahan, sedangkan stimulus kimiawi tampak dalam
bentuk efek kesan pengecapan (Amerongen, 1992).
Karakteristik individual seperti jenis kelamin, umur, ras
dan kondisi psikologi mengambil peranan penting dalam
menentukan pengolahan makanan dalam rongga mulut. Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa kapasitas mulut akan air sebesar
30,5±10,1 g untuk laki-laki dewasa dan 25,2±8,1 g untuk
perempuan dewasa (Hiiemae, 1996). Namun nilai tersebut
berkurang ketika mengkonsumsi pangan padat.Pada umumnya
kapasitas rongga mulut dalam kondisi makan normal untuk
makanan padat sebesar 18,0±4,9 g untuk laki-laki dewasa dan
13,1±4,0 g untuk perempuan dewasa.Hal tersebut menunjukkan
bahwa jumlah makanan yang diproses di dalam mulut tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor individual melainkan karakteristik fisik
makanan yang dikonsumsi.
Persepsi rasa oleh saliva dipengaruhi bagaimana suatu
stimuli rasa diterima.Perubahan aliran air ludah (saliva) individu
berpengaruh terhadap intensitas rasa yang diterima. Air liur
disekresi ketika rangsangan memungkinkan adanya transport
molekul rasa ke taste bud (Matsuo, 2000). Selanjutnya, enzim saliva
memulai proses pencernaan dan dapat mempengaruhi persepsi
tekstur dan rasa dengan mengubah viskositas makanan
(Heinzerling et al., 2008). Jumlah air liur yang dihasilkan
dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi stimuli rasa yang diterima
(Neyraud et al., 2009). Penelitian sebelumnya oleh Heinzerling et
al. (2011), menunjukkan bahwa intensitas yang diterima akan
menurun dengan meningkatnya aliran air liur. Peningkatan air liur
terjadi apabila terstimulus atau terangsang secara terus menerus.
Hal tersebut juga menunjukkan hal yang sama bila dilakukan
pencicipan yang berulang kali dan tanpa pembatasan konsumsi.
c) Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi persepsi sensoris baik
yang terjadi secara oral maupun non-oral. Secara oral, kondisi
lingkungan yang kurang nyaman, misalnya pada kondisi gerah dan
panas akan memicu kondisi dehidrasi yang dapat meningkatkan
preferensi terhadap minuman dingin. Kondisi penerangan yang
kurang juga bisa mengakibatkan persepsi negatif, kurang hygiene
serta perasaan tidak nyaman. Kondisi lingkungan yang kurang
nyaman, seperti kurangnya penerangan, stimulus visual yang
terlalu kontras serta kondisi bising dapat menurunkan respon
sensori.
Tingkat kenyamanan memiliki fungsi strategis dalam
mempengaruhi persepsi sensoris seseorang. Kondisi lelah ataupun
adanya rasa nyeri bisa mengubah cara seseorang berpersepsi dan
beraksi terhadap stimulus. Contohnya orang yang terbiasa
terpapar dengan tingkat kebisingan yang tinggi bisa kehilangan
kemampuan mendengar.
Selain kondisi patologis, tingkat kenyamanan ini juga sangat
berpengaruh pada kondisi emosi dan psikologis seseorang. Kondisi
yang bising dan panas bisa menyebabkan seseorang tidak bisa
berkonsentrasi dengan baik. Tidak saja menurunkan konsentrasi,
kondisi tersebut bisa menyebabkan mood serta emosi negatif yang
pada akhirnya akan mempengaruhi respon serta keputusan
sensoris seseorang.
d) Riwayat kesehatan
Adanya riwayat gangguan kesehatan mempengaruhi
persepsi sensoris baik secara oral maupun non-oral. Penyakit
vaskuler perifer dapat menyebabkan penurunan sensasi pada
ekstrimitas dan kerusakan kognitif. Diabetes kronik dapat
mengarah pada penurunan pengelihatan, kebutaan atau neuropati
perifer. Stroke dapat menimbulkan kehilangan berbicara, beberapa
kerusakan neurologi merusak fungsi motorik dan penerimaan
emosi
e) Kebiasaan merokok
Merokok merupakan kebiasaan buruk yang secara patologis
merusak indera pengecap. Paparan asap rokok tembakau secara
kronis akan menyebakan atrofi pada ujung-ujung saraf pengecap
sehingga akan mempengaruhi persepsi rasa.
1.5 Aspek fisiologis dan psikologis dalam evaluasi sensoris
Prinsip evaluasi sensorik memiliki aspek fisiologi dan
psikologi. Berdasarkan hasil eksperimen, dapat diambil
kesimpulan bahwa kesua aspek tersebut memiliki kontribusi yang
sangat besar terhadap prosedur pengujian serta pengukuran
respon manusia terhadap stimulus/rangsangan.
Teori klasik menyebutkan bahwa indera yang terkait dengan
pengujian sensoris meliputi penglihatan, pendengaran, rasa, bau
dan sentuhan. Indera sentuhan sendiri juga mencakup deteksi
suhu, nyeri, tekanan, dan lain sebagainya.
Dari studi tentang fisiologi dan anatomi sistem, diketahui bahwa
setiap rasa modalitas memiliki reseptor yang unik dan jalur saraf
ke yang lebih struktur kompleks di otak. Sebagai contoh, reseptor
untuk rasa tertentu menanggapi jenis tertentu dari stimulasi yang
unik untuk sistem itu.
Artinya, stimulus gustatory tidak merangsang reseptor
visual. Namun, ketika informasi ditransmisikan ke pusat-pusat
yang tinggi di otak, integrasi persepsi terjadi. Pemahaman tentang
bagaimana informasi sensorik diproses dan terintegrasi penting
dalam memahami proses evaluasi. Hal ini bila diterjemahkan ke
dalam segi praktis, evaluasi sensoris adalah hasil dari sumber
kompleks stimulasi dan rangsangan yang tidak akan eksklusif
untuk rasa tunggal, seperti penglihatan atau rasa. Kegagalan untuk
menghargai konsekuensi dari komponen ini sangat mendasar
evaluasi sensorik akan memiliki konsekuensi serius.
Psikologi telah memberikan kontribusi besar terhadap
pemahaman tentang hasil dari proses evaluasi. Namun, itu akan
menjadi kurang tepat untuk mengkarakterisasi evaluasi sensoris
semata-mata sebagai bagian dari ilmu psikologi. Hal ini bisa
digambarkan dengan penelitian tentang skala persepsi sebagai
penilaian keberhasilan suatu produk tanpa disertai dengan
penilaian terhadap aspek perbedaan dan resiko. Sehingga hal ini
bisa menyebabkan kesalahan persepsi psikologis sebagai
konsekuensi dari evaluasi sensoris.
Apa yang dapat ditunjukkan dengan stimulus tunggal dalam
percobaan terkontrol tidak selalu ekivalen/sesuai untuk
menerjemahkan evaluasi stimuli yang lebih kompleks. Meskipun
demikian, itu jelas bahwa evaluasi sensoris memanfaatkan
psikologi, seperti halnya menggunakan fisiologi, matematika, dan
statistik dalam rangka mencapai tujuan pada pengujian-pengujian
khusus. Seorang profesional ahli sensorik harus cukup paham
dalam disiplin ilmu ini untuk mengidentifikasi relevansi serta
korelasinya secara komprehensif tanpa mengabaikan tujuan
evaluasi sensorisnya sendiri.
Latihan Soal dan Jawaban :
1. Apa yang dimaksud dengan persepsi?
Persepsi merupakan hasil interpretasi terhadap stimuli yang
diterima oleh sistem indera manusia (sensasi) yang diteruskan ke
otak
2. Persepsi sensoris terjadi melalui berapa tahapan? Jelaskan!
3. Berdasarkan teori klasik, apakah konsep multimodalitas dapat
diakomodasi?
3 tahapan, yaitu :
a) Proses Fisik : proses dimana stimulus diterima oleh alat indera
b) Proses Fisiologis : proses dimana stimulus diteruskan dari alat
indera menuju otak
c) Proses Psikologis : proses dimana hasil interpretasi di otak
dipengaruhi oleh memori melalui
kerangka pengetahuan maupun
pengalaman
Teori klasik sensoris tidak mengakomodir konsep multimodalitas,
karena teori klasik berpendapat bahwa stimulus sensoris bersifat
unik dan khusus yang hanya akan direspon oleh reseptor spesifik.