laporan fixed mika

25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, teknologi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah meningkat, sesuai dengan kebutuhan kita, terutama pada bidang farmasi. Untuk menghasilkan suatu sediaan farmasi, diperlukan berbagai penerapan teknik, metode dan prosedur kimia analisis kuantitatif untuk menganalisis secara kuantitatif terhadap bahan-bahan atau sediaan yang digunakan dalam farmasi. Bidang farmasi memerlukan pengetahuan tentang analisis farmasi untuk mengetahui kadar atau dan unsur yang terkandung dalam suatu senyawa yang dapat digunakan sebagai bahan obat. Analisis farmasi sangat diperlukan dalam hal pemisahan dan pengukuran unsur suatu senyawa kimia yang terdapat pada objek yang dijadikan sampel penelitian. Analisis farmasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif, dimana diantara kedua cara memiliki perbedaan masing-masing. Jika analisis kuantitaif ditujukan untuk mengetahui kadar suatu senyawa dalam sampel, maka lain halnya dengan analisis kualitatif yang hanya ditujukan untuk mengetahui ada tidaknya suatu senyawa yang dimaksud terkandung dalam sampel.

Upload: devitasubamairi

Post on 01-Feb-2016

19 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kiman

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Fixed Mika

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, teknologi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah meningkat, sesuai

dengan kebutuhan kita, terutama pada bidang farmasi. Untuk menghasilkan suatu sediaan

farmasi, diperlukan berbagai penerapan teknik, metode dan prosedur kimia analisis

kuantitatif untuk menganalisis secara kuantitatif terhadap bahan-bahan atau sediaan yang

digunakan dalam farmasi.

Bidang farmasi memerlukan pengetahuan tentang analisis farmasi untuk

mengetahui kadar atau dan unsur yang terkandung dalam suatu senyawa yang dapat

digunakan sebagai bahan obat. Analisis farmasi sangat diperlukan dalam hal pemisahan

dan pengukuran unsur suatu senyawa kimia yang terdapat pada objek yang dijadikan

sampel penelitian.

Analisis farmasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis kuantitatif dan

analisis kualitatif, dimana diantara kedua cara memiliki perbedaan masing-masing. Jika

analisis kuantitaif ditujukan untuk mengetahui kadar suatu senyawa dalam sampel, maka

lain halnya dengan analisis kualitatif yang hanya ditujukan untuk mengetahui ada

tidaknya suatu senyawa yang dimaksud terkandung dalam sampel.

titrasi bromatometri dikenal sebagai salah satu metode titrasi dalam analisis

farmasi kuantitatif farmasi. Bromometri merupakan salah satu metode titrimetri. Pada

metode ini digunakan bromin sebagai oksidator, dimana brom akan direduksi oleh zat-zat

organik dan terbentuk senyawa hasil subtitusi yang tidak larut dalam air. Brom juga dapat

digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa organik yang mampu bereaksi

secara adisi atau subtitusi dengan brom, misalnya fenol-fenol, asam salisilat, resorsinol,

perakklorfenol, dan sebagainya dengan membentuk tribrom sustitusi.

Berdasarkan penjabaran diatas, maka dilakukan teknik analisis kuantitatif

menggunakan metode bromatometri yakni penetapan kadar asam salisilat dalam larutan

inzana dan larutan aspilets menggunakan Na2S2O3 sebagai larutan KBr sebagai pereaksi.

Page 2: Laporan Fixed Mika

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam percobaan ini adalah sebagai berikut.

a. Apa yang dimaksud dengan analisis bromatometri ?

b. Apa saja larutan yang digunakan dalam analisis bromatometri ?

c. Apa saja faktor yang menyebabkan kesalahan dalam titrasi bromatometri ?

d. Apa manfaat analisis bromatometri dalam bidang farmasi ?

C. Tujuan

Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk dapat menetapkan kadar

senyawa obat yang dapat bereaksi dengan adanya brom (titrasi tidak langsung).

D. Manfaat

Percobaan ini diharapkan memberi manfaat bagi praktikan dan dunia pendidikan

serta dunia farmasi, diantaranya :

a. Untuk dapat mengetahui cara menganalisis dengan metode bromatometri ;

b. Untuk dapat mengetahui cara menetapkan kadar senyawa-senyawa obat atau sediaan

farmasi lain khususnya yang mengandung senyawa organic aromatik.

Page 3: Laporan Fixed Mika

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Umum

Titrasi adalah metode penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan larutan

standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Dalam hal ini, suatu larutan yang

konsentrasinya telah diketahui secara pasti (larutan standar), ditambahkan secara bertahap

ke larutan lain yang konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua

larutan tersebut berlangsung sempurna. Sebelum basa ditambahkan harga pH adalah

larutan asam kuat, sehingga pH < 7 dan ketika basa ditambahkan sebelum titik ekivalen,

harga pH ditentukan oleh asam lemah. Pada titik ekivalen jumlah basa yang ditambahkan

secara stokiometri ekivalen terhadap jumlah asam yang ada. Oleh karena itu pH

ditentukan oleh larutan garam (pH=7). Titik ekivalen dalam titrasi adalah titik keadaan

(kuantitas) asam-basa dapat ditentukan secara stokiometri (Chandra, 2012).

Brom dapat digunakan sebagai oksidator seperti iodium. Brom akan direduksi

oleh zat-zat organic dengan terbentuknya senyawa hasil subtitusi yang tidak larut dalam

air. Selain bromnya sendiri, brom dapat juga diperoleh dari hasil pencampuran kalium

bromat dan kalium bromida dalam lingkungan asam kuat. Beberapa senyawa yang dapat

ditetapkan kadarnya dengan larutan baku brom dalam Farmakope Indonesia Edisi IV :

klorokresol, fenol, fenol cair, fenileprin HCl, resorsinol, dan timol (Gandjar, 2014).

Prinsip metode titrasi tidak langsung adalah terjadinya perubahan warna setelah

sampel dititrasi. Proses hilangnya iodat dalam sampel disebabkan tereduksinya iodat

menjadi iodium (I2). Reaksi reduksi yang terjadi diperkirakan adanya zat pereduksi dalam

sampel. Potensial reduksi dari zat reduktor tersebut tidak terlalu kuat sehingga hilangnya

iodat dalam bumbu dapur tidak terlalu besar, lain halnya dengan metode iodometri

dimana jumlah iodat yang hilang cukup besar (Saksono, 2010). 

Indikator adalah suatu zat yang dapat dipergunakan untuk mengetahui saat reaksi

sempurna pada analisis titrimetri atau volumetrik. Indikator umumnya adalah senyawa

Page 4: Laporan Fixed Mika

yang berwarna, dimana senyawa tersebut akan berubah warnanya dengan adanya

perubahan pH. Indikator dapat menanggapi munculnya kelebihan titran dengan adanya

perubahan warna. Indikator berubah warna karena sistem kromofornya diubah oleh reaksi

asam basa (Suirta, 2010).

Asam salisilat dikenal juga dengan 2-hydroxy-benzoic

acid atau orthohydrobenzoic acid, memiliki struktur kimia C7H6O3. Asam salisilat

memiliki pKa 2,97. Asam salisilat dapat diekstrak dari pohon willow bark,

daun wintergreen, spearmint, dan sweet birch. Saat ini asam salisilat telah dapat

diproduksi secara sintetik. Bentuk makroskopik asam salisilat berupa bubuk Kristal putih

dengan rasa manis, tidak berbau, dan stabil pada udara bebas. Bubuk asam salisilat sukar

larut dalam air dan lebih mudah larut dalam lemak. Sifat hipofilik asam salisilat membuat

efek klinisnya terbatas pada lapisan epidermis (Sulistyaningrum, 2012).

Asam salisilat memiliki aktivitas keratorik dan antiseptik lemak jika digunakan

secara topikal. Sifatnya yang asam meningkatkan hidrasi endogen, sehingga keratin

terdistribusi di permukaan kulit yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuan

absorbsi ke dalam kulit. Selain itu, penggunaan jangka panjang pada daerah yang sama

akan mengiritasi kulit sehingga menyebabkan dermatitis. Untuk mengurangi sifat iritatif

pada kulit, dilakukan usaha mikroenkapsulasi dalam bentuk sistem liposom (Panjaitan,

2007).

Asam salisilat adalah salah satu obat yang diketahui untuk mengobati keratonoid

dan pengobatan yang baik khusus kondisi kulit, termasuk psoriasis. Ketika mekanisme

kerja keratonoid tidak sepenuhnya dimengerti, diperkirakan asam salisilat mungkin

mengurangi keratonoid – keratonoid dengan baik dengan perlahan-lahan mengurangi pH

pada stratum corneum, efek ini menjadi awal dari berkurangnya skala dan kelembutan

pada daerah yang terkena. Asam salisilat menjadi pilihan yang aman untuk mengontrol

efek psoriatic local pada kehamilan, bagaimanapun karena resiko yang sangat besar dari

sistem penyerapan dan efek racun, asam salisilat harus dihindarkan dari jangkauan anak –

anak (K. Rao, 2010).

Page 5: Laporan Fixed Mika

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

1. Waktu

Praktium dilaksanakan pada hari Selasa, 10 Maret 2015 pukul 13.00 – selesai.

2. Tempat

Tempat pelaksanaan praktikum yaitu di Laboratorium Kimia Analisis Fakultas

Farmasi Universitas Halu Oleo.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu labu Erlenmeyer 100 ml, labu

takar 250 ml, lumpang & alu, klem & statif, lap kasar, sendok tanduk besi, sendok

plastik, pipet tetes, gelas ukur, buret 250 ml, dan batang pengaduk.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu aspilets, inzana, kalium iodida

(KI) 0,1 N, Kalium Bromida (KBr) 0,1 N, Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N, aquadest,

alkohol 70 %, indikator kanji, kapas, dan tissue.

C. Uraian Bahan

1. Asam Salisilat (Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III : 56)

Nama resmi : Acidum Salycilum

Sinonim : Asam Salisilat, asetosal, asam-2-hidroksi benzoat

RM/BM : C7H6O3 / 138,12

Rumus struktur :

Page 6: Laporan Fixed Mika

Pemerian : Hablur ringan atau serbuk berwarna putih

Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) P.

Mudah larut dalam kloroform dan eter. Larut dalam ammonium

asetat dinatrium hydrogenfosfat, kalium sitrat dan natrium sitrat

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Keratolitikum, anti fungi

2. Kalium iodida (Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III : 330)

Nama resmi : Kalii iodidum

Sinonim : Kalium iodida

RM/BM : KI / 166,00

Pemerian : Hablur putih heksahedral ; transparan atau tidak berwarna, opak dan

putih ; atau serbuk butiran putih. Higroskopik.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,lebih mudah larut dalam air mendidih,

larut dalam etanol (95 %) ; mudah larut dalam gliserol P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Anti jamur

3. Kalium Bromat (Ditjen POM. 1979.Farmakope Indonesia III : 328)

Nama Resmi : Kalii Bromidum

Nama Lain : Kalium Bromida

Rumus Molekul : KBr

Berat Molekul : 119,01

Pemerian : Hablur tidak berwarna, transparan atau buram atau serbuk;

tidak berbau; rasa asam dan agak pahit.

Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 1,6 bagian air dan dalam lebih

kurang 200 bagian etanol (90%) P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan : Sedativum

Page 7: Laporan Fixed Mika

4. Natrium tiosulfat (Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III : 428)

Nama resmi : Natrii Thiosulfas

Sinonim : Natrium tiosulfat

RM/BM : Na2S2O3.5H2O / 248,17

Rumus struktur :

Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur kasar, dalam udara lembab

meleleh basah, dalam hampa udara > 33℃ merah rapuh.

Kelarutan : Larut dalam 0,5 bagian air, dan praktis tidak larut dalam etanol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Antidotum Sianida

5. Aquadest (Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III : 96)

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Aquadest

Rumus Molekul : H2O

Berat Molekul : 18,02

Pemerian : Cairan jernih tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak

mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai Pelarut

6. Alkohol (Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III : 65)

Nama resmi : Aethanolum

Sinonim : Etanol, Alkohol

RM/BM : C2H5OH/ 46,07

Rumus struktur :

Page 8: Laporan Fixed Mika

Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna. Bau khas dan

menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun

pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78°C mudah terbakar.

Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua

pelarut organik.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api.

Kegunaan : Zat tambahan

7. Larutan kanji (Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III : )

Nama resmi : Amilum oryzae

Sinonim : Pati beras; amilum

RM/BM : C12H20O10/324

Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk hablur putih, halus tidak berbau.

Kelarutan : Tidak larut dalm air dingin, larut dalam air panas, dapat membentuk

senyawa kompleks dengan iodin

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai indikator

8. Kapas (Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III : 277)

Nama resmi : Gossypium depuratum

Nama lain : Kapas murni ; kapas tak berlemak

Pemerian : Hampir tidak berbau ; praktis tidak berasa

Makroskopik : Rambut utuh atau terputus, berbentuk pita halus, warna putih, lunak,

panjang tidak kurang dari 2 cm.

Page 9: Laporan Fixed Mika

Mikroskopik : Pita beronga, terpilih, dan bergaris-garis ; ujung agak menebal. Setiap

rambut terdiri dari 1 sel, lebar sampai 40 µm atau lebih, ujung rambut

membulat, sering tidak berongga.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam pelarut biasa ; larut dalam larutan tembaga (II)

klorida ammonia P.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. Tidak boleh

dibungkus langsung dengan kertas lilin.

Penggunaan : Pembalut

D. Prosedur Kerja

1. Pembuatan larutan kanji

Kanji

- Ditimbang 0,25 gram- Diencerkan dalam aquadest 100 ml di

gelas kimia 250 ml- Diaduk hingga homogeny- Dipanaskan dengan electro mantle

dengan suhu 900 C.- Diaduk secara konstan hingga warnanya

jernih.- Diturunkan suhunya menjadi 700 C.- didinginkan

Hasil pengamatan ?

Page 10: Laporan Fixed Mika

2. Penetapan Kadar Asam Salisilat

Sampel

Asam Salisilat

- Ditimbang 0,05 gram

Inzana Aspilets

- Dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 100 ml- Ditambahkan 32 ml KBr 0,1 N- Ditambahkan 10 ml KI 0,1 N- Ditambahkan1 ml larutan indikator kanji- Dititrasi menggunakan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)- Diamati perubahan warna- Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan

Hasil pengamatan ?

Page 11: Laporan Fixed Mika

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Gambar Pengamatan

2. Tabel Pengamatan

No Perlakuan Hasil

1.

Ditambahkan inzana 0,05 gram + 32 ml KBr

0,1 N + 10 ml KI 0,1 N + 1 ml larutan

indikator kanji, kemudian dititrasi dengan

natrium tiosulfat.

Berwarna orange

2.

Ditambahkan aspilets 0,05 gram + 32 ml KBr

0,1 N + 10 ml KI 0,1 N + 1 ml larutan

indikator kanji, kemudian dititrasi dengan

natrium tiosulfat.

Berwarna kuning

Page 12: Laporan Fixed Mika

3. Perhitungan

1) Penetapan Kadar Asam Salisilat dalam Sampel Inzana

Diketahui : Vtio sampel = 14, 55 mL = 0,01455 L

Ntio = 0,1 N

BE = 138,12

mg sampel = 0,05 gram = 50 mg

Ditanya : kadar asam salisilat ?

Penyelesaian :

Kadar asam salisilat=V tio sampel × N tio × BE

mg sampel× 100 %

¿ 0,01455 L × 0,1 N ×138,1250 mg

× 100 %

¿ 0,200964650

× 100 %

¿0,4019292 %≅ 0,4 %

Jadi, kadar asam salisilat dalam sampel inzana adalah 0,4 %.

2) Penetapan Kadar Asam Salisilat dalam Sampel Aspilets

Diketahui : Vtio sampel = 7,85 mL = 0,00785 L

Ntio = 0,1 N

BE = 138,12

mg sampel = 0,05 gram = 50 mg

Ditanya : kadar asam salisilat ?

Penyelesaian :

Kadar asam salisilat=V tio sampel × N tio × BE

mg sampel× 100 %

¿ 0,00785 L × 0,1 N ×138,1250 mg

× 100 %

Page 13: Laporan Fixed Mika

¿ 0,108424250

×100 %

¿0,2168484 %≅ 0,2 %

Jadi, kadar asam salisilat dalam sampel aspilets adalah 0,2 %.

4. Reaksi

KBrO3 + KBr + HCl                    Br2 + KCl + H2O

Br2 +2KI              2KBr + I2

I2 + kanji              I + kanji

Na2S2O3 + I2                    2NaI + S2O3 

Page 14: Laporan Fixed Mika

B. Pembahasan

Bromatometri merupakan salah satu metode penetapan kadar suatu zat dengan

prinsip reaksi oksidasi-reduksi. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan

hilangnya satu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion, atau molekul). Sedangkan

reduksi adalah suatu proses yang mengakibatkan diperoleh satu elektron atau lebih oleh

zat (atom, ion atau molekul).

Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari

ion bromat (Br3-). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini menunjukkan

bahwa kalium bromat adalah oksidator kuat.

Percobaan yang dilakukan praktikan kali ini adalah untuk menetapkan kadar asam

salisilat dalam inzana dan aspilets. Untuk melakukan hal tersebut, praktikan

melakukannya dengan analisis bromatometri. Larutan-larutan yang biasa digunakan

dalam analisis ini yaitu kalium iodida, kalium bromida, natrium tiosulfat, dan larutan

kanji. Kalium iodida dalam analisis bromatometri berguna untuk mengubah brom

menjadi iodium sesuai dengan reaksi Br2 + 2KI I2 + 2KBr. Kalium bromida digunakan

untuk untuk memperoleh brom dengan pencampuran antara kalium bromat dan kalium

bromida sesuai dengan reaksi berikut : KBrO3 + 5KBr + 6HCl 3Br2 + 6KCl + 3H2O.

Natrium tiosulfat digunakan sebagai larutan baku atau berperan sebagai titran dalam

analisis bromatometri. Larutan kanji berguna sebagai indikator dalam analisis

bromatometri ini, larutan kanji akan mengubah warna dari titrat sebagai tanda bahwa

reaksi kimia berlangsung sempurna.

Sebagian besar alat untuk analisis bromatometri adalah alat-alat gelas. Alat-alat

tersebut yakni labu Erlenmeyer 100 ml, labu takar 250 ml, lumpang & alu, klem & statif,

lap kasar, sendok tanduk besi, sendok plastik, pipet tetes, gelas ukur, buret 250 ml, dan

batang pengaduk. Labu Erlenmeyer digunakan untuk menyimpan larutan dan sebagai

wadah titrat. Buret berfungsi sebagai wadah titran (larutan baku) dan diperlukan klem

dan statif untuk menggantungkannya tepat di bawah labu Erlenmeyer. Labu takar

digunakan sebagai wadah larutan. Lumpang dan alu digunakan untuk menggerus sampel

yang digunakan oleh praktikan karena sampel berada dalam bentuk padat. Sendok tanduk

besi dan sendok plastik digunakan untuk menakar suatu zat. Pipet tetes berfungsi untuk

Page 15: Laporan Fixed Mika

memindahkan atau mengambil larutan dalam jumlah sedikit yang tidak memerlukan

ketelitian tinggi. Gelas ukur adalah alat yang berfungsi untuk mengukur cairan dalam

satuan mL. Dan batang pengaduk digunakan untuk mengaduk atau menghomogenkan

larutan.

Setelah dilakukan analisis bromatometri, dapat diketahui bahwa volume natrium

tiosulfat yang digunakan pada penentuan kadar asam salisilat dalam sampel inzana adalah

14,55 mL dan kadar asam salisilatnya adalah 0,4 %. Sedangkan kadar asam salisilat

dalam sampel aspilets adalah 0,2 % dan volume natrium tiosulfat yang digunakan adalah

7,85 mL.

Analisis yang praktikan lakukan didalamnya terdapat sebuah beberapa kesalahan

yang salah satunya adalah dalam proses penitrasian, titrat tidak mengalami perubahan

warna. Hal ini mungkin disebabkan karena tidak digunakannya beberapa komponen yang

perlu digunakan dalam analisis bromatometri ini. Beberapa komponen itu ialah tidak

digunakannya HCl pekat dan kloroform, tidak dilakukannya penggojokan selama 15

menit, dan tidak ditutupnya labu Erlenmeyer yang digunakan. Tidak digunakannya HCl

pekat dapat mempengaruhi pembebasan dari brom. Penambahan HCl bertujuan untuk

memberikan suasana asam. Dibutuhkan suasana asam karena kepekatan dari H+ yang

berasal dari HCl berpengaruh terhadap perubahan ion bromat menjadi ion bromida.

Suasana asam dapat mempengaruhi perubahan ion bromat menjadi ion bromida. Ketika

asam klorida pekat ditambahkan, maka brom akan dibebaskan. Penambahan kloroform

agar endapan tribromfenol dan I2 yang direaksikan dengan indikator kanji dapat larut.

Penggojokan selama 15 menit bertujuan supaya reaksi fenol dengan brom dapat

berlangsung secara sempurna, sedangkan labu yang digunakan harus tertutup rapat

karena brom yang dihasilkan mempunyai tekanan uap yang tinggi dan mudah menguap

sehingga pengerjaan dengan metode bromatometri harus dilakukan pada suhu serendah

mungkin dan labu yang dipakai harus ditutup. Ada pula beberapa kesalahan yang

mungkin saja dilakukan oleh praktikan dalam proses analisis, misalnya kelalaian

praktikan saat menimbang bahan dan membakukan larutan natrium tiosulfat,

ketidaktelitiannya praktikan dalam pengukuran bahan atau larutan yang digunakan,

pentitrasian yang dilakukan terlalu cepat atau lambat, serta penggunaan alat yang tidak

bersih.

Page 16: Laporan Fixed Mika

Analisis bromatometri memiliki banyak manfaat dalam bidang farmasi.

Manfaat tersebut antara lain dapat digunakan untuk mengindentifikasi zat aktif, obat

dalam berbagai bentuk sediaan farmasi dan penetapan kadar senyawa kimia yang

memiliki struktur cincin aromatik atau biasa disebut dengan senyawa aromatik. Selain

itu dapat juga digunakan untuk senyawa yang memiliki ikatan rangkap. Hal ini perlu

dilakukan agar dapat diperoleh mutu dan kualitas dari sediaan farmasi tersebut.

Page 17: Laporan Fixed Mika

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang dilakukan praktikan, dapat diketahui bahwa

kadar asam salisilat dalam inzana adalah 0,4 % dan kadar asam salisilat dalam

aspilets adalah 0,2 %.

B. Saran

Diharapkan kepada penanggung jawab laboratorium agar dapat

memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan yang digunakan dalam

praktikum, dan ditata rapi agar dapat menunjang kelancaran suatu praktikum.

Diharapkan pula kepada asisten untuk dapat mengawasi jalannya praktikum hingga

selesai. Dan kepada para praktikan, diharapkan untuk melakukan percobaan dengan

sungguh-sungguh dan menggunakan pengaman (masker dan sarung tangan) agar

terhindar dari kecelakaan dalam bekerja.

Page 18: Laporan Fixed Mika

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, Achmad Dwiana., dan Hendra Cordova. 2012.” Rancang Bangun Kontrol pH Berbasis Self Tuning Pid Melalui Metode Adaptive Control” Jurnal Teknik Pomits. Volume 1, Nomor 1.

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Gandjar, Ibnu G. dan Abdul Rohman. 2014. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

K. Rao, Purushotham, Khaliq K., Kharat S. S., Sagare P., dan Patil S. K. 2010. “Preparation and Evaluation O/W Cream for Skin Psoriasis”. International Journal of Pharma and Bio Sciences. Volume 1, Nomor 3.

Panjaitan, Elman. 2007. “Karakterisasi Fisik Liposom Asam Salisilat Menggunakan Mikroskop Elektron Transmisi”. Jurnal Sains Materi Indonesia. Volume 9, Nomor 3.

Saksono, Nelson. 2002. “Analisis Iodat dalam Bumbu Dapur dengan Metode Iodometri dan X-Ray Fluorescence”. MAKARA, TEKNOLOGI. Volume 6, Nomor 3.

Suirta, I. W. 2010. “Sintetis Senyawa orto-Fenilazo-2-Naftol- sebagai  Indikator dalam Titrasi”. Jurnal Kimia. Volume 4, Nomor 1.

Sulistyaningrum, S. K., Hanny Nilasari, dan Evita Halim Effendi. 2012. “Penggunaan Asam Salisilat dalam Dermatologi”. Journal Indonesin Medical Association. Volume 62, Nomor 7.