eva kasus dr luluk revisi.docx
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
SEORANG PEREMPUAN 14 TAHUN DENGAN DRUG
INDUCED HEPATITIS ET CAUSA PENGGUNAAN OAT
Disusun oleh :
Eva Luchinta (406117094)
Pembimbing :
Dr.LULUK ADI PRATIKTO, Sp. P
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KUDUS
2013
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus
Seorang Perempuan 14 Tahun Dengan Drug Induced Hepatitis
Et Causa Penggunaan OAT
Telah didiskusikan tanggal:
Kamis, 23 Mei 2013
Pembimbing
Dr.LULUK ADI PRATIKTO, Sp. P
Pelapor Mengetahui
Eva Luchinta Dr.Amrita, Sp.PD
(406117079)
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
|
2
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
PERIODE 8 APRIL 2013 – 15 JUNI 2013
Pendahuluan
DRUG INDUCED HEPATITIS ET CAUSA PENGGUNAAN OAT
Definisi
Tuberkulosis atau TB adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini pada umumnya menyerang paru-paru (TB Paru),
walaupun pada sepertiga kasus, organ-organ lain ikut terlibat (TB ekstra paru). TB dapat
disembuhkan dengan terapi yang tepat, yaitu dengan menggunakan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT), tetapi Efek samping OAT dapat menyebabkan drug induced hepatitis. (IPD 2009)
Drug induced hepatitis merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada
setiap obat yang diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi metabolik dari semua obat
dan bahan-bahan asing yang masuk kedalam tubuh. Kejadian jejas hati karena obat mungkin
jarang terjadi namun akibat yang ditimbulkannya dapat fatal. (IPD 2009)
Epidemiologi
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Pada
tahun 1992 World Health Organization (WHO telah mencanangkan tuberkulosis sebagai
Global Emergency. Laporan WHO tahun 2009 menyatakan bahwa terdapat 9,4 juta kasus
TB, prevalens kasus 14 juta, kasus meninggal (HIV negatif) 1,3 juta dan kasus meninggal
(HIV positif) 0,38 juta.
Jumlah kasus terbanyak adalah regio Asia Tenggara (35%), Afrika (30%), dan regio
Pasifik Barat (20%). Sebanyak 11-13% kasus TB adalah HIV positif, dan 80% kasus TB-HIV
berasal dari regio Afrika. Pada tahun 2009, diperkirakan kasus TB multidrug resistant (MDR)
sebanyak 250.000 kasus, tetapi hanya 12% atau 30.000 kasus yang telah terkonfirmasi. Dari
hasil data WHO (2009), lima negara dengan insidens kasus terbayak yaitu India (1,6-2,4
juta), China (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,4-0,59 juta), Nigeria (0,37-0,55 juta), dan
Indonesia (0,35-0,52 juta).
|
3
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Tujuan nomor 6 dari Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yaitu melawan
HIV/AIDS, malaria, penyakit lainnya termasuk TB. Diharapkan proporsi kasus TB yang
terdeteksi dan pengobatan dengan Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
meningkat. Di Indonesia, pada tahun 2010 target indikator case detection rate (CDR) sebesar
73% dengan capaian 73,02% dan target angka keberhasilan pengobatan atau success rate
(SR) 88% sedangkan pencapaian 89,3%. Untuk tahun 2014, target CDR dan SR masing-
masing sebesar 90% dan 88%. Target stop TB partnership pada tahun 2015 yaitu mrngurangi
rerata prevalens dan kematian dibandingkan pada tahun 1990. Pada tahun 2050 targetnya
adalah mengurangi insiden global kasus TB aktif menjadi kurang dari 1 kasus per 1 juta
populasi per tahun. (Konsensus TB 2011)
Patogenesis Tuberkulosis
TB paru terdiri dari primer dan post primer. Infeksi primer terjadi setelah seseorang
menghirup Mycobacterium tuberculosis. setelah melalui barier mukosilier saluran nafas, basil
TB akan mencapai alveoli. Kuman akan mengalami multiplikasi di paru, disebut focus Ghon.
Melalui aliran limfe, basil mencapai kelenjar limfe hilus. Fokus Ghon dan limfadenopati
hiilus membentuk kompleks primer. Melalui kompleks primer basil dapat menyebar melalui
pembuluh darah ke seluruh tubuh. (Buku Ajar Penyakit Paru 2010)
Respon imun seluler/hipersensitivitas tipe lambat terjadi 4-6 minggu setelah infeksi
primer. Banyaknya basil TB serta kemampuan daya tahan tubuh host akan menentukan
perjalanan penyakit selanjutnya. Pada kebanyakan kasus, respon imun tubuh dapat
menghentikan multiplikasi kuman, sebagian kecil menjadi kuman dorman. Pada penderita
dengan daya tahan tubuh yang buruk, respon imun tidak dapat menghentikan multiplikasi
kuman sehingga akan menjdi sakt pada beberapa bulan kemudian.
Kompleks primer akan mengalami salah satu hal sebagai berikut:
1. Sembuh dengan tidak meniggalkan cacat sama sekali (resuscitation ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Gohn, garis
fibrotic, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara:
a. Perkontinuatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contohnya adalah
epituberklosis.
|
4
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberculosis
milier, meningitis TB, dll.
TB post primer terjadi setelah periode laten setelah infeksi primer. Dapat terjadi
karena reaktivasi atau reinfeksi. Reaktivasi terjadi akibat kuman dorman yang berada pada
jaringan selama beberapa bulan/tahun setelah infeksi primer, mengalami multiplikasi. Hal ini
dapat terjadi akibat daya tahan tubuh yang lemah. Reinfeksi diartikan adanya infeksi ulang
pada seseorang yang sebelumnys pernah menalami infeksi primer.
TB post primer umumnya menyerang paru, tetapi dapat pula di tempat lain diseluruh
tubuh umumnya pada usia dewasa. Karakteristik TB post primer adalah adanya kerusakan
paru yang luas dengan kavitas, hapusan dahak BTA positif, pada lobus atas, umumnya tidak
terdapat limfadenopati intratoraks.
TB post primer dimulai dengan sarang dini yang umumnya terletak di segmen apical
lobus superior atau lobus inferior. Awalnya berbentuk sarang pneumoni kecil. Sarang ini
dapat mengalami salah satu keadaan sebagai berikut;
1. Diresorbsi dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan berupa jaringan
fibrosis dan perkapuran. Sarang dapat aktif kembali membentuk jringan keju
dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukan keluar.
3. Saran pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukannya jaringan kejukeluar. Kaviti awalnys
berdinding tikpis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Kaviti tersebut akan menjadi:
Meluas dan menimbulkan sarang pneumoni baru.
Memadat dan membungkus diri disebut tuberkuloma. Tuberkuloma
dapat mengapur dan sembuh, tetapi dapat aktif kembali dan mencair
menimbulkan kaviti kembali.
|
5
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Menyembuh dan disebut open healed cavity atau menyembuh dengan
membungkus diriu dan akhirnya mengecil. Kaviti dapat menciut dan
tampak sebagai bintang (stellate shape).
Mekanisme Hepatotoksitas
Reaksi hepatoseluler melibatkan system sitokrom P-450 yang mengandung heme dan
menghasilkan reaksi-reaksi energy tinggi yang dapat membuat ikatan kovalen obat dengan
enzim, sehingga menghasilkan ikatan baru yang tak punya peran. Kompleks obat-enzim ini
bermigrasi ke permukaan sel di dalam vesikel-vesikel untuk berperan sebagai imunogen-
imunogen sasaran serangan sitolitim ke sel T, merangsang respon imun multifaset yang
melibatkan sel-sel T sitotoksik dan berbagai sitokin. Akibat reaksi hepatoselular ini maka
akan terjadi disfungsi sel hepar, disfungsi membran sehingga menyebabkan DIH. (IPD 2009)
Klasifikasi Tuberkulosis
Kasus TB diklasifikasikan berdasarkan: (Konsensus TB 2011)
Letak anatomi penyakit
Hasil pemeriksaan dahak. Bakteriologi (termasuk hasil resistensi)
Riwayat pengobatan sebelumnya
Status HIV pasien
1. Letak anatomi penyakit
a. TB Paru
b. TB Ekstra paru
2. Hasil pemeriksaan dahak. Bakteriologi (termasuk hasil resistensi)
a. Tuberkulosis paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung hasil
pemeriksaan foto toraks sesuai dengan gambaran TB yang ditetapkan
|
6
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
oleh klinisi.
Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil kultur
positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukan adanya Tuberkulosis aktif.
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M. tuberculosis positif.
c. Kasus Bekas TB
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif) dan gambaran
radiologi paru menunjukan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
(dalam 2 bulan) menunjukan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT adekuat.
Pada kasus engan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan tetapi pada foto toraks ulang tidak ada
perubahan.
3. Riwayat pengobatan sebelumnya
a. Pasien baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya
Kambuh
Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran
radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis
maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
- Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan
dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
- Infeksi jamur
- TB paru kambuh
|
7
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Gagal
Pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan)
Pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan
Lalai
Pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.
c. Pasien Pindah
Pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
d. Lain-lain
Semua kasus yang tidak memenuhi kriteria diatas, seperti
Pasien dengan riwayat pengobatan tidak diketahui sebelumnya.
Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya tetapi tidak diketahui
hasil pengobatan.
Pasien yang datang kembali untuk pengobatan dengan hasil BTA
negatif atau bakteriologis ekstra paru TB negatif.
4. Status HIV pasien
Diagnosa Tuberkulosis
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
(Konsensus TB 2011)
Gejala Klinis
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru, maka gejala lokal ialah gejala respiratori.
Gejala respiratori:
o Batuk ≥ 2 minggu
|
8
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
o Batuk darah
o Sesak nafas
o Nyeri dada
Gejala sistemik:
o Demam
o Malaise, keringat malam, anoreksia, dan berap badan menurun.
Gejala ekstra paru:
Gejala TB ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening. Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis. Pada pleuritis
TB terdapat gejala sesak nafas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.
Pemeriksaan Fisik
Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak ditemukan kelainan. Kelainan paru
pada umumnya terletak didaerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior
(S1&S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pemeriksaan fisik dapat ditemukan suara
nafas bronkial, amforik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diagfragma dan mediastium.
Pada pleuritis TB, kelainan fisik tergantung dari banyaknya cairan dirongga pleura.
Pada perkusi ditemukan redup atau pekak, pada auskultasi suara nafas melemah sampai tidak
terdengar.
Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat
penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat
berasal dari dahak, cairan pleura, loquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses dan jaringan biopsi
(termasuk biopsi jarum halus/ BJH.
Cara pengumpulan dahak 2 kali dengan minimal 1 kali dahak pagi hari. Pemeriksaan
bakteriologi dapat dilakukan dengan cara mikroskopois dan biakan.
|
9
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi yaitu foto
lateral, top-lordotik, oblik atau CT-scan. Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah
Bayangan berawan/ nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah.
Kavitas, terutama lebih dari 1, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
Bayangan bercak milier.
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi inaktif adalah
Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura.
Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu, fase intensif dan fase lanjutan.
Pada umumnya lama pengobatan 6-8 bulan. (Konsensus TB 2011)
Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat yang dipakai :
1. Jenis obat lini pertama adalah:
- INH
- Rifampicin
- Pirazinamid
- Etambutol
- Streptomisin
2. Jenis obat lini kedua adalah:
- Kanamisin
- kapreomisin
- Amikasin
|
10
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
- Kuinolon
- Sikloserin
- Etionamid/ protionamid
- Para-Amino Salisilat (PAS)
Obat lini kedua hanya digunakan untuk kasus resisten obat, terutama TB-MDR.
Beberapa obat seperti Kapreomisin, Sikloserin, etionamid, dan PAS belum tersedia di pasaran
Indonesia tetapi sudah digunakan pada pusat pengobatan MDR TB.
Kemasan
- Obat Tunggal, obat disajikan secara terpisah, yakni INH, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol
- Obat Kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination-FDC). Kombinasi dosis
tetap ini terdiri dari 2 sampai 4 obat dalam satu tablet.
Dosis Obat
Obat Dosis
(mg/kgBB/hari)
Dosis yang Dianjurkan
(mg/kgBB/hari)
Dosis
Max
Dosis (mg) / Berat Badan
(kg)
Harian Intermitten <40 40-60 >60
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang paling penting
untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB. Pengembangan strategi DOTS
untuk mengontrol epidemic TB merupakan priority utam WHO. International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan untuk menggantikan
paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun
1998.
Dosis obat tuberculosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO.
Fase intensif Fase lanjutan
2 bulan 4 bulan
BB (kg) Harian Harian 3x/minggu
|
11
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
(RHZE)
150/75/4000/275
(RH)
150/75
(RH)
150/150
30-37 2 2 2
38-54 3 3 3
55-70 4 4 4
≥ 71 5 5 5
Penetuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang
telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas
dosis terapi dan non toksik.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis
Pengobatan tuberculosis standar dibagi menjadi:
1. Pasien baru
Panduan obat yang dianjurkan 2RHZE/4RH dengan pemberian dosis setiap hari.
Bila mengunakan OAT program, maka pemberian dosis setiap hari pada fase intensif
dilanjutkan dengan pemberian dosis 3x/minggu dengan DOT 2HRZE/4(H3R3)
2. Pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara individual. Selama
menunggu hasil uji kepekaan, diberikan panduan obat 2HRZES/HRZE/5HRE.
Catatan : TB paru kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru sedangkan kasus
MDR TB dirujuk ke pusat rujukan MDR TB.
Efek Samping OAT
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.
Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi simptomatis maka pengobatan OAT dapat dilanjutkan.
|
12
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
1. Isoniazid
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan,
rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian
piridoksin dengan dosis 100 mg/hari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan
tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi
piridoksin (syndrome pellagra). Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat
yang terjadi pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau
ikterik, hentkan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan
khusus.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simptomatis ialah:
- Sindrom Flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom dispepsi, berupa sakit perut, mual, anorexia, muntah-muntah kadang
diare.
- Gatal-gatal dan kemerahan
Efek samping yang berat namun jarang terjadi:
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut, OAT harus distop dulu
dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus.
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari
gejala ini terjadi, Rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi
walaupun gejalanya telah menghilang.
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak nafas.
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air
liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolism obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak
perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama adalah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB
pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang
|
13
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
dapat menyebabkan arthritis gout. Hal ini kemingkinan disebabkan berkurangnya
ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual,
kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan
okuler tersebut tergantung dengan dosis yang diapakai, jarang sekali terjadi pada dosis
15-25 mg/kgBB/hari atau 30 mg/kgBB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan
penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan.
Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler untuk
dideteksi.
5. Streptomisin.
Efek samping utama adalah kelainan syaraf VIII (Nervus Vestibulocochlearis) yang
berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko
tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala
efek samping yang terlihat adalah telinga berdenging (tinnitus), pusing dan
kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan
atau dosisnya dikurangi 0,25 gram. Jika pengobatan diteruskan makan kerusakan alat
keseimbangan makin parah dan menetap.
Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai
sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan
(jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat
terjadi segera setalah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat
dikurangi 0,25 gram. Streptomisisn dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak
boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin.
Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z) dan etambutol (E)/ streptomisin (S) (3
obat pertama bersifat hepatotoksik). Faktor risiko hepatotoksisitas: Faktor Klinis (usia lanjut,
pasien wanita, status nutrisi buruk, alcohol, punya penyakit dasar hati, karier HBV,
|
14
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
prevalensi tinggi di negara berkembang, hipoalbumin, TBC lanjut, pemakaian obat tidak
sesuai aturan dan status asetilatornya) dan Faktor Genetik. Risiko hepatotoksisitas pasien
TBC dengan HCV atau HIV yang memakai OAT adalah 4-5 x lipat.
Efek Hepatotoksik OAT
Disfungsi hati dapat didefinisikan sebagai peningkatan enzim hati alanine
transaminase (ALT) hingga 1,5 kali di atas batas atas normal atau paling tidak terdapat
peningkatan dua kali dalam empat minggu pengobatan tuberculosis. Kenaikan progresif ALT
dan kadar bilirubin jauh lebih berbahaya. Beberapa penulis menyarankan menghentikan obat-
obatan hepatotoksik jika tingkat ALT meningkat tiga kali atau lebih dibandingkan dengan
normal, sementara yang lain merekomendasikan lima kali. Drug-Induced Hepatitis dapat
diklasifikasikan berdasarkan potensi masing-masing OAT yang menyebabkan
hepatotoksisitas.
Manifestasi Klinis Hepatotoksisitas Imbas OAT
Presentasi klinis hepatitis akibat Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terkait mirip dengan
hepatitis virus akut. OAT bisa menyebabkan hepatotoksisitas dengan tingkat gejala yang
bervariasi dari asimtomatik hingga simptomatik seperti mual, muntah, anoreksia, jaundice,
dll. Enzim hati transaminase mengalami kenaikan seperti pada kegagalan hati akut. Jika
dalam pasien tuberculosis yang sedang dalam pengobatan OAT dan memberikan gejala
hepatitis akut seperti di bawah ini, maka hal ini dapat dijadikan acuan diagnose
hepatotoksisitas imbas OAT telah terjadi. Individu yang dijangkiti akan mengalami sakit
seperti kuning, keletihan, demam, hilang selera makan, muntah-muntah, sclera ikterik,
jaundice, pusing dan kencing yang berwarna hitam pekat. (IPD 2009)
Penatalaksanaan Tuberkulosis pada Hepatotoksisitas Imbas Obat
|
15
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Hepatitis imbas obat adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik
(drug induced hepatitis). (Konsensus TB 2011)
Tatalaksana hepatitis imbas obat tergantung pada:
Fase pengobatan TB (tahap awal atau lanjutan)
Beratnya gangguan pada hepar
Beratnya penyakit TB
Kemampuan/ kapasitas pelayanan kesehatan dalam tatalaksana efek samping
akibat OAT
Penatalaksanaan:
- Bila Klinis (+) (Ikterik, gejala mual, muntah) OAT stop
- Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali OAT stop
- Bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat kelainan (Bilirubin>2) OAT stop
- SGOT dan SGPT ≥5 kali nilai normal OAT stop
- SGOT dan SGPT ≥3 kali teruskan pengobatan dengan pengawasan
Pengobatan TB dihentikan menunggu sampai fungsi hepar kembali normal dan gejala
klinik menghilang makan OAT dapat diberikan kembali. Apabila tidak dimungkinkan untuk
melakukan tes fungsi hepar maka sebaiknya menunggu 2 minggu lagi setelah kuning dan
nyeri perut menghilang sebelum diberikan OAT kembali.
Paduan obat yang dianjurkan
- Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
- Setelah itu monitor klinis dan laboratorium, bila klinis dan laboratorium kembali
normal (bilirubin, SGOT dan SGPT), maka OAT dapat dicoba satu persatu.
- Pemberian obat sebaiknya dimulai dengan rifampisin (jarang menyebabkan
hepatotoksik dibandingkan INH/ Pirazinamid). Setelah pemberian rifamisin 3-7
hari baru INH diberikan.
- Pada pasien hepatitis akut/ klinis ikterik dalam keadaan sangat diperlukan dapat
diberikan etambutol dan steptomisin 3 bulan sampai hepatitis menyembuh dan
dilanjutkan dengan 6RH
- Pasien dengan riwayat jaundice tetapi dapat menerima rifampisin dan INH
sebaiknya tidak lagi mendapatkan Pirazinamid.
|
16
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
- Jika terjadi hepatitis pada fase lanjutan dan hepatitis telat teratasi maka OAT dapat
diberikan kembali (INH dan rifampisin) untuk menyelesaikan fase lanjutan selama
4 bulan.
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. N
Umur : 14 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kirig RT 06 RW 04, Mejobo Kudus
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMP 3
Status perkawinan : Tidak Menikah
Suku bangsa : Jawa
|
17
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Agama : Islam
No.RM : 654205
Tanggal masuk RS : 19 April 2013
Tanggal dikasuskan : 23 April 2013
Tanggal keluar RS : 25 April 2013
II. ANAMNESIS (Autoanamnesis dilakukan tanggal 23 April 2013)
Keluhan utama:
Muntah
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Kudus pada tanggal 19 April 2013 dengan
keluhan muntah-muntah lebih dari 5 kali dalam sehari. Muntah bercampur sisa
makanan, tidak ada darah dan semakin diperberat setelah makan. Muntah-
muntah dirasakan sejak 4 hari yang lalu disertai mual-mual, demam dan perih
pada ulu hati.
Pasien mengaku mata dan kulit menjadi kuning, BAK berwarna coklat
kemerahan seperti teh. BAB lancar, setiap hari, konsistensi lunak, berwarna
kuning kecoklatan. Keluhan dirasakan pasien setelah mengkonsumsi obat paru
selama 1 minggu. Pasien mengaku batuk, batuk darah (-), tidak berkeringat
dimalam hari tetapi selama 2 minggu yang lalu, demam yang naik turun, nafsu
makan menurun dan berat badan turun 2 kg.
Riwayat Penyakit Dahulu
▬ Riwayat sakit kuning (-)
▬ Riwayat TB (-)
▬ Pernah dirawat di puskesmas 1 april 2013 demam tifoid
▬ Riwayat asma/alergi (-)
▬ Riwayat penggunaan obat-obatan (+) obat TB
Riwayat Penyakit Keluarga
▬ Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien
|
18
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Riwayat Sosial Ekonomi
▬ Penderita masih menempuh pendidikan SMP kelas 3, orang tua pasien
bekerja sebagai buruh bangunan.
▬ Biaya pengobatan ditanggung oleh JAMKESMAS.
Riwayat Pengobatan
Sebelum ke RSUD, pasien pernah berobat ke puskesmas.
Riwayat Status Gizi
Biasanya pasien makan sehari 3 kali, terkadang jajan di sekolah
Riwayat kontak dengan orang yang batuk-batuk (+)
Salah seorang temannya di sekolah
Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok (-)
- Riwayat minum alkohol (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 23 April 2013)
Pemeriksaan Umum
▬ Keadaan umum : baik, kesadaran kompos mentis
▬ Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHgNadi : 124 x/menit, regular, isi cukupSuhu : 36,7oCLaju napas : 20 x/menit, regularSaturasi O2 : 98%GDS : 87
|
19
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
BB : 32 kgTB : 155 cmIMT : 13,31 status gizi kurang
Pemeriksaan Sistem▬ Kulit : Anemis(-),sianosis(-),ikterik(+),turgor kulit baik
▬ Kepala : Bentuk dan ukuran normal, benjolan (-), rambut hitam
terdistribusi merata dan tidak mudah dicabut
▬ Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil bulat,
isokor, Ø = 3 mm, refleks cahaya +/+
▬ Telinga : Bentuk normal, nyeri tekan tragus (-/-),nyeri tarik aurikel (-/-),
pembesaran KGB pre-retro aurikuler (-/-), liang telinga
lapang, serumen (-/-), sekret (-/-)
▬ Hidung : Bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
▬ Mulut : Sulcus nasolabialis simetris, bibir kering (-), sianosis (-)
Bibir dan gigi geligi normal. Tonsil T1 – T1, hiperemis (-),
mukosa dinding faring hiperemis (-),
▬ Leher : JVP meningkat (-)Trakea di tengah, pembesaran kelenjar
tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening dextra (+)
▬ Jantung
I : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Pa : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra, kuat angkat (+)
Pe : Redup
batas atas jantung : ICS III PSL sinistra
batas kanan jantung : ICS IV PSL dextra
batas kiri jantung : ICS V MCL sinistra
A : BJ I (+), BJ II (+), murmur (-), gallop (-)
▬ Paru :
|
20
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Paru depan
Inspeksi
Dinding dada -Parut bekas operasi Tidak tampak
-Pelebaran vena-vena
superficial
Tidak tampak
-Spider naevi Tidak tampak
-Retraksi otot interkostal Tidak tampak
Bentuk dada -Barrel shape Tidak tampak
-Kifosis Tidak tampak
-Pectus excavatum Tidak tampak
-Pectus carinatum Tidak tampak
Frekuensi pernapasan 20 x per menit Normal
Jenis pernapasan Thorakoabdominall
Gerakan napas Simetris
Palpasi
DALAM KEADAAN
STATIS
Pemeriksaan KGB Di submandibular, cervical,
supraklavikula, kedua aksila
Ada pembesaran KGB di
cervical dextra
Pemeriksaan trakea Letak di tengah
Pemeriksaan pulsasi apeks
jantung/ ictus cordis
Ictus cordis teraba di ICS V
MCL Sinistra
Benjolan Tidak ada
DALAM KEADAAN
DINAMIS
Pemeriksaan gerakan napas Simetris
Pemeriksaan vocal fremitus Sama kuat
|
21
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Perkusi
Di sisi kiri Sonor
Di sisi kanan Sonor
Batas paru hepar ICS VI MCL dextra
Auskultasi
Suara dasar vesikuler +/+
Ronki -/-
Wheezing -/-
Paru Belakang
Inspeksi
Bentuk dada skoliosis Tidak tampak
Columna vertebralis Letak di tengah, lurus
Palpasi
DALAM KEADAAN STATIS
Benjolan Tidak ada
DALAM KEADAAN DINAMIS
Pemeriksaan gerakan napas Simetris
Pemeriksaan vocal fremitus Sama kuat
Perkusi
Di sisi kiri Sonor
Di sisi kanan Sonor
|
22
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Auskultasi
Suara dasar vesikuler +/+
Ronki -/-
Wheezing -/-
▬ Abdomen
I : Datar, benjolan (-)
A : Bising usus (+) normal
Pe : Timpani, liver span 8 cm, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-/-)
Pa : Supel, nyeri tekan (+) di seluruh kuadran abdomen,
hepar-lien tidak membesar, ginjal tidak teraba
▬ Anus dan Genitalia : Tidak diperiksa
▬ Ekstremitas :
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Petekhie -/- -/-
Palmar eritem -/- -/-
Oedema -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Pembesaran KGB aksila -/-
Pembesaran KGB inguinal -/-
▬ Tulang belakang : Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan darah rutin (19 April 2013)
Golongan darah: B / Rh +
|
23
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Nilai normal Kesan
WBC 23x103/mm3 3,5-10,00 Leukositosis
RBC 4,71x106/mm3 3,80-5,80 Normal
HGB 10,8 g/dl 11,0-16,5 Menurun
HCT 33,4 L % 35,0-50,0 Normal
PLT 674 H 103/mm3 150-390 Trombositosis
PCT .453 % .100-.500 Normal
SGOT 396 U/I <37 Meningkat
SGPT 201 U/I <41 Meningkat
Even Test Negativ
Daftar Abnormalitas :
1. Muntah-muntah
2. Mual
3. Nyeri uluhati
4. Mata dan kulit menjadi kuning
5. BAK seperti the
6. Batuk kurang lebih 2 minggu
7. Demam
8. Nafsu makan menurun
9. Penurunan berat badan
10. Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Mata : Sklera sinistra et dextra ikterik
Abdomen : nyeri tekan pada seluruh kuadran abdomen
11. Pemeriksaan Penunjang (darah rutin dan kimia darah)
Darah rutin : Anemia, Leukositosis, Trombositosis
Kimia darah : SGOT dan SGPT meningkat (396 U/I dan 201 U/I)
Rencana Pemecahan Masalah
|
24
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Problem 1 :
Muntah-muntah
Mual
Nyeri uluhati
Mata dan kulit menjadi kuning
BAK seperti Teh
Demam
Anemia, Leukositosis, Trombositosis
SGOT dan SGPT meningkat (396 U/I dan 201 U/I)
Assesment : drug induced hepatitis
DD: hepatitis virus akut, kolestasis
Plan diagnosa :
Cek albumin
Tes HbsAg
USG abdomen
Alkalifosfatase
Gamma GT
Plan terapi :
Hentikan obat yang bisa mengakibatkan hepatitis
Tirah Baring
Infus RL 20 tpm
Plan monitoring :
Keluhan Subjektif
SGOT/SGPT
Albumin, globulin, protein total
Plan edukasi :
|
25
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Menjelaskan tentang penyakit, pemeriksaan, dan terapi kepada pasien
Menganjurkan pasien agar beristirahat
Problem 2 :
Batuk kurang lebih 2 minggu
Nafsu makan menurun
Penurunan berat badan
Assesment :TB paru
Plan diagnosa :
BTA
Foto rongent
Biakan kuman
Plan terapi :
Ethambotol 2x1 PO
Streptomisin 1x500mg IM
Plan monitoring :
Keluhan Subjektif
BB
BTA
Plan edukasi :
Menjelaskan tentang penyakit, pemeriksaan, dan terapi kepada pasien
Dianjurkan untuk kontrol dan teratur minum obat
|
26
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
CATATAN KEMAJUAN
Tgl: Subjekti
f:
Objektif: Assesment
:
Plan
Dx:
Plan Tx: Plan Mx: Plan Ex:
Sabtu,
23/4/2013
nyeri
uluhati
(+)
Mata
kuning
(+)
Muntah
(-)
TTV
TD:100/70
N:82 x/mnt
T: 36,8 °C
RR:20x/mnt
PF Paru:
I: Simetris
Pa:SF sama
kuat
Pe:sonor
seluruh
lapang paru
A:Suara
vesikuler
Rh -/-
Wh -/-
Drug
Induced
Hepatitis
ec OAT
TB Paru
- -Infus RL 20
tpm
- Ethambutol
2x1 PO
- Steptomisin 1
x 500mg IM
Keluhan
subjektif
dan
objektif
Menjelas
Kan
kepada
pasien dan
keluarga
tentang
penyakit
pasien
Minggu
24/4/2013
Nyeri
uluhati
(-)
muntah
(-)
TTV
TD: 90/60
N:88 x/mnt
T: 36,6 °C
RR:18x/mnt
PF Paru:
I: Simetris
Pa:SF sama
kuat
Pe:sonor
seluruh
lapang paru
A:Suara
Drug
Induced
Hepatitis
ec OAT
TB Paru
- Terapi
teruskan
Keluhan
subjektif
dan
objektif
Menjelas
Kan
kepada
pasien dan
keluarga
tentang
penyakit
pasien
|
27
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
vesikuler
Rh -/-
Wh -/-
Senin
25/4/2013
Nyeri
uluhati
(-)
Mual (-)
Muntah
(-)
TTV
TD: 120/70
N:84 x/mnt
T: 36,8 °C
RR:20x/mnt
PF Paru:
I: Simetris
Pa:SF sama
kuat
Pe:sonor
seluruh
lapang paru
A:Suara
vesikuler Rh
-/-
Wh -/-
melemah di
lapang paru
Kiri
Drug
Induced
Hepatitis
ec OAT
TB Paru
- Terapi
teruskan
Diperbolehkan
PULANG
Keluhan
subjektif
dan
objektif
Menjelas
Kan
kepada
pasien dan
keluarga
tentang
penyakit
pasien
PEMBAHASAN
Gejala klinis drug induced hepatitis mirip dengan hepatitis virus akut. Tingkat gejala
yang bervariasi dari asimtomatik hingga simptomatik seperti mual, muntah, anoreksia,
jaundice, keletihan, demam, sclera ikterik, pusing dan kencing yang berwarna hitam pekat.
Gejala klinis Tuberkulosis adalah batuk, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, demam,
malaise, nafsu makan menurun, dan berat badan menurun.
|
28
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Dari anamnesa didapatkan pasien mengalami mual, muntah muntah-muntah lebih dari
5 kali dalam sehari, demam, nyeri uluhati, mata dan kulit menjadi kuning, BAK berwarna
coklat kemerahan seperti teh, nafsu makan menurun, berat badan turun 2 kg sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit dan pasien sedang dalam pengobatan TB (1 minggu). Hal ini
sesuai dengan literatur yang saya dapatkan mengenai gejala klinis pada draug induced
hepatitis disebabkan OAT.
Pemeriksaan fisik didapatkan kulit dan sklera ikterik, pemeriksaan abdomen inspeksi :
datar, tidak terdapat benjolan. Auskultasi : bising usus dalam batas normal. Perkusi : timpani,
liver span 8 cm, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-/-). Palpasi : supel, terdapat nyeri
tekan diseluruh kuadran abdomen, hepar dan lien tidak membesar, ginjal tidak teraba.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, anemia, trombositosis, SGPT dan SGOT
meningkat.
Penatalaksanaan yang diberikan pada kasus ini adalah untuk drug induced hepatitis
dengan menghentikan obat yang dapat mengakibatkan hepatitis imbas obat, dilakukan tirah
baring dan untuk TB paru diberikan ethambutol 2 x 1 per oral dan steptomisin injeksi 1 x 500
mg secara IM.
RINGKASAN
Telah dilaporkan :
Seorang Perempuan 14 Tahun Dengan Drug Induced Hepatitis Et Causa Penggunaan OAT
|
29
[ ]
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
Daftar Pustaka
1) Bayupurnama, Putut. Hepatotoksisitas Imbas Obat. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Indonesia Jilid I. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta. 2009. Hal. 708-710.
2) Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia . Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011.
3) Hasan, Helmia.Buku AjarIlmu Penyakit Paru 2010 Universitas Airlangga. Balai
Penerbit FK-UNAIR. Surabaya. 2010. Hal. 9-11.
|
30