Download - refrat terakhir
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Praktek kedokteran bukanlah pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja,
melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran tertentu
yang berkompetensi dan memenuhi standar tertentu. Telah mendapat izin dari
institusi yang berwenang dan bekerja sesuai dengan standar dan profesionalisme yang
ditetapkan oleh organisasi profesinya
Memasuki era globalisasi serta perdagangan bebas tidak dapat dipungkiri arus
informasi serta perkembangan zaman telah mempengarui pola berfikir dari
masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat semakin mengerti tentang hal-hal yang
merupakan suatu kesengajaan bukan kelalaian dari suatu profesi (professional
misconduct), terutama dibidang kesehatan. Masyarakat sadar betul akan haknya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang layak dari seorang dokter
Pada dasarnya profesi dokter bukan merupakan suatu pekerjaan untuk mencari
nafkah melainkan pengabdian terhadap masyarakat atau lingkungan sosial. Oleh
karena itu diperlukan dasar yang kuat bukan hanya dari ilmu tetapi juga dari pribadi
dokter itu sendiri. Sehingga diperlukan pemahaman yang benar tentang tugas dan
kewajiban dokter agar tidak terjadi professional misconduct.
Dalam refrat kami kali ini, kami akan coba mengangkat dan memberikan
pembahasan tentang professional misconduct.
1
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulis untuk membuat makalah ini adalah:
1.Memberikan pemahaman tentang profesional misconduct.
2.Memberikan pemahaman tentang bagaimanakah tugas seorang dokter
3.Mengetahui tentang hal-hal yang termasuk dalam profesional misconduct.
4.Mengetahui bagaimanakah etik profesi kedokteran
1.3 Rumusan masalah
1.Apakah yang dimaksud dengan profesional misconduct
2.Bagaimanakah tugas seorang dokter
3.Hal-hal yang termasuk dalam profesional misconduct
4.Bagaimanakah etik profesi kedokterannya
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari referat tentang profesional misconduct ini agar kita sebagai
dokter muda memperoleh pengetahuan tentang profesional misconduct dan dapat
menjadi referensi agar nantinya kita menjadi dokter yang baik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Menurut Prof. Soempomo Djojowadono (1987), seorang guru besar dari
Universitas Gajah Mada merumuskan pengertian professional tersebut sebagai
berikut :
1. Mempunyai sistem pengetahuan yang isoterik (tidak dimiliki sembarang
orang).
2. Ada pendidikannya dan latihannya yang formal dan ketat.
3. Membentuk asosiasi perwakilannya.
4. Ada pengembangan kode etik yang mengarahkan perilaku para anggotanya .
5. Pelayanan masyarakat/kemanusiaan dijadikan motif yang dominan.
6. Otonomi yang cukup dalam mempraktekkannya.
7. Penetapan kriteria dan syarat-syarat bagi yang akan memasuki profesi.
Profesional misconduct berarti tidak berlaku profesional yang berupa
kesengajaan yang dapat dilakukan dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik,
ketentuan disiplin profesi, hukum administrative, serta hukum pidana dan perdata,
Kesengajaan tersebut tidak harus berupa sengaja mengakibatkan buruk bagi
pasien namun yang penting lebih kearah “deliberate violation” suatu standart tertentu
(berkaitan dengan motivasi) ketimbang hanya berupa error (berkaitan dengan
informasi).
3
Black’s Law Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai “professional
misconduct or unreasonable lack of skill” atau “failure of one rendering proffesional
services to exercise that degree of skill and learning commonly applied under all the
circumstances in the community by the average prudent reputable member of the
proffesion with the result of injury, loss or damage to the recipient of those services
or to those entitled to rely upon them”.
Dari segi hukum, di dalam definisi di atas dapat ditarik pemahaman bahwa
malpraktik dapat terjadi karena suatu tindakan yang disengaja (intentional) seperti
pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-
mahiran/ketidak kompetenan yang tidak beralasan ( Sampurna, Budi, ).
2.2. Memahami Tugas Seorang Dokter
Secara operasional, definisi “Dokter” adalah seorang tenaga kesehatan
(dokter) yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk
menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis
penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat mungkin,
secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi
dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang
efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika
dan moral. Layanan yang diselenggarakannya adalah sebatas kompetensi dasar
kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran.
Kompetensi yang harus dicapai seorang dokter meliputi tujuh area kompetensi
atau kompetensi utama yaitu:
1. Keterampilan komunikasi efektif.
2. Keterampilan klinik dasar.
3. Keterampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu
perilaku dan epidemiologi dalam praktik kedokteran.
4
4. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada indivivu, keluarga
ataupun masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik,
bersinambung, terkoordinasi dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan
Kesehatan Primer.
5. Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi.
6. Mawas diri dan mengembangkan diri/belajar sepanjang hayat.
7. Menjunjung tinggi etika, moral dan profesionalisme dalam praktek.
Ketujuh area kompetensi itu sebenarnya adalah “kemampuan dasar” seorang
“dokter” yang menurut WFME (World Federation for Medical Education) disebut
“basic medical doctor”.
Tugas seorang “dokter” adalah meliputi hal-hal sebagai berikut:
A. Melakukan pemeriksaan pada pasien untuk mendiagnosa penyakit pasien
secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat.
B. Memberikan terapi untuk kesembuhan penyakit pasien.
C. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat
dan sakit.
D. Menangani penyakit akut dan kronik.
E. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar.
F. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS.
G. Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau
dirawat di RS dan memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan.
H. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya.
I. Memberikan nasihat untuk perawatan dan pemeliharaan sebagai pencegahan
sakit.
5
J. Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran, pengobatan pasien sekarang
harus komprehensif, mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Dokter berhak dan juga berkewajiban melakukan tindakan tersebut untuk
kesehatan pasien. Tindakan promotif misalnya memberikan ceramah,
preventif misalnya melakukan vaksinasi, kuratif memberikan obat/ tindakan
operasi, rehabilitatif misalnya rehabilitasi medis.
K. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi.
L. Mawas diri dan mengembangkan diri/ belajar sepanjang hayat dan melakukan
penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran.
M. Tugas dan hak eksklusif dokter untuk memberikan Surat Keterangan Sakit
dan Surat Keterangan Berbadan Sehat setelah melakukan pemeriksaan pada
pasien.
Terminologi “dokter” memberikan sejumlah predikat, tanggung jawab, dan
peran-peran eksistensial lainnya. Tanpa melupakan sisi dominan proses pembelajaran
dan pengembangan intelektual, seorang dokter juga pada prinsipnya diamanahkan
untuk menjalankan tugas-tugas antropososial dan merealisasikan tanggung jawab
individual kekhalifaan, mewujudkan “kebenaran” dan keadilan, yang tentunya tidak
akan terlepas pada konteks dan realitas dimana dia berada. Dengan tetap
mengindahkan tanggung jawab dispilin keilmuan, maka entitas dokter haruslah
mampu mempertemukan konsepsi dunia kedokterannya dengan realitas masyarakat
hari ini.
Maka adalah penting memahami secara benar konsepsi dan melakukan
pembacaan terhadap realitas yang terjadi didepan mata kita. Jika kita bawa pada
paradigma kedokteran, maka konsepsi dunia kedokteran adalah humanisasi,
sosialisme, penghargaan atas setiap nyawa, pembelajaran dan peningkatan kualitas
hidup, keseimbangan hak dan kewajiban tenaga medis dengan pasien.
6
Sebagai kaum intelektual, yang setiap saat mengkonsumsi pengetahuan akan
kehidupan sains, sosial, keadilan, kebenaran dan fungsi-fungsi peradaban, maka
profesi dokter memiliki tanggung jawab intelektual yang tidak boleh dinafikkan,
selain karena profesi ini telah menjelma menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
masyarakat, juga karena intelektualitas merupakan salah satu parameter pencerahan
kehidupan yang didalamnya terkandung rahmat sekaligus amanah bagi yang
memilikinya.
2.3. Bentuk-Bentuk Profesional Misconduct
llmu kedokteran adalah ilmu empiris, sehingga ketidakpastian merupakan
salah satu ciri khasnya. Iptekdok masih menyisakan kemungkinan adanya bias dan
ketidaktahuan, meskipun perkembangannya telah sangat cepat sehingga sukar diikuti
oleh standar prosedur yang baku dan kaku. Kedokteran tidak menjanjikan hasil
layanannya, melainkan hanya menjanjikan upayanya (inspanningsverbintennis).
Layanan kedokteran dikenal sebagai suatu sistem yang kompleks dengan sifat
hubungan antar komponen yang ketat (complex and tightly coupled), khususnya di
ruang gawat darurat, ruang bedah dan ruang rawat intensif. Sistem yang kompleks
umumnya ditandai dengan spesialisasi dan interdependensi. Dalam suatu sistem yang
kompleks, satu komponen dapat berinteraksi dengan banyak komponen lain, kadang
dengan cara yang tak terduga atau tak terlihat. Semakin kompleks dan ketat suatu
sistem akan semakin mudah terjadi kecelakaan (prone to accident), oleh karena itu
praktik kedokteran haruslah dilakukan dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi.
Suatu risiko / peristiwa buruk yang tidak dapat diduga atau diperhitungkan
sebelumnya (unforeseeable, unpredictable) yang terjadi saat dilakukan tindakan
medis yang sudah sesuai standar, tidak dapat dibebankan kepada dokter atau praktisi
medis (misalnya reaksi hipersensitivitas, emboli air ketuban). World Medical
Association berpendapat: "An injury occurring in the course of medical treatment
which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge
7
on the part of the treating physician is untoward result, for which the physician
should not bear any liability".
Setiap cedera yang lebih disebabkan karena manajemen kedokteran daripada
akibat penyakitnya disebut sebagai adverse events. Sebagian dari adverse event
ternyata disebabkan oleh error sehingga dianggap sebagai preventable adverse
events. Error sendiri diartikan sebagai kegagalan melaksanakan suatu rencana
tindakan (error of execution; lapses dan slips) atau penggunaan rencana tindakan
yang salah dalam mencapai tujuan tertentu (error of planning; mistakes). Di dalam
kedokteran, semua error dianggap serius karena dapat membahayakan pasien.
Leape menemukan bahwa kurang lebih dua pertiga (70%) adverse events
yang ditemukan dalam suatu Medical Practice Study (1993) adalah termasuk
preventable, dengan jenis penyebab tersering adalah kesalahan teknis (44%, diagnosis
17%), kegagalan mencegah cedera (12%), dan kesalahan dalam penggunaan obat
(10%). Di rumah sakit, angka kesalahan tertinggi dengan akibat serius umumnya
ditemukan di unit rawat intensif, kamar operasi dan unit gawat darurat.
Professional misconduct yang merupakan kesengajaan dapat dilakukan dalam
bentuk pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi, hukum administratif,
serta hukum pidana dan perdata, seperti melakukan kesengajaan yang merugikan
pasien :
o Fraud
o Penahanan pasien
o Pelanggaran wajib simpan rahasia pasien
o Aborsi illegal
o Euthanasia
o Penyerangan seksual
o Keterangan palsu
o Praktek tanpa ijin
o Sengaja melanggar standart
8
Kesengajaan tersebut tidak harus berupa sengaja mengakibatkan hasil buruk
bagi pasien, namun yang penting lebih ke arah “deliberate violation” suatu standar
tertentu (berkaitan dengan motivasi) ketimbang hanya berupa error (berkaitan dengan
informasi).
2.4. Aspek Etiko-Legal terhadap Professional Misconduct
Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang
sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada
informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dll. Bahkan di
dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek
hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma
hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika.
Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 Tahun Sebelum Masehi
dalam bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya
dilaksanakan oleh penguasa pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul
dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam-
macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah Hippocrates yang hidup
sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajiban-kewajiban dokter
dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.
UU No. 29/2004 tentang praktek kedokteran menjelaskan tentang profesi
kedokteran sebagai, “ Pekerjaan kedokteran yang dilaksanakan berdasarkan suatu
keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode
etik yang bersifat melayani masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut terlihat bahwa
kedokteran memenuhi semua kriteria diatas sehingga secara otomatis mempunyai etik
sendiri yang kemudian dibakukan dalam kode etik kedokteran. Dalam fungsinya kode
etik kedokteran berfungsi sebagai pemandu sikap dan perilaku anggotanya (dalam hal
ini adalah semua praktisi medis). Dalam menjalankan tugas profesinya etik
kedokteran dibuat atas konsesus bersama antara anggota yang akan dipergunakan
sebagai alat untuk mengatur suatu fakta atau kasus yang terjadi dibidang profesi.
9
Suatu kode etik profesi dipengarui oleh perubahan terhadaap nilai-nilai yang dianut
masyarakat, sehingga tidak bersifat statis.
Kode etik kedokteran sendiri akan dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Medical ethics yang akan membahas sikap dokter terhadap teman sejawat,
pembantu, masyarakat, dan pemerintah. Juga akan membahas kewajiban
dokter terhadap dirinya sendiri.
2. Ethics of Medical care yang membahas sikap dan tindakan dokter terhadap
penderita yang menjadi tanggung jawabnya.
Secara garis besar perilaku atau tinddakan-tindakan yang layak dan tidak layak
dilakukan seorang dokter dalam menjalankan profesinya. Pelanggaran etik Murni dan
Etikolegal, berikut beberapa contoh :
Pelanggaran Etik Murni
1. Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari
keluarga sejawat dokter dan dokter gigi
2. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya
3. Memuji diri sendiri di depan pasien
4. Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan
5. Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri
Pelanggaran Etikolegal
1. Pelayanan kedokteran di bawah standar
2. Menerbitkan surat keterangan palsu
3. Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter.
4. Abortus Provokatus.
5. Pelecehan seksual
Fraud
10
Fraud adalah bentuk kecurangan dana atau biaya yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan dalam pelayanan kesehatan adalah suatu bentuk upaya yang
secara sengaja dilakukan dengan menciptakan suatu manfaat yang tidak seharusnya
dinikmati baik oleh individu atau institusi dan dapat merugikan pihak lain.
Berdasarkan definisi diatas, dapat dilihat bahwa fraud atau kecurangan
memiliki empat criteria yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Tindakan tersebut dilakukan oleh pelaku secara sengaja
2. Adanya korban
3. Korban menuruti kemauan pelaku
4. Adanya kerugian yang dialami oleh korban.
Beberapa bentuk fraud yang biasa dilakukan oleh Pemberian Pelayanan
Kesehatan anatara lain adalah :
1. Melakukan klaim obat dengan nama dagang padahal yang diberikan adalah obat
dengan nama generik
2. Melakukan penagihan klaim dengan tarif yang lebih besar dari yang seharusnya,
misalnya tagihan alat kesehatan yang lebih besar dari harga regular.
3. Memalsukan tanggal dan lama hari perawatan (Fraudulentdate of service).
4. Pengajuan klaim dengan mencantumkan pelayanan atau tindakan yang tidak
diberikan (Fraudulent claim), misalnya pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
terhadap 2 jenis pemeriksaan tetapi diajukan sebagai 3 jenis pemeriksaan atau
lebih.
5. Melakukan manipulasi terhadap diagnosa dengan menaikkan tingkatan jenis
tindakan (Up coding) misalnya tindakan appendiktomi ditagihkan sebagai
appendiktomi dengan komplikasi yang memerlukan operasi besar sehingga
menagihkan dengan tarif lebih Tinggi.
Dalam KODEKI pasal 7b dijelaskan ” Seorang dokter harus, bersikap jujur
dalam hubungan dengan pasien dan sejawatya, dan berupaya mengingatkan
11
sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompentensi,
atau yang melakukan penipuan,atau pengelapan, dalam menangani pasien.
Penahanan Pasien
Penahan pasien berarti bahwa pasien yang tidak diperbolehkan pulang oleh
dokter dengan maksud atau tujuan untuk mendapatkan keuntungan bagi satu pihak
tertentu.
Sering ada celetuk dari sesama dokter yang masih mempunyai hati nurani
yaitu Rumah Sakit sekarang terlalu materealistis dan mengejar bor agar pasien
opname biarpun pasien bisa dirawat jalan dengan iming-iming hadiah. Manejemen
Rumah Sakit menerapkan agar pasien opname minimal 1 minggu biarpun sudah sehat
walafiat.
Salah satu contoh kasus penahan pasien misalnya jika terdapat pasien sudah
sembuh dan sudah tidak ada indikasi opname tetapi pasien tidak diperbolehkan
pulang oleh dokter dengan sesuatu alasan untuk menambah uang visite dokter.
Dalam KODEKI pasal 7a dijelaskan ” Seorang dokter harus, dalam setiap
praktek medisnya, memberi pelayanan yang kompeten dengan kebebasan taknis dan
moral sepunuhnya disertai kasih sayang (Compassion) dan penghormatan atas
martabat manusia.
KODEKI pasal 8 menjalaskan bahwa dalam melakukan pekerjaan seorang
dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperlihatkan semua
aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh ( promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan
pengaruh masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran
12
Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai
apa yang diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek kedokteran, baik yang
menyangkut masa sekarang maupun yang sudah lampau, baik pasienya masih hidup
maupun sudah meninggal.
Menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia no 10 tahun1966 tentang
wajib simpan rahasia kedokteran pasal 3, yang diwajibkan menyimpan rahasia
kedokteran adalah tenaga kesehatan, mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas
dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan / atau perawatan, dan orang lain yang
ditetapkan oleh menteri kesehatan.
Dalam menjaga rahasia kedokteran, dokter mempunyai 3 sumber yaitu :
1. Otonomi, yaitu berhubungan dengan kerahasiaan karena informasi pribadi
tentang seseorang adalah miliknya sendiri dan tidak boleh diketahui orang lain
tanpa ijinnya.
2. Penghormatan, yaitu salah satu cara penting dalam menunjukkan
penghormatan adalah dengan menjaga privasi pasien,
3. Kepercayaan, yaitu standar legal dan etis dari kerahasiaan dimana profesi
kesehatan harus menjaganya.
Sebagai contoh kasus adalah sepasang suami istri datang kedokter X untuk
berobat dikarenakan sang suami merasakan kurang sehat dalam beberapa hari ini.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan oleh dokter X dan diketahui sang suami menderita
HIV AIDS. Kemudian dokter X memberikan keterangan kepada sang istri
dikarenakan permintaan sang istri yang ingin mengetahui hasil pemeriksaannya.
Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Pasal 7c dijelaskan
bahwa ” Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan
hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien ”. Seorang
dokter harus memegang teguh kepercayaan yang telah diberikan pasien mengenai apa
yang dialaminya.
13
KODEKI Pasal 12 menjelaskan bahwa ” Setiap dokter wajib merahasiakan
segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien
itu meninggal dunia ”.
Euthanasia
Euthanasia dalam bahasa yunani : eu yang artinya ”baik”, dan thanatos yang
berarti kematian. Sehingga euthanasia dapat diartikan sebagai kematian yang baik
tanpa penderitaan. Menurut Commisie dari Gezondheidsraad (belanda) merumuskan
euthanasia adalah perbuatan yang dengan sengaja memperpendek hidup ataupun
dengan sengaja tidak memperpanjang hidup demi kepentingan si pasien oleh seorang
dokter ataupun bawahan yang bertanggung jawab kepadanya.
Macam euthanasia :
1. Euthanasia pasif
Tindakan atau perbuatan “ Membiarkan pasien meninggal ” dengan cara dokter
tidak menggunakan semua kemungkinan teknik kedokteran yang bisa dipakai
untuk memperpanjang kehidupan pasiennya, misalnya : melakukan penundaan
operasi (Kodeki : 2002,h 60)
2. Euthanasia aktif
Proses kematian diperingan dengan memperpendek kehidupan secara terarah
dan langsung.
Salah satu contoh kasus euthanasia yang mencuat kepublik adalah kasus
Ny.Agian Isna Nauli, dimana pada tanggal 22 oktober 2004 sang suami Hasan
Kusuma mengajukan permohonan untuk melakukan euthanasia karena tidak tega
menyaksikan istrinya koma selama 2 bulan disamping karena tidak mampu
membayar biaya perawatan. Dia mengajukan permohonan ini ke pengadilan negeri
jakarta pusat, namun kemudian pengadilan menolak permintaan ini, dan setelah
menjalani perawatan intesif, keadaan Ny.Agian (7 januari 2005) mengalami
kemajuan.
14
Dalam kode etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) pasal 2 dijelaskan ”
seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan
standart profesi ”. Seorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya sebagai
seorang profesi dokter harus sesuai dengan ilmu kedokteran, hukum, dan agama.
KODEKI pasal 7d menjelaskan bahwa ” Setiap dokter harus senantiasa
mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani ”. Artinya dalam setiap tindakan
dokter, harus bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagian manusia
Dalam pasal 9, Bab II KODEKI tentang kewajiban dokter kepada pasien,
disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban
melindungi hidup makhluk insani menurut etik kedokteran, dokter tidak boleh
menggugurkan kandungan (abortus provokatus) dan mengakhiri hidup orang yang
sakit meski menurut pengetahuan tidak sembuh (euthanasia)
Ditegaskan dalam surat edaran IDI No.702/PB/H/09/2004 yang menyatakan
sebagai berikut : ” Di Indonesia sebagai negara yang berazazkan pancasila dengan
sila yang pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak mungkin dapat
menerima tindakan euthanasia”.
Aborsi ilegal
Berdasarkan terjadinya aborsi debedakan menjadi :
1. Aborsi spontan (ABORTUS SPONTANEUS)
Adalah aborsi yang terjadi dengan sendirinya dan merupakan mekanisme
alamiah untuk mengeluarkan hasil konsepi yang abnormal.
2. Aborsi buatan (ABORSI PROVOCATUS)
Adalah aborsi yang disengaja, dibedakan menjadi dua:
a. Abortus Provocatus Therapeuticum adalah pengguguran kandungan
yang dilakukan oleh seorang dokter yang ahli dan berwenang, demi
keselamatan ibu dan janinnya.
15
b. Abrtus provokatus criminalis adalah pengguguran kandungan yang
dilakukan dengan sengaja tanpa alasan medis yang sah dan bersifat
melawan hukum.
Aborsi dikatakan legal :
1. Indikasinya ke arah medis,
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan
untuk melakukannya ( yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit
kandongan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
3. Harus meminta pertimbangan tim ahli ( ahli medis lain, agama, hukum,
psikolgi).
4. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga
terdekat
5. Dilakukan disarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai,
dan yang ditunjuk oleh pemerintah.
6. Prosedur tidak dirahasiakan
7. Dokumen medik harus lengkap.
Aborsi dikatakan ilegal apabila tidak memenuhi persyaratan aborsi legal seperti
diatas.
Aturan resminya sesuai dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Jika ada
kalangan medis yang melakukan praktek aborsi ilegal, maka sanksinya tegas, karena
telah melanggar sumpah dan kode etik. Jika dia anggota Ikatan Dokter Indonesia
(IDI), maka harus dikeluarkan. "Upaya aborsi melalui medis maupun nonmedis
adalah pidana murni. Kalau aborsi dilakukan tidak di rumah sakit pemerintah, itu
melanggar kode dan disiplin yang tidak sesuai dengan sumpah kedokteran. Maka
dokter yang bersangkutan harus dikeluarkan dari IDI. Izin praktek harus dicabut.
Menurut KODEKI pasal 7d “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan
kewajiban melindungi hidup manusia insani”. Pada pelaksanaannya, apabila ada
16
dokter yang melakukan pelanggaran, maka penegakkan implementasi etik akan
dilakukan secara berjenjang dimulai dari panitia etik di masing-masing rumah sakit
hingga majelis kehormatan etika kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi dari
pelanggaran etik ini berupa “Pengucilan” anggota dari profesi tersebut dari
kelompoknya. Sansi administratife tertinggi adalah pemecatan anggota profesi dari
komunitasnya.
Tindakan aborsi menurut KUHP diindonesia dikategorikan sebagai tindakan
criminal. Pasal KUHP yang mengatur hal ini adalah pasal 15, 80, 299, 346, 347, 348,
349, 535.
Penyerangan seksual
Penyerangan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi
seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi
sasaran sehingga menimbulkan reaksi negative: rasa marah, malu, tersinggung dan
sebagainya pada diri orang yang menjadi korban pelecehan atau penyerangan.
Penyerangan seksual terjadi ketika pelakunya memiliki kekuasaan yang lebih
dari korban. Kekuasaan dapat berupa posisi pekerjaan yang lebih tinggi, kekuasan
ekonomi, “kekuasaan “ jenis kelamin yang satu terhadap jenis kelamin yang lain, dan
jumlah personal yang lebih banyak. Rentang pelecehan seksual atau penyerangan
seksual sangat luas meliputi :main mata, siulan nakal, komentar yang berkonotasi
seks, humor porno, cubitan, colekan,tepukan atau sentuhan dibagian tertentu atau
isyarat yang besifat seksual.
Dalam KODEKI pasal 7a Seorang dokter harus dalam setiap praktis
medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis
dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan
atas martabat manusia.
Keterangan palsu
17
Secara umum keterangan dokter merupakan keterangan yang diberikan oleh
dokter berdasar pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya. Bila seorang
dokter dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan
kebenarannya maka dikatakan sebagai keterangan palsu. Salah satu contoh, biasanya
seorang dokter akan memberikan surat keterangan istirahat karena sakit kepada
penderita, surat ini diperlukan karena penderita mempunyai perikatan dengan orang
atau pihak-pihak lain. Dalam hal ini seorang dokter dalam memberikan surat
keterangan tidak dapat begitu saja menentukan lamanya istirahat untuk penderita,
tetapi juga harus mempertimbangkan hal-hal yang menyangkut diri penderitanya.
Seorang dokter dapat menentukan lamanya istirahat bagi pasiennya sesuai dengan
pendapat dokter itu sendiri.
Dalam KODEKI pasal 7 telah dijelaskan bahwa seorang dokter hanya
memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Artinya seorang dokter tidak boleh memberikan surat keterangan yang tidak sesuai
dengan hasil pemeriksaan yang didapatnya.
Praktek tanpa ijin
Setiap dokter yang lulus dari pendidikan kedokteran pasti segera ingin
melakukan praktek kedokteran. Namun UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran menentukan lain bahwa dokter yang baru lulus (fresh graduate) tidak
boleh langsung berpraktek tetapi harus melakukan tes kompetensi untuk mendapatkan
surat ijin praktek (SIP).
Surat izin praktek (SIP) adalah bukti tertulis yang diberikan dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota kepada dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan
untuk menjalankan praktek kedokteran (PERMENKES
No.512/MENKES/PER/IV/2007/pasal 1 ayat 3).
Pada tahun 2008 dari 2500 dokter di Medan terdapat sekitar 400 dokter yang
belum memiliki izin praktek dari dinas terkait. Hal ini berarti telah melanggar
18
PERMENKES No. 512 Th. 2007. Jika seorang dokter tidak mempunyai surat izin
praktek akan dikenakan sanksi berupa pidana dan sanksi administratif. Sanksi pidana
seperti tercantum pada pasal 75 dan 76 praktek kedokteran, namun menurut
mahkamah konstitusi hukuman pidana penjara dihapuskan dan hanya dikenakan
denda. Sanksi administratif tercantum pada pasal 66, 67, 68, dan 69 UU praktek
kedoteran.
Dalam KODEKI pasal 7b seorang dokter harus bersikap jujur dalam
berhubungan dengan pasien dan sejawatnya dan berupaya untuk mengingatkan
sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi,
atau yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien.
Sengaja tidak mematuhi standar
Dalam penjelasan pasal 50 UU no. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran,
standar profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professioanl
attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat
melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat
oleh organisasi profesi.
Standar profesi medis ialah “ Bertindak teliti sesuai dengan standar medik
yang dilakukan seorang dokter yang memiliki kemampuan rata-rata dari kategori
keahlian medik yang sama dalam keadaan yang sama dengan cara yang ada
dalam perseimbagan yang pantas untuk mencapai tujuan dari tindakan yang
kongkrit “ ( DR.Wila Chandrawila Supriadi, SH, 2001, h 52 )
Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-
langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu.
Standar prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik
berdasarkan consensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi
pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.
Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar prosedur operasional dapat diperiksa
oleh MKEK, dapat pula diperiksa di pengadilan. Dokter yang melakukan pelanggaran
19
standar prosedur operasional diputus telah melanggar KODEKI pasal 2 yang
berbunyi “ seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai
dengan standar profesi yang tertinggi “.
BAB III
20
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Profesional adalah seseorang yang mempunyai pengetahuan yang isoterik
(tidak dimiliki sembarang orang) didapatkan melalui pendidikan dan latihan
yang formal dan ketat dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang dilandasi oleh kode etik untuk mengarahkan perilakunya.
Profesional misconduct merupakan perilaku yang menyimpang yang
dilakukan secara sengaja dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, ketentuan
disiplin profesi, hukum administratif, serta hukum pidana dan perdata.
Profesional misconduct seperti melakukan kesengajaan yang merugikan
pasien, fraud, penahanan pasien, pelanggaran wajib simpan rahasia pasien,
aborsi illegal, euthanasia, penyerangan seksual, keterangan palsu, praktek
tanpa ijin, sengaja melanggar standart.
Terminologi “dokter” memberikan sejumlah predikat, tanggung jawab, dan
peran-peran eksistensial lainnya. Tanpa melupakan sisi dominan proses
pembelajaran dan pengembangan intelektual, seorang dokter juga pada
prinsipnya diamanahkan untuk menjalankan tugas-tugas antropososial dan
merealisasikan tanggung jawab individual kekhalifaan, mewujudkan
“kebenaran” dan keadilan, yang tentunya tidak akan terlepas pada konteks dan
realitas dimana dia berada. Dengan tetap mengindahkan tanggung jawab
dispilin keilmuan, maka entitas dokter haruslah mampu mempertemukan
konsepsi dunia kedokterannya dengan realitas masyarakat hari ini.
Dalam menjalankan good medical practice, tidak saja diperlukan kompetensi
yang memenuhi standar, kedisiplinan, keteraturan dalam menjalankan
prosedur dan pemahaman terhadap hukum. Kode etik rumah sakit, kode etik
profesi dan hati nurani perlu menjadi komitmen. Meningkatnya tuntutan
masyarakat akan pelayanan yang cepat, akurat dengan kepastian hukum,
21
seiring dengan tuntutan pada pengelolaan dunia usaha termasuk pelayanan RS
dengan prinsip yang baik (good corporate governance). "Ilmu kedokteran
adalah ilmu yang mulia dan hanya orang-orang yang sanggup menjunjung
kehormatan diri dan profesinya, layak menjadi dokter" (Hippocrates).
3.2. SARAN
Penulis dalam kaitannya dengan hal ini menyarankan agar para dokter umum,
dokter sepesialis, dan dokter gigi dalam menjalankan profesinya untuk :
Membina komunikasi dan pengertian yang baik terhadap pasien dan
keluarga.
Selalu menambah wawasan pengetahuan dibidang Kedokteran maupun
kedokteran gigi disesuaikan dengan standart profesi masing-masing.
Bila perlu, aktif dalam kegiatan social masyarakat sehingga dokter dan
dokter gigi semakin dekat dengan masyarakat yang nantinya dapat
membantu jika sang dokter alpha dalam menjalankan kewajibannya.
Mempelajari kembali tentang hak-hak serta kewajiban dokter dan pasien.
Dan memperluas wawasan mengenai aspek hukum (pidana maupun
perdata) yang berkaitan dengannya .
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Apuranto Hariadi,Hoediyanto,dkk.2010.Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal edisi keenam.Surabaya : Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
2. Winahyu Ratna Lestari dewi,Meivy isnoviana.2005.Buku Ajar Hukum
Kedokteran.Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma.
3. Algozi,agus mochammad.2008.Kasus Kecelakaan Medik,Kelalaian
Medik,Malpraktek dan Upaya Penanganannya.Surabaya : Laboratorium Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas kedokteran Universitas
Airlangga.
4. www.ikm-uji.net46.net/download/-laporan.com
5. http://id.wikipedia.org/wiki/eutanasia
6. http:/dranisa.multiply.com/journal/item/10/E_U_T_A_N_A_S_I_A
7. www.kesrepro.info/?q=node/279
8. www.aborsi.urg/statistik.htc
9. Web. Kedokteranislam.com
10. Kode Etik Kedokteran Indonesia
23