laporan fixed mika
DESCRIPTION
kimanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, teknologi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah meningkat, sesuai
dengan kebutuhan kita, terutama pada bidang farmasi. Untuk menghasilkan suatu sediaan
farmasi, diperlukan berbagai penerapan teknik, metode dan prosedur kimia analisis
kuantitatif untuk menganalisis secara kuantitatif terhadap bahan-bahan atau sediaan yang
digunakan dalam farmasi.
Bidang farmasi memerlukan pengetahuan tentang analisis farmasi untuk
mengetahui kadar atau dan unsur yang terkandung dalam suatu senyawa yang dapat
digunakan sebagai bahan obat. Analisis farmasi sangat diperlukan dalam hal pemisahan
dan pengukuran unsur suatu senyawa kimia yang terdapat pada objek yang dijadikan
sampel penelitian.
Analisis farmasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis kuantitatif dan
analisis kualitatif, dimana diantara kedua cara memiliki perbedaan masing-masing. Jika
analisis kuantitaif ditujukan untuk mengetahui kadar suatu senyawa dalam sampel, maka
lain halnya dengan analisis kualitatif yang hanya ditujukan untuk mengetahui ada
tidaknya suatu senyawa yang dimaksud terkandung dalam sampel.
titrasi bromatometri dikenal sebagai salah satu metode titrasi dalam analisis
farmasi kuantitatif farmasi. Bromometri merupakan salah satu metode titrimetri. Pada
metode ini digunakan bromin sebagai oksidator, dimana brom akan direduksi oleh zat-zat
organik dan terbentuk senyawa hasil subtitusi yang tidak larut dalam air. Brom juga dapat
digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa organik yang mampu bereaksi
secara adisi atau subtitusi dengan brom, misalnya fenol-fenol, asam salisilat, resorsinol,
perakklorfenol, dan sebagainya dengan membentuk tribrom sustitusi.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka dilakukan teknik analisis kuantitatif
menggunakan metode bromatometri yakni penetapan kadar asam salisilat dalam larutan
inzana dan larutan aspilets menggunakan Na2S2O3 sebagai larutan KBr sebagai pereaksi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam percobaan ini adalah sebagai berikut.
a. Apa yang dimaksud dengan analisis bromatometri ?
b. Apa saja larutan yang digunakan dalam analisis bromatometri ?
c. Apa saja faktor yang menyebabkan kesalahan dalam titrasi bromatometri ?
d. Apa manfaat analisis bromatometri dalam bidang farmasi ?
C. Tujuan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk dapat menetapkan kadar
senyawa obat yang dapat bereaksi dengan adanya brom (titrasi tidak langsung).
D. Manfaat
Percobaan ini diharapkan memberi manfaat bagi praktikan dan dunia pendidikan
serta dunia farmasi, diantaranya :
a. Untuk dapat mengetahui cara menganalisis dengan metode bromatometri ;
b. Untuk dapat mengetahui cara menetapkan kadar senyawa-senyawa obat atau sediaan
farmasi lain khususnya yang mengandung senyawa organic aromatik.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Umum
Titrasi adalah metode penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan larutan
standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Dalam hal ini, suatu larutan yang
konsentrasinya telah diketahui secara pasti (larutan standar), ditambahkan secara bertahap
ke larutan lain yang konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua
larutan tersebut berlangsung sempurna. Sebelum basa ditambahkan harga pH adalah
larutan asam kuat, sehingga pH < 7 dan ketika basa ditambahkan sebelum titik ekivalen,
harga pH ditentukan oleh asam lemah. Pada titik ekivalen jumlah basa yang ditambahkan
secara stokiometri ekivalen terhadap jumlah asam yang ada. Oleh karena itu pH
ditentukan oleh larutan garam (pH=7). Titik ekivalen dalam titrasi adalah titik keadaan
(kuantitas) asam-basa dapat ditentukan secara stokiometri (Chandra, 2012).
Brom dapat digunakan sebagai oksidator seperti iodium. Brom akan direduksi
oleh zat-zat organic dengan terbentuknya senyawa hasil subtitusi yang tidak larut dalam
air. Selain bromnya sendiri, brom dapat juga diperoleh dari hasil pencampuran kalium
bromat dan kalium bromida dalam lingkungan asam kuat. Beberapa senyawa yang dapat
ditetapkan kadarnya dengan larutan baku brom dalam Farmakope Indonesia Edisi IV :
klorokresol, fenol, fenol cair, fenileprin HCl, resorsinol, dan timol (Gandjar, 2014).
Prinsip metode titrasi tidak langsung adalah terjadinya perubahan warna setelah
sampel dititrasi. Proses hilangnya iodat dalam sampel disebabkan tereduksinya iodat
menjadi iodium (I2). Reaksi reduksi yang terjadi diperkirakan adanya zat pereduksi dalam
sampel. Potensial reduksi dari zat reduktor tersebut tidak terlalu kuat sehingga hilangnya
iodat dalam bumbu dapur tidak terlalu besar, lain halnya dengan metode iodometri
dimana jumlah iodat yang hilang cukup besar (Saksono, 2010).
Indikator adalah suatu zat yang dapat dipergunakan untuk mengetahui saat reaksi
sempurna pada analisis titrimetri atau volumetrik. Indikator umumnya adalah senyawa
yang berwarna, dimana senyawa tersebut akan berubah warnanya dengan adanya
perubahan pH. Indikator dapat menanggapi munculnya kelebihan titran dengan adanya
perubahan warna. Indikator berubah warna karena sistem kromofornya diubah oleh reaksi
asam basa (Suirta, 2010).
Asam salisilat dikenal juga dengan 2-hydroxy-benzoic
acid atau orthohydrobenzoic acid, memiliki struktur kimia C7H6O3. Asam salisilat
memiliki pKa 2,97. Asam salisilat dapat diekstrak dari pohon willow bark,
daun wintergreen, spearmint, dan sweet birch. Saat ini asam salisilat telah dapat
diproduksi secara sintetik. Bentuk makroskopik asam salisilat berupa bubuk Kristal putih
dengan rasa manis, tidak berbau, dan stabil pada udara bebas. Bubuk asam salisilat sukar
larut dalam air dan lebih mudah larut dalam lemak. Sifat hipofilik asam salisilat membuat
efek klinisnya terbatas pada lapisan epidermis (Sulistyaningrum, 2012).
Asam salisilat memiliki aktivitas keratorik dan antiseptik lemak jika digunakan
secara topikal. Sifatnya yang asam meningkatkan hidrasi endogen, sehingga keratin
terdistribusi di permukaan kulit yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuan
absorbsi ke dalam kulit. Selain itu, penggunaan jangka panjang pada daerah yang sama
akan mengiritasi kulit sehingga menyebabkan dermatitis. Untuk mengurangi sifat iritatif
pada kulit, dilakukan usaha mikroenkapsulasi dalam bentuk sistem liposom (Panjaitan,
2007).
Asam salisilat adalah salah satu obat yang diketahui untuk mengobati keratonoid
dan pengobatan yang baik khusus kondisi kulit, termasuk psoriasis. Ketika mekanisme
kerja keratonoid tidak sepenuhnya dimengerti, diperkirakan asam salisilat mungkin
mengurangi keratonoid – keratonoid dengan baik dengan perlahan-lahan mengurangi pH
pada stratum corneum, efek ini menjadi awal dari berkurangnya skala dan kelembutan
pada daerah yang terkena. Asam salisilat menjadi pilihan yang aman untuk mengontrol
efek psoriatic local pada kehamilan, bagaimanapun karena resiko yang sangat besar dari
sistem penyerapan dan efek racun, asam salisilat harus dihindarkan dari jangkauan anak –
anak (K. Rao, 2010).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
1. Waktu
Praktium dilaksanakan pada hari Selasa, 10 Maret 2015 pukul 13.00 – selesai.
2. Tempat
Tempat pelaksanaan praktikum yaitu di Laboratorium Kimia Analisis Fakultas
Farmasi Universitas Halu Oleo.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu labu Erlenmeyer 100 ml, labu
takar 250 ml, lumpang & alu, klem & statif, lap kasar, sendok tanduk besi, sendok
plastik, pipet tetes, gelas ukur, buret 250 ml, dan batang pengaduk.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu aspilets, inzana, kalium iodida
(KI) 0,1 N, Kalium Bromida (KBr) 0,1 N, Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N, aquadest,
alkohol 70 %, indikator kanji, kapas, dan tissue.
C. Uraian Bahan
1. Asam Salisilat (Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III : 56)
Nama resmi : Acidum Salycilum
Sinonim : Asam Salisilat, asetosal, asam-2-hidroksi benzoat
RM/BM : C7H6O3 / 138,12
Rumus struktur :
Pemerian : Hablur ringan atau serbuk berwarna putih
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) P.
Mudah larut dalam kloroform dan eter. Larut dalam ammonium
asetat dinatrium hydrogenfosfat, kalium sitrat dan natrium sitrat
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Keratolitikum, anti fungi
2. Kalium iodida (Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III : 330)
Nama resmi : Kalii iodidum
Sinonim : Kalium iodida
RM/BM : KI / 166,00
Pemerian : Hablur putih heksahedral ; transparan atau tidak berwarna, opak dan
putih ; atau serbuk butiran putih. Higroskopik.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,lebih mudah larut dalam air mendidih,
larut dalam etanol (95 %) ; mudah larut dalam gliserol P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Anti jamur
3. Kalium Bromat (Ditjen POM. 1979.Farmakope Indonesia III : 328)
Nama Resmi : Kalii Bromidum
Nama Lain : Kalium Bromida
Rumus Molekul : KBr
Berat Molekul : 119,01
Pemerian : Hablur tidak berwarna, transparan atau buram atau serbuk;
tidak berbau; rasa asam dan agak pahit.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 1,6 bagian air dan dalam lebih
kurang 200 bagian etanol (90%) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sedativum
4. Natrium tiosulfat (Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III : 428)
Nama resmi : Natrii Thiosulfas
Sinonim : Natrium tiosulfat
RM/BM : Na2S2O3.5H2O / 248,17
Rumus struktur :
Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur kasar, dalam udara lembab
meleleh basah, dalam hampa udara > 33℃ merah rapuh.
Kelarutan : Larut dalam 0,5 bagian air, dan praktis tidak larut dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Antidotum Sianida
5. Aquadest (Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III : 96)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Aquadest
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02
Pemerian : Cairan jernih tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak
mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai Pelarut
6. Alkohol (Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III : 65)
Nama resmi : Aethanolum
Sinonim : Etanol, Alkohol
RM/BM : C2H5OH/ 46,07
Rumus struktur :
Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna. Bau khas dan
menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun
pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78°C mudah terbakar.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua
pelarut organik.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api.
Kegunaan : Zat tambahan
7. Larutan kanji (Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III : )
Nama resmi : Amilum oryzae
Sinonim : Pati beras; amilum
RM/BM : C12H20O10/324
Rumus struktur :
Pemerian : Serbuk hablur putih, halus tidak berbau.
Kelarutan : Tidak larut dalm air dingin, larut dalam air panas, dapat membentuk
senyawa kompleks dengan iodin
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai indikator
8. Kapas (Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III : 277)
Nama resmi : Gossypium depuratum
Nama lain : Kapas murni ; kapas tak berlemak
Pemerian : Hampir tidak berbau ; praktis tidak berasa
Makroskopik : Rambut utuh atau terputus, berbentuk pita halus, warna putih, lunak,
panjang tidak kurang dari 2 cm.
Mikroskopik : Pita beronga, terpilih, dan bergaris-garis ; ujung agak menebal. Setiap
rambut terdiri dari 1 sel, lebar sampai 40 µm atau lebih, ujung rambut
membulat, sering tidak berongga.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam pelarut biasa ; larut dalam larutan tembaga (II)
klorida ammonia P.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. Tidak boleh
dibungkus langsung dengan kertas lilin.
Penggunaan : Pembalut
D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan larutan kanji
Kanji
- Ditimbang 0,25 gram- Diencerkan dalam aquadest 100 ml di
gelas kimia 250 ml- Diaduk hingga homogeny- Dipanaskan dengan electro mantle
dengan suhu 900 C.- Diaduk secara konstan hingga warnanya
jernih.- Diturunkan suhunya menjadi 700 C.- didinginkan
Hasil pengamatan ?
2. Penetapan Kadar Asam Salisilat
Sampel
Asam Salisilat
- Ditimbang 0,05 gram
Inzana Aspilets
- Dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 100 ml- Ditambahkan 32 ml KBr 0,1 N- Ditambahkan 10 ml KI 0,1 N- Ditambahkan1 ml larutan indikator kanji- Dititrasi menggunakan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)- Diamati perubahan warna- Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan
Hasil pengamatan ?
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Gambar Pengamatan
2. Tabel Pengamatan
No Perlakuan Hasil
1.
Ditambahkan inzana 0,05 gram + 32 ml KBr
0,1 N + 10 ml KI 0,1 N + 1 ml larutan
indikator kanji, kemudian dititrasi dengan
natrium tiosulfat.
Berwarna orange
2.
Ditambahkan aspilets 0,05 gram + 32 ml KBr
0,1 N + 10 ml KI 0,1 N + 1 ml larutan
indikator kanji, kemudian dititrasi dengan
natrium tiosulfat.
Berwarna kuning
3. Perhitungan
1) Penetapan Kadar Asam Salisilat dalam Sampel Inzana
Diketahui : Vtio sampel = 14, 55 mL = 0,01455 L
Ntio = 0,1 N
BE = 138,12
mg sampel = 0,05 gram = 50 mg
Ditanya : kadar asam salisilat ?
Penyelesaian :
Kadar asam salisilat=V tio sampel × N tio × BE
mg sampel× 100 %
¿ 0,01455 L × 0,1 N ×138,1250 mg
× 100 %
¿ 0,200964650
× 100 %
¿0,4019292 %≅ 0,4 %
Jadi, kadar asam salisilat dalam sampel inzana adalah 0,4 %.
2) Penetapan Kadar Asam Salisilat dalam Sampel Aspilets
Diketahui : Vtio sampel = 7,85 mL = 0,00785 L
Ntio = 0,1 N
BE = 138,12
mg sampel = 0,05 gram = 50 mg
Ditanya : kadar asam salisilat ?
Penyelesaian :
Kadar asam salisilat=V tio sampel × N tio × BE
mg sampel× 100 %
¿ 0,00785 L × 0,1 N ×138,1250 mg
× 100 %
¿ 0,108424250
×100 %
¿0,2168484 %≅ 0,2 %
Jadi, kadar asam salisilat dalam sampel aspilets adalah 0,2 %.
4. Reaksi
KBrO3 + KBr + HCl Br2 + KCl + H2O
Br2 +2KI 2KBr + I2
I2 + kanji I + kanji
Na2S2O3 + I2 2NaI + S2O3
B. Pembahasan
Bromatometri merupakan salah satu metode penetapan kadar suatu zat dengan
prinsip reaksi oksidasi-reduksi. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan
hilangnya satu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion, atau molekul). Sedangkan
reduksi adalah suatu proses yang mengakibatkan diperoleh satu elektron atau lebih oleh
zat (atom, ion atau molekul).
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari
ion bromat (Br3-). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini menunjukkan
bahwa kalium bromat adalah oksidator kuat.
Percobaan yang dilakukan praktikan kali ini adalah untuk menetapkan kadar asam
salisilat dalam inzana dan aspilets. Untuk melakukan hal tersebut, praktikan
melakukannya dengan analisis bromatometri. Larutan-larutan yang biasa digunakan
dalam analisis ini yaitu kalium iodida, kalium bromida, natrium tiosulfat, dan larutan
kanji. Kalium iodida dalam analisis bromatometri berguna untuk mengubah brom
menjadi iodium sesuai dengan reaksi Br2 + 2KI I2 + 2KBr. Kalium bromida digunakan
untuk untuk memperoleh brom dengan pencampuran antara kalium bromat dan kalium
bromida sesuai dengan reaksi berikut : KBrO3 + 5KBr + 6HCl 3Br2 + 6KCl + 3H2O.
Natrium tiosulfat digunakan sebagai larutan baku atau berperan sebagai titran dalam
analisis bromatometri. Larutan kanji berguna sebagai indikator dalam analisis
bromatometri ini, larutan kanji akan mengubah warna dari titrat sebagai tanda bahwa
reaksi kimia berlangsung sempurna.
Sebagian besar alat untuk analisis bromatometri adalah alat-alat gelas. Alat-alat
tersebut yakni labu Erlenmeyer 100 ml, labu takar 250 ml, lumpang & alu, klem & statif,
lap kasar, sendok tanduk besi, sendok plastik, pipet tetes, gelas ukur, buret 250 ml, dan
batang pengaduk. Labu Erlenmeyer digunakan untuk menyimpan larutan dan sebagai
wadah titrat. Buret berfungsi sebagai wadah titran (larutan baku) dan diperlukan klem
dan statif untuk menggantungkannya tepat di bawah labu Erlenmeyer. Labu takar
digunakan sebagai wadah larutan. Lumpang dan alu digunakan untuk menggerus sampel
yang digunakan oleh praktikan karena sampel berada dalam bentuk padat. Sendok tanduk
besi dan sendok plastik digunakan untuk menakar suatu zat. Pipet tetes berfungsi untuk
memindahkan atau mengambil larutan dalam jumlah sedikit yang tidak memerlukan
ketelitian tinggi. Gelas ukur adalah alat yang berfungsi untuk mengukur cairan dalam
satuan mL. Dan batang pengaduk digunakan untuk mengaduk atau menghomogenkan
larutan.
Setelah dilakukan analisis bromatometri, dapat diketahui bahwa volume natrium
tiosulfat yang digunakan pada penentuan kadar asam salisilat dalam sampel inzana adalah
14,55 mL dan kadar asam salisilatnya adalah 0,4 %. Sedangkan kadar asam salisilat
dalam sampel aspilets adalah 0,2 % dan volume natrium tiosulfat yang digunakan adalah
7,85 mL.
Analisis yang praktikan lakukan didalamnya terdapat sebuah beberapa kesalahan
yang salah satunya adalah dalam proses penitrasian, titrat tidak mengalami perubahan
warna. Hal ini mungkin disebabkan karena tidak digunakannya beberapa komponen yang
perlu digunakan dalam analisis bromatometri ini. Beberapa komponen itu ialah tidak
digunakannya HCl pekat dan kloroform, tidak dilakukannya penggojokan selama 15
menit, dan tidak ditutupnya labu Erlenmeyer yang digunakan. Tidak digunakannya HCl
pekat dapat mempengaruhi pembebasan dari brom. Penambahan HCl bertujuan untuk
memberikan suasana asam. Dibutuhkan suasana asam karena kepekatan dari H+ yang
berasal dari HCl berpengaruh terhadap perubahan ion bromat menjadi ion bromida.
Suasana asam dapat mempengaruhi perubahan ion bromat menjadi ion bromida. Ketika
asam klorida pekat ditambahkan, maka brom akan dibebaskan. Penambahan kloroform
agar endapan tribromfenol dan I2 yang direaksikan dengan indikator kanji dapat larut.
Penggojokan selama 15 menit bertujuan supaya reaksi fenol dengan brom dapat
berlangsung secara sempurna, sedangkan labu yang digunakan harus tertutup rapat
karena brom yang dihasilkan mempunyai tekanan uap yang tinggi dan mudah menguap
sehingga pengerjaan dengan metode bromatometri harus dilakukan pada suhu serendah
mungkin dan labu yang dipakai harus ditutup. Ada pula beberapa kesalahan yang
mungkin saja dilakukan oleh praktikan dalam proses analisis, misalnya kelalaian
praktikan saat menimbang bahan dan membakukan larutan natrium tiosulfat,
ketidaktelitiannya praktikan dalam pengukuran bahan atau larutan yang digunakan,
pentitrasian yang dilakukan terlalu cepat atau lambat, serta penggunaan alat yang tidak
bersih.
Analisis bromatometri memiliki banyak manfaat dalam bidang farmasi.
Manfaat tersebut antara lain dapat digunakan untuk mengindentifikasi zat aktif, obat
dalam berbagai bentuk sediaan farmasi dan penetapan kadar senyawa kimia yang
memiliki struktur cincin aromatik atau biasa disebut dengan senyawa aromatik. Selain
itu dapat juga digunakan untuk senyawa yang memiliki ikatan rangkap. Hal ini perlu
dilakukan agar dapat diperoleh mutu dan kualitas dari sediaan farmasi tersebut.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan praktikan, dapat diketahui bahwa
kadar asam salisilat dalam inzana adalah 0,4 % dan kadar asam salisilat dalam
aspilets adalah 0,2 %.
B. Saran
Diharapkan kepada penanggung jawab laboratorium agar dapat
memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan yang digunakan dalam
praktikum, dan ditata rapi agar dapat menunjang kelancaran suatu praktikum.
Diharapkan pula kepada asisten untuk dapat mengawasi jalannya praktikum hingga
selesai. Dan kepada para praktikan, diharapkan untuk melakukan percobaan dengan
sungguh-sungguh dan menggunakan pengaman (masker dan sarung tangan) agar
terhindar dari kecelakaan dalam bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Achmad Dwiana., dan Hendra Cordova. 2012.” Rancang Bangun Kontrol pH Berbasis Self Tuning Pid Melalui Metode Adaptive Control” Jurnal Teknik Pomits. Volume 1, Nomor 1.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Gandjar, Ibnu G. dan Abdul Rohman. 2014. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
K. Rao, Purushotham, Khaliq K., Kharat S. S., Sagare P., dan Patil S. K. 2010. “Preparation and Evaluation O/W Cream for Skin Psoriasis”. International Journal of Pharma and Bio Sciences. Volume 1, Nomor 3.
Panjaitan, Elman. 2007. “Karakterisasi Fisik Liposom Asam Salisilat Menggunakan Mikroskop Elektron Transmisi”. Jurnal Sains Materi Indonesia. Volume 9, Nomor 3.
Saksono, Nelson. 2002. “Analisis Iodat dalam Bumbu Dapur dengan Metode Iodometri dan X-Ray Fluorescence”. MAKARA, TEKNOLOGI. Volume 6, Nomor 3.
Suirta, I. W. 2010. “Sintetis Senyawa orto-Fenilazo-2-Naftol- sebagai Indikator dalam Titrasi”. Jurnal Kimia. Volume 4, Nomor 1.
Sulistyaningrum, S. K., Hanny Nilasari, dan Evita Halim Effendi. 2012. “Penggunaan Asam Salisilat dalam Dermatologi”. Journal Indonesin Medical Association. Volume 62, Nomor 7.