jurnal anestesi makalah
DESCRIPTION
ilmiahTRANSCRIPT
Journal Reading
Perioperaative Airway Management in The Case of Severe
Tracheal Narrowing And Devition Caused by Multinodular Goitre
(Case Report)
Oleh:
Muhammad Ridwan (209.121.0010)
Rizki Duniroh Kaukaba (209.121.0014)
Pembimbing:
Dr. Joni Budi Satriyo, Sp.An
Dr. Kararawi Listuhayu, Sp.An
KEPANITERAAN KLINIK MADYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2015
1
Journal Reading
Manajemen jalan nafas saat perioperatif dalam kasus penyempitan dan penyimpangan trakea akibat penyakit gondok multinodular: laporan kasus
Yabasin Iddrisu Baba 1,2 *, Abass Adam 3, Sam-Awortwi Wilfred 4, Mohammed Mohammed Ibrahim 5, Andreas Reith 6, Yangyuoru Jacob Bagviel 7 Phu Du Nguyen 7, Sylvanus Kampo 8 dan Juventus Benogle Ziem 5
* Korespondensi: Yabasin Iddrisu Baba [email protected]
Abstrak
Latar Belakang: Di seluruh dunia, endemik penyakit gondok sering terjadi pada daerah dengan asupan yodium yang tidak mencukupi. Di beberapa negara yang lain, mungkin tidak mengalami kekurangan asupan yodium namun masih terdapat kasus penyakit gondok, ini terjadi karena adanya kandungan goitrogens dalam makanan yang akhirnya mengarah ke pembesaran kelenjar tiroid dengan mengganggu produksi normal hormon tiroid. Pada kawasan Sub-Sahara Afrika, kekurangan yodium tersebar luas dan menjadi perhatian kesehatan masyarakat. Namun, didaerah tersebut mengalami keterbatasan diagnostik dan manajemen sehingga sering mengakibatkan penyakit gondok berdiri lama yang akhirnya berkembang menjadi gondok besar yang berakibat terjadinya kompresi saluran nafas.
Presentasi Kasus: Seorang wanita 74 tahun didiagnosis dengan multi nodular goiter yang dibius untuk oprasi tiroidektomi sub-total. Penyakit gondok tersebut besar dan multi nodular sehingga mendorong trakea ke sisi kiri leher. Hal ini kemudian menyebabkan kompresi trakea sehingga terjadi penyempitan dan penyimpangan. Selama induksi general anestesi, intubasi menggunakan teknik bronkoskopi selang yang fleksibel tidak mungkin. Intubasi trakea dicapai melalui trakeostomi menggunakan ukuran 7-mm tabung endotrakeal yang di fiksasi. Kami menyajikan kasus ini panjang lebar dan menggambarkan bagaimana jalan nafas dijamin selama dan setelah operasi.
Kesimpulan: Manajemen jalan nafas untuk tiroidektomi pada kasus penyakit gondok yang besar dengan gangguan jalan nafas bisa dipertimbangkan dilakukannya trakeostomi pada sebagian besar rumah sakit di negara-negara berkembang di mana peralatan anestesi canggih tidak tersedia.
Kata kunci: Gondok Multinodular, saluran nafas, tiroidektomi, intubasi, trakeostomi
2
Latar Belakang
Secara global, endemik penyakit gondok sering terjadi pada daerah dengan asupan
yodium yang tidak mencukupi.1,2 Di beberapa negara yang lain, mungkin tidak mengalami
kekurangan asupan yodium namun masih terdapat kasus penyakit gondok, ini terjadi karena
adanya kandungan goitrogens dalam makanan yang akhirnya mengarah ke pembesaran kelenjar
tiroid dengan mengganggu produksi normal hormon tiroid.3 Pada kawasan Sub-Sahara Afrika,
kekurangan yodium tersebar luas dan menjadi perhatian kesehatan masyarakat. Namun,
didaerah tersebut mengalami keterbatasan diagnostik dan manajemen sehingga sering
mengakibatkan penyakit gondok berdiri lama yang akhirnya berkembang menjadi gondok besar
yang berakibat terjadinya kompresi saluran nafas.4
Tiroidektomi diindikasikan untuk pengelolaan penyakit gondok yang besar dengan
tujuan penatalakasanaan cepat dan efektif menekan gejala sistemik. Terdapatnya kompresi dan
deviasi trakea yang disebabkan oleh penyakit gondok yang besar dapat mengganggu proses
intubasi selama general anestesi. Untuk menghindari kegawatan jalan nafas dan akibat buruk
pernafasan, harus dipastikan terlebih dahulu manajemen jalan nafas yang tepat selama anestesi
berlangsung.5,6,7 Penilaian pra-anestesi sebelum oprasi sering ditemukan adanya kesulitan
intubasi.7,8
Anestesi untuk oprasi bagian kepala dan leher merupakan sebuah tantangan bagi ahli
anestesi dan ahli bedah karena terbatasnya area jalan nafas.9 Dalam kasus tersebut, pada saat
induksi anestesi umum akan menyebabkan kesulitan dalam intubasi endotrakeal dan bahkan
masker ventilasi.10 Dalam keadaan sulit seperti itu, adalah wajar untuk membuat jalan alternatif
dalam memanajemen jalan nafas.
Laporan kasus ini menggambarkan pengelolaan jalan nafas yang bermasalah akibat
penyakit gondok multinodular selama oprasi tiroidektomi di sebuah rumah sakit tropis Ghana.
Laporan kasus
Kasus ini adalah seorang wanita berusia 74 tahun didiagnosis dengan penyakit gondok
multi-nodular dengan deviasi trakea yang berat dan terjadi penyempitan. Pasien pertama kali
melihat benjolan dileher lebih dari 10 tahun yang lalu dan semakin membesar tiap tahunnya.
3
Selama periode enam bulan ini, ia mengeluhkan adanya sesak nafas dalam posisi terlentang dan
membaik pada saat duduk atau berdiri. Kemudian, dia juga mengeluh sulit menelan makanan
yang padat dan suara menjadi serak. Dia adalah seorang dengan hipertensi terkontrol dan tidak
terdapat penyakit sistemik yang lain.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang wanita tua yang sangat gemuk (BMI =
35.2kg/m2). Dia berbicara dan nafas spontan tanpa kesulitan saat berdiri dan posisi duduk namun
berubah menjadi stridor dan sesk nafas saat posisi tidur terlentang. Tekanan darahnya 143/69
mmHg, denyut jantung 75x/menit teratur dalam posisi duduk. Pada auskultasi dada didapatkan
suara paru vesikuler normal tanpa ada suara tambahan. Pemeriksaan sistemik lainnya tidak
didapatkan kelainan apapun. Dia punya benjolan pada leher depan yang multinodular dengan
ukuran sekitar 12cmx8cm yang meluas lateral kanan leher. Jarak thyromental tidak dapat
diukur karena terdapat benjolan yang besar. Meskipun mobilitas pada leher lateral tidak
dibatasi, namun sangat terganggu saat pasien ekstensi leher. Pembukaan mulut adekuat, gigi
seri atas utuh dengan kelas Mallampati level 4 pada saluran nafas atas. Gambar 1 adalah
gambaran leher depan pasien yang menunjukkan penyakit gondok multinodular yang besar.
Gambar 1 : Multinodular gondok 12x8cm.
Pada foto x-ray dada dan leher menunjukkan trakea bergeser ke sisi samping kiri leher.
Gambar 2 adalah hasil x-ray antero-posterior leher dan dada yang menunjukkan penyempitan
dan deviasi trakea kearah kiri.
4
Gambar 2 : Foto X-ray antero-posterior yang menunjukkan terjadinya deviasi trakea.
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, fungsi pembekuan darah, elektrolit, kadar
ureum kreatinin dan pemeriksaan tiroid dalam batas normal. Pasien didiagnosis Penyakit
gondok multinodular dengan gangguan jalan nafas dan pasien dijadwalkan untuk oprasi
tiroidektomi subtotal.
Manajemen Jalan Nafas
Untuk mengamankan jalan nafas sebagai ventilasi, intubasi dengan selang telah dicoba
namun gagal karena penyimpangan trakea yang berat. Situasi dan alternatif yang lain dalam
kondisi terbatas, pada negara berkembang kemudian dibahas secara luas oleh tim. Setelah
pertimbangan yang cermat dan meninjau dari fakta bahwa sesak nafas pasien karena gondok
besar yang meningkat selama beberapa bulan terakhir, keputusan dibuat untuk melakukan suatu
elektif trakeostomi dengan syarat bahwa masker jalan nafas laring dapat dimasukkan secara
efektif dan pasien dapat berventilasi cukup melalui masker laring. Kenyataannya bahwa
seorang yang berpengalaman dalam operasi penyakit gondok dan spesialis operasi fasialis dan
leher keduanya berkontribusi mengambil keputusan ini.
Pasien dimasukkan ke dalam posisi terlentang, dengan oksigenasi 100% oksigen melalui
masker wajah selama 15 menit dan dibius intravena dengan Fentanyl 100 mcg dan ditambah
propofol 150 mg intravena. Setelah berhenti respirasi spontan, ventilasi dikontrol melalui
masker dilakukan tanpa adanya masalah. Anestesi kemudian diperdalam dengan remifentanil
100 mcg dan dipelihara dengan menggunakan 1% propofol dengan dosis 5mg/ kg/ jam dan
5
remifentanyl 0.5mcg/kg/menit melalui rute intravena. Sepanjang upaya mengamankan jalan
nafas, saturasi oksigen arteri dipertahankan antara 95% -100% dengan ventilasi masker wajah.
Juga diberikan deksametason 8mg secara intravena untuk meminimalkan peradangan laring dan
trakea. Selanjutnya, laryngeal mask airway (LMA) ukuran 4 dimasukkan melalui rongga mulut
ke hipofaring dan balon pengunci diberikan udara 30 ml untuk fiksasi. Sirkuit pernafasan dari
mesin anestesi terhubung ke LMA dan dada di auskultasi untuk memastikan bahwa paru-paru
sama-sama memiliki ventilasi yang memadai. Untuk menghindari komplikasi bedah karena
ukuran gondok yang besar, prosedur trakeostomi dilakukan hati-hati dan berlangsung 30 menit.
Trakea akhirnya diintubasi melalui stoma trakeostomi menggunakan selang endotrakeal ukuran
7 mm yang difiksasi. Selang endotrakeal terhubung ke sirkuit pernafasan dari mesin anestesi
dan disesuaikan sampai ventilasi memadai serta simetris pada kedua paru(pertama). Untuk
mencegah aspirasi isi lambung ke dalam trakea, udara balon ditingkatkan dengan10 ml udara
dan tabung endotrakeal dijamin dengan jahitan bedah ( Gambar 3 ). Pasien diventilasi dengan
100% oksigen ke seluruh prosedur trakeostomi. Selanjutnya, balon udara pada LMA itu
kempeskan dan LMA dengan perlahan dilepas. Tiroidektomi dilanjutkan seperti biasa dan
dengan hati-hati.
Gambar 3 : Jalan nafas dijamin melalui stoma trakeostomi.
Setelah tiroidektomi subtotal berhasil, karet bougie elastis steril dimasukkan ke dalam
trakea melalui stoma trakeostomi maju ke arah retrograde ke arah rongga mulut (pertama)
(Gambar 4 ).
6
Gambar 4 : Karet bougie elastis ke arah rongga mulut dari stoma trakeostomi.
Melalui rongga mulut, selang endotrakeal yang kedua dengan ukuran 7 mm dikunci
dengan karet bougie elastis kemudian dengan lembut dimasukan ke dalam trakea ( Gambar 5 ).
Gambar 5 : Selang endotrakeal bertukar sebelum penutupan trakeostomi stoma dan seluruh
luka.
Setelah dokter bedah telah mengamankan ujung distal dari selang yang melalui mulut,
dengan pinset balon tabung endotrakeal yang pertama dikempeskan dan dikeluarkan melalui
stoma trakeostomi. Tabung endotrakeal yang kedua maju kedalam dibawah stoma trakeostomi,
balon udara dikunci dan tabung terhubung ke sistem pernapasan. Kemudian stoma trakeostomi
dan seluruh luka operasi ditutup perlapisan setelah mengamankan homeostasis. Bronkoskopi
dapat dilakukan melalui tabung endotrakeal untuk mengamati bagian distal saluran nafas untuk
memeriksa perdarahan dan cincin trakea yang terlihat untuk menilai adanya trakeomalasia atau
tidak. Bila pemeriksaan bronkoskopi jalan nafas aman dapat dilanjutkan ekstubasi pabila
seorang pasien benar-benar terjaga. Setelah pemberian propofol dihentikan dan remifentanil
dikurangi, ditunggu pasien hingga respirasi spontan, juga dapat dibantu dalam waktu 20 menit
dengan bantuan ventilasi dan pada tubuh bagian atas ditinggikan 45 derajat, dosis obat
penenang remifentanil papat dibertahankan 0,04 mcg/kg/min untuk mencegah iritasi trakea oleh
karena selang endotrachel. Lima menit setelah menghentikan infus remifentanil pasien
diekstubasi sepenuhnya. Setelah ekstubasi, ventilasi pasien masih dibantu oleh masker anestesi
7
dengan FiO2 0,3 selama lima menit dan menerapkan tekanan positif untuk mencegah
atelektasis. Pasien kemudian dipindahkan ke bangsal untuk pemulihan dan dipelihara respirasi
spontan dengan oksigen 4L / menit melalui masker wajah ( Gambar 6 ). Semua tanda-tanda
vital dipertahankan normal dan pasien dipantau di ruang pemulihan selama 24 jam.
Gambar 6 : Pasien setelah operasi.
Diskusi
Banyak pada negara berkembang, penyakit gondok multinodular disebabkan oleh
kekurangan konsumsi yodium. Beberapa penyakit gondok ini bertahan lama dan dapat
membesar dan membahayakan jalan napas. Tiroidektomi dilakukan bertujuan untuk
mengamankan jalan napas agar menghindari gangguan pernapasan. Tiroidektomi dalam
keadaan sulit terkait dengan kesulitan dalam manajemen jalan napas selama dan setelah
operasi. Beberapa kesulitan ini adalah karena obstruksi trakea , trakeomalasia dan luka pada
pita suara. Kesuliatan pada menajemen jalan nafas adalah prioritas penting untuk ahli anestesi
dan juga ke dokter bedah. Kegagalan untuk oksigenasi atau ventilasi pada paru-paru selama
anestesi yang sering dan diduga menyebabkan kerusakan otak atau kematian. Manajemen jalan
nafas yang hati-hati selama dan setelah operasi diperlukan untuk mengurangi angka kematian
selama operasi. Kondisi komorbiditas dan beberapa karakteristik pasien seperti edema laring,
pembengkakan leher anterior, leher pendek dan obesitas lebih mungkin memperburuk kesulitan
napas. Dalam keadaan seperti kesulitan intubasi yang diharapkan.6,11 Peningkatan yang
signifikan dalam kejadian kesulitan dalam intubasi endotrakeal pada pasien dengan kelas
Mallampati 3/4 napas dan mobilitas leher kurang dari 90 ° telah ditunjukkan selama operasi
tiroid.10 Keadaan kami ini sejalan dengan temuan ini sebagai pasien dengan kelas Mallampati 4
dan mobilitas leher dibatasi selama penilaian anestesi pra operasi.
8
Tingkat distorsi saluran napas, bersangkutan dengan fakta bahwa pasien memiliki
riwayat kegagalan intubasi mengharuskan perlunya perencanaan yang tepat dari manajemen
airway dalam kasus ini. Metode ini tepat direncanakan, didiskusikan dengan pasien dan
informed consent .
Selama induksi anestesi, kedua metode intubasi menggunakan karet bougie elastis dan
teknik fibroptic sebelumnya gagal karena sangat menyimpang airway. Intubasi fibreoptic
fleksibel biasanya dianggap sebagai standar emas pada pasien semacam ini tapi itu tidak
mungkin pada pasien ini.12 Mengandalkan pada LMA akan berisiko karena ada terikat menjadi
kompromi jalan napas sudah dikompresi selama operasi. Selain itu, LMA akan mengakibatkan
aspirasi pada pasien selama operasi. Prosedur dengan menggunakan intubasi dan
mengamankan jalan napas dilakukan jika dipastikan operasi berjalan dengan baik tanpa
komplikasi pernapasan. Pilihan untuk trakeostomi memberi dapat mengontrol dan
mengamankan jalan napas selama dan setelah operasi. Trakeostomi tidak umum dilakukan di
sebagian besar rumah sakit di negara-negara berkembang bahkan ketika ada indikasi untuk
prosedur ini. Pada kesempatan langka ketika trakeostomi dilakukan biasanya pada orang-orang
yang tidak memiliki pembengkakan leher anterior.gold standart untuk pasien dengan deviasi
napas berat dan penyempitan teknik intubasi fibreoptic fleksibel, instrumen yang tidak tersedia
untuk sebagian besar rumah sakit di negara-negara berkembang. Trakeostomi adalah jalan
terakhir dalam kasus di mana intubasi fibreoptic tidak mungkin. Namun, trakeostomi
merupakan prosedur invasif dan keahlian dan pengalaman dengan prosedur yang masih kurang
di sebagian besar rumah sakit tersebut. Juga anatomi leher anterior pada banyak pasien dengan
goiter multinodular besar terdistorsi.
Namun, dengan perencanaan yang tepat antara dokter anestesi dan ahli bedah prosedur
aman dapat dilakukan di sebagian besar rumah sakit ini untuk menyelamatkan nyawa pasien
yang biasanya hadir terlambat dengan mengancam kehidupan goiter multinodular
mengakibatkan kompresi napas dan penyimpangan.
Dalam kasus indeks prosedur dilakukan secara aman dengan komplikasi bedah atau
anestesi tidak intraoperatif atau pasca operasi. Trakeostomi untuk goiter multinodular besar bisa
sangat menantang, terutama goiter sangat vascularized. Dengan seleksi yang tepat pasien,
pengalaman yang memadai dalam operasi goiter, dan adanya ahli anestesi terampil, trakeostomi
adalah prosedur yang dapat dipertimbangkan dalam keadaan di mana ada kekurangan alat
9
anestesi canggih untuk memberikan anestesi untuk pasien dengan deviasi napas berat dan atau
penyempitan .
Kesimpulan
Manajemen jalan nafas untuk tiroidektomi dengan penyakit gondok yang besar dengan
gangguan jalan nafas yang berat bisa dipertimbangkan untuk trakeostomi di sebagian besar
rumah sakit di negara-negara berkembang di mana peralatan anestesi canggih tidak tersedia.
Referensi 1. Delange F. The disorders induced by iodine deficiency. Thyroid. 1994; 4:107-28. 2. Hetzel BS. Iodine deficiency: a global problem. Med J Aust. 1996; 165:28-9.3. McLaren EH and Alexander WD. Goitrogens. Clin Endocrinol Metab.1979; 8:129-44. 4. Rumstadt B, Klein B, Kirr H, Kaltenbach N, Homenu W and Schilling D.Thyroid surgery in Burkina Faso, West Africa: experience from a surgical help program. World J Surg. 2008; 32:2627-30.5. Caplan RA, Posner KL, Ward RJ and Cheney FW. Adverse respiratory events in anesthesia: a closed claims analysis. Anesthesiology. 1990; 72:828-33. 6. Farling PA. Thyroid disease. Br J Anaesth. 2000; 85:15-28.7. Benumof JL. Management of the difficult adult airway. With special emphasis on awake tracheal intubation. Anesthesiology. 1991; 75:1087-110. 8. Apfelbaum JL, Hagberg CA, Caplan RA, Blitt CD, Connis RT, Nickinovich DG, Benumof JL, Berry FA, Bode RH, Cheney FW, Guidry OF and Ovassapian A. Practice guidelines for management of the difficult airway: an updated report by the American Society of Anesthesiologists Task Force on Management of the Difficult Airway. Anesthesiology. 2013; 118:251-70. 9. Mason RA and Fielder CP. The obstructed airway in head and neck surgery. Anaesthesia. 1999; 54:625-8. 10. Bouaggad A, Nejmi SE, Bouderka MA and Abbassi O. Prediction of difficult tracheal intubation in thyroid surgery. Anesth Analg. 2004; 99:603-6. 11. Lacoste L, Gineste D, Karayan J, Montaz N, Lehuede MS, Girault M, Bernit AF, Barbier J and Fusciardi J. Airway complications in thyroid surgery. Ann Otol Rhinol Laryngol. 1993; 102:441-6.12. Dabbagh A, Mobasseri N, Elyasi H, Gharaei B, Fathololumi M, Ghasemi M and Chamkhale IB. A rapidly enlarging neck mass: the role of the sitting position in fiberoptic bronchoscopy for difficult intubation. Anesth.Analg. 2008; 107:1627-9.
Orde Cetak Ulang
10