herpes simplex

15
Tinjauan Pustaka Definisi Infeksi Herpes Simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan. Infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekuren. Sinonim Fever blister, cold sore, herpes febrilis, herpes labialis, herpes genitalis. Epidemiologi Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh virus Herpes Simpleks (HSV) tipe I , yang sering menyebabkan

Upload: andreas-wijaya

Post on 03-Jul-2015

382 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Lebih membahas ke arah herpes genitalis. Sumber dari buku Kulit dan Kelamin UI & Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine

TRANSCRIPT

Page 1: Herpes Simplex

Tinjauan Pustaka

Definisi

Infeksi Herpes Simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus

herpes simpleks tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang

berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat

mukokutan. Infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekuren.

Sinonim

Fever blister, cold sore, herpes febrilis, herpes labialis, herpes

genitalis.

Epidemiologi

Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun

wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh virus

Herpes Simpleks (HSV) tipe I , yang sering menyebabkan herpes labialis

rekuren, biasanya menyerang pada usia anak-anak. Inokulasi dapat terjadi

secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada perawat, dokter gigi, atau pada

orang yang sering menggigit jari (herpetic Whitlow). Virus ini juga dapat

menjadi penyebab herpes ensefalitis.

Page 2: Herpes Simplex

Infeksi HSV tipe II , yang sering menyebabkan herpes genitalis,

biasanya dihubungkan dengan aktivitas seksual yang sering berganti-ganti

pasangan, sehingga infeksi HSV tipe II ini akan banyak terjadi pada golongan

umur yang tinggi aktivitas seksual, yaitu pada golongan umur 20-30 tahun.

Etiologi

HSV tipe I dan tipe II merupakan virus herpes hominis yang merupakan

virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan

pada media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis (predileksi).

HSV tipe I biasanya menjadi penyebab herpes labialis yang menyerang

daerah pinggang ke atas, terutama daerah mulut dan hidung, sedangkan

HSV tipe II biasanya menjadi penyebab herpes genitalis yang menyerang

daerah pinggang ke bawah, terutama daerah genital.

Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya perubahan cara

hubungan seksual, sehingga herpes labialis yang biasanya disebabkan oleh

HSV tipe I, dapat ditemukan HSV tipe II. Begitu juga pada herpes genitalis

yang biasanya disebabkan oleh HSV tipe II, dapat ditemukan HSV tipe I.

Gejala Klinis

Infeksi HSV ini berlangsung dalam 3 tingkat:

1. Infeksi Primer

2. Fase Laten

3. Infeksi Rekuren

Infeksi Primer

Page 3: Herpes Simplex

Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3

minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise, dan

anoreksia. Dapat pula ditemukan pembengkakan dari kelenjar getah bening

regional. Masa inkubasi rata-rata 5 hari.

Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel di atas kulit yang sembab

dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen. Lesi

dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal.

Saat sembuh biasanya lesi akan menghilang tanpa meninggalkan sikatriks.

Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi

sekunder sehingga memberikan gambaran yang tidak jelas. Umumnya

didapatkan pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes simpleks.

Pada wanita ada laporan mengatakan bahwa 80% infeksi HSV pada genitalia

eksterna dapat disertai infeksi pada serviks.

Fase Laten

Pada fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis,

tetapi HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion

dorsalis.

Infeksi Rekuren

Infeksi ini berarti HSV pada ganglion dorsalis dalam keadaan tidak

aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit, sehingga

menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu tersebut dapat berupa trauma

fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan sebagainya),

trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi), dan dapat pula timbul

akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang.

Gejala klinis infeksi rekuren timbul lebih ringan daripada infeksi primer

dan berlangsung kira-kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal lokal

sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi rekuren

Page 4: Herpes Simplex

ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) ataupun tempat lain atau

sekitarnya (non loco).

Gambar 1 – Perbedaan infeksi primer (A), laten (B), dan rekuren (C) pada ganglion saraf

Infeksi Orofacial

Biasanya berkaitan dengan infeksi primer HSV-1. Gejala infeksi herpes

oral mirip dengan stomatitis aphtosa. Lesi ulserasi mengenai palatum, lidah,

mukosa, dan juga area wajah. Gejala lain dapat berupa demam, malaise,

myalgia, nyeri telan, dan gelisah. Reaktivasi dari infeksi primer dapat

mengenai area perioral, terutama bibir.

Page 5: Herpes Simplex

Gambar 2 – Infeksi primer herpes labialis

Faktor predisposisi berulangnya herpes oral adalah faktor emosional,

daya tahan tubuh, terpapar matahari, trauma, menstruasi, bibir kering,

musim, dll.

Infeksi orofacial pada umur dewasa biasanya terjadi bukan disebabkan

oleh HSV-1, tetapi disebabkan oleh HSV-2. Hal ini terjadi karena perubahan

perilaku seksual seiring perkembangan jaman. Awalnya hubungan seksual

terjadi secara genito-genital, tetapi lama-kelamaan berkembang cara-cara

mano-genital, oro-genital, dan juga ano-genital yang dapat menyebabkan

berpindahnya virus HSV-2 yang berasal dari genital ke daerah wajah. Infeksi

HSV-2 pada wajah ini 120 kali lebih jarang rekuren dibandingkan yang

disebabkan oleh HSV-1.

Page 6: Herpes Simplex

Gambar 3 – Infeksi rekuren herpes labialis

Infeksi Genital

Penyebab utama dari infeksi herpes pada genitalia adalah HSV-2,

tetapi 10% dari kasus juga ditemukan infeksi HSV-1 yang disebabkan oleh

hubungan seksual secara oro-genital.

Gejala yang disebabkan HSV-1 dan HSV-2 mirip. Gejala lesi genital

yang terlihat biasanya berupa evolusi dari vesikel, pustul, dan kemudian

ukus eritematosa yang mungkin dapat membutuhkan waktu 2-3 minggu

untuk resolusi. Pada pria lesi biasanya muncul pada glans penis; pada wanita

lesi dapat mengenai vagina, vulva, perineum, anus, dan cervix. Gejala dapat

disertai rasa nyeri, gatal, disuria, keluarnya cairan dari vagina ataupun

uretra, limfadenopati ringan. Gejala sitemik yang menyertai dapat berupa

demam, sakit kepala, malaise, dan myalgia. Lebih dari 80% wanita dengan

infeksi primer, infeksinya berupa herpes cervix.

Page 7: Herpes Simplex

Gambar 4 - Infeksi primer genitalia dengan vesikel (A) dan Primary Herpetic Vulvitis (B)

Laju rekurensi pada infeksi HSV-2 genital sangat bervariasi pada setiap

orang. Rata-rata infeksi akan berulang 3-4 kali per tahun. Rekurensi biasanya

lebih sering pada tahun pertama setelah infeksi primer. Gejala klinis infeksi

rekuren HSV-2 adalah lesi vesikel multipel berkelompok pada area genital,

lesi dapat timbul pada lokasi yang sama ataupun berbeda dengan lesi

sebelumnya. Gejala prodromal infeksi rekuren dapat berupa gata, nyeri,

ataupun panas, tetapi lebih ringan daripada gejala pada saat infeksi primer.

Page 8: Herpes Simplex

Gambar 5 - Infeksi rekuren pada genitalia dengan vesikel berkelompok pada penis (A) dan vulva (B)

Pemeriksaan Pembantu Diagnosa

Pilihan metode untuk diagnosa infeksi HSV tergantung dari gejala

klinis. Pada beberapa keadaan anamnesa dan gejala klinis mungkin cukup

untuk menegakkan diagnosa, tetapi pada beberapa keadaan diagnosa

tersebut perlu diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium.

Pada pasien dengan lesi, isolasi virus dengan kultur sel dapat menjadi

pilihan yang baik. Hasil kultur akan terlihat dalam 48-96 jam setelah

inokulasi. Sensitivitas kultur bergantung pada jumlah virus yang terdapat

dalam spesimen. Isolasi virus paling mudah dilakukan pada lesi vesikel.

PCR lebih sensitiv dari isolasi virus dan banyak dilakukan untuk

diagnosa infeksi SSP dan herpes neonatorum. PCR juga dapat berguna untuk

mendeteksi HSV pada fase laten dengan ulserasi.

Page 9: Herpes Simplex

Tes Serologi antibodi HSV juga dapat membantu, tetapi hasilnya sering

salah diinterpretasikan. Fungsi utama dari tes serologi ini adalah untuk

membedakan infeksi primer dari infeksi rekuren. Hasil serologi positif dapat

berguna pada pasien infeksi rekuren, lesi genital tidak terlihat, atau

pemeriksaan kultur tidak dapat dilakukan.

Tabel 1 – Tabel klasifikasi herpes simpleks virus berdasarkan tes serologi

Diagnosis Banding

Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan

dengan impetigo vesikobulosa. Pada genitalia harus dibedakan dengan sifilis

primer, ulkus durum, ulkus mole, dan ulkus mikstum, maupun ulkus yang

mendahului penyakit limfogranuloma venereum.

Page 10: Herpes Simplex

Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ada terapi yang memberikan penyembuhan

radikal, artinya tidak ada pengobatan yang dapat mencegah episode rekuren

secara tuntas. Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salep

atau krim yang mengandung preparat idosuridin (stoxil, viruguent,

viruguent-P) dengan cara aplikasi yang dibaerikan interval beberapa jam.

Preparat asiklovir (zovirax) yang dipakai secara topikal tampaknya

memberikan hasil yang memuaskan. Asiklovir ini berkerja dengan

mengganggu replikasi DNA virus. Klinis hanya bermanfaat bila penyakit

sedang aktif. Jika timbul ulserasi dapat dilakukan kompres. Pengobatan oral

asiklovir juga memberikan hasil yang baik, penyakit berlangsung lebih

singkat dan jeda rekurensinya menjadi lebih panjang. Dosisnya 5x200mg per

hari selama 5-7 hari. Pengobatan parenteral asiklovir terutama ditujukan

kepada penyakit yang lebih berat atau jika timbul komplikasi pada alat

dalam. Begitu pula dengan preparat adenin arabinosid (vitarabin). Interferon

juga dapat menghambat reproduksi viruks dan dapat dipakai parenteral.

Untuk mencegah rekurensi macam-macam usaha yang dilakukan

dengan tujuan meningkatkan imunitas seluler, misalnya pemberian preparat

Lupidon H (untuk HSV-1) dan lupidon G (untuk HSV-2) dalam satu seri

pengobatan. Pemberian levamisol dan isoprinosin atau asiklovir secara

berkala menurut beberapa penyelidik memberikan hasil yang baik. Efek

levamisol dan isoprinosin adalah sebagain imunostimulator. Dulu pernah

dilakukan pencegahan dengan pemberian vaksin cacar, tetapi sekarang

sudah tidak dianut lagi.

Page 11: Herpes Simplex

Prognosis

Selama pencegahan rekuren masih menjadi masalah, hal tersebut

akan memberatkan penderita secara psikologik. Pengobatan secara dini dan

tepat memberikan prognosis yang lebih baik, masa penyakit berlangsung

lebih singkat dan rekurensi lebih jarang.

Page 12: Herpes Simplex

Daftar Pustaka

1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Fitzpatrick, T.B., Freedberg, I.M., Wolff, K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I,

Gilschrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J. (2008). Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine Seventh Edition. New York: Mc Graw

Hill Medical.

3. Wolff, K., Johnson, R.A. (2009). Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of

Clinical Dermatology Sixth Edition. New York: Mc Graw Hill Medical

4. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. (2006). Andrews’ Disease of The

Skin: Clinical Dermatology Tenth Edition. Canada: Saunders Elseveir.