konflik terpecahnya partai golkar (munas bali · pdf fileyang terjadi bersifat pembenaran atas...

18
KONFLIK TERPECAHNYA PARTAI GOLKAR (Munas Bali dan Munas Jakarta) LAPORAN Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah: Sosiologi Komunikasi Dosen Pengampu: Bapak Ahmad Faqih, S.Ag., M.Si Disusun Oleh : Muhimmatun Nasikhah (131211127) FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2014

Upload: phunghanh

Post on 03-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KONFLIK TERPECAHNYA PARTAI GOLKAR

(Munas Bali dan Munas Jakarta)

LAPORAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester

Mata Kuliah: Sosiologi Komunikasi

Dosen Pengampu: Bapak Ahmad Faqih, S.Ag., M.Si

Disusun Oleh :

Muhimmatun Nasikhah (131211127)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2014

Sosiologi Komunikasi Page 1

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta

atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Dewasa ini partai politik

sudah sangat akrab di lingkungan kita. Sebagai lembaga politik, partai bukan

sesuatu yang sendirinya ada. Kelahirannya mempunyai sejarah cukup panjang,

meskipun juga belum cukup tua. Bisa dikatakan partai politik merupakn

organisasi yang baru dalam kehidupan manusia, jauh lebih muda

dibandingkan dengan organisasi negara. Dan ia baru ada di negara modren.

Sebagai subyek penelitian ilmiah, partai politik tergolong relatif muda.

Baru pada awal abad ke-20 studi mengenai masalah ini dimula. Sarjana-

sarjana yang berjasa mempelopori antara lain adalah M. Ostrogorsky(1902),

Robert Michels(1911), Maurice Duverger(1951), dan sigmound

Neumann(1956). Setelah itu, beberapa sarjana behavioralis, seperti Joseph

Lapalombara dan Mayron Weiner, secara khusus meneropong masalah partai

dalam hubungan nya dengan pembangunan politik. Dari hasil sarjana-sarjana

ini nampak adanya usaha serius kearah penyusunan suatu teori yang

kompherensip (menyeluruh) mengenai partai politik. Akan tetapi, sampai pada

waktu itu, hasil yang dicapai masih jauh dari sempurna, bahkan bisa dikatakan

tertinggal, bila dibandingka dengan penelitian penelitian bidang lain di dalam

ilmu politik.

II. IDENTIFIKASI MASALAH

Belakangan muncul istilah Musyawarah Nasional (Munas) Tandingan

dan DPP (Dewan Pimpinan Pusat) Tandingan di dalam tubuh Partai Golkar.

Tuduhan itu ditujukan terhadap Munas yang berlangsung di Ancol, Jakarta,

pada tanggal 6-8 Desember 2014, termasuk keputusan-keputusannya. Soalnya,

pada tanggal 30 November sampai 2 Desember 2014, sudah berlangsung

Munas di Bali. Dua struktur DPP juga sudah dilaporkan kepada Kementerian

Sosiologi Komunikasi Page 2

Hukum dan HAM, guna diverifikasi dan dinyatakan sebagai kepengurusan

yang sah menurut hukum positif yang berlaku.

Banyak pendapat berserakan di media massa menyangkut Munas mana

yang legal, mana yang abal-abal. Termasuk putusan-putusan yang sudah

diambil. Kebanyakan informasi itu sepotong-sepotong, tanpa pendalaman

terhadap Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) dan

Peraturan Organisasi (PO) lainnya dalam tubuh Partai Golkar. Padahal, untuk

ukuran partai sebesar Partai Golkar, pemahaman atas AD, ART dan PO itu

menjadi pintu masuk yang penting, guna mendapatkan informasi yang

objektif.

Belum lagi komentar dari politisi Partai Golkar sendiri yang tidak

memberikan informasi akurat menyangkut konflik yang terjadi. Debat-debat

yang terjadi bersifat pembenaran atas kubu masing-masing. Bahkan, sinisme,

eufimisme, bahkan propaganda muncul dalam bentuk paling telanjang.

Padahal, sebagai sesama kader Partai Golkar, seyogianya dialog atau debat

politik yang berlangsung dilakukan secara rasional, konstruktif dan bersifat

memberikan pendidikan politik bagi publik. Politisi yang memancing polemik

atau sentimen negatif saja akan memberi dampak politik yang tidak baik bagi

Partai Golkar, terlepas dari kubu manapun yang diaku sah atau tidaknya oleh

pengadilan.

Konflik yang dihadapi Partai Golkar tahun 2014 ini adalah konflik

terbesar sepanjang sejarah partai moderen ini. Sejumlah kader yang ikut

membesarkan atau dibesarkan Partai Golkar dipecat. Dalam usia 50 tahun,

partai politik tertua ini justru mengalami masalah yang diperkirakan akan

mengubah wajah Partai Golkar ke depan. Bukan hanya sisi legalitas,

melainkan juga dalam kaitannya dengan konsolidasi demokrasi yang sedang

berjalan.

Sosiologi Komunikasi Page 3

Sehingga, diperlukan kehati-hatian dalam menyelesaikan masalah ini,

baik dari kalangan internal Partai Golkar, maupun pihak terkait, termasuk dan

terutama pemerintah dan lembaga peradilan. Apabila penanganan yang

dilakukan emosional dan pamer kekuasaan semata, bisa dipastikan bahwa

Partai Golkar bakalan mengalami konflik permanen, struktural dan masif yang

sulit dicarikan jalan keluar. Bisa saja kader-kader Partai Golkar keluar dengan

kesadaran sendiri, bergabung dengan partai politik lain, atau malah

mendirikan partai politik baru. Konflik yang selama ini terkelola dengan baik,

hanya berlangsung secara tertutup, belakangan menjadi terbuka dan diketahui

oleh masyarakat luas.

Dari uraian diatas memberikan pengenalan konflik yang akan dibahas

di deskripsi objek studi yaitu :

1. Bagaimana konflik yang terjadi pada partai golkar ?

2. Apasajakah faktor-faktor yang melatar belakangi timbulnya konflik

golkar ?

III. DESKRIPSI OBJEK STUDI

Pemberian mandat kepada Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal

Bakrie (ARB) dalam Rapimnas VI Partai Golkar di Jakarta pada tanggal 18

Mei 2014. Mandat itu berisi dua opsi, yakni:

(1) menetapkan ARB sebagai Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden

Partai Golkar.

(2) Memberikan kewenangan dan mandat penuh kepada ARB untuk

mengambil kebijakan politik dan menentukan arah koalisi.

Fakta politik yang terjadi, ARB tidak berhasil menjadi Capres atau

Cawapres, melainkan mengusung pasangan Capres Prabowo Subianto dan

Cawapres Hatta Rajasa. Padahal, dalam pemahaman yang berbeda, mandat

penuh hanya diberikan dalam konteks ARB sebagai Capres atau Cawapres,

bukan malah membawa Partai Golkar untuk mengusung pasangan Capres dari

non kader dan partai politik lain.

Sosiologi Komunikasi Page 4

Upaya Partai Golkar mengusung Prabowo-Hatta ternyata tidak diikuti oleh

semua pengurus, fungsionaris dan kader Partai Golkar. Secara terbuka, atau

tertutup, beberapa pengurus, fungsionaris dan kader mendukung pasangan

Jokowi-JK untuk Pilpres yang digelar pada 7 Juli 2014. Keberadaan JK

sebagai mantan Ketua Umum Partai Golkar menjadi alasan utama dibalik

dukungan itu. Di sinilah drama politik internal Partai Golkar dimulai. Janji

yang diucapkan ARB untuk tidak memecat kader yang berbeda haluan itu

ternyata dilanggar. Padahal, berkali-kali ARB mengatakan bahwa pengurus

atau fungsionaris yang bersangkutan cukup meletakkan jabatan, selama

Pilpres berlangsung. Proses inilah yang bermuara kepada pemecatan tiga

orang kader Partai Golkar dari keanggotaan partai, yakni Agus Gumiwang

Kartasasmita, Nusron Wahid dan Poempida Hidayatullah.

Usai kekalahan pasangan Prabowo-Hatta, masalah baru kemudian muncul,

yakni waktu pelaksanaan Munas Partai Golkar. Kader-kader senior yang

terlibat dalam Munas Riau mengingatkan soal perbedaan antara AD Partai

Golkar dengan rekomendasi Munas. Sesuai dengan amanat pasal 30 AD Partai

Golkar, Munas adalah pemegang kekuasaan tertinggi partai yang diadakan

sekali dalam 5 (lima) tahun. Mengingat Munas Riau 2009 berakhir pada

tanggal 08 Oktober 2009, berarti Munas Partai Golkar dilaksanakan selambat-

lambatnya tanggal 08 Oktober 2014. Hanya saja, ada rekomendasi Munas

Riau yang menyebutkan perpanjangan waktu kepengurusan, sampai tahun

2015. Upaya sebagian kader yang mendesak agar Munas Partai Golkar

disesuaikan dengan AD Partai Golkar dilakukan ternyata tidak disambut

positif oleh DPP Partai Golkar.

Bukan malah berupaya memberikan penjelasan yang memadai terkait

perbedaan tafsiran antara penganut AD Partai Golkar versus rekomendasi

Munas Riau, DPP Partai Golkar dibawah ARB malahan memberikan sanksi

kepada pengurus DPP Partai Golkar yang mendesak Munas dilaksanakan

Sosiologi Komunikasi Page 5

sesuai dengan AD Partai Golkar. Sejumlah pengurus dicopot atau digeser dari

jabatannya. Bahkan, muncul ucapan, “Apa mereka yang menghendaki Munas

Oktober 2014 itu tidak ingat Surat Keputusan sebagai Dewan Pengurus DPP

Partai Golkar yang diberikan ke tangan mereka?” Konflik ini bisa

disembunyikan, mengingat kedewasaan politisi Partai Golkar. Walaupun

demikian tetap saja sejumlah pengurus DPP Partai Golkar hilang dalam

struktur DPP Partai Golkar, nyaris tanpa komunikasi politik yang cukup.

Situasi baru muncul, akibat voting menyangkut UU tentang Pemilihan

Kepala Daerah di DPR RI pada tanggal 26 September 2014. Sebelas anggota

DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ternyata mendukung opsi pemilihan

langsung kepala daerah, ketimbang opsi pemilihan oleh DPRD. Sanksi

kemudian datang dengan cepat, yakni pencopotan dari jabatan struktural di

dalam tubuh Partai Golkar. Konflik baru ini juga berlangsung secara terbatas,

tidak meluas. Kalangan elite Partai Golkar malah semakin giat melakukan

konsolidasi untuk menghadapi Munas pada bulan Januari 2015. Deklarasi

kandidat dilakukan secara terang-terangan, sampai sembunyi-sembunyi.

Kandidat-kandidat yang bersaing itu juga melakukan konsolidasi secara diam-

diam atau terang-terangan.

Konflik baru muncul, akibat pergerakan di lapangan. Atas nama DPP

Partai Golkar, terjadi penggalangan politik untuk mengusung ARB sebagai

Calon Ketua Umum Partai Golkar untuk kedua kalinya. Gerakan itu

melibatkan DPD-DPD I Partai Golkar. Pertemuan-pertemuan tertutup

diadakan, baik di Jakarta, maupun di masing-masing pulau atau provinsi.

Masalahnya, antara gerakan politik dengan ucapan berseberangan. Hal inilah

yang memicu desas-desus politik yang sulit dikendalikan. Desas-desus itu

bertambah runyam, ketika kandidat Ketua Umum Partai Golkar diluar ARB

dibatasi pergerakannya. Bahkan, atas nama revitalisasi kepengurusan,

sejumlah pengurus Partai Golkar di daerah-daerah digeser atau dicopot dari

jabatannya, mengulangi pola yang terjadi dalam tubuh DPP Partai Golkar.

Sosiologi Komunikasi Page 6

Kesalahan utama mereka hanya satu, yakni menghadiri pertemuan dengan

kandidat Ketua Umum Partai Golkar diluar ARB.

Masalah jegal-menjegal tentu sudah “biasa” di kalangan politisi. Hanya

saja, tercium upaya agar Munas Partai Golkar dilakukan tidak sesuai dengan

jadwal yang sudah “sama-sama dimaklumi”, yakni Januari 2015. Dalam

keadaan semacam itu, diadakan Rapat Pleno DPP Partai Golkar guna

mencarikan jalan keluar pada tanggal 13-14 November 2014. Kesepakatan

politik dicapai, yakni Munas tetap dilaksanakan pada Januari 2015. Rapat

Pleno juga memutuskan, apabila Rapimnas diselenggarakan, sama sekali tidak

membahas agenda Munas Partai Golkar, melainkan hanya membahas isu-isu

politik aktual seperti kenaikan bahan bakar minyak. Sebelum Rapat Pleno

diadakan, sudah terjadi Rapat Koordinasi Partai Golkar dengan menghadirkan

DPD-DPD I di Bandung. Skenario tertutupnya adalah Munas dilakukan

sesegera mungkin, dengan tujuan memenangkan ARB sebagai Ketum.

Namun, upaya itu berhasil dipatahkan dalam Rapat Pleno DPP Partai Golkar.

Walau demikian, pergerakan politik terus dilakukan, yakni pertemuan

informal antara DPD I Partai Golkar dengan Nurdin Halid di Bali. Secara

bersama-sama, mereka ingin datang ke acara Rapimnas VII Partai Golkar di

Yogyakarta, langsung dari Bali.

Rituasi menjadi matang, ketika Rapimnas VII Partai Golkar di Yogyakarta

pada 18-19 November 2014 ternyata membahas agenda Munas Partai Golkar.

Jadwal Munas disepakati, yakni 30 November – 4 Desember 2014. Tempat

Munaspun ditetapkan, yakni Bandung, dengan opsi Surabaya dan Bali. Para

pengurus DPP Partai Golkar yang berbeda tafsiran menyangkut kewenangan

Rapimnas, sebagaimana diatur dalam AD-ART Partai Golkar, sama sekali

diabaikan. Keputusan yang dilakukan dengan cara voting ini, memicu gejolak

politik yang kian deras.

Konflik yang bersifat tertutup, kemudian menjadi terbuka, ketika diadakan

Rapat Pleno DPP Partai Golkar pada 25 November 2014 guna mengesahkan

Sosiologi Komunikasi Page 7

rancangan materi Munas Partai Golkar. Walau mengusai penuh arena

Rapimnas yang dikendalikan oleh DPD-DPD I Partai Golkar, ternyata

mayoritas Rapat Pleno DPP tidak sependapat dengan hasil Rapimnas. ARB

kehilangan legitimasi di jajaran elite partai yang dipimpinnya selama lima

tahun. Rapat Pleno itu juga disertai insiden politik yang tidak pernah terjadi

sebelumnya, yakni kedatangan “AMPG” yang berpakaian lengkap, baru dan

berjalan rapi. Dalam waktu beberapa saat saja, muncul ratusan “AMPG” lain,

sehingga memicu konflik terbuka. Rapat Pleno DPP Partai Golkar gagal

dilaksanakan, terutama dalam rangka mendengarkan paparan SC Munas, guna

disahkan sebagai draft Munas Partai Golkar pada masing-masing komisi.

Kemecatan Ketua Umum dan Sekjen Partai Golkar. Hal ini terjadi akibat

upaya untuk menskor Rapat Pleno DPP untuk waktu yang tidak bisa

ditentukan berbuah kepada perebutan palu pimpinan. Ketua Umum Partai

Golkar ARB dan Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham langsung dipecat,

setelah Wakil Ketua Umum Agung Laksono memimpin kelanjutan Rapat

Pleno DPP. Ketum dan Sekjen dianggap tidak mampu melanjutkan Rapat

Pleno hingga selesai, sebagai syarat legal guna menuju arena Munas. Sejak

saat itulah, terbentuk Pejabat Sementara Ketua Umum Partai Golkar, lalu

Presidium Penyelamat Partai Golkar sebagai wadah politiknya. DPP Partai

Golkar dikuasai secara penuh.

Kalau tidak berhasil mengendalikan DPP Partai Golkar, serta dalam status

pemecatan terhadap Ketua Umum dan Sekjen, Munas Partai Golkar tetap

diselenggarakan di Bali, pada tanggal 30 November – 2 Desember 2014.

Perbedaan pendapat terjadi, termasuk di kalangan Presidium Penyelamat

Partai Golkar dalam menyikapi Munas Bali. Munas Partai Golkar di Bali

dipantau dari dekat oleh semua komponen. Upaya inilah yang coba dilakukan

oleh Dr Akbar Tandjung ternyata tidak berhasil. Sesuai dengan upaya dan

scenario yang sudah dilakukan sebelumnya, terjadi Laporan Pertanggung

Sosiologi Komunikasi Page 8

Jawaban Ketua Umum Partai Golkar yang sudah tidak lagi mewakili mandat

yang dibawa dari Rapat Pleno DPP Partai Golkar.

Tanpa menunggu waktu lama, sesuai dengan ketentuan yang ada dalam

UU tentang Partai Politik berkaitan dengan pendaftaran kepengurusan, DPP

Partai Golkar dengan pejabat sementara Ketua Umum Agung Laksono,

melakukan Munas di Ancol pada 6-8 Desember 2014. Keputusan-keputusan

diambil, termasuk pemilihan Ketua Umum DPP Partai Golkar. Kedua Munas

melahirkan dua kepengurusan. Proses pendaftaran kepada Kementerian

Hukum dan HAM dilakukan pada hari yang sama, yakni 08 Desember 2014.

Rentetan peristiwa itu membawa dampak yang serius bagi Partai Golkar.

Dimulailah berikutnya menyangkut keberadaan Partai Golkar ke depan.

Kehebatan Partai Golkar dalam mengelola konflik politiknya, ternyata tidak

berhasil dipertahankan. Goncangan politik ini diperkirakan bakal membawa

sisi negatif, sekaligus positif, yakni kelahiran Partai Golkar baru dengan

budaya yang lebih demokratis, responsif, serta jauh dari proses rekayasa

politik yang semakin mudah dibaca.1

IV. KERANGKA TEORITIK

A. Komunikasi kelompok

Komunikasi kelompok (group communication) berarti

komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan

sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang.

Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit,

bisa banyak. Apabila jumlah dalam kelompok itu sedikit yang berarti

kelompok itu kecil, komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi

1 Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL.

Sosiologi Komunikasi Page 9

kelompok kecil, jika jumlahnya banyak yang berarti kelompoknya

besar dinamakan komunikasi kelompok besar.2

B. Komunikasi politik

1. Pengertian komunikasi politik

Politik berasal dari kata “polis” yang berarti negara, kota, yaitu

secara totalitas merupakan kesatuan antara negara (kota) dan

masyarakatnya. Kata “polis” ini berkembang menjadi “politicos” yang

artinya kewarganegaraan. Dari kata “politicos” menjadi ”politera”

yang berarti hak-hak kewarganegaraan (Sumarno, 1989:8).3

Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada

pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang

dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat mengikat semua

warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-

lembaga politik (Astrid, S. Soesanto, 1980:2).4

2. Fungsi komunikasi politik

Komunikasi politik pada hakikatnya berfungsi sebagai

jembatan penghubung antara suprastruktur dan infrastruktur yang

bersifat interpendensi dalam ruang lingkup negara. Komunikasi ini

bersifat timbal balik atau dalam pengertian lain saling merespon

sehingga mencapai saling pengertian dan diperioritaskan sebesar-

besarnya untuk kepentingan rakyat.

C. Partai politik

1. Pengertian partai politik

Menurut UU No.2 Tahun 2008 tentang partai politik, Partai

Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh

2 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung : PT.CITRA ADITYA BAKTI, 2000), hal. 75. 3 Sumarno, A.P.,Dimensi-Dimensi Komunikasi Politik, ( Bandung : PT.Citra Aditya Bakti,1989) 4 Astrid, S. Soesanto, Komunikasi Sosial di Indonesia, (Jakarta: PT. Bina Cipta, 1980)

Sosiologi Komunikasi Page 10

sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar

kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan

membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan

negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Secara umum Parpol adalah suatu organisasi yang disusun

secara rapi dan stabil yang dibentuk oleh sekelompok orang secara

sukarela dan mempunyai kesamaan kehendak, cita-cita, dan

persamaan ideologi tertentu dan berusaha untuk mencari dan

mempertahankan kekuasaan melalui pemilihan umum untuk

mewujudkan alternatif kebijakan atau program-program yang telah

mereka susun.5

2. Tujuan partai politik

Tujuan parpol adalah untuk mencari dan mempertahankan

kekuasaan guna melaksanakan /mewujudkan program-program

yang telah mereka susun sesuai dengan ideologi tertentu.

3. Fungsi partai politik

a. Partai sebagai sarana komunikasi politik

b. Partai sebagai sarana sosialisasi politik

c. Partai politik sebagai sarana rekrutmen

d. Partisipasi politik

e. Partai politik sebagai pemandu kepentingan

f. Komunikasi politik

g. Pengendalian konflik6

5 Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang partai politik 6 Soelistyati Ismail Gani, Pengantar Ilmu Politik, (Jakarta :Ghalia Indonesia, 1984).

Sosiologi Komunikasi Page 11

V. ANALISIS / SOLUSI

Dari uraian identifikasi masalah dan deskripsi objek studi diatas

memberikan gambaran yang jelas tentang konflik yang dialami oleh partai

golkar, ini merupakan krisis paling parah. Bahkan, konflik terparah sepanjang

sejarah partai berlambang bringin tersebut.

Dalam menanggapi masalah tersebut penulis berusaha memberikan

solusi untuk menanggapinya. Salah satu hal yang menjadi penyebab atau

melatar belakangi konflik terpecahnya partai golkar menjadi dua kubu ini

adalah kurang efektifnya komunikasi politik (komunikasi yang diarahkan

kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang

dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya

melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik)

yang terjalin dengan baik, sehingga mejadikan banyak pertentangan antara

anggota partai golkar.

Dengan terjalinnya komunikasi yang baik akan mengakibatkan ikatan

silaturrahmi antar anggota untuk mewujudkan hal yang di inginkan, dan

dicita-citakan partai tersebut. Komunikasi politik ini bersifat timbal balik atau

dalam pengertian lain saling merespon sehingga mencapai saling pengertian.

Seharusnya suatu partai dapat menjaga keutuhan kelompok partai

tersebut dan dapat menyelesaikan suatu permasalahan dengan komunikasi

yang baik untuk menuju kemaslahatan bersama.

Terpecahnya partai golkar menjadi dua kubu yaitu Munas Bali dan

Munas Jakarta yang bertentangan mengakibatkan timbulnya citra partai golkar

dan pandangan oleh masyarakat yang negatif terhadap partai tersebut, karena

peran suatu pertai seharusnya sebagai sarana komunikasi politik, sosialisasi

politik, sarana rekrutmen, partisipasi politik, sebagai pemandu kepentingan

dan pengendalian konflik .

Pengamat politik Refly Harun menilai kisruh di tubuh Partai

Golkar terjadi akibat Aburizal Bakrie atau Ical memaksakan diri kembali

menjadi ketua umum. "Kunci untuk Golkar bersatu kembali, Ical harus

Sosiologi Komunikasi Page 12

legowo untuk mengundurkan diri, jangan ngotot jadi ketua," kata Refly saat

dihubungi pada Rabu, 26 November 2014.

Pengamat dari Universitas Indonesia ini juga menganggap Ical

berkeras menjadi ketua partai dengan cara-cara tidak demokratis.

Meski demikian, Refly berujar fenomena seperti ini bukan hal baru di

Partai Golkar. Sebelumnya, momen pemilihan ketua baru di Golkar selalu

berujung pada terpecahnya partai.

Sosiologi Komunikasi Page 13

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konflik yang dihadapi Partai Golkar tahun 2014 ini adalah konflik terbesar

sepanjang sejarah partai moderen ini. Sejumlah kader yang ikut membesarkan

atau dibesarkan Partai Golkar dipecat. Dalam usia 50 tahun, partai politik tertua

ini justru mengalami masalah yang diperkirakan akan mengubah wajah Partai

Golkar ke depan. Bukan hanya sisi legalitas, melainkan juga dalam kaitannya

dengan konsolidasi demokrasi yang sedang berjalan.

Konflik atau problematika partai ini berawal dari ARB tidak berhasil

menjadi Capres atau Cawapres, melainkan mengusung pasangan Capres Prabowo

Subianto dan Cawapres Hatta Rajasa. Upaya Partai Golkar mengusung Prabowo-

Hatta ternyata tidak diikuti oleh semua pengurus, fungsionaris dan kader Partai

Golkar. Beberapa pengurus, fungsionaris dan kader mendukung pasangan Jokowi-

JK untuk Pilpres yang digelar pada 7 Juli 2014. Keberadaan JK sebagai mantan

Ketua Umum Partai Golkar menjadi alasan utama dibalik dukungan itu.

Berawal dari konflik diatas partai golkar belum juga menemukan titik

temu penyelesaian konflik-konflik yang dialami malahan terus melahirkan konflik

yang berkelanjutan sehingga mengakibatkan terpecahnya partai golkar menjadi

dua kubu yaitu Munas Bali dan Munas Jakarta. Ke dua kubu tersebut sangat

bertentangan. Munas Bali memilih ARB sebagai ketua umum, sedangkan Munas

Jakarta mengadakan calon tunggal ketua umum yang dipuasatkan ke dua

kandidat. Munas Bali tetap berada di koalisi merah putih, sedangkan Munas

Jakarta mendukung pemerintahan Jokowi-JK, dan masih banyak hal-hal yang

bertengan antara keduanya.

B. Rekomendasi

Dalam pembuatan laporan ini , saya sebagai penulis tidak memungkiri

adanya kekurangan dan kelemahan dalam pembuatan laporan ini. Sehingga, saya

penulis masih membutuhkan adanya banyak kritik dan saran dari para pembaca.

Dan saya berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para

pembaca.

Sosiologi Komunikasi Page 14

C. Lampiran

KOMPAS.com – “Tolong panitia, kursi-kursi ditambah, ini peserta mbludak,

melimpah ruah,” kata pemimpin sidang paripurna komisi, Kelik Sumrahadi, yang juga

Ketua DPD II Partai Golkar Purworejo, Jawa Tengah, Minggu (7/12/2014). Makin

malam, peserta Munas IX Golkar di Ancol memang makin mengalir memenuhi Ballroom

Krakatau Hotel Mercure, Ancol.

Menjelang pemaparan dari hasil kerja komisi A, B, dan C, ratusan peserta

memang membanjiri ruang rapat Munas IX Partai Golkar yang digelar di Ancol. Tidak

hanya ingin menjadi pendengar pasif, para peserta munas itu juga ingin menanggapi hasil

kerja tiga komisi itu.

Terlepas dari persoalan legal dan ilegal, hasil kerja dari tiga komisi di Munas IX

Ancol harus diakui sangat positif. Komisi B, misalnya, menyarankan Golkar menggelar

konvensi sebelum pemilihan presiden dan wakil presiden. ”Hasil konvensi diumumkan

paling lambat satu tahun sebelum pilpres,” ujar pemimpin rapat komisi B, Indra J Piliang.

Sosiologi Komunikasi Page 15

Konvensi lokal juga disarankan digelar sebelum pemilihan kepala daerah. Hasilnya, harus

diumumkan minimal tiga bulan sebelum pemilihan kepala daerah sehingga ada persiapan

sebelum ”bertarung” dengan kader dari partai politik lain.

Ketika Ketua Umum Golkar hasil Munas IX Bali Aburizal Bakrie berjanji

membentuk sekolah kaderisasi, Munas IX Ancol juga punya visi untuk mencetak kader

Golkar yang unggul. Bedanya, Munas IX Ancol menginginkan sistem kaderisasi

dilakukan ”dari bawah ke atas”, dari desa atau kelurahan. Kader yang tumbuh dari level

bawah sungguh didamba untuk membesarkan Partai Golkar.

Selain berupaya membenahi internal partai, hasil kerja Komisi C Munas IX Ancol

juga mencoba mewarnai kehidupan bernegara. ”Hasil rapat Komisi C menyatakan

mendukung pemilihan kepala daerah secara langsung. Kami juga menginginkan Koalisi

Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dibubarkan,” ujar politisi Golkar

Yan Hiksas yang disambut sorak-sorai peserta.

Dukungan Munas IX Ancol terhadap pilkada langsung yang tercantum dalam

Perppu 1/2014, kata Indra, jangan diartikan dukungan terhadap kubu KIH. ”Perppu

Pilkada itu, kan, produk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Justru Perppu itu

mendukung SBY, dan SBY anggota KMP,” kata Indra.

Komisi C juga mendorong pemerintah memperbaiki kesejahteraan prajurit. Di sisi

lain, ada pula rekomendasi atas kehadiran pemerintah dalam penyelesaian persoalan

sosial dan lingkungan hidup.

Hasil kerja komisi-komisi di Munas IX Ancol amat beragam. Sulit disangkal jika

hasil kerja itu adalah buah dari pemikiran banyak kepala yang dibiarkan berimajinasi

positif demi masa depan yang lebih baik.

Sosiologi Komunikasi Page 16

Husein Lubis, kader Golkar dari Malaysia, merasa senang dengan suasana di

Munas IX Ancol. ”Kami datang bertujuh di Munas Bali, tapi tidak dapat pass sehingga

tak bisa ikut sidang. Di Ancol, kami dapat ikut berdiskusi,” ujarnya.

Kelik Sumrahadi, yang mengaku juga menghadiri Munas IX Bali, menyampaikan

perbedaan antara dua munas itu. ”Bali suasananya mencekam, tak bisa diceritakan lebih

dari itu. Pimpinan sidang memaksakan diri. Kalau di sini diberi kesempatan ngomong,”

katanya.

Terkait ancaman pemecatan dari kubu Munas Bali terhadap kader Golkar yang

hadir di Munas Ancol, Kelik mengatakan tak percaya dengan kabar itu. ”Golkar itu

kebersamaan dan demokratis. Sekarang mencari kader satu saja sulit kok pecat memecat.

Slogan ’Suara Rakyat Suara Golkar’ harus diwujudkan. Aset kita itu rakyat,” kata Kelik.

Menjawab pertanyaan terkait legalitas Munas Ancol, Sekretaris Panitia

Penyelenggara Munas Ace Hasan Syadzily menegaskan, “Kami sangat ketat

memverifikasi peserta. Kami tak main-main dengan legalitas, ada verifikasi di depan

notaris.”

Namun, akhirnya, ancaman pemecatan dan persoalan legalitas menjadi urusan

nomor ke sekian di benak peserta Munas Ancol yang dengan serius berpikir untuk

Golkar. Masalah itu harusnya tidak menjadi ganjalan bila sejak awal demokratisasi

terbangun di Partai Golkar.

Sosiologi Komunikasi Page 17

DAFTAR PUSTAKA

Astrid, S. Soesanto, Komunikasi Sosial di Indonesia, (Jakarta: PT. Bina Cipta,

1980)

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL.

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung :

PT.CITRA ADITYA BAKTI, 2000)

Soelistyati Ismail Gani, Pengantar Ilmu Politik, (Jakarta :Ghalia Indonesia,

1984).

Sumarno, A.P.,Dimensi-Dimensi Komunikasi Politik, ( Bandung : PT.Citra Aditya

Bakti,1989)

Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang partai politik