forensik drowning

35
DROWNING Pembimbing dr. Mistar Ritonga, Sp.F Disusun oleh Minda Hadiyanti Lubis 080100093 Marianto 080100112 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP HAJI ADAM MALIK/RSU DR PIRNGADI MEDAN

Upload: marianto-lie

Post on 31-Dec-2015

363 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

forensik drowning tenggelam

TRANSCRIPT

Page 1: Forensik Drowning

DROWNING

Pembimbing

dr. Mistar Ritonga, Sp.F

Disusun oleh

Minda Hadiyanti Lubis 080100093

Marianto 080100112

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP HAJI ADAM MALIK/RSU DR PIRNGADI

MEDAN

2014

Page 2: Forensik Drowning

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas

berkat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada

waktunya.

Pada makalah ini, kami menyajikan teori mengenai drowning. Adapun

tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik

Departemen Kedokteran Kehakiman, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik dan

RSU dr. Pirngadi Medan.

Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan pula terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada dr. Mistar Ritonga, Sp.F, atas kesediaan beliau sebagai

pembimbing kami dalam penulisan makalah ini. Besar harapan kami, melalui

makalah ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai drowning semakin

bertambah.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,

baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan

segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai

pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga

makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya bidang kesehatan.

Medan, 4 Januari 2014

Penulis

Page 3: Forensik Drowning

iii

DAFTAR ISI

HalamanKATA PENGANTAR .............................................................................................iiDAFTAR ISI ............................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................11.1. Latar Belakang......................................................................................11.2. Tujuan Penulisan...................................................................................21.3. Manfaat Penulisan ................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................32.1. Definisi Tenggelam...............................................................................32.2. Mekanisme Tenggelam.........................................................................32.3. Klasifikasi Tenggelam..........................................................................6

2.3.1. Berdasarkan Morfologi Penampakan Paru....................................62.3.2. Berdasarkan Lokasi Tenggelam.....................................................72.3.3. Klasifikasi Lain..............................................................................7

2.4. Cara Kematian......................................................................................82.5. Pemeriksaan Post Mortem....................................................................9

2.5.1. Pemeriksaan Luar..........................................................................122.5.2. Pemeriksaan Dalam.......................................................................142.5.3. Pemeriksaan Laboratorium............................................................15

BAB 3 KESIMPULAN............................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Forensik Drowning

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tenggelam adalah kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan

masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan. Pada umumnya tenggelam

merupakan kasus kecelakaan, baik secara langsung maupun karena ada faktor-

faktor tertentu seperti korban dalam keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat,

bahkan bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan.1,2

Setiap tahun, sekitar 150.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia akibat

tenggelam,dengan kejadian tahunan mungkin lebih dekat ke 500.000. Menurut

WHO, pada tahun 2004, 388.000 orang meninggal akibat tenggelam.3,4 Beberapa

negara terpadat di dunia gagal untuk melaporkan insiden hampir tenggelam. Ini

menyatakan bahwa banyak kasus tidak pernah dibawa ke perhatian medis,

kejadian di seluruh dunia membuat pendekatan akurat yang hampir mustahil.4

Mayoritas (sekitar 96%) kematian akibat tenggelam terjadi pada negara yang

berpenghasilan rendah dan menengah. 60% kematian akibat tenggelam terjadi di

kawasan Pasifik Barat dan Asia Tenggara. Di seluruh dunia, anak di bawah 5

tahun merupakan tingkat usia dengan mortalitas akibat tenggelam tertinggi.3

Sedangkan pada data yang diperoleh dari RS. Dr. Soetomo Surabaya

didapatkan 23 orang meninggal karena tenggelam mulai bulan Januari 2011

hingga September 2011. Sedangkan pada 4 tahun terakhir didapatkan 93 kasus

meninggal sejak Januari 2007 hingga Desember 2010.5

Pada pemeriksaan jenazah yang diduga tenggelam perlu diketahui kondisi

korban meninggal sebelum atau sesudah masuk air, tempat jenazah ditemukan

meninggal berada di air tawar atau asin, adanya antemortem injury, adanya sebab

kematian wajar atau keracunan, dan sebab kematiannya.5

Untuk bisa mengetahui serta memperkirakan cara kematian mayat yang

terendam dalam air, diperlukan pemeriksaan luar dan dalam pada tubuh korban

serta pemeriksaan tambahan lain sebagai penunjang seperti pemeriksaan getah

paru untuk penemuan diatom, pemeriksaan darah secara kimia (Gettler test), pe-

Page 5: Forensik Drowning

2

meriksaan histopatologi dan penentuan berat jenis plasma untuk menemukan

tanda intravital tersebut. Hal tersebut tidak mudah, terutama bagi mayat yang telah

lama tenggelam, atau pada mayat yang tidak lengkap, atau hanya ada satu bagian

tubuhnya saja.

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan tulisan ini adalah untuk lebih mengerti dan

memahami mengenai tenggelam. Tulisan ini juga dibuat untuk memenuhi

persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di

Departemen Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUP HAM.

1.3. Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan

pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis agar dapat lebih

mengetahui dan memahami mengenai kasus tenggelam.

Page 6: Forensik Drowning

3

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Tenggelam

Tenggelam (drowning) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi

cairan ke dalam pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke

dalam cairan, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah keadaan

gangguan fisiologi tubuh akibat tenggelam, tetapi tidak terjadi kematian.6

Mekanisme lain menyebutkan karena ketidakseimbangan elektrolit serum

yang mempengaruhi fungsi jantung (refleks kardiak) dan bisa juga disebabkan

karena laringospasme sebagai akibat refleks vagal.1

Pada peristiwa tenggelam (drowning), seluruh tubuh tidak harus

tenggelam di dalam air. Asalkan lubang hidung dan mulut berada di bawah

permukaan air maka hal itu sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa

tenggelam. berdasarkan pengertian tersebut, maka peristiwa tenggelam tidak

hanya dapat terjadi di laut atau sungai tetapi dapat juga terjadi di dalam westafel

atau ember berisi air. Jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh paru-

paru adalah sebanyak 2 L untuk orang dewasa dan 30-40 ml untuk bayi.7

2.2. Mekanisme Tenggelam

Mekanisme kematian pada korban tenggelam dapat berupa asfiksia akibat

spasme laring, asfiksia karena gagging dan choking, refleks vagal, fibrilasi

ventrikel (air tawar), dan edema pulmoner (dalam air asin).2,12

1. Refleks Vagal

Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan post mortem tidak

ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia ataupun air di dalam paru-parunya

sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning).7

2. Spasme Laring

Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat jarang

sekali terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan karena rangsangan air yang

Page 7: Forensik Drowning

4

masuk ke laring. Pada pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda

asfiksia, tetapi paru-parunya tidak didapati adanya air atau benda-benda air.7

3. Pengaruh air yang masuk paru-paru

Hipoksia dan asidosis serta efek multiorgan dari proses ini yang

menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada tenggelam. Kerusakan sistem saraf

pusat dapat terjadi karena hipoksemia yang terjadi karena tenggelam (kerusakan

primer) atau dari aritmia, gangguan paru, atau disfungsi multiorgan.8

Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai

gangguan elektrolit. Cairan yang teraspirasi dan terdapat pada paru-paru

menghasilkan vasokonstriksi dan hipertensi yang diperantarai oleh nervus vagus.

Air tawar berpindah lebih cepat dari membran kapiler-alveoli ke mikrosirkulasi.

Ini akan mengakibatkan hemodilusi dan hemolisis. Dengan pecahnya elektrolit

maka ion kalium intrasel akan terlepas sehingga menimbulkan hiperkalemia yang

akan mempengaruhi kerja jantung (terjadi fibrilasi ventrikel). Pemeriksaan post

mortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi

dari jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda air pada paru-paru.7,8 Selain

itu, air tawar cenderung lebih hipotonik dibandingkan plasma dan menyebabkan

gangguan surfaktan alveoli. Hal ini akan menyebabkan instabilitas alveoli,

atelektasis, dan penurunan komplians paru.8

Pada peristiwa tenggelam di air asin, akan mengakibatkan terjadinya

anoksia dan hemokonsentrasi. Air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam

jaringan interstitial paru yang akan menimbulkan edema paru, hemokonsentrasi,

dan hipovolemia. Tidak terjadi gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan post

mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri

lebih tinggi daripada jantung kanan dan ditemukan buih serta benda-benda air.

Dibandingkan dengan tenggelam pada air tawar, kematian pada tenggelam di air

asin prosesnya lebih lambat.2,7 Air asin, yang bersifat hiperosmolar, akan menarik

cairan ke dalam alveoli dan menyebabkan dilusi surfaktan. Cairan yang kaya

protein akan bereksudasi secara cepat ke alveoli dan instertitial paru. Hal ini

menyebabkan komplians paru berkurang, dan membran kapiler-alveoli rusak dan

terjadi perpindahan cairan sehingga terjadi hipoksia.8

Page 8: Forensik Drowning

5

2.2.1. Wet Drowning

Pada wet drowning, yang mana terjadi inhalasi cairan, diketahui terjadi

proses dari korban menahan napas. Karena peningkatan CO2 dan penurunan kadar

O2, terjadi megap-megap dan dapat timbul regurgitasi dan aspirasi isi lambung.

Refleks laringospasme yang diikuti dengan pemasukan air akan muncul.

Kemudian korban kehilangan kesadaran dan terjadi apnoe. Penderita kemudian

akan megap-megap kembali sampai beberapa menit, bahkan penderita dapat

kejang. Penderita kemudian dapat berakhir dengan henti napas dan jantung.

2.2.2. Dry Drowning

15-20% kematian akibat tenggelam merupakan dry drowning, yang mana

tidak disertai dengan aspirasi cairan. Kematian ini biasanya terjadi dengan sangat

mendadak dan tidak tampak adanya tanda-tanda perlawanan. Mekanisme

kematian yang pasti masih tetap spekulatif. Cairan yang mendadak masuk dapat

menyebabkan 2 macam mekanisme kematian:

1. Laringospasme yang akan menyebabkan asfiksia dan kematian

2. Mengaktifkan sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi refleks vagal

yang akan mengakibatkan cardiac arrest.

Beberapa faktor predisposisi kematian akibat dry drowning:

1. Intoksikasi alkohol (mendepresi aktivitas kortikal)

2. Penyakit yang telah ada, misalnya aterosklerosis

3. Kejadian tenggelam/terbenam secara tak terduga/mendadak

4. Ketakutan atau aktivitas fisik berlebih (peningkatan sirkulasi katekolamin,

disertai kekurangan oksigen, dapat menyebabkan cardiac arrest.

2.3 Klasifikasi Tenggelam

2.3.1. Berdasarkan Morfologi Penampakan Paru

Berdasarkan morfologi penampakan paru pada otopsi, tenggelam

dibedakan atas tenggelam kering (dry drowning), tenggelam tipe basah (wet

drowning).2,7

Page 9: Forensik Drowning

6

1. Tipe kering (dry drowning),

Tenggelam tipe kering paling banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa

yang banyak dibawah pengaruh obat-obatan (hipnotik sedatif) atau alkohol,

dimana mereka tidak memperlihatkan kepanikan atau usaha penyelamatan diri

saat tenggelam. Selain itu, air tidak teraspirasi masuk ke traktus respiratorius

bawah atau ke lambung. Kematian terjadi secara cepat, merupakan akibat dari

refleks vagal yang dapat menyebabkan henti jantung atau akibat dari spasme

laring karena masuknya air secara tiba-tiba ke dalam hidung dan traktus

respiratorius bagian atas.

Beberapa faktor predisposisi kematian akibat dry drowning seperti

intoksikasi alkohol (mendepresi aktivitas kortikal), adanya penyakit yang

sebelumnya (seperti aterosklerosis), kejadian tenggelam/terbenam secara tak

terduga/mendadak, ketakutan atau aktivitas fisik berlebih (peningkatan sirkulasi

katekolamin, disertai kekurangan oksigen, dapat menyebabkan cardiac arrest).

2. Tipe basah (wet drowning)

Pada tenggelam tipe basah (wet drowning) terjadi aspirasi cairan. Aspirasi

1-3 ml/kgBB air akan signifikan dengan berkurangnya pertukaran udara. Aspirasi

air sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru. Air tawar

bergerak dengan cepat ke membran kapiler alveoli. Surfaktan menjadi rusak

sehingga menyebabkan instabilitas alveoli, ateletaksis dan menurunnya

kemampuan paru untuk mengembang.

Pada wet drowning, yang mana terjadi inhalasi cairan, korban menahan

napas karena peningkatan CO2 dan penurunan kadar O2 terjadi megap-megap,

dapat terjadi regurgitasi dan aspirasi isi lambung kemudian adanya laringospasme

yang diikuti dengan pemasukan air. Setelah itu, korban kehilangan kesadaran dan

terjadi apnoe. Penderita kemudian megap-mega kembali, bisa sampai beberapa

menit diikuti kejang-kejang. Penderita akhirnya mengalami henti napas dan

jantung.

Page 10: Forensik Drowning

7

2.3.2. Berdasarkan Lokasi Tenggelam

Jika ditinjau berdasarkan jenis air tempat terjadinya tenggelam, maka

dapat dibedakan menjadi tenggelam di air tawar dan tenggelam di air asin.

1. Air tawar

Air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar, sehingga terjadi

hemodilusi yang hebat sampai 72 persen yang berakibat terjadinya hemolisis.

Oleh karena terjadi perubahan biokimiawi yang serius, dimana kalium dalam

plasma meningkat dan natrium berkurang, juga terjadi anoksia yang hebat pada

myocardium. Hemodilusi menyebabkan cairan dalam pembuluh darah atau

sirkulasi, menjadi berlebihan, terjadi penurunan tekanan sistol dan dalam waktu

beberapa menit terjadi fibrilasi ventrikel. Jantung untuk beberapa saat masih

berdenyut dan lemah, terjadi anoksia cerebri tang hebat, hal yang menerangkan

mengapa kematian terjadi dengan cepat.1

2. Air asin

Pada tenggelam di air laut terjadi pertukaran elektrolit dari air asin ke

darah mengakibatkan peningkatan natrium plasma, air akan ditarik dari sirkulasi

pulmonal ke dalam jaringan intertisial paru yang akan menimbulkan edema pulmo

yang hebat dalam waktu yang singkat dan peningkatan hematokrit (hipovolemia).

Peningkatan viskositas darah (hemokonsentrasi) menyebabkan sirkulasi aliran

darah menjadi lambat dan anoksia pada miokardium yang menimbulkan payah

jantung dan kematian yang terjadi kurang lebih 8-9 menit setelah tenggelam.2

2.3.3. Klasifikasi lain

Klasifikasi tenggelam menurut Levin (1993) adalah sebagai berikut:9

1. Typical drowning

Keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran pernapasan korban saat

korban tenggelam.

2. Atypical drowning

a. Dry Drowning

Keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan yang masuk ke

dalam saluran pernapasan.

Page 11: Forensik Drowning

8

b. Immersion Syndrome

Terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba masuk ke dalam air dingin

( suhu < 20°C ) yang menyebabkan terpicunya reflex vagal yang menyebabkan

apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menye-

babkan terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebaral.

c. Submersion of the Unconscious

Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsi atau penyakit jantung,

hipertensi atau konsumsi alkohol yang mengalami trauma kepala saat masuk ke

air .

d. Delayed Dead

Keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam

setelah diselamatkan dari suatu episode tenggelam.

2.4 Cara Kematian pada Korban Tenggelam

Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena:7

1. Kecelakaan

Peristiwa tenggelam karena kecelakaan sering terjadi karena korban jatuh

ke laut, danau, sungai. Pada anak-anak kecelakaan sering terjadi di kolam renang

atau galian tanah berisi air. Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab

kecelakaan antara lain karena mabuk atau serangan epilepsi.

2. Bunuh diri

Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri kedalam air sering kali

terjadi. Kadang - kadang tubuh pelaku diikat dengan pemberat agar supaya tubuh

dapat tenggelam dengan mudah.

3. Pembunuhan

Banyak cara yang digunakan misalnya dengan melemparkan korban ke

laut atau memasukkan kepala ke dalam bak berisi air.

Pada kasus korban tenggelam yang sudah membusuk, identifikasi amat

sukar atau sudah tidak diketahui tempat kejadiannya, tidak ada saksi, maka tak

dapat diklasifikasikan kecelakaan atau bunuh diri/pembunuhan.

Page 12: Forensik Drowning

9

2.5 Pemeriksaan Post mortem

Keadaan sekitar individu pada kasus tenggelam penting. Perlu diingat

adanya kemungkinan korban sudah meninggal sebelum masuk ke dalam air.

Tenggelam terjadi tidak hanya terbatas di dalam air dalam seperti laut, sungai,

danau atau kolam renang, tetapi mungkin pula terbenam dalam kubangan atau

selokan dengan hanya muka yang berada di bawah permukaan air.2

Bila mayat masih segar (belum terdapat pembusukan), maka diagnosis

kematian akibat tenggelam dapat ditegakkan melalui:2

a. Pemeriksaan luar

b. Pemeriksaan dalam

c. Pemeriksaan laboratorium berupa histologi jaringan, destruksi jaringan,

dan berat jenis serta kadar elektrolit darah.

Bila mayat sudah membusuk, maka diagnosis kematian akibat tenggelam

dibuat berdasarkan adanya diatom pada paru, ginjal, oto skelet atau sumsum

tulang. Pada mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti mungkin agar

mekanisme kematian dapat ditentukan.2

Pemeriksaan mayat yang dilakukan harus seteliti mungkin agar

mekanisme kematian dapat ditentukan karena seringkali mayat ditemukan sudah

membusuk. Hal yang perlu diperhatikan adalah:2

1. Menentukan identitas korban

Identitas korban dapat ditentukan dengan memeriksa antara lain:

a. Pakaian dan benda-benda milik korban.

b. Warna, distribusi rambut, dan identitas lain.

c. Kelainan atau deformitas dan jaringan parut.

d. Sidik jari.

e. Pemeriksaan gigi.

f. Teknik identifikasi lain.

Page 13: Forensik Drowning

10

2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam

Pada mayat yang masih segar untuk menentukan korban masih hidup atau

sudah meninggal pada saat tenggelam dapat diketahui dari hasil pemeriksaan

a. Metode yang digunakan apakah orang masih hidup saat tenggelam ialah

pemeriksaan diatom.

b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar elek-

trolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.

c. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai yang

menentukan pada mayat yang terbenam selam beberapa waktu dan mulai

membusuk. Demikian pula dengan isi lambung dan usus.

d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara

fisik dan kimia sama dengan air tempat korban tenggelam mempunyai ni-

lai yang bermakna.

e. Pada beberapa kasus, ditemukan kadar alkohol tinggi dapat menjelaskan

bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat masuk ke dalam

air.

3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning

Pada mayat yang segar, gambaran pasca-mati dapat menunjukkan tipe

drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan atau

kekerasan lain.

Pada kecelakaan di kolam renang benturan ante-mortem (antemortem

impact) pada tubuh bagian atas, misalnya memar pada muka, perlukaan pada

vertebra servikalis dan medula spinalis dapat ditemukan.

4. Faktor- faktor yang berperan dalam proses kematian

Faktor- faktor yang berperan dalam dalam proses kematian, misalnya

kekerasan, alkohol atau obat-obatan dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau

bedah jenazah.

Page 14: Forensik Drowning

11

5. Tempat korban pertama kali tenggelam

Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam

saluran pernafasan, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan

dapat membantu menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau di

tempat lain.

6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian.

a. Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada masuk ke dalam

air. Maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk ke

dalam saluran pernafasan (tenggelam). Pada kasus immersion, kematian terjadi

dengan cepat, hal ini mungkin disebbakan oleh sudden cardiac arrest yang terjadi

pada waktu cairan melalui saluran napas atas. Beberapa korban yang terjun den-

gan kaki terlebih dahulu menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke hidung.

Faktor lain adalah keadaan hipersensitivitas dan kadang-kadang keracunan alko-

hol.

b. Bila tidak ditemukan air dalam paru- paru dan lambung, berarti kematian

terjadi seketika akibat spasme glotis yang menyebabkan cairan tidak dapat masuk.

Korban yang tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama

makin banyak, kemudian menjadi tidak sadar dalam 2-12 menit (fatal period).

Dalam periode ini, apabila korban dikeluarkan dari air, masih ada kemungkinan

dapat hidup bila upaya resusitasi berhasil.Waktu yang diperlukan untuk terbenam

dapat bervariasi tergantung dari keadaan sekeliling korban, keadaan masing-

masing korban, reaksi perorangan yang bersangkutan, keadaan kesehatan, dan

jumlah serta sifat cairan yang dihisap masuk ke dalam saluran pernapasan.

2.5.1. Pemeriksaan Luar Jenazah

Pemeriksaan luar jenazah yang dapat dijadikan petunjuk pada mati

tenggelam di air laut maupun air tawar adalah:2,10,11,12

a. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan benda-

benda asing lain yang terdapat di dalam air, kalau seluruh tubuh terbenam

dalam air.

Page 15: Forensik Drowning

12

b. Schaumfilz froth merupakan busa halus pada hidung dan mulut. Teori

intravital menyebutkan Schaumfilz sebagai bagian dari reaksi intravital. Pada

waktu air memasuki trakea, bronkus, dan saluran pernapasan lainnya, maka

terjadi pengeluaran sekret oleh saluran tersebut. Sekret ini akan terdorong

keluar oleh udara pernapasan sehingga berbentuk busa mukosa. Pendapat lain

menyatakan bahwa Schaumfilz merupakan reaksi pembusukan. Gejala ini

biasanya tidak ditemukan bila mayat diangkat. Busa yang ditemukan kadang

disertai dengan perdarahan.

c. Mata setengah terbuka atau tertutup. Jarang terjadi perdarahan atau

bendungan.

d. Kutis anserina atau goose flesh merupakan reaksi intravital, jika kedinginan,

maka muskulus erektor pili akan berkontraksi dan pori-pori tampak lebih

jelas. Kutis anserina biasanya ditemukan pada kulit anterior tubuh terutama

ekstremitas. Gambaran seperti kutis anserina dapat juga terjadi karena rigor

mortis pada otot tersebut.

e. Washer woman’s hand. Telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan

berkeriput yang disebabkan karena imbibisi cairan ke dalam kutis dan

biasanya membutuhkan waktu yang lama. Tanda ini tidak patognomomik

karena mayat yang lama dibuang ke dalam air akan terjadi keriput juga.

f. Cadaveric spasm, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu korban

berusaha menyelamatkan diri dengan cara memegang apa saja yang terdapat

dalam air.

g. Luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air. Luka lecet biasanya

dijumpai pada bagian menonjol, seperti kening, siku, lutut, punggung kaki

atau tangan. Puncak kepala mungkin terbentur pada dasar ketika terbenam,

tetapi dapat pula terjadi luka post-mortal akibat benda-benda atau binatang

dalam air.

h. Dapat ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia seperti sianosis, Tardieu spot.

Petekie dapat muncul pada kasus tenggelam, tetapi lebih sedikit daripada

gantung diri karena pada tenggelam tidak terjadi kematian secara mendadak

sehingga pecahnya kapiler tidak secara tiba-tiba atau hanya sedikit.

Page 16: Forensik Drowning

13

i. Penurunan suhu mayat

Gambar 1. Busa Bercampur Darah pada Hidung dan Mulut12

Pada mayat yang sudah membusuk, dapat ditemukan:

a. Mata melotot karena terbentuknya gas pembusukan.

b. Lidah tampak keluar karena gas pembusukan yang mendorong pangkal lidah.

Hal ini juga dapat terjadi pada mayat yang mengalami pembusukan di darat.

c. Muka menjadi hitam dan sembab yang disebut tite de negre (kepala orang

negro).

d. Pugilistic attitude

Posisi lutut dan siku sedemikian rupa sehingga kaki dan tangan tampak

membengkok (frog stand). Ini disebabkan cairan dan gas yang terbentuk pada

persendian.

e. Vena tampak jelas berwarna hijau sampai kehitam-hitaman karena terbentuk

FeS. Ini dapat juga terjadi pada orang yang mati di darat.

f. Pada laki-laki tampak skrotum membesar, mungkin terjadi prolaps atau

adanya gas pembusukan. Pada wanita hamil dapat keluar anak yang

dikandung.

Page 17: Forensik Drowning

14

g. Bila lebih membusuk lagi, kulit ari akan mengelupas sehingga warna kulit

tidak jelas, rambut lepas.

2.5.2. Pemeriksaan Dalam

Pada pemeriksaan bedah jenazah dapat ditemukan busa halus dan benda

asing, seperti pasir atau tumbuhan air, dalam saluran pernapasan.2

Pada korban tenggelam di air tawar biasanya ditemukan dalam keadaan

besar atau menggelembung tetapi ringan, dan pinggir depan biasanya overlap di

depan hati. Namun, dapat ditemukan paru-paru yang biasa karena cairan tidak

masuk ke dalam alveoli atau cairan sudah masuk ke aliran darah (melalui proses

imbibisi). Paru berwarna merah jambu pucat dan dapat mengalami emfisema.

Ketika paru tersebut dipindahkan dari dada, paru tetap mempertahankan bentuk

normalnya dan cenderung tidak kolaps. Ketika memotong paru yang mengalami

emfisema kering akan terdengar bunyi krepitasi yang mudah dinilai. Setelah

dipotong, masing-masing bagian paru mempertahankan bentuk normalnya seperti

sebelum dipotong dan cenderung berdiri tegak. Ketika jaringan dipotong dan

ditekan antara ibu jari dan keempat jari lainnya terdapat sedikit buih dan tidak ada

cairan dan gas, kecuali jika terdapat edema. Dengan demikian, paru tetap kering

pada kasus tenggelam di air tawar.2

Pada kasus tenggelam di air laut, paru-paru dapat ditemukan membesar

seperti balon, lebih berat, sampai menutupi jantung.2 Pada pengirisan terdapat

banyak cairan, beratnya kadang melebihi 2.000 gram. Karena paru sangat edema

maka tepi depan paru overlap di depan mediastinum sehingga berbentuk seperti

cetakan iga. Paru berwarna keunguan atau kebiruan dengan permukaan

mengkilap. Paru lembab dan konsistensinya seperti agar-agar dan hilang dengan

penekanan. Ketika paru dipindahkan dari tubuh dan ditempatkan pada meja

pemotongan, paru tidak mempertahankan bentuk normalnya tapi cenderung datar.

Ketika dipotong, tidak ada suara krepitasi yang terdengar dan bahkan tanpa

penekanan jaringan mengeluarkan banyak cairan. Jaringan paru ditekan maka

akan ditemukan paru dipenuhi cairan. Dengan demikian kasus tenggelam di air

laut paru mengalami lembab dan basah.2,11

Page 18: Forensik Drowning

15

Petekie yang sangat sedikit dapat ditemukan karena kapiler terjepit di

antara septum inter alveolar. Dapat ditemukan bercak-bercak perdarahan yang

disebut bercak Paltauf akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin). Petekie

subpleura dan bula emfisema jarang ditemukan dan bukan merupakan tanda khas

tenggelam, tetapi sebagai usaha respirasi.2

Sedangkan untuk mengetahui benda-benda air yang masuk ke saluran

pernafasan dapat dibuktikan dengan membuka saliran pernafasan dari trakea,

bronkus sampai percabangan bronkus di hilus. Jika dari pemeriksaan ditemukan

benda-benda air seperti pasir, kerikil, lumpur, tumbuhan air dan lain-lain maka

dapat dipastikan bahwa korban masih hidup sebelum tenggelam.2

Organ lain seperti otak, ginjal, hati, dan limpa dapat mengalami

pembendungan. Lambung dan usus halus dapat sangat membesar, berisi air dan

lumpur.2

2.5.3. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan diatom

Diatom merupakan alga (ganggang) bersel satu dengan dinding sel yang

terbuat dari silikat yang tahan panas dan asam kuat. Diatom dapat ditemukan

dalam air tawar, air laut, air sungai, air sumur, dan udara. Diatom dan elemen

plankton lain masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan ketika

seseorang tenggelam menelan air. Kemudian diatom akan masuk ke dalam aliran

darah melalui kerusakan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan

tersebar ke seluruh jaringan. Di sisi lain, jika sebuah mayat ditenggelamkan dalam

air meskipun diatom dapat masuk ke dalam paru-paru secara pasif, tidak ada

aliran sirkulasi darah yang mungkin terjadi, sehingga (secara teori) tidak mungkin

ada diatom yang dapat ditemukan pada organ-organ dalam yang lebih jauh.2

Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar. Bila mayat

telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet

atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang

bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal dari saluran pencernaan

terhadap air minum atau makanan.2

Page 19: Forensik Drowning

16

Pemeriksaan diatom dengan metode destruksi (digesti asam) pada paru

dilakukan dengan mengambil dari jaringan perifer paru sebanyak 100 gram,

masukkan ke dalam labu Kjeldahl dan tambahkan asam sulfat pekat sampai

jaringan paru terendam, diamkan lebih kurang setengah hari agar jaringan hancur.

Kemudian dipanaskan dalam lemari asam sambil diteteskan asam nitrat pekat

sampai terbentuk cairan jernih, dinginkan dan cairan dipusing dalam centrifuge.2

Sedimen yang terbentuk ditambahkan dengan akuades, pusingkan kembali

dan akhirnya dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif bila pada

jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB atau per 10-20 per satu

sediaan atau pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu.2

Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan getah paru dengan cara

permukaan paru disiram dengan air bersih, lalu iris bagian perifer, ambil sedikit

cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada gelas obyek, tutup dengan

kaca penutup dan lihat dengan mikroskop. Selain diatom dapat pula terlihat

ganggang atau tumbuhan jenis lainnya.2

Gambar 1. Prinsip Tes Diatom11

Page 20: Forensik Drowning

17

Menurut Simpson, bahwa tes diatom terkadang negatif, bahkan pada

kasus-kasus yang jelas-jelas tenggelam pada air yang banyak diatom dan telah

banyak hasil positif palsu yang dikatakan terjadi karena alasan teknis dari karena

itu tes ini jadi sangat tidak realibel sehingga teknik ini seharusnya dilakukan dan

hasilnya diinterpretasikan dengan pertimbangan keadaan lain.12

2. Pemeriksaan Elektrolit

Pada tahun 1921 Gettler mengemukakan bahwa penentuan ada tidaknya

klorida pada darah yang berasal dari ruang-ruang jantung adalah salah satu tes

yang baik yang dapat digunakan dalam mendiagnosis kasus tenggelam. Banyak

dari peneliti telah mengemukakan pandangan-pandangan yang berbeda tentang

validitas studi klorida dalam mendiagnosis kasus tenggelam. Pada tahun 1944

Moritz dan mengungkapkan pandangan bahwa perbedaan kadar klorida pada

sampel darah yang berasal dari ventrikel jantung kanan dan kiri dapat bernilai

diagnostik hanya jika analisa yang dilakukan adalah segera setelah terjadinya

kematian. Dia menetapkan bahwa perbedaan kadar klorida sekitar 17 mEq/L atau

lebih pada kasus tenggelam di air tawar dapat ditetapkan sebagai pendukung

penegakan diagnosis tenggelam.11

Menurut Gettler, pada kasus tenggelam di air tawar, kadar serum klorida

di darah yang berasal dari jantung kiri lebih rendah dari jantung sebelah kanan.

Sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi sebaliknya.2,10

Selain itu, tes lain, tes Durlacher juga dapat digunakan untuk

menentukan diagnosis selain tes Gettler. Tes Durlacher digunakan untuk

menentukan perbedaan dari berat jenis plasma dari jantung kanan dan kiri. Bila

pada pemeriksaan ditemukan berat jenis jantung kiri lebih tinggi dibandingkan

dengan jantung kanan, maka dapat diasumsikan bahwa korban meninggal akibat

tenggelam.2,10

Perbedaan kadar elektrolit lebih dari 10% dapat menyokong diagnosis,

walaupun secara tersendiri kurang bermakna.2,12

Ketika air tawar memasuki paru-paru, natrium plasma turun dan kalium

plasma meningkat, sedangkan pada inhalasi air asin, natrium plasma meningkat

cukup tinggi dan kalium hanya meningkat ringan. Pada tenggelam pada air tawar,

Page 21: Forensik Drowning

18

konsentrasi natrium serum dalam darah dari ventrikel kiri lebih rendah

dibandingkan ventrikel kanan. Namun, angka ini dapat bervariasi, ini disebabkan

ketika post mortem dimulai maka difusi cairan dapat mengubah tingkat natrium

dan kalium yang sebenarnya. Oleh karena itu Simpson berpendapat bahwa analisis

dari kadar Na, Cl dan Mg telah dipergunakan, tetapi hasilnya terlalu beragam

untuk digunakan didalam praktek sehari-hari.2,12

Page 22: Forensik Drowning

19

BAB 3

KESIMPULAN

Tenggelam (drowning) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi

cairan ke dalam pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke

dalam cairan, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah keadaan

gangguan fisiologi tubuh akibat tenggelam, tetapi tidak terjadi kematian.

Mekanisme kematian pada korban tenggelam dapat berupa asfiksia akibat

spasme laring, asfiksia karena gagging dan choking, refleks vagal, fibrilasi

ventrikel (air tawar), dan edema pulmoner (dalam air asin)

Pada peristiwa tenggelam di air tawar, terjadi hemolisis dan hemodilusi

sehingga menyebabkan hiperkalemia. Kematian terjadi karena fibrilasi ventrikel.

Pada peristiwa tenggelam di air asin, karena konsentrasi elektrolit air asin lebih

tinggi daripada plasma, air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan

interstitial paru yang akan menimbulkan edema paru, hemokonsentrasi, dan

hipovolemia.

Berdasarkan morfologi penampakan paru pada otopsi, tenggelam

dibedakan atas tenggelam kering (dry drowning), tenggelam tipe basah (wet

drowning). Jika ditinjau berdasarkan jenis air tempat terjadinya tenggelam, maka

dapat dibedakan menjadi tenggelam di air tawar dan tenggelam di air asin.

Diagnosis kematian akibat tenggelam dapat ditegakkan melalui

pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, pemeriksaan laboratorium berupa histologi

jaringan, destruksi jaringan, dan berat jenis serta kadar elektrolit darah.

Pada pemeriksaan luar, dapat ditemukan Schaumfilz froth, kuntis anserina,

washer woman’s hand, cadaveric spasm, tanda-tanda asfiksia seperti sianosis dan

petekie. Kemudian dapat juga dijumpai luka lecet dan penurunan suhu mayat

Pada pemeriksaan dalam, paru tetap kering pada kasus tenggelam di air

tawar. Pada kasus tenggelam di air laut, paru-paru dapat ditemukan membesar.

Petekie juga dapat dijumpai. Organ lain dapat mengalami pembendungan.

Page 23: Forensik Drowning

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Idries AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara. 137-147.

2. Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1997

3. WHO. 2013. Drowning. Available from: http://www.who.int/violence_injury_prevention/other_injury/drowning/en/ [Accessed 31 December 2013].

4. Sheperd R, Simpson’s Forensic Medicine, 12th Ed, Oxford University Press, New York, 1996, 104-106.

5. Wilianto W. Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam (Review). Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia 2012;14(3): 39-46.

6. Onyekwelu E. Drowning and Near Drowning. Internet Journal of Health 2008 8(2).

7. Dahlan S. 2000. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

8. Cantwell PG, Verive MJ, Shoff WH, Norris RL, Talavera F, Lang ES, et al. 2013. Drowning. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/772753-overview. [Accessed 1 January 2014].

9. Levin DL, Morriss FC, Toro LO, Brink LW and Turner GR. Drowning and near-drowning. Pediatr Clin of North Am 1993; 40(2): 321.

10. Abraham S, Arif Rahman S, Bambang PN, Gatot S, Intarniati, Pranarka K, et al. 2009. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 16-24.

11. Sauko P, Bernard K. 2004. Knight’s Forensic Pathology, 3rd Ed. London: Oxford University Press, 393-398.

12. Shepherd R. 2003. Simpson’s Forensic Medicine, 12th ed. New York: Oxford University Press, 104-106.