dm gestasional
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Pada wanita hamil terjadi perubahan- perubahan fisiologis yang berpengaruh
terhadap metabolisme karbohidrat karena adanya hormon plasenta yang bersifat resistensi
terhadap insulin, sehingga kehamilan tersebut bersifat diabetogenik. Dengan meningkatnya
umur kehamilan, berbagai faktor dapat mengganggu keseimbangan metabolisme
karbohidrat sehingga terjadi gangguan toleransi glukosa.1
Adanya suatu bentuk diabetes melitus (DM) yang hanya ditemukan saat kehamilan
dan kemudian menghilang setelah persalinan telah disinggung oleh Duncan (dikutip oleh
Adam) sejak satu abad yang lalu. Walaupun demikian barulah pada tahun 1980 WHO
mengakui diabetes melitus gestasi (DMG) sebagai suatu bentuk diabetes tersendiri.1
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
Diabetes melitus gestasional (DMG) didefinisikan sebagai suatu keadaan intoleransi
glukosa atau karbohidrat dengan derajat yang bervariasi yang terjadi atau pertama kali
ditemukan pada saat kehamilan berlangsung.1,6 Dengan definisi ini tidak lagi dipersoalkan
apakah penderita mendapat pengobatan insulin atau dengan diet saja, demikian pula apakah
gangguan toleransi glukosa kembali normal atau tidak setelah persalinan.1-5
2.2. Insidens
Insidens DMG bervariasi antara 1,2 – 12%. 1 Kepustakaan lain mengatakan 1 –
14%.4,6 Di Indonesia insidens DMG berkisar 1,9 -2,6%.5 Perbedaan insidens DMG ini
terutama disebabkan oleh karena perbedaan kriteria diagnosis materi penyaringan yang
diperiksa. 1,4 Di Amerika Serikat insidens kira-kira 4%.6,7
Kejadian DMG juga sangat erat hubungannya dengan ras dan budaya seseorang.
Contoh yang khas adalah DMG pada orang kulit putih yang berasal dari Amerika bagian
barat hanya 1,5-2% sedangkan penduduk asli Amerika yang berasal dari barat daya
Amerika mempunyai angka kejadian sampai 15%. Pada ras Asia, Afrika –Amerika dan
Spanyol insidens DMG sekitar 5-8% 7 sedangkan pada ras Kaukasia sekitar 1,5%.
2.3. Patofisiologi
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan Karbohidrat yang
menunjang pemasokan makan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapar
berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin
hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga kadar
gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama
dipengaruhi oleh insulin. Akibat lambatnya reabsorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia
yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin
meningkat sehingga mencapai 3 kali dari keadaan normal. Hal ini disebut tekanan
diabetogenik dalam kehamilan. Secara fisiologis telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia
ditambah dengan insulin eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemia yang menjadi
2
masalah ialah bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga ia
relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan. Resistensi
insulin juga disebabkan adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol, prolaktin dan
plasenta laktogen. Kadar kortisol plasma wanita hamil meningkat dan mencapai 3 kali dari
keadaan normal hal ini mengakibatkan kebutuhan insulin menjadi lebih tinggi, demikian
juga dengan human plasenta laktogen (HPL) yang dihasilkan oleh plasenta yang
mempunyai sifat kerja mirip pada hormon tubuh yang bersifat diabetogenik. Pembentukan
HPL meningkat sesuai dengan umur kehamilan. Hormon tersebut mempengaruhi reseptor
insulin pada sel sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Hal ini patut diperhitungkan
dalam pengendalian diabetes1,7,8.
Mekanisme resistensi insulin pada wanita hamil normal adalah sangat kompleks.
Kitzmiller, 1980 (dikutip oleh Moore) telah mempublikasikan suatu pengamatan
menyeluruh mekanisme endokrin pada pankreas dan metabolisme maternal selama
kehamilan yakni plasenta mempunyai peranan yang khas dengan mensintesis dan
mensekresi peptida dan hormon steroid yang menurunkan sensitivitas maternal pada
insulin. Puavilai dkk (dikutip oleh Williams) melaporkan bahwa resistensi insulin selama
kehamilan terjadi karena rusaknya reseptor insulin bagian distal yakni post reseptor.
Hornes dkk (dikutip oleh Moore) melaporkan terdapat penurunan respon Gastric Inhibitory
Polipeptida (GIP) pada tes glukosa oral dengan tes glukosa oral pada kehamilan
normal dan DMG. Mereka meyakini bahwa kerusakan respon GIP ini yang mungkin
berperanan menjadi sebab terjadinya DMG1,2,9
Faktor-faktor di atas dan mungkin berbagai faktor lain menunjukkan bahwa
kehamilan merupakan suatu keadaan yang mengakibatkan resistensi terhadap insulin
meningkat. Pada sebagian besar wanita hamil keadaan resistensi terhadap insulin dapat
diatasi dengan meninggikan kemampuan sekresi insulin oleh sel beta. Pada sebagian kecil
wanita hamil, kesanggupan sekresi insulin tidak mencukupi untuk melawan resistensi
insulin, dengan demikian terjadilah intoleransi terhadap glukosa atau DM gestasi.
2.4. Klasifikasi
3
Perkembangan ilmu kedokteran makin meningkat dalam berbagai aspek yaitu
etiologi, patogenesis diagnosis, pengobatan dan pencegahan. Sejalan dengan perkembangan
tersebut berbagai kriteria diagnosis dan klasifikasi DM bermunculan. Oleh WHO “expert
committee on diabetes mellitus” tahun 1980 telah dibuat suatu klasifikasi DM berdasarkan
etiopatologi, yang kemudian diperluas pada tahun 1985 9,10
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) pada konsensus diabetes melitus di
Indonesia
Tahun 2002 membuat klasifikasi etiologis DM sebagai berikut:11
Tipe 1 ● (Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)
● Autoimun
● Idiopatik
Tipe 2 ● (Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai
defisiensi
insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai
resistensi
insulin)
Tipe lain ● Defek genetik fungsi sel beta
● Defek genetik kerja insulin
● Penyakit eksokrin pankreas
● Endokrinopati
● Karena obat atau zat kimia
● Infeksi
● Sebab imunologi yang jarang
● Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes melitus gestasional
Catatan : Diabetes melitus pada sirosis hati belum bisa di kelompokkan ke dalam
klasifikasi diatas karena mekanismenya belum dapat ditentukan dengan pasti.
Keadaan ibu dan anak pada wanita DM hamil tergantung pada berat dan lamanya
perlangsungan penyakit.3 Priscilla White pada tahun 1959 memperkenalkan klasifikasi
4
White yang sangat terkenal sampai saat ini.1 Klasifikasi ini terutama menitikberatkan pada
umur saat diketahuinya DM, lamanya mengidap DM dan adanya komplikasi vaskuler
khususnya retino-renal.1,12,.13
Klasifikasi ini awalnya digunakan untuk meramalkan prognosis perinatal dan
untuk menentukan penanganan obstetrinya. Karena mortalitas perinatal menurun secara
tajam pada semua klasifikasi, maka sistem ini digunakan sampai sekarang terutama untuk
menggambarkan dan membandingkan populasi DM hamil.3,13
Klasifikasi White menekankan bahwa kerusakan target organ khususnya mata,
ginjal, jantung mempunyai akibat yang sangat berarti pada anak. Klasifikasi DMG yang
direkomendasikan oleh “American College of Obstetricians and Gynecologists” pada
tahun 1994 adalah klasifikasi sebagai berikut :2
Klasifikasi DM hamil menurut White (perubahan) 2,3,13,14
Class Onset Fasting Plasma
Glucose
2-hour
postprandial
Glucose
Therapy
A1
A2
Gestational
Gestational
< 105 mg/dL
> 105 mg/dL
< 120 mg/dL
> 120 mg/dL
Diet
Insullin
Class Age of Onset
(yr)
Duration (yr) Vascular Disease Therapy
B
C
D
F
R
H
Over 20
10 - 19
Before 10
Any
Any
Any
< 10
10 -19
> 20
Any
Any
Any
None
None
Benign Retinopathy
Nephropathy*
Proliperative
retinopathy
Heart
Insulin
Insulin
Insulin
Insulin
Insulin
Insulin
Selanjutnya Pyke dari Kings College Hospital London membuat klasifikasi yang
sederhana dimana DM hamil hanya dibagi atas tiga kelompok, yaitu :1,3
5
1. Mereka yang DM diketahui saat hamill yang identik dengan DM gestasi.
2. DM pragestasi yang tanpa komplikasi atau dengan komplikasi ringan.
3. DM pragestasi yang disertai denngan komplikasi berat seperti nefropati, retiopati dan
penyakit jantung koroner.
2.5. Kriteria Diagnosis
Secara klinis diagnosis DM dapat dilakukan oleh adanya gejala yang khas, yaitu :
rasa haus berlebihan, sering kencing, sering mengalami infeksi berulang, berat badan turun
tanpa sebab yang jelas. Dengan adanya hiperglikemia pada satu kali pemeriksaan glukosa
plasma sewaktu sesuai dengan “study group” WHO 1985. Tes toleransi glukosa oral
(TTGO) diperlukan apabila glukosa sewaktu tidak jelas menunjukkan diagnosis DM.13
A. Kriteria diagnosis ADA 1997 15,16
Sampai akhir tahun 1997 kriteria diagnosis yang dipakai adalah kriteria WHO tahun
1980/1985.Mulai akhir tahun 1997 American Diabetes Association (ADA)
memperkenalkan kriteria diagnosis DM yang baru. Perbedaan utama dengan kriteria
diagnosis WHO 1985 hanya pada kadar glukosa plasma puasa saja. WHO 1985
memberikan batasan glukosa plasma puasa untuk DM adalah > 140 mg/dl, pada kriteria
ADA kadar glukosa plasma puasa >126 mg/dl.16
Perubahan kriteria ini didasarkan pada alasan bahwa :
1. Pengukuran glukosa plasma puasa lebih mudah dilakukan.
2. Melakukan TTGO tidak praktis dan perlu waktu untuk menguji.
3. Komplikasi kronik pada mata berupa retinopati lebih banyak berhubungan dengan
kadar glukosa plasma puasa
B. Kriteria diagnosis WHO 1999 15,16
Tahun 1999 WHO melakukan perubahan kriteria diagnosis DM yang merupakan
perbaikan dari kriteria yang dibuat oleh NDDG (National Diabetes Data Group) dan WHO
tahun 1985 yang pada dasarnya mengikuti ADA 1997 dengan menurunkan kadar glukosa
plasma puasa.
6
Setelah pertemuan “expert committee on the diagnosis and classification of diabetes
mellitus” yang melaporkan bahwa diagnosis DM dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu ;15,16
1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L )
2. Glukosa plasma puasa > 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
3. Kadar glukosa plasma 2 jam setelah beban glukosa 75 gram yaitu > 200 mg/dl
(11,1 mmol/L)
Kriteria baru diagnosis diabetes menurut ADA 1997 dan WHO1999
Glukosa plasma dalam mg/dl
Puasa TTGO Sewaktu Gejala
ADA 1997
Normal < 110 - - -
DM > 126 - - -
IFG/GDPT 110 - 126 - - -
WHO 1999
Normal < 110 - - -
DM
1 > 126 - - -
2 - > 200 - -
3 - - > 200 3P,
BB trn
TGT - 140 - < 200 - -
Keterangan : IFG = Impaired Fasting Glucose
GDPT = Glukosa darah puasa terganggu
TGT = Toleransi glukosa terganggu
2.6. Screening (Penyaringan) DMG
7
Sedikitnya ada tiga alasan mengapa penyaringan DMG perlu dilaksanakan. Keadaan
hiperglikemia pada ibu dapat mengakibatkan : 5
a. Angka kesakitan pada ibu sendiri yang tinggi dibandingkan populasi normal
b. Angka kesakitan dan kematian perinatal yang meningkat
c. Ternyata mereka dengan riwayat DMG sebelumnya merupakan resiko tinggi untuk
menjadi DM di kemudian hari
2.6.1. Materi penyaringan
Sejak lama terdapat pertentangan apakah semua wanita hamil harus di lakukan
penyaringan DMG atau cukupkah penyaringan hanya pada mereka yang dianggap
kelompok risiko tinggi saja.5 Skrining pada semua wanita hamil merupakan cara yang
paling ideal, namun kita perlu mengakui cara ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi.1,5
Sebaliknya jika penyaringan hanya pada mereka yang dianggap risiko tinggi
ternyata sebagian wanita DMG tidak akan ikut terjaring. Adam melaporkan hasil
penyaringan di Ujung Pandang pada dua periode yang berbeda dan mendapatkan insiden
DMG lebih tinggi pada kelompok risiko tinggi. Dari 42 wanita DMG yang ditemukan pada
penyaringan periode kedua ternyata 29 wanita hamil termasuk risiko tinggi dan 13 sisanya
tidak tergolong risiko tinggi. Dengan kata lain apabila penyaringan hanya dilakukan pada
wanita yang tergolong risiko tinggi, 31% penderita tidak terjaring. Oleh karena itu hampir
semua sepakat bahwa penyaringan untuk DMG harus dilakukan pada semua wanita hamil.5
Faktor Risiko DMG 1,2,3,5,7,11
Riwayat kebidanan mencurigakan
Beberapa kali keguguran
Riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab
Jelas
Riwayat pernah melahirkan bayi dengan cacat bawaan
Pernah melahirkan bayi ≥ 4000 gram
Pernah keracunan kehamilan
Polihidramnion
8
Riwayat ibu yang mencurigakan
Umur ibu hamil > 30 tahun
Riwayat DM dalam keluarga
Pernah DMG pada kehamilan sebelumnya
Obesitas
Berat badan ibu waktu lahir > 5 kg
Infeksi saluran kemih berulang-ulang selama hamil
2.6.2. Waktu Penyaringan
Penyaringan DMG yang dilakukan pada umur kehamilan muda akan memberikan
hasil tes nagetif yang terlalu tinggi, sebaliknya pada kehamilan yang terlalu tua
mengakibatkan keterlambatan pengobatan pada mereka yang DMG. Beberapa peneliti
menganjurkan penyaringan sebaiknya dimulai pada umur kehamilan 24 – 28 minggu. Pada
mereka yang mempunyai faktor risiko yang sangat mencurigakan sebaiknya penyaringan
dilakukan pada pertemuan pertama dan diulang kembali pada minggu gestasi ke- 24-28
apabila hasil tes negatif. Konsensus PERKENI menganjurkan penyaringan dilakukan sejak
pertemuan pertama dengan setiap pasien hamil.4,5,6,11
2.6.3. Cara Penyaringan
Terdapat dua macam cara penyaringan yaitu satu tahap dan dua tahap. Penyaringan
satu tahap. adalah cara WHO.Sedangkan penyaringan dua tahap dikenal dengan cara
O’Sullivan-Mahan
1. Cara WHO 4,5,6,7
Penyaringan menurut WHO sama dengan populasi bukan wanita hamil. Dalam
keadaan berpuasa pada pagi hari, diambil contoh darah kemudian diberikan beban glukosa
75 gram. Contoh darah berikutnya diperiksa dua jam setelah beban glukosa. Kriteria
diagnosis yaitu ≥ 126 mg% atau/dan dua jam ≥ 200 mg%. Yang mempunyai kadar glukosa
darah puasa antara 110-126 mg% dan dua jam antara 140-200 mg% disebut toleransi
9
glukosa terganggu. Khusus untuk wanita hamil yang tergolong toleransi glukosa terganggu
pun harus dikelola sebagai DM.
2. Cara O’Sullivan- Mahan
Tes Tantangan Glukosa (TTG) 4,5,7
Cara O’Sullivan-Mahan terdiri atas dua tahap yaitu TTG dan TTGO. Semua wanita
hamil yang datang untuk penyaringan baik dalam keadaan puasa atau tidak diberikan beban
glukosa 50 gram yang dilarutkan dalam 200 ml air dan segera diminum. Satu jam kemudian
diambil contoh darah plasma vena untuk periksa kadar glukosa darah. Apabila kadar
glukosa plasma vena;
- < 140 mg% maka tes dinyatakan negatif
- ≥ 140 mg% maka tes dinyatakan positif (catatan: ada yang menganggap pada keadaan
puasa ≥ 130 mg%, keadaan tidak puasa ≥ 140 mg%)
- ≥ 200 mg% maka tidak perlu lagi melakukan TTGO, tetapi langsung dianggap DMG
dan segera mendapat pengobatan.
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)4,5,7
Persiapan untuk melakukan tes toleransi glukosa sama dengan persiapan pada
TTGO pada umumnya. Pasien harus makan yang mengandung cukup karbohidrat beberapa
hari sebelumnya. Semalam sebelumnya harus berpuasa selama 8-12 jam. Tes dilakukan
pada pagi hari dalam keadaan puasa. Diambil contoh darah kemudian diberikan minnum
glukosa 100 gram yang dilarutkan dalam 200 ml air. Pengambilan contoh darah berikutnya
dilakukan pada satu, dua dan tiga jam setelah pemberian. Kadar normal adalah puasa < 105
mg%, satu jam < 190 mg%, dua jam < 165 mg% dan tiga jam 145 mg%. Disebut DMG
apabila sedikitnya ditemukan dua angka yang abnormal.
2.7. Penatalakasanaan
10
Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpadu antara seorang ahli
penyakit dalam, ahli obstetri, ahli gizi dan dokter spesialis anak. Tujuan pengobatan adalah
untuk menurunkan angka kesakitan maternal, kesakitan dan kematian perinatal dan hanya
dapat tercapai apabila keadaan normoglikemia dicapai dan dipertahankan selama kehamilan
sampai persalinan.5,16
Sasaran normoglikemia pada DMG adalah kadar glukosa plasma vena puasa
< 105 mg% dan dua jam sesudah makan < 120 mg%. Untuk mencapainya dapat dilakukan
dengan :4,5,6,7,18
a. Pengaturan diet yang sesuai dengan kebutuhan yang diatur oleh ahli gizi.
b. Memantau glukosa darah sendiri di rumah dan edukasi
c. Pemberian insulin bila belum tercapai normoglikemia dengan diet
2.7.1. Pengaturan diet 5,7,11,18
Diet merupakan tahap awal penting pada penatalaksanaan DMG dan bertujuan
a) mencapai normoglikemia dan
b) untuk menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan janin yang optimal.
Perlu selalu diingat bahwa menyusun diet pada DMG tidak semata-mata untuk
mencapai normoglikemia, tetapi pengaturan diet baik jumlah kalori maupun komposisi
makanan harus diperhitungkan untuk pertumbuhan janin agar menghasilkan bayi yang
sehat.
1. Jumlah kalori dan komposisi makanan
Jumlah kalori yang dibutuhkann antara 30-35 kcal/kg berat badan ideal yang
diperhitungkan dengan menggunakan indeks Broca (1800 – 2500 kcal/hari). Jumlah kalori
ini terdiri atas 60-70% hidrat arang, 10-15% protein dan sisanya lemak 20-25%. Jumlah
kalori tersebut diberikan dalam enam kali makan .
2. Memantau diabetes terkendali
Di klinik yang maju, semua pasien DMG diajar untuk memantau glukosa darah
sendiri di rumah. Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM) tampaknya lebih unggul
dibandingkan pemantauan intermiten di rumah sakit. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan
11
pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Hal ini mempermudah mencapai
normoglikemia dan bagi mereka yang mendapat tambahan insulin akan memberikan
keuntungan untuk mencegah reaksi hipoglikemia berat. Waktu pemeriksaan PGDM
bervariasi tergantung pada terapi. Waktu yang bermanfaat untuk pemantauan adalah saat
sebelum makan dan waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), 2 jam setelah makan
(menilai ekskursi maksimal glukosa selama sehari), diantara siklus tidur (untuk menilai
adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), dan ketika mengalami gejala
seperti hypoglicemic spells. Disamping itu dilakukan juga pemeriksaan HbA1c secara
berkala setiap 8 - 12 minggu untuk menilai efek terapi sebelumnya. Kriteria pengendalian
DM baik bila HbA1c < 6,5%, sedang bila 6,5 – 8% dan buruk bila > 8%. Pemeriksaan
dianjurkan sedikitnya 2 kali setahun4,5,7,11
3. Insulin
Jika dengan pengaturan makan selama dua minggu tidak mencapai sasaran
normoglikemia maka insulin harus segera dimulai. Pasien DMG yang ditemukan setelah
umur kehamilan 28 minggu dengan kadar glukosa darah puasa. > 130 mg% dianjurkan
agar segera dimulai dengan insulin oleh karena pengobatan setelah 30 minggu sulit untuk
mencegah hiperplasia sel beta dan hiperinsulinemia janin.5
Umumnya insulin dimulai dengan dosis kecil, dan meningkat dengan meningkatnya
usia kehamilan. Insulin yang dipakai adalah human insulin. DMG dengan hiperglikemia
hanya pada pagi hari, cukup diberikan suntikan insulin kerja menengah sebelum tidur
malam. Pasien dengan hiperglikemia pada keadaan puasa maupun sesudah makan diberikan
insulin kombinasi kerja menengah dan kerja cepat, pagi dan sore hari. Dosis insulin
diperkirakan antara 0,5-1,5 U/kg berat badan, 2/3 diberikan pagi hari dan 1/3 pada sore
hari. Hanya pada keadaan tertentu dimana belum terkendali dengan pemberian 2 kali perlu
diberikan 4 kali sehari yaitu 3 kali insulin kerja cepat ½ jam sebelum makan dan insulin
kerja menengah pada malam hari sebelum tidur.
Cara Pemberian Insulin Berdasarkan Kadar Glukosa Darah Setelah Gagal Dengan Diet
12
Kadar glukosa darah Pemberian insulin
7.00 13.00 19.00 22.00
GDP tinggi, 2 jam sesudah makan - - - M
normal
GDP dan 2 jam sesudah makan
tinggi C – M C – M
atau
C C C M
Catatan : C : Insulin kerja cepat
M : Insulin kerja menengah
Kombinasi insulin kerja cepat dan menengah biasanya diberikan 2/3 dosis pagi
dan 1/3 dosis sore hari
2.7.2. Penanganan Obstetri
Tujuan penanganan obstetri ibu DMG pada trimester tiga kehamilan adalah untuk
mencegah terjadinya KJDR dan asfiksia dan juga meminimalkan morbiditas meternal yang
berhubungan dengan persalinan.
Pemantauan ibu dan janin dilakukan dengan :18
- Pengukuran tinggi fundus uteri.
- Mendengarkan denyut jantung janin secara khusus memakai ultrasonografi (USG) dan
kardiotokografis (KTG).
- Penilaian menyeluruh janin dilakukan dengan skor fungsi dinamik janin plasenta (FDJP).
Skor < 5 merupakan tanda gawat janin. Penilaian ini dilakukan setiap minggu
sejak umur kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia, pertumbuhan janin terhambat
(PJT) dan gawat janin merupakan indikasi untuk malakukan persalinan secara seksio
sesarea.
- Pada saat seksio sesarea, penatalaksanaan ibu DMG dikerjakan seperti yang lazim pada
13
pasien DM dengan pembedahan
- Janin yang sehat (skor FDJP > 6 ) dapat dilahirkan pada umur kehamilan 38 minggu
dengan persalinan biasa. Memperpanjang umur kehamilan akan meningkatkan insidens
fetal
makrosomia dan seksio sesarea sehingga dianjurkan persalinan pada umur kehamilan 38
minggu. Ibu hamil DMG
tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik, namun harus selalu
diperhatikan gerak janin (normal > 12 kali/12 jam).
- Bayi dari ibu yang DMG memerlukan perawatan khusus.
- Bila diperlukan terminasi kehamilan harus dilakukan amniosentesis dahulu untuk
memastikan kematangan paru janin (bila umur kehamilan < 38 minggu).
- Kehamilan dengan DMG yang berkomplikasi (hipertensi, preeklampsia, kelainan
vaskuler infeksi seperti glomerulonefritis, sistitis, moniliasis) harus dirawat sejak umur
kehamilan 34 minggu. Pasien DMG yang berkomplikasi biasanya memerlukan insulin.
Umumnya kadar gula darahnya mudah terkendali, kecuali jika ada komplikasi.
2.7.3. Penanganan Bayi dari Ibu DMG
Bayi dari ibu DMG harus dikelola sejak lahir dan dicegah terjadinya hipoglikemia
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang penting untuk menegakkan diagnosis
adanya kelainan pada bayi tersebut, yaitu :
- Kadar glukosa serum tali pusat
selanjutnya ketika bayi berumur 1,2,4,8,12,24,36 dan 48 jam. Apabila kadar glukosa darah
dengan reflectance meter < 45 mg/dl, harus diperiksa kadar glukosa serum.
- Kadar kalsium dan magnesium
harus diperiksa pada umur 6, 12, 24, dan 48 jam.
- Hematokrit
harus diperiksa dari tali pusat dan selanjutnya pada umur 4 dan 24 jam.
- Kadar serum bilirubin
harus diperiksa bila bayi tampak kuning.
14
Kemungkinan – kemungkinan yang dapat terjadi pada janin dan bayi dari ibu diabetes,
yaitu: makrosomia, kematian janin, trauma lahir dan asfiksia neonatal, penyakit membrana
hialin, kelainan bawaan, hipoglikemia, hopokalsemia dan hipomagnesemia,
hiperbilirubinemia, polisitemia trombosis vena renalis.
2.7.4. Pemantauan Lanjut
The Fourth Workshop-Conference menyarankan agar semua wanita DMG
dilakukan tes toleransi glukosa oral 75 gram 4-6 minggu setelah persalinan dan selanjutnya
setiap 6 bulan sekali. Saran dilakukannya follow-up postpartum karena 50% penderita
DMG akan berkembang menjadi DM tipe 2 dalam 5 -20 tahun.2,8 Perlindungan obstetri
melalui pemakaian kontrasepsi harus diterapkan pada penderita DMG. Kontrasepsi oral
Estrogen-Progesteron dosis rendah atau alat kontrasepsi dalam rahim (ADR) dapat
dianjurkan pada penderita ini bila tidak ada kontra indikasi lainnya.2,4,6,8
15
BAB III
KESIMPULAN
Diabetes melitus gestasional (DMG) didefinisikan sebagai suatu keadaan intoleransi
glukosa atau karbohidrat dengan derajat yang bervariasi yang terjadi atau pertama kali
ditemukan pada saat kehamilan berlangsung. Dengan definisi ini tidak lagi dipersoalkan
apakah penderita mendapat pengobatan insulin atau dengan diet saja, demikian pula apakah
gangguan toleransi glukosa kembali normal atau tidak setelah persalinan.
Biasanya tidak bergejala, berkembang selama paruh kedua kehamilan dan hilang
setelah melahirkan. Keluhan yang biasa di keluhkan oleh ibu yaitu: polifagia, mata kabur,
poliuria, penambahan berat badan berlebihan, polidipsi, mual dan muntah,lemas dan sering
kesemutan.Pengaruh DM terhadap kehamilan adalah abortus dan partus prematurus , pre
eklamsia,hidroamnion, insufisiensi plasenta. Pengaruh DM terhadap janin/bayi adalah
kematian hasilkonsepsi dalam kehamilan muda mengakibatkan abortus, cacat bawaan,
dismaturitas, janin besar (makrosomia), kematian dalam kandungan, kematian neonatal dan
kelainan neurologik dan psikologik. Pengelolaan DM Gestasional adalah mempertahankan
konsentrasi gula darah kurangdari 95mg/dL (5,3 mmol/L) sebelum makan dan kurang dari
140 dan 120 mg/dL (7,8 dan 6,7mmol/L), satu atau dua jam setelah makan.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam JMF, editor. Skrining diabetes mellitus pada kehamilan.
Dalam:Endokrinologi praktis. Diabetes mellitus, tiroid, hiperlipidemi. Ujung
Pandang; PT. Organon .1989 hal. 105 – 13.
2. Cunningham FG, Gilstrap LC, Gant NF, Hauth JC, Leveno KJ, Wenstrom KD.
Diabetes. In : Williams Obstetrics.21st ed. New York: Mc GrHill;2001.p.1359 – 81.
3. Dutta DC. Gestational Diabetes. In : Konar H, editor. Text book of obstetrics
including perinatology and contracepcion. 4th ed. Calcutta : New central book
agency (p)Ltd ;1998. p. 301 – 2
4. Diabetes forum. Treatment gestational diabetes mellitus. Avalaible from : diabetes-
forum.net/cgi-bin/display_engine.pl?category_id=6&content_id/html.
5. Adam JMF. Diagnosis dan penatalaksanaan diabetes mellitus gestasional. Dalam :
Noer HMS at al, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi 3. Jakarta :
Balai penerbit FKUI. 1996. hal. 675 – 80.
6. The new england journal of medicine. Vol. 341 no. 23, Dec. 1999. Gestational
diabetes mellitus.
Avalaible from : http/www.med.mc.ntu.edu.tw/~tm/journal/2000/0310.html.
7. More TR. Diabetes mellitus and pregnancy. Avalaible from : http/www.
e-medicine.com.
8. Wiknjosastro GH, Hudono ST. Penyakit endokrin Dalam : Wiknjosastro H
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1997. hal. 518 – 30
9. More TR. Diabetes in pregnancy. In : Creasy RK, Resnik R, editors. Maternal fetal
medicine principles and practice. 3rd ed. Philadelphia. WB Sounders
company;1994. p. 934 – 71.
10. Darmono. Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus. Dalam : Noer HMS at al, eds.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai penerbit
FKUI.1996. hal. 590 – 4.
17
11. Konsensus pengelolaan diabetes melitus di Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (PERKENI). Tahun 2002.
12. Adam JMF. Klasifikasi diabetes mellitus dengan kehamilan. Dalam : Endokrinologi
Praktis. Diabetes mellitus, tiroid, hiperlipidemi. Ujung Pandang; PT. Organon :
1989. hal. 97 - 104.
13. Benson RC. Diabetes mellitus. In : Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment. 5th ed. California : Lange medical publications; 1984. p. 901-6.
14. Gabbe SG. Diabetes mellitus. In : Queenan JT editor. Management of high-risk
pregnancy. Boston. Blackwell scientific publications : 1994. p. 263 – 7
15. Sambo AP. Diagnostic criteria of diabetes mellitus. In : Naskah lengkap simposium
Diabetes mellitus dan dislipidemi. Makassar. Hotel Sedona, 12 – 13 Oktober
2002. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia cabang Makassar. 2002. p. 1 – 15.
16. Adam JMF. Detecting the asymptomatic hyperglycemia, the role of general
practitioner. In : Naskah lengkap simposium diabetes mellitus dan dislipidemi.
Makassar. Hotel Sedona, 12 – 13 Oktober 2002. Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia cabang Makassar. 2002. p. 18-27
17. Diabetes forum. Pregnancy and diabetes mellitus. Avalaible from : http/www.
diabetesforum.net/cgibin/display_engine.pl?category_id=13&content_id=207.
18. Saifuddin AB, Adriaanz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. Diabetes mellitus
gestasional. Dalam : Buku acuan nasional pelayanan kesehatan meternal dan
neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI bekerjasama dengan yayasan bina pustaka.
Sarwono Prawirohardjo; 2001. hal. 290 – 9.
19. Holt RI, Goddard JR, Clarke P, Coleman MA. A postnatal fasting plasma glucose is
useful in determining which women with gestational diabetes should undergo a
postnatal oral glucose tolerance test. Diabet Med. 2003. Jul ; 20(7) : 594 – 8.
20. Madjid DA. Masalah bayi dari ibu diabetes mellitus. Dalam : Adam JMF, editor.
Endokrinologi praktis. Diabetes mellitus, tiroid, hiperlipidemi.Ujung Pandang. PT
Organon : 1989. hal. 120 – 6.
18