kasus 2

Upload: sitti-munawarah-ii

Post on 01-Mar-2016

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kasik toksikologi baru

TRANSCRIPT

NAMA : SRI WAHYUN (F1F1 12 005)

AL FIRA AHMAD SIPA (F1F1 12 006)

KELOMPOK : 2 (DUA)

A retired man became ill after working 3 hr in his basement workshop. He had been using a commercial paint and varsih remover to strip a piece of furniture. The product contained methylene chloride. On admission to the hospital, he complained of chest pain and discomfort. He also brought the can of paint and varnish remover with him.

The attending physician found that the victim had experienced an anterior wall myocardial infarction. The physician noted the name of the ingredient in the stripping product; the label did indicate that the product should be used only in a well-ventilated area. However, the physician did not associate the victims symptoms with the use of the product.

The patient returned home 2 weeks later and resumed his project. Shortly, he experienced severe chest pains and was readmitted. This time his diagnosis stated severe myocardial infarction complicated by cardiogenic shock. Six months after recovery, the man again attempted to complete his task. He entered his workshop and although he worked slowly and without unnecessary effort, soon collapsed and died.

This case illustrates that an uninformed health care provider failed a commercial product containing methylene chloride. The physician did not understand that methylene chloride is metabolized to carbon monoxide. The resulting carboxyhemoglobin placed consider able stress on the victims cardiovascular system, with each subsequent exposure causing increased damage. It is unfortunate that the symptoms that necessitated admission to the hospital on both occasions were not associated with the paint and varnish remover. The victim could have been warned not to use these products again, especially in a closed environment. His life may have been spared.Artinya : Seorang pensiunan itu sakit setelah bekerja 3 jam di bengkel lantai dasar rumahnya. Dia telah menggunakan cat dan pernis remover komersial untuk strip sepotong mebel. Dalam Produk terdapat metilen klorida. Pada saat masuk ke rumah sakit, ia mengeluh sakit dada dan ketidaknyamanan. Dia juga membawa sekaleng cat dan pernis remover bersama dengan dia.Dokter yang menemukan bahwa korban telah mengalami infark miokard di dinding anterior. Dokter mencatat nama bahan dalam produk pengupasan; label itu menunjukkan bahwa produk harus digunakan hanya di area yang berventilasi baik. Namun, dokter tidak mengaitkan gejala korban dengan penggunaan produk.Pasien kembali ke rumah 2 minggu kemudian dan melanjutkan proyeknya. Tak lama, ia mengalami sakit dada yang parah dan diperiksa kembali. Kali ini diagnosisnya menyatakan infark miokard berat dipersulit oleh syok kardiogenik.Enam bulan setelah pemulihan, pria itu kembali mencoba untuk menyelesaikan tugasnya. Ia masuk bengkel dan meskipun ia bekerja perlahan-lahan dan tanpa usaha yang cukup, dia cepat pingsan dan akhirnya meninggal.Kasus ini menggambarkan bahwa penyedia layanan kesehatan kurang informasi kegagalan produk komersial yang mengandung methylene chloride. Dokter tidak mengerti bahwa metilen klorida dimetabolisme menjadi karbon monoksida. Karboksihemoglobin yang dihasilkan ditempatkan dipertimbangkan mampu menekankan pada sistem kardiovaskular korban, dengan masing-masing paparan berikutnya menyebabkan kerusakan meningkat. Sangat disayangkan bahwa gejala yang mengharuskan masuk ke rumah sakit pada kedua kesempatan tidak terkait dengan cat dan pernis remover. Korban bisa saja diperingatkan untuk tidak menggunakan produk ini lagi, terutama dalam lingkungan tertutup. Hidupnya mungkin sudah diselamatkan.~Pertanyaannya~1. siapa yang salah atas tragedi ini - produsen produk, dokter, atau pasien? atau penjual produk? 2. Langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mencegah keracunan tersebut agar tidak berulang?Jawab :

1. Dokter yang salah dalam kasus ini, karena seorang dokter seharusnya memberikan informasi yang jelas kepada pasien tersebut, dan harus menjelaskan bahwa cat dan pernis remover yang pasien tersebut gunakan sangat berbahaya untuk kesehatan pasien. Dokter adalah sosok yang cukup menjadi tumpuan masyarakat dalam hal kesehatan, terutama dalam proses penyembuhan penyakit. Sosok dokter cukup dihormati di kalangan masyarakat Indonesia. Peran dokter layaknya malaikat penolong bagi si sakit, membantu mengatasi permasalahan berkaitan dengan gangguan fisik yang dialami. Ketrampilan profesional dokter yang kurang menjadi salah satu penyebab terjadinya kasuskasus malpraktek. Seperti halnya ketrampilan diagnostik, ketrampilan komunikasi dokter dengan pasien yang merupakan inti dari proses transfer informasi, akan membantu dokter untuk membuat diagnosa yang tepat terhadap keluhan pasien, atau dalam kata lain menentukan pengambilan keputusan terhadap tindakan yang akan dilakukan dokter kepada pasien. Dalam semua kasus malpraktek kedokteran, pasien tentu adalah pihak yang dirugikan. Kerugian yang ditanggung tidak hanya secara materil, namun lebih dari itu bisa saja berupa kerugian secara kejiwaan dan mental pasien beserta keluarga (Moordiningsih, 2004).

Layanan kedokteran adalah suatu sistem yang kompleks dan rentan akan terjadinya kecelakaan, sehingga harus dilakukan dengan penuh hati-hati oleh orang-orang yang kompeten dan memiliki kewenangan khusus untuk itu. Antara dokter dan pasien ada saling ketergantungan yang sangat erat antara satu dengan yang lainnya. Di satu pihak masyarakat memerlukan kehadiran dokter untuk menyembuhkan penyakitnya, sedang di pihak lain dokter dalam menjalankan profesinya membutuhkan masyarakat (Latifah,). Proses mendiagnosis penyakit merupakan bagian yang penting dalam perjalanan pengobatan pasien. Oleh karena itu, posisi dokter memiliki peran penting dalam proses pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit.

Interaksi dokter-pasien yang bersifat professional seringkali tidak seimbang, artinya dokter yang aktif memberikan gagasan tindakan dan mengambil inisiatif bertindak, sedangkan pasien secara pasif menerima saran dan mematuhi instruksi dokter. Dalam hal menginformasikan penyakit yang diderita pasien, dokter seharusnya menyampaikan informasi consent, semacam pemberitahuan tentang penyakit pasien, tindakan yang tidak akan dilakukan dan resiko apa yang mungkin terjadi dari suatu tindakan sebelum tindakan itu dilakukan.

Dokter dituntut memiliki pemahaman tentang cara berkomunikasi. Komunikasi dokter-pasien diartikan sebagai komunikasi yang berlangsung antara dokter sebagai ahli pengobatan, dengan pasien sebagai orang yang diobati. Dari komunikasi tersebut, diharapkan terjadi kesamaaan makna dalam mendiagnosis penyakit oleh dokter terhadap pasiennya. Kesamaan makna dipengaruhi oleh beberapa faktor, dokter misalnya dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman medis, atau juga lingkungannya. Keawaman pasien, misalnya minimnya pengetahuan dasar pasien mengenai aspek kesehatan, pengetahuan mengenai penyakit yang diderita, serta ketidaktahuan pasien penyakit yang diderita, serta ketidak tahuan pasien tentang hak dan kewajibannya dapat berpengaruh dalam mencapai diagnosis yang benar.

Diagnosi penyakit pasien dilakukan berdasarkan hasil komunikasi verba dan non verba. Komunikasi verba berlangsung melalui tatap muka dan percakapan tentang keluhan-keluhan pasien terhadap penyakit yang dirasakan, sedangkan komunikasi non verbal terjadi melalui symbol-simbol fisik pasien dan hasil laboratorium, ronsen, USG, dan rekam medic. Kesalahan dalam menangkap pemahaman makna dalam symbol-simbol dunia kedokteran akan berakibat negative bagi pasien, bahkan bias menimbulkan malpraktek.

Infark miokard merupakan sindrom klinis dengan dua dari tiga kombinasi karakteristik yaitu gejala tipikal infark miokard (nyeri maupun ketidaknyamanan dada), peningkatan kadar enzim jantung, dan perubahan gambaran elektrokardiogram yang mendeskripsikan suatu infark. Semua karakteristik itu menggambarkan daerah infark di jantung (miokard) akibat berkurangnya suplai darah ke area tersebut. Akibatnya, akan terjadi kerusakan miokard secara progresif dan irreversible, yang dapat menyebabkan gagal jantung hingga kematian (Amin, 2013). Metilen Klorida merupakan sejumlah kecil senyawa surfaktan untuk produksi pestisida, karet buti dalam pelarut, dalam proses produksi

2. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegah keracunan tersebut agar tidak berulang yaitu: Dokter menginformasikan penyakit yang diderita pasien, dokter seharusnya menyampaikan informasi consent, semacam pemberitahuan tentang penyakit pasien, tindakan yang tidak akan dilakukan dan resiko apa yang mungkin terjadi dari suatu tindakan sebelum tindakan itu dilakukan. Dokter juga menjelaskan bahwa kandungan yang ada di dalam cat dan pernis remover sangat berbahaya jika digunakan dalam ruangan yang tertutup atau tidak memiliki ventilasi yang baik sehingga pasien dapat mengerti dan tidak lagi menggunakan cat dan pernis remover tersebut. Seharusnya pasien tidak menggunakan produk cat dan pernis remover lagi setelah mengalami sakit dada berulang.Alfitri, 2006, Komunikasi Dokter-Pasien, Mediator, Vol. 7 (1).Latifah, Nurul., 2012, Pertanggung Jawaban Pidana Dokter Dalam Kasus Malpraktek Medik Menurut KUHP, Yogyakarta.Moordiningsih, Faturochman, 2010, Proses Pengambilan Keputusan Dokter (Physician Decision Making), Jurnal Psikologi, Vol. 33 (2).